Anda di halaman 1dari 10

Pengertian sejarah dan penyebaran mazhab fiqih

1.Pengertian Madzhab

Menurut bahasa Arab, “madzhab” (‫)مذهب‬berasal dari shighah masdar mimy (kata
sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan keterangan tempat) dari akar
kata fiil madhy “dzahaba” (‫ )ذهب‬yang bermakna pergi.Jadi, mazhab itu secara
bahasa artinya, “tempat pergi”, yaitu jalan (ath-thariq) Sedangkan menurut istilah
ada beberapa rumusan:
1. Menurut M. Husain Abdullah, madzhab adalah kumpulan pendapat
mujtahid yang berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari dalil-dalil
syariat yang rinci serta berbagai kaidah (qawa’id) dan landasan (ushul)
yang mendasari pendapat tersebut, yang saling terkait satu sama lain
sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
2. Menurut A. Hasan, mazhab adalah mengikuti hasil ijtihad seorang imam
tentang hukum suatu masalah atau tentang hukum suatu masalah atau
tentang kaidah-kaidah istinbathnya.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam
mujtahid dalam memecahkan masalah; atau mengistinbathkan hukum Islam.
Disini bisa disimpulkan pula bahwa mazhab mencakup;(1) sekumpulan hukum-
hukum Islam yang digali seorang imam mujtahid; (2) ushul fiqh yang menjadi
jalan (thariq) yang ditempuh mujtahid itu untuk menggali hukum-hukum Islam
dari dalil-dalilnya yang rinci.
Dengan demikian, kendatipun mazhab itu manifestasinya berupa hukum-
hukum syariat (fiqh), yang ditempuh mujtahid itu untuk menggali hukum-hukum
Islam dari dalil-dalilnya yang rinci harus dipahami bahwa mazhab itu
sesungguhnya juga mencakup ushul fiqh yang menjadi metode
penggalian (thariqah al-istinbath) untuk melahirkan hukum-hukum tersebut.
Artinya, jika kita mengatakan mazhab Syafi’i, itu artinya adalah, fiqh dan ushul
fiqh menurut Imam Syafi’i.
2. Latar Belakang Munculnya Madzhab
Lahirnya berbagai aliran atau madzhab dalam ilmu fiqih dilatarbelakangi
oleh beberapa faktor antara lain disebabkan oleh :
1. Perbedaan Pemahaman (Pengertian) Tentang Lafadz Nash
2. Perbedaan Dalam Masalah Hadits
3. Perbedaan dalam Pemahaman dan Penggunaan Qaidah Lughawiyah Nash
4. Perbedaan Dalam Mentarjihkan Dalil-dalil yang berlawanan ( ta’rudl al-
adillah)
5. Perbedaan Tentang Qiyas
6. Perbedaan dalam Penggunaan Dalil-dalil Hukum
7. Perbedaan dalam Pemahaman Illat Hukum
8. Perbedaan dalam Masalah Nasakh
3. Sejarah Perkembangan Madzhab
4. Periode Pertumbuhan(Abad ke 0-1 H)
1). Madzhab Pada Masa Rasulullah
Bila diruntut ke belakang, mahzab fiqih itu sudah ada sejak zaman
Rosulullah SAW, Madzhab pada zaman Rosululah adalah sebatas Ijitihad
(pendapat) para sahabat dalam memahami agama, karena pada zaman itu sumber
hukum islam adalah hanya al-Quran dan Hadits, sehingga ketika para sahabat
terjadi perselisihan dan berijtihad masing-masing; maka mereka langsung
melaporkan masalah tersebut kepada Rosulullah.
Pertama :
‫الُة‬C‫رِت الص‬C‫ فحض‬، ‫اٌء‬C‫ا م‬C‫ وليس معهم‬،‫فر‬C‫رج رجالِن في س‬C‫ خ‬:‫ال‬C‫ه ق‬C‫ي هللا عن‬C‫عن أبي سعيد الخدري رض‬
‫ ثم أتيا‬،‫ ولم ُيِع د اآلخر‬،‫ فأعاد أحُدهما الصالة والوضوء‬،‫ ثم وجدا الماء في الوقت‬،‫ فصَّليا‬،‫فتيَّم ما َص عيًدا طِّيًبا‬
‫ال‬CC‫ وق‬،))‫ وأجزَأْتك صالتك‬،‫ ((أصبت الُّسنة‬:‫ فقال للذي لم ُيِع د‬،‫رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فذكرا ذلك له‬
‫ ((لك األجُر مَّرتيِن ))؛ رواه أبو داود والنسائي‬:‫لآلخر‬
Dari Abu Sa’id Al Khudri berkata: “Ada 2 Sahabat dalam perjalanan, ketika waktu sholat tiba
dan tidak menemukan air, maka beliau berdua melakukan Tayammum. Keduanya pun shalat.
Setelah itu mereka menemukan air saat waktu shalat belum habis.” “Satu dari mereka mengulang
shalat dengan berwudhu’. Sahabat yang lain tidak mengulang shalatnya (cukup dengan
Tayammum tadi)” Setelah mereka datang kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan
bercerita kejadian itu maka Nabi bersabda kepada Sahabat yang shalat 1 kali saja: “Kamu sudah
