i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………..…vi
ii
II.6. Jumlah dan Komposisi Penduduk (menurut umur dan jenis
kelamin) ...................................................................................................... 34
II.6.1. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin dan Status
Perkawinan ............................................................................................ 34
II.6.2 Jumlah Penduduk menurut Agama .......................................... 36
II.6.3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan .................. 36
II. 6.4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian .................... 37
II.6.5. Keadaan Sosial ........................................................................... 37
II.7. Adat-istiadat dan Tradisi .................................................................. 39
II.8. Sistem Peralatan dan Perlengkapan Hidup .................................... 40
II.8.1. Alat-alat produktif ..................................................................... 41
II.8.2. Alat senjata ................................................................................. 41
II.8.3. Wadah ......................................................................................... 42
II.8.4. Alat-alat Menyalakan Api ......................................................... 42
II.8.5. Makanan, Minuman, Bahan Pembangkit Gairah, dan Jamu-
jamuan ................................................................................................... 43
II.8.6. Pakaian dan Perhiasan .............................................................. 43
II.8.7. Tempat Berlindung dan Perumahan ....................................... 44
II.8.8. Alat-alat Transportasi ............................................................... 44
II.9. Sistem Mata Pencaharian Hidup ..................................................... 45
II.9.1. Pertanian..................................................................................... 46
II.9.2. Berternak .................................................................................... 47
II.9.3. Berdagang ................................................................................... 47
II.9.4. Usaha Rumahan ......................................................................... 47
II.9.5. Bengkel........................................................................................ 47
II.9.6. TKW ............................................................................................ 48
II.9.7. Usaha Mebel Kayu ..................................................................... 48
II.9.8. Buruh Pabrik.............................................................................. 48
II.10. Organisasi Sosial dan Kekerabatan ............................................... 48
II. 11. Sistem Pengetahuan........................................................................ 49
II.11.1. Sistem Pengetahuan Bidang Pendidikan ............................... 50
iii
II.11.2. Sistem Pengetahuan Bidang Teknologi ................................. 51
II.11.3.Sistem Pengetahuan Bidang Kesehatan.................................. 52
II.11.4. Sistem Pengetahuan Bidang Lingkungan .............................. 53
II.11.4. Sistem Pengetahuan Bidang Alam ......................................... 54
II.11.5 Sistem Pengetahuan Bidang Tumbuhan ................................ 54
II.11.6. Sistem Pengetahuan Bidang Hewan....................................... 55
II.12. Kesenian ........................................................................................... 55
II.13. Bahasa ............................................................................................... 56
II.14. Religi ................................................................................................. 58
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1…………………………………………………………………………...28
Tabel 2…………………………………………………………………………...30
Tabel 3…………………………………………………………………………...31
Tabel 4…………………………………………………………………………...32
Tabel 5…………………………………………………………………………...33
Tabel 6…………………………………………………………………………...35
Tabel 7…………………………………………………………………………...35
Tabel 8…………………………………………………………………………...36
Tabel 9…………………………………………………………………………...36
Tabel 10………………………………………………………………………….37
Tabel 11………………………………………………………………………….38
Tabel 12………………………………………………………………………….38
Tabel 13………………………………………………………………………….38
Tabel 14………………………………………………………………………….49
Tabel 15………………………………………………………………………….58
vi
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah Penelitian
Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan sektor pertanian yang
sudah berkembang. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan lahan pertanian yang
luas serta iklim tropis, sehingga memungkinkan dilakukannya kegiatan bercocok
tanam dengan risiko alam yang minim. Masyarakat di Indonesia agaknya
dimanjakan dengan kondisi dua iklim dan banyaknya gunung aktif yang
menguntungkan bagi kehidupan mereka. Faktor lingkungan tersebut yang
mempengaruhi Indonesia dapat menjadi sektor pertanian yang besar. Aktivitas
pertanian ini agaknya dapat membantu menyokong pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Selain berkontribusi sebagai penyumbang PDB (Produk Domestik
Bruto) yang cukup besar, sektor pertanian juga dapat membantu meminimalisir
angka pengangguran di Indonesia (BPS, 2015 dalam Hermanto & Hardono).
Menurut data tahun 2011, sektor pertanian masih mampu menyerap hingga
35,9% dari total 151,9 juta angkatan kerja, jauh lebih tinggi dari sektor industri
yang dapat menampung 20,6% angkatan kerja (World Bank, 2013 dalam Amir),
tidak dapat dipungkiri pula bahwa kegiatan bercocok tanam masih menjadi mata
pencaharian pokok sebgaian besar penduduk desa, termasuk pula penduduk Desa
Wates. Selain kegiatan on farm, masyarakat Desa Wates juga tidak asing dengan
kegiatan pertanian off farm. Kegiatan tersebut nampak dengan adanya keberadaan
toko-toko penjual obat untuk tanaman dan pabrik bibit-bibit tanaman.
Masyarakat Indonesia tidak asing dengan kata “desa”. Beberapa
masyarakat menggambarkan desa adalah tempat yang sejuk, tentram, hijau, dekat
dengan alam, masyarakat yang ramah, gotong royong, masyarakat yang beragam,
dan lain-lain. Gambaran tentang desa tersebut tidak lepas dari lingkungan fisik
dan sosial budaya. Salah satu desa yang menjadi lokasi penelitian kali ini berada
di Desa Wates.
Desa Wates berlokasi di Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri Provinsi
Jawa Timur. Banyak Kehidupan sebagian besar masyarakat Desa Wates seakan
tidak dapat terpisahkan dari aktivitas pertanian. Laha pertanian di Wates banyak
1
digunakan untuk pertanian tebu. Tebu memang sudah menjadi komoditas
komersial dengan nilai jual yang cukup tinggi, bahkan sebelum kemerdekaan
Indonesia. Hingga kini, tebu masih menjadi komoditas populer, khususnya di
Jawa Timur. Pada dasarnya, Indonesia sudah berhasil membangun basis pertanian
tebu dengan sangat baik pada era 1970an (Arifin, 2004), namun sejak periode
tahun 1990-2002, terdapat impor gula di Indonesia sudah mencapai 889.889 ton
(Saptana, Supena, & Purwantini, 2004).
Pada tahun 2017-2018 dampak impor gula dan pemanis membuat
penurunan produksi petani di Kediri, khususnya daerah Wates. Petani resah
karena, pendapatan mereka menurun hingga 50%. Kebudayaan memiliki sifat
yang dinamis, sehingga masyarakat sebagai pemilik kebudayaan akan selalu
mengharapkan perubahan menuju keadaan yang lebih lebih sesuai dengan
kehidupannya saat ini, begitu pula dalam konteks pertanian tebu di Wates. Pada
mulanya, para petani di Desa Wates hanya menanam tebu sebagai komoditas yang
dapat diandalkan. Dahulu, untuk menanam tebu, petani harus memiliki surat
keputusan gubernur, Menteri Pertanian sehingga mengalami hambatan dibidang
administratif. Saat ini, petani tebu bebas menanam petani dilahan manapun.,
Namun karena perkembangan zaman dan perubahan lingkungan, beberapa petani
sudah mulai berinovasi.
Bentuk inovasi tersebut yakni munculnya pertanian hortikultura di antara
tanaman-tanaman tebu. Di Wates, pertanian hortikultura mulai berkembang dan di
minati oleh petani, khususnya petani tebu. Hasil tanaman hortikultura dianggap
bermanfaat bagi manusia selain sebagai penyedia pangan, tanaman ini dapat
dijadikan komoditas untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Tanaman
hortikultura ini terdiri dari beberapa jenis yang menimbulkan keanekaragaman
usaha petani dalam memanfaatkan lahan. Tidak hanya menguntungkan bagi petani
pemilik lahan, tanaman hortikultura juga membuka lapangan kerja baru bagi
masyarakat, khususnya masyarakat desa. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga
cukup banyak sesuai luas lahan yang tersedia. Dengan begitu muncul ikatan-
ikatan komunitas petani yang memperkuat jaringan ikatan sosial yang ada dalam
masyarakat.
2
Tanaman hortikultura ini dianggap sebagai budidaya tanaman kebun yang
lebih modern. Jika di tinjau secara lebih luas, tanaman hortikultura tidak hanya
sebagai tanaman kebun saja namun segala jenis tanaman yang dibudidayakan.
Namun jika di amati tanaman hortikultura hanya dapat di tanam di beberapa
daerah saja dan mudah rusak karena sifatnya yang segar atau cepat busuk. Selain
itu, masa panen setiap jenis tanaman hortikultura sangat beragam. Sifatnya pun
musiman, dan mudah gagal bila tidak dapat melakukan perawatan tanaman atau
teknik penanaman yang kurang baik. Estetika pada tanaman juga nampak pada
varietas tanaman hortikultura. Dengan adanya hal tersebut, peneliti tertarik untuk
mengkaji lebih lanjut bagaimana inovasi tersebut dapat muncul dan diaplikasikan
di Desa Wates, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri.
I.2. Rumusan Masalah Penelitian
Kajian yang dipilih peneliti dalam laporan ini mengenai pertanian. Inovasi
pertanian di Wates berupa budidaya tanaman hortikultura merupakan hal yang
menarik untuk dideskripsikan. Dari latar belakang tersebut, maka rumusan
masalah penelitian ini, yaitu:
1) Mengapa petani memilih melakukan usaha tani Hortikultura?
2) Apa saja kendala yang dihadapi petani Hortikultura Di Wates?
3) Bagaimana strategi petani Wates menghadapi berbagai kendala tersebut?
I.3. Tujuan Penelitian
Munculnya rumusan masalah tersebut tidak terlepas dari tujuan peneliti
membahas tema tentang pertanian hortikultura. Berikut tujuan penelitian dalam
tulisan ini, yaitu:
1) Untuk mengetahui alasan petani memilih usaha tani hortikultura.
2) Untuk mengetahui kendala yang dihadapi petani hortikultura di Wates.
3) Untuk mengetahui strategi yang diterapkan petani Wates untuk menghadapi
berbagai kendala tersebut.
3
I. 4. Kerangka Pemikiran/Teori
I.4.1 Masyarakat Desa
Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab syaraka yang berarti ikut
berpartisipasi. Masyarakat dalam istilah bahasa inggris disebut society, berasal
dari kata Latin socius yang berarti kawan (Istianah, 2012: 18). Pengertian
masyarakat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sejumlah manusia
yang seluas-luasnya terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat (2009: 115-118) masayrakat adalah
kesatuan hidup manusia yang saling berinteraksi menurut suatu sistem adat
istiadat tertentu dan bersifat kontinyu serta terikat dalam satu identitas yang sama.
Terdapat empat ciri kontinuitas dalam kesatuan masyarakat, yaitu: (1) Interaksi
antar warga-warganya; (2) memiliki adat istiadat; (3) Kontinuitas waktu; (4) Rasa
identitas kuat yang mengikat semua warga. Masyarakat juga dapat diartikan
sebagai orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan
mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, kebiasaan, tradisi, sikap, dan
perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan (Soemardjan, 1988).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat dipahami bahwa masyarakat
adalah kesatuan hidup manusia yang terdiri dari beberapa individu yang saling
berinteraksi, memiliki kesamaan wilayah, identias, kebiasaan, tradisi, dan terikat
dalam kebudayaan yang teratur dan berjalan secara kontinyu. Ada dua macam
masyarakat, yakni masyarakat modern dan masyarakat tradisional. Masyarakat
desa identik dengan masyarakat tradisional karena mereka masih memegang teguh
tradisi walaupun terdapat skulturasi dari budaya modernisasi.
Menurut Bouman (1980: 54-58) hal yang membedakan antara masyarakat
modern dengan masyarakat tradisional adalah ketergantungan masyarakat
terhadap lingkungan alam disekitarnya. Dannerius Sinaga (1988: 156) juga
menjabarkan beberapa karakteristik masyarakat tradisional, yaitu
1. Orientasi terhadap nilai kepercayaan, kebiasaan, dan hukum alam tercermin
dalam pola pikirnya.
2. Kegiatan ekonomi masyaraka bertumpu pada sektor agraris.
3. Fasilitas pendidikan dan tingkat pendidikan rendah.
4
4. Cenderung tergolong dalam masyarakat agraris dan pada kehiduapannya
terganung pada alam sekitar.
5. Ikatan kekeluargaan dan solidaritas yang kuat.
6. Pola hubungan sosial berdasar kekeluargaan, akrab dan saling mengenal.
7. Kepadatan penduduk rata-rata perkilo meter masih kecil.
8. Pemimpin cenderung ditentukan oleh kualitas pribadi individu dan faktor
keturunan.
Namun menurut Soerjono Soekanto (2007: 136) dalam masyarakat
modern dibagi menjadi dua kategori amsyarakat, yakni masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan. Perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat
perkotaan bersifat gradual. Soerjono Soekanto (2006: 136-140) menyatakan
bahwa masyarakat pedesaan ditandai dengan adanya ikatan persaan batin yang
kuat sesama warga desa. Seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat dimana pu ia hidup, dan mempunyai perasaan
bersedia berkorban.
Dengan memahami beberapa karakteristik masyarakat desa adalah
masarakat yang tidak selalu bersifat tradisional. Masyarakat pedesaan dapat
dikategorikan pada masyarakat modern apabila mengalami beberapa perubahan.
Perubahan tersebut nampak pada sistem ide, pola perilaku, mata pencaharian, dan
lain sebagainya.
I.4.2. Konsep Petani dan Pertanian
Di Indonesia, kata ‘pertanian’ tidak terlepas dari lingkungan ‘desa’. Begitu
pula sebaliknya, desa identik dengan masyarakat petani. Fenomena ini mungkin
sudah jarang ditemui di negara-negara maju seperti Amerika. Di Amerika, petani
tidak selalu identik dengan lingkungan desa. Bahkan di desa Amerika saat ini
hanya sedikit sekali ditemui pekerja sebagai petani. Justru di kota muncul banyak
petani yang menjadikan sifat pertanian menjadi bisnis mencari keuntungan. Di
desa Indonesia, konsep menjadi petani adalah suatu cara hidup masyarakat yang
memanfaatkan lahan disekitar tempatnya hidup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari dan konsep ini masih dipahami hingga saat ini. Dengan kata
lain, manusia tersebut masih sangat tergantung dengan lingkungan alam di
5
sekitarnya. Selain itu, sektor pertanian merupakan sumber pendapatan ekspor dan
pemerataan ekonomi.
Definisi petani sangatlah beragam di kalangan-kalangan ilmuwan
terkemuka. Namun definisi adalah hal yang fundamental patut dipahami oleh
akademisi khusunya peneliti yang membahas pertanian. Petani adalah orang yang
melakukan cocok tanam dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak dan
hasilnya dijual guna untuk mencukupi kebutuhan hidup (Adiwilaga, 1992).
Secara etimologi, pertanian berasal dari kata agriculture , agri berarti
lahan atau tanah dan cultura berarti mengelola, menggarap atau memelihara. Jadi,
secara luas arti pertanian adalah kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan tanah.
Pertanian merupakan kegiatan manusia untk memperoleh hasil yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan atau hewan yang pada mulanyadicapai dengan jalan
sengaja menyempurnakan segala kemungkinan yang telah diberikan atau ada oleh
alamguna mengembangbiakkan tumbuhan atau hewan tersebut (Aarsten, 1953).
Tidak jauh berbeda dengan A.T Mosher (1968: 19) pertanian merupakan proses
produksi khas yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan.
Kegiatan-kegiatan produksi, khususnya dalam usaha tani adalah suatu
kegiatan yang penting kaitanya dengan proses. Tumbuhan mengambil
karbondioksida melalui daunnya untuk melakukan fotosintesis
dalampertumbuhannya. Air dan unsur hara kimia dalam tanah diserap melalui
akarnya, dari bantuan sinar matahari tumbuhan dapat menghasilkan biji, buah,
serat dan minyak yang sangat bermafaat bagi manusia. Dalam prosesnya tersebut
adapula campur tangan manusia, khususnya bila dibudidayakan. Proses interaksi
manusia dan tumbuhan memunculkan kebudayaan yang juga berdampak pada
aspek kehidupan petani dan manusia lainnya.
Memahami suatu masyarakat bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Latar
belakang budaya yang berbeda antara peneliti dan yang diteliti adalah hal yang
patut untuk dieksplorasi, karena pada dasarnya setiap manusia bersifat unik dan
selalu ingin tahu terhadap suatu hal yang baru. Spradley (1997) mendefinisikan
budaya sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses
belajar, dan digunakan untuk menginterpertasi dunia sekeliling mereka dan
6
sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling
mereka.
Dalam kerangka pemikiran pendekatan teori Pilihan Rasional James S.
Coleman, terdapat dua unsur utama dalam teorinya, yaitu aktor dan sumber daya.
Aktor tersebut dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan dan
tindakannya itu tertuju kepada upaya untuk mencapai tujuan tersebut, dan aktor
yang dimaksudkan disini adalah petani. Petani atau informan yang diteliti ini
merupakan petani yang melakukan kegiatan usaha di sektor pertanian maupun
yang telah beralih ke luar sektor pertanian. Sehingga dalam penelitian ini aktor
dan petani memiliki kesamaan bahwa dalam setiap tindakan seseorang terdapat
maksud dan tujuan. Sedangkan sumber daya adalah sesuatu yang perlu perhatian
dan yang dapat dikontrol oleh aktor, dan sumber daya yang dimaksudkan disini
adalah lahan sawah. Petani memanfaatkan lahan sawahnya untuk sebuah
kepentingan dan memiliki tujuan. Dan dalam teorinya tersebut menurut Coleman,
tindakan perseorangan mengarah kepada suatu tujuan dan tujuan itu ditentukan
nilai atau pilihan (Coleman, 2013:7).
Adapun kaitannya pernyataan dari para informan di atas dengan Teori
Pilihan Rasional James S. Coleman mengenai perubahan strategi petani dalam
memanfaatkan lahan pertaniannya adalah bahwa petani memiliki maksud dan
tujuan dari tindakan yang dilakukannya, Jadi dalam upaya memanfaatkan lahan
pertaniannya, petani menentukan tujuan dengan berbagai pilihan dan
pertimbangan sehingga pada akhirnya melakukan perubahan dalam
memanfaatkan lahan pertaniannya.
I.4.3. Teori Ekonomi Moral
Sementara itu menurut Teori Moral Ekonomi Petani yang digagas oleh
James C. Scott, petani memiliki tiga prinsip sikap yang menonjol, yaitu safety
first, etika subsistensi, dan distribusi risiko dalam masyarakat petani. Safety first
atau ekonomi subsistensi merupakan sikap petani yang selalu mengedepankan
keselamatan dan risiko yang minim, meskipun hal tersebut berakibat pada hasil
rata-rata yang lebih sedikit. Petani cenderung menghindari teknik dan metode
yang mungkin bisa memaksimalkan hasil pertanian mereka, daripada harus
7
mengambil risiko kerugian subsistensi. Hal ini disebabkan karena petani sangat
dekat dengan garis kemiskinan, sehingga kerugian sedikit saja sudah memiliki
pengaruh besar, tidak hanya pada ketersediaan susbsitensinya, namun juga
kelangsungan hidup mereka dan keluarga (Scott, 1976).
Sikap etika subsistensi juga merupakan sikap yang melekat pada diri
petani menurut Scott. Ketika hasil panen tidak mencapai hasil rata-rata, petani rela
menjual sebagian dari tanah pertanian atau menjual hewan ternaknya yang
tentunya akan berakibat pada penurunan hasil pada panen berikutnya. Petani juga
memiliki kemampuan mengelola risiko yang tidak terduga-duga, selain risiko
alam. Petani cenderung memilih tanaman subsistensi untuk ditanam daripada
tanaman komersil, dengan asumsi bahwa tanaman subsistensi memiliki nilai yang
stabil dan dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga,
dibandingkan dengan tanaman komersil yang harganya selalu mengikuti harga
pasar yang sifatnya fluktuatif. Pada dasarnya, ketiga sikap tersebut saling
berkaitan satu sama lain (Scott, 1976).
I.4.4. Konsep Hortikultura
Hortikultura berasal dari kata hortus (= kebun) dan colere (=budidaya).
Secara harfiah hortikultura berarti usaha membudidayakan tanaman buah-buahan,
sayuran, dan tanaman hias (Janick, 1972). Selain buah-buahan, sayuran, dan
tanaman hias, tanaman obat-obatan juga tergolong tanaman hortikultura. Tanaman
hortikultura dianggap sebagai pertanian modern yang dapat meninggkatkan
ekonomi petani saat ini karena berbagai keuntungan yang didapatkan.
Peranan hortikultura, antara lain(repository.ipb.ac.id):
1) Memperbaiki gizi masyarakat.
2) Meningkatkan devisa negara.
3) Membuka lapangan pekerjaan.
4) Meningkatkan pendapatan petani.
5) Memenuhi kebutuhan, keindahan, dan pelestarian lingkungan.
Selain beberapa keuntungan dalam budidaya tanaman hortikultura,
adapula hal-hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman hortikultura
(repository.ipb.ac.id dan Notodimedjo, 1997), yakni
8
1) Hasil panennya tidak dapat disimpan lama.
2) Perlu tempat yang luas (voluminous).
3) Mudah rusak dalam pengangkutan.
4) Melimpah pada suatu musim, langka pada musim yang lain.
5) Fluktuasi harganya tajam.
Di Desa Wates Kediri tanaman hortikultura yang ditemui adalah cabai,
tomat, buah semangka, dan nanas. Proses penanaman yang peneliti ikuti yakni
pada tanaman cabai. Cabai merah (Capsium annuum L.) merupakan tnaman
hortikultura yang banyak dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan pangan.
Tingkat kebutuhan masyarakat terhadap cabai sangat tinggi. Masyarakat Indonesia
cenderung memanfaatkan cabai untuk membuat sambal atau bahan masak yang
menjadi ciri khas warna merahnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, petani
sering melakukan perluasan lahan pertanian. Walaupun terdapat beberapa
kendala, banyak petani hortikultura tetap bertahan untuk membudidayakan
tanaman hortikultura, khususnya cabai. Mereka melakukan berbagai strategi untuk
memenuhi permintaan yang tinggi terhadap cabai.
I.5. Metode Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, sebaiknya peneliti mempelajari dan
memahami metode-metode yang akan dilakukan pada penelitiannya. Hal tersebut
perlu dilakukan agar peneliti tidak salah arah ketika menghadapi hal-hal yang
diteliti. Metode penelitian ini membantu peneliti untuk memecahkan masalah
secara terstuktur atas permasalahan yang diajukan. Metode penelitian merupakan
urutan kerja yang harus dilakukan dalam melaksanakan penelitian termasuk alat-
alat apa yang dipergunakan untuk mengukur maupun mengumpulkan data dan
cara untuk melakukan penelitian di lapangan (Nasir, 1998: 5). Sedangkan menurut
Winarno (2004: 131), metode merupakan cara utama yang digunakan untuk
mencapai tujuan, seperti untuk mengkaji rangkaian hipotesa dengan menggunakan
teknik serta alat-alat tertentu.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa metode
penelitian merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam sebuah penelitian.
9
Ketelitian peneliti harus dimiliki dan sangat diperlukan dalam menentukan suatu
metode penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Bogdan dan
Taylor penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat di amati (Moleong, 2012: 4). Penelitian kualitatif terkait dengan jenis data
yang dikumpulkan. Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian kualitatif
menunjukkan perbedaan dengan penelitian kuantitatif.
