Anda di halaman 1dari 18

AHLU SUNNAH WAL JAMA`AH

Makalah ini disusun untuk memenuhi


tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam dan
Tauhid

Dosen pengampu : Drs. H. Mukti, SY.,


M.Ag

Disusun Oleh : Kelompok 9

Asmaul Husna 2011010466

Farell Alhafiz 2011010469

Semester 2/A

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
limpahan kesehatan jasmani dan rohani serta Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga
dapat menyelesaikan makalah dari mata kuliah Ilmu Tauhid dan Kalam dengan
judul “Ahlu Sunnah Wal Jama`ah”, insyaallah diselesaikan dengan baik.

Kemudian Shalawat beserta salam semoga selalu terlimpah curahkan


kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang mudah-mudahan kita selaku umat-
Nya mendapat syafa`atul `uzma-Nya di hari kelak. Atas tersusunnya makalah ini
saya ucapkan terimakasih kepada selaku dosen saya Bapak Drs. H. Mukti, SY.,
M.Ag

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini maasih terdapat


banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya harap saran dan kritik yang membangun
agar sekiranya penyusunan makalah ini kurang baik akan bisa menjadi lebih baik
lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca, memahami dan
mengamalkannya.

Bandar Lampung, 1 Maret 2021

Kelompok 9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aqidah merupakan salah satu unsur penting dalam Islam, di dalam


perkembangannya terdapat beberapa aliran-aliran yang memilki sejarah cukup
panjang. Salah satunya adalah Asy`ariyah, maturudiah, dan Ahlu Sunnah Wal
Jama`ah. Namun banyak diantara kita yang belum memahami apa dan
bagaimana akidah itu, khususnya Ahlu Sunnah Wal Jama`ah.

Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dijelaskan apa dan bagaimana
aliran Ahlu Sunnah Wal Jama`ah secara singkat dan sederhana.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ahlu Sunnah Wal Jama`ah?
2. Apa penyebab timbulnya Ahlu Sunnah Wal Jama`ah?
3. Siapa saja tokoh-tokoh Ahlu Sunnah Wal Jama`ah?
4. Bagaimana pemikiran atau paham Ahlu Sunnah Wal Jama`ah?
5. Apa saja sekte-sekte Ahlu Sunnah Wal Jama`ah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Ahlu Sunnah Wal Jama`ah.
2. Untuk mengetahui penyebab timbulnya Ahlu Sunnah Wal Jama`ah.
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh Ahlu Sunnah Wal Jama`ah.
4. Untuk mengetahui pemikiran atau paham Ahlu Sunnah Wal Jama`ah
5. Untuk mengetahui sekte-sekte Ahlu Sunnah Wal Jama`ah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlu Sunnah Wal Jama`ah

Kata atau istilah Ahlu Sunnah Wal Jama`ah diambil dari hadits yang
artinya:

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr RA, ia berkata; Rasulullah SAW bersabda;


Sungguh akan terjadi pada ummatku, apa yang telah terjadi pada ummat bani
Israil sedikit demi sedikit, sehingga jika ada di antara mereka (Bani Israil) yang
menyetubuhi ibunya secara terang-terangan, maka niscaya akan ada pada
ummatku yang mengerjakan itu. Dan sesungguhnya bani Israil berpecah menjadi
tujuh puluh dua millah, semuanya di Neraka kecuali satu millah saja dan
ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga millah, yang semuanya di
Neraka kecuali satu millah. (para Shahabat) bertanya, ‘Siapa mereka wahai
Rasulullah? Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Apa yang aku dan
para Shahabatku berada di atasnya” (HR. Ibnu Majah).

Menurut Hadratusy Syekh KH. Muhammad Hasyim Asy`ari dalam


kitabnya Ziyadah at-Ta`liqat, Ahlu Sunnah Wal Jama`ah adalah “Adapun Ahlu
Sunnah Wal Jama`ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits, ahli fiqih.
Merekalah yang berpegang teguh dengan Sunnah Nabi dan Sunnah Khulafa Ar-
Rasyidun setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat. Ulama
mengatakan: Sungguh kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab
yang empat, yaitu; Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi`I dan Hambali.