sesuai Sunnah. Cukup shalatmu itu”. Dan kepada Sahabat yang shalat 2x (dengan Tayammum
dan Wudhu’) Nabi bersabda: “Kamu dapat 2 pahala”.
Kedua : Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
) ‫ال ُيَص ِّلَيَّن َأَح ٌد اْلَع ْص َر ِإاَّل ِفي َبِني ُقَر ْيَظَة ( رواه البخاري‬
“Janganlah ada satupun yang shalat ‘Ashar kecuali di perkampungan Bani
Quraizhah”
Ketika mereka mendapati waktu shalat yang disebutkan oleh Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut di tengah jalan, sebagian dari mereka
mengatakan, “Kita tidak shalat sampai kita tiba di perkampungan Bani
Quraizhah.” Sementara yang lain bersikukuh tetap melakukan shalat ‘Ashar pada
waktunya, karena mereka memandang bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak bermaksud menyuruh para shahabat Radhiyallahu anhum menunda
shalat ‘Ashar sampai lewat waktunya. Kemudian dua sikap yang berbeda dalam
menyikapi sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dilaporkan kepada
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak mencela salah salah satunya.
Pada periode ini, Madzhab hanyalah sebuah pendapat atau Ijtihad para sahabat
dalam memahami sebuah kasus, lalu sahabat melaporkan kepada Rosul akan
kasus tersebut, sehingga Rosulullah SAW langsung memutuskan kasus tersebut
apakah salah satu yang benar atau keduanya benar.[12]
Madzhab secara sistematis belum terbentuk, hanya berbentuk pendapat-pendapat
para sahabat dan ijtihad-ijtihadnya yang kemudian disampaikan kepada
Rosulullah
2). Madzhab Pada Masa Shahabat
Mahzab fiqih itu pada sejak zaman sahabat mulai tumbuh seiring dengan
meninggalnya Rosulullah SAW; karena ketika di zaman Rosulullah para Sahabat
menemukan sebuah masalah, akan tetapi setelah wafatnya Rosulullah, Para
sahabat masing-masing memiliki pendapatnya. Misalnya pendapat Aisyah ra,
pendapat Ibn Mas’ud ra, pendapat Ibn Umar. Masing-masing memiliki kaidah
tersendiri dalam memahami nash Al-Qur’an Al-Karim dan sunnah, sehinga
terkadang pendapat Ibn Umar tidak selalu sejalan dengan pendapat Ibn Mas’ud
atau Ibn Abbas. Tapi semua itu tetap tidak bisa disalahkan karena masing-masing
sudah melakukan ijtihad.
Para sahabat melihat Rasulullah Saw mengerjakan suatu tindakan, sebagian
sahabat menafsirkannya sebagai tindakan qurbah (ibadah), sedangkan sebagian
yang lain menyimpulkannya sebagai tindakan mubah (biasa). Contohnya, para
sahabat melihat Nabi Shallalahu Alaihi wa Sallam melakukan lari-lari kecil saat
thawaf. Oleh karena itu, mayoritas mereka berpendapat hal tersebut adalah sunnah
dalam tawaf. Sedangkan Ibnu Abbas, mengintepretasikan tindakan beliau sebagai
kebetulan karena ada motivasi yang muncul.
Rasulullah SAW mengerjakan ibadah haji dan orang-orang menyaksikannya.
Sebagian sahabat berpendapat bahwa beliau mengerjakan ibadah haji
secara tamattu’, sementara sebagian sahabat yang lain menganggapnya
mengerjakan ibadah haji secara qiran. Sebagian sahabat lain menyangka beliau
mengerjakan ibadah haji secara ifrad.
3). Madzhab Pada Masa Tabiin
Di masa tabi’in, kita juga mengenal istilah fuqaha al-Madinah yang tujuh orang
yaitu; Said ibn Musayyib, Urwah ibn Zubair, Al-Qasim ibn Muhammad, Kharijah
ibn Zaid, Ibn Hisyam, Sulaiman ibn Yasan dan Ubaidillah. Termasuk juga Nafi’
maula Abdullah ibn Umar. Di kota Kufah kita mengenal ada Al-Qamah ibn
Mas’ud, Ibrahim An-Nakha’i guru al-Imam Abu Hanifah. Sedangkan di kota
Bashrah ada al-Hasan Al-Bashri dan Imam Sufyan as sauri.
Dari kalangan tabiin ada ahli fiqh yang juga cukup terkenal; Ikrimah Maula Ibn
Abbas dan Atha’ ibn Abu Rabbah, Thawus ibn Kiisan, Muhammad ibn Sirin, Al-
Aswad ibn Yazid, Masruq ibn al-A’raj, Alqamah an Nakha’i, Sya’by, Syuraih,
Said ibn Jubair, Makhul ad Dimasyqy, Abu Idris al-Khaulani.
Dalam kasus iddah wanita hamil karena berzina, Para ulama di kalangan Tabiin
berbeda pendapat :
a). Imam Sufyan as Sauri dan sebagain tabiin berpendapat bahwa tidak ada iddah