Menurut Lofland dalam Moleong (2005) sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan berupa dokumen dan lain-lain. Penelitian kualitatif menjadikan
informan sebagai subyek yang diamati dan dimintai informasi melalui wawancara.
Selain itu manusia juga berperan sebagai instrumen penelitian. Instrumen
penelitian merupakan suatu alat yang digunakan mengukur kejadian alam maupu
sosial yang diamati (Sugiyono, 2006: 102). Peneliti sendiri atau dengan bantuan
orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Peneliti selain sebagai
perencana yang menetapkan fokus, memilih informan, sebagai pelaksana
pengumpul data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan sementara di
lapangan tanpa dibuat-buat, sesuai realitas. Ciri-ciri peneliti sebagai instrument
mencakup segi responsive, menyesuaikan diri (adaptif), menekankan keutuhan,
mendasarkan diri pada pengetahuan, memproses dan merespon Moleong (2005).
Dalam penelitian pada petani Hortikultura di Desa Wates Kediri,
pendekatan kualitatif yang peneliti gunakan menggunakan metode etnografi dan
metode studi kasus (case study). Etnografi merupakan satu pekerjaan
menggambar atau mendeskripsikan suatu kebudayaan dalam suatu masyarakat.
Menurut Malinowski, tujuan utama dari etnografi yakni memahami sudut pandang
hidup dari penduduk asli (Spradley, 1997: 5).
Selain metode etnografi, penelitian ini menggunakan metode studi kasus
(case study), yaknisuatu penelitian yang dilakukan erhadap suatu kesatuan sistem.
Kesatuan sistem ini dapat berupa kegiatan, peristiwa, atau kelompok individu
tertentu yang terikat oleh tempat, waktu atau ikatan-ikatan tertentu (Sialana, 2006:
10
73). Sehingga dalam penelitian ini peneliti berusaha memaparkan faktor-faktor
budaya petani Wates yang memilih tanaman Hortikultura untuk mencukupi
kehidupan sehari-hari beserta kendala yang dihadapi dan strategi yang dilakukan
mereka. Peneliti langsung berinteraksi dengan masyarakat setempat sehingga
segala permasalahan mereka terkait budaya petani dapat diketahui dan dipahami
peneliti secara langsung dan jelas.
I.5.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan situasi dan kondisi lingkungan tempat yang
berkaitan dengan masalah penelitian (Iskandar, 2008: 219). Adapun lokasi dalam
penelitian ini bertempatan di Desa Wates, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri.
Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja di sawah produksi hortikultura Desa
Wates. Penelitian dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2018 sampai 27 Oktober
2018.
Tujuan penetapan lokasi penelitian dilakukan untuk memperoleh data dari
lapangan dan informasi dari informan. Dengan melakukan penetapan lokasi
penelitian merupakan tahapan awal yang sangat penting dalam melaksanakan
penelitiannya nantinya. Penetepan lokasi penelitian ini akan memudahkan peneliti
untuk melakukan penelitian dengan objek dan tujuan yang akan diteliti. Adapun
alasan memlih lokasi penelitian tersebut, yaitu penetapan lokasi desa Praktik
Kerja Lapangan (PKL) oleh dosen pengampu mata kuliah Drs. Tri Joko Sri
Haryono, Si. dan Drs. Pudjio Santoso. M.Sosio. dalam penelitian ini yang menjadi
objek penelitian adalah tenaga kerja di pertanian Hortikultura.
I.5.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan salah satu langkah yang paling
penting dalam sebuah penelitian. Tanpa adanya data maka penelitian dapat
diragukan atau bahkan tidak penelitian. Dengan memahami teknik pengumpulan
data, peneliti dapat menggunakan beberapa teknik dalam memperdalam subjek
yang diteliti.
Etnografi merupakan salah satu metode yang khas memandang budaya
secara menyeluruh. Untuk melakukan pendekatan emic maka diperlukan teknik-
teknik yang sesuai. Harris (1976) melihat emik merupakan sesuatu yang ada
11
dalam pikiran atau inside people. Emik adalah pengungkapkan suatu yang aktual
terhadap konteks interaktif potensial dalam pertemuan enografer dengan informan
dan melakukan dikusi sesuatu yang dominan.
Menurut Sugiyono (2009: 308), teknik pengupulan data dalah langkah
yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti
tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan menggunakan teknik pengamatan
(observasi), wawancara, dokumentasi, dan catatan lapangan. Peneliti dapat
menyesuaikan teknik pengumpulan data sesuai apa yang terjadi di lapangan
penelitian.
1. Pengamatan (Observasi)
Observasi merupakan dasar dari smeua ilmu pengetahuan (Nasution,
2003). Observasi merupakan kegiatan pemuatan penelitian terhadap suatu objek
(Sugiyono, 2015: 204). Dapat dipahami bahwa kegiatan observasi merupakan
kegiatan yang dilakukan peneliti dalam menggunakan seluruh panca inderanya
(mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit) untuk memahami kondisi masyarakat
yang ditelitinya. Menurut Faisal (1990) observasi diklasifikasikan menjadi tiga,
yakni observasi partisipasi (participant observation), observasi secara terang-
terangan atau tersamar (overt observation and cover observation), dan observasi
tak terstuktur (unstructured observation). Sedangkan Spradley (1980)
mengklasifikasi partisipasi atau keterlibatan peneliti menjadi empat yaitu; (1)
partisipasi pasif, peneliti datang mengamati tetapi tidak ikut terlibat kegiatan yang
diamati; (2) partisipasi moderat, peneliti kadang ikut aktif terlibat kegiatan kadang
tidak aktif; (3) partisipasi aktif, peneliti terlibat aktif dalam kegiatan yang diteliti;
(4) partisipasi lengkap, peneliti sudah sepenuhnya terlibat sebagai orang dalam,
sehingga tidak terlihat sedang melakukan penelitian.
Terkait dengan penjelasan tersebut, dalam penelitian ini observasi yang
dilaukan peneliti adalah observasi partisipasi (partisipasi pasif dan moderat).
Peneliti datang ke lokasi kegiatan masyarakat Desa Wates untuk mengamati
situasi dan aktifitas masyarakat tersebut. Selain itu peneliti juga melukakan
12
observasi tak terstuktur. Menurut Sugiyono (2009), obersvasi tak terstuktur adalah
observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan
diobservasi.
Dalam melakukan observasi, peneliti harus dapat memusatkan perhatian
dan akhirnya memilih hal-hal yang secara khas menemukan gambaran sesuatu
yang bermakna. Pada permulaan observasi peneliti mengamati secara menyeluruh
dan dengan ruang lingkup yang luas dalam segala situasi yang dihadapinya,
kemudian memusatkan diri pada hal-hal yang menjadi fokus penelitianya dan
akhirnya muncul sesuatu yang khas dan yang paling relevan untuk diamati dengan
lebih cermat dan mendalam. Hal ini seperti yang dikemukakan Spradley (1980)
yang mengungkapkan bahwa tahapan observasi ada tiga yaitu; (1) observasi
deskriptif, yakni peneliti mengamati semua yang ada secara menyeluruh,
mendeskripsikan semua yang diamati, observasi ini disebut juga sebagai grand
tour observation; (2) observasi terfokus, yakni pengamatan difokuskan pada aspek
tertentu yang menjadi fokus penelitian, observasi ini disebut juga sebagai mini
tour observation. dan; (3) observasi terseleksi, yakni peneliti menyeleksi fokus
yang ditemukan secara lebih rinci lagi.
2. Wawancara
Esternberg mengemukakan definisi interview atau wawancara adalah
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono,
2005: 27). Sedangkan menurut Moleong (2009: 186) wawancara adalah
percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. Dalam penelitian kualitataif, peneliti acapkali ketika melakukan
observasi juga melakukan wawancara kepada orang-orang di lokasi penelitian.
Peneliti selain melakukan observasi juga melakukan wawancara dengan beberapa
informan yang berhubungan dengan amsalah-masalah budaya atau tradisi yang
berhubungan dengan masalah pertanian.
Menurut Spradley (1997) ada dua tujuan utama yang harus dicapai ketika
melakukan proses wawancara, yakni: (1) membangun hubungan dengan orang-
13
orang yang diwawancarai dan (2) mendapatkan informasi bermakna yang
dibutuhkan.
Ketika membangun hubungan dengan informan, sebenarnya adalah sebuah proses
yang memiliki empat tahap:
1. Tahap Kebimbangan atau kekuatiran. Saat mengawali hubungan, hampir semua
pewawancara dan orang yang diwawancarai memiliki unsur ketidakpastian, hal itu
yang menyebabkan perasaan bimbang dan kuwatir. Perasaan itu juga dimiliki oleh
para peneliti.
2. Tahap Eksplorasi. Saat hubungan mulai terbangun, peneliti dan subjek menjadi
lebih nyaman satu sama lain.
3. Tahap kerjasama. Di sini, kedua pihak mulai membangun saling percaya dan
sebagai hasilnya terjalinlah kerjasama.
17
mempertahankan adat tradisional mereka dan berbicara menggunakan bahasa
mereka.
Permasalahan muncul kembali ketika melakukan analisis data lapangan.
Analisis data meerupakan hal yang sulit. Akhirnya budaya yang tidak dikenal
membuat berbagai masalah dalam wawancara. Ketika peneliti berusaha
mempelajari budaya informan, informan juga membaca pikiran peneliti apa aja
yang peneliti tahu tentang mereka. Jika informan tahu latar belakang peneliti
bahwa pertayaan tersebut sudah dipelajari dan tahu jawabanya, maka mereka
mengira kita telah mengujinya. Tapi jika informan mengggap peneliti benar-benar
tidak tahu maka hal tersebut tidak akan terjadi.
d) Cukup Waktu
Etnografer membutuhkan pendekatan enam sampai tujuh informan untuk
diwawancarai yang masing-masingnya berlangsung selama satu jam. Maka dari
itu, penting untuk memperkirakan apakah calon informan punya waktu senggang
untuk diwawancarai. Tetapi ketika informan sibuk dan mereka tertarik dengan
projek kita mereka pasti mau meluangkan waktunya untuk diwawancara. Malahan
mereka senang dapat dijadikan sebagai informan. Terkadang ketika mereka sibuk,
dapat diwawancarai sambil melakukan pekerjaan. Selain itu, salah satu cara
menyelesaikan persoalan kurangnya waktu wawancara pada satu informan yaitu
dengan cara menggunakan informan ganda.
Ketika seorang informan satu tidak ada waktu banyak, maka lansung
bertanya untuk rekomendasi informan dari mereka yang sekiranya memiliki
banyak waktu dan sesuai dengan topik penelitian kita.
e) Non Analitik
Beberapa informan sering menggunakan bahasanya sendiri ketika
menceritakan berbagai kejadian dan tindakan tersebut. Disini seorang peneliti juga
harus bisa menganalisis ungkapan yang dibicarakan oleh informannya. Beberapa
informan juga senang menganalisis kebudayaanya sendiri. Contohnya masyarakat
banyak yang menggunakan sudut pandang dan ilmu-ilmu sosial untuk
menganalisis tingkah laku mereka sendiri. Informan mengangap kalau mereka
dapat menganalisis dan membantu tugas etnografer, orang tersebut contoh
18
informan yang kurang baik terutama bagi peneliti yang masih pemula dalam
penelitian.
Dengan mengidentifikasi beberapa syarat-syarat umum memilih informan
ini, peneliti lebih siap untuk melakukan penelitian agar dapat memilih informan
yang baik. Dalam menetapkan informan, sebagai seorang antropolong harus
mamahami beberapa hal. Meskipun semua orang dapat dijadikan sebagai
informan, tetapi tidak semua orang bisa menjadi informan yang baik. Salah satu
tantangan ketika wawancara adalah memulai, bagaimana menjalin raport dengan
baik, dan mengambangkan pertanyaan dari informan.
I.5.4. Analisis Data
Analisis data merupakan pengelolahan data yang didapatkan oleh peneliti
untuk menjadi sebuah laporan penelitian. Menurut Bogdan dan Biken, analisis
data merupakan upaya yang dilakukan dengan cara mengorganisasikan data,
memilah data untuk dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan poin penting yang akan dipelajari, memutuskan yang dapat
diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2005: 248).
Analisis penelitian kualitatif dilakukan ketika sebelum memasuki
lapangan, selama dilapangan, dan sesuadah di lapangan. Selama di lapangan
peneliti memperoleh data dengan berbagai cara observasi, wawancara,
dokumentasi, dan catatan lapangan. Dalam proses perolehan data, yang diambil
dalam penelitian yaitu berbentuk kata verbal dan beragam isinya. Data yang
beragam tersebut diolah menjadi ringkas dan sistematis. Bentuk kata verbal dalam
data kualitatif memerlukan pengolahan untuk mendapatkan hasil analisis
(Muhadjir, 1993: 50).
Langkah analisis data menurut Miles dan Huberman (1984), yang pertama
yaitu memilih dan meringkas data yang diperoleh. Pada langkah ini peneliti
memilih dan meringkas dokumen-dokumen yang relevan. Kedua pengkodean
yang mencakup empat hal penting, yaitu 1)digunakan simbol atau ringkasan,
2)kode dibangun dalam struktur tertentu, 3)kode dibangun dengan tingkat rinci
tertentu, 4)kode-kode tersebut dibangun dalam integratif. Ketiga membuat catatan
objektif, dalam hal ini peneliti mengklasifikasikan data yang didapat. Keempat
19
membuat catatan reflektif oleh peneliti dengan menulis apa saja yang terkait
tentang catatan objektif. Kelima membuat catatan marginal mengenai komentar
peneliti terhadap metodologinya. Keenam penyimpanan data. Ketujuh pembuatan
memo mengenai konseptual ide. Langkah yang terakhir adalah analisis antar-
lokasi yang dilakukan oleh peneliti jika meneliti lebih dari satu lokasi.
Berdasarkan langkah analisis data dari Miles dan Huberman, yang
digunakan dalam penulisan makalah ini adalah langkah yang pertama, yaitu
memilih dan meringkas data yang diperoleh. Selanjutnya, langkah yang ketiga dan
keempat, yaitu catatan objektif dan catatan reflektif yang juga dikenal sebagai
refleksi metodologis. Saat pengumpulan data oleh peneliti, juga harus langsung
dilanjutkan dengan kegiatan lain seperti menuliskan, mengedit, mengklasifikasi,
mereduksi, dan menyajikan data atau menganalisis data (Muhadjir, 1993: 50).
20
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA WATES DAN 7 UNSUR BUDAYA
II.1. Kondisi Geografis dan Topografis
II.1.1 Kondisi Geografis
Posisi geografis Desa Wates terletak di wilayah Kabupaten Kediri terletak di
bagian selatan Provinsi Jawa Timur yaitu terletak antara 1110 47’ 05” s/d 1120
18’ 20” Bujur Timur dan 70 36’ 12” s/d 80 0’ 32” Lintang Timur. Batas Wilayah
Desa Wates Kecamatan Wates sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Jajar
2. Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Tawang
3. Sebelah Selatan :berbatasan dengan Desa Tawang dan Desa
Gadungan
4. Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Wonorejo
Jarak tempuh ke Ibu Kota Propinsi : 135 km
Jarak tempuh ke Ibu Kota Desa : 0 km
Jarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten : 20 km
Waktu tempuh ke Ibu Kota Kabupaten :0,75 jam
21
Kondisi lahan suatu wilayah dapat digambarkan melalui proporsi guna
lahannya. Dari total wilayah Kabupaten Kediri seluas 138.605 Ha atau ±5%, dari
luas wilayah provinsi Jawa Timur. Guna lahan dengan luas yang paling besar
adalah digunakan untuk sawah sebesar 47.580 Ha atau sekitar 34,33% dari total
luas wilayah. Kemudian untuk guna lahan bangunan dan pekarangan memiliki
luas sebesar 28.178 Ha (±20,33%), untuk guna lahan ladang/tegal sebesar 26.714
Ha (±19,27%), guna lahan hutan sebesar 17.735 Ha (±12,80%), serta guna lahan
kering lainnya dengan total seluas 18.398 Ha (±13,27%). Ditinjau dari jenis
tanahnya, Dalam data Website Kabupaten Kediri (http://kedirikab.go.id),, terdapat
dibagi menjadi 5 (lima) jenis tanah, yaitu:
1. Regosol coklat kekelabuan seluas 77.397 Ha atau 55,84 %, merupakan jenis
tanah yang sebagian besar ada di wilayah kecamatan Kepung, Puncu, Ngancar,
Plosoklaten, Wates, Gurah, Pare, kandangan, kandat, Ringinrejo, Kras, Papar,
Purwoasri, Pagu, Plemahan, Kunjang dan Gampengrejo
2. Aluvial kelabu coklat seluas 28,178 Ha atau 20,33 %, merupakan jenis tanah
yang dijumpai di Kecamatan Ngadiluwih, Kras, Semen, Mojo, Grogol,
Banyakan, Papar, Tarokan dan Kandangan
3. Andosol coklat kuning, regosol coklat kuning, litosol seluas 4.408 Ha atau 3,18
%, dijumpai di daerah ketinggian di atas 1.000 dpl seperti Kecamatan
Kandangan, Grogol, Semen dan Mojo.
4. Mediteran coklat merah, grumosol kelabu seluas 13.556 Ha atau 9,78 %,
terdapat di Kecamatan Mojo, Semen, Grogol, banyakan, tarokan, Plemahan,
Pare dan Kunjang.
5. Litosol coklat kemerahan seluas 15.066 Ha atau 10.87%, terdapat di kecamatan
Semen, Mojo, Grogol, Banyakan, Tarokan dan Kandangan.
Selain itu, kondisi tanah di Wates banyak yang berpasir dan berdebu. Di
area persawahan, jenis tanah di Wates sedikit berdeda dari area persawahan
lainnya. Keadaan tersebut dikarenakan lokasi Desa Wates yang dekat dengan
Gunung Kelud. Hal itu dipenggaruhi dari akibat letusan Gunung Kelud, dan abu
vulkanik yang ada di dalam Gunung Kelud menyebar ke sekitar Desa Wates yang
menyebabkan kondisi tanah disana menjadi berpasir. Kondisi tanah tersebut
22
kurang cocok untuk ditanami padi sehingga masyarakat lebih memilih menanam
tanaman keras seperti tebu dan tanaman hortikultura.
II.1.2. Topografi
Berdasarkan topografinya Kabupaten Kediri dibagi menjadi 4 (empat)
golongan dari luas wilayah, yaitu ketinggian di atas 0 meter – 100 mdpl
membentang seluas 32,45%, ketinggian di atas 100 meter – 500 mdpl
membentang seluas 53,83%, ketinggian di atas 500 meter – 1.000 mdpl
membentang seluas 9,98%, dan ketinggian di atas 1.000 mdpl membentang seluas
3,73% (http://kedirikab.go.id). Wilayah Kabupaten kediri diapit oleh dua gunung
yang berbeda sifatnya, yaitu Gunung Kelud di sebelah Timur yang bersifat
Vulkanik dan Gunung Wilis disebelah barat yang bersifat non vulkanik,
sedangkan tepat di bagian tengah wilyah Kabupaten Kediri melintas sungai
Brantas yang membelah Wilayah Kabupaten Kediri menjadi dua bagian, yaitu
bagian Barat sungai Brantas: merupakan perbukitan lereng Gunung Wilis dan
Gunung Klotok dan bagian timur Sungai Brantas (http://kedirikab.go.id).
Kondisi iklim pada wilayah Kabupaten Kediri pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Suhu udara berkisar antara 23C
sampai dengan 31C. Secara umum beriklim tropis dengan dua musim. Untuk
udara masih cukup sejuk walaupun tanahnya berdebu dan cuaca bulan Oktober
kemarin tidak terlalu panas dan angin tidak terlalu kencang.
II.2. Sejarah Desa Wates
Versi 1
Pada saat Pemerintahan Kerajaan Kediri yang dipimpin seorang Raja Putri
yang bernama Dewi Kilisuci, pada saat itu Dewi Kilisuci seringkali berkunjung ke
wilayah Gunung Kelud dengan menaiki sebuah kereta kerajaan yang diiringi oleh
semua punggawa – punggawanya dan setiap kali Dewi Kilisuci melakukan
perjalanan ke Gunung Kelud selalu mesanggrah di pertigaan jalan menuju
Gunung Kelud tepatnya kalau sekarang di utara bendaran pertigaan Desa Wates,
Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri. Dewi Kilisuci beserta punggawa -
punggawanya selalu menginap di tempat tersebut sehingga tempat mesanggrah
23
dan menginap Dewi Kilisuci disebutlah batas / wates antara Kediri dan Gunung
Kelud.
Setelah tempat pesanggrahan Dewi Kilisuci itu menjadi ramai dan
banyak pendatang dinamakanlah tempat pesanggrahan tersebut sebagai Desa
Wates sampai sekarang (informan M.Mustofa dari generasi ke generasi).
Sedangkan Pemerintah Desa pada tahun 1974 dengan Kepala Desa Kaseri yang
kemudian digantikan oleh K. Sumono ( Kepala Desa Karteker ) selama 12 tahun,
pada tahun 1986 di desa Wates diadakan Pemilihan Kepala Desa yang
dimenangkan oleh Nur Laila (yang menjabat Kepala Desa Wates selama 27 tahun
karena dalam 3 periode pemilihan Kepala Desa selalu dimenangkan olehnya),
pada tahun 2013 diadakan pemilihan Kepala Desa dimenangkan oleh Darmawan
Amril Nurman (yang menjabat sampai sekarang).
Versi 2
“Lak warga wates ki enek rong (2) kepercayaan mas soal asal-usule desa
wates iki, sepisan enek warga sing percaya lak asal usule kuwi minurut asal-usule
kecamatan sing nduweni jeneng padha yaiku wates utawa batas. Biyen kuwi
critane ngene mas, ana putri saka Kerajaaan Kediri yaiku Dewi Kilisuci sing
didemeni karo Lembu Suro, nanging Dewi Klisuci iki ora seneng karo Lembu
Suro. La Dewi Klisuci gawe sayembara yaiku nduduk sumur kang jeru, Lembu
Suro akhire iso gawe sumur kang jeru ananging Dewi Klisuci tetep ora seneng
karo Lembu Suro, akhire Lembu Suro gawe Sumpah naliko ngubur awake
menyang sumur. Isi sumpahe yaiku intine “mbesok wong Kediri bakal intuk
piwalesku sing kekaping-kaping, Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar,
Tulungagung bakal dadi kedung”. Sak banjure kuwi Dewi Klisuci gawe anjer-
anjer alas sak kulon e gunung kelud diarani wates, iki gawe ngantisipasi lak
gunung kelud mletus isine ben ora mili menyang Kerajaan Kediri. Sampek saiki
banjur alas kuwi mau akeh sing didadekake pemukiman warga, uga diarani
Wates utawa Batas.”
24
II.3. Pola Pemukiman dan Bentuk Rumah
Rumah dan Perumahan, rumah adalah bangunan yang dijadikan tempat
tinggal. Rumah biasanya dihuni oleh orang atau hewan, tapi rumah hewan biasa
disebut sangkar, sarang, atau kandang. Jika perumahan adalah kelompok rumah
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana. Pola persebaran rumah di pedesaan pemukiman
membicarakan dimana terdapat permukiman dalam suatu wilayah. (Triana,
Karlina. 212: 7).