Ahlu Sunnah Wal Jama`ah dalam kajian aqidah ilmu kalam dan tauhid
dinisbatkan pada paham yang diusung oleh Al Imam Abu Hasan al-Asy`arid an
Al Imam Abu Mansur al-Maturidi, yang menentang paham khawarij dan
jabariyah (yang cenderung tekstual) dan paham Qadariyah dan Mu`tazilah (yang
cenderung liberal).

Ahlu Sunnah Wal Jama`ah dalam kajian tasawuf dinisbatkan pada Al


Imam Abu Hamid Al Ghazali (1111 M), dan Al Imam Junaidi al Baghdadi (W.
910 M). dalam kajian fqih .Ahlu Sunnah Wal Jamaah dinisbatkan pada madzhab
yang empat, yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi`I, Hambali. Ahlu Sunnah Wal Jama`ah
adalah mayoritas kaum muslimin (Ammah al Muslimin).

B. Sejarah Munculnya Ahlu Sunnah Wal Jama`ah

Istilah Ahlu Sunnah Wal Jama`ah belum dikenal pada zaman Nabi
Muhammad Saw maupun di masa pemerintahan al Khulafa ar Rasyidun, bahkan
tidak dikenal di zaman pemerintahan Bani Umayah (41-133H). Term (baca:
istilah) Ahlu Sunnah Wal Jama`ah merupakan istilah baru, atau sekurang-
kurangnya tidak pernah digunakan sebelumnya di masa Nabi Muhammad Saw,
dan di masa para Shahabat.1

kemunculan Ahlu Sunnah Wal Jama`ah merupakan reaksi atas perpecahan


yang terjadi di kalangan umat Islam. Setelah terjadinya tahkim antara pendukung
Ali Ibn Abi Thalib Kw dan Muawiyyah Ibn Abu Sufyan, umat Islam tercerai
dalam banyak firqah (golongan politik). Pada mulanya berupa gerakan politik
murni kemudian dalam perkembangannya telah melewati batas-batas politik dan
memasuki ranah teologis (aqidah).2

Kondisi internal politik umat Islam tersebut yang menjadi sebab suburnya
perbedaan, terutama dalam masalah teologis. Pengaruh eksternal seperti; Yahudi,
Nasrani, dan filsafat Yunani juga menjadi faktor pemicu semakin luasnya
perbedaan dalam tubuh Islam. Faksi-faksi itu diantaranya; Syiah, Khawarij,
Jabariyah, Qadariyah, dan Murjiah.

Ditengah-tengah maraknya perbedaan fraksi politik (firqah) yang dibungkus


dengan sampul aqidah , mucullah pemikiran sebagian tabi`in yang sejuk, moderat
(tawashuth), dan tidak terlalu ekstrim. Kelompok ini lah yang tidak mau terseret
jauh dalam aktifitas politik praktis. Mereka juga tidak mudah menuduh orang
kafir, aktifitasnya lebih bersifat kultural, ilmiah, dan berusaha mencari jalan
kebenaran secara jernih. Komunitas ini dipelopori oleh al Imam Hasan Bashri

1 Said Aqil Siradj. Ahlu Sunnah Wal Jama`ah: Sebuah Kritik Historis. Jakarta: Pustaka Cendekia
Muda. 2000. hal. 6
2 Said Aqil Siradj. Ahlu Sunnah Wal Jama`ah Dalam Lintas Sejarah. Yogyakarta: LKPSM, 1997. hal
44
serta para tabi`in yang lain. Sikap al Imam Hasan Bashri inilah kemudian yang
dikenal kemudian sebagai pemikiran Ahlu Sunnah Wal Jama`ah. Sehingga, tidak
benar jika Ahlu Sunnah Wal Jama`ah baru muncul pada masa al Imam Abu Hasan
al Asy`arid an al Imam Abu Manshur al Maturidi.3

Dari sikap al Imam Hasan Bashri inilah yang kemudian diteruskan kepada
muridnya kemudian sampailah kepada Al Imam Abu Hasan al Asy`ari. Ahlu
Sunnah Wal Jama`ah muncul sebagai jawaban atas munculnya sekte dalam Islam.
Muculnya Ahlu Sunnah Wal Jama`ah sebagai upaya dalam mencari jalan tengah
atas konflik yang terjadi di masa itu.4 Ahlu Sunnah Wal Jamaah di masa kini bisa
dimaknai sebagai sebuah manhaj alfikr yang memadukan antara wahyu dan akal.

