Disusun oleh:
MAGELANG
2022/2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C.TUJUAN
Makalah ini, akan dijelaskan tentang pengertian mazhab, latar belakang dan
sejarah awal kemunculan mazhab-mazhab dalam fiqih, dikhususkan pada empat
mazhab yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab
Hanbali serta beberapa hal lain yang berhubungan dengan keempat mazhab
tersebut dan penjelasan madzhab lain selain madzhab empat tersebut, serta
contoh kasus-kasus masalah fikih pada madzhab madzhab tersebut.
BAB 2
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN MADZHAB
Bila diruntut ke belakang, mahzab fiqih itu sudah ada sejak zaman
Rosulullah SAW, Madzhab pada zaman Rosululah adalah sebatas Ijitihad
(pendapat) para sahabat dalam memahami agama, karena pada zaman
itu sumber hukum islam adalah hanya al-Quran dan Hadits, sehingga
ketika para sahabat terjadi perselisihan dan berijtihad masing-masing;
maka mereka langsung melaporkan masalah tersebut kepada Rosulullah.
Pada periode ini, Madzhab hanyalah sebuah pendapat atau Ijtihad para
sahabat dalam memahami sebuah kasus, lalu sahabat melaporkan
kepada Rosul akan kasus tersebut, sehingga Rosulullah SAW langsung
memutuskan kasus tersebut apakah salah satu yang benar atau keduanya
benar.[12]
Mahzab fiqih itu pada sejak zaman sahabat mulai tumbuh seiring dengan
meninggalnya Rosulullah SAW; karena ketika di zaman Rosulullah para
Sahabat menemukan sebuah masalah, akan tetapi setelah wafatnya
Rosulullah, Para sahabat masing-masing memiliki pendapatnya. Misalnya
pendapat Aisyah ra, pendapat Ibn Mas’ud ra, pendapat Ibn Umar.
Masing-masing memiliki kaidah tersendiri dalam memahami nash Al-
Qur’an Al-Karim dan sunnah, sehinga terkadang pendapat Ibn Umar tidak
selalu sejalan dengan pendapat Ibn Mas’ud atau Ibn Abbas. Tapi semua
itu tetap tidak bisa disalahkan karena masing-masing sudah melakukan
ijtihad.[13]
Di masa tabi’in, kita juga mengenal istilah fuqaha al-Madinah yang tujuh
orang yaitu; Said ibn Musayyib, Urwah ibn Zubair, Al-Qasim ibn
Muhammad, Kharijah ibn Zaid, Ibn Hisyam, Sulaiman ibn Yasan dan
Ubaidillah. Termasuk juga Nafi’ maula Abdullah ibn Umar. Di kota Kufah
kita mengenal ada Al-Qamah ibn Mas’ud, Ibrahim An-Nakha’i guru al-
Imam Abu Hanifah. Sedangkan di kota Bashrah ada al-Hasan Al-Bashri dan
Imam Sufyan as sauri.
Dari kalangan tabiin ada ahli fiqh yang juga cukup terkenal; Ikrimah Maula
Ibn Abbas dan Atha’ ibn Abu Rabbah, Thawus ibn Kiisan, Muhammad ibn
Sirin, Al-Aswad ibn Yazid, Masruq ibn al-A’raj, Alqamah an Nakha’i,
Sya’by, Syuraih, Said ibn Jubair, Makhul ad Dimasyqy, Abu Idris al-
Khaulani.
Guru-guru yang pernah beliau temui antara lain adalah : (Hammad bin
Abu Sulaiman Al-Asy’ari (W. : [120 H/ 738]) faqih kota “Kufah”, ‘Atha’ bin
Abi Rabah (W. : (114 H/ 732 M) faqih kota “Makkah”, ‘Ikrimah’ (W104 H/
723 M) maula serta pewaris ilmu Abdullah bin Abbas, Nafi’ (W. : [117 H/
735 M]) maula dan pewaris ilmu Abdullah bin Umar serta yang lain-lain.
Beliau juga pernah belajar kepada ulama’ “Ahlul-Bait” seperti missal : Zaid
bin Ali Zainal ‘Abidin (79-122 H/698-740 M), Muhammad Al-Baqir ([57-
114 H/ 676-732 M]), Ja’far bin Muhammad Al-Shadiq (80-148 H/ 699-765
M) serta Abdullah bin Al-Hasan. Beliau juga pernah berjumpa dengan
beberapa sahabat seperti missal : Anas bin Malik (10 SH-93 H/ 612-712
M), Abdullah bin Abi Aufa (w. 85 H/ 704 M]) di kota Kufah, Sahal bin Sa’ad
Al-Sa’idi (8 SH-88 H/ 614-697 M) di kota Madinah serta bertemu dengan
Abu Al-Thufail Amir bin Watsilah (W 110 H/729 M) di kota Makkah.