Pengertian pola dan sebaran permukiman kedua tersebut masih ada
kaitanya. Sebaran pemukiman tentunya mengambarkan dimana letak pemukiman
dan ada tidaknya dalam suatu wilayah. Ada beberapa pengklasifikasian pola
persebaran permukiman perdesaan, namun umumnya pola persebaran
permukiman digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu: mengelompok, tersebar,
dan memanjang. (Triana, Karlina. 2012: 8)
Pola persebaran permukiman di Desa Wates mayoritas mengelompok dan
memanjang. Hal itu dikarenakan karena letak geografis lingkunganya. Pola
pemukiman mengelompok banyak ditemui di sekitar area tengah Desa Wates.
Dan pola pemukiman memanjang di terapkan masyarakat Wates yang tempat
tinggalnya di pinggir jalan raya, mereka mengikuti pola jalan raya yang
memanjang sepanjang jaringan jalan (jalan raya). Selain itu pola mengelompok
dipilih karena memang mayoritas masih kerabat. Tidak sedikit juga yang
rumahnya juga dekat dengan area perkebunan dan tempat ternak mereka.
Di Desa Wates juga terdapat jalan raya dan jalan kecil untuk
menghubungkan antar dusun atau antar kota dan desa lainya. Jalan adalah suatu
prasarana transportasi darat. Dari hasil data yang peneliti dapat ketika penelitian,
jalanan di Desa Wates sudah dalam kondisi baik, bahkan jalan menuju sawah
sudah di paving. Hal itu dilakukan pemerintah setempat untuk menunjang
kelancaran proses perekonomian warga. Dan memang ada dana untuk
pembangunan desa.
25
II.4. Tata Guna Tanah dan Pertanian
Luas wilayah Desa Wates dengan luas wilayah 171.130 Ha. Desa Wates
terdiri dari Tiga Dusun, yaitu Dusun Wates, Dusun Pesanggrahan, dan Dusun
Bondo. Desa Wates juga ada pembagian wilayah diantaranya : area persawahan,
area tegalan/kebun, area Hunian, dan area non pertanian.
9%
10%
Sawah 59 Ha
Tegalan 50 Ha
26
tersebut dibangun karena memang kebutuhan masyarakat setempat dan letak Desa
yang startegis. Letak strategis nampak bahwa Desa Wates memiliki Jalan Raya
utama untuk perhubungan antar kota Kediri dengan kota lainnya.
Dari situ dapat dilihat bahwasanya tata guna tanah di Desa Wates memang
banyak di gunakan untuk area persawahan. Selain itu nampak hunian warga, dan
bangunan-bangunan dalam kepentingan masyarakat, dan kantor pemerintahan
setempat.
II.5. Administrasi dan Struktur Pemerintahan Desa
II.5.1. Struktur Pemerintahan Desa Wates
Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa Pasal 1 ayat (2)
menyebutkan bahwa
“pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik indonesia.”
Dalam undang-undang yang sama pada Pasal 1 ayat (3) menyebutkan
“Pemerintahan Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan
nama lain dibantu Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggaraan
Pemerintahan Desa.
Implementasi dari Undang-Undang tersebut nampak pada bagan susunan
organisasi pemenrintahan Desa Wates berikut ini.
27
Bagan 1.
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Wates
BPD Kepala
Desa
Sekretaris
Desa
No Nama Jabatan
1 Darmawan A.N Kepala Desa
28
9 - Kasun Pesanggrahan
10 Nono Puji Asmoro Kasun Bondo
Sumber: Dokemen tertulis Desa Wates, Kediri.
Dari data tersebut nampak ada beberapa bagian susunan organisasi yang
masih kosong. Hal tersebut dikarenakan belum ada seseorang yang dianggap
mampu untuk mengisi bidang tersebut. Akibatnya ada seorang warga yang telah
pensiun dari jabatan pemerintahan dan masih menjalankan pekerjaannya di dalam
pemerintahan desa.
Informasi juga didapatkan dari pihak pegawai kantor pemerintahan, ada
kutipan wawancara yang menunjukkan sifat kepemimpinan di Desa Wates,
“Saya Pak Kaur Keuangan. Tapi ndek deso yo sopo-sopo mas. Nek
enek laporan, yowes sing kulino kene karo urusan kepolisian yo kene
sing laporan. Yo wes wong-wong e masyarakat iki kan gandeng-
gandengan cedek karo endi. Pas pethuk e iki yo karo iki senengane,
tapi lek masalah administrasi tetep aku.”
Dari data diatas menunjukan bahwa opini dari salah satu pegawai pemerintah dan
pegawai pemerintahan desa yang pensiun menunjukkan bahwa kepemimpinan di
desa Wates masih bersifat polimorfik, yaitu kepemimpinan seseorang dalam
bidang tertentu akan melahirkan kepemimpinan yang sama dalam bidang-bidang
kehidupan yang lain. Artinya, satu orang dapat menguasai banyak bidang yang
dibutuhkan masyarakat. Hal tersebut menggambarkan bahwa diferensiasi
sosialnya masih rendah.
Selain struktur pemerintahan yang ada di kantor desa, ada pula lembaga-
lembaga maupun organisasi yang ada di Desa Wates yang masih aktif dan
melakukan program kerja demi kesejahteraan masyarakat Desa Wates. Namun di
Desa Wates ini belum dibentuk Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Mereka
masih memusyawarahkan siapa saja yang akan menjadi pengurus dari BUM Desa.
Berikut merupakan beberapa data lembaga Permusyawaratan Desa, LPMD,
Karang taruna, dan PKK.
29
II.5.2. Badan Permusyawaratan Desa
Dalam Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 halaman 2 disebutkan
bahwa
“Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain
adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.”
No Nama Jabatan
3 Mashuri Bendahara
5 M. Rodji Anggota
9 Karyudi Anggota
30
mitra pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga
kemasyarakatan mempunyai tugas membantu pemerintah Desa dan merupakan
mitra dalam memberdayakan masyarakat Desa. Pembentukan lembaga
kemasyarakatan ditetapkan dengan peraturan Desa. Hubungan kerja antara
lembaga kemasyarakatan dengan pemerintahan Desa bersifat kemitraan,
konsultatif dan koordinatif.
Sesuai yang ada dalam Undang-undang No. 6 Taun 2014 tentang Desa,
No Nama Jabatan
1 Setiono Ketua
3 Mujiono Bendahara
4 Roni Sekretaris
5 Regeng Anggota
6 Kojin Anggota
7 Naryo Anggota
8 Mujianto Anggota
9 Harianto Anggota
31
1) Karang Taruna
Program kerja yang dilakukan karang Taruna Wates yang masih berjalan
yakni mengadakan perlombaan pada pekan 17 Agustus, yakni ketika Dirgahayu
Indonesia. Selain itu para pemuda melakukan latihan seni Jaranan sebagai wujud
melestarikan tarian budaya Jawa Timur. Mereka melakukan pentasJaranan
dengan kirap mengelilingi desa. Berikut data kepengurusan karang taruna Desa
Wates.
No Nama Jabatan
5 Dimas Anggota
6 Andri Anggota
7 Iwan Anggota
8 Irwan Anggota
9 Atik Anggota
10 Dina Anggota
PKK merupakan wadah untuk membina keluarga yang ada didesa maupun
kota untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga yang mandiri dan
mengimplementasikan sesuai pancasila. Kegiatan PKK di Desa Wates selain
melakukan pertemuan, adapula sinoman, pengajian, datang sosialisasi mengenai
survey mawas diri, pengecekan kesehatan gratis, pelaksanaan program KB, dan
lain-lain.
No Nama Jabatan
1 Sri Utami Ketua
Sri Sedosoningsih Ketua I
Nunuk Puryamiati Ketua II
2 Yuli Astuti Sekretaris I
Septiana Lestari Sekretaris II
3 Nila Handriani Bendahara I
Suwarsih Bendahara II
4 Choirul Rahmawati Bidang Umum
Deni
Mariati
Atik
33
5 Yekti Suci Hariyati Katua Pokja I
Siti Mariyam Wakil Ketua
Nurhayati Sekretaris
Amin Anggota
Fatim Anggota
6 Iriani Katua Pokja II
Sri Utami Wakil Ketua
Suyanti Sekretaris
Siti Rokanah Anggota
Farida Anggota
7 Nanik Sholekah Katua Pokja III
Dwi Kartika Wakil Ketua
Tri Hernani Sekretaris
Markinah Anggota
Sutilah Anggota
8 Firmadani Katua Pokja IV
Sulis Wakil Ketua
Purwaningsih Sekretaris
Setyo Budi Purwati Anggota
Purwatik Anggota
34
Tabel 6 : Jumlah Penduduk menurut Usia dan Jenis Kelamin Desa Wates
Jumlah Penduduk
Golongan Umur Jumlah
L P
0 Bln – 12 Bln 75 77 652
13 Bln – 4 Thn 20 25 45
5 Thn – 6 Thn 68 45 113
7 Thn – 12 Thn 140 117 357
13 Thn – 15 Thn 80 44 164
16 Thn – 18 Thn 86 35 171
19 Thn – 25 Thn 143 153 299
26 Thn – 35 Thn 179 166 645
36 Thn – 45 Thn 209 232 641
46 Thn – 50 Thn 145 49 264
51 Thn – 60 Thn 124 120 444
61 Tahun keatas 564 757 2009
Jumlah 1.833 1.820 3.563
35
II.6.2 Jumlah Penduduk menurut Agama
Ditinjau dari segi agama dan kepercayaan masyarakat Desa Wates
mayoritas beragama Islam, dengan rincian data sebagai berikut :
Islam : 3.179
Kristen : 81
Katholik : 11
Tabel 8 : Data Agama berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Wates
DATA AGAMA LAKI- PEREMPUAN JUMLAH
LAKI
ISLAM 1562 1617 3. 179
KRISTEN 42 39 81
KATHOLIK 5 0 11
HINDU 0 0 0
BUDHA 0 0 0
KONG HU CHU 0 0 0
LAINYA 0 0 0
JUMLAH DATA 1609 1662 3271
Sumber Data : Data Potensi Sosial Ekonomi Desa/Kelurahan Tahun 2015
II.6.3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh pada kualitas sumberdaya manusia.
Proses pembangunan Desa akan berjalan dengan lancar apabila masyarakat
memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Akses untuk mendapatkan
pendidikan jauh lebih mudah karena jarak tempat pendidikan baik tingkat SD
sampai SMA dekat dengan pemukiman warga. Data penduduk menurut
tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel berikut. berikut
36
Tabel 9 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa
Wates
38
TABEL 13 : FASILITAS PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DI DESA
WATES
No. Jenis Fasilitas Jumlah No. Jenis Fasilitas Jumlah
Pendidikan Kesehatan
1. Gedung TK 1 1. Puskesmas 1
Pembantu
2. Gedung SD 2 2. Posyandu 4
3. Gedung SLTP 1
4. Gedung SLTA/ SMK 1
Nyadran berasal dari kata sadran yang berarti ziarah kubur (Hakim,
2015:90). Upcara tradisi nyadran merupakan tradisi yang diturunkan melalui lisan
dari generasi ke generasi sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas
keselamatan, rezeki yang didapat, dan kesehatan. Kegiatan nyadran Desa Wates
39
di wujudkan dengan bersih desa, mengunjungi makam para leluhur, pengajian,
dan kenduri.
Selain itu terdapat tradisi megengan yang masih dilakukan ketika
menjelang Bulan Suci Ramadhan bagi umat Islam. Megengan diartikan sebagai
kirm-kirim hantaran makanan sebagai manifestasi dari praktik doa bagi semua
keluarga sanak saudaranya yang masih hidup dan saling bersilaturahmi, saling
memaafkan dan membantu untuk siap memasuki ibadah puasa dengan rasa yang
suci dan penuh suka cita menajdi kesadaran orang Islam Jawa
(diglib.uinsby.ac.id).
“Jadi megengan itu kan untuk slametannya orang meninggal. Pasti
komplit apem, serundeng, mie itu pasti ada. Nanti setiap mushola
lingkungane slametan dewe-dewe. Waktunya tidak bersamaan tapi
tetep di bulan itu. Megengan nanti ditutup dengan maleman. Awal kita
menyambut puasanya megengan, selesainya mau lebaran, kita
namanya maleman. Malem selikur sampai malem dua sembilan kita
ambil yang mana.”
II.8. Sistem Peralatan dan Perlengkapan Hidup
Di dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat tentunya tidak akan terlepas
dari penggunaan peralatan dan teknologi yang dapat membantunya untuk
memudahkan kegiatan atau pekerjaannya. Peralatan yang berasal dari kata dasar
alat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perkakas; perabotan; ataupun
benda yang dipakai untuk melaksanakan sesuatu. Dapat dipahami bahwa
teknologi adalah sebuah sarana yang menyediakan barang-barang yang diperlukan
bagi kelangsungan dan kenyamanan untuk kehidupan manusia.
Sistem peralatan dan teknologi merupakan salah satu dari tujuh unsur
budaya menurut Koentjaraningrat. Terdapat delapan macam sistem peralatan dan
unsur kebudayaan psikis yang digunakan oleh masyarakat desa, yaitu: (a) Alat-
alat produktif, (b) Senjata, (c) wadah, (d) alat-alat menyalakan api, (e) makanan,
minuman, bahan pembangkit gairah, dan jamu-jamuan, (f) pakaian dan perhiasan,
40
(g) tempat berlindung dan perumahan, dan (h) alat-alat transportasi
(Koentjaraningrat, 2015).
41
II.8.3. Wadah
42
terlihat sederhana. Selain menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk
menyalakan api, juga sudah banyak warga yang menggunakan kompor gas LPG.
43
II.8.7. Tempat Berlindung dan Perumahan
Rumah merupakan tempat tinggal manusia yang berfungsi untuk tempat
berlindung diri sendiri dan keluarga, dari panas terik matahari dan juga hujan.
Setiap daerah memiliki pola tatanan rumah yang berbeda-beda. Setiap rumah pun
memiliki bentuk dan pola yang berbeda-beda, hal ini berkaitan dengan seni.
Tempat berlindung dan perumahan termasuk dalam peralatan, yang bahan-
bahannya berasal dari berbagai bahan baku. Seperti batu, kayu, pasir, semen,
bambu, dan lain-lain.
44
Antropologi yang mempelajari tentang aspek kehidupan seseorang yang
berasal dari desa ataupun pengaruh dari industri terhadap daerah pedesaan
(Koentjaraningrat, 2015). Contohnya seperti informan yang menjadi fokus
informasi kami yaitu Pak Toyo. Beliau merupakan seorang petani yang memiliki
pekerjaan sampingan yaitu membuat tahu. Pak Toyo membuat tahu dalam jumlah
yang sedikit, dalam setiap pembutannya selalu menggunakan peralatan yang
khusus untuk pembuatan tahu. Di samping itu, Pak Toyo juga memiliki ternak
sapi yaitu sejumlah empat ekor. Pak Toyo memeliharanya dengan diberi pakan
ampas tahu yang juga merupakan makanannya sapi.
45
1. Peralatan yang digunakan masih sangat sederhana, tidak jarang bahkan ada
beberapa yang membuat sendiri
2. Usaha yang dilakukan baru ditingkat untuk memenuhi kebutuhanya sendiri
3. Masi besar semangat gotong royong dalam memenuhi kebutuhan hidup
antar sesama
4. Belum terlalu memanfaatkan adanya pasar di desa Wates dalam usaha
berdagangnya
Melihat berbagai corak mata pencaharian tersebut, maka bisa dibagi dalam sub
bidang anatara lain :
II.9.1. Pertanian
Kehidupan masyarakat Wates tidak lepas dari pertanian, meskipun ada
beberapa masyarakatnya yang usaha sampingan juga melakukannya. Dalam hal
ini masayarakat bukan tanpa alasan mengapa mereka memilih bertani hal itu
karena letak wilayahnya yang sangat subur dan cocok untuk jenis tanaman
hortikultura.
Di daerah Wates sendiri mereka mayoritas menanam tebu hal ini dilakukan
oleh masyarakat sekitar karena alasan tanah mereka yang subur dan mengandung
unsur hara yang tinggi yang cocok untuk jenis tanaman seperti tebu, dan
perawatanya juga tidak terlalu sulit, selain itu alasan lain juga karena faktor
tempat tinggal mereka yang dekat dengan pabrik-pabrik tebu.
Selain tebu masyarakat Wates juga ada yang menanam jenis tanaman
sayuran dan buah misalnya :
a. Cabe
b. Tomat
c. Semangka
d. Nanas
e. Kacang panjang
f. Jagung
g. Kacang tanah
h. Ketela, dll
46
Ada beberapa yang pindah haluan dalam jenis tanaman yang biasa mereka
tanam, hal itu karena dirasa ahkir-akhir ini harga tebu mulai turun drastis oleh
sebab itu mereka pindah ke tanaman jenis sayuran. Meskipun mereka juga bilang
kalau cara perawatan tanaman sayuran lebih susah dan rumit tetapi tetap mereka
lakukan karena hasil panen yang sangat menggiurkan keuntunganya. Tidak sedikit
juga yang memilih dengan cara tumpang sari biasanya mereka tetap menanam
tebu tapi juga diselingi dengan kacang tanah, jagung atau yang lainya.
II.9.2. Berternak
Masyarakat Wates ada beberapa yang berternak, mulai dari sapi, kuda,
ayam, kambing, kelinci, burung, dan lain-lain. Bisanya mereka melihara jenis sapi
dan kambing untuk simpanan jangka panjang dengan istilah (tabungan hidup)
mereka di kala butuh biayaya dadakan karena dirasa mereka sapi dan kambing
bisa tambah jumlahnya jika dipelihara jangka panjang. Kalau untuk kuda sendiri
biasanya mereka gunakan untuk keperluan ke sawah, untuk membantu mereka
(petani) membawa barang-barang yang berat. Dan kalau untuk jenis ayam,burung,
dan kelinci mereka pelihara hanya sebatas punya saja, belum sekala yang besar.
II.9.3. Berdagang
Karena daerah Wates yang semi kota dan letaknya langsung bersebalahan
jalan raya hal itu dimanfaatkan oleh warganya untuk berdagang, mulai dari buka
toko dan warung makan. Apalagi yang kebetulan rumahnya dipinggir jalan ada
yang bukak toko baju atau yang lainya, ada banyak jenis warung makan juga yang
tersedia di sana.
II.9.4. Usaha Rumahan
Di beberapa warga tidak mungkin hanya mengandalkan hasil kebun saja,
mereka juga ada yang usaha rumahan seperti membuat tahu dan kerupuk
meskipun usaha yang mereka lakukan di skala kecil, tapi usaha mereka seperti
membuat tahu sudah dari sejak dulu dan sistem turun-temurun.
II.9.5. Bengkel
Karena letak Desa yang di pinggir jalan raya membuat warga yang punya
keahlian di bidang mesin juga mendorong mereka untuk membuka bengkel, mulai
47
dari bengkel motor hingga mobil. Biasanya yang buka usaha tersebut dari orang
kalangan muda dan orang wirasuwasta.
II.9.6. TKW
Di rasa mereka para ibu-ibu muda tidak bisa mencari uang di desanya
sendiri mereka memilih untuk pergi ke luar negeri guna mencukupi kebutuhan
hidupnya dan mereka berkeinginan merubah nasibnya menjadi lebih baik, tetapi di
Desa Wates sendiri hanya beberapa saja yang memilih untuk menjadi TKW.
II.9.7. Usaha Mebel Kayu
Usaha mebel kayu menjadi pilihan tersendiri bagi beberapa orang untuk
mata pencaharian hidupnya, di wates sendiri juga banyak yang membuka usaha
bisnis mebel kayu. Itu dipilih mereka karena dirasa mereka pekerjaan yang tidak
terlalu berat dan mereka juga kerjanya di dalam ruangan (tidak kepanasan).
II.9.8. Buruh Pabrik
Disamping usaha mebel dan beternak yang juga merupakan mata
pencaharian. Buruh pabrik juga dipilih sebagian warga Wates untuk menjadi
sumber mata pencaharian juga mereka memilih buruh pabrik dengan alasan
karena tempatnya dekat dengan rumah mereka juga, dan di Wates sendiri juga ada
beberapa pabrik yang berdiri disana. Buruh pabrik sendiri juga dilakukan oleh
kalangan ibuk-ibuk dan bapak-bapak.
II.10. Organisasi Sosial dan Kekerabatan
Setiap individu yang lahir terikat dengan struktur sosial masyarakat secara
langsung maupun tidak langsung. Kehidupan masyarakat diatur oleh aturan-
aturan, norma-norma dan adat istiadat yang telah disepakati. Aturan-aturan
tersebut dijadikan pedoman hidup bersama dalam sebuah kelompok masyarakat
yang dapat dijadikan pembeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Unsur
budaya berupa sistem organisasi sosial dan kekerabatan merupakan usaha
antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui
berbagai kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat (1990: 366) tiap kehidupan
kelompok masyarakat diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai
berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul
sehari-hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu
48
keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia akan
digolongkan ke dalam tingkatan-tingkatan lokalitas geografis untuk membentuk
organisasi sosial dalam kehidupannya.
Dari hasil observasi peneliti, di Desa Wates organisasi sosial yang berupa
kekerabatan bersifat bilineal, yakni prinsip menghitung hubungan kekerabatan
melalui kerabat pria maupun wanita. Dalam konteks budaya Jawa, keluarga Jawa
memiliki ciri-ciri sistem kekerabatan yang bersifat bilateral, generasional, bersisi
dua dan turun temurun. Hal ini membuat cakupan sebuah keluarga dalam
pandangan Jawa sangat luas (Suseno, 1996: 16). Keluarga tidak hanya mencakup
keluarga inti dan sanak saudara dari ayah dan ibu tetapi juga semua generasi baik
yang sesudah maupun yang sebelum diri.
Masih ada beberapa ditemui rumah-rumah Joglo tradisional Jawa yang
secara turun-menurun di huni oleh keturunannya. Ada informan yang mengatakan
bahwa rumah tersebut adalah peninggalan kakek yang turun ke ayahnya dan saat
ini ditempati oleh informan tersebut.
Selain berkaitan dengan kekerabatan, terdapat organisasi sosial yang khas
karena pengaruh lokalitas geografis, yakni adanya kelompok tani. Di Wates ada 2
(dua) kelompok tani yang masih aktif, yaitu Kelompok Tani Maju dan Kelompok
Tani Makmur.
Kelompok Tani Makmur telah didirikan pada tahun 1976 yang berisikan
golongan tua. Usianya menimal 50 tahun. Generasinya sudah pada generasi
kedua. Kegiatannya berupa perkumpulan untuk berbagi informasi. Dilakukan
dengan anjangsana. Pertemuannya dilakukan setiap tanggal 11.
Kelompok Tani Maju pada waktu dulu adalah golongan petani muda dan
sudah berbadan hukum. Pertemuannya setiap hari jumat legi juga dilakuakan
dengan anjangsana.
II. 11. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan merupakan salah satu wujud kebudayaan berdasarkan
sistem ide. Memang jarang manusia yang dapat membaca pikiran manusia
lainnya, namun dalam perilakunya sehari-hari dapat diketahui bagaimana pola
alam pikir individu tersebut. Sistem pengetahuan dalam kultural universal
49
berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan
bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia.
Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan
manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya. Selain itu,
manusia tidak dapat membuat alat-alat apabila tidak mengetahui dengan teliti ciri
ciri bahan mentah yang mereka pakai untuk membuat alat-alat tersebut. Tiap
kebudayaan selalu mempunyai suatu himpunan pengetahuan tentang alam,
tumbuh-tumbuhan, binatang, benda, dan manusia yang ada di sekitarnya (Al
Khafidz, 2014: 26).
Hasil observasi dan wawancara berkaitan sistem pengetahuan masyarakat
Desa Wates terdapat klasifikasi dalam bidang kehidupan, yakni
II.11.1. Sistem Pengetahuan Bidang Pendidikan
Tabel 14 : Pendidikan Penduduk Desa Wates Bulan Oktober 2018
NO. DATA PENDIDIKAN LAKI- PEREMPUAN JUMLAH
LAKI
1. Tidak/Belum Sekolah 254 244 498
2. Belum Tamat SD/Sderajat 205 242 447
3. Tamat SD/Sederajat 356 406 762
4. SLTP/Sederajat 275 315 590
5. SLTA/Sederajat 418 354 772
6. Diploma I/II 9 11 20
7. Akademi/Diploma III/S. 14 8 22
Muda
8. Diploma IV/Strata I 71 79 150
9. Strata II 7 3 10
10. Strata III 0 0 0
Jumlah Data 1.609 1.662 3.271
Sumber: Dokumen Kependudukan Desa Wates Kediri
Selain data resmi, hasil observasi peneliti di Desa Wates memang terdapat
beberapa sekolah negeri seperti SMP Negeri 1 Wates yang lokasinya di Jl. Raya
50
Kediri. Selain itu terdapat SMK swasta, dan Pondok Pesantren. Menurut beberapa
informan, pendidikan saat ini adalah hal yang penting bagi semua orang, terutama
generasi penerus. Hal tersebut nampak pada informan yang selalu mengatakan
bahwa anak-anak yang dapat sekolah tinggi adalah anak yang beruntung. Orang
tua mengharapkan anaknya minimal kuliah hingga strata satu. Banyak anak-anak
petani yang merantau untuk melanjutkan studi kejenjang yang lebih tinggi di kota.
Sadar akan pentingnya pendidikan telah nampak pada beberapa masyarakat di
Desa Wates.
II.11.2. Sistem Pengetahuan Bidang Teknologi
Dalam teknologi pertanian, petani menggunakan alat yang tradisional
maupun modern. Berikut merupakan alat pertanian yang ditemui dan digunakan
para petani.
1) Sistem Infus
Sistem pengairan yang digunakan petani hortikultura menunjukkan adanya
modernisasi, yakni berupa sistem infus.
“Jadi sistemnya kita sudah nggak pengairan ndak manual. Kita lebih
efektif sistemnya pake infus.”
51
3) Traktor
Di dunia pertanian, pengelolahan tanah adalah satu aspek penting yang
dilakukan sebelum melakukan penanaman. Traktor menjadi salah satu teknologi
yang digunakan petani Hortikultura untuk mengelola tanahnya. Traktor
merupakan mesin pengolah tanah yang dapat memudahkan kegiatan kerja
manusia dengan menghemat tenaga sumber daya manusia (Afandi, dkk.:2015: 3).
Namun menurut informan, penggunaan traktor selain mengurangi tenaga kerja
manusia, traktor membuat tanah menjadi lebih keras.
4) Tenaga Hewan
Walaupun teknologi traktor juga sudah sering digunakan petani untuk
pengelolahan tanah, petani juga menggunakan tenaga hewan yakni sapi untuk
membajak sawah. Petani mengatakan bahwa hasil bajak sawah menggunakan sapi
membuat tanahnya lebih gembur.
5) Plastik Mulsa
Cara penanaman cabe dengan menggunakan plastik mulsa ini untuk
mempermudah persiapan, perawatan, dan meminimalisisr biaya.
II.11.3.Sistem Pengetahuan Bidang Kesehatan
Setiap hari sabtu dan minggu di lingkungan Desa Wates terdapat kegiatan
senam. Hari Sabtu senam dilakukan di area lahan Kantor Desa yang diikuti sekitar
20 orang perempuan dari usia muda hingga paruh baya. Dipimpin oleh 1
instruktur senam yang juga perempuan. Ada juga tersedia tempat fitness bagi
masyarakat yang igin lebih intens berolahraga tanpa batasan kurun hari.
“Nanti jenengan kalau nyari Pak Mustofa, itu jam e siang kerumah
dulu, nanti jam berapa adanya. Itu yang ada fitnesnya tau nggak?”
Di Wates juga ada bebrapa gerakan kesehatan seperti WPA (Warga Peduli
AIDS) dan LSM SUAR. Kedua lembaga tersebut bekerja sama agar warga Wates
terhindar dari penyakit membahayakan HIV AIDS. Salah satu program sosialisasi
yang mereka lakukan yakni melarang untuk memandikan jenazah dengan cara
52
dipangku. Hal tersebut dihindari karena khawatir terkena penyakit menular,
khususnya HIV AIDS.
“Opo ngono onok jenenge. Lali aku. Komunitase opo ngono. Mboh
lali aku. Pokoke enek pos e opo ngunu jenenge. Klinik satelit opo
ngunu jenenge. Ada tiga pos. Kantornya sebenarnya sini, yang jelek
itu (sambil menunjuk gedung di luar aula), yang ini lo. Ada gedung
kecil, gedung kuwi kajene kantore. Tapi wonge purna. Kuwi, terusno
nggene daleme pak mudin, terus karo nggonku, terus karo LSM
jenenge SUAR. SUAR ini dia mempromosikan bahwa sekarang ini
menggencarkan kalau memandikan jenazah tidak boleh dipangku.
Wates pioneer e kuwi. Dadi nggonku ki lek ngedusi wong meninggal
gak oleh di pangku, tapi disediakan tempat khusus untuk memandikan
jenazah.”
Selain itu setiap bulan dilakukan dan dibuka pelayanan kesehata selai
puskesmas, seperti posyandu balita, posbindu, dan kelas ibu hamil.
“Ya satu bulan sekali, pokoke sing satu bulan sekali ya posyandu
balita, posyandu lansia, posbindu, kelas ibu hamil, pleno PKK desa,
pleno PKK kecamatan, pengajian tingkat desa, pengajian tingkat
kecamatan wi onok danane setiap kegiatan, wakeh to?”
II.11.4. Sistem Pengetahuan Bidang Lingkungan
Dalam mencapai kehidupan yang bersih dan sehat diperlukan perhatian
pada ligkungan pemukiman yang sehat. Sampah merupakan salah satu
permasalahan lingkungan yang sudah darurat, khususnya di Indonesia.
58
Tabel 15 : Data Agama berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Wates
NO. DATA AGAMA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1. Islam 1.562 1.617 3.179
2. Kristen 42 39 81
3. Katholik 5 6 11
4. Hindu 0 0 0
5. Budha 0 0 0
6. Kong Hu Chu 0 0 0
7. Lainnya 0 0 0
Jumlah Data 1.609 1.662 3.271
59
“kalau jenengan tiap hari sekarang itu kan di setiap mushola punya
jama’ah sendiri-sendiri. Hampir setiap malam ada diadakan. Ngaji.
Kan disini musholanya banyak toh mbak. Semua punya jama’ah
sendiri, di lingkungan sendiri nanti ada yang satu desa sebulan sekali.
Rutin lah, kalau untuk kegiatan keagamaannya rutin.”
60
BAB III
REFLEKSI METODOLOGIS
72
III.2. Bobby Wahyu Wicaksono (NIM. 071611733008)
Tulisan berikut ini merupakan hasil refleksi metodologis dari perjalanan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) mata kuliah Antropologi Perdesaan dan Metode
Etnografi selama lima hari sejak tanggal 24-28 Oktober 2018 di Desa Wates,
Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur. Hasil refleksi
metodologi ini menggambarkan bagaimana suatu kegiatan penelitian lapangan
dilakukan dengan mengacu kepada landasan teoritis dan teknik-teknik
penelitian yang lazim digunakan dalam antropologi.
Dalam tulisan ini akan terurai bagaimana kisah perjalanan dan kiat-
kiat mencari dan mengumpulkan data, menentukan teknik wawancara yang
tepat, dan memilih informan dalam penelitian. Penulis juga menyertakan
bagaimana kendala-kendala yang dijumpai di lapangan, dan juga
kekecewaan dan kecerian yang senantiasa akrab menyertai penulis dalam
perjalanan penelitian ini.
Kesehatan fisik juga perlu dijaga sebelum terjun ke lokasi penelitian, dan
juga persediaan beberapa jenis-obat-obatan ringan sebagai persiapan di lapangan.
Hal ini perlu mendapat priorotas, sebab menurut Geertz (1983), peneliti adalah
merupakan alat yang sangat penting dalam mengumpulkan dan mencatat data,
sehingga kesehatan peneliti di lapangan perlu dijaga, di samping perlunya alat-alat
bantu seperti alat tulis, kamera dan lain-lain. Hal terakhir yang sata persiapkan
adalah barang-barang keperluan pribadi dan alat bantu penelitian lapangan,
seperti; catatan lapangan, pena, pinsil, hp, dan beberapa buku yang penting untuk
mendukung kegiatan penelitian. Hal terakhir ini dipersiapkan juga bersama
dengan teman-teman satu kelompok. Semua keperluan pribadi dan perlengkapan
lainnya saya catat dengan rinci dalam catatan pribadi agar tidak ketinggalan dan
hilang, seperti yang dikemukakan oleh Geertz (1983).
Rabu, 24 Oktober 2018. Pada hari ini penulis akan melaksanakan kegiatan
PKL yang bertempat di Desa Wates, Kabupaten Kediri. Malam hari sebelumnya,
penulis telah menyiapkan perlengkapan penelitian lapangan mulai dari pakaian
hingga alat tulis untuk mencatat hasil kegiatan lapangan ketika melakukan
penelitian disana nantinya. Pukul lima pagi penulis bangun dari tidur kemudian
73
mandi dan melaksanakan sholat subuh. Barang bawaan sudah siap untuk dibawa
menuju ke tempat PKL. Untuk menuju ke sana penulis berangkat dengan menaiki
kereta Dhoho dulu dari Stasiun Gubeng Lama Surabaya, berangkat dari Surabaya
menuju Stasiun Ngadiluwih, Kabupaten Kediri membutuhkan waktu sekitar 3 jam
lebih. Setelah sampai di Ngadiluwih sekitar pukul setengah dua belas penulis
dijemput menggunakan Truck bersama untuk menuju Kecamatan, untuk menuju
Kecamatan Wates kira-kira memakan waktu 20 menitan. Di Kecamatan Wates
kedatangan penulis diterima dan disambut dengan baik dengan bapak Sekretaris
Camat, yaitu Bapak Supriadi. Dari Kecamatan, penulis menuju tempat PKL yaitu
di Desa Wates yang berjarak tak jauh jika ditempuh menggunakan Truck kurang
lebih 3 km dari Kecamatan. Penulis tiba di Desa Wates kemudian menuju Balai
Desa, disinilah tempat tinggal penulis selama kegiatan PKL berlangsung selama
lima hari.
Penelitian ini merupakan kegiatan PKL yang kedua kalinya penulis
lakukan di wilayah Kediri, sebelumnya melakukan penelitian tentang pernikahan
etan kulon kali di Kediri ini. Rasa khawatir sudah tentu ada, terutama soal
kemampuan penulis untuk beradaptasi dan berkomunikasi agar dapat berbaur
dengan masyarakat setempat di desa ini. Rasa khawatir penulis menjadi sedikit
berkurang karena lokasi penelitian terletak tidak terlalu jauh dari Surabaya dan
pengalaman sebelumnya, dimana bahasa yang digunakan sehari-hari tidak jauh
dengan bahasa yang penulis gunakan, namun bahasa disini menggunakan bahasa
Jawa Krama. Penulis hanya bisa sedikit-sedikit bahasa Krama. Kekhawatiran juga
semakin sedikit karena masyarakat Desa Wates ternyata dapat mengerti Bahasa
Indonesia. Hal ini membuat kendala bahasa dapat dikesampingkan untuk
sementara waktu, setidaknya pada hari-hari pertama penelitian. Kekhawatiran ini
timbul karena penulis tidak dapat berbahasa Krama dengan baik secara aktif
maupun pasif. Sementara, penguasaan bahasa lokal bagi seorang penulis menurut
Malinowski (1950) adalah masalah paling penting dalam mencari dan
mengumpulkan data yang baik dalam suatu penelitian antropologi.
Di Balai Desa penulis beristirahat sejenak bersama satu kelompok untuk
melepas lelah dari perjalan sebelum turun ke lapangan. Penulis bertemu dengan
74
Pak Bayan, yaitu Pak Sariadi. Dengannya saling berbicara ringan untuk
mengakrabkan kami berdua sambil mencari informasi dari beliau. Beliau
kemudian mengajak ke rumahnya, disana bertemu dengan istrinya, yaitu Bu
Bayan kami memanggilnya. Dengan beliau juga berbincang-bincang sambil
mencari-cari informasi untuk kebutuhan data tugas kelompok.
Gambaran awal kelompok setelah setelah ditetapkan lokasi PKL oleh
dosen pengampu kedua mata kuliah tersebut bahwa Desa Wates adalah lokasi
penelitian kami. Mengetahui lokasi penelitian kami berdiskusi sebelumnya di
Surabaya adalah tentang masalah yang akan diteliti yaitu tentang petani tebu.
Penulis melihat kondisi tanah persawahan Desa Wates ini cenderung
berpasir berbeda dengan tanah persawahan lainnya, mungkin lokasinya yang
berdekatan dengan Gunung Kelud membuat tanah di Desa Wates menjadi berpasir
karena letusan dari abu vulkanik Gunung Kelud ketika meletus sebelumnya,
sehingga tanah sawah di desa ini kurang cocok untuk ditanami padi, cocoknya
ditanami tanaman tebu karena tidak terlalu membutuhkan banyak air, berbeda
dengan tanaman padi yang banyak membutuhkan air karena pasir sendiri lebih
menyerap air. Sebelumnya informasi tentang Desa Wates mulai dikumpulkan dari
beberapa teman-teman yang mengetahui tentang kondisi tempat PKL, juga
informasi dari internet.
Dari situlah, penulis mendapat informasi bahwa banyak warga desa disini
yang menjadi petani tebu dan petani hortikulura. Seluruh informasi yang
kelompok kumpulkan terfokus pada kegiatan pertanian, karena materi ini yang
menjadi fokus penelitian.
Ketika berjalan-jalan bersama teman-teman di desa ini juga banyak
ditemui tanaman Hortikultura, seperti nanas, labu, dan lain-lainnya yang ditanam
di areal halaman rumah warga setempat. Disana juga ada pabrik tahu yang sudah
berdiri sejak lama. Di pukul 4 sore ada pertandingan sepak bola di lapangan depan
Balai Desa, Wates Cup namanya yang mempertemukan tim Kancil Mas dan Satria
Tua, dimana pertandingan itu tim Kancil Mas keluar sebagai pemenang dengan
mengalahkan Satria Tua dengan skor yang mencolok 6-1 juga mengantarkan tim
tersebut melaju ke semi final. Selama pertandingan berjalan penulis tak lupa
75
bahwa momen ini adalah momen untuk proses pendeketan dengan warga desa,
sambil ngobrol-ngobrol juga mencari informasi dari warga desa tentang Desa
Wates ini. Pencarian informasi yang seperti ini merupakan suatu persiapan mental
awal untuk menghadapai arena baru. Hal ini diperlukan mengingat penulis adalah
“orang asing” bagi masyarakat yang didatangi. Dengan mengutip Chambers
(1983) peneliti adalah “orang luar” yang bukan orang desa setempat. Menurut
Chambers (1983), kesadaran sebagai “orang luar” dari si peneliti ini sangat
diperlukan untuk mengantisipasi hambatan kultural dan struktural yang nantinya
dapat menghasilkan ‘bias’ dalam penelitian.
Malam hari di Balai Desa ada warga dan pemuda desa sedang melakukan
latihan rutin di pelataran Balai Desa, mereka berlatih tari jaranan dan kami
melihat latihan mereka. Sebentar saja kami melihatnya karena kondisi badan yang
agak lelah membuat kami masuk ke Balai Desa untuk beristirahat kembali
melanjutkan kegiatan selanjutnya, sebelum istirahat kami menyempatkan
berdiskusi dahulu, tiap malam kami berdiskusi dari hasil yang didapat hari ini dan
untuk kegiatan esok hari.
Pagi telah tiba kami semua terbangun, di Balai Desa ini kami mengalami
keterbatasan kamar mandi karena kamar mandinya hanya tersedia satu saja, tentu
hal ini membuat ini menjadi lama dan molor untuk melakukan kegiatan lapangan
karena harus mandi bergantian. Itulah salah satu kendala kelompok, berbeda
dengan tempat tinggal selama PKL yang didapatkan oleh kelompok lain yang
mendapatkan tempat tinggal di rumah-rumah warga, mereka juga tersedia kompor
dan tempat tidur yang enak, tidak dengan kelompok kami ketika tidur hanya
beralaskan karpet yang berukuran kira-kira 10x2 meter untuk 9 orang, untungnya
di Balai Desa ini ada WiFi jadi tidak terlalu buruk lah, bisa digunakan untuk
mengusir kebosanan dan rasa lelah dengan streaming Youtube. Ya, kami harus
menerima itu semua dengan ikhlas karena ini adalah proses menjadi antropolog
yang harus siap dengan segala kondisi yang ada.
Setelah semuanya bersih diri, kami semua menuju rumah Pak Bayan untuk
sarapan pagi bersama. Sarapan pun selesai, kami berdiskusi sebentar sebelum
pembagian tugas ke lapangan, membuat rincian pertanyaan yang akan ditanyakan
76
ke informan nantinya. Penulis disini mendapatkan bagian tentang keadaan
wilayah dan administrasi serta struktur pemerintahan desa. Dari awal kedatangan
di desa ini penulis sudah mengamati keadaan wilayah desa ini dengan berjalan
kaki menyusuri sebagian desa ini. Kemudian menuju kantor Kecamata Wates
dengan mengendarai sepeda motor yang dipinjami oleh Pak Bayan. Penulis disana
mengalami kesulitan menemui informan yang dicari, sempat dilempar kesana-
kesini ketika ingin wawancara ketika menemui staff di kecamatan “mas nya ke
bagian sana aja bagian informasi, karena disana yang lebih tahu” ketika datang
ke bagian informasi dilempar lagi “kalo mau tanya-tanya sama pak Kasuari aja
mas, karena beliau Kasi PMD disini”. Ketika penulis mau menemui pak Kasuari
ternyata beliaunya tidak ada ditempat, mungkin karena orang pemerintahan jadi
agak sibuk. Akhirnya penulis memutskan kembali ke Balai Desa untuk
mewawancarai Kepala Desa. Alhamdulillah Kepala Desanya ada beliau bernama
Pak Darmawan, beliau sedang berada di dalam ruangannya besama petguasa IT
desa dan langsung saja penulis mendatanginya kemudian melakukan wawancara
dengan beliau tentang yang ada di desa ini.
Banyak informasi yang didapatkan dari Kepala Desa tentang desa ini.
Salah satunya informasi yang penulis butuhkan yaitu, tentang pemerintahan desa
“Disini itu ada Polindes (Pondok Bersalin Desa) salah bentuk layanan untuk
masyarakat sini, yaitu layanan kesehatan ibu-ibu juga ibu hamil dan anak
termasuk KB. Polindes kemarin dari dana Desa dibuatkan untuk Polindes, ya
pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan tenaga kesehatannya dari desa-desa
juga. Untuk jenis pelayanan lainnya ada bank, koramil, apotek, di Wates ini di
tingkat kecamatan ada Polsek wates” dan “Dari pihak kami ini masih
merencanakan akan membahas BUMDES ya juga kami nanti akan mengundang
warga-warga disini untuk membahasnya”. Bapak Kadesnya sangat ramah, beliau
juga mau memberikan data-data lainnya yang dibutuhkan kepada penulis untuk
minta ke petugas IT desa “Untuk penduduk, jumlah dan data-datanya yang
kongkrit tentang penduduk disini kalo mas butuh nanti mas nya bisa minta
datanya ke IT (Informasi dan teknologi)”. Kiranya data yang didapatkan sudah
cukup, disudahilah wawancara tesrsebut. Sedangkan, teman-teman yang lain
77
berpencar untuk mendapatkan informasi sesuai tugas pembagian, ada yang ke
petani, ke warga desa. Seperti biasa sorenya penulis menonton pertandingan
Wates Cup, sambil menonton juga mengkorek-korek informasi dari warga desa
yang menonton pertandingan untuk tambahan informasi. Malam hari tak lupa
berdiskusi sejenak dengan teman-teman kelompok mengenai apa yang didapat
seharian di lapangan, setelah berdiskusi penulis melanjutkan tugas catatan harian
lapangan selama PKL di desa ini.
Hari selanjutnya penulis melakukan jalan-jalan sambil mengamati keadaan
lingkungan desa ini. Penulis juga berkunjung ke pabrik tahu, disana juga melihat
proses pembuatan dari awal hingga akhir, dari pencucian kedelai kemudian
kedelai itu diselep, selanjutnya di masak menggunakan tungku yang besar yang
membutuhkan waktu cukup lama, sesudah dimasak kedelai tersebut di saring
airnya dari ampasnya setelah itu diendapkan sampai menggumpal baru bisa
dicetak menjadi tahu. Beliau merupakan salah satu pembuat tahu tertua di desa ini
kemudian diikuti dengan menantu dan warga sekitarnya “kulo mpon dangu mas
ndamel tahu niki, mulai sek jaman kulo teseh enom”. Dari bapak pembuat tahu
itulah, penulis mengetahui proses pembuatan tahu yang biasanya dimakan sehari-
harinya.
Pukul 15.00 WIB penulis dan tiga anggota kelompok lainnya pergi
menemui Pak Juari di sawahnya, beliau merupakan Kaur Keungan disini juga
merupakan petani juga yang mempunyai buruh tani. Sebelumnya kami sudah
membuat janji dengan beliau menyuruh kami untuk bertemu di sawah, kami pergi
ke sawah menemui Pak Juari di sawahnya. Dengan menggunakan motor yang
telah dipinjami pak Bayan, dalam perjalanan ketika sampai disawah kondisi tanah
yang berpasir membuat motor kami sedikit kesulitan, bahkan hampir jatuh karena
ban motor yang tidak cocok untuk jalanan berpasir. Tapi sudahlah ini satu-satunya
kendaraan yang bisa digunakan untuk mobilitas selama PKL disini. Kami bertemu
dengan Pak Juari kemudian wawancara kepada beliau tentang pertanian di desa
ini.
Besok paginya, semua anggota kelompok menuju ke sawah Pak Juari.
Namun, bergantian menuju kesana karena motor yang dipinjamkan hanya satu
78
saja, bolak-balik dari balai desa ke swah menjemput teman-teman yang lainnya
agar semua bisa pergi ke sawah. Kebetulan disana Pak Juari sedang menanam
cabai bersama buruh tani lainnya, kami juga ikut serta membantu mereka
menanam cabai, ada yang mencabuti rumput dan membantu menanam juga
menyiram. Di tengah-tengah kegiatan tersebut juga tak lupa menanyakan hal-hal
yang berkaitan dengan bertani. Setelah kegiatan tersebut kami semua berbincang-
bincang dengan beliau di gubuk sawahnya mencari informasi dari beliau.
