Anda di halaman 1dari 5

PERAN MILENIAL DALAM MENGHADAPI MODERASI AGAMA

Berbagai fenomena fanatisme akibat bumbu perbedaan golongan kembali menebar aromanya
di tanah air. Mengingat aksi terorisme ini bukan yang pertama kali terjadi, hal ini merupakan tradisi
antaragama di negara berkembang ini. Motif pelaku memiliki tujuan yang hampir sama, tetapi tidak
bisa disamakan. Terkadang teroris mengklaim bahwa jika mereka melakukan bom bunuh diri yang
kejam, mereka ingin mencapai surga karena kesalahpahaman dalam menafsirkan kesyahidan di jalan
Tuhan. Apalagi, motivasi utama di balik tindakan asusila ini adalah terciptanya konflik-konflik sengit yang
berujung pada ketidakpercayaan besar-besaran terhadap sistem negara. Sangat mungkin untuk
memecah kerukunan negara, sehingga poin penting ini perlu digarisbawahi.

Kelompok dengan motivasi seperti itu biasanya memiliki ambisi untuk mengubah ideologi
bangsa dengan ajaran agama yang dianutnya. Misalnya, Negara Islam Irak dan Suriah dan gerakan ISIS
sekarang berbasis di Suriah. Selain itu, indoktrinasi sederhana melalui media sosial menjadi strategi
baru bagi elemen radikal untuk menyebarkan ajaran dengan menyasar kaum milenial sebagai audiens
utama. Tak ayal, mereka menyasar usia lanjut usia produktif. Milenial tidak hanya memiliki semangat
yang berapi-api, tetapi juga sering menghabiskan waktu luangnya untuk browsing media sosial. Secara
psikologis, taktik serangan yang mereka gunakan adalah serigala tunggal atau kecil, strategi serangan
acak. Maka tak heran jika kaum milenial dengan mudah terjerumus ke dalam jebakan ideologi radikal
yang bertebaran di dunia maya.

Di sisi lain, ide liar elemen radikal tampaknya didukung oleh hukum alam. Pembagian kelas
sosial yang diterima oleh kelompok mayoritas selalu dominan dan bisa menjadi hantu yang menakutkan
bagi minoritas. Bayangan kelam menjadi korban mayoritas keserakahan membuat semakin sulit
menghapus ingatan bintik hitam masa lalu. Apalagi ketika peristiwa tragis serupa terulang di Bumi.
Misalnya, serangan bom bunuh diri pada pasangan di Gereja Katedral Makassar di Sulawesi Selatan
pada 28 Maret. Tingkah rusuh pasangan berusia 26 tahun itu disebut-sebut sebagai aksi balas dendam
atas tewasnya salah satu Jamaah Ansharut Daulah atau JAD yang tidak ikut ISIS. Sebelumnya, Densus 88
menembak mati seorang anggota JAD, yang mengakibatkan tewasnya seorang korban di Makassar pada
6 Januari 2021.
Peran Milenial dalam Mencapai Toleransi "Tantangan besar bagi generasi kita adalah
mewariskan toleransi, bukan kekerasan."Jika berdasar pada fakta di lapangan, insan manusia tidaklah
mampu menemukan titik ujung ketika membicarakan aksi Terorisme kekerasan adalah masalah di
banyak bagian dunia. Aksi teroris kejam yang menjadi masalah di berbagai belahan dunia. Hal
mengerikan muncul ketika fitnah pelaku selalu mengarah pada pendewaan ego masing-masing.

Indonesia adalah negara yang unik, yang dicirikan oleh hingga jenis suku, bangsa, ras, agama,
budaya, bahasa, dll. Keberagaman ini dilambangkan dengan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya
walaupun ada perbedaan tidak mengurangi rasa persatuan, ya berbeda tapi tetap satu. Salah satu
keragaman yang ada di Indonesia adalah agama. Ada 6 agama yang sah di mata negara, yaitu Islam,
Kristen, Budha, Hindu, Katolik, dan Konghucu. 6 agama dapat hidup berdampingan, damai dan aman,
hal ini menunjukkan bahwa pemeluknya memiliki toleransi, tentunya tidak ada yang membeda-bedakan
tetapi saling memahami dan bahkan dapat bekerja sama dengan baik.

Pandangan agama yang moderat sangat penting, termasuk pemahaman dan pengamalan ajaran
agama yang non-radikal tetapi lebih terbuka. Kesederhanaan bukan berarti kebebasan, sangat salah
mengartikan atau menganggap bahwa orang yang moderat dalam agama berarti tidak suka berperang,
tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh mengamalkan ajarannya. agama. Jadi moderat di sini mengacu
pada kerukunan di dalam dan di antara komunitas agama dan menolak permusuhan, kebencian atau
perselisihan. Dengan berkembangnya sikap moderat ini dapat menjadi modal dasar bangsa Indonesia
yang lebih baik dan maju.

