Anda di halaman 1dari 7

ToR Kertas Kebijakan

“Strategi Pendidikan Pencegahan Intoleransi, Radikalisme dan Kekerasan Ekstrimisme


di Perguruan Tinggi, Masjid Kampus dan Media Sosial”

Background

“Empat bom siap ledak itu diamankan tim Detasemen Khusus 88 Antiteror di Gelanggang Mahasiswa
Universitas Riau (UNRI), Jalan HR Soebrantas, Kecamatan Tampan, Pekanbaru, Riau. Tiga orang alumni
UNRI ikut ditahan dalam penggerebekan terkait terorisme pada Sabtu siang pekan lalu itu.”
Penggalan berita yang berasal dari Liputan6.com, Senin (4/6/2018), dengan headline “Bom di UNRI;
Kampus jadi rumah baru teroris?” itu, tentu saja mengagetkan semua pihak. Karena selain berada di
dalam kampus, lokasi penemuan bom hanya pelemparan batu dari gedung Rektorat Universitas Riau.
Sulit dibayangkan ada terduga teroris yang begitu mudahnya keluar masuk kampus, menenteng bom
yang konon untuk diledakkan di Gedung DPR Jakarta dan kantor wakil rakyat di Pekanbaru itu.
Ridwan Habib, Pengamat Terorisme dari Universitas Indonesia mengatakan "Ini merupakan kasus
pertama di Indonesia, bahwa sebuah kampus digunakan sebagai save house terorisme. Ini menyalakan
alarm sirena, tanda bahaya bahwa kelompok terorisme sekarang mencari cara-cara baru untuk
mengelabui deteksi aparat intelijen".1
Menurut Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan, “39% mahasiswa perguruan tinggi di 15
provinsi telah terpapar radikalisme”.2 Temuan BIN ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Setara Institute. Direktur Setara Institute mengungkapkan, sebanyak 10 perguruan tinggi negeri
di Indonesia terpapar radikalisme. Temuan itu berdasarkan hasil penelitian bertajuk “Wacana dan
Gerakan Keagamaan di Kalangan Mahasiswa: Memetakan Ancaman atas Negara Pancasila di PTN”,
yang dilakukan selama Februari sampai April 2019 terhadap 10 PTN di Indonesia, ditemukan masih
banyak wacana dan gerakan keagamaan yang bersifat ekslusifitas.3
Riset terbaru INFID mengenai radikalisme dan ekstremisme di PTN di Indonesia sendiri mendapatkan
temuan awal yaitu bahwa (1) Terjadinya proses radikalisasi dan ekstremisasi di kampus melalui
kegiatan ekstrakulikuler dan organisasi kemahasiswaan di dalam kampus melalui interaksi antara
mahasiswa, dosen dan alumni, (2) Adanya narasi radikal dan ekstrem yang disebarkan dan dibiarkan
oleh pengelola kampus, dan (3) Adanya kaderisasi yang dilakukan oleh organisasi Islam di kampus
secara sistematis.4
Lebih jauh dijelaskan dalam penelitian itu bahwa proses radikalisasi dan ekstremisasi berlangsung
melalui interaksi antara mahasiswa, dosen, asisten dosen, dan alumni dalam konteks sistem mikro,
sistem meso, dan sistem ekso yang dilatarbelakangi oleh sistem makro dalam konteks negara, bahkan

1
https://www.liputan6.com/news/read/3549249/headline-bom-di-unri-kampus-jadi-rumah-baru-teroris
2 https://nasional.sindonews.com/read/1301735/14/bin-sebut-39-mahasiswa-di-15-provinsi-terpapar-gerakan-radikal-
1524992398
3
https://www.suara.com/news/2019/05/31/182859/survei-setara-ui-ugm-ipb-dan-7-ptn-lainnya-terpapar-paham-
radikalisme
4 INFID, 219, Riset Kualitatif tentang Radikalisme dan Esktremisme di Kalangan Mahasiswa Muslim di 5 TN di Indonesia.

