Anda di halaman 1dari 10

JURNAL PENJAMINAN MUTU Volume 3 Nomor 2 Agustus 2017

LEMBAGA PENJAMINAN MUTU ISSN : 2407-912X (Cetak)


INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI ISSN : 2548-3110 (Online)
DENPASAR http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/JPM

MENDIDIK LEWAT LITERASI


UNTUK PENDIDIKAN BERKUALITAS

Oleh
I Made Ngurah Suragangga
SMPN 5 Abang Karangasem
msuragangga@yahoo.com

Diterima 27 Desember 2016, direvisi 01 Januari 2017, diterbitkan 31 Agustus 2017

Abstract

Culturally Indonesian society does not have a high literacy culture. The
results of the research program for International Student
Assessment PISA) mentions, cultural literacy rate of Indonesian society
the second worst from 65 countries that are examined in the world. Indonesia
occupies the sequence to 64 from 65 countries. While Vietnam thus occupy
the century . On the same research, PISA also put the position of the read the
students of Indonesia in order to 57 from 65 countries that are examined.
Indonesia has experienced an emergency literacy rate. The culture of literacy
must be forced and accustomed to become the culture. This literacy culture
will affect the quality of education and human resources that are produced.
The problem of the low literacy rate, especially in the education line, not only
the responsibility of the government. Needed a serious and sustainable synergy,
both in the family, schools, universities, even the community to realize that
literacy become main culture.

Keywords: literacy, culture, education.

I. PENDAHULUAN menjadikan kegiatan membaca sebagai satu


Melihat perkembangan dunia teknologi kebutuhan dalam hidup. Terlebih lagi ketika
informasi saat ini yang tidak selamanya dunia ini telah dikuasai teknologi informasi yang
berdampak positif, membuat praktisi memungkinkan seseorang untuk mendapatkan
pendidikan merasa khawatir. Salah satu ilmu pengetahuan dari berbagai media,
kekhawatiran yang masih belum terobati yaitu peringkat Indonesia dalam hal membaca masih
rendahnya minat baca siswa sekolah di sangat rendah. Kini, buku bukan menjadi beban
Indonesia. Tahun-tahun sebelumnya, ketika dengan hadirnya buku eleltronik yang bisa
buku masih menjadi satu-satunya sumber diakses kapanpun, dimanapun, dan dalam
bacaan, tidak membuat generasi Indonesia situasi apapun. Kegiatan membaca tidak

154 JURNAL PENJAMINAN MUTU


menjadi prioritas di negeri ini. Apa yang yang terjadi ketika mendapatkan kesimpulan
sebenarnya salah dalam sistem pendidikan di seperti itu. Hal sepele tapi sangat berakibat fatal
Indonesia? Mengapa membaca buku justru bagi penulisan karya ilmiah kedepannya,
sangat sulit dilakukan dan dibiasakan oleh bayangkan saja ketika seseorang ingin
generasi muda? melakukan sebuah percobaan di lab tanpa
Dunia yang kian kompetitif ini, menuntut membaca keseluruhan isi prosedur bisa saja hal
generasinya untuk cerdas, kreatif, dan inovatif. yang tidak boleh dilakukan malah dilakukan
Semua keterampilan itu bisa diwujudkan, salah sehingga hal-hal yang tidak diinginkan bisa saja
satunya melalui kegiatan membaca kreatif. terjadi dan akan merugikan diri sendiri. Di
Tuntutan abad ini membuat generasi muda haus zaman sekarang ini, remaja membaca buku
akan bacaan baik dari dalam maupun luar apabila sedang membutuhkan sumber untuk
negeri. Membaca mungkin kegiatan yang mengerjakan tugas. Fenomena seperti ini juga
mudah dilakukan, namun susah untuk dijadikan sering terjadi saat seorang mahasiswa sedang
kebiasaan. Bosan, jenuh, cepat menghampiri menyusun tugas akhir atau skripsi. Maka dari
ketika mulai melakukan kegiatan membaca, itu kebiasaan membaca harus selalu dibiasakan
sehingga generasi muda merasa bahwa mulai sejak dini. Keterampilan membaca dapat
membaca merupakan kegiatan yang meningkatkan kemampuan seseorang untuk
membosankan. Apalagi dizaman sekarang ini memahami berbagai konsep dengan mudah. Hal
dimana semua hal bisa divisualisasikan menjadi ini mengembangkan keterampian berpikir kritis
grafis sehingga mengurangi minat baca pada anak-anak. Memahami konsep dan
masyarakat. Contohnya ketika sebuah novel pemikiran kritis adalah dua kualitas penting dari
fiksi remaja yang dijadikan film layar lebar, seorang individu yang sukses. Selain itu,
kebanyak remaja lebih menyukai menonton membaca juga meningkatkan kosa kata
filmnya tanpa membaca novelnya. Hal tersebut seseorang, perintah pada bahasa, dan
dikarenakan efisien waktu dimana mereka bisa kemampuan komunikasi. Trend menunjukan
memahami isi cerita hanya memerlukan waktu bahwa seseorang yang membaca mampu
sekitar 1,5–2 jam dengan menontonnya berkonsentrasi pada pelajaran mereka dan
daripada membaca novel tersebut berhari-hari. lebih baik daripada mereka yang tidak.
Akan tetapi ada beberapa hal yang tidak bisa Kemampuan membaca secara langsung
digrafiskan begitu saja seperti mempelajari ilmu berhubungan dengan kemampuan menulis yang
pengetahuan. Ha itu tidak bisa dimengerti ketika baik, sebab orang yang jarang membaca akan
menontonnya saja melainkan harus perlu mengalami kesulitan dalam menemukan kosa
membaca berulang-ulang bahkan harus kata ketika menulis.
mempraktikannya agar apa yang dibaca bisa Untuk meningkatkan mutu pendidikan dan
terserap oleh otak. Hal inilah yang kerap menjadi sumber daya yang berkualitas yang dihasilkan
hal sepele yang dilakukan masyarakat tanpa dalam proses pembelajaran, pemerintah
mengetahui arti dari pentingnya membaca. melakukan terobosan dengan mengadakan
Di bidang membaca akademik, remaja gerakan literasi sekolah, yaitu gerakan massal
memiliki sisi lain yang juga memprihatinkan. untuk menumbuhkan gemar literasi guna
Ketika mahasiswa semester akhir berniat memenuhi kebutuhan akan informasi dan bacaan
membaca sebuah jurnal ataupun tulisan ilmiah bagi generasi emas yang dimiliki bangsa ini.
mereka hanya akan langsung melihat bagian Langkah nyata diperlukan untuk mulai peka
akhir dari kesimpulan jurnal atau tulisan ilmiah terhadap pendidikan, yaitu melalui literasi
tersebut tanpa membaca bagaimana proses seseorang dapat terdidik dengan baik.

