Anda di halaman 1dari 4

MACAM MACAM ALIRAN DALAM ISLAM

Ada berbagai macam aliran pemahaman mengenai masalah Ushuluddin (Aqidah, Fikih dan Tassawuf)
yang muncul sejak wafatnya nabi hal tersebut sesuai dengan hadist

‫ ََأَال‬: ‫ َأَال ِإَّن َرُسْو َل ِهللا َص َّلى ُهّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَم ِفْيَنا َفَقاَل‬: ‫َع ْن َأِبْي َعاِم ٍر اْلَهْو َز ِنِّي َع ْبِد ِهللا ْبِن ُلَح ِّي َع ْن ُمَع اِوَيَة ْبِن َأِبْي ُس ْفَياَن َأَّنُه َقاَم ِفْيَنا َفَقاَل‬
‫ ِثْنَتاِن َو َس ْبُعْو َن ِفي الَّناِر َوَو اِح َد ٌة ِفي‬. ‫ِإَّن َم ْن َقْبَلُك ْم ِم ْن َأْهِل اْلِكَتاِب ِاْفَتَر ُقْو ا َع َلى ِثْنَتْيِن َو َس ْبِع ْيَن ِم َّلًة َوِإَّن َهِذِه اْلِم َّلَة َس َتْفَتِرُق َع َلى َثَالٍث َو َس ْبِع ْيَن‬
‫اْلَج َّنِة َو ِهَي اْلَج َم اَع ُة‬

Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia pernah
berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya orang-
orang sebelum kamu dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua)
golongan dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan,
(adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “ al-
Jama’ah.”
Dari hadits diatas dapat diketahui bahwa berkembangnya aliran – aliran ini bukan suatu hal yang
mengejutkan dan hadist diatas dapat dijumpai dibeberapa kitab

1. Abu Dawud, Kitabus Sunnah Bab Syarhus Sunnah no. 4597, dan lafazh hadits di atas adalah dari
lafazh-nya.
2. Ad-Darimi, dalam kitab Sunan-nya (II/241) Bab fii iftiraqi hadzihil ummah.
3. Imam Ahmad, dalam Musnad-nya (IV/102).
4. Al-Hakim, dalam kitab al-Mustadrak (I/128).
5. Al-Ajurri, dalam kitab Asy-Syari’ah (I/314-315 no. 29).
6. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam Kitabus Sunnah, (I/7) no. 1-2.
7. Ibnu Baththah, dalam kitab Al-Ibaanah ‘An Syari’atil Firqah An-Najiyah (I/371) no. 268, tahqiq
Ridha Na’san Mu’thi, cet.II Darur Rayah 1415 H.
8. Al-Lalikaa-iy, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunah wal Jama’ah (I/113-114) no. 150,
tahqiq Dr. Ahmad bin Sa’id bin Hamdan al-Ghaamidi, cet. Daar Thay-yibah th. 1418 H.
9. Al-Ashbahani, dalam kitab Al-Hujjah Fii Bayanil Mahajjah Pasal Fii Dzikril Ahwa’ Al-
Madzmumah Al-Qismul Awwal I/107 no. 16.
Berbagai jenis aliran yang muncul tersebut diantaranya seperti Syiah, Khawarij, Mu’tazilah, Qadariyah,
Jabariyah, Jismiyah, Maturidiyah, As’ariyah dan berbagai aliran lainnya.
A. SYIAH
Syiah merupakan golongan dalam faham aqidah yang sangat fanatik kepada sahabat Ali bin Abi Thalib.
Karena mereka menganggap bahwa penerus mutlak kenabian setelah nabi Muhammad wafat adalah
sahabat Ali, bahkan ada Sebagian pengikut syiah yang dikemudian hari menganggap bahwa yang
seharusnya menjadi nabi akhir zaman adalah sahabat ali. Syiah sendiri pada akhirnya terbagi menjadi
beberapa golongan didalamnya
1. Syiah Ghulat, kelompok ini merupakan kelompok yang berpendapat mengenai kesalahan Jibril
dalam penyampaian wahyu
2. Syiah Ismailiyah, kelompok ini berpendapat bahwa ismail anak dari ja’far shodiq kelak akan
menjadi imam mahdi, salah satu sosok yang kedatangannya sangat ditunggu diakhir zaman
3. Syiah Zaidiyah, kelompok ini meyakini akan 4 orang dari khulafaurasyidin walaupun mereka
meyakini juga bahwa kemuliaan ali lebih tinggi dari yang lainnya
B. KHAWARIJ
Khawarij adalah kelompok yang muncul Ketika terjadinya perselisihan antara golongan ali dan golongan
muawiyah karena kedua belah pihak yang akhirnya menerima tahkim dan Sebagian pengikut ali tidak
menerima tahkim tersebut akhirnya mereka keluar dari barisan ali sehingga dinamai khawarij yang berarti
keluar. Ciri faham ini adalah mereka yang mengkafirkan orang orang yang terlibat dalam pemerintahan
C. MUTAZILAH
Mu’tazilah lahir dari sebuah peristiwa dimana terjadi perbedaan pendapat antara Wasil Bin ‘Atha yang
kala itu statusnya menjadi murid dari Hasan Al-Basri. Hasan Al-Basri berpendapat bahwa seorang
mukmin yang melakukan dosa besar tetap dihukumi mukmin namun berbeda menurut Wasil Bin ‘Atha, ia
berpendapat bahwa seorang yang melakukan dosa bebas tidak dapat dihukumi sebagai mukmin namun
tidak juga kafir. Ada lima ajaran utama yang dicetuskan mu’tazilah :
1. Tauhid, mereka berpendapat bahwa alquran adalah makhluk
2. Al’adalah, bahwa keadilan allah merupakan imbalan bagi manusia sesuai perbuatannya
3. Al Wa’d Wal Wai’d, bahwa allah akan membalas orang muslim yang baik dan membalas orang
muslim yang jahat
4. Almanzilah Bainal Manzilatain, seperti pendapat Wasil Bin ‘Atha diatas
5. Amar Ma’ruf Nahi Munkar