Minggu, 28 Oktober adalah hari terakhir PKL di desa ini, semua hasil
kegiatan lapangan dirasa sudah cukup. Kami semua mengemasi barang masing-
masing untuk kembali ke Surabaya, menyusun laporan kegiatan PKL disana.
Kelompk kami dijemput menggunakan Truck yang menjemput kami dari
Ngadiluwih kemarin, Truck menuju Desa Pojok untuk mengikuti kegiatan Kirab
memperingati hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober,
sebelumnya semua kelompok PKL mendapat kabar dari ketua panitia PKL
sebelum kembali ke stasiun semua kelompok mengikuti kegiatan tersebut. Kirab
tersebut dilaksanakan dari Desa Pojok sampai ke rumah masa kecil Bung Karno.
Setelah dari kirab tersebut semua kembali ke Truck menuju stasiun Ngadiluwih
untuk kembali ke Surabaya.
Saya mendapatkan suatu pengalaman menarik selama penelitian singkat
ini, yaitu dengan menonton pertandingan sepak bola sambil mencari informasi
kepada warga tanpa diketahui, bahwa penulis adalah seorang mahasiswa yang
sedang PKL. Ternyata banyak informasi yang dapat diperoleh dan dapat
ditanyakan kembali dari hal yang diceriterakan oleh informan. Dalam hal ini tentu
saja saya bersikap sebagai pendengar yang baik. Pengalaman berharga ini tidak
hanya dapat saya nikmati. Orang lain juga dapat memetik buah pengalaman itu
melalui karya tulis ini. Ternyata untuk menjadi peneliti yang handal bukanlah
suatu profesi yang gampang dan tidak dapat diperoleh dalam waktu yang singkat.
Terlebih lagi jika si peneliti berkeinginan untuk memperoleh hasil yang valid dan
terbebas dari nilai-nilai bias.
Kebersamaan, kerjasama, keceriaan, kekesalan, dan juga kesuksesan
berbaur menjadi satu selama lima hari yang begitu berarti. Lima hari itu juga
79
sekaligus menjadi hari-hari yang menyenagkan. Lima hari itu juga dapat menjadi
kebahagiaan apabila kita menikmati apa yang kita kerjakan dan apa yang kita
peroleh selama perjalanan sang waktu, dari detik ke detik hingga memasuki tahap
akhir, yaitu menyusun laporan penelitian.
80
III.3. Miftachul Chamidah (NIM. 071611733030)
Hari Rabu tanggal 24 oktober 2018 hari dimana awal pkl dimulai. Pukul
07.00 pagi saya dan teman kontrakan pergi ke stasiun gubeng lama sesampai
disana kita menunggu kereta doho jurusan Surabaya-blitar datang. Sekitar pukul
08.15 kereta datang dan kita semua bergegas naik kereta dengan jumlah
mahasiswa antropologi 87 anak yang menaiki gerbong 2 dan dengan bawaan yang
sangat banyak seperti orang pindahan. Disepanjang perjalanan di gerbong 2 tak
henti-hentinya saya dan teman saya bercanda sampai suara saya habis sampai
akhirnya saya kelelahan dan ingin tidur tapi perut serasa mulas karena belum
sarapan.
Tak terasa juga perjalanan kereta sudah sampai stasiun kertosono. Di
stasiun kertosono kereta berhenti lama sekitar 30 menit karena kepala kereta
pindah. Banyak dari penumpang kereta yang turun membeli makan, membeli
pentol atau sekadar ke kamar mandi. Setelah kepala kereta di pindahkan keretapun
kembali berjalan. Sekitar pukul 12.15 kita sampai di stasiun ngadiluwih, sesampai
disana kita sudah di jemput truk untuk diantar ke kecamatan wates. Disepanjang
jalan kita berdesakan dengan jumlah kurang lebih 45 anak dengan barang bawaan
yang banyak. Kurang lebih 45 menit perjalanan dari stasiun ngadiluwih ke
kecamatan wates. Haus bercampur lapar jadi satu cuaca panas dan belum sarapan
berasa mabuk diperjalanan ketika naik truk.
Sesampai di kecamatan wates kita disambut oleh bapak sekcam yaitu
bapak Supriyadi. Kursi duduk mulai dipersiapkan dan di bantu teman-teman
dengan menunggu teman-teman yang sholat dan menunggu bapak dosen datang.
Beberapa menit kemudian kita dipersilahkan untuk duduk di pendopo yang sudah
disiapkan. Tak lama kemudian bapak dosen pembimbing kita datang dan mulailah
acara pembukaan oleh dosen pembimbing mata kuliah metodologi etnografi dan
antropologi perdesaan.
Sambutan pembukaan dilakukan oleh dosen kami yang bernama pak Tri
dan bapak ganteng pak Pudjio, beliau lah yang memberi sambutan dan ucapan
terimakasih kepada sekcam wates karena sudah diterima dengan baik. Setelah
sambutan di kecamatan wates telah selesai kita langsung naik truk dan turun di
81
desa masing-masing yang telah ditentukan. Sesampai di balai desa wates kita
disambut dengan pak bayan. Badan sudah lemas karena belum makan sambil
menunggu aula balai desa di buka
Setelah pintu aula di buka kita sdikit menanyai tentang asal-usul nama
desa wates. Konon asal nama wates ini tidak lepas dari cerit asal-usul gunung
kelud yaitu, pengkhianatan cinta seorang putri dari kerajaan kediri yang isi
sumpahnya yaitu berbunyi wong kediri sesok bakal petuk piwalesku sing
makaping-kaping. Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal
dadi kedung, yang artinya orang kediri besok akan menjadi sungai, Blitar akan
menjadi halaman (tanah yang rata dari bangunan) akibat tersapu bencana gunung
keluda dan Tulungagung akan menjadi danau. Untuk engtasi hal itu Dewi klisuci
menetapkan hutan dibagian barat gunung kelud sebagai wates (batas) agar jika
gunung kelud meletus lavanya tidak sampai di kerajaan kediri.
Nah daerah tersebut dinamakan wates yang artinya batas. Wates terdiri
dari 18 desa yaitu desa wates, desa wonorejo, desa tawang, desa segaran, desa
duwet, desa tunge, desa janti, desa pagu, desa pojok, desa gadungan, desa joho,
desa plaosan, sidomulyo, desa sumber agung, desa tempurejo, desa jajar, desa
silir,dan desa karanganyar. Desa wates sendiri terdiri dari 3 dusun yaitu wates,
bondo, dan jaya raya. Disamping balai desa terdapat kantor koramil dan didepan
kantor koramil terdapat lapangan sepak bola.
Desa wates ini mempunyai tempat yang strategis, tempat penginapan kami
yaitu di balai desa dekat dengan penjual makanan, atm bri, dan dekat dengan
pasar. Malam itu setelah sholat maghrib kami pergi ke rumah pak bayan dengan
jalan kaki. Suasana sepi tak seperti di kota merasa tenang berada di desa. Kami
pergi ke rumah pak bayan untuk memesan nasi selama kami pkl. Sesampai di
rumah pak bayan kami di suguhi ubi singkong rebus yang menggoda lidah dengan
tak malu-malu kami langsung menyantapnya dengan lahap.
Di sela-sela makan kami sambil ngobrol dengan pak bayan yang
menceritakan adanya komunitas petani yaitu kelompok petani maju dan kelompok
petani Makmur.
82
Kelompok tani yang dimaksud disini adalah kelompok tani yang menghimpun diri
di suatu kelompok untuk tujuan tertentu. Kelompok tani disini mempunyai agenda
arisan, simpan pinjam dll.
Tradisi mengirim doa dan makan bersama yang telah dilakukan secara turun
temurun sejak puluhan tahun silam sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan
YME. Wujud rasa syukur atas panen hasil bumi yang telah di dapatkan. Ritual ini
biasanya dilakukan usai panen dan sebelum turun sawah. Setelah sedikit
berbincang tak terasa sudah malam waktu menunjukkan pukul 21.30 kami pamit
pulang dan jalan kaki bersama. Sesampai di balai desa kami di suguhi dengan
latihan jaranan yang dilakukan oleh anak-anak muda, mulai dari umur 12 tahun
sampai dengan umur 25 tahun yang rutin dilakukan setiap hari rabu dan jumat,
setelah beberapa jam kami melihat latihan jaranan kami memutuskan untuk masuk
ke aula balai desa dan mengerjakan laporan harian untuk hari ini.
Hari kedua pelaksanaan pkl, sekitar pukul 02.00 pagi saya baru bisa tidur
lalu saya bangun pukul 05.00 karena alarm hp membuat bising telinga saya.
Setelah itu saya prgi mandi dan membereskan barang-barang saya. Kemudian
sekitar pukul 07.00 kami pergi kerumah pak bayan untuk sarapan dengan berjalan
kaki sekitar 500 meter, kami menikmati setiap langkah kita. Suasana desa yang
sepi yang jauh dari keramaian, kami yang berasal dari kota yang merindukan
udara dingin, dan hamparan sawah di setiap perkebunan menjadi santapan mata
setiap hari.
Setelah sarapan kami mencuci piring supaya tidak menambah beban
pekerjaan bu bayan yang sudah cukup tua. Kemudian kami pamit sama bu bayan
dan pak bayan untuk melanjutkan mencari data. Kami berpencar untuk mencari
data. ketika mencari data kita kesulitan untuk mencari informan karena saat itu
pada pukul 09.00 kami berjalan ke rumah warga banyak yang tutup. Akhirnya
saya beristirahat di bawah pohon beringin yang sangat besar dan rindang, kami
melihat orang berlalu lalang memakai sepeda motor melewati kami berdua yang
sedang di bawah pohon beringin. Setelah itu kami pergi ke tempat persawahan
sesampi di tempat persawahan saya belum menemukan ada petani yang sedang
83
bekerja. Akhirnya saya mendokumentasikan diri atau selfi dan memotret area
persawahan. Setelah itu saya kembali berjalan untuk mencari informan, akhirnya
saya menemukan dua orang petani laki-laki yang sedang istirahat, setelah mencari
batang jagung yang baru di panen untuk makan sapi. Dari informan yang saya
wawancarai saya mendapatkan pengetahuan tentang masa panen jagung manis
yang bisa di panen dengan usia tanam 2,5 bulan sedangkan untuk masa panen
jagung biasa 3 sekitar 3 bulan. Di desa wates ini tidak pernah mengalami
kekeringan atau kekurangan air. Menurut informan saya desa wates ini termasuk
desa yang mempunyai tanah yang subur dan air yang melimpah.
Setelah mewawancarai sekitar 30 menitan akhirnya saya pamit pulang
namun di tengah perjalanan ada tempat seperti gubuk kemudian kita beristirahat
di situ. Teriknya panas matahari membuat kepala saya pusing dan memutuskan
untuk berteduh di gubuk itu sejenak. Setelah beberapa menit akhirnya saya
melanjutkan jalan ke rumah pak bayan untuk makan siang. Setelah makan siang
kita kembali ketempat persinggahan yaitu di balai desa wkwkwk. Sudah cukup
sudah kami mulai capek dan ngantuk akhirnya kami semua ketiduran selama 30
menitan. Kami semua terbangun karena tiba-tiba ada guru pembimbing kita yang
datang di balai desa untuk mengkroscek hasil data yang kita dapat selama dua hari
ini.
Setelah itu kami membahas hasil wawancara dari kelompok kami, tak
lama kemudian pak pudjio dan pak tri pulang dari tempat persinggahan kita.
Setelah bliau pulang kami berdiskusi dengan kelompok, awalnya kita berdiskusi
sedikit ricuh karena ada miss komunikasi antara kelompok kami. Karena hasil apa
yang di dapat kami tidak pernah mengatakan langsung. Ketika kami sedang
berdiskusi tiba-tiba lampu mati dan kita menghentikan diskusi kami sampai lampu
kembali nyala lagi. Sekitar 30 menitan lampu mati akhirnya nyala dan tak lama
kemudian saya mengerjakan hasil turun lapangan.
Baru saja mengerjakan laporan tiba-tiba perut saja bunyi dan saya tidak
bisa menahan lapar akhirnya saya berhenti mengerjakan laporan dan pergi
mencari bakso. Dengan jalan kaki kurang lebih 300 meter kami sudah
menemukan orang penjual mie setan, penyetan, dan bakso. Tak seperti yang kami
84
bayangkan ternyata di sebuah perdesaan sekarang tak kalah juga dengan kota-kota
menu makanan mie setan yang cukup ramai dengan dekorasi tempat yang
kekinian ala-ala instagramabel. Namun kami memilih untuk membeli bakso,
dengan jumlah pentol 10 yang rasanya cukup enak tak menyangka ternyata harga
yang sangat bersahabat yakni satu porsi cukup dengan mengeluarkan uang 6rb.
Setelah makan kami kembali ke balai desa dan melanjutkan tugas lagi namun
kendala saya disini lagi-lagi saya baru mengerjakan dan saya ketiduran karena
kurang enak badan.
Hari ke 3 sekitar pukul 02.00 pagi saya mulai tidur dan saya bangun jam
05.00 untuk mematikan alarm kemudian saya tidur lagi dan bangun pukul 06.45.
lalu saya terburu-buru menyiapkan baju ganti dan antri untuk mandi. Setelah kami
membersihkan tempat balai desa karena pukul 09.00 balai desa dipakai untuk
tempat sosialisasi. Pukul 08.00 saya dan teman-teman pergi ke rumah pak bayan
untuk sarapan dengan menu seperti biasanya kita di suguhi makan pecel, pecel,
dan pecel lagi. Dan terkadang merasa bosan makan pecel mau gak mau aku
memakannya, seperti biasanya kita makan bersama-sama lalu setelah makan saya
mencuci piring punya saya dan teman saya. Yaaaaaa mau gimana lagi namanya
juga kesadaran bukan hanya pencitraan saja. Setelah makan saya pergi ke
indomaret untuk membeli obaat karena badan ini kuranng fit.
Setelah itu kami pergi jalan kaki menuju tempat peninggalan zaman
belanda namun di situ mengalami kesulitan karena kami tidak mengetahui jalan.
Namun kami sangat percaya diri berjalan kaki menuju tempat peninggalan zaman
belanda. Setelah kami sadari bahwa tempat yang kami tuju tidak sampai akhirnya
kami sadar bahwa kami tersesat dan tak tau arah jalan pulang wkwkwk seperti
lagu. Akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan aplikasi yang pandai arah
jalan yaitu gps. Setelah itu kami balik dan mengikuti arah gps tak lama kemudian
setelah kami berjalan selama 5 menitan kita sampai di tempat pegadaian yang
sebelahnya itu bangunan tempat peninggalan zaman belanda.
Sesampai disana saya tanya satpam dan juru kunci tersebut, ternyata
bangunan lama itu bangunan dari zaman Belanda. Singkat cerita konon tempat itu
dipakai sebagai Benteng pada masa itu. Pada masa tahun 1965 di tempati Belanda
85
ketika perang di kelud untuk Benteng para orang Belanda. Waktu itu tempat ini
pernah di bom tapi tidak tedas atau dalam artian tidak mempan. Kendala saya
disini ketika saya ingin mendokumentasikan tempat ini saya tidak boleh masuk ke
dalam ruangan, hanya boleh berfoto di depan saja karena beberapa kali orang
yang masuk di situ terkena gangguan nonik-nonik Belanda penunggu tempat
tersebut. Setelah kami berfoto di tempat tersebut kami di tawarkan oleh juru kunci
untuk mengunjungi tempat peninggalan sejarah zaman Belanda di kampung
sebelah. Namun disini saya mengalami kesulitan untuk kesana karena tidak ada
kendaraan dengan jarak yang cukup jauh dari desa kami yaitu sekitar 7 km dari
pasar wates tersebut. Ketika itu bapak juru kunci sekaligus tukang ojek untuk ke
desa sebelah dengan menawarkan harga 20 ribu untuk pulang-pergi. Yang
awalnya berpikir-pikir untuk pergi kesana karena uang kami juga menipis untuk
makan. Akhirnya saya mau dan langsung kita berangkat menuju tempat kampung
Belanda.
Disepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang Indah,
banyaknya persawahan yang hijau segar di pandang. Suasana yang masih sepi,
rumah-rumah yang masih belum padat penduduk membuat terlihat enak
dipandang. Singkat cerita sekitar 15 menit perjalanan dari pegadaian wates ke
kampung Belanda, akhirnya kita sampai di tempat kampung Belanda. Disitu
terdapat rumah peninggalan zaman Belanda yang tak terawat dan terlihat sangat
sintrung tempatnya, yang disebelahnya terdapat pepohonan yang sangat besar
membuat aura mistis itu terasa sekali. Dalam benak hati miris melihat rumah
peninggalan zaman Belanda yang tak terurus sama sekali meskipun disebelahnya
terdapat tempat bermain atau Taman buat rekreasi. Terlihat di plakat terdapat
harga tiket masuk seharga 7rb. Tempat untuk outbound, perahu angsa, kereta api
zaman Belanda dan juga tempat untuk santai. Tak lama kemudian kami balik
pulang karena kami tidak enak di tunggu bapak ojeknya, lagi-lagi kami terkendala
dengan kendaraan tapi kami juga tak kekurangan akal, kami masih bisa
menggunakan jasa para bapak ojek.
Di tengah perjalanan saya diajak bapak gojeknya mampir ke tempat waduk
yang searah dengan jalan pulang. Disepanjang perjalanan kami di suguhi
86
pemandangan yang hijau-hijau kanan-kiri kami terdapat perkebunan tebu, jagung,
tomat cabai, nanas, tanaman ubi-ubian juga. Perjalanan kami semakin terasa
menyenangkan sekali, yaaaa maklum lah ya di rumah saya sudah sangat jarang
ada persawahan. Tak lama kemudian kami sampai di tempat sumber Jembangan
ini berada di Dusun Bakung Desa Tempurejo Wates, kabupaten Kediri. Pertama
kali tiba suasana yang sejuk angin yang sepoi-sepoi dan menenangkan langsung
hinggap di pikiran. Suasananya juga tidak bisa dipandang sebelah mata, suasana
yang sepi dan tiket masuknya free alias gratis wkwk.
Tak bisa lama-lama juga kami disana karena di tunggu bapak gojek kami.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat dan setelah kami menghirup udara segar
dan cukup puas santai, serta foto-foto waktunya kami balik lagi ke desa wates.
Jalanannya yang masih sepi dan masih jarang ada rumah membuat saya berfikir
negatif ini memang kami diantar pulang atau apa kok sedari tadi tidak ada rumah
yang ada hanya sawah, sawah, dan sawah. Setelah beberapa menit kemudian
terlihat ada beberapa rumah dalam hati saya lega dan berkata alhamdulillah ada
rumah warga. Ditengah perjalanan yang panas dan jam sudah menandakan waktu
makan siang di perjalanan topi saya terbang terkena angin. Seketika itu saya
berteriak kaget dan heboh sendiri melihat topi saya terbang dan saya langsung
mengambilnya.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan dan sesampai dirumah pak bayan
saya langsung membayar bapak gojeknya yang dari awal sudah di tentukan
harganya yaitu 20rb namun dalam benak hati saya merasa iba karena sudah
mengantarkan kami dan sudah menunggu lama akhirnya saya kasih 40rb. Tak
masalah lah itung-itung beramal juga. Sekitar 5 menit kemudian teman-teman
sudah berkumpul dan waktunya kita makan siang. Alhamdulillah kali ini menu
makan kita sayur sop dengan ikan telur dadar dan sambel kecap. Mantap banget
menunya karena sudah bosan dengan nasi pecel dan menunya cocok dengan cuaca
panas yang menyengat kulit. Setelah makan yaaa seperti biasanya saya mencuci
piring punya saya dan teman saya. Setelah beres kami pamit balij ke balai desa
dan saatnya beristirahat. Setelah beristirahat sore itu langsung mandi dan setelah
mandi kita berdiskusi dan mengerjakan laporan.
87
Kami mengalami kesulitan untuk tema yang akan kami bahas karena pada
awalnya tema yang kita bahas ketika di lapangan tidak sesuai dengan yang ada di
lapangan. Waktu terus berlalu dan hari semakin malam, di tempat balai desa
setelah isyak ada latihan kesenian jaranan. Niat hati mau mewawancarai bapak
pelatihnya namun saya sadar bapaknya masih mengajari adek-adeknya yasudahlah
nanti saja setelah melatih adek-adeknya saya akan mewawancarai. Namun mata
ini sangat ngantuk tak tertahankan akhirnya saya pasang alarm sekitar pukul 11.00
an sampai 3 kali karena latihan jaranan selesai pukul 12.00. Dan saya langsung
tidur singkat cerita ketika bangun saya merasa kok tumben balai desanya tidak
rame, tidak ada suara gamelannya, eh ternyata sudah mukai setengah dua belas
akhirnya dalam hati ini menyesal kok bisa sampai ngantuk kok bisa sampai
ketiduran. Yaaa gimana lagi nasi sudah menjadi bubur mau gak mau yaaaa harus
wawancara ke rumah beliau dan akhirnya tidak bisa tidur
Ketika pukul 01.00 pagi saya masih belom ngantuk dan tak bisa tidur
tiba-tiba terdengar suara krincingan jaranan dua kali seketika itu saya ketakutan
dan saya langsung memakai headset dengan mendengarkan musik dan volume hp
langsung saya besarkan akhirnya saya ketiduran. Pukul 04.30 saya bangun dan
cuci muka setelah itu kami pergi ke sawah. Kami berjalan dengan suasana desa
yang sepi suasana hati yang senang melihat tanaman di samping kanan-kiri kita.
Banyak para ibu-ibu dan bapak-bapak pergi sedang sibuk mengurusi
tanaman. Saya melakukan wawancara dengan ikut membantu ibu-ibu dan bapak-
bapak melakukan matun, matun yaitu mencabut rumput yang ada disekitar
tanaman cabe dan jagung. Kami diajarkan matun dengan benar, kami diajarkan
menanam cabai dan jagung juga. Menurut informan saya tanaman pagi dan jagung
ini termasuk jenis tanaman hortikultura.
Cara penanaman bibit cabai ini yaitu bibit dipindahkan ke media
penanaman setelah berumur 35 hari setelah semai. Bibit yang digunakan adalah
bibit yang pertumbuhannya baik dan seragam. Penanaman dilakukan pada pagi
atau sore hari. Penanaman bibit cabai ini dilakukan dengan cara membuat lubang
di media penanaman sesuai dengan ukuran polibag persemaian, kemudian polibag
88
disobek dan tanaman bibit cabai dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan hati-
hati.
Setelah itu kami diajak ibu-ibu dan bapak-bapak petani makan bersama,
dengan lauk yang seadanya yaitu ikan asin namun sudah sangat-sangat enak di
makan. Setelah makan bersama kami melanjutkan membantu para buruh tani
melanjutkan pekerjaannya di tengah teriknya panas matahari yang sangat
menyengat. Dengan pekerjaan yang cukup melelahkan di bawah teriknya sinar
matahari saya merasa iba, demi sesuap nasi untuk menghidupi keluarganya ia rela
membanting tulang untuk melakukan apapun demi menghidupi keluarganya.