Salah satu muridnya yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-
Shaibani, guru Imam Syafi’i. Melalui goresan tangan para muridnya itu,
pandangan-pandangan Imam Hanafi menyebar luas di negeri-negeri
Islam, bahkan menjadi salah satu mazhab yang diakui oleh mayoritas
umat Islam.[18]
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan
Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari
Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry,
Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang
paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Di antara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri,
Na’imul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul
Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain. Di antara murid beliau adalah
Ibnul Mubarak, Al Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al
Qo’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al
Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats
Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az
Aubairi, dan lain-lain.[19]
Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin
Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih
berusia 15 tahun. Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq
Allah dan hidayah-Nya, dia mulai senang mempelajari fiqih setelah
menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan sya’irnya. Remaja yatim ini belajar
fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid
Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah. Kemudian
dia juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari
pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga
menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah.
Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki,
Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dia pun semakin menonjol dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa
tahun saja duduk di berbagai halaqah ilmu para Ulama’ fiqih sebagaimana
tersebut di atas.
Ia pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia
mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9
malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail
bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain. Adapun Murid
beliau yang paling terkenal antara lain adalah Imam ahmad bin
hanbal.[21]
Beliau adalah Abu Abdillah, Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal asy-Syaibani. Imam Ahmad dilahirkan di ibu kota kekhalifahan
Abbasiyah di Baghdad, Irak, pada tahun 164 H/780 M. Saat itu, Baghdad
menjadi pusat peradaban dunia dimana para ahli dalam bidangnya
masing-masing berkumpul untuk belajar ataupun mengajarkan ilmu.
Dengan lingkungan keluarga yang memiliki tradisi menjadi orang besar,
lalu tinggal di lingkungan pusat peradaban dunia, tentu saja menjadikan
Imam Ahmad memiliki lingkungan yang sangat kondusif dan kesempatan
yang besar untuk menjadi seorang yang besar pula.
Beberapa gurunya yang terkenal, di antaranya Ismail bin Ja’far, Abbad bin
Abbad Al-Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin
Qasim bin Dinar As-Sulami, Imam Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin
Ulayyah, Sufyan bin `Uyainah, Abdurrazaq, serta Ibrahim bin Ma’qil.
Adapun muridnya adalah Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal Abdullah
bin Imam Ahmad bin Hambal Keponakannya, Hambal bin Ishaq.[22]
Ada beberapa mazhab lain yang terkenal yang muncul pada abad 2
sampai dengan 3 hijriyyah antara lain Madzhab Atho, Madzhab Ibnu sirin,
Madzhab Zhohiriyyah yang di pelopori Imam Daud az zhohiri, Madzhab As
ya’bi, Mazhab Imam an-Nakho’i; akan tetapi madzhab-madzhab tersebut
tidak begitu berkembang seiring berjalannya zaman dari masa ke masa.
Pada periode ini muncul lah ulama-ulama besar yang menisbatkan diri ke
madzhab tertentu di antaranya : Dari kalangan Syafiiyyah seperti Imam An
Nawawi, Imam a-Muzani, Imam Ibnu hajar al Asqolani, Ibnu hajar al haistami dan
lain-lain. Dari Kalangan Hanafiyyah seperti Imam Abu Yusuf, Imam As syaibani,
Imam al Maruzi dan lain lain. Dari kalangan Hanabilah seperti Imam Ibnu Qoyyim,
Ibnu taimiyyah, Ibnu Rojab dan lain lain. Dari kalangan Malikiyyah seperti Imam
Ibnu Qosim, Imam Syahnun, Imam Ibnu Rusyd dan lain lain.[25]
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
[2] Abdullah Haikal, Sejarah Fikih Islam, ( Semarang : Pustaka Hidayatullah, 2007)
hal 34
[6] Ahmad Hasan, Nasyatul Fiqh al_Islamiy, ( Damaskus : Dar al Hijroh,1996) hal
79
[15] Ahmad Ridho, Hukum Islam dalam Sorotan, ( Jakarta : Pustakan Bina karya
Utama, 2015) hal 24
[8] Al-Qordhowi, Yusuf, Fikih Ikhtilaf, ( Kairo : Dar al Fikr al- Islamiy, 1997) hal 65
[16] Imam An Nawawi, Majmu ala Syarhil muhazzab, ( Damaskus : Maktabah al-
Iman, 1996) Juz XVII, Hal 34
[17 Muniroh Mukhtar, Madzhab dan Sejarahnya, ( Pustaka Mghfiroh : 2008) hal
57
[20] Ahmad Hasan, Nasyatul Fiqh al_Islamiy, ( Damaskus : Dar al Hijroh,1996) hal
104