Sudah menjadi populer di kalangan kita yang merupakan penduduk Republik Indonesia. Negara
kita beragam secara budaya dan sosial. Moderasi beragama sering terjadi di kalangan masyarakat dan
kalangan pelajar. Jangan terburu-buru menilai moderasi berulang-ulang berdasarkan apa yang Anda
pikirkan, sesuatu yang liberal, bukan kaffah. Moderasi berasal dari kata perlahan, artinya tidak ada
kelebihan maupun kekurangan. Dalam KBBI, kata pantang adalah pengurangan kekerasan atau
penghindaran perilaku kekerasan. Jika kita bandingkan dengan kata religi, makna pantang beragama
adalah sikap yang mengurangi kekerasan atau menghindari sikap dan praktik ekstrim dalam beragama.

Ini didasarkan pada prinsip-prinsip kesetaraan dan keseimbangan dan mengikuti kesepakatan
nasional yang disahkan secara konstitusional. tentang kesepakatan bersama antara kehidupan kita yang
berbeda. Jadi kita harus melunakkan agama kita karena akhir-akhir ini dianggap bahwa tiga hal telah
menjadi fenomena yang meningkat. Pertama, pandangan atau sikap dan praktik keagamaan yang justru
meniadakan nilai-nilai kemanusiaan dan kemaslahatan bersama yang menciptakan perdamaian.
Misalnya, jalan agama yang eksklusif, sekalipun agama itu inklusif. Cara agama memisahkan,
memisahkan kita sedangkan agama menyatukan, menyatukan kita. Jalur konflik agama, misalnya, lebih
memilih permusuhan, oposisi.

Maka jalan agama yang destruktif, bahkan agama, harus bersifat konstruktif. Ini adalah
kecenderungan untuk mengingkari nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian. Kedua, juga dituding bahwa
tafsir agama semakin dipandang tidak berdasar, tidak menggunakan kaidah dasar dalam
menerjemahkan agama. Muncul tafsirtafsir yang justru bertolak belakang dengan esensi agama itu
sendiri. Misalnya, jihad, jihad, pada dasarnya bersyarat, direduksi menjadi makna yang sangat
kontekstual, dan kemudian digunakan dari sudut pandang perdamaian umum, yang justru sebaliknya.

Ketiga, pemahaman agama cenderung merobek dan melemahkan ikatan kebangsaan. Misalnya
politisasi agama, penyatuan berbagai hal. Oleh karena itu moderasi beragama diperlukan agar cara
pandang kita, sikap keagamaan kita, menjadi moderat, tidak berlebihan, tidak berlebihan, dan tidak
ekstrim.. Jadi yang benar bukanlah agama, tetapi cara kita sebagai Muslim. Moderasi beragama
dianggap penting karena dengan keragaman masyarakat Indonesia dan keragaman yang ada di
masyarakat, untuk dapat hidup rukun, moderasi ini diperlukan, agar keragaman yang ada dapat
menciptakan rasa persatuan dan solidaritas. dalam kehidupan Bangsa.

Mahasiswa adalah agen perubahan dan sebagai kontrol sosial. Perannya dalam masyarakat
sangat penting untuk keharmonisan dalam masyarakat. Namun pada kenyataannya, realitas sosial
dalam istilah sosial selalu cenderung partisan. Hal ini menyebabkan kesenjangan sosial antar keyakinan
agama. Latar belakang keragaman masyarakat Indonesia, termasuk dalam beberapa agama. Hal ini
menjelaskan bahwa Indonesia memiliki banyak perbedaan namun tidak mengurangi rasa keberagaman
terhadap masing-masing agama dan budaya. Pemahaman masing-masing terkait agama yang mereka
anut dalam konteks moderasi harus dipertimbangkan secara terpisah, sehingga tidak ada ekstremisme
dalam tindakan atau pemikiran.

Untuk sesuatu yang keterlaluan, baik dalam tindakan maupun pemikiran, itu disebut
ekstremisme. Karena kata akhir cenderung dikaitkan dengan hal-hal yang bertentangan dengan agama,
baik dalam kehidupan beragama maupun bernegara, maka kita harus toleran terhadap agama agar tidak
ada habisnya. Harus ada pemahaman tentang pengekangan agama terhadap perbedaan, persatuan,
kesatuan, dalam kehidupan yang beragam. Untuk membangun kerukunan antar umat beragama dan
perbedaan agama, dan yang lebih penting, kami selalu bertujuan untuk berlandaskan Bhineka Tunggal
Ika. Moderasi beragama kaum milenial sangat perlu diperhatikan karena merupakan bagian dari tugas
anak bangsa untuk selalu berpikir positif dalam segala hal. Bukan untuk melihat sesuatu yang radikal,
bukan untuk melihat perbedaan sebagai hal yang buruk, tetapi untuk menjadikan perbedaan sebagai
motivasi untuk maju bersama untuk NKRI kita tercinta.