C. Tokoh-Tokoh Ahlu Sunnah Wal Jama`ah

Seluruh `Ulama terkemuka di kalangan Ahlu Sunnah Wal Jama`ah adalah


pengikut al Imam Abu Hasan al Asy`aria tau pengikut al Imam Abu Manshur al
Maturidi. Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa kedua Imam ini adalah
sebagai penegak tonggak dasar dari berkibarnya bendera AhluSunnah Wal
Jama`ah. Diantara tokoh-tokoh (`Ulama) Ahlu Sunnah antara lain:

a. Angkatan Pertama

Yaitu para `Ulama yang semasa dengan al Imam Abu Hasan al Asy`ari,
diantaranya: Abu al Hasan al Bahili, Abu Sahl ash Shu`luki, Abu Ishaq al
Isyfirayini, Abu Bakar al Qaffal asy Syasyi, Abu Zaid al Marwazi, Abu Abdillah
Ibn Khafif asy Syirazi, Zahir Ibn Ahmad as Sarakhsi, Abu Bakr al Jurjani al
Isma`ili, Abu Bakar al Audani, Abu al Hasan Abd al Aziz Ibn Muhammad yang
dikenal dengan sebutan ad Dumal, Abu al Hasan Ali Ibn Mahdi ath Thabari, Abu
Ja`far as Sulami an Naqqasy, Abu Abdillah al Ashbahani, Abu Muhammad al
Qurasy az Zuhri, Abu Manshur Ibn Hamsyad, Abu al Husain Ibn Sam`un (salah
seorang sufi ternama), dan Abu Abd ar Rahman asy Syuruthi al Jurjani.

b. Angkatan Kedua
3 Said Aqil Siradj. Ahlu Sunnah Wal Jama`ah Dalam Lintas Sejarah. Yogyakarta: LKPSM, 1997.hal
65
4 Mastuki Hs. Kiai Menggugat dan Mengadili Pemikiran Kang Said. Jakarta: Fatma Press. 1999,
hal 2
Diantara angkatan kedua setelah generasi al Imam Abu Hasan al Asy`ari
adalah; Abu Sa`ad Ibn Abi Bakr al Isma`ili al Jurjani, Abu Nashr ibn Abu Bakr
Ahmad Ibn Ibrahim al Isma`ili, Abu ath Thayyib Ibn Abi Sahl ash Shu`luki, Abu
al Hasan Ibn Dawud al Muqri ad Darani, al Qadli Abu Bakar Muhammad al
Baqillani, Abu Bakar Ibn Furak, Abu Ali ad Daqqaq, Abu Abdillah al Hakim an
Naishaburi (penulis kitab al Mustadrak `Ala ash Shahihain), Abu Sa`ad al
Kharqusyi, dan lain-lain.

c. Angkatan Ketiga

Abu al Hasan as Sukari, Abu Manshur al Ayyubi an Naisaburi,, Abd al


Wahhab al Maliki, Abu al Hasan an Nu`aimi, Abu Thahir Ibn Khurasyah, Abu
Manshur Abd al Qahir Ibn Thahir al Baghdadi (penulis kitab al Farq Bayn al
Firaq), Abu Dzarr al Harawi, Abu Bakar Ibn al Jarmi, Abu Muhammad Abdullah
Ibn Yusuf al Juwaini (ayah Imam Haramain), Abu al Qasim Ibn Abi Utsman al
Hamadzani al Baghdadi, Abu Ja`far as Simnani al Hanafi, Abu Hatim al Qazwini,
Rasya` Ibn Nazhif al Muqri, Abu Muhammad al Ashabahani yang dikenal
dengan sebutan Ibn al Labban, Sulaim ar Razi, Abu Abdillah al Khabbazi, Abu al
Fadl Ibn Amrus al Maliki, Abu al Qasim Abd Jabbar Ibn Ali al Isfirayini, Al
Hafidz Abu Bakr Ahmad Ibn al Husaini al Bayhaqi (penulis kitab Sunan al
Baihaqi) dan Abu Iran al Fasi.