Setiap hari buruh tani melakukan pekerjaannya mulai pukul 06.00 pagi
sampai pukul 11.00 siang, lalu dilanjutkan lagi pukul 02.30 sampai pukul 04.00.
Setiap hari buruh tani digaji oleh pemilik sawah 50rb itu dari hasil kerja pagi dan
sore, namun jika ia hanya bekerja di pagi hari atau hanya bekerja di sore hari saja
maka ia mendapatkan upah 20rb. Namun dari hasil upah tersebut buruh tani ini
bisa menyekolahkan anaknya bahkan sampai kuliah. Dari sini memang terbukti
bahwa pendidikan itu memang sangat penting dan ia berkata kepada saya bahwa
ia tidak ingin anaknya mengalami seperti beliau sengsara di bawah teriknya panas
matahari dengan gaji yang tak seberapa jika di ukur dengan beratnya pekerjaan.
Sudah bisa menyekolahkan anak saja sudah sangat bahagia mbak ia berkata begitu
kepada saya. Saya ini seneng bisa menyekolahkan anak saya yaaa meskipun saya
harus bekerja keras untuk menghidupi keluarga saya, bukan cuma makan tapi juga
bisa sekolah. Setelah saya membantu buruh tani sampai selesai sampai beliau
pamit pulang dan kita ikut pulang.
Kendala kami disini yaitu kami harus menunggu giliran di antar dari
sawah pak jefri ke balai desa karena jaraknya yang cukup jauh juga. Setelah saya
mendapat giliran langsung pulang dan sesampai di balai desa kami antri mandi
karena dari pagi belum mandi semua wkwkw. Setelah kami bersih-bersih kami
semua ketiduran karena dari pagi kami melakukan aktivitas. Pukul 13.30
datanglah bapak bayan di balai desa karena biasanya kami semua sudah kerumah
pak bayan untuk makan siang.
89
Setelah makan kami pergi ke produksi tahu, disepanjang perjalanan
menuju pabrik kami tergoda dengan buah-buahan yang ada di depan rumah warga
ada jambu air, kelengkeng, rambutan yang bergelantungan, mangga yang sudah
siap untuk di petik kami semua tergoda ingin minta buah-buahan itu. Dalam
benak hati kok tidak ada yang mengasih kami buah-buahan. Setelah kami sampai
di produksi tahu kami langsung di ajari langsung oleh bapaknya yang kebetulan
juga jam membuat tahu.
Singkat cerita Bahan utama yang digunakan untuk membuat tahu adalah
kacang kedelai. 1 kg kedelai direndam dengan air selama 4 jam agar air terserap
dan mudah dihancurkan saat dilakukan penggilingan nanti. Kedelai yang telah di
rendam lalu ditiriskan. Kedelai digiling dengan blender dan ditambahkan dengan
air panas pada saat penggilingan. Menambahkan air setelah penggilingan dengan
ukuran (1 kg : 8 liter air), dan dipanaskan sampai mendidih. Cara membuat tahu
ini masih menggunakan alat tradisonal seperti masih menggunakan kayu untuk
memasak tahu. Bubur kedelai ini disaring dalam keadaan panas dengan
menggunakan kain saring putih dan sisa larutan diperas menggunakan alat press
hingga didapatkan dari kedelai.
90
III.4. Brahmantyo Aditya Surya Pratama (NIM. 071611733036)
91
III.5. Nidaul Zulfa (NIM. 071611733038)
Rabu, 24 Oktober 2018
Di semester 5 ini anak Antropologi mendapat tugas kuliah lapangan
dengan mata kulaih Metode Etnografi dan Pedesaan yang di tempatkan di
Kabupaten Kediri Kecamatan Wates, kita seangkatan di bagi di 10 desa yang ada
di Kecamatan Wates. Hari itu kita berangkat PKL mata kuliah ME dan Pedesaan,
matkul wajib di Antropologi, kita PKL di Kecamatan Wates Kabupaten Kediri.
Kebetulan kelompok kami bagian di Desa Wates. Kita berangkat bersama satu
angkatan sekitar 89 anak naik kereta dari stasiun Gubeng sekitar pukul 08.30 kita
berangkat menuju Kediri. Sampai di stasiun Ngadiluwih sekitar pukul 12.23.
Setelah kita sampai di stasiun kita diangkut truk untuk menuju ke kantor
Kecamatan Wates. Setiba di sana kita lansung penyambutan dengan sekretaris
camat, yakni pak Supriyadi dan pak Totok dan juga bersama pak Tri dan pak
Pudjio. Setelah penyambutan kita lansung diantar ke desa Wates tempat kelompok
kami penelitian. Sampai di kantor desa kita semua di sambut lagi sama pak Wo,
salah satu perangkat desa Wates. Kemudian kita lanjut beres-beres tempat tinggal
dan bersih diri. Sekitar pukul 16.05 kita melihat pertandingan sepak bola yang ada
di lapangan depan kantor desa. Disitu saya sekaligus melakukan obseravasi
mengenai keaktifan masyarakat terhadap kegiatan yang diadakan sama
karangtaruna di sana, dan ternyata pemain sepak bola adalah bapak-bapak yang
sudah berumur. Disitu bisa dilihat bahwa masyarakat Wates sangat antusias
dengan kegiatan yang diaadakan oleh anak muda. Bahkan peserta dari sepak bola
tersebut ada juga yang dari luar Desa.
Setelah itu saya kembali ke balai karena sudah adzan, dan setelah solat
kita sekelompok pergi ke rumah pak Wo untuk silaturahmi sekaligus perkenalan.
Di sepanjang perjalanan saya mengamati kegiatan warga yang dilakukan di kala
malam hari, ada beberapa yang istirahat dirumah ada juga yang melakukan
kegiatan, jualan dan lain-lain. Selain mengamati kegiatan warga saya juga melihat
pola lingkungan dan bangunan rumah yang ada disana, ternyata memang karena
letak desa yang dipinggir jalan raya mereka mayoritas rumahnya sudah bagus dan
bisa dikatankan orang mampu kalau dilihat dari bangunan rumahnya. Disitu saya
92
lansung berfikiran berarti mereka punya pekerjaan sambilan selain petani atau
yang lainya. Setelah mengamati lingkungan kita sampai dirumah pak Wo, disitu
kita lansung berkenalan dan tujuan kita ke Wates, dan mohon izin untuk
menginap selama 5 hari di Balai. Hampir 3jam kita ngobrol, kemudian kita
mohon pamit untuk pulang, waktu pulang kita diantar pak Wo lewat jalan yang
berbeda dari sebelumnya.
Saya lagi-lagi mengamati keadaan di sekitar selama perjalan, dan hasilnya
tidak jauh beda dengan yang tadi. Kalau sudah jam malam jalanan sepi, selain itu
rumah mereka juga bagus-bagus tidak jauh dari yang sebelumnya. Setelah sampai
di balai kita melihat tarian jaranan yang sedang latihan di depan balai. Bisa dilihat
lagi bahwa masyarakat khususnya kalangan muda masi melestarikan budaya
leluhur mereka. Pihak desa memang mefasilitasi kegiatan yang berhubungan
dengan kesenian apa lagi yang peran disana anak muda, biasanya mereka latihan
jaranan seminggu 3kali setiap malam hari rabu, kamis, dan sabtu.
Dan hasil data yang saya peroleh ketika observasi hari pertama saya
menemukan hal baru bahwasanya keadaan rumah yang mayoritas sudah bagus
dari segi bangunan, pekerjaan mereka yang banyak di usaha ataupun berdagang,
dan kegiatan-kegiatan yang diadakan sama karangktaruna masi aktif sampai
sekarang. Stelah itu kita kumpul untuk persiapan besok mencari data, kita perlu
data desa, data warga petani, warga luar, data beberapa msayarakat, data pihak
kesehatan dan lain-lain. Setelah pembagian kita tidur.
Kamis, 25 Oktober 2018
Sekitar jam 04.00 saya sudah di bangunkan sama teman sebelah saya tidur,
tapi berhubung tahu kalau masih terlalu pagi saya tidur kembali dan bangun
sekitar jam 05.20an kemudian lansung ambil wudhu dan solat. Setelah solat saya
lansung membangunkan temen-temen yang masih tidur, sekitar jam 06.15 saya
mandi dan lansung siap-siap untuk pergi ke rumah pak bayan. Berhubung temen-
temen masih banyak yang belum mandi maka saya sama ninit pergi duluan karena
pak bayan sudah ke balai desa untuk menyuruh kita kerumahnya segera.
Disepanjang jalan menuju rumah pak bayan saya sama ninit mengamati
keadaan rumah dan jalan, disitu saya berfikir desa Wates ternyata bukan termasuk
93
yang pelosok banget karena dari segi letak nya desa tersebut bersebelahan dengan
kecamatan, dan pas dipinggir jalan raya. Dan rumah sekitar jalan raya juga sudah
bagus bahkan ada yang bukak kos-kosan harian, ada juga salon kecantikan. Dari
situ kita bisa menyimpulkan berarti tidak mayoritas masyarakat Wates bekerja
sebagai petani.
Setelah kita sampai di rumah pak bayan kita menunggu temen yang lain
datang, dan menunggu sekitar 20menit akhirnya temen-temen sudah kumpul dan
kita lansung sarapan dengan menu nasi pecel, setelah selesai sarapan kami
lansung melanjutkan breafing untuk pembagian tugas cari informan sesuai jobdis
masing-masing. Sekitar pukul 10.00an kita lansung menyebar, disini kita dibagi
2orang untuk mencari data. Berhubung saya bagian mata pencaharian maka saya
sama ninit yang kebetulan Ninit kebagian peralatan hidup.
Kita lansung memutuskan untuk pergi ke sawah dulu sebelum terlalu
siang, disini aku sama ninit berpikiran kalau kita ke sawah sekarang pasti ada
petani yang bekerja di sawah karena masih jam kerja juga. Dan ternyata area
persawahan cukup jauh dari rumah pak bayan karena kita saat itu jalan kaki maka
lumayan lama untuk sampai disawah. Di sepanjang perjalan lagi-lagi kita
mengamati rumah penduduk sekitar dan saya tau selain kebanyakan ibu-ibu
dirumah mereka juga ada beberapa yang buka warung kecil-kecilan dirumahhnya
sendiri ada juga yang jualan keliling dan lainya.
Setelah selang beberapa menit aku sama ninit sampai di sawah, ternyata
disana juga ada yang menanam jagung, kacang, cabe, dan tebu. Ada juga yang
sistem tumpang sari jadi sebelum tebu mereka tumbuh tinggi maka mereka
menenam jagung juga. Disana kita kebingungan mencari informan karena tidak
ada orang sama sekali disawah, tidak sesuai ekspetasi kita awal tadi. Lalu kita
memutuskan untuk pergi ke sawah yang tengah, dan setelah kita masuk area
sawah tengah tetep tidak ada juga orang disitu kita sempet ketemu sama satu
bapak-bapak yang sudah lansia dan itu pun tidak mungki kita jadikan informan
karena keadaan beliau yang jalan mencari rumput, takutnya juga tidak punya
waktu untuk kita wawancari nantinya. Akhirnya kita memutuskan untuk foto-foto
area sawah dan pengambilan video.
94
Disitu kita mengalami kesulitan, karena tidak mungkin kita balik ke balai
desa tanpa membawa hasil, lalu aku sama ninit balik ke rumah warga berharap
ada informan yang bisa diwawancara dan kita kepikiran sama kelompok tani dan
lansung mencari orang untuk tanya rumah salah satu anggota kelompok tani. Kita
tanya disalah satu warung sayur disana dan ketemu sama ibuk yang mau
mengantar kita ke rumah anggota kelompok tani, di tengah perjalanan ninit
kelaparan dan kebetulan ada jajan pentol keliling kita langsung berhenti sejenak
untuk beli jajan disana, tanpa kita sadari ibuk yang mengantar kita sudah jauh
didepan kita. Disitu kita lansung kepikiran tadi pas perjalanan ada rumah yang
bertuliskan plang RT disitu ternyata rumah salah satu anggota kelompok tani.
Sampai di rumah pak Joko (selaku bendahara kelompok tani) kita ketemu afy
sama ayu juga sedang di rumah beliau nah kita lansung tanya-tanya tentang
kelompok tani didesa wates tersebut beliau menjelaskan kalau di situ terdapat 2
kelompok tani yaitu kelompok tani suka maju sama jumat legi, selang beberapa
menit beliau minta maaf pada kita tidak bisa lama-lama karena harus bekerja dan
pak Joko lansung menyuruh kita untuk pergi kerumah pak kamari selaku ketua 2
dikelompok tani suka maju, setelah beliau telfon dan pak kamari ada dirumahnya
kita lansung menuju rumah pak kamari yang teryata rumahnya dekat dengan
rumah pak bayan yang seri ng kita foto karena banyak tanaman bunga dan labu
madu di halamanya.
Pak kamari adalah ketua dua di kelompok tani, dan ketika kita sampai
dirumah beliau untungnya orangnya tidak sedang bekerja jadi kita bisa punya
waktu untuk wawancara dengan beliau. Dan lansung saja kita perkenalan, pak
kamari juga menceritakan keluarganya serta anak-anaknya dan setelah cukup
lama kita bercerita sambil bercanda kita lansung tanya-tanya masalah kelompok
tani disana. Beliau menceritakan dulu sebenarnya kelompok tani Cuma ada satu
tapi berhubung biar enak koordinasi dan pembagianya supaya rata jadi dijadikan
dua dan supaya ada regenerasi juga. Di sana emang benar mayoritas
masyarakatnya bekerja sebagai petani tebu dengan alasan dekat dengan pabrik
tebu dan cara merawatnyapun mudah,
95
Sistem tanam tebu di sana biasanya mereka para petani mencari bibit tebu
di penjual lalu ditanam dan pilih yang ada mata di batangnya. Waktu dulu masih
awal-awal mereka selalu rajin mengganti bibit tebu 2-3 tahun sekali tapi semakin
lama mereka malas mengganti dengan alasan harga bibit semakin mahal dan
mereka beranggapan bibit yang dulu masi bisa digunakan. Intinya mulai sekarang
mereka para petani tebu tidak terlalu menghiraukan masalah bibit apalagi soal
rabuk mereka juga mulai sembarangan memeberi, kata pak kamari disana petani
tebu itu kebanyakan mengandalkan pupuk jadi waktu dalam proses pertumbuhan
mereka kasih pupuk yang banyak tidak sesuai takaran dan usia tanaman tersebut.
Padahal tebu juga ada takaran pupuk tersendiri di tiap-tiap umurnya, masyarakat
sekitar percaya kalau dikasih pupuk banyak maka bobotnya semakin banyak
ketika masa panen nanti. Tapi hal itu tidak benar justru kalau dikasih banyak
pupuk maka kadar gula yang ada didalamnya semakin mengurang dan hasilnya
tanamanya juga kurang baik. Kalau dari sistem pengairan tanamna tebu cukup
mudah, dia tidak terlalu suka air jadi meskipun ditanam waktu musim kemarau,
tebu tidak ada masalah. Beda lagi kalau jenis tanaman cabe atau tomat yang tidak
tahan kalau musim kemarau, jenis tanaman tersebut cukup sulit dalam
perawatanya karena cabe dan tomat tidak terlalu suka air dan juga tidak tahan
dengan kemarau jadi harus pas dalam sistem pengairanya tidak boleh telat dan
juga tidak boleh kebanyakan.
Ada beberapa jenis tebu yang ditanam para petani desa Wates, informasi
yang kita tau dari pak Kamari disana kebanyakan petani menanam jenis tebu gula
tapi ada juga yang menanam jenis bibit, ada juga yang tebu buat es tebu jadi
emang beda jenis-jenisnya. Pak Kamari juga menjelaskan alasan mengapa
mayoritas masyarakat desa Wates menanam tebu hal itu karena tanah di desa
Wates emang mengandung unsur hara yang cukup tinggi itu karena pengaruh dari
meletusnya gunung Kelud, selain tebu jenis tanaman hortikultura juga cocok di
daerah tersebut. Pak Kamari juga menjelaskan dulu harga tebu masi mahal karena
emang jenis tebu masi sangat baik dan pihak pabrik mau membeli harga tinggi
karena kualitas gula juga masi banyak. Tapi sekarang harga tebu anjlok (turun
drastis) hal tersebut karena kualitas tebu sekarang buruk dan kandungan gula
96
didalamnya juga sedikit makanya pihak pabrik juga menghargai dengan harga
yang murah. Dari situ petani di desa Wates mulai pindah haluan menanam jenis
tanaman hortikultura seperti jagung, cabe, tomat, nanas, ketela. Meskipun tomat
dan cabe sangat susah perawatanya mereka tetap menanam karena harga
penjualanya sangat menjanjikan.
Kalau sistem upah sendiri di masyarakat Wates memang ada
perbedaannya sendiri antara laki-laki dan perempuan hal itu karena kata pak
Kamari memang ada perpedaan dari cara kerja dan tingkat kesulitanya misal laki-
laki lebih cepat dan bekerja yang berat-berat di banding perempuan. Makanya
mereka berbeda, kalau laki-laki 25ribu per setengah hari kalau perempuan 20ribu
per setenggah hari.
Setelah cukup lama kita wawancara sama pak Kamari dan dirasa sudah
cukup kita berempat lansung pamitan untuk pulang saat itu sudah jam 13.30an
kira-kira. Setelah kita pamitan kita minta izin mau foto di area rumahnya karena
banyak jenis tanaman bunga dan ada labu madu dikebunya. Sehabis foto disana
kita lansung menuju rumahnya pak bayan untuk makan siang setelah makan siang
setelah makan aku sama ninit lansung balik ke balai desa untuk istirahat sebentar.
Sampai di balai kita lansung pergi ke mushola untuk solat duhur dan sambil
nunggu asar aku sama ninit istirahat dimusola sampai jam 15.00 kita bangun dan
solat asar, setelah solat asar kita disuruh balik ke balai karena ada dosen disana.
Setelah kita tanda tangan, dosen lansung balik dan melanjutkan ke desa yang
lainya. Setelah itu kita melakukan diskusi apa aja yang kita dapat hari ini dan
kekurangan di tiap-tiap kelompok.
Di malam harinya di balai desa biasanya ada latihan jaranan tapi
berhubung hari itu lampunya mati maka latihan ditiadakan. Dan kita juga tidak
bisa ngerjain tugas lainya karena kondisi lampu mati, sekitar pukul 22.45 kita
lansung tidur.
Jumat, 26 Oktober 2018
Seperti biasa jam 04.45 saya bangun dan langsung solat subuh, setelah
solat saya melanjutkan bikin laporan sampai jam 07.15 saya mandi, setelah selesai
mandi tiba-tiba bu carik dateng dan memberi sarapan. Dan ternyata hari ini balai
97
desa ada rapat, lansung kita bantu beres-beres tukang kebun di aula untuk
persiapan rapat. Setelah itu kita pergi ke rumah pak bayan untuk sarapan, dan kita
melanjutkan brefing seperti biasa kurang data apa di tiap individu, dan saya
memutuskan untuk pergi ke pembuatan tahu sama ninit lagi. Tidak jauh dari
rumah pak bayan ada sentral industri kecil-kecilan yaitu pembutan tahu. Di
sepanjang kita berjalan saya mengamati lagi kegiatan warga sekitar dan saya
menemui beberapa usaha juga disana, diantaranya bengkel, pembuatan kerupuk
dan lain-lain. Dari situ saya berasumsi bahwa masyarakat desa Wates tidak begitu
tertinggal, itu terbukti mereka sudah mampu membuka peluang usaha dirumahnya
sendiri dan mereka sudah perpikran modern. Stelah sekian menit kita jalan
akhirnya kita sampai d tempat tujuan pembuatan tahu.
Di tempat tersebut ada pak Suji yang sedang menggiling kedelai dan
lansung saja saya tanya-tanya bapaknya. Pak Suji adalah mantu dari pak bayan
beliau juga masih kerabat dengan yang punya tempat tersebut, pak Suji sendiri
juga memproduksi tahu dirumahnya tapi berhubung beliau tidak punya alat buta
menggiling kedelai maka beliau selalu ketempat tersebut untuk menggiling
kedelainya, pak Suji produksi tahu dalam skala kecil beliau hanya membuat untuk
diantar di toko-toko kecil di area rumahnya sendiri. tujuan lain kenapa beliau
bertahan sampai sekarang adalah ampas dari sisa pembuatan tahu bisa digunakan
untuk makanan sapi ternak beliau. Dan selang beberapa menit pak Suji selesai
menggiling beliau lansung pulang untuk melanjutkan pembuatan tahu
dirumahnya. Waktu awal tadi saya kira pak Suji adalah pemilik tempat tersebut
tapi ternyata bukan. Pemilik tempat itu kebetulan sedang mencari di sawah
mencari rumput kalau pagi dan saya sama ninit memutuskan untuk tidak
mengikuti pak Suji kerumahnya karena lumayan jauh. Daripada kita balik saya
mengajak ninit untuk mencari informan yang lain, kita masuk ke dusun sebelah
dan sambil jalan-jalan lumayan jauh saya lagi-lagi mengamati keadaan daerah
sekitar di jalan saya menemui peternakan sapi dan kuda yang cukup besar.
Ditenggah-tenggah perjalanan saya menemui sekumpulan ibuk-ibuk yang
sedang bekerja, dan lansung saja saya sama ninit menghampiri mereka saya
lansung perkenalan dan memberi tahu tujuan saya mengahipiri mereka. mereka
98
lalu paham dan mengijinkan untuk saya wawancara. Sambil membantu ibuk-ibuk
bekerja memetik kacang saya tanya-tanya soal pekerjaan mereka keseharianya,
ternyata mereka Cuma ibu rumah tangga pekerjaan seperti itu tidak setiap hari ada
jadi itu Cuma kebetulan dengan niatan bantu tetangga disitu saya ambil
kesimpulan kalau masyarakat desa Wates masih sangat tinggi nilai gotong
royongnya hal itu bterbukti ketika tetangga panen tetangga yang lain tidak
sungkan untuk membantunya. Kemudian saya tanya masalah upah (gaji) mereka
tidak menjawabnya karena balik lagi itu hanya semata-mata niat mebantu tetangga
kata mereka biasanya kalau sudah selesai mereka diberi kacang berapa kantong
gitu. Disitu ibunya juga ngomong kalau mayoritas masyarakat sekitar yang
perempuan Cuma ibu rumah tangga saja paling diselingi sama usaha buka warung
kecil atau konter. Tapi ada juga beberapa yang pergi keluar negeri untuk menjadi
TKW.
Kalau di dusun tersebut yang menjadi petani hanya beberapa saja,
kebanyakan warga sekitar kalau tidak PNS ya wirasuwasta ada juga beberapa
sebagi tukang becak. Setelah selang beberapa menit saya wawancara ibuk-ibuk
disana saya sama ninit lansung pamitan karena dirasa sudah cukup sekitar jam
11.10an kita lansung balik ke rumah pak bayan untuk makan siang, sampai disana
ternyata temen-temen belum pada balik akhirnya saya sama ninit mainkerumah
pak kamari lagi sambil istirahat sejenak. Akhirnya jam 11.30an kita balik ke balai
desa sampai disana rapat sudah selesai. Saya lansung di ajak ayu untuk
wawancara bidan desa yang kebetulan masih ada ditempat.