Mendidik Lewat Literasi Untuk Pendidikan Berkualitas | I Made Ngurah Suragangga 155
II. PEMBAHASAN buku, selain sebatas membaca status atau
keterpaksaan adanya tugas. Bahkan guru dan
2.1. Budaya Literasi dosen, tidak sedikit dari mereka yang juga
Di kawasan kota Denpasar pada hari sama keadaanya. Tidak sulit untuk
sekolah saat jam istirahat menghadirkan mengidentifikasi secara lebih riil bahwa
pemandangan yang memprihatinkan. masyarakat Indonesia belum memiliki tradisi
Kebanyakan remaja tidak bisa mengalihkan literasi yang baik. Di kawasan kota Denpasar,
perhatiannya pada telepon genggam dan misalnya. Berjalanlah setiap hari ke setiap sudut
bergosip dengan teman sekelas. Perpustakaan kelurahan atau kampung, amatilah setiap rumah
sekolah lebih sepi dibandingkan halaman di saat waktu-waktu senggang atau saat
sekolah. Pengunjung perpustakaan di kala pemberlakuan jam belajar masyarakat
istirahat bisa dihitung dengan jari. Perpustakaan ditetapkan. Pemandangan yang terlihat adalah
yang sepi dan damai ini kadang menjadi tempat rumah-rumah yang tetap menghidupkan televisi
terbaik untuk remaja sekolah menghabiskan saat jam belajar. Perpustakaan daerah yang
waktu untuk tidur sesaat. Kondisi ini sudah telah ditata sedemikian rupa di kota Denpasar
berlangsung lama. Generasi saat ini memiliki juga seperti mati suri. Warga yang cuek dengan
alasan mengapa buku bukan menjadi satu- seluruh aturan jam belajar atau bahkan tidak
satunya bahan bacaan. Remaja berasumsi ada imbauan pemberlakukan Jam Belajar
bahwa ilmu pengetahuan bisa didapat dan masyarakat. Tentang hal ini, tidak perlu mencari
diakses dengan mudah lewat telepon genggam siapa yang salah dan paling bertanggung jawab
yang super ajaib menurut mereka. Lihat saja atau bahkan menyalahkan pemerintah. Karena
senyatanya, generasi sekolah hanya sibuk sesungguhnya, budaya sadar literasi memang
bermain media sosial dan terbuai dengan segala bukan kondisi yang bisa terwujud secara tiba-
aktivitas dunia maya yang seolah merenggut tiba dan instan.
waktu-waktu terbaik untuk membaca hal-hal
yang bermanfaat baik. 2.2. Dipaksa untuk Terbiasa Membaca
Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik kemudian Mahir Menulis
(BPS) di 2006 menunjukkan 85,9 persen Dalam hal sadar literasi untuk generasi
masyarakat memilih menonton televisi daripada muda, pemerintah sebenarnya sudah memulai
mendengarkan radio (40,3 persen) dan dengan misalnya sejak akhir tahun 2015.
membaca koran (23,5 persen). Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia belum terbiasa melakukan sesuatu (Kemendikbud) telah meluncurkan program
berdasarkan pemahaman dari membaca. unggulan bernama Gerakan Literasi Bangsa
Masyarakat Indonesia belum dapat (GLB) yang bertujuan untuk menumbuhkan
mengaktualisasikan diri melalui tulisan. budi pekerti remaja melalui budaya literasi
Membaca dan menulis belum menjadi budaya (membaca dan menulis). Ikhtiar pemerintah
dan tradisi bangsa Indonesia. Masyarakat lebih melahirkan kebijakan tersebut tentu adalah niat
familiar dengan media visual (menonton), verbal yang baik. Hanya saja, ketika sebuah kebijakan
(lisan) atau mendengar dibandingkan hanya sebagai formalitas dan program kerja
membaca, apalagi menulis. Kondisi di atas tidak saja, tentu tidak akan maksimal. Pemerintah
hanya pada kalangan awam (masyarakat seharusnya juga mengawal sekaligus
umum), di lingkungan pelajar dan pendidikan mengevaluasi, sehingga program dapat berjalan
tinggi pun masih jauh dari apa yang disebut dengan maksimal dan sesuai dengan kondisi di
budaya literasi yang baik. Kalangan generasi lapangan. Salah satunya misalnya mendorong
muda belum tertanam kecintaan membaca dan mengintervensi lembaga-lembaga