bagi wanita hamil karena berzina. Karena iddah untuk menjaga nasab, sedangkan
Pezina tidak menjaga nasab.
b). Imam Hasan basri, Ibrahim An Nakho’i dan sebagian tabiin lainnya
berpendapat bahwa wanita hamil karena berzina tetap ada iddahnya, karena iddah
itu karena Istibro’ (membersihkan Rahim)
2. Periode Pembentukan (Abad ke 2-3 H )
a). Mazhab Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah, yang dikenal dengan sebutan Imam Hanafi, mempunyai nama
lengkap: Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zutha Al-Kufi. lahir di Irak pada
tahun 80 Hijriah/699 M, bertepatan dengan masa khalifah Bani Umayyah Abdul
Malik bin Marwan. Beliau digelari dengan nama Abu Hanifah yang berarti suci
dan lurus, karena sejak kecil beliau dikenal dengan kesungguhannya dalam
beribadah, berakhlak mulia, serta menjauhi perbuatan-perbuatan dosa dan keji.
Dan mazhab fiqihnya dinamakan Mazhab Hanafi.
Guru-guru yang pernah beliau temui antara lain adalah : (Hammad bin Abu
Sulaiman Al-Asy’ari (W. : [120 H/ 738]) faqih kota “Kufah”, ‘Atha’ bin Abi
Rabah (W. : (114 H/ 732 M) faqih kota “Makkah”, ‘Ikrimah’ (W104 H/ 723 M)
maula serta pewaris ilmu Abdullah bin Abbas, Nafi’ (W. : [117 H/ 735 M]) maula
dan pewaris ilmu Abdullah bin Umar serta yang lain-lain. Beliau juga pernah
belajar kepada ulama’ “Ahlul-Bait” seperti missal : Zaid bin Ali Zainal ‘Abidin
(79-122 H/698-740 M), Muhammad Al-Baqir ([57-114 H/ 676-732 M]), Ja’far bin
Muhammad Al-Shadiq (80-148 H/ 699-765 M) serta Abdullah bin Al-Hasan.
Beliau juga pernah berjumpa dengan beberapa sahabat seperti missal : Anas bin
Malik (10 SH-93 H/ 612-712 M), Abdullah bin Abi Aufa (w. 85 H/ 704 M]) di
kota Kufah, Sahal bin Sa’ad Al-Sa’idi (8 SH-88 H/ 614-697 M) di kota Madinah
serta bertemu dengan Abu Al-Thufail Amir bin Watsilah (W 110 H/729 M) di
kota Makkah.
Salah satu muridnya yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-
Shaibani, guru Imam Syafi’i. Melalui goresan tangan para muridnya itu,
pandangan-pandangan Imam Hanafi menyebar luas di negeri-negeri Islam, bahkan
menjadi salah satu mazhab yang diakui oleh mayoritas umat Islam.[18]
b). Madzhab Imam Malik
Malik bin Anas bin Malik, Imam maliki di lahirkan di Madinah al Munawwaroh.
sedangkan mengenai masalah tahun kelahirannya terdapat perbedaaan riwayat. al-
Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan bahwa imam malik
dilahirkan pada 94 H. ibn Khalikan dan yang lain berpendapat bahawa imam
Malik dilahirkan pada 95 H. sedangkan. imam al-Dzahabi meriwayatkan imam
malik dilahirkan 90 H. Ia menyusun kitab Al Muwaththa’, dan dalam
penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia
menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in
dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al
Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad,
Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah
Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada yang
lebih tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti
al Auza’i, Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan
Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu Wahb,
Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
Di antara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul
Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah
bin Dinar, dan lain-lain. Di antara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al
Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin
Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya bin
Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin
Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.
c). Mazhab Imam Syafii
Mazhab Syafi’i didirikan oleh Abu Abdullah Muhammad bin ldris as-syafi’i. Ia
wafat pada 767 masehi 158 H. Selamahidup Beliau pernah tinggal di Baghdad,
Madinah, dan terakhir di Mesir. Corak pemikirannya adalah konvergensi atau