D. QADARIYAH
Kelompok ini berpendapat bahwa seluruh kehendak manusia merupakan kehendaknya sendir dan tuhan
tidak memiliki campur tangan dalam kehendak manusia. Sederhananya, kelompok ini adalah kelompok
yang berikhtiar tanpa tawakkal
E. JABARIYAH
Kelompok ini adalah kelompok yang berlawan dengan Qadariyah karena beranggapan bahwa segala
kehendak dan perbuatan manusia merupakan takdir yang telah ditentukan oleh Allah.
Sederhannya,kelompok ini adalah kelompok yang bertawakal tanpa berikhtiar seperti dirumah saja
menunggu hujan uang atau Bahasa arabnya Mustahil Jiddan
F. JISMIYAH
Kelompok ini berpendapat bahwa Allah memiliki Jism (bentuk), padahal Allah mukholafatul lil hawadis
G. MATURIDIYAH
Nama maturidiyah diambil dari nama pencetusnya yaitu Abu Mansur Al Maturidi, Maturidiyah
berkeyakinan bahwa akal dan Syariat adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan demi lahirnya
kebenaran tentang ketuhanan. Munculnya maturidiyah merupakan respon atas berkembangnya aliran
mu’tazilah pada masa dinasti Abbasyiah karena mu’tazlah memiliki kecenderungan dengan akal pikiran
tanpa melibatkan nash alqur’an maupun hadits dalam menentukan hukum. Sedangkan maturiyidah
menggunakan dalil aqli dan naqli secara seimbangan dalam menentukan hukum
H. ASYARIYAH
Nama Asy’ariyah sendiri diambil dari nama pencetusnya yakni Abu Hasan al-asy’ari. Sebetulnya
As’ariyah sendiri bukan golongan baru melaikan golongan yang hanya membela mazhab ulama
terdahulu. Ini dibuktikan dengan beberapa litaratur diberbagai kitab
1. Imam Tajudin As-Subky :
‫اْعَلم َأن َأَبا اْلحسن لم يبدع َر أيا َو لم ينش مذهبا َوِإَّنَم ا ُهَو ُم َقرر لمذاهب الّسلف مناضل َع َّم ا َكاَنت َع َلْيِه صحابة َر ُسول هللا صلى هللا‬
‫َع َلْيِه َو سلم فاالنتساب ِإَلْيِه ِإَّنَم ا ُهَو ِباْع ِتَبار َأنه عقد على َطِريق الّسلف نطاقا َو تمسك ِبِه َو أَقام اْلحَج ج والبراهين َع َلْيِه َفَص اَر المقتدى ِبِه‬
‫فى َذ ِلك السالك َس بيله فى الَّداَل ِئل ُيسمى أشعريا‬
“Ketahuilah sesungguhnya Abu Hasan tak memulai sebuah pendapat baru dan tak memunculkan
sebuah mazhab. Itu tak lain hanya merupakan penguatan terhadap mazhab salaf. Dia membela
apa yang diyakini sahabat Rasulullah ‫ﷺ‬. Maka penisbatan diri pada beliau tak lain hanyalah
pengakuan bahwa beliau mengikuti jalan salaf, berbicara dan berpegang teguh dengannya,
mendirikan hujjah dan bukti-bukti atasnya. Maka yang mengikuti beliau dan menempuh jalan
beliau itu dalam dalil-dalil disebutlah seorang Asy’ariyah”. (Tajuddin as-Subky, Thabaqât as-
Syâfi’iyah, juz III, halaman 365)