156 JURNAL PENJAMINAN MUTU


pemerintah dan swasta, yang memiliki ruang komunikasi, memperbanyak kosa-kata,
tunggu untuk pro aktif menyediakan bahan membantu bekerjanya imajinasi, dan
bacaan, seperti kantor kelurahan, kecamatan, menyebarkan pengetahuan. Bahkan
puskesmas, perbankan, koperasi, rumah berdasarkan riset yang yang dilansir baru-baru
makan, atau lembaga-lembaga sejenis lain, yang ini di Eropa bahwa dengan membaca dapat
meniscayakan pengunjungnya untuk menunggu. mengurangi dua kali risiko terserang penyakit
Bukan menyediakan televisi di ruang tunggu. Alzheimer (pikun). Artinya, budaya literasi
Ini memang tidak mudah, melainkan harus memang sangat penting, sehingga ketika
dipaksa untuk terbiasa membaca. Sehingga, generasi muda jauh dari budaya literasi, jangan
ketika tempat-tempat tersebut difasilitasi ruang salahkan anak cucu, jika mereka lebih mengenal
baca, maka waktu menunggu bisa dimanfaatkan Syahrini, Saskia Gothik, Cita Citata, Soimah,
untuk membaca. Bagaimanapun aktivitas dkk, dibanding Soekarno, HOS
literasi merupakan salah satu aktivitas penting Cokroaminoto, Agus Salim, Hadratussyaikh
dalam hidup. Sebagian besar proses Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, Tan
pendidikan bergantung pada kemampuan dan Malaka, atau tidak tahu sejarah bangsa dan
kesadaran literasi. Budaya literasi yang tertanam tidak hafal pancasila. Hal itu bukanlah karena
dalam diri generasi muda mempengaruhi tingkat tidak ada literatur yang mengulas seputar itu,
keberhasilan baik di jenjang pendidikan namun, kebiasaan ini yang tidak ditanamkan
maupun dalam kehidupan bermasyarakat. sejak dini. Di negara ini, kebanyakan orang
Dr. Roger Farr (1984) menyebut bahwa membaca buku demi kepraktisan.
“reading is the heart of education”. Kebanyakan orang membaca buku agama
Membangun Budaya Sadar Literasi Dr. karena ingin tahu cara masuk surga. Orang
Ngainun Naim, dalam buku “Geliat Literasi baca buku panduan bisnis karena ingin kaya.
(2015)”, dalam kata pengantarnya menulis, Padahal, ada dimensi lain tentang membaca,
bahwa untuk menciptakan kemajuan yakni belajar empati dan perspektif.
peradaban suatu daerah salah satunya dengan Masyarakat perkotaan bisa tahu soal kehidupan
menumbuhkembangkan tradisi literasi. Dalam di desa, misalnya. Lewat baca buku juga bisa
konteks ini generasi muda yang juga generasi mengetahuikrhidupan LGBT, misalnya, dan
pembelajar seharusnya dapat mengambil peran banyak hal lain yang terjadi dalam hidup ini yang
aktif menjadi motor penggerak untuk melajunya tidak terjadi pada kehidupan pribadi seseorang.
budaya sadar literasi di lingkungannya masing- Pengakuan dan pandangannya mewakili kondisi
masing agar lebih massif. Tentang literasi, banyak warga Indonesia yang tidak menyadari
khususnya menulis, Hernowo (2005) dalam betapa pentingnya membaca, terutama karya
bukunya “Mengikat Makna” menyebut bahwa sastra. Tidak ada yang mampu menyangkal
menulis dapat membuat pikiran seseorang lebih tingkat literasi di Indonesia masih amat rendah.
tertata, membuat seseorang bisa merumuskan Selain membaca, kemampuan menulis
keadaan diri, mengikat dan mengonstruksi dalam literasi juga sangat penting. Menulis dapat
gagasan, mengefektifkan atau membuat mengasah kepribadian atau budi pekerti
seseorang memiliki sugesti positif, membuat seseorang. Inilah komponen yang sedang
seseorang semakin pandai memahami sesuatu dibutuhkan bangsa ini sebagai bangsa yang
(menajamkan pemahaman), meningkatkan daya multikulturalisme. Dimana karakter toleransi dan
ingat, lebih mengenali diri sendiri, mengalirkan empati terhadap segala perbedaan mendapat
diri, membuang kotoran diri, merekam momen tempat yang indah untuk dituliskan dan dikenang
mengesankan yang dialami, meninggalkan jejak masyarakatnya. Menulis berarti mengem-
pikiran yang sangat jelas, memfasihkan bangkan horizon, yaitu cakrawala tentang