pertemuan antara rasionalis dan tradisionalis. Imam Syafi`i mempunyai dua dasar
berbeda untuk Mazhab Syafi’i. Yang pertama namanya Qaulun Qadim dan
Qaulun Jadid
Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid
Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15
tahun. Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-
Nya, dia mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa
Arab dan sya’irnya. Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang
ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan
sebagai mufti Makkah. Kemudian dia juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman
Al-Atthar, juga belajar dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin
Syafi’, dan juga menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah.
Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki,
Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Dia
pun semakin menonjol dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja
duduk di berbagai halaqah ilmu para Ulama’ fiqih sebagaimana tersebut di atas.
Ia pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia mengaji
kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam
Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan
pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain. Adapun Murid beliau yang paling
terkenal antara lain adalah Imam ahmad bin hanbal.
d). Mazhab Imam Ahmad ( hanbali)
Beliau adalah Abu Abdillah, Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy-
Syaibani. Imam Ahmad dilahirkan di ibu kota kekhalifahan Abbasiyah di
Baghdad, Irak, pada tahun 164 H/780 M. Saat itu, Baghdad menjadi pusat
peradaban dunia dimana para ahli dalam bidangnya masing-masing berkumpul
untuk belajar ataupun mengajarkan ilmu. Dengan lingkungan keluarga yang
memiliki tradisi menjadi orang besar, lalu tinggal di lingkungan pusat peradaban
dunia, tentu saja menjadikan Imam Ahmad memiliki lingkungan yang sangat
kondusif dan kesempatan yang besar untuk menjadi seorang yang besar pula.
Beberapa gurunya yang terkenal, di antaranya Ismail bin Ja’far, Abbad bin Abbad
Al-Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin
Dinar As-Sulami, Imam Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin
`Uyainah, Abdurrazaq, serta Ibrahim bin Ma’qil.
Adapun muridnya adalah Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal Abdullah bin
Imam Ahmad bin Hambal Keponakannya, Hambal bin Ishaq.[22]
e. ) jakfari
Mazhab Jaʿfarī , [a] juga dikenal sebagai mazhab Jafari , fiqh
Jaʿfarī ( bahasa Arab : ‫ري‬CCCC‫ه الجعف‬CCCC‫ ) الفق‬atau yurisprudensi Ja'fari , adalah
mazhab yurisprudensi ( fiqh ) terkemuka di kalangan Dua
[1]
Belas dan Ismaili (termasuk Nizari ) Islam Syiah ,
dinamai Imam keenam , Ja'far al-Sadiq . [2] Di Iran, yurisprudensi Jaʽfari
diabadikan dalam konstitusi , membentuk berbagai aspek pemerintahan, legislasi,
dan peradilan di negara tersebut. [3]
Berbeda dengan mazhab-mazhab utama yurisprudensi Sunni dalam hal
ketergantungannya pada ijtihad , serta dalam masalah warisan, pajak agama,
perdagangan, status pribadi, dan diperbolehkannya pernikahan sementara
atau mutʿa . [4] Sejak tahun 1959, yurisprudensi Jaʿfari telah diberi status "sekolah
kelima" bersama dengan empat sekolah Sunni oleh Universitas Azhar . [5] Selain
itu, ini adalah salah satu dari delapan madzhab yang diakui yang tercantum
dalam Pesan Amman tahun 2004 oleh raja Yordania, dan sejak itu didukung
oleh Sadiq al-Mahdi , mantan Perdana Menteri Sudan . [6]
Mazhab Ja'fari diberlakukan sebagai yurisprudensi negara di Iran selama konversi
Safawi di Iran menjadi Islam Syiah dari abad ke-16 hingga ke-18. Pengikut aliran
Ja'fari sebagian besar ditemukan di Iran , Irak , Azerbaijan dan Bahrain di mana
mereka merupakan mayoritas, dengan minoritas besar di Arab Saudi bagian
timur , Lebanon selatan , dan Afghanistan .