2. Imam al-Hafidz Ibnu Asakir (571 H) :


‫فنسب من تعلق اْلَيْو م ِبمذهب أهل الّسنة وتفقه ِفي معرَفة أُصول الّد ين من َس اِئر اْلمَذ اهب ِإَلى اَأْلْش َع ِرّي ِلَك ْثَر ة تواليفه َو َك ْثَر ة ِقَر اَء ة‬
‫الَّناس َلَها َو لم يكن ُهَو أول ُم َتَكلم ِبِلَس ان أهل الّسنة ِإَّنَم ا جرى على سَنن َغيره وَعلى نْص َر ة َم ْذ َهب َم ْعُروف َفَزاد اْلَم ْذ َهب حَّجة‬
‫وبياًنا َو لم يبتدع مَقاَلة اخترعها َو اَل مذهبا اْنَفرد ِبِه أال ترى َأن َم ْذ َهب أهل اْلَم ِد يَنة يْنسب ِإَلى َم الك بن أنس َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َو من‬
‫َك اَن على َم ْذ َهب أهل اْلَم ِد يَنة ُيَقال َلُه مالكي َوَم الك َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه ِإَّنَم ا جرى على سَنن من َك اَن قبله َو َك اَن كثير اإلتباع َلُهم ِإاَّل َأنه‬
‫َز اد اْلَم ْذ َهب َبَيانا وبسًطا َو حَّجة وشرًحا َو ألف ِكَتابه اْلُمَو َّطأ َوَم ا َأخذ َعنُه من األسمعة والفتاوى فنسب اْلَم ْذ َهب ِإَلْيِه ِلَك ْثَر ة َبسطه َلُه‬
‫َو َكاَل مه ِفيِه َفَك َذ ِلك َأُبو اْلَحَس ِن اَأْلْش َع ِرّي َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه اَل فرق‬
“Maka hari ini orang-orang yang bergantung pada mazhab Ahlussunnah dan belajar pengetahuan
Ushuluddin dari semua mazhab disandarkan kepada al-Asy'ari karena banyaknya karya beliau
dan banyaknya bacaan orang-orang terhadap karya tersebut. Dia bukanlah Ahli Kalam pertama
yang berbicara dengan lidah Ahlussunnah akan tetapi dia hanya mengikuti tradisi orang-orang
sebelumnya untuk menolong mazhab yang sudah diketahui (mazhab salaf) sehingga mazhab
tersebut bertambah kekuatan argumen dan penjelasannya. Dia tidak membuat suatu pernyataan
baru dan juga tidak membuat suatu mazhab independen. Bukankah engkau melihat bahwa
mazhab Ahli Madinah disandarkan kepada Imam Malik bin Anas sehingga orang yang mengikuti
mazhab Ahli Madinah disebut seorang Maliky, padahal Malik hanya mengikuti tradisi orang
sebelumnya. Hanya saja beliau menambah mazhab tersebut dengan keterangan dan penjelasan
argumentatif dan juga mengarang kitab al-Muwatta. Dan apa yang dinukil dari Imam Malik
meliputi ucapan atau fatwa kemudian disandarkan sebagai mazhab kepadanya karena ialah yang
banyak menjelaskan dan berbicara tentang hal itu. Demikian juga Abu Hasan Al Asy'ari tiada
bedanya”. (Ibnu Asakir, Tabyîn Kadzib al-Muftary fî Mâ Nusiba Ila al-Asy’ary, halaman 117-
118)
3. Imam Al hafidz Baihaqy (458H) :
‫ِإَلى َأن بلغت الّنوَبة ِإَلى شيخَنا َأِبي اْلحسن اَأْلْش َع ِرّي َر ْح َم ة هَّللا َفلم يحدث ِفي دين هَّللا َح دثا َو لم َيْأِت ِفيِه ببدعة بل َأخذ أقاويل‬
‫الَّص َح اَبة َو الَّتاِبِع يَن َو من بعدهْم من اَأْلِئَّم ة ِفي أُصول الّد ين فنصرها ِبِزَياَدة شرح وتبيين َو َأن َم ا َقاُلوا ِفي اُأْلُصول َو َج اء ِبِه الَّش ْر ع‬
‫َصِح يح ِفي اْلُع ُقول خالف َم ا زعم أهل اَأْلْهَو اء من َأن بعضه اَل َيْسَتِقيم ِفي اآلراء َفَك اَن ِفي َبَيانه َتْقِوَية َم ا لم يدل َع َلْيِه من أهل‬
‫الّسنة َو اْلَج َم اَعة َو َنصره أقاويل من مضى من اَأْلِئَّم ة َكأبي حنيَفة وُس ْفَيان الَّثْو رّي من أهل اْلُك وَفة َو اَأْلْو َز اِع ّي َو َغيره من أهل‬