Mendidik Lewat Literasi Untuk Pendidikan Berkualitas | I Made Ngurah Suragangga 157
kemungkinan dunia, yang hendak dibangun di dan terbiasa untuk menulis. Apapun bentuknya.
dalam penulisan, serta mengembangkan Karya ilmiah, fiksi, buku cerita, bahkan puisi,
perangkat dan cara-cara dalam pengembangan sangat membantu pendidik untuk memberikan
horizon tersebut. Menulis adalah mencoba inspirasi bagi peserta didiknya. Dengan begitu,
mencari kemungkinan dunia tersebut dengan membiasakan budaya literasi bukan hal mustahil
mengembangkan kemungkinan horizon di untuk dilakukan.
dalamnya. Setiap penulis pasti mempunyai
sebuah (atau beberapa) horizon, atau dengan 2.3. Gerakan Literasi Sekolah
perkataan lain harus mengembangkan horizon Pendidikan yang berkualitas menjadi
tersebut, dan mempunyai cara, metode, dan kebutuhan penting di era persaingan global yang
gayanya sendiri dalam penciptaan horizonnya kian kompetitif. Para pengambil kebijakan di
itu. Membaca tidak lagi dianggap sebagai tingkat pusat pastinya sudah menyadari akan
kewajiban, melainkan kebutuhan, dengan hal tersebut. Untuk menjadikan dunia
memberinya ruang-waktu yang memadai, yang pendidikan berkualitas, tentu sangat banyak
kalau tidak diadakan akan mengakibatkan faktor yang berkaitan dan saling memengaruhi.
kondisi lapar pengetahuan. Dengan menulis, Salah satu upaya pemerintah menjadikan
seseorang bisa dikenal abadi lewat tulisannya. pendidikan berkualitas adalah melalui
Kemampuan menulis bisa mengasah seseorang meningkatkan budaya literasi (membaca dan
terhadap rasa ingin tahu yang berdampak positif menulis). Pemerintah melalui Permendikbud
bagi dirinya juga bagi bangsa ini. Menulis Nomor 23 Tahun 2015 telah menyadari
adalah proses di mana seseorang bisa pentingnya penumbuhan karakter peserta didik
menghargai hidup, dengan menulis sesuatu yang melalui kebijakan membaca selama 15 menit
bermanfaat setidaknya ada satu atau dua orang sebelum pelajaran dimulai. Namun untuk
akan membaca dan kemudian bermanfaat buat menyukseskan rencana besar ini, tidak bisa
mereka maka itu lah yang di sebut menghargai instant dan bersifat temporary. Yang akan
hidup. dibangun itu adalah kebiasaan, maka
Saat ini tradisi membaca dan menulis harus dibutuhkan suatu pembiasaan yang harus terus
terus dikembangkan mengingat bahwa melalui menerus dilakukan sejak usia dini dan untuk itu
membaca, maka kemajuan pendidikan akan konsistensi sangat diperlukan. Tentu tugas ini
lebih pesat. Kemudian melalui kegiatan menulis, terasa berat untuk diterapkan kepada siswa
ide, gagasan, serta ilmu pengetahuan akan terus manakala gurunya tidak ikut terbiasa membaca
berkembang. Melalui tulisan ide dan gagasan, buku. Ada banyak kegiatan pembiasaan untuk
akan lebih dikenang sepanjang masa memulai gerakan literasi sekolah, yang
dibandingkan hanya terucapkan secara lisan terpenting adalah kemauan dari seluruh warga
yang mudah hilang selepas gagasan tersebut sekolah untuk mensukseskan program tersebut,
dilontarkan. Kebiasaan membaca dan menulis diantaranya mendekatkan buku sedekat
harus terus ditumbuhkan di sekolah-sekolah mungkin dengan anak-anak, kemudahan dalam
sebagai dunia akademik, mengingat saat ini mengakses buku seperti adanya gerobak baca,
pemerintah telah mengeluarkan peraturan tersedianya sudut baca maupun lainnya dan
bahwa guru yang akan naik pangkat dituntut tentu saja adanya suplai buku seperti hibah buku
harus menghasilkan karya tulis. Menulis bagi dari wali murid maupun masyarakat lainnya.
pendidik sangat penting sebagai contoh Dalam mensukseskan program literasi sekolah,
mendidik dari segi literasi. Guru yang mampu tentu harus adanya keteladanan dari semua
menginspirasi siswa untuk berkarya adalah guru pihak, bukan hanya guru, tetapi juga kepala
kekinian. Guru sebagai model harus dipaksa sekolah, sampai penjaga sekolah. Keteladanan

158 JURNAL PENJAMINAN MUTU


hadir agar dapat menumbuhkembangkan minat sudah dimulai pada zaman kependudukan
baca anak yang rendah. Ketika peserta didik Belanda, tradisi intelektual ini sudah
melihat gurunya membaca, maka dengan dimunculkan sejak tingkat sekolah. Siswa AMS
sendirinya di alam bawah sadar, siswapun (sekolah Belanda) diwajibkan harus membaca
berkeinginan untuk melakukan hal yang sama. 25 judul buku sebelum mereka lulus. Dengan
Semua itu butuh komitmen dan perjuangan dari kebijakan seperti itu kita bisa melihat hasilnya
semua pihak untuk mensukseskan gerakan yaitu tradisi intelektual yang kuat dari para
literasi sekolah. Tanpa itu semua, gerakan tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan yang
literasi sekolah akan menguap begitu saja mencicipi sistem persekolahan Belanda
sebagaimana program-program lain yang tersebut. Budaya literasi harus benar-benar
dicanangkan pemerintah sebelumnya. tumbuh dan berkembang. Komponen literasi
Untuk menumbuhkan budaya membaca di tersebut dijelaskan sebagai berikut:
masyarakat, sistem pendidikan di Indonesia 1. Literasi Dini [Early Literacy (Clay,
mungkin bisa meniru negara Vietnam. Negara 2001)], yaitu kemampuan untuk
ini pernah mengalami konflik perang saudara menyimak, memahami bahasa lisan,
berkepanjangan yang menghancurkan hampir dan berkomunikasi melalui gambar
setiap lini kehidupan. Namun, warganya tak dan lisan yang dibentuk oleh
lantas tinggal diam. Mereka kembali pengalamannya berinteraksi dengan
membangun negaranya, terutama tentang lingkungan sosialnya di rumah.
pendidikannya yang harus direformasi. Melalui Pengalaman peserta didik dalam
metode gerakan masyarakat mengumpulkan berkomunikasi dengan bahasa ibu
donasi dan buku, serta menyebarkan melalui menjadi fondasi perkembangan literasi
pendirian perpustakaan di seluruh pelosok dasar.
negara tersebut. Kini bisa dilihat hasilnya saat 2. Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu
ini yaitu kemajuan negara Vietnam yang cukup kemampuan untuk mendengarkan,
pesat di Asia Tenggara. Indonesia tidak boleh berbicara, membaca, menulis, dan
kalah dalam hal ini, karena mengingat menghitung (counting) berkaitan
sumberdaya manusia Indonesia sangat dengan kemampuan analisis untuk
berpotensi menjadi yang terdepan tidak hanya memperhitungkan (calculating),
di kawasan Asia Tenggara, namun di lingkup mempersepsikan informasi
Asia bahkan Dunia. Untuk itu, gerakan literasi (perceiving), mengomunikasikan, serta
yang sekarang ini marak, tidak hanya menggambarkan informasi (drawing)
dibebankan tanggung jawabnya kepada berdasarkan pemahaman dan
pemerintah semata. Karena untuk membangun pengambilan kesimpulan pribadi.
suatu kebiasaan justru dimulai dari unit terkecil 3. Literasi Perpustakaan (Library
di masyarakat yaitu keluarga. Saya belum Literacy), antara lain, memberikan
memiliki data ilmiah tentang upaya penumbuhan pemahaman cara membedakan
budaya membaca di keluarga, tapi saya bacaan fiksi dan nonfiksi,
meyakini bahwa keluarga di Indonesia (baik di memanfaatkan koleksi referensi dan
perkotaan, apalagi di pedesaan), masih belum periodikal, memahami Dewey
sepenuhnya menyadari pentingnya budaya Decimal System sebagai klasifikasi
membaca apabila dilihat dari indikator pengetahuan yang memudahkan
persentase pengeluaran keluarga untuk dalam menggunakan perpustakaan,
membeli buku. memahami penggunaan katalog dan
Sesungguhnya gerakan literasi di Indonesia pengindeksan, hingga memiliki