f.) ibn hazm

Ibnu Hazm (Arab: ‫ )ابن ح زم‬adalah seorang sejarawan, ahli fikih, dan imam Ahlus
Sunnah di Spanyol Islam.[1] Ia dikenal karena produktivitas keliteraturannya, luas ilmu
pengetahuannya, dan kepakaran dalam bahasa Arab. Ia adalah seorang pendukung
dan ahli fikih yang terkemuka dari Mazhab Zhahiri,[2] dan disebutkan telah
menghasilkan karya tulis sebanyak 400 judul, meski kini yang masih dapat ditemui
hanya 40 judul saja, yang mencakup berbagai topik seperti hukum Islam, sejarah,
etika, perbandingan agama, akidah dan lain-lain.[3] Nama lengkapnya adalah Abu
Muhammad Ali bin Ahmad bin Said bin Hazm. Ia dilahirkan pada 7 November 994 M
di Córdoba, Kekhilafahan Kordoba dan wafat pada 15 Agustus 1064, di Mantha
Lisha, dekat Sevilla.
g) zaidiyah

Zaidiyah, Zaidiyyah atau Zaidisme (Arab: ‫ الزيدي ة‬az-zaydiyyah, kata sifat


dari Zaidi atau Zaydi) adalah salah satu Madzhab Syi'ah, dinamakan
menurut Imam Zaid bin 'Alī. Pengikut fiqih Zaidi dinamakan Zaidis (atau kadang
dikenal pula dengan Lima Imam di dunia barat). Akan tetapi ada pula satu grup yang
dinamai Zaidi Wasītīs yang merupakan pengikut Dua Belas Imam. Penganut
mazhab Syi'ah ini banyak terdapat di Yaman. Pada 2014, Zaidiyah merupakan
sekitar 0,5% dari populasi Muslim dunia.

Dalam hal fikih, Zaidiyah mengikuti ajaran Zaid bin Ali yang didokumentasikan dalam
bukunya Majmu' Al-Fiqh (Arab: ‫)مجموع الِفقه‬. Fikih Zaidiyah memiliki kemiripan dengan
mazhab fikih Hanafi dalam Sunni,[3] serta denominasi Ibadi dalam Khawarij.
Bahkan Abu Hanifah, pendiri mazhab Hanafi, memberikan dukungan kepada Zaid
bin Ali untuk memenuhi tujuannya.[4] Zaidiyah menolak penyamaran agama
atau taqiyyah.[5] Zaydiyah tidak terlalu bergantung pada hadits dan lebih sering
mengandalkan Al-Qur'an. Meski begitu, Zaidiyah memiliki sikap yang terbuka untuk
hadits. Beberapa sumber berpendapat bahwa Zaidiyah hanyalah sebuah filsafat
politik yang membenarkan penggulingan penguasa yang zalim dan mengutamakan
mereka yang berasal dari Bani Hasyim.