‫الَّش ام َوَم الك َو الَّش اِفِع ّي من أهل اْلَح َر َم ْيِن َو من نجا َنْح وهَم ا من اْلحجاز َو َغيرَها من َس اِئر اْلِباَل د وكأحمد اْبن َح ْنَبل َو َغيره من أهل‬
‫الَح ِد يث َو الَّلْيث بن سعد َو َغيره َو أبي عبد هللا ُمَحَّم د بن اسمعيل الُبَخاِرّي َو أبي اْلحسن ُم سلم بن اْلحَّجاج الَّنْيَس اُبوِري إمامي أهل‬
‫اآْل َثار وحفاظ الّسَنن اَّلِتي َع َلْيَها مَدار الَّش ْر ع َرِض َي ُهَّللا َع ْنُهم َأْج َم ِع يَن َو َذ ِلَك دأب من تصدى من اَأْلِئَّم ة ِفي َهِذِه اأْل مة َو َص اَر َر ْأسا‬
‫ِفي اْلعلم من أهل الّسنة ِفي قديم الَّدْهر‬
“Kemudian sampailah giliran dakwah keturunan Sahabat Abu Musa Al Asy'ari pada guru kita,
Abu Hasan Al Asy'ari. Dia tidak membuat hal baru dalam agama Allah dan juga tidak membawa
suatu bid'ah, tetapi dia mengambil perkataan para Sahabat, Tabiin, dan orang-orang setelah
mereka dari golongan para imam dalam masalah Ushuluddin kemudian membelanya dengan
menambahi keterangan dan penjelasan. Dan [beliau membuktikan] bahwasanya apa yang mereka
semua katakan dalam masalah aqidah dan apa yang sudah dibawa oleh syariat adalah benar
menurut akal. Hal ini berbeda dari apa yang disangka oleh orang-orang menyimpang (ahlu al-
Ahwa') yang mengatakan bahwa sebagian yang dibawa syariat tidak masuk akal. Maka dalam
penjelasan beliau itu ada penguatan (taqwiyah) yang sebelumnya tidak disadari oleh
Ahlussunnah wal Jamaah. Imam Abu Hasan Al Asy'ari juga ditolong oleh pernyataan-pernyataan
para imam sebelumnya seperti Abu Hanifah dan Sufyan ats-Tsauri dari penduduk Kufah, Al
Auza'i dan lain-lain dari penduduk Syam, Malik dan Syafi'i dari penduduk Haramain (Makkah-
Madinah) dan sekelilingnya seperti Hijaz dan daerah-daerah lainnya. Juga seperti Imam Ahmad
bin hambal dan lain-lain dari kalangan ahli hadis dan Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-
Bukhari dan Abi Hasan Muslim bin Hajjaj an-Naisaburi, dua Imam ahli hadis dan juga para
penghafal Kitab Sunan yang menjadi pondasi syariat, semoga Allah meridhai mereka semua.
Begitulah kebiasaan para Imam yang muncul ke permukaan di kalangan umat ini dan menjadi
pemimpin ilmu dari kalangan Ahlussunnah sejak dahulu kala”.

(Ibnu Asakir, Tabyîn Kadzib al-Muftary fî Mâ Nusiba Ila al-Asy’ary, halaman 103)

MODERASI BERAGAMA
Moderasi Bergama berarti melakukan keberagamaan dengan cara yang biasa saja (tidak ekstrem) apalagi
melihat fakta bahwa Indonesia bukan negara agama melainkan negara keberagamaan karena tidak hanya
agama samawi saja yang mendiami tanah Indonesia melainkan berbagai kepercayaan agama jauh sebelum
agama samawi dating ke tanah air ini. Mulai menipisnya toleransi antar umat Bergama di era milenial ini
seperti kasus penedangan sajen di gunung semeru kemarin contohnya mendorong moderasi agama sangat
perlu dibicarakan sehingga setiap penganut keberagamaan dapat melaksanakan ritual keagamaan denga
naman dan nyaman. Terkait isu moderasi beragama sendiri adalah masalah yang hanya menyangkut pada
hal muamalah bukan pada aqidah. Alangkah indahnya bukan saling menghormati perbedaan ?

Anda mungkin juga menyukai