d. Angkatan Keempat

Diantaranya; al Hafidz al Khathib al Baghdadi, Abu al Qasim Abd al Karim


Ibn Hawazan al Qusyairi (penulis kitab ar Risalah al Qusyairiyyah), Abu Ali Ibn
Ali Huraisah al Hamadzani, Abu al Muzhaffar al Isfirayini, Abu Ishaq asy
Syirazi, Abu al Ma`ali Abd al Malik Ibn Abdullah al Juwaini (al Imam
Haramain), Abu Sa`id al Mutawalli, Nash al Maqdisi, Abu Abdillah ath Thabari,
Abu Ishaq at Tunusi al Maliki, Abu al Wafa` Ali Ibn Aqil al Hanbali (pimpinan
`Ulama madzhab Hanbali pada masanya), ad Damighani al Hanafi, dan Abu
Bakar an Nashih al Hanafi.

e. Angkatan Kelima
Diantaranya; Abu al Muzhaffar al Khawwafi, Ilkiya, Abu Muhammad Ibn
Muhammad al Ghazali at-Tusi, Abu al Mu`ain Maimun Ibn Muhammad an Nasafi
asy Syasyi, Abd ar Rahim Ibn Abd al Karim (Abu Nashr al Qusyairi), Abu Sa`id
al Mihani, Abu Abdillah ad Dibaji, Abu al Abbas Ibn ar Ruthabi, Abu Abdillah al
Furawi, Abu Sa`id Ibn Abi Shalih al Muadzin, Abu al Hasan as Sulami, Abu
Manshur Ibn Masyadzah al Ashbahani, Abu Hafsh, Najmuddin Umar Ibn
Muhammad an Nasafi, Abu al Futuh al Isfirayini, Nasrullah al Mishshishi, Abu al
Walid al Baji, Abu Umar Ibn Abd al Barr al Hafidz, Abu Hasan al Qabisi al
Hafidz Abu al Qasim Ibn Asakir, al Hafidz Abu al Hasan al Muradi, al Hafidz
Abu Sa`ad Ibn as Sam`ani, al Hafidz Abu Thahir as Silafi, al Qadli Iyadl Ibn
Muhammad al Yashubi, Sultan Salahuddin al Ayyubi, dan Ibn al Jawzi.

f. Angkatan Keenam

Diantaranya; Fakhruddin ar Razi al Mufassir, Saifuddin al Amidi, Izuddin


Ibn Abd as Salam Sulthan al Ulama, Taqiyyuddin Ali Ibn Abd al Kafi as Subki,
Tajuddin Abu Nashr Abd al Wahhab Ibn Ali Ibn Abd al Kaffi as Subki,
Muhammad Ibn Ahmad al Qurthubi (Imam al Qurthubi: Tafsir al Jami Li Ahkam
al Qur`an), Syihabuddin Ahmad Ibn Yahya al Kilabi al Halabi, al Hafidz Yahya
Ibn asy Syaraf an Nawawi, al Hafidz Ahmad Ibn Yusuf, al Hafidz Shalahuddin
Abu Sa`id al Alai,dan Abdullah Ibn As`ad al Yafi`I (seorang sufi terkemuka).

g. Angkatan Ketujuh

Diantanya; al Hafidz Abu Zur`ah Ahmad Ibn Abd ar Rahim al Iraqi,


Taqiyyuddin Abu Bakr al Hishni Ibn Muhammad (penulis kitab Kifayah al
Akhyar) Amirul Mu`minin fi al Hadits al Imam al Hafidz Ahmad Ibn Hajar al
Asqalani (penulis kitab Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari), Badruddin Mahmud
Ibn Ahmad al `Aini (penulis Umdah al Qari Bi Syarh Shahih Bukhari, Jalaluddin
Muhammad Ibn Ahmad al Mahali, Burhanuddin Ibrahim Ibn Umar al Biqa`I, dan
yang lainnya.

