Oleh
I Made Ngurah Suragangga
SMPN 5 Abang Karangasem
msuragangga@yahoo.com
Abstract
Culturally Indonesian society does not have a high literacy culture. The
results of the research program for International Student
Assessment PISA) mentions, cultural literacy rate of Indonesian society
the second worst from 65 countries that are examined in the world. Indonesia
occupies the sequence to 64 from 65 countries. While Vietnam thus occupy
the century . On the same research, PISA also put the position of the read the
students of Indonesia in order to 57 from 65 countries that are examined.
Indonesia has experienced an emergency literacy rate. The culture of literacy
must be forced and accustomed to become the culture. This literacy culture
will affect the quality of education and human resources that are produced.
The problem of the low literacy rate, especially in the education line, not only
the responsibility of the government. Needed a serious and sustainable synergy,
both in the family, schools, universities, even the community to realize that
literacy become main culture.
Mendidik Lewat Literasi Untuk Pendidikan Berkualitas | I Made Ngurah Suragangga 155
II. PEMBAHASAN buku, selain sebatas membaca status atau
keterpaksaan adanya tugas. Bahkan guru dan
2.1. Budaya Literasi dosen, tidak sedikit dari mereka yang juga
Di kawasan kota Denpasar pada hari sama keadaanya. Tidak sulit untuk
sekolah saat jam istirahat menghadirkan mengidentifikasi secara lebih riil bahwa
pemandangan yang memprihatinkan. masyarakat Indonesia belum memiliki tradisi
Kebanyakan remaja tidak bisa mengalihkan literasi yang baik. Di kawasan kota Denpasar,
perhatiannya pada telepon genggam dan misalnya. Berjalanlah setiap hari ke setiap sudut
bergosip dengan teman sekelas. Perpustakaan kelurahan atau kampung, amatilah setiap rumah
sekolah lebih sepi dibandingkan halaman di saat waktu-waktu senggang atau saat
sekolah. Pengunjung perpustakaan di kala pemberlakuan jam belajar masyarakat
istirahat bisa dihitung dengan jari. Perpustakaan ditetapkan. Pemandangan yang terlihat adalah
yang sepi dan damai ini kadang menjadi tempat rumah-rumah yang tetap menghidupkan televisi
terbaik untuk remaja sekolah menghabiskan saat jam belajar. Perpustakaan daerah yang
waktu untuk tidur sesaat. Kondisi ini sudah telah ditata sedemikian rupa di kota Denpasar
berlangsung lama. Generasi saat ini memiliki juga seperti mati suri. Warga yang cuek dengan
alasan mengapa buku bukan menjadi satu- seluruh aturan jam belajar atau bahkan tidak
satunya bahan bacaan. Remaja berasumsi ada imbauan pemberlakukan Jam Belajar
bahwa ilmu pengetahuan bisa didapat dan masyarakat. Tentang hal ini, tidak perlu mencari
diakses dengan mudah lewat telepon genggam siapa yang salah dan paling bertanggung jawab
yang super ajaib menurut mereka. Lihat saja atau bahkan menyalahkan pemerintah. Karena
senyatanya, generasi sekolah hanya sibuk sesungguhnya, budaya sadar literasi memang
bermain media sosial dan terbuai dengan segala bukan kondisi yang bisa terwujud secara tiba-
aktivitas dunia maya yang seolah merenggut tiba dan instan.
waktu-waktu terbaik untuk membaca hal-hal
yang bermanfaat baik. 2.2. Dipaksa untuk Terbiasa Membaca
Berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik kemudian Mahir Menulis
(BPS) di 2006 menunjukkan 85,9 persen Dalam hal sadar literasi untuk generasi
masyarakat memilih menonton televisi daripada muda, pemerintah sebenarnya sudah memulai
mendengarkan radio (40,3 persen) dan dengan misalnya sejak akhir tahun 2015.
membaca koran (23,5 persen). Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia belum terbiasa melakukan sesuatu (Kemendikbud) telah meluncurkan program
berdasarkan pemahaman dari membaca. unggulan bernama Gerakan Literasi Bangsa
Masyarakat Indonesia belum dapat (GLB) yang bertujuan untuk menumbuhkan
mengaktualisasikan diri melalui tulisan. budi pekerti remaja melalui budaya literasi
Membaca dan menulis belum menjadi budaya (membaca dan menulis). Ikhtiar pemerintah
dan tradisi bangsa Indonesia. Masyarakat lebih melahirkan kebijakan tersebut tentu adalah niat
familiar dengan media visual (menonton), verbal yang baik. Hanya saja, ketika sebuah kebijakan
(lisan) atau mendengar dibandingkan hanya sebagai formalitas dan program kerja
membaca, apalagi menulis. Kondisi di atas tidak saja, tentu tidak akan maksimal. Pemerintah
hanya pada kalangan awam (masyarakat seharusnya juga mengawal sekaligus
umum), di lingkungan pelajar dan pendidikan mengevaluasi, sehingga program dapat berjalan
tinggi pun masih jauh dari apa yang disebut dengan maksimal dan sesuai dengan kondisi di
budaya literasi yang baik. Kalangan generasi lapangan. Salah satunya misalnya mendorong
muda belum tertanam kecintaan membaca dan mengintervensi lembaga-lembaga
Mendidik Lewat Literasi Untuk Pendidikan Berkualitas | I Made Ngurah Suragangga 157
kemungkinan dunia, yang hendak dibangun di dan terbiasa untuk menulis. Apapun bentuknya.
dalam penulisan, serta mengembangkan Karya ilmiah, fiksi, buku cerita, bahkan puisi,
perangkat dan cara-cara dalam pengembangan sangat membantu pendidik untuk memberikan
horizon tersebut. Menulis adalah mencoba inspirasi bagi peserta didiknya. Dengan begitu,
mencari kemungkinan dunia tersebut dengan membiasakan budaya literasi bukan hal mustahil
mengembangkan kemungkinan horizon di untuk dilakukan.
dalamnya. Setiap penulis pasti mempunyai
sebuah (atau beberapa) horizon, atau dengan 2.3. Gerakan Literasi Sekolah
perkataan lain harus mengembangkan horizon Pendidikan yang berkualitas menjadi
tersebut, dan mempunyai cara, metode, dan kebutuhan penting di era persaingan global yang
gayanya sendiri dalam penciptaan horizonnya kian kompetitif. Para pengambil kebijakan di
itu. Membaca tidak lagi dianggap sebagai tingkat pusat pastinya sudah menyadari akan
kewajiban, melainkan kebutuhan, dengan hal tersebut. Untuk menjadikan dunia
memberinya ruang-waktu yang memadai, yang pendidikan berkualitas, tentu sangat banyak
kalau tidak diadakan akan mengakibatkan faktor yang berkaitan dan saling memengaruhi.
kondisi lapar pengetahuan. Dengan menulis, Salah satu upaya pemerintah menjadikan
seseorang bisa dikenal abadi lewat tulisannya. pendidikan berkualitas adalah melalui
Kemampuan menulis bisa mengasah seseorang meningkatkan budaya literasi (membaca dan
terhadap rasa ingin tahu yang berdampak positif menulis). Pemerintah melalui Permendikbud
bagi dirinya juga bagi bangsa ini. Menulis Nomor 23 Tahun 2015 telah menyadari
adalah proses di mana seseorang bisa pentingnya penumbuhan karakter peserta didik
menghargai hidup, dengan menulis sesuatu yang melalui kebijakan membaca selama 15 menit
bermanfaat setidaknya ada satu atau dua orang sebelum pelajaran dimulai. Namun untuk
akan membaca dan kemudian bermanfaat buat menyukseskan rencana besar ini, tidak bisa
mereka maka itu lah yang di sebut menghargai instant dan bersifat temporary. Yang akan
hidup. dibangun itu adalah kebiasaan, maka
Saat ini tradisi membaca dan menulis harus dibutuhkan suatu pembiasaan yang harus terus
terus dikembangkan mengingat bahwa melalui menerus dilakukan sejak usia dini dan untuk itu
membaca, maka kemajuan pendidikan akan konsistensi sangat diperlukan. Tentu tugas ini
lebih pesat. Kemudian melalui kegiatan menulis, terasa berat untuk diterapkan kepada siswa
ide, gagasan, serta ilmu pengetahuan akan terus manakala gurunya tidak ikut terbiasa membaca
berkembang. Melalui tulisan ide dan gagasan, buku. Ada banyak kegiatan pembiasaan untuk
akan lebih dikenang sepanjang masa memulai gerakan literasi sekolah, yang
dibandingkan hanya terucapkan secara lisan terpenting adalah kemauan dari seluruh warga
yang mudah hilang selepas gagasan tersebut sekolah untuk mensukseskan program tersebut,
dilontarkan. Kebiasaan membaca dan menulis diantaranya mendekatkan buku sedekat
harus terus ditumbuhkan di sekolah-sekolah mungkin dengan anak-anak, kemudahan dalam
sebagai dunia akademik, mengingat saat ini mengakses buku seperti adanya gerobak baca,
pemerintah telah mengeluarkan peraturan tersedianya sudut baca maupun lainnya dan
bahwa guru yang akan naik pangkat dituntut tentu saja adanya suplai buku seperti hibah buku
harus menghasilkan karya tulis. Menulis bagi dari wali murid maupun masyarakat lainnya.