Mendidik Lewat Literasi Untuk Pendidikan Berkualitas | I Made Ngurah Suragangga 159
pengetahuan dalam memahami mengelola sistem pendidikan yang
informasi ketika sedang menyelesaikan mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena
sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, itulah sudah saatnya, budaya literasi harus lebih
atau mengatasi masalah. ditanamkan sejak usia dini agar anak bisa
4. Literasi Media (Media Literacy), yaitu mengenal bahan bacaan dan menguasai dunia
kemampuan untuk mengetahui tulis-menulis.
berbagai bentuk media yang berbeda, Terobosan penting dalam melaksanakan
seperti media cetak, media elektronik praktik pendidikan di sekolah agar semua
(media radio, media televisi), media warganya tumbuh sebagai pembelajar
digital (media internet), dan memahami sepanjang hayat, Kementerian Pendidikan dan
tujuan penggunaannya. Kebudayaan mengembangkan suatu gerakan
5. Literasi Teknologi (Technology yang disebut Gerakan Literasi Sekolah
Literacy), yaitu kemampuan (GLS).Literasi adalah keberaksaraan, yaitu
memahami kelengkapan yang kemampuan membaca dan menulis. Budaya
mengikuti teknologi seperti peranti literasi dimaksudkan untuk melakukan
keras (hardware), peranti lunak kebiasaan berfikir yang diawali dengan kegiatan
(software), serta etika dan etiket membaca dan menulis hingga tercipta sebuah
dalam memanfaatkan teknologi. karya bahkan terjadinya perubahan tingkah laku
6. Literasi Visual (Visual Literacy), adalah dan budi pekerti yang baik.Gerakan Literasi
pemahaman tingkat lanjut antara Sekolah (GLS) adalah sebuah upaya yang
literasi media dan literasi teknologi, dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan
yang mengembangkan kemampuan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi
dan kebutuhan belajar dengan pembelajaran yang warganya literat sepanjang
memanfaatkan materi visual dan hayat melalui pelibatan publik mulai dari semua
audiovisual secara kritis dan pemangku kepentingan di bidang pendidikan,
bermartabat. Tafsir terhadap materi dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota,
visual yang tidak terbendung, baik hingga satuan pendidikan (peserta didik, guru,
dalam bentuk cetak, auditori, maupun kepala sekolah, tenaga kependidikan,
digital (perpaduan ketiganya disebut pengawas sekolah) juga melibatkan Komite
teks multimodal), perlu dikelola Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik),
dengan baik. Bagaimanapun di akademisi, penerbit, media massa, masyarakat
dalamnya banyak manipulasi dan (tokoh masyarakat yang dapat merepre-
hiburan yang benarbenar perlu disaring sentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.)
berdasarkan etika dan kepatutan. Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti
Penguasaan literasi dalam segala aspek sebagaimana dituangkan dalam Peraturan
kehidupan memang menjadi tulung punggung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
kemajuan peradaban suatu bangsa. Tidak 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam
mungkin menjadi bangsa yang besar, apabila gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit
hanya mengandalkan budaya oral yang membaca buku nonpelajaran sebelum waktu
mewarnai pembelajaran di lembaga sekolah belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk
maupun perguruan tinggi. Namun disinyalir menumbuhkan minat baca peserta didik serta
bahwa tingkat literasi khususnya dikalangan meningkatkan keterampilan membaca agar
sekolah semakin tidak diminati, hal ini jangan pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik.
sampai menunjukkan ketidakmampuan dalam Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa

160 JURNAL PENJAMINAN MUTU


kearifan lokal, nasional, dan global yang dan memperhatikan kebutuhan
disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik
peserta didik.Gerakan Literasi Sekolah (GLS) 3. Berlangsung secara terintegrasi dan
diharapkan mampu menggerakkan warga holistik di semua area kurikulum
sekolah, pemangku kepentingan, dan masya- 4. Kegiatan literasi dilakukan secara
rakat untuk bersama-sama memiliki, berkelanjutan
melaksanakan, dan menjadikan gerakan ini 5. Melibatkan kecakapan berkomu-
sebagai bagian penting dalam kehidupan. nikasilisan
Mengacu pada metode pembelajaran 6. Mempertimbangkan keberagaman
Kurikulum 2013 yang menempatkan peserta
didik sebagai subjek pembelajaran dan guru Merujuk pada kedua tujuan diatas bahwa
sebagai fasilitator, kegiatan literasi tidak lagi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) harus
berfokus pada peserta didik semata. Guru, dilaksanakan secara kolaboratif oleh seluruh
selain sebagai fasilitator, juga menjadi subjek komponen yang ada di sekolah maupun
pembelajaran. Akses yang luas pada sumber masyarakat diluar sekolah. Artinya GLS harus
informasi, baik di dunia nyata maupun dunia mampu menggerakan seluruh komponen
maya dapat menjadikan peserta didik lebih tahu internal maupun eksternal sekolah. Seiring
daripada guru. Oleh sebab itu, kegiatan peserta kemajuan teknologi gerakan literasi ini tidak
dalam berliterasi semestinya tidak lepas dari sekadar kegiatan membaca dan menulis saja,
kontribusi guru, dan guru sebaiknya berupaya namun mencakup kepada kemampuan
menjadi fasilitator yang berkualitas. Guru dan seseorang mengadopsi informasi dari berbagai
pemangku kebijakan sekolah merupakan figur sumber baik audio, video, cetak ataupun
teladan literasi di sekolah. elektronik.
Tujuan Umum Gerakan Literasi Sekolah Pembelajaran berbasis budaya literasi
(GLS) adalah menumbuhkembangkan budi akan mengondisikan peserta didik untuk
pekerti peserta didik melalui pembudayaan menjadi seorang literat. Peningkatan kemam-
ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan puan literasi dalam belajar sejalan dengan tujuan
dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka pendidikan, yaitu berkembangnya potensi
menjadi pembelajar sepanjang hayat.Tujuan peserta didik agar menjadi manusia yang
Khusus Gerakan Literasi Sekolah (GLS) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
adalah: (a) menumbuhkembangkan budaya Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu,
literasi di sekolah. (b) Meningkatkan kapasitas cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
warga dan lingkungan sekolah agar literat. (c) negara yang demokratis serta bertanggung
menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang jawab (Depdiknas, 2003). Pemerolehan tujuan
menyenangkan dan ramah anak agar warga ini dapat dilakukan siswa jika mereka telah
sekolah mampu mengelola pengetahuan. (d) menjadi sosok literat. Para siswa memiliki bekal
menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan literasi dalam dirinya sehingga mampu
menghadirkan beragam buku bacaan dan melengkapi diri dengan kemampuan yang
mewadahi berbagai strategi membaca. Adapun diharapkan.
prinsip-prinsip gerakan literasi sekolah yakni : Dalam rangka mengimplementasikan
1. Sesuai dengan tahapan perkembangan Gerakan Literasi Sekolah (GLS), maka sekolah
peserta didik berdasarkan karakte- bisa mengukur dan merencanakan tentang
ristiknya kegiatan literasi seperti apa yang bisa
2. Dilaksanakan secara berimbang; diterapkan. Hal ini tentu tergantung kepada
menggunakan berbagai ragam teks sarana dan prasarana pendukung disebuah