1
lebih luas lagi internasional. Proses radikalisasi yang terjadi di lima kampus PTN yang diteliti INFID itu
telah berlangsung lama5.
Bahwa Kelompok salafi, tarbiyah, dan HTI adalah tiga kekuatan yang saat ini menjadi pemain penting
dalam membentuk narasi dan gerakan keislaman di kampus-kampus itu. Ketiganya mengincar
mahasiswa baru melalui berbagai paket kajian keislaman yang menarik dan fasilitasi berbagai
kebutuhan khas mahasiswa baru. Ketiga kelompok ini membangun sistem jaringan yang berbeda, tapi
ketiganya membangun basis-basis sosial-keislaman yang mengelilingi kampus. Sekalipun memiliki
agenda politik dan keislaman yang berbeda, kelompok salafi, tarbiyah dan HTI disatukan dalam narasi
keislaman yang cenderung eksklusif dan intoleran dengan kecenderungan radikal dan ekstrem yang
dari luar tampak berbeda, tetapi secara subtansial sama-sama memiliki agenda mengubah sistem
negara Indonesia menjadi negara Islam atau khilafah. Narasi keislaman tersebut, sekalipun tidak selalu
melahirkan tindakan kekerasan, namun cenderung permisif terhadap aksi-aksi intoleran dan
kekerasan yang didorong oleh sentimen agama.6
Di kelas dan tempat kost (termasuk asrama mahasiswa), yang merupakan sistem mikro di kampus,
proses awal radikalisasi dan ekstremisasi terjadi. Di kelas, selain ada aktivitas persuasi dari sesama
mahasiswa yang sudah terpapar radikalisme dan ekstremisme sebelum menjadi mahasiswa, ada
mahasiswa asisten dosen, bahkan dosen, yang menjalankan proses itu. Upaya radikalisasi dan
ekstremisme di kampus mendapatkan strukturnya pada kegiatan kuliah, baik kuliah Agama Islam
maupun beberapa kuliah lain yang menerapkan sistem asistensi bagi mahasiswa. Usaha
mempengaruhi mahasiswa dan kaderisasi dijalankan oleh para mahasiswa yang menjadi asisten di
mata kuliah itu dan beberapa dosen yang bertugas untuk melakukan kaderisasi7.
Tahun 2018 INFID bersama dengan P3M melakukan penelitian “Kecenderungan Radikalisme dan
Intoleransi Masjid di Jakarta dan sekitarnya; Studi Kasus di Masjid BUMN, Kampus, dan Perumahan”.
Hasil temuan penelitian itu menyebutkan bahwa 4 dari 5 masjid kampus yang diteliti terindikasi
radikal, dan kelimanya terindikasi intoleran. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa satu masjid
termasuk dalam kategori radikalisme tinggi dan dua masjid masuk dalam kategori radikalisme sedang
dan satu masjid tergolong dalam kategori radikalisme rendah.8 Konten radikal yang ditemukan di
masjid kampus antara lain: bendera tauhid, Hijrah sebagai momentum kebangkitan Islam dan
kampanye ideologi khilafah. Adapun konten-konten intoleransi, antara lain: pemimpin haruslah pria
dan beragama Islam, melarang umat Islam mengucapkan Natal dan hari besar agama lain, Islam
kaffah, menolak perempuan menjadi pengurus/memimpin, kampanye kebencian terhadap kafir,
stigma sesat kelompok agama minoritas dan pemaknaan jihad sebagai perang.9
Temuan penelitian tahun 2018 tersebut, diperkuat dengan temuan penelitian INFID terbaru yang
menyebutkan Masjid dan LDK di 5 PTN menjadi tempat utama dari gerakan radikalisasi dan
ekstremisasi di kampus. Lebih luas lagi, dominasi kelompok ini tidak hanya berada di masjid dan LDK,
namun hampir semua organisasi kemahasiswaan intra-kampus telah berada dalam genggaman
mereka. Keberhasilan mereka dalam merekrut mahasiswa baru adalah salah satu kunci penting

5 Temuan awal Hasil Riset INFID tentang Laporan Riset Ekstremisme di Kalangan Mahasiswa Muslim; Riset Terhadap Lima
PTN di Lima Provinsi di Indonesia, 2019, belum dipublikasikan
6
ibid
7 ibid
8
Laporan riset “Kecenderungan Radikalisme dan Intoleransi di Masjid di Jakarta dan sekitarnya. Studi Kasus di masjid
BUMN, Kampus dan Perumahan, INFID-P3M, 2018
9
Ibid

