Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagaimana yang telah diprediksikan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa
umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan dan hanya ada 1 golongan saja yang kelak
akan selamat. Sedangkan yang lainnya akan binasa. Ketika beliau ditanya oleh para
sahabat: “siapakah mereka yang akan selamat?”  Rasululloh SAW menjawab: “mereka
adalah orang-orang yang mengikuti ajaranku dan ajaran para sahabatku”.
Tidaklah cukup bagi seorang hamba mengklaim dirinya sebagai bagian dari Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah atau bagian fireqoh an-Najihah karena merasa telah mengikuti
sunnah Rosululloh SAW. Suatu hal yang sangat mendasar adalah mengkaji dan
memahami apa yang Rosul lakukan dan ucapakan serta bagaimana para sahabat
meriwayatkan dan mensyarahi sebuah hadist tentang suatu perkara. Dalam makalah ini
akan membahas latar belakang lahirnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ahlusunnah Wal Jama’ah?
2. Bagaimana sejarah Imam Al- Asy’ari sebagai pendiri Asy’ariyah/ASWAJA?
3. Bagaimana sejarah Ahlusunnah Wal Jama’ah?
4. Apa saja karakteristik dan doktrin-doktrin Asy’ariyah/ASWAJA?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Ahlusunnah Wal Jama’ah
2. Untuk mengetahui asal usul Imam Al-Asy’ari
3. Untuk mengetahui asal usul Ahlusunnah Wal Jama’ah
4. Untuk mengetahui macam-macam karakteristik Ahlusunnah Wal Jama’ah
1.4 Manfaat
1. Membuat masyarakat memahami ajaran Islam yang berhaluan ASWAJA.
2. Masyarakat dapat mengetahui faham-faham ASWAJA.

1|Aqidah Ilmu Kalam “Ahlusunnah Wal Jama’ah”


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ahlusunnah Wal Jama’ah


ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa
Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil
terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73
golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat
bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka
itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku
lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.1
Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena
hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi
wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au
Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan
bagaimana mentafsirkannya).2
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada
sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir
abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang
dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M)
dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M)3 pada saat munculnya berbagai
golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau
thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh
kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.

2.2 Sejarah Singkat Imam Al-Asy’ari sebagai Pendiri Asy’ariyah/ASWAJA


Nama lengkap Al Asy’ari adalah Abu Al Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim
bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al
Asy’ari.Menurut beberapa riwayat, Al Asy’ari lahir di Bashrah pada tahun 260 H/875

1
Universitas NU KALSEL, “Aswaja: sejarah dan perkembangannya”,
https//www.kompasiana/hm.syabani.haira/59572eda7a7c8a32ba305432/aswaja-sejarah-dan-perkembangannya
(diakses pada 31 Oktober 2019 pukul 10.13)
2
Ibid
3
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia 2012) hlm 146

2|Aqidah Ilmu Kalam “Ahlusunnah Wal Jama’ah”


M.Setelah berusia lebih dari 40 tahun,ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat di sana pada
tahun 324 H/935 M.4
Menurut Ibn Asakir(w.571 H),ayah Al Asy’ari adalah seorang yang berpaham
Ahlussunnah dan ahli hadis.Ia wafat ketika Al Asy’ari masih kecil.Sebelum wafat ia
sempat berwasiat kepada seorang sahabatnya yang bernama Zakaria bin Yahya As Saji
agar mendidik Al Asy’ari.Ibunya menikah lagi dengan seorang tokoh mu’tazilahyang
bernama Abu Ali Al Juba’i(w.303 H/915 M),ayah kandung Abu Hasyim Al Juba’I (321
H/932 M).5Berkat didikan ayah tirinya, Al Asy’ari kemudian menjadi tokoh
Mu’tazilah.Sebagai tokoh Mu’tazilah,ia sering menggantikan Al Juba’I dalam perdebatan
menetang lawan-lawan Mu’tazilah dan banyak menulis buku yang membela alirannya.
Al Asy’ari menganut paham Mu’tazilah hanya sampai usia 40 tahun.Setelah
itu,secara tiba-tiba Ia mengumumkan di hadapan jama’ah masjid Bashrah bahwa dirinya
telah meninggalkan paham Mu’tazilah dan akan menunjukkan keburukan-keburukannya.6
Menurut Ibn Asakir, yang melatar belakangi Al Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah
adalah pengakuan Al Asy’ari telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW.Sebanyak
3 kali,yaitu pada malam ke 10,ke 20,dan ke 30 bulan ramadhan.Dalam 3 kali
mimpinya,Rasulullah SAW.memperingatkannya agar segera meninggalkan paham-
paham yang telah diriwayatkan dari beliau.7

2.3 Sejarah Kelahiran Ahlusunnah Wal Jama’ah


Sepeninggal Rasulullah SAW. Agama Islam tersebar luas ke luar Jazirah Arab.
Bangsa-bangsa yang semula telah memiliki agama dan keyakinan tertentu kemudian
masuk Islam. Di antara mereka terdapat kelompok yang berkeinginan memasukkan
ajaran dan keyakinan mereka kedalam ajaran Islam. Akibatnya, muncul aliran-aliran sesat
yang mengancam kemurnian ajaran Islam.
Semula aliran-aliran itu muncul karena perselisihan politik pada pemerintahan
khalifah Usman bin ‘Affan dan berlanjut pada masa pemerintahan khalifah ‘Ali bin Abi
Thalib.
Pada akhir pemerintahan khalifah ‘Ali bin Abi Thalib, muncul dua aliran
(golongan) yang saling berlawanan, yaitu Syi’ah Khawarij. Golongan Syi’ah
mengagungkan sayyidina ‘Ali, sedangkan Khawarij sangat membencinya dan bahkan ada
yang mengkafirkannya. Kemudian muncul golongan Murji’ah yang mengambil jalan
tengah dan tidak melibatkan diri dalam pertentangan politik.

4
Ibid
5
Ibid
6
Ibid hlm. 147
7
Ibid hlm. 147

3|Aqidah Ilmu Kalam “Ahlusunnah Wal Jama’ah”


Pada perkembangan selanjutnya, muncul beberapa aliran seperti Jabariyah,
Qadiriyah, dan Mu’tazilah. Dari ketiga golongan tersebut, Mu’tazilah merupakan
golongan yang paling berpengaruh kerene didukung oleh khalifah al-Makmundari dinasti
Abbasiyah.
Khalifah al-Makmun menjadikan Mu’tazilah sebagai madzhab resmi negara.
Seluruh umat Islam dipaksa untuk mengikutinya. Dalam keadaan yang demikian,
muncullah seorang ulama besar bernama Abul Hasan Al-Asy’ari. Semula beliau
mengikuti aliran Mu’tazilah. Akan tetapi, setelah membandingkan ajaran-ajaran
Mu’tazilah dengan nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadits, Imam Abul Hasan Al-Asy’ari
berkesimpulan bahwa ajaran-ajaran Mu’tazilah telah menyimpang dari ajaran Islam yang
sebenarnya.8
Oleh karena itu, beliau menyatakan diri keluar dari golongan Mu’tazilah dan
merumuskan akidah Islamiyah sesuai Al-Qur’an dan Al-Hadits serta ajaran yang
dikembangkan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in. Ajaran inilah yang disebut
dengan “Ahlussunnah Wal Jama’ah”

2.4 Karakteristik dan Doktrin-doktrin Asy’ariyah/ASWAJA

2.4.1 Karakteristik Asy’ariyah/ASWAJA9


Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan
Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:
1. At-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim
kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:
ً‫اس َويَ ُكونَ ال َّرسُو ُل َعلَ ْي ُك ْم َش ِهيدا‬ ْ ُ‫َو َك َذلِكَ َج َع ْلنَا ُك ْم ُأ َّمةً َو َسطا ً لِّتَ ُكون‬
ِ َّ‫وا ُشهَدَاء َعلَى الن‬
“Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan
pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia
umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan
perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).”
2. At-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil
yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan
Hadits). Firman Allah SWT:

8
Maksum Aryari Sulton, “Tentang NU”, https//tentangnu.blogspot.com/2016/01/pengertian-dan-sejarah-
aswaja.html?m=1 (Diakses pada 31 Oktober 2019 pukul 10.31)
9
NU Online, “Karakter Tawasuth, Tawazuun, I’tidal, dan Tasammuh dalam Aswaja”,
https//islam.nu.or.id/post/read/16551/karakter-tawasuth-tawazun-i039tidal-dan-tasammuh-dalam-aswaja (Diakses
pada 31 Oktober 2019 pukul 10.36)

4|Aqidah Ilmu Kalam “Ahlusunnah Wal Jama’ah”


ِ ‫َاب َو ْال ِمي َزانَ لِيَقُو َم النَّاسُ بِ ْالقِس‬
‫ْط‬ َ ‫ت َوَأنزَ ْلنَا َم َعهُ ُم ْال ِكت‬
ِ ‫لَقَ ْد َأرْ َس ْلنَا ُر ُسلَنَا بِ ْالبَيِّنَا‬

“Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang
nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)”
3. Al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:
َ ‫وا هّللا َ ِإ َّن هّللا‬
ْ ُ‫وا ه َُو َأ ْق َربُ لِلتَّ ْق َوى َواتَّق‬
ْ ُ‫وا ا ْع ِدل‬
ْ ُ‫ْط َوالَ يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشنَآنُ قَوْ ٍم َعلَى َأالَّ تَ ْع ِدل‬
ِ ‫وا قَوَّا ِمينَ هّلِل ِ ُشهَدَاء بِ ْالقِس‬
ْ ُ‫وا ُكون‬
ْ ُ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن‬
َ‫خَ بِي ٌر بِ َما تَ ْع َملُون‬

“Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang
tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil.
Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil.
Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah
kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS
al-Maidah: 8)”
4. Tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang
memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau
membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini.
Firman Allah SWT:
‫فَقُواَل لَهُ قَوْ الً لَّيِّنا ً لَّ َعلَّهُ يَتَ َذ َّك ُر َأوْ يَ ْخشَى‬

“Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya
(Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut.
(QS. Thaha: 44)”
5. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, adalah menyeru dan mendorong berbuat baik yang
bermanfaat bagi kehidupan duniawi maupun ukhrowi, serta mencegah dan
menghilangkan segala hal yang merugikan, merusak, merendahkan dan menjerumuskan
nilai-nilai moral keagamaan dan kemanusiaan.

2.4.2 Doktrin-doktrin Asy’ariyah/ASWAJA10


Pemikiran Asy’ariyah yang terpenting adalah sebagai berikut:
a. Tuhan dan sifat-sifatnya
Perbedaan pendapat di kalangan mutakallimin mengenai sifat-sifat Allah tidak
dapat dihindarkan meskipun mereka setujubahwa mengesakan Allah adalah wajib.Al
Asy’ari dihadapkan pada dua pandangan yang ekstrim.Pada satu pihak,ia berhadapan
dengan kelompok sifatiah (pemberi sifat),kelompok mujassimah(antropomorfis),dan
kelompok musyabbihah yang berpendapat bahwa Allah mempunyai semua sifat yang
disebutkan dalam Al Qur’an dan sunnah bahwa sifat-sifat itu harus di pahami
10
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia 2012) hlm 147-150

5|Aqidah Ilmu Kalam “Ahlusunnah Wal Jama’ah”


menurut arti harfiahnya. Pada pihak lain,ia berhadapan dengan kelompok Mu’tazilah
yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain selain ensensinya,dan
tangan,kaki,telinga,Allah atau Arsy atau kursi tidak boleh diartikan secara
harfiah,tetapi harus dijelaskan secara alegoris.
b. Kebebasan dalam berkehendak
Manusia memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan serta
mengaktualisasikan perbuatannya.Al Asy’ari mengambil pendapat menengah diantara
dua pendapat yang ekstrim,yaitu jabariyah,yang fatalistik dan menganut paham pra
paraditrisme semata-mata,dan Mu’tazilah yang menganut paham kebebasan mutlak
dan berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri.
c. Akal,wahyu dan kriteria baik dan buruk
Meskipun Al Asy’ari dan orang-orang mu’tazilah mengakui pentingnya akal
dan wahyu,tetapi berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan
kontradiktif akal dan wahyu.Al Asy’ari mengutamakan wahyu ,sementara mu’tazilah
mengutamakan akal.
Dalam menentukan baik buruk pun terjadi perbedaan pendapat diantara
mereka.Al Asy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan
wahyu,sedangkan mu’tazilah berdasarkan pada akal.
d. Qadimnya Al qur’an
Al Asy’ari di hadapkan pada dua pandangan ekstrem dalam persoalan
qadimnya Al qur’an.Mu’tazilah yang merngatakan bahwa Al Qur’an
diciptakan(makhluk),dan tidak qadim.serta pandangan madzab Hambali dan zahiriyah
yang menyatakan bahwa Al Qur’an adalah kalam Allah(yang qadim dan tidak
diciptakan).Bahkan zahiriyah berpendapat bahwa semua huruf,kata,dan bunyi Al
Qur’an adalah qadim.Dalam rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling
bertentangan itu,Al Asy’ari mengatakan bahwa walaupun Al Qur’an terdiri atas kata-
kata,huruf dan bunyi,tetapi hal itu tidak melekat pada esensi Allah dan tidak qadim.
e. Melihat Allah
Al Asy’ari tidak sependapat dengan kelompok otodoks ekstrem,terutama
zahiriyah,yang menytakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat dan mempercayai
bahwa Allah bersemayam di arsy.Selain itu Al Asy’ari tidak sependapat dengan
mu’tazilah yang mengingkari ru’yatullah(melihat Allah) di akhirat.Al Asy’ari yakin
bahwa Allah dapat dilihat di akhirat,tetapi tidak dapat di gambarkan.Kemungkinan
ru’yat dapat terjadi ketika Allah yang menyebabkan dapat dilihat atau ia menciptakan
kemampuan penglihatan manusia untuk melihatnya.

6|Aqidah Ilmu Kalam “Ahlusunnah Wal Jama’ah”


f. Keadilan
Pada dasarnya Al Asy’ari dan Mu’tazilah setuju bahwa Allah itu adil.Mereka
hanya berbeda dalam cara pandang keadilan.Al Asy’ari tidak sependapat dengan
ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga ia harus menyiksa
orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang lebih baik.Al Asy’ari
berpendapat bahwa Allah tidak memiliki keharusan apupun karena ia adalah
penguasa mutlak.Jika mu’tazilah mengartikan keadilan dari visi manuasia yang
memiliki dirinya,sedangkan Al Asy’ari dari visi bahwa Allah adalah pemilik mutlak.
g. Kedudukan orang berdosa
Al Asy’ari menolak ajaran posisi menengah yang dianut
mu’tazilah.mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufur,predikat bagi
seorang harus satu diantaranya.Jika tidak mukmin ,ia kafir.oleh karena itu,Al Asy’ari
berpendapat bahwa mukmin yang berdosa besar adalah mukmin yang fasik sebab
iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur.

7|Aqidah Ilmu Kalam “Ahlusunnah Wal Jama’ah”


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. ASWAJA adalah salah satu golongan yang dinyatakan oleh Rosulullah SAW. Yang
masuk surga, dan Aswaja sudah ada sejak zaman Rosulullah SAW.
2. Nama lengkap Al Asy’ari adalah Abu Al Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin
Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al Asy’ari.Menurut
beberapa riwayat, Al Asy’ari lahir di Bashrah pada tahun 260 H/875 M.Setelah berusia
lebih dari 40 tahun,ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat di sana pada tahun 324 H/935 M.
3. ASWAJA bermula setelah wafatnya Rosulullah SAW. Kemudian muncul perselisihan
yang menyebabkan kemunculan aliran yang berlawanan yaitu Syo’ah dan Khawarij.
Kemudian muncul golongan Murji’ah yang mengambil jalan tengah antara Syi’ah dan
Khawarij. Pada perkembangan selanjutnya muncul beberapa aliran diantaranya adalah
Mu’tazilah. Khalifah Al Makmum menjadikan Mu’tazilah sebagai madzhab resmi
negara, dan seluruh ummat Islam wajib mengikutinya. Dalam keadaan tersebut
muncullah ulama’ besar yang bernama Abul Hasan Al Asy’ari. Semula beliau mengikuti
Mu’tazilah tetapi setelah beliau membandingkan ternyata tidak sama dengan Al Qur’an
dan As Sunnah. Kemudian beliau membentuk sendiri golongan yang bernama ASWAJA.
4. Ada lima istilah utama yang diambil daro Al Qur’an dan Hadits dalam menggambarkan
karakteristik ASWAJA sebagai landasan dalam bermasyarakat, karakteristiknya
diantaranya adalah: At-Tawasuth(pertengahan), Al-I’tidal (tegak lurus), At-Tasammuh
(toleran), At-Tawazzun (keseimbangan), Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (Perintah baik dan
mencegah yang buruk).
Formulasi pemikiran Asy’ariyah, secara esensial menampilkan sebuah upaya sintesis
secara formulasi ortodoks ekstrem pada satu sisi dan Mu’tazilah pada sisi lain.

3.2 Saran
Sebagai penulis kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
dalam pembuatannya. Untuk itu kami mohon maaf bilamana ada kesalahan dan kami
sangat mengharapkan saran yang bersifat membangun dari pembaca, agar kemudian
pembuatan makalah kami semakin lebih baik.

8|Aqidah Ilmu Kalam “Ahlusunnah Wal Jama’ah”


DAFTAR PUSTAKA

Rozak Abdul, Anwar Rosihon.2012 Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia.


NU Online, (2009 Maret 28) “Karakter Tawasuth, Tawazuun, I’tidal, dan Tasammuh dalam
Aswaja”. Diakses pada 31 Oktober 2019 melalui
https//islam.nu.or.id/post/read/16551/karakter-tawasuth-tawazun-i039tidal-dan
tasammuh-dalam-aswaja.
Maksum Aryari Sulton, (17 Agustus 2016) “Tentang NU”. Diakses pada 31 Oktober 2019
melalui https//tentangnu.blogspot.com/2016/01/pengertian-dan-sejarah-aswaja.html?m=1
Universitas NU KALSEL, (1 Juli 2017) “Aswaja: sejarah dan perkembangannya”. diakses pada
31 Oktober 2019 pukul melalui
https//www.kompasiana/hm.syabani.haira/59572eda7a7c8a32ba305432/aswaja-sejarah-
dan-perkembangannya

9|Aqidah Ilmu Kalam “Ahlusunnah Wal Jama’ah”

Anda mungkin juga menyukai