Mendidik Lewat Literasi Untuk Pendidikan Berkualitas | I Made Ngurah Suragangga 161
sekolah. Sementara itu seluruh warga sekolah perkembangan membaca dan menulis anak di
harus punya komitmen dan keteladanan rumah secara efektif.Dan program-program
terhadap seluruh peserta didik tentang upaya tersebut dilaksanakan gratis oleh pemerintah
menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang lokal secara berkala.Di sekolah TK, guru-guru
literat sehingga prilaku warga sekolah dengan kreatifnya membacakan cerita kepada
bermartabat. anak-anak di setiap awal pembelajaran.
Kegiatan ini juga diikuti dengan latihan pelafalan
III. SIMPULAN kalimat dengan penekanan dan intonasi yang
Dimulainya literasi dengan serius dan tepat. Banyak penelitian yang sudah
berkelanjutan di sekolah, keluarga, dan membuktikan efektifitas kegiatan semacam ini
masyarakat sejak dini, bukan mustahil kualitas dalam meningkatkan kemampuan bahasa anak
sumber daya dan pendidikan di Indonesia mulai yang mengarah pada kemampuan membaca dan
berbenah kearah yang lebih baik. Pendidikan menulis mereka.
dan budaya literasi Indonesia akan tumbuh lebih Di tingkat SD kelas satu sampai dengan
baik dari negara-negara yang telah lebih dulu tiga, setiap siswa diwajibkan membaca dan
peka dan mengaplikasikan literasi ini sebagai menulis di rumah melalui penerapan tugas
kebiasaan dan kebutuhan dalam hidup, salah membaca mandiri. Setiap siswa punya reading-
satunya kota Ohio, Amerika Serikat. Indonesia log, semacam buku harian membaca, yang
bisa belajar banyak dari budaya ini. Semua berisi berapa lama waktu yang siswa habiskan
orang membaca buku, majalah, atau surat kabar untuk membaca di rumah dan paraf orang
harian di halte, di bus kota, atau di kafe-kafe. tuanya. Tidak ada patokan menit atau jam.
Orang tua atau generasi muda duduk di taman Buku harian itu juga berisi tugas-tugas sekolah
kota sambil menikmati buku atau novel ratusan lainnya yang harus dikerjakan di rumah seperti
halaman. Siswa merasa malu jika tidak menulis. Pada usia ini siswa diharuskan menulis
membaca. Mahasiswa menjadikan membaca paragraf pendek tentang apa yang sudah
dan menulis sebagai tradisi ilmiah, sedangkan dibaca. Saat di sekolah mereka akan diminta
diskusi menjadi rutinitasnya. Perpustakaan untuk menceritakan bacaannya di depan kelas
bukan satu-satunya tempat untuk membaca. atau di kelompok kecil. Sekolah juga masih
Bagi mereka membaca dan menulis sudah menerapkan latihan pelafalan kata atau kalimat
menjadi budaya yang bisa dilakukan dimana yang baik dan benar pada usia ini. Sedangkan
saja dan kapan saja. Di Columbus, Ohio, pada kelas empat sampai dengan enam, ada
Amerika Serikat, upaya menjadikan membaca waktu minimal yang ditetapkan sekolah. Untuk
dan menulis sebagai budaya sudah dimulai sejak kelas lima misalnya, siswa harus membaca di
puluhan tahun silam. Dinas Pendidikan rumah minimal selama 25 menit sehari dengan
mendorong sekolah untuk merancang kurikulum pantauan orang tua. Dan kewajiban menulis
dan program pembelajaran yang mengarah pada pada level ini mengharuskan siswa menulis esai
stimulus anak mencintai membaca dan menulis yang biasanya terintegrasi dengan pelajaran IPA
sejak usia dini. Bahkan banyak program yang atau IPS.
melatih orang tua untuk membaca cerita-cerita Kewajiban membaca ini terus berlanjut
dongeng kepada anaknya di rumah. sampai level SMP dan SMA. Yang
Orang tua yang memiliki anak usia balita membedakannya adalah bahan bacaan dan
selain menyekolahkan anaknya di Taman batasan minimal waktunya. Di SMP misalnya,
Kanak-Kanak atau menitipkannya di Taman siswa diharuskan membaca buku atau novel
Penitipan Anak (Children’s Day Care), mereka kemudian diwajibkan menulis laporan
juga belajar bagaimana mendukung bacaannya di buku harian mereka. Setiap

162 JURNAL PENJAMINAN MUTU


sekolah menerapkan aktivitas yang berbeda Joyce, Bruce dan Marsha Weil. 1986. Models
dalam rangka membiasakan anak untuk of Teaching. Third Edition. New Jersey:
membaca dan menulis. Sekolah diberi otoritas Prentice-Hall. Inc. Englewood Cliffs.
untuk merancang kegiatan literasi ini dengan Goleman, Daniel. 1997. Emotional Intelligence
sentuhan kreatifitas dengan tetap memper- (Kecerdasan Emosional). Jakarta:
hatikan kualitas dan efektifitas kegiatan. Gramedia Pustaka Utama.
DAFTAR PUSTAKA Tierney, R. J., J. E. Readence, dan E. K.
Dieshner. 1990. Reading Strategies and
Alwasilah, A. Chaedar. 2001. Membangun Practices: A Compendium III. Boston:
Kota Berbudaya Literat. Jakarta: Media Allyn and Bacon.
Indonesia.
Vacca, Richard T. dan Jo Anne L. Vacca. 1989.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Content Area Reading. London: Scott,
Menengah Kementrian Pendidikan dan Foresman and Company.
Kebudayaan.2015. Buku Saku Gerakan
Literasi Sekolah. Jakarta: Satgas GLS.

Mendidik Lewat Literasi Untuk Pendidikan Berkualitas | I Made Ngurah Suragangga 163

Anda mungkin juga menyukai