g) ibadhi

badi (Arab: ‫)اإلباضية‬, juga disebut Bada'iyah dan Ibadiyah adalah sebuah cabang
Islam.[3] Beberapa pihak menyebutnya sebagai cabang ketiga Islam, bersama
dengan Islam Sunni dan Islam Syiah. Para pengikut Islam Ibadi dikenal
sebagai Ibadiyyīn.
Ibadisme muncul sekitar 60 tahun setelah kematian nabi Islam Muhammad pada
tahun 632 M[4] sebagai aliran moderat gerakan Khawarij,[5][6][7] meskipun Ibadisme
kontemporer sangat keberatan dengan pengklasifikasian sebagai Khawarij.[7] Saat ini,
Ibadi merupakan denominasi Muslim terbesar di Oman, tetapi juga dipraktikkan pada
tingkat yang lebih rendah di Aljazair, Tunisia, dan Libya

e). Mazhab lainnya


Ada beberapa mazhab lain yang terkenal yang muncul pada abad 2 sampai
dengan 3 hijriyyah antara lain Madzhab Atho, Madzhab Ibnu sirin, Madzhab
Zhohiriyyah yang di pelopori Imam Daud az zhohiri, Madzhab As ya’bi, Mazhab
Imam an-Nakho’i; akan tetapi madzhab-madzhab tersebut tidak begitu
berkembang seiring berjalannya zaman dari masa ke masA
Contoh :
1. Para ulama berbeda pendapat tentang wanita hamil atau wanita menyusui
apakah wajib puasa atau tidak ? Jika tidak wajb, apakah mengqodho
puasanya ataun membayar fidyah.
a). Imam Syafii berpendapat bahwa Wanita Hamil dan Menyusui boleh tidak
berpuasa akan tetapi keduanya wajib membayar qodho dan membayar fidyah
b).Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa Wanita hamil dan Menyusui boleh
tidak berpuasa, akan tetapi keduanya hanya wajib membayar qodho saja
c). Imam Malik berpendapat bahwa Wanita hamil dan menyusui boleh tdak
berpuasa, akan tetapi keduanya hanya membayar fidyah
d). Imam Ahmad berpendapat bahwa Wanita hamil dan menyusui boleh tidak
berpuasa, akan tetapi wanita hamil wajib mengqodho puasa sedangkan wanita
menyusui wajib membayar Fidyah
e). Sebagian ulama lain seperti Imam Daud dari kalangan mazhab zhohiriyyah
berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui wajib berpuasa
Para ulama berbeda pendapat karena tidak ada Nash yang shorih yang
menjelaskan hal tersebut, sehingga mereka mengqiyaskan dengan orang yang
sakit atau orang yang tidak mampu sama sekali berpuasa.
3. Periode Keemasan (Abad ke 3-9 H )
Pada periode ini muncul lah ulama-ulama besar yang menisbatkan diri ke
madzhab tertentu di antaranya : Dari kalangan Syafiiyyah seperti Imam An
Nawawi, Imam a-Muzani, Imam Ibnu hajar al Asqolani, Ibnu hajar al haistami
dan lain-lain. Dari Kalangan Hanafiyyah seperti Imam Abu Yusuf, Imam As
syaibani, Imam al Maruzi dan lain lain. Dari kalangan Hanabilah seperti Imam
Ibnu Qoyyim, Ibnu taimiyyah, Ibnu Rojab dan lain lain. Dari kalangan
Malikiyyah seperti Imam Ibnu Qosim, Imam Syahnun, Imam Ibnu Rusyd dan lain
lain.[25]
Mengenai perbedaan pendapat di kalangan ulama abad ke 3 -9 telah
banyak kitab yang membahasnya, masing masing menguatkan prndapat Imam
mazhabnya, walau tak jarang ada sebagian ulama yang berbeda dengan imam
mazhabnya.
4. Periode Kemunduran ( Abad ke 10 – 13 H )
Pada periode ini, Madzhab mengalami kemunduran karena faktor
penjajahan di dunia islam, dan tidak kuatnya kekuasaan muslim pada saat itu di
bawah kepemimpinan daulah usmaniyyah pada periode akhir.
5. Periode Kebangkitan ( Abad ke 14 – Sekarang )
Pada periode ini, madzhab mengalami kebangkitan kembali, di mulai
dengan munculnya para ulama dengan kitab-kitabnya yang terkenal seperti Syekh
Wahbah Zuhaili, Syekh Muhammad bin Sholeh al Usaimin, Syekh Yusuf al
Qordhowi, Syekh Ali Jum’ah dan lain lain, ada yang masih mengukuti dan selaras
dengan metodologi para Imam madzhab yang empat, adapula yang mulai
berusaha keluar dari metodologi para ulama terdahulu karena pertimbangan
zaman.

Anda mungkin juga menyukai