Religiusitas begitu luas sehingga membuat kita berpikir bahwa kita dapat menerima perbedaan
dalam apa yang benar, sehingga setiap orang dapat membuat sudut pandangnya sendiri tanpa
menimbulkan konflik bahwa orang lain salah. Seperti yang kita ketahui saat ini, keberadaan teknologi
informasi yang semakin maju dan canggih telah melahirkan kekayaan ilmu pengetahuan yang dapat kita
akses dengan mudah sehingga memunculkan banyak keyakinan dan pemikiran.

Generasi Milenial yang selalu terpapar dengan teknologi informasi, sebaiknya menggunakan
teknologi yang lebih cerdas agar tidak menjadi fokus masyarakat yang merugikan perilaku kaum milenial
yang begitu mudah terombang-ambing oleh cara hidup dan cara berpikir yang salah. Milenial juga harus
bisa menerima dan merespon dengan baik informasi atau konten keagamaan yang selalu update di
internet agar tidak terjadi konflik antar umat beragama. Jangan sampai sila asli Pancasila dilanggar
hanya karena meluasnya akses ilmu agama yang mudah, kaum Milenial mungkin berpendapat bukan
berarti mereka bebas untuk disalahkan. jelas bahwa setiap agama memiliki HAK di negara kita Indonesia
menurut sila pertama (ketuhanan yang maha esa) yang tinggi).

Juga, kaum milenial harus memahami bahwa agama diturunkan langsung oleh Tuhan kepada
para utusan-Nya. Tentu saja, kaum milenial, selain realitas, dapat memaknai peristiwa ini sebagai
ekspresi nyata dari ajaran agama yang mengandung nilai kemanusiaan universal. Dengan kata lain, kaum
milenial tidak perlu was-was dan sadar bahwa tindakan sehari-hari yang terjadi di masyarakat,
khususnya di Indonesia yang masih sarat dengan nilai-nilai agama, dapat dengan jelas memasukkan
ajaran agama dalam penerapannya.

Sementara itu, kaum milenial harus menghindari sikap sederhana yang menggolongkan
pemeluk agama yang tidak terlalu membeda-bedakan sebagai ketidakpercayaan, bid'ah, bahkan dalam
bentuk Syirik. Ini karena menghindari harga diri yang tinggi dan aliran ekstremisme mengarah pada
serangan terhadap diri sendiri. Parameter umat manusia dalam ajaran agama sendiri mengandung nilai
harkat dan martabat semua makhluk hidup dan harus ditegakkan. Dengan demikian, kita bisa melihat
peran kaum milenial dalam mencapai moderasi beragama yang toleran. Tanpa sadar, kita tenggelam
dalam masalah ini. Tak heran, kaum milenial harus berperan aktif dalam mengekspresikan moderasi
beragama.

Milenial harus mampu mengembangkan pengetahuan lintas budaya dan multi agama di
masyarakat, memperkuat dialog antarumat beragama di masyarakat, dan melibatkan seluruh
masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan ekonomi - bersosialisasi dalam komunitas lintas budaya
dan agama, terutama di kalangan milenial . Tantangan pantang beragama adalah realitas keragaman di
media sosial, tantangan yang terkadang menimbulkan kekhawatiran di kalangan profesional agama. Jika
pantangan beragama tidak didekati dengan bijak, fanatisme agama akan semakin mempengaruhi
pemikiran publik di media sosial.

Berangkat dari seruan Kementerian Agama sebelumnya bahwa isu moderasi beragama
merupakan isu yang krusial dan ide-ide moderat dalam beragama perlu disosialisasikan. Memang,
secara umum, target audiens adalah kaum milenial. Semakin seringnya kaum milenial mengakses media
sosial, gagasan pantang beragama perlu dimunculkan. Moderasi beragama penting untuk diajarkan dan
disebarluaskan di kalangan milenial, sehingga mencegah dan meminimalisir tindakan yang tidak
diinginkan. Mengingat ketergantungan kaum milenial terhadap teknologi informasi, termasuk media
sosial, media sosial berperan penting dalam membentuk sikap moderasi beragama kaum milenial.

Media sosial harus digunakan untuk hal-hal yang positif agar moderasi beragama dapat
tercapai. Untuk mencapainya, ia bisa mulai dengan memahami cara menggunakan media sosial terlebih
dahulu dan kemudian mengetahui cara menggunakan media sosial. Media sosial dapat digunakan
sebagai media untuk penelitian dan konferensi online dan untuk menyebarluaskan konsep moderasi
beragama, melalui konten pendidikan yang sederhana dan mudah dipahami, untuk menghindari keragu-
raguan.

Konten dibuat semenarik mungkin untuk menarik minat generasi muda. Misalnya dalam bentuk
komik atau konten milenial kekinian. Peran media sosial dalam menyensor agama telah terlihat dalam
banyak kegiatan penelitian dan konferensi yang dilakukan secara online di berbagai kota di Indonesia.
Selain itu, konten di jejaring sosial yang mengangkat topik pantangan agama telah banyak
disebarluaskan dan dibuat. Hal ini sering disosialisasikan secara aktif melalui beberapa media sosial,
yaitu Instagram, WhatsApp dan Facebook.

Anda mungkin juga menyukai