h. Angkatan Kedelapan
Diantanya; al Qadli Mushtafa Ibn Muhammad al Kastulli, al Hafidz
Muhammad Ibn Abd ar Rahman as Sakhawi, al Hafidz Jalaluddin Abd ar Rahman
Ibn Abu Bakr as Suyuthi, Syihabuddin Abu al Abbas Ahmad Ibn Muhammad al
Qasthallani (Irsyad as Sari Bi Syarh Sahih al Bukhari, al Imam Zakariyya al
Anshari, dan al Hafidz Muhammad Ibn Ali.

i. Angkatan Kesembilan dan seterusnya

Abd al Wahhab asy Sya`rani, Syihabuddin Ahmad Ibn Muhammad (Ibn


Hajar al Haitami), Mulla Ali al Qari, Burhanuddin Ibrahim Ibn Ibrahim Ibn
Hasann al Laqqani (penulis Nadzam Jawharah at Tauhid, al Muhadits Muhammad
Ibn Ali (Ibn Allan ash Shiddiqi, Muhammad Ibn Abd al Baqi al Zurqani, as
Sayyid Abdullah Ibn Alawi al Haddad (penulis Ratib al Haddad), Muhammad
Ibn Abd al Hadi as Sindi (penulis Syarh Sunan Nasa`i)al Hafidz as Sayyid
Muhammad Murtadha az Zabidi ad Dusuqi (penulis Hasyiyah Umm al Barahin)
dan Muhammad Amin Ibn Umar (Ibn Abidin al Hanaf).5

D. Pemikiran atau Pemahaman Ahlu Sunnnah Wal Jama’ah

Paham Ahlu Sunnah Wal Jama’ah sebenarnya sudah terformat sejak masa
awal islam yang ajarannya merupakan pengembangan dari dasar prmikiran yang
telah dirumuskan sejak periode sahabat dan tabi”in. yaitu pemikiran keagamaan
yang menjadikan hadits sebagai sebagai rujukan utamanya setelah Al-Qur’an.
Nama ahlu Al-Hadits diberikan sebagai ganti ahl al-sunnah wa-jama’ah yang pada
saat ini masih dalam proses pembentukan dan merupakan penunjuk jalan lurus
dari paham khawarij dan mukhtazilah yang tidak mau menerima hadits (al-
sunnah) sebagai sumber pokok ajaran islam.

Istilah Ahl al-sunnah wa-jama’ah merupakan nama bagi aliran asy’ariah dan
maturidiyah yang timbul karena reaksi terhadap paham mu’tazilah yang pertama
kali disebarkan oleh Wasil bin Ato’ pada tahun 100 H/718 dan mencapai
puncaknya pada masa khalifah ‘abasiyah, yaitu ma’mun (813-833 M), al-

5 Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah-KTB (PISS KTB)


Mu’tasim (833-842 M) dan Wasiq (842-847 M). pengaruh ini semakin kuat ketika
paham muktazilah dijadikan sebagai mazhab resmi yang dianut negara pada masa
al-ma’mun.

Imam Al-Asy’ary dan abu mansur al-maturidiyah adalah dua sosok yang
memiliki tempat tersendiri dikalangan kaum sunni karena melalui dua ulama’
kharis matik itulah Ahlu sunnah wal jama’ah lahir sebagai faham ideologi
keagamaan. Paham ini lahir sebagai reaksi terhadap perkembangan pemikiran
kelompok muktazilah yang begitu liar, dimana doktrin ketuhanan dan
keimanannya semakin menumbulkan kegoncangan spiritual idiologis yang
dahsyat.

Paham Ahlu sunnah wal jama’ah yang diajarkan oleh imam Al-Asy’ari dan Abu
Mansur al-maturidi pada dasrnya merupakan koreksi terhadap berkembangnya
berbagai doktrin ketuhanan dan keimanan (visi aqidah) yang dipandang
menyimpang dari ajaran nabi dan para sahabatnya. Kaitannya, dengan pandangan
Jabariyah yang fatalistic tentang nasib serta pandangan Qodariyah yang berpaham
tentang kemauan manusia untuk menentukan perbuatannya, seperti dalam tatapan
ideologis kaum si’ah dan mu’tazilah, kaum sunni (Ahlu sunnah wal jama’ah)
membuat garis batas yang jelas terhadap kedua kelompok tersebut. Secara
epistimologi ahlusunnah wal jama’ah bisa diartikan sebagai “ para penganut
tradisi nabi Muhammad dan ijma’ ulama”.

Disamping Asy’ariyyah, Ahlussunnah juga berjalan beriringan dengan paham


Maturidiyyah. Paham ini digagas oleh Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad
ibn Mahmud alMaturidi yang lahir di Samarkand. Ia merupakan pengikut
AbuHanifah. Sistem pemikiran teologi al-Maturidi ini termasuk dalam golongan
teologi Ahlussunnah.

Sebagai pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio

dalam pandangan keagamannya, maka juga mempengaruhi alMaturidi untuk


memakai akal dalam sistem teologinya. Sehingga wajar jika ada beberapa
perbedaan antara pemikiran teologis, Imam al-Asy’ari dengan pemikiran teologis
Imam al-Maturidi, meskipun keduanya muncul pada mulanya sebagai reaksi
terhadap paham Mu’tazilah.

Di antara perbedaan yang muncul antara pemikiran alAsy’ari dan al-Maturidia


adalah:

1. terkait perbuatan-perbuatan manusia, al-Maturidi

berpendapat bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-


perbuatannya. Di sini, tampak bahwa al-Maturidi lebih cenderung dekat
pada pendapat Mu’tazilah dan Qadariyah.

2. tentang al-wa’d wa al-wa’id, al-Maturidi sepaham dengan Mu’tazilah.


Janji-janji dan ancaman Tuhan pasti akan terjadi.

3. tentang anthropomorphisme al-Maturidisependapat dengan Mu’tazilah. Ia


tidak sependapat dengan alAsy’ari bahwa ayat-ayat yang menggambarkan
Tuhan mempunyaibentuk jasmani tak dapat diberi interpretasi atau ta’wil.
Menurut al-Maturidi, ayat-ayat mutasyabbihat tersebut juga harus diberi
arti majazi atau kiasan.

Meski demikian, persamaan antara kedua paham ini juga tidak sedikit, antara lain:

1. tentang sifat-sifat Tuhan. Baik Imam alAsy’ari ataupun Imam al-Maturidi


berpandangan bahwa Tuhan

mempunyai sifat-sifat. Tuhan mengetahui bukan dengan zat-Nya,

tetapi mengetahui dengan pengetahuan-Nya, dan berkuasa bukan

dengan zat-Nya.

2. al-Maturidi sependapat dengan al-Asy’ari dalam menolak ajaran Mu’tazilah


tentang ash-shalah wa al-ashlah, tetapi di samping itu al-Maturidi
berpendapat bahwa tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu. Al-
Maturidi juga menyatakan bahwa al-Qur’an kalamullah yang tidak
diciptakan atau qadim.

3. , tentang orang yang berdosa besarpun menurut alMaturidi masih tetap


mukmin. Sama seperti pendapat al-Asy’ari. Adapun untuk dosa besarnya
akan ditentukan Tuhan kelak diakhirat. Dengan demikian, keduanya
menolak konsep manzilah baina al-manzilatain.

Adapun secara terminology, ahlu sunnah wal jama’ah berarti ajaran islam yang
murni sebagai mana yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasullah SAW, bersama
para sahabatnya. Hal ini mengacu pada hadis nabi yang terkenal: “hal nabi
memprediksikan bahwa suatu saat kelak umat islam akan terpecah dalam 73
golongan, semua celaka kecuali satu firqah, yaitu mereka yang berpegang teguh
pada pegangan beliau dan pegangan para sahabat-sahabatnya”. Dalam hadis lain
yang senada, golongan yangselamatini disebut sebagai “AHLU SUNNAH WAL
JAMA’AH”.

E. Sekte-Sekte Ahlu Sunnah Wal Jama’ah

Banyak orang, termasuk umat Islam Ahlusunah wal-Jamaah sendiri, yang


belum benar-benar memahami apa itu Ahlusunah wal-Jamaah. Sebagian mereka
mengira bahwa Ahlusunah wal-Jamaah itu adalah bagian dari sekte-sekte yang
muncul dalam sejarah Islam, seperti Khawarij, Syiah, Muktazilah, dan
semacamnya.

Memang, kebanyakan penulis ketika memaparkan sejarah Ahlusunah wal-


Jamaah seringkali memulai pembahasan dari terjadinya fitnah (kekacauan) di
dalam tubuh umat Islam pada akhir pemerintahan Sayyidina Utsman bin Affan,
yang kemudian berlanjut pada masa pemerintahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib,
dan dari situ kemudian terlahir sekte-sekte dalam tubuh umat Islam, mulai dari
Khawarij, Syiah, Qadariyah, Muktazilah, dan seterusnya, hingga kemudian
lahirlah mazhab Asya’irah dan Maturidiyah, yang merupakan perumus ajaran
Ahlusunah wal-Jamaah dalam bidang akidah.
hakekat Ahlusunah wal-Jamaah adalah hakekat Islam itu sendiri
(haqiqatul-Islam wa jauharatuh). Artinya nama Ahlusunah wal-Jamaah merujuk
pada hakekat, keutuhan, dan kemurnian ajaran Islam sebagaimana diajarkan dan
dan diterapkan oleh Nabi SAW. bersama para sahabat beliau. Atau dalam istilah
hadis, oleh Nabi SAW. diistilahkan dengan “mā anā ‘alaihi wa aṣḥābī” (ajaran
yang aku jalani bersama para sahabatku).

Memang, dalam hadis dijelaskan:

‫ َو َم ْن ِه َي يَا َرسُوْ َل هللاِ؟‬:‫ قَالُوْ ا‬.ً‫ار ِإالَّ ِملَّةً َوا ِح َدة‬ ٍ َ‫ق أُ َّمتِ ْي َعلَى ثَال‬
ِ َّ‫ث َو َس ْب ِع ْينَ ِملَّةً ُكلُّهُ ْم فِي الن‬ ُ ‫َوتَ ْفت َِر‬
‫ َما أَنَا َعلَ ْي ِه َوأَصْ َحابِ ْي‬:‫قَا َل‬

“Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga millah, semuanya
masuk neraka, kecuali satu millah. Para sahabat bertanya: Siapa ia, wahai
Rasulullah? Nabi menjawab: ia yang ada pada ajaran yang aku jalani bersama
para sahabatku.” (HR. at-Tirmidzi).

Dengan demikian, “Ahlusunah wal-Jamaah” itu adalah sebuah nama (ism)


yang muncul belakangan, sedangkan objek yang disasar oleh nama itu
(musamma) sudah ada jauh sebelumnya. Jadi, jika nama “Ahlusunah wal-Jamaah”
itu merujuk pada hakekat, keutuhan, dan kemurnian ajaran Islam yang diajarkan
oleh Nabi SAW. kepada para sahabat beliau, maka dengan demikian berarti
Ahlusunah wal-Jamaah itu tak lain adalah hakekat ajaran Islam itu sendiri, tak
lebih dan tak kurang.

Selanjutnya, sepeninggal Rasulullah SAW., ajaran Islam yang murni,


lengkap dan sempurna itu oleh para sahabat diajarkan kepada segenap umat Islam
yang berada di berbagai wilayah yang mampu mereka jangkau. Di antara para
sahabat ada yang pergi ke Kufah, Basrah, Khurasan, Syam, Yaman, Mesir, bahkan
Maroko di selebah Barat, dan perbatasan India dan Cina di sebelah Timur,
sebagaimana ditegaskan oleh para sejarawan, di antaranya Ibnu Katsir dalam al-
Bidāyah wan-Nihāyah dan Ibnul-Atsir dalam al-Kamil fit-Tarikh.
Itu artinya, setelah para sahabat mengajarkan keutuhan dan kemurnian Islam
pada generasi berikutnya (tabi’in) di berbagai negara yang sangat luas itu, maka
kesempurnaan, keutuhan dan kemurnian Islam (yang kelak disebut “Ahlusunah
wal-Jamaah) itu telah mengisi pemahaman seluruh (atau mayoritas) umat Islam di
berbagai penjuru dunia. Maka dari sini terbentuklah apa yang disebut dengan “al-
Ummah al-Islamiyyah al-Kubra” atau bangunan besar umat Islam, atau dalam
Istilah hadis Nabi disebut “al-Jama’ah”, dan dalam hadis yang lain disebut “as-
Sawadul-A’dzam” (kelompok besar umat Islam).