2
kelompok ini dalam menguasai aktivisme kemahasiswaan. Singkatnya, radikalisasi dan ekstremisasi
juga terjadi pada sistem meso di kampus 5 PTN itu10.
Di era digital seperti sekarang ini, dunia maya telah menjadi kekuatan nyata yang menghubungkan
soliditas dan militansi kelompok radikal hingga ke lintas negara. Keberadaannya menawarkan
kemudahan dalam berinteraksi dan pengorganisasian. Media sosial telah dimanfaatkan sebagai cara
baru bagi kelompok radikal untuk menyebarkan benih-benih ideologi ekstrimis. Facebook, YouTube,
Twitter, blog hingga aplikasi layanan pesan gratis seperti WhatsApp kini menjadi alat yang ampuh bagi
kelompok teroris untuk melakukan propaganda, mendapatkan pengaruh, dan menjaring keanggotan
warga di jejaring sosial (netizen). Dalam konteks ini, remaja atau kalangan muda menjadi target
propagandanya. Sebutlah remaja RA (22) yang meledakkan diri di pos Polisi Kartasura, Sukoharjo, Jawa
Tengah (3/6/2019), terpapar paham radikal ISIS yang tersebar di jagat maya dan mencoba untuk
membuat bom hanya bermodalkan internet. Pada tahun 2016, adapula seorang remaja berinisial IAH
(18) yang pada saat itu baru lulus dari sekolah menengah atas juga hendak meledakkan diri di gereja
Katolik Stasu Santo Yosep Medan, Sumatera Utara (28/8/2016). Ia juga mengalami proses self-
radicalization dan belajar merakit bom melalui media sosial11. Ada lagi D, remaja 17 tahun yang
berhasil memboyong 25 anggota keluarga besarnya ‘pindah’ ke Suriah, dan ada banyak lagi remaja
dan kaum muda yang terpapar paham radikalisme melalui media sosial.
Berdasarkan hal hal tersebut, INFID sebagai organisasi masyarakat sipil yang turut
berkontribusi dalam pemenuhan HAM dan demokrasi di Indonesia semenjak 1985, merasa penting
untuk mendorong pemerintah membuat kebijakan dan program di dalam aspek pencegahan yang
tepat sasaran, sesuai kebutuhan dan selaras dengan prinsip-prinsip HAM dan demokrasi melalui tema
tentang masjid. Hal ini dimaksudkan agar ke depannya masjid penting untuk dipertahankan dari
kelompok intoleran-radikal dengan cara lebih banyak melibatkan generasi muda.
Pertimbangan INFID antara lain; pertama, INFID memiliki hasil penelitian yang sangat kaya
tentang Riset Kualitatif Radikalisme dan Ekstrimisme di Kalangan Mahasiswa Muslim di lima PTN
Indonesia; dan hasil penelitian Derajat Radikalisme Masjid PTN di Indonesia. Dengan kata lain INFID
memiliki hasil riset di 10 PTN di Indonesia. Pertimbangan kedua, sudah sejak tiga tahun terakhir ini
INFID bekerjasama dengan kaum muda yang tergabung dalam Jaringan Gus Durian - yang memiliki
keanggotaan di sekitar 100 kota - dan dengan NU Online, Islami.co, dan Jaringan Gusdurian untuk
menyebarluaskan pesan damai melalui platform media sosial seperti YouTube, Twitter, dan Facebook.
Objektif

1. Mendapatkan identifikasi dan pemetaan masalah mengenai kondisi intoleransi, radikalisme


dan ekstremisme dalam ranah pendidikan termasuk di Perguruan Tinggi, masjid kampus dan
media sosial.
2. Melakukan penilaian atas kebijakan pimpinan PTN, kementerian dan lembaga pemerintah
terhadap intoleransi, radikalisme dan ekretemisme khususnya di PTN, Masjid PTN dan dan
Media sosial.

10Laporan riset “Kecenderungan Radikalisme dan Intoleransi di Masjid di Jakarta dan sekitarnya. Studi Kasus di masjid
BUMN, Kampus dan Perumahan, INFID-P3M, 2018, Opcit
11
https://jalandamai.org/literasi-digital-jauhkan-radikalisme-di-media-sosial.html

3
3. Merumuskan rekomendasi spesifik untuk mendapatkan pendalaman atas isu tersebut,
terutama dalam aspek kurikulum pendidikan, aktor yang terlibat dan peran internet dan
media sosial di PTN dan Masjid.

Ruang Lingkup dan Metode

Pertanyaan Kunci

 Sejauh mana tren intoleransi, radikalisme dan ekstremisme di PTN dan Masjid PTN di
Indonesia? Dan sejauh mana upaya pemerintah mengatasi hal tersebut?

 Apakah respon kebijakan pemerintah telah memadai? Jika tidak, bagaimana yang tepat?
Seperti apa studi kasusnya di dalam bidang pendidikan dan kebijakan di Masjid dan di
bidang internet/komunikasi?
Isi
Ruang lingkup dari Kertas Kebiijakan ini adalah:

 Kondisi ekstremisme di Indonesia dan strategi yang tepat untuk meminimalisir pengaruh
dari ekstremisme.

 Maraknya kampanye ekstrem di dunia online dan strategi bekerjasama dengan


perusahaan internet untuk membuat regulasi yang sesuai.