pendidik sangat penting sebagai contoh Dalam mensukseskan program literasi sekolah,
mendidik dari segi literasi. Guru yang mampu tentu harus adanya keteladanan dari semua
menginspirasi siswa untuk berkarya adalah guru pihak, bukan hanya guru, tetapi juga kepala
kekinian. Guru sebagai model harus dipaksa sekolah, sampai penjaga sekolah. Keteladanan
Mendidik Lewat Literasi Untuk Pendidikan Berkualitas | I Made Ngurah Suragangga 159
pengetahuan dalam memahami mengelola sistem pendidikan yang
informasi ketika sedang menyelesaikan mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena
sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, itulah sudah saatnya, budaya literasi harus lebih
atau mengatasi masalah. ditanamkan sejak usia dini agar anak bisa
4. Literasi Media (Media Literacy), yaitu mengenal bahan bacaan dan menguasai dunia
kemampuan untuk mengetahui tulis-menulis.
berbagai bentuk media yang berbeda, Terobosan penting dalam melaksanakan
seperti media cetak, media elektronik praktik pendidikan di sekolah agar semua
(media radio, media televisi), media warganya tumbuh sebagai pembelajar
digital (media internet), dan memahami sepanjang hayat, Kementerian Pendidikan dan
tujuan penggunaannya. Kebudayaan mengembangkan suatu gerakan
5. Literasi Teknologi (Technology yang disebut Gerakan Literasi Sekolah
Literacy), yaitu kemampuan (GLS).Literasi adalah keberaksaraan, yaitu
memahami kelengkapan yang kemampuan membaca dan menulis. Budaya
mengikuti teknologi seperti peranti literasi dimaksudkan untuk melakukan
keras (hardware), peranti lunak kebiasaan berfikir yang diawali dengan kegiatan
(software), serta etika dan etiket membaca dan menulis hingga tercipta sebuah
dalam memanfaatkan teknologi. karya bahkan terjadinya perubahan tingkah laku
6. Literasi Visual (Visual Literacy), adalah dan budi pekerti yang baik.Gerakan Literasi
pemahaman tingkat lanjut antara Sekolah (GLS) adalah sebuah upaya yang
literasi media dan literasi teknologi, dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan
yang mengembangkan kemampuan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi
dan kebutuhan belajar dengan pembelajaran yang warganya literat sepanjang
memanfaatkan materi visual dan hayat melalui pelibatan publik mulai dari semua
audiovisual secara kritis dan pemangku kepentingan di bidang pendidikan,
bermartabat. Tafsir terhadap materi dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota,
visual yang tidak terbendung, baik hingga satuan pendidikan (peserta didik, guru,
dalam bentuk cetak, auditori, maupun kepala sekolah, tenaga kependidikan,
digital (perpaduan ketiganya disebut pengawas sekolah) juga melibatkan Komite
teks multimodal), perlu dikelola Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik),
dengan baik. Bagaimanapun di akademisi, penerbit, media massa, masyarakat
dalamnya banyak manipulasi dan (tokoh masyarakat yang dapat merepre-
hiburan yang benarbenar perlu disaring sentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.)
berdasarkan etika dan kepatutan. Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti
Penguasaan literasi dalam segala aspek sebagaimana dituangkan dalam Peraturan
kehidupan memang menjadi tulung punggung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
kemajuan peradaban suatu bangsa. Tidak 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam
mungkin menjadi bangsa yang besar, apabila gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit
hanya mengandalkan budaya oral yang membaca buku nonpelajaran sebelum waktu
mewarnai pembelajaran di lembaga sekolah belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk
maupun perguruan tinggi. Namun disinyalir menumbuhkan minat baca peserta didik serta
bahwa tingkat literasi khususnya dikalangan meningkatkan keterampilan membaca agar
sekolah semakin tidak diminati, hal ini jangan pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik.
sampai menunjukkan ketidakmampuan dalam Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa
Mendidik Lewat Literasi Untuk Pendidikan Berkualitas | I Made Ngurah Suragangga 161
sekolah. Sementara itu seluruh warga sekolah perkembangan membaca dan menulis anak di
harus punya komitmen dan keteladanan rumah secara efektif.Dan program-program
terhadap seluruh peserta didik tentang upaya tersebut dilaksanakan gratis oleh pemerintah
menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang lokal secara berkala.Di sekolah TK, guru-guru
literat sehingga prilaku warga sekolah dengan kreatifnya membacakan cerita kepada
bermartabat. anak-anak di setiap awal pembelajaran.