Pada masa-masa awal periode sahabat, tidak ada kaum yang menyimpang
dari ajaran ini. Namun kemudian, pada akhir pemerintahan Sayyidina Utsman
muncul pemahaman segelintir orang yang mencaci maki para sahabat Nabi dan
mengajak pada mencintai keluarga Nabi secara keliru, yang nantinya kelomok
ini dikenal dengan Syiah atau Rafidhah. Maka, dengan demikian bisa dikatakan
bahwa Syiah ini sudah menjadi satu sekte yang menyimpang dari bangunan
besar umat Islam (as-Sawadul A’zham), yakni menyimpang dari pemahaman
mayoritas umat Islam – yang kelak dinamai Ahlusunah wal-Jamaah.

Begitu pula kemudian pada periode pemerintahan Sayyidina Ali muncul


para pemberontak yang lalu disebut “Khawarij”. Nah, pemahaman dan amaliah
Khawarij ini tidak sama dengan mayoritas umat yang pemahamannya masih lurus
(yang kelak pemahaman lurus dan murni itu diberi nama Ahlusunah wal-Jamaah).
Dan begitu seterusnya, sekte-sekte bermunculan silih berganti, menyimpang dari
ajaran lurus yang menjadi pemahaman mayoritas umat Islam.

Maka singkatnya, Ahlusunah wal-Jamaah bukanlah sekte yang tumbuh


dalam sejarah umat Islam, karena ia adalah hakekat kemurnian dan keutuhan
Islam itu sendiri. Bahkan sebaliknya, sekte-sekte yang muncul dalam Islam itu
merupakan sekte-sekte yang menyimpang dan keluar dari ajaran Ahlusunah wal-
Jamaah, yakni ajaran Islam yang murni, utuh, dan sempurna, yang menjadi
pemahaman mayoritas umat Islam.

BAB lll

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ahlu Sunnah Wal Jama`ah dalam kajian aqidah ilmu kalam dan tauhid
dinisbatkan pada paham yang diusung oleh Al Imam Abu Hasan al-Asy`arid
an Al Imam Abu Mansur al-Maturidi.

Istilah Ahlu Sunnah Wal Jama`ah belum dikenal pada zaman Nabi Muhammad
Saw maupun di masa pemerintahan al Khulafa ar Rasyidun, bahkan tidak
dikenal di zaman pemerintahan Bani Umayah (41-133H).

Istilah Ahl al-sunnah wa-jama’ah merupakan nama bagi aliran asy’ariah dan
maturidiyah yang timbul karena reaksi terhadap paham mu’tazilah yang
pertama kali disebarkan oleh Wasil bin Ato’ pada tahun 100 H/718 dan
mencapai puncaknya pada masa khalifah ‘abasiyah, yaitu ma’mun (813-833
M), al-Mu’tasim (833-842 M) dan Wasiq (842-847 M).

B. SARAN

Keterbatasan penyusun dalam menyusun makalah membuat hal-hal


yang mendetail kurang tersentuh oleh penyusun dan yakin
bahwasannya masih banyak hal-hal yang belum penyusun temukan.
Oleh karena itu, penyusun menyarankan pembaca agar meluaskan
wawasannya lagi tentang golongan ahlu sunnah wal jama’ah.

DAFTAR ISI

Farida, U. (2014). Membincang Kembali Ahlussunnah Wa Al-Jamaah:


Pemaknaan Dan Ajarannya Dalam Perspektif Mutakallimin. Fikrah, 2(1).
Fadlullah, M. E. (2018). Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah dalam Perspektif Said Aqil
Siradj. Nidhomul Haq: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3(1), 33-43.

Rabbani, M. I. (2019). Tauhid Ahlussunnah wal Jama’ah; Antara Imam al-Asyari


dan Ibn Taymiyyah. Tasfiyah, 3(1), 1-20.

https://www.slideshare.net/mobile/RinoputraStain/makalah-paham- ahlussunnah-
waljama

https://www.laduni.id/post/read/57612/ciri-ciri-paham-ahlussunnah-wal-jamaah

Anda mungkin juga menyukai