 Daftar kebijakan dan tindakan yang telah dilakukan oleh kementerian/lembaga


pemerintah, pimpinan PTN, pengurus masjid kampus untuk mengatasi permasalahan
tersebut.

 Opsi-opsi dan usulan kebijakan untuk memperkuat kebijakan yang ada atau
mengefektifkan kebijakan yang ada.
Cakupan Tugas

 Mengumpulkan dan mempelajari bukti-bukti berupa kajian/survei/riset terbaru yang


dikeluarkan maksimal 1-3 tahun terakhir.

 Mereview hasil kajian/survei/riset INFID dan mitra kerjanya.

 Mereview kebijakan yang dikeluarkan oleh K/L antara lain BNPT, Polri, Kominfo, Kemenag dan
pihak lain yang terkait.

 Merumuskan dan mengajukan rekomendasi kebijakan dan program, baik yang sifatnya umum
(ditujukan untuk pemerintah pusat) maupun yang sifatnya sektoral (pendidikan, internet, dan
lain-lain).
Audiens
Ini merupakan Kertas Kebijakan mengenai pencegahan Intoleransi, Radikalisme dan Kekerasan
Ekstrimisme di Perguruan Tinggi dan Masjid Kampus PTN. Kertas Kebijakan ini menggunakan
metodologi kualitatif, melalui wawancara, pendalaman literatur dan analisa. Kertas kebijakan ini
akan difinalisasi melalui peer review sebanyak 2x dengan stakeholders terkait. Kertas Kebijakan ini
akan digunakan sebagai bahan advokasi yang ditujukan kepada:

4
 Kapolri

 Kantor Staf Presiden (KSP)

 Mendagri

 Menkominfo

 BNPT

Pelaksana

Penanggungjawab Umum : Sugeng Bahagijo (INFID)


Koordinator : Mugiyanto (INFID)
Lola Loveita (INFID)
AD Eridani (INFID)
Asisten Koordinator : Nadia Yunita (INFID)
Penulis : …………..

Output

Kertas Kebijakan mengenai Strategi Pendidikan pencegahan Intoleransi, Radikalisme dan Kekerasan
Ekstrimisme di Perguruan Tinggi, Masjid Kampus PTN dengan detil sebagai berikut:
1. Ditulis menggunakan bahasa Indonesia.
2. Berjumlah 30 – 40 halaman (15.000 – 20.000 kata) diketik dengan huruf Calibri ukuran 12,
Justify, spasi 1, kertas A4.
3. Catatan-catatan berupa referensi ditulis secara lengkap sebagai catatan tubuh (body note).
4. Penulisan Daftar Pustaka bersifat alfabetis dengan mengacu pada Harvard Style, contoh
(Fitzgerald, 2004).

Outline

1. Sampul
2. Kata Pengantar
3. Endorsement
4. Executive Summary
5. Daftar Istilah
6. Daftar Isi

5
7. Latar Belakang
8. Isi
a. Tren Intoleransi, Radikalisme dan Ekstrimisme di Perguruan Tinggi, Masjid
Kampus dan media sosial 1-3 tahun terakhir.
b. Matriks review kajian/riset/survei/dokumen/literatur. (minimal mencantumkan
10 sample). Contoh:
Nama Dokumen Temuan

c. Studi Kasus
9. Analisa
a. Faktor penyebab
b. Faktor pendukung
10. Kesimpulan
11. Rekomendasi
12. Daftar Pustaka

Kriteria Penulis

a) Kandidat memiliki latar belakang pendidikan di bidang pencegahan terorisme, ilmu sosial,
atau bidang terkait.
b) Memiliki pengalaman minimal 5 tahun dalam penyusunan kertas kebijakan terkait isu
pendidikan, HAM, demokrasi, dan kebebasan beragama di Indonesia.
c) Memiliki kemampuan berbicara dan menulis yang baik dalam Bahasa Indonesia maupun
Bahasa Inggris.
d) Bersedia melakukan penelitian lapangan jika diperlukan.
e) Mampu bekerja bersama di dalam tim maupun individu.

Tahapan Penulisan

Makalah kebijakan ini akan disusun melalui beberapa tahapan yaitu:


a. Pengumpulan Data
b. Penulisan Draft Pertama
c. Peer Review Pertama
d. Penulisan Draft Akhir
e. Peer Review Kedua
f. Finalisasi

6
Agustus September
Minggu Minggu
No Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Call for Application
2. Briefing dengan Penulis
3. Penyusunan Kontrak
4. Penyusunan Draft 1
5. Deadline Draft 1
6. Peer Review 1
7. Draft 2
8. Deadline draft 2
9. Peer review
10. Finalisasi

Anda mungkin juga menyukai