Kegiatan ini juga diikuti dengan latihan pelafalan
III. SIMPULAN kalimat dengan penekanan dan intonasi yang
Dimulainya literasi dengan serius dan tepat. Banyak penelitian yang sudah
berkelanjutan di sekolah, keluarga, dan membuktikan efektifitas kegiatan semacam ini
masyarakat sejak dini, bukan mustahil kualitas dalam meningkatkan kemampuan bahasa anak
sumber daya dan pendidikan di Indonesia mulai yang mengarah pada kemampuan membaca dan
berbenah kearah yang lebih baik. Pendidikan menulis mereka.
dan budaya literasi Indonesia akan tumbuh lebih Di tingkat SD kelas satu sampai dengan
baik dari negara-negara yang telah lebih dulu tiga, setiap siswa diwajibkan membaca dan
peka dan mengaplikasikan literasi ini sebagai menulis di rumah melalui penerapan tugas
kebiasaan dan kebutuhan dalam hidup, salah membaca mandiri. Setiap siswa punya reading-
satunya kota Ohio, Amerika Serikat. Indonesia log, semacam buku harian membaca, yang
bisa belajar banyak dari budaya ini. Semua berisi berapa lama waktu yang siswa habiskan
orang membaca buku, majalah, atau surat kabar untuk membaca di rumah dan paraf orang
harian di halte, di bus kota, atau di kafe-kafe. tuanya. Tidak ada patokan menit atau jam.
Orang tua atau generasi muda duduk di taman Buku harian itu juga berisi tugas-tugas sekolah
kota sambil menikmati buku atau novel ratusan lainnya yang harus dikerjakan di rumah seperti
halaman. Siswa merasa malu jika tidak menulis. Pada usia ini siswa diharuskan menulis
membaca. Mahasiswa menjadikan membaca paragraf pendek tentang apa yang sudah
dan menulis sebagai tradisi ilmiah, sedangkan dibaca. Saat di sekolah mereka akan diminta
diskusi menjadi rutinitasnya. Perpustakaan untuk menceritakan bacaannya di depan kelas
bukan satu-satunya tempat untuk membaca. atau di kelompok kecil. Sekolah juga masih
Bagi mereka membaca dan menulis sudah menerapkan latihan pelafalan kata atau kalimat
menjadi budaya yang bisa dilakukan dimana yang baik dan benar pada usia ini. Sedangkan
saja dan kapan saja. Di Columbus, Ohio, pada kelas empat sampai dengan enam, ada
Amerika Serikat, upaya menjadikan membaca waktu minimal yang ditetapkan sekolah. Untuk
dan menulis sebagai budaya sudah dimulai sejak kelas lima misalnya, siswa harus membaca di
puluhan tahun silam. Dinas Pendidikan rumah minimal selama 25 menit sehari dengan
mendorong sekolah untuk merancang kurikulum pantauan orang tua. Dan kewajiban menulis
dan program pembelajaran yang mengarah pada pada level ini mengharuskan siswa menulis esai
stimulus anak mencintai membaca dan menulis yang biasanya terintegrasi dengan pelajaran IPA
sejak usia dini. Bahkan banyak program yang atau IPS.
melatih orang tua untuk membaca cerita-cerita Kewajiban membaca ini terus berlanjut
dongeng kepada anaknya di rumah. sampai level SMP dan SMA. Yang
Orang tua yang memiliki anak usia balita membedakannya adalah bahan bacaan dan
selain menyekolahkan anaknya di Taman batasan minimal waktunya. Di SMP misalnya,
Kanak-Kanak atau menitipkannya di Taman siswa diharuskan membaca buku atau novel
Penitipan Anak (Children’s Day Care), mereka kemudian diwajibkan menulis laporan
juga belajar bagaimana mendukung bacaannya di buku harian mereka. Setiap
Mendidik Lewat Literasi Untuk Pendidikan Berkualitas | I Made Ngurah Suragangga 163