Kebetulan hari itu jumat maka temen-temen yang cowok persiapan solat
jumat dan saya sama ayu wawancara ibunya. Disitu kita tanya masalah kepedulian
masyarakat sekitar terhadap kondisi kesehatan mereka karena dengan mayoritas
pekerja berat maka sudah pasti mereka ada yang mengeluhkan masalah asam urat
atau yang lainya. Ibunya juga menceritakan kalau antusias masyarakat tentang
kondisi kesehatan mereka sangat tinggi. Saat ini juga kata beliau gencar-
gencarnya sosialisasi memandikan jenazah diatas meja hal itu dilakukan karena
semenjak warganya ada yang meninggal karena HIV AIDS dari situ pihak desa
tidak mau masalah tersebut terulang kembali kepada masyrakatnya. Kata beliau
99
masi awal-awal banyak yang menetang dan tidak mau mengikuti anjuran tersebut
karena dirasa mereka metode tersebut mengikuti aturan rumah sakit yang
dianggap mereka kurang layak untuk merawat seorang mayat. Tapi makin lama
masyarakat mengerti tujuan pihak desa memberi aturan tersebut dan lambat laun
mereka mau mengikuti aturan tersebut.
Cukup lama kita wawancara dengan beliau kira-kira sampai jam 13.05,
beliau pamitan pada kita karena harus pergi ke puskesmas karena ada urusan
disana. Disitu yang kebetulan saya sama ayu belum tau puskesmas Wates maka
kita diajak untuk mengunjungi puskesmas tersebut. Kita langsung pergi ke
puskesmas tersebut dan diantar oleh ibunya untuk keliling, dan ibunya lansung
memberi tahu tentang fasilitas dan ruangan-ruangan yang ada di puskesmas.
Selang beberapa menit kita keliling pukesmas akhirnya kita pamitan sama ibunya
untuk pulang. Setelah itu aku sama ayu pergi ke desa temen-temen kita main
disana dan sempet ke segaran untuk melihat ternak babi, sampai jam 15.05an kita
balik ke balai desa dan saya lansung mandi, setelah itu saya melanjutkan hasil
laporan saya dan menulis catatan lapangan hari ini. Setelah pukul 17.00 temen-
temen sudah balik akhirnya kita diskusi untuk melanjutkan hasil masing-masing
hari ini dan kendala apa aja yang dialami serta kurang apa saja tiap individu. kita
berhenti diskusi tekita adzan magrib, setelah solat kita melanjutkan diskusi
kembali disitu kita mulai menentukan tema yang pasti buat hasil laporan nantinya
karena di tiap individu ketika melakukan wawancara kita menemukan
permasalahan yang berbeda dan saya sendiri juga menemukan permasalahan
terkait mata pencaharian di desa tersebut tapi berhubung data yang saya peroleh
kurang maka kita akhirnya sementara fokus pada jenis tanaman hortikultura.
Sampai kira-kira jam 23.30 kita diskusi kita dan dirasa sudah malam saya lansung
tidur.
Sabtu, 27 Oktober 2018
Jam 03.30 saya bangun karena belum solat isa’ dan saya lansung solat,
sambil nunggu adzan subuh saya ngerjain tugas laporan saya yang kemaren.
Dengan tidak sadar sudah jam 06.30an dan teman saya Bram mengajak untuk
pergi ke sawah buat cari informan sekalian ambil gambar. Kita disana berpikiran
100
kalau masih pagi pasti ada petani di sawah, tapi setelah kita ke area persawahan
yang tengah kita juga tidak menemukan petani seorang pun, akhirnya kita Cuma
bisa ambil gambar dan foto-foto disekitar persawahan.
Jam 08.08 kita semua pergi keladang pak Jefri untuk wawancara
sekaligus bantu-bantu petani yang sedang merawat cabenya, kemaren memang
ada janji kalau misal mau melihat proses perawatan cabe kita semua dipersilahkan
untuk pergi ke ladangnya untuk melihat. Kita ke ladang naik montor bergantian,
karena memang jaraknya jauh dari balai desa, setelah saya tiba di ladang saya
lansung bergabung sama ibuk-ibuk yang menyiami rumput disana. Saya
membantu sambil mengajak ibuknya ngobrol, disitu saya mulai pendekatan
dengan para pekerjanya, saya tanya gimana ribetnya merawat tanaman cabe dan
sistem upah disana. Mereka menjelaskan kalau sistem upah antara perempuan
sama laki-laki memang berbeda hal itu karena tingkat kesulitan dan beban berat
yang mereka kerjakan memang berbeda. Ibuknya juga memeberi tahu kalau dia
bukan orang Wates mereka semua tetangga desa sebelah. Kemudian saya tanya ke
pak Jefri kenapa kok tidak mempekerjakan dari tetangganya sendiri kok malah
pilih dari beda desa, hal itu terjadi karena kata pak Jefri memang masyarakat
Wates sendiri sudah jarang yang bekerja sebagai buruh petani terutama yang
perempuan, mereka lebih memilih berdangang di pasar atau bukak usaha sendiri
di rumah daripada buruh tani, makanya pak Jefri ambil pegawai dari desa sebelah.
Dari situ saya juga mengamati alat yang digunakan untuk yemprot obat dan pupuk
pada tanaman, mereka mayoritas sudah menggunakan alat yang modern, dan
sistem pengairan juga sudah modern. Disitu saya mengabil kesimpulan bahwa pak
Jefri berpindah menekuni tanaman hortikultura karena memang beliau sudah
paham teknik dan cara perawatanya. Dia juga menjelaskan keuntungan menanam
cabe sangat besar, disana pak Jefri punya lahan yang cukup luas selain beliau
sewa juga ada jatah dari desa karena beliau salah satu perangkat desa disana.
Selain cabe pak Jefri juga menanam nanas dan juga ketela. Setelah kita lumayan
lama wawancara sama pak Jefri di gubuk beliau menceritakan suka duka sebagai
petani dan masih banyak lagi. Sekitar jam 11.00an kita pulang karena memang
semua juga sudah pulang. Kita juga balik ke balai desa.
101
Jam 13.00an setelah solat, saya sama ninit lansung pergi ke pembuatan
tahu karena kemaren kita sudah janjian sama pemiliknya mau melihat proses
pembuatan tahu, karena kemaren saya belum ketemu pemiliknya lansung jadi kita
buat janji hari ini. Saya berencana sambil wawancara nanti saya mau lihat proses
pembuatan tahun. Saya sama ninit diantar sama Bram menuju tempat tersebut.
Sampai ditempat saya lansung menemui pak Toyo (pemilik tempat pembuatan
tahu) kebetulan ketika saya sampai disana pak toyo baru saja pulang dari sawah,
setelah saya sama ninit perkenalan dn memberitahu tujuan kami kita lansung
diajak bagaimana proses pembuatan tahu. Disitu saya langsung mengamati sambil
wawancara sama pak Toyo, sedangkan ninit mengamati alat-alat yang digunakan
beliau karena bagian ninit sendiri adalah sistem peralatan hidup. Pak Toyo
ternyata melakukan pekerjaan itu sudah dari turun temurun tempat dan alat
tersebut adalah warisan dari kakeknya beliau, dulu masi beliau muda usaha tahu
nya sangat lancar tapi karena perkembangan zaman produksi sudah mulai turun.
Tapi yang saya salut dari usaha beliau adalah bisa berjalan sampai sekarang
meskipun hanya produksi dalam jumlah kecil, hal tersebut karena pak Toyo punya
ternak sapi yang lumayan banyak dan beliau manfaatkan sisa dari kedelai bisa
digunakan untuk makanan sapi. Pak Toyo sendiri memproduksi tahu bukan
pekerjaan utama beliau juga, pak Toyo keseharianya di sawah beliau membuat
tahu Cuma karena kebutuhan buat pakan sapi sama mengisi waktu luangnya saja.
Bisanya hasil tahunya di jual di toko sayur sekitar rumahnya saja, dari situ
meskipun produksi dalam jumlah sedikit tapi pak Toyo tetep punya untung setiap
harinya. Saya lumayan lama wawancara pak Toyo kita nemenin sampai proses
penyaringan. Setelah itu saya sama ninit pamitan dan berterimakasih kepada
beliau. Di jalan saya berfikir berarti masyarakat juga tidak mengandalkan satu
profesi dalam keseharianya, mereka pasti punya kerja sampingan atau tabungan
tersendiri. Setelah sampai di balai desa saya lansungg bersih diri dan solat lalu
melanjutkan laporan harian saya sampai adzan magrib.
Karena hari ini hari terakhir dan besok balik Surabaya pagi, maka kita
setelah solat magrib berkunjung ke rumah pak Lurah. Sebelum berangkat kita
menyiapkan buah tangan dan cidera mata buat beliau, dan sekitar pukul 18.40an
102
kita sampai dirumah pak Lurah. Kami semua lansung dipersilahkan untuk masuk
kerumahnya, disana kita ngobrol lumayan lama juga, kita minta maaf dan
berterimakasih karena sudah diberikan tempat tinggal dan izin penelitian di desa
Wates tersebut. Pak lurah pun juga sedemikian rupa minta maaf dan berteriamksih
kepada kita. Setelah ngobrol lama akhirnya kita sebelum pamitan foto-foto dulu
bersama pak Lurah, habis itu kita lansung pamitan pulang. Dan kita lanjut ke
rumah pak Bayan untuk makan malam, kita disana setelah makan malam juga
memberi cidera mata pada ibuk yang sudah 5 hari memasak buat kita. Setelah kita
perpisahan kita juga foto-foto sama pak bayan dan bu bayan. Setelah dirasa
selesai kita pamitan pulang, tak lupa juga kita mampir ke rumah pak Kamari juga
kita pamitan disana. Setelah itu kita balik ke balai desa dan melajutkan diskusi
hasil ahkir penelitian kita dan memaparkan data yang diperoleh tiap individu.
sekitar jam 22.10an saya habis diskusi lansung beres-beres untuk persiapan besok
pulang. Kemudian sekitar pukul 23.05 kita semua istirahat.
103
III.6. Ashfyatus Sa’idah (NIM.071611733047)
Masalah penelitian merupakan bagian yang amat penting untuk ditentukan
sebelum peneliti terjun ke lapangan, oleh karena itu saya berusaha membaca
referensi dan studi-studi terdahulu terkait dengan Desa Wates. Namun, seringkali
masalah yang sudah dirumuskan dirasa kurang signifikan untuk dikaji. Pada
akhirnya kami turun ke lapangan tanpa ada pegangan yang pasti mengenai fokus
studi kami. Menyadari kekurangan itu, saya berusaha mengobservasi secara
maksimal di hari pertama saya; mulai dari Stasiun Ngadiluwih, kantor Kecamatan
Wates, hingga kantor Desa Wates, yang sekaligus menjadi tempat kami menginap
untuk 5 hari ke depan. Stasiun Ngadiluwih merupakan stasiun yang paling dekat
dengan Kecamatan Wates, dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 30 menit
menggunakan truk. Stasiun ini bukan stasiun yang besar, hanya terdapat satu loket
pemesanan di depan beberapa baris kursi tunggu yang penuh, sehingga dapat
diasumsikan meskipun kecil, stasiun ini cukup ramai. Ketika sampai di kantor
Kecamatan Wates dan mengikuti apel, saya mengamati beberapa perangkat
kecamatan sudah bersiap-siap pulang dengan menyalakan mesin motor masing-
masing. Pada saat itu sekitar pukul 13.00-13.30 WIB. Tidak jauh dari kantor
Kecamatan Wates adalah Balai Desa Wates yang berlokasi di sebelah selatan
jalan raya, berseberangan dengan lapangan luas yang rupanya difungsikan sebagai
lapangan sepak bola. Di sebelah timur balai desa terdapat gang kecil yang
mengarah pada pondok pesantren, ditinjau dari papan nama yayasan di depan
gang. Sebelah timurnya lagi terdapat KCP BRI yang pada saat itu masih ramai
pengunjung, sehingga saya pribadi berasumsi bahwa Desa Wates ini cukup maju,
bukan termasuk desa yang terpencil dan tertinggal seperti yang saya bayangkan,
yang mana hal tersebut menurut saya malah semakin menyulitkan dalam
menentukan rumusan masalah. Di sepanjang jalan di sebelah timur balai desa,
terdapat kios-kios kecil yang merepresentasikan bahwa beberapa warga
bermatapencaharian sebagai pedagang, kemudian ada juga pengrajin yang
melayani pembuatan batu nisan, kubah masjid, dan lain sebagainya. Ada pula
yang berporfesi sebagai dokter, rumahnya selalu tampak ramai dikunjungi pasien
setiap sore sampai malam hari, ada pula yang berjualan bunga hias beserta media
104
tanamnya. Banyak warung-warung di pinggir jalan, baik warung permanen
maupun warung temporer yang seringkali hanya buka saat malam hari. Di
halaman depan balai desa terdapat patung besar yang merepresentasikan program
keluarga berencana yang memang sedang digalakkan pemerintah. Pada saat itu,
masih belum terpikirkan masalah yang bisa diteliti. Di hari pertama ini, data yang
diperoleh sebatas data hasil observasi dan wawancara-wawancara singkat dengan
Pak Suradi, mantan bayan yang bersedia membantu kami selama tinggal di sana.
Setidaknya, diketahui bahwa ada kelompok tani di Desa Wates, sehingga kami
berencana menggali data lebih dalam mengenai kelompok tani tersebut.
Pada hari ke-dua, tepatnya hari Kamis tanggal 25 Oktober 2015, kami
mulai melakukan wawancara. Sasaran utamanya adalah petani, sehingga kami
menyusuri ladang tebu dengan harapan dapat bertemu dengan petani yang sedang
tidak sibuk, namun rupanya hal tersebut tidak dapat direalisasikan, karena kami
tidak menemukan satu petani pun setelah menyusuri jalan sampai sekitar 500
meter. Mungkin harusnya kami berjalan lebih jauh lagi, tapi akhirnya menyerah
juga. Pada akhirnya, kami menemukan informan melalui snowball sampling. Dari
ibu paruh baya yang sedang berbelanja sayur di warung depan ladang, kami
disarankan untuk bertemu dengan ketua RW sekaligus bendahara kelompok tani
Makmur, Pak Joko. Sayangnya, beliau sedang terburu-buru dan tidak
memungkinkan untuk bisa kami wawancarai, sehingga beliau merekomendasikan
orang lain yang dapat menjadi informan kami selanjutnya. Pak Kamari adalah
orang yang dimaksud Pak Joko, beliau menjabat sebagai wakil ketua Poktan
Makmur. Melalui pengamatan pribadi, Pak Kamari adalah petani yang sangat
aktif mencari informasi untuk terus berinovasi. Beliau menanam labu madu di
saat petani lainnya menanam tebu. Karena sangat jarang ada yang menanam labu
madu, hal itulah yang memicu beliau untuk selalu mencari informasi hingga ke
pabrik-pabrik. Sempat disinggung pula mengenai harga tebu yang mengalami
penurunan. Dari sini, diketahui bahwa harga tebu tidak selalu sama meskipun
memiliki berat yang sama, tergantung pada kadar gula dan perhitungan yang
ditetapkan oleh pabrik gula yang menampungnya. Tebu yang sudah disiapkan
untuk diproses menjadi gula juga berbeda dengan tebu yang dimanfaatkan untuk
105
diambil sarinya (es tebu), umumnya, untuk membuat es tebu diperlukan tebu yang
berwarna hijau karena cenderung mengandung air yang lebih banyak. Sementara
untuk bisa mendapatkan gula yang berkualitas, tebu yang diproses umumnya
memiliki warna sedikit kemerahan. Beliau juga memanfaatkan pekarangan
rumahnya secara maksimal dengan membuat kolam ikan yang biasa diisi dengan
gurame dan lele di waktu yang berbeda, sehingga pendapatan beliau tidak melulu
didapat dari hasil penjualan hasil pertanian, namun juga hasil perikanan. Selain
itu, pekarangan rumahnya juga dipenuhi dengan tanaman bunga hias dari jenis
marigold, zinnia, dan sweet William. Beliau mengatakan, meksipun tidak
memungkinkan untuk menjual bunga-bunga tersebut secara komersil, namun
kehadiran bunga yang bermekaran di halaman rumahnya sudah cukup untuk
menjaga emosi beliau tetap positif secara keseluruhan, dengan menanam tanaman
hias juga dapat mengisi waktu luang beliau yang memang sudah jarang diisi
kegiatan-kegiatan di luar perkumpulan kelompok tani dan kegiatan ruitn desa,
mengingat beliau juga harus menjaga istrinya yang sedang sakit. Sempat
disinggung pula adanya permasalahan warga desa dengan pemerintah akibat
pembakaran sampah, seperti yang dikatakan oleh Pak Suradi juga sebelumnya.
Namun permasalahan ini mungkin akan merugikan Desa Wates sendiri apabila
kami putuskan untuk dikaji, karena melalui pengamatn pribadi, Pak Kamari juga
mengakui bahwa faktor yang menyebabkan kedua pihak ini bersitegang tidak lain
adalah karena kecerobohan warga sendiri. Masalah tersebut juga sudah mendapat
solusi, berupa alat pengolah sampah, meskipun sampai wawancara tersebut
dilakukan, pemanfaatan alat tersebut masih belum maksimal.
Pada sore hari menjelang malam, saya bersama satu rekan saya mulai
mengetik data yang kami temukan, namun listrik di balai desa mendadak padam
dan rupanya pemukiman di sekitar balai desa juga sudah gelap, sehingga proses
diskusi sempat mengalami hambatan juga. Selain itu, diskusi kelompok sejak
awal tidak berjalan dengan baik, pembahasan banyak yang melenceng keluar dari
alur diskusi yang semestinya. Rumusan masalah belum pasti ditentukan,
meskipun kami mulai menggali data mengenai kelompok tani, namun adanya
106
perasaan kurang puas bagi saya pribadi, mengingat permasalahan serupa sudah
sangat sering dikaji sebelum penelitian ini.
Pada hari Jumat, 26 Oktober 2018 sudah terjadwal penyuluhan untuk
kader Posyandu dari Puskesmas Wates. Peserta yang hadir adalah kader yang
merupakan perwakilan dari setiap RT di tiga dusun di Desa Wates. Selama
penyuluhan berlangsung kami berkesempatan untuk mewawancarai Pak Jepri,
perangkat desa yang menjabat sebagai Kaur Keuangan Desa Wates. Kebetulan
sekali, beliau juga merupakan anggota kelompok tani, namun berbeda dengan Pak
Kamari, Pak Jepri tergabung dalam Kelompok Tani Maju. Pak Jepri mulai
menceritakan awal mula beliau terjun ke sektor pertanian dan mulai menanam
tanaman hortikultura. Melalui wawancara ini, beliau memberikan konfirmasi
bahwa harga tebu memang sangat fluktuatif dan cenderung lebih banyak
mengalami penurunan dibandingkan dengan kenaikannya sejak dua tahun
terakhir. Beliau menjelaskan bahwa tingginya impor gula dan pemanis buatan
adalah salah satu faktor terjadinya fluktuasi ini. Tidak tanggung-tanggung,
penurunan ini bahkan hampir mencapai separuh dari harga sebelumnya yang
berkisar 9 juta rupiah (100 row) menjadi 4-5 juta rupiah dari luas tanah yang
sama. Beberapa hal yang sempat disinggung oleh Pak Kamari juga dikonfirmasi
secara tidak langsung oleh Pak Jefri, mengenai perbedaan harga tebu dengan berat
yang sama, hal ini dipengaruhi oleh hasil penimbangan randemin, dan
penimbangan tersebut tidak dilakukan secara terpisah, melainkan secara kolektif
dengan siapa-siapa saja yang menyetor pada saat itu, yang kemudian sistem
tersebut dianggap sebagai kelemahan, mengingat para petani tidak memiliki
motivasi untuk berkompetisi menghasilkan tebu yang berkualitas, karena nantinya
juga akan diganung dengan hasil tebu milik petani lainnya. Melalui wawancara ini
pula, saya menjadi tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pertanian
hortikultura di tengah pertanian tebu yang sudah mendominasi sejak Indonesia
masih di bawah pemerintahan kolonial Belanda, muncul pertanyaan dalam pikiran
saya, mengapa harus hortikultura? Selain membahas tentang pertanian, beliau
juga sempat mengeluhkan dilema menjadi perangkat desa atau lebih akrab disebut
pamong oleh warga desa, terutama terkait dengan sistem hukum. Kriminalisasi
107
pasti pernah terjadi di desa, namun perangkat desa tidak mampu menaati hukum
yang berlaku secara mutlak, mengingat mereka juga dituntut untuk selalu
melindungi warganya. Mengenai tuntutan tersebut, pada akhirnya negosiasi selalu
dilakukan oleh perangkat desa dengan polisi atau aparat penegak hukum terkait
sebagai usaha untuk mencegah warganya berurusan lebih lanjut dengan pihak
kepolisian, meskipun informan dan rekan sesama perangkat desa lain menyadari
sepenuhnya bahwa hal tersebut tidak bisa dibenarkan.
Beliau juga memberi kami kesempatan untuk berkunjung langsung ke
lahan pertanian beliau, sehingga kami bisa mengobservasi secara langsung teknik
serta peralatan yang digunakan untuk menunjang pertanian hortikultura. Pada saat
itu, lahan Pak Jepri dipenuhi oleh pohon cabai yang tingginya belum mencapai 20
cm pada usia yang baru 20 hari. Pada luas tanah sekitar 50 row, dibentuk
gundukan-gundukan. Gundukan tanah tersebut dilapisi oleh plastik putih
mengkilap yang cukup tebal. Lapisan plastik itu dilubangi dan tepat di tengah
lubang itulah cabai ditanam. Di bawah lapisan plastik, diselipkan selang yang
tersalur di sepanjang gundukan tersebut. Penggunaan selang ini disebut dengan
teknik infus. Teknik infus agaknya memberikan kemudahan dan efisiensi bagi
petani agar tidak perlu menyiram setiap saat, mengingat tanaman hortikultura
memang membutuhkan pasokan air yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan
tanaman tebu. Teknik infus menggunakan selang yang dilubangi, kran untuk
mengontrol jumlah air yang keluar, dan diesel untuk memompa air. Secara umum
memang modal yang dikeluarkan untuk memulai usaha tani hortikultura
cenderung lebih besar daripada pertanian tebu, yang memang lebih umum di Desa
Wates, namun setidaknya rata-rata masa panen tanaman hortukultura seperti
cabai, tomat, semangka, tergolong lebih cepat daripada tanaman tebu. Sebenarnya
pertanian hortukultura bisa menjadi alternatif bagi petani tebu yang mengeluhkan
penurunan harga jual tebu, karena meskipun harga cabai juga tidak kalah
fluktuatif, namun pada musim tertentu, pendapatan hasil panennya sendiri bisa
mencapai 12 juta dalam sekali panen dari 50 row cabai. Agaknya hama masih
menjadi problem yang susah dihindari oleh petani manapun, baik itu petani tebu
maupun petani hortikultura. Di antara tanaman cabai, terdapat tanaman jagung
108
yang juga masih kecil. Setelah ditanyakan, ternyata tanaman jagung ini ditanam
sebagai strategi petani untuk mengalihkan perhatian hama yang merusak, oleh
karena itu jagung ditanam pada setiap 3-4 cabai.
Pada hari Sabtu pagi, lahan pertanian hortikultura Pak Jepri sudah digarap
oleh 8 buruh tani (2 laki-laki dan 6 perempuan) yang melakukan tugasnya
masing-masing. Kami melakukan observasi semi partisipan, yaitu mengamati
sambil terlibat dalam aktivitas yang dijalankan oleh buruh tani, meliputi kegiatan
menyulam pohon cabai yang keriting dan mencabuti rumput-rumput yang
mengganggu pertumbuhan cabai, kedua hal tersebut adalah hal yang umum
dikerjakan oleh buruh tani wanita, sementara yang laki-laki bertugas
menyemprotkan pestisida dan menyiramkan (ngocor) cairan berisi pupuk organik
ke tanaman. Proses penyulaman cabai yang rusak dimulai dengan melubangi
tanah bekas tanaman cabai yang sudah dicabut menggunakan plong. Tanah yang
sudah terambil disisihkan di atas plastik. Tanah yang sudah dilubangi kemudian
diisi pohon cabai kecil yang masih baru dan segar, kemudian diisi kembali dengan
tanah yang sudah disisihkan sebelumnya. Buruh tani wanita juga matuni, yaitu
mencabuti rumput di sekitar tanaman cabai. Meskipun terdengar sepele, namun
mencabutnya tidak boleh sembarangan. Apabila rumput yang akan dicabut
memiliki akar yang besar sehingga dapat mengangkat akar cabai ketika dicabut,
maka kita wajib menahan pohon cabai agar tidak sampai terangkat sambil
mencabut rumput secara perlahan. Sebagian besar gulma rumput tersebut
memiliki akar rhizoma, sehingga cukup menyulitkan dan membutuhkan ketelitian
ketika membersihkannya.
Buruh tani di sana mendapatkan sarapan pagi yang dikirim sekitar pukul
setengah 8 WIB. Memang pada di daerah lain, urusan konsumsi beserta rokok
juga menjadi tanggung jawab pemilik tanah. Untuk pertanian hortikultura sendiri,
informan kami selaku pemilik tanah memberikan upah sebesar Rp. 50.000,- untuk
buruh tani wanita dan Rp. 60.000,- untuk pria per harinya. Jam kerjanya dimulai
dari jam 6 sampai jam 11, kemudian petani dipersilahkan untuk beristirahat
sebelum melanjutkan kembali pekerjaannya pada pukul 1 sampai 4 sore.
Perbedaan upahnya tidak terlalu jauh memang. Namun menurut pandangan
109
pribadi saya, upah tersebut sangatlah kecil jika dibandingkan dengan petani di
Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik yang umumnya mendapat Rp.125.000,-
sampai Rp. 150.000,- untuk jam kerja yang sama, serta konsumsi dan rokok yang
dijamin pemilik tanah. Sebagian besar petani yang membantu informan kami
menggarap sawah berusia paruh baya, meskipun ada satu laki-laki yang
kemungkinan masih berusia sekitar 30 tahun. Meskipun tidak maksimal,
setidaknya para petani masih mementingkan higienitas sebelum makan. Hal ini
dibuktikan ketika kami akan makan, mereka mencuci tangan dua kali, pertama di
kolam yang memang cukup keruh, disusul dengan mengucurkan air mineral ke
tangan mereka.
Malam hari ketika kami berkunjung ke rumah Kepala Desa Wates
sekaligus berpamitan, saya mengamati bahwa rumah dinas yang menjadi tempat
tinggal beliau cukup besar dan terawat. Di ruang tamunya yang luas, berjejer sofa-
sofa dengan jumlah yang cukup banyak, yang mungkin digunakan untuk
memfasilitasi rapat serta kunjungan yang diadakan di rumah beliau.
Secara pribadi, saya mendapat kesan bahwa warga Desa Wates memiliki
pembawaan yang sangat ramah. Tidak ada seorangpun yang saya temui menolak
memberikan informasi ketika ditanya, malah sebagian besar sangat bersemangat
dalam berbagi informasi, sehingga hal tersebut juga memudahkan kami dalam
menggali data. Bagi saya, masalah yang sebenarnya menghambat kami dalam
menentukan fokus penelitian malah berasal dari internal kami sendiri yang kurang
serius dalam proses diskusi, sehingga data-data yang sudah ditemukan masing-
masing individu tidak bisa terkomunikasikan dengan maksimal. Selain itu,
terbatasnya alat transportasi bagi kami juga berdampak pada efisiensi waktu,
belum lagi transportasi online masih belum tersedia di daerah tersebut.
110
III.7. Ardata Tri Anggara (NIM.071611733059)
Hari 1 (24 oktober 2018)
Rabu 24 Oktober 2018 dimulainya kuliah lapangan antropologi perdesaan
dan metode etnografi yang dilaksanakan di Kabupaten Kediri tepat kecamatan
Wates. di kecamatan itu sendiri terdiri dari 18 desa di dalamnya dan 10 desa yang
digunakan untuk melakukan penelitian di desa yaitu Desa Wates Segaran
tempurejo duet Plaosan Jajar Tawang pojok gadungan dan pagu. pada awalnya
peserta PKL diterima di kecamatan Wates yang sebelumnya datang ke Kediri
menggunakan kereta api transportasi api.
setelah diterima oleh wakil Kecamatan Pak Supri Yadi selaku sekcam berikut
jajarannya dari tim pembimbing dan juga memberikan pengarahan kepada peserta
dan menitipkan peserta PKL karena akan melakukan penelitian di 10 desa di
kecamatan Wates
kantor kecamatan Wates merupakan pusat administrasi pada wilayah kecamatan
Wates Dimana kantor kecamatan Wates memberikan pelayanan administratif
kepada masyarakat kecamatan Wates posisi kantor kecamatan Wates cukup
strategis karena berada pada lingkungan atau daerah yang aksesnya mudah untuk
dijangkau sehingga memudahkan kepentingan masyarakat untuk
menggunakannya
Desa Wates merupakan salah satu desa di mana menggunakan penelitian Desa
Wates yang memiliki jarak yang relatif dekat dengan kantor kecamatan Wates
Desa Wates sendiri memiliki 3 Dusun yaitu Dusun Bondo Wates dan Jaya Raya
yang Saat ini masih ada kekosongan jabatan di kepala dusun Jaya Raya dan seksi-
seksi di dalamnya masyarakat Desa Wates memiliki jenis mata pencarian dari
petani dan Wirausaha yaitu berdagang, juga Diluar itu masyarakat Desa Wates
juga memiliki penghidupan ternak sapi kambing dan lain- lain di Desa Wates juga
terdapat pondok pesantren yang berada tidak jauh dari Kantor Desa Wates Selain
itu di Desa Wates juga terdapat sebuah acara yang sangat menarik yaitu Wates
Kabasi acara pertandingan sepakbola untuk bapak-bapak yang memperebutkan
berbagai macam hadiah yang menarik.
111
Desa Wates dapat dikatakan sebagai Desa peralihan karena pada Desa Wates
sendiri telah banyak terdapat fasilitas-fasilitas yang cukup lengkap serta
pergerakan laju ekonomi yang cukup pesat karena lokasi desa yang sangat
strategis Hal inilah yang turut mempengaruhi pola dan gaya hidup masyarakat
Desa Wates
Hari 2 (25 oktober 2018)
perjalanan kuliah lapangan hari kedua dimulai dari bangun tidur pagi buta
merapikan tempat tidur hingga di pasar jongkok termenung untuk urusan biologis
kemudian mandi dan bersiap menuju kediaman Pak Bayan bersama anggota
kelompok untuk sarapan setelahnya kami melakukan koordinasi singkat mengenai
apa yang kita lakukan pada hari kedua ini saya sendiri mendapat bagian untuk
kepala desa dan perangkat desa kemudian waktu memaksa saya untuk segera
menuju ke kantor desa untuk bertemu dengan Bapak Kepala Desa Wates
Alhamdulillah beliau dapat ditemui pada waktu tersebut sehingga saya dan rekan
saya Bobby dapat langsung melakukan wawancara dengan beliau setelah selesai
dengan bapak kepala desa kemudian saya melanjutkan ke perangkat desa lainnya
yaitu sekretaris desa atau Carik serta bagian IT desa dari sekretaris desa saya
banyak mendapat data dan informasi penting mulai dari Dana Desa struktur
perangkat desa hingga cerita mengenai tiga anaknya yang juga berkuliah di
Universitas Airlangga.
kemudian saya beralih ke petugas it desa untuk mendapat data dan informasi
mengenai Desa Wates serta bertanya-tanya mengenai Desa Wates dalam
perspektif anak muda karena mas Novi petugas itu juga merupakan Pemuda Desa
Wates selesai kepentingan saya di kantor desa saya dan teman-teman Kembali
menuju rumah Pak Bayan dengan berjalan kaki untuk makan siang bersama-sama
sesampainya ternyata mubayyan telah mempersiapkan makan siang di meja ruang
tamu dengan lahap kami makan masakan rumah Bu Bayan yang mengingatkan
dengan masakan Ibu dirumah setelahnya kami sedikit bersenda gurau dengan Pak
Bayan dan istrinya sehingga kami bisa lebih akrab dengan beliau setelah dirasa
cukup kami kembali lagi ke balai desa untuk beristirahat sebentar sebelum
berkegiatan sore ketika kami beristirahat dosen pendamping Bapak Tri dan Bapak
112
Mujiono datang berkunjung ke Balai Desa Wates untuk memantau kondisi dan
mengantar absensi PKL pada kesempatan tersebut kami menyempatkan
berdiskusi mengenai tema penelitian kegiatan yang dilakukan hingga Kendala
yang kami alami selama proses pengumpulan data Alhamdulillah Pak Tri dapat
memberikan saran dan masukan yang dapat memberikan gambaran mengenai
kondisi lapangan dari sudut pandang antropologi kepada kami selesai berdiskusi
Pak Tri dan Pak Pudjio pamit dari Wates untuk menuju desa lain untuk
mengunjungi teman-teman yang lainnya dengan saran dan masukan yang telah
diberikan sebelumnya kami melakukan diskusi mengenai hal-hal yang akan kami
kerjakan ke depannya dengan berkaca pada saran yang telah diberikan.
sekitar pukul empat sore Kami mulai bergantian untuk bersih diri saya sendiri
memilih untuk menyaksikan pertandingan sepak bola di lapangan depan Balai
Desa Wates untuk menunggu giliran mandi ternyata sepak bola yaitu Wates cup
merupakan salah satu agenda rutin setiap tahun yang diadakan oleh Desa Wates
pertandingan selesai dan Saya memutuskan kembali ke balai desa untuk bersih
diri ternyata teman-teman lain sudah mandi semuanya setelahnya saya berkumpul
dengan teman-teman sambil beristirahat ringan bercanda serta berdiskusi ringan
mengenai kegiatan hari ini.
Hari 3 (26 oktober 2018)
Jumat 26 oktober 2018 Allah Balai Desa akan digunakan untuk acara
sosialisasi dari Puskesmas Desa Wates sehingga dengan kesadaran kami sebagai
tamu kami memutuskan untuk membantu menyiapkan alat-alat untuk kegiatan
sosialisasi tersebut dengan maksud untuk menjalin rapor dengan masyarakat Desa
Wates juga ternyata Bu Carik ataupun sekdes telah memberikan kami sarapan
setelah membantu menyiapkan acaranya di sisi lain Bu bayar juga sudah
menyiapkan sarapan untuk kami di rumahnya alhasil kami bersama-sama datang
ke kediaman Purbayan untuk menyampaikan perihal sarapan hari ini pada
akhirnya kami dan bu bayan sepakat untuk sarapan menggunakan nasi pemberian
bu carik.
Pada hari ketiga saya mendapat tugas untuk melakukan survei dan identifikasi
lingkungan fisik desa mulai dari titik pusat yaitu Balai Desa Kemudian menyebar
113
hingga dusun dusun yang ada di Desa Wates Sore harinya Saya menyusul Ayu
dan Afy di salah satu sawah warga Desa Wates untuk membantu proses
wawancara yang berfokus pada bidang pertanian. karena hari kian sore Kami
memutuskan untuk menyudahi sesi Wawancara dengan Pak Jefri Kemudian kami
berpamitan dan kembali lagi ke balai desa untuk melakukan bersih diri. setelah
makan malam kami memutuskan untuk kembali ke balai desa untuk melakukan
kegiatan diskusi harian guna menyamakan pemikiran dan berkoordinasi kemudian
kami mengakhiri diskusi dan bersiap untuk free time dengan mengobrol bercanda
mengerjakan laporan harian serta menonton latihan Jaranan dari pemuda Desa
Wates serta beristirahat dan bersiap untuk kegiatan esok hari.
Hari 4 (27 oktober 2018)
pada hari Sabtu 27 Oktober 2018 saya bertugas untuk melakukan survei
dan pemetaan terhadap lokasi lokasi dan objek bersejarah di Desa Wates seperti
makam Punden dan orang-orang yang dinilai memiliki pengaruh besar di Desa
Wates sendiri kemudian pada siang harinya saya mewawancarai Pak Bayan untuk
mengetahui secara merinci perihal sejarah Desa Wates mulai dari pada zaman
dahulu hingga perspektif pada masyarakat saat ini. berdasarkan hasil wawancara
saya dengan Pak Bayan dapat diketahui bahwa sejarah Desa Wates memiliki 2
versi yaitu versi 1 menyebutkan bahwa sejarah Desa Wates merupakan turunan
atau berdasarkan dari asal nama kecamatan Wates sendiri yang berkaitan erat
dengan sejarah gunung kelud, kemudian versi kedua menyebutkan bahwa nama
Wates yang berarti batas memiliki makna Pada Zaman Dahulu ketika terdapat
hama wereng dan belalang yang menyerbu sebagian besar wilayah Kediri, namun
berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat hal itu tidak terjadi pada daerah
Desa Wates, karena di percaya bahwa Desa Wates memiliki penangkal yang
mencegah menyebarnya hama wereng dan belalang di wilayah Desa Wates.
Selain itu pada masa pasca kemerdekaan di mana pasukan pemberontak PKI yang
mulai memasuki wilayah Kediri dan ingin memasuki wates, dapat ditumpas
sebelum mereka memasuki wilayah Wates. Kemudian hingga saat ini daerah
tersebut dinamakan desa Wates yang berarti batas.
114
setelah melakukan sesi Wawancara dengan Pak Bayan mengenai sejarah Desa
Wates kami memutuskan untuk berkumpul dan mulai berdiskusi kelompok untuk
membahas perolehan data yang kami kumpulkan pada hari ini.
Hari 5 (28 oktober 2018)
pada hari terakhir Minggu tanggal 28 Oktober 2018 kami memutuskan untuk
mulai mengecek ulang mengenai Kumpulan data yang telah kita peroleh Apakah
ada kekurangan atau tidak serta tidak lupa kami juga melakukan giat bersih guna
membersihkan ruangan balai desa yang telah kami gunakan untuk menginap
selama kami di Desa Wates.
tak lupa Sebelumnya kami juga telah berpamitan dengan keluarga Pak Bayan
yang telah banyak memberikan bantuan kepada kami dapat melaksanakan
kegiatan kuliah lapangan dengan lancar tanpa halangan yang berarti. Selain itu
kami juga menyempatkan berkunjung ke rumah Pak Kepala Desa untuk
berpamitan serta memberikan sedikit kenang-kenangan kepada kepala desa
sebagai tanda terima kasih karena telah menerima kami di Desa Wates dengan
sangat baik Selain itu pihak Desa juga telah memberikan bantuan berupa sumber
data-data yang kita perlukan guna melengkapi data yang kita butuhkan dalam
kegiatan PKL ini.
115
III.8. Ayu Puji Lestari (NIM. 071611733063)
Pendahuluan
Tulisan ini merupakan hasil refleksi metodologi dari perjalanan praktek
kerja lapangan (PKL) bidang ilmu metode etnografi dan antropologi perdesaan
selama lima hari di Lingkungan Desa Wates. Desa Wates terletak di Kecamatan
Wates, Kabupaten Kediri, Propinsi Jawa Timur. Hasil refleksi metodologi ini
menggambarkan suatu kegiatan penelitian lapangan yang mengacu pada suatu
kerangka pemikiran teoritis dan metode penelitian etnografi yang biasa digunakan
oleh antropolog.
Perjalanan Awal
116
mencari dan mengumpulkan data yang baik dalam suatu penelitian Antropologi
adalah penguasaan bahasa lokal.
Awalnya saya menyangka bahwa kondisi Desa Wates saat ini sudah mulai
mengalami akulturasi kehidupan perkotaan. Bangunan balai desa yang digunakan
peneliti tinggal selama lima hari pun nampak bangunan baru yang modern.
117
Peneliti di sambut oleh Pak Bayan yang usianya mungkin sudah lebih dari 60
tahun. Dengan usia tersebut saya berpikir bahwa Pak Suradi selaku Bayan
seharusnya sudah pensiun bekerja di pemerintahan Desa Wates. Ternyata benar,
Pak Suradi hanya menggantikan keanggotaan Kaur Umum yang masih kosong
hingga kini.
118
juga terdapat fasilitas pelayanan masyarakat seperti puskesmas, KUA, sekolah
SMP dan SMK, masjid, praktek dokter, dan masjid.
Jika diamati, pola pemukiman desa Wates ini berderet mengikuti jalan
sehingga nampak memanjang. Ditelusuri melalui gang-gang, ternyata pola
pemukiman warga juga mengelompok, yakni jarak rumah satu dengan yang lain
saling berdekatan. Bentuk rumah di desa Wates juga beragam. Ada yang masih
mempertahankan rumah joglo, yakni rumah adat Jawa yang pelatarannya cukup
luas dengan bahan bangunan kayu. Ada pula yang bentuk rumahnya modern,
bertingkat, dengan pagar besi atau stainless dan bentuknya minimalis, lantainya
sudah berubin keramik. Bahan yang digunakan juga menggunakan batako sebagai
bahan dasar tembok. Teknologi seperti sepeda motor hampir dimiliki setiap
rumah, ada beberapa garasi yang juga terdapat kendaraan mobil.
Pada malam hari peneliti di jamu oleh Pak Suradi untuk berkunjung ke
rumahnya. Rumah yang sederhana, dengan alas rumah yan masih berupa tanah.
Namun tembok sudah berdiri kokoh membatasi ruang satu dengan lainnya.
Televisi, terpampang pada salah satu ruangan rumah pak Suradi. Istri Pak Suradi,
dari dapur keluar menyambut kami dengan baik. Istri Pak Suradi menyarankan
agar dapat memasakan makanan untuk kami selama penelitian disana. Kami pun
bersedia. Setelah itu, Pak Suradi menceritakan keluarganya yang ada di bingkai
foto. Selain keluarga juga terdapat foto kepengurusan pemerintahan desa pada
tahun 1970-an. Sejarah desa dan kondisi desa yang berubah nampak pada kalimat
yang idutarakan Pak Suradi.
Tujuan Penelitian dan Masalah Pokok
Tujuan studi etnografi di Desa Wates Kediri yakni memahami tentang dunia
masyarakat Desa Wates, khusunya bidang pertanian dengan memahami
bagaimana masyarakat memandang dunianya dan mengatur dunianya. Umumnya
setiap tindakan maupun segala aktivitas penduduk disesuaikan dengan adat
kebiasaan yang digunakan sebagai prinsip. Prinsip-prinsip tersebut dijadikan
sebagai pedoman dan norma dari tindakan maupun aktivitas. Manusia terbiasa
mengatur dan mengklasifikasi setiap tindakan maupun aktivitas (Koentjaraningrat
119
dan Donald, 1982). Contohnya, tidak ada punden Rondokuning jika orang Wates
tidak memberikan nama pada tanah gundukan itu.
Studi ini dilakukan dengan teknik pengamatan dan wawancara. Selain untuk
memamhami bagaimana orang Wates mengatur dunia pertaniannya, peneliti juga
ingin mengetahui cara mereka menghadapi kendala yang dialami petani. Petani
tebu mengalami keresahan karena mendapati penurunan hasil pendapatan dari
kerjasama dengan pabrik. Menurut informan, hadirnya impor pemanis
menggantikan peran gula di masyarakat sehingga harga jual petani kepada pabrik
menjadi menurun. Muncul inovasi yang muncul nampak pada hadirnya petani
Hortikultura. Hal tersebut dilakukan dengan mengamati dan mewawancarai
anggota pemerintahan desa, petani dan anggota kelompok tani, penduduk yang
telah lama tinggal di Desa Wates. Tujuan penelitian etnografi orang Desa Wates
yaitu mencapai pengertian tentang prinsip-prinsip pengaturan yang merupakan
prinsip-prinsip klasifikasi dalam kebudayaan pertanian hortikultura yang
merupakan inovasi mata pencaharian untuk mengatur dunia kehidupan mereka.
Penelitian ini merupakan penelitian fundamental mengenai aspek kebudayaan,
yang berarti meneliti aspek kebudayaan untuk mencapai analisa struktural dari
kebudayaan petani Hortikultura Wates dengan melibatkan observasi partispan
mengenai budaya usaha tani tersebut.
Di lingkungan Wates hal-hal yang diteliti, yakni (1) kondisi geografi dan
topografi; (2) sejarah desa; (3) pola pemukiman dan bentuk rumah; (4) tata guna
tanah dan pertanian; (5) struktur administrasi dan pemerintahan desa; (6) jumlah
dan komposisi penduduk; (7) adat istiadat dan tradisi; (8) sistem peralatan dan
perlengkapan hidup; (9) sistem mata pencaharian; (10) organisasi sosial dan
kekerabatan; (11) sistem pengetahuan; (12) kesenan; (13) bahasa; (14) religi; (15)
alasan petani memilih usaha tani hortikultura; (16) kendala yang dihadapi petani
hortikultura di Wates; (17) strategi yang diterapkan petani Wates untuk
menghadapi berbagai kendala tersebut.
Syarat-syarat penelitian yang dikemukakan peneliti. Pertama, peneliti
setidaknya menguasai bahasa Jawa krama serta mempelajari bahan kepustakaan
yang dikumpulkan berkaitan dengan daerah Wates. Kedua, peneliti dapat
120
menentukan fokus penelitian dalam studi intensif berserta tempat tinggalnya.
Peneliti tinggal di tempat yang relatif sering dikunjungi oleh masyarakat agar
mudah mendapatakan info. Ketiga, setelah peneliti menetap dilokasi
penelitiannya, ia mulai mencari link dengan lingkungan terdekatnya dengan
berpartisipasi serta mengamati dan tanpa sengaja mulai mengemukan pertanyaan-
pertanyaan kepada masyarakat Desa Wates.
Peneliti menggunakan sebuah buku harian untuk mencatat kejadian di desa
Wates dan situasi-situasi yang mengantar pada percakapan informan. Selain itu,
peneliti juga menggunakan rekaman untuk merekam wawancara dengan
informan.
Hubungan Peneliti dengan Informan
Peneliti berpartisipasi dalam masyarakat agar masayarakat dapat menerima
keberadaan peneliti. Hal itu dilakukan dengan cara, hadir jika diundang ke rumah
warga seperti Pak Suradi, hadir pada acara sosialisasi survey mawas diri,
berpakaian secara sopan, bertanya pada beberapa penduduk desa mengenai
keberadaan kelompok tani, bertemu dengan petani pemilik lahan usaha tani
hortikultura, mengikuti kegiatan bercocok tanam.
Para informan tidak menampakkan sikap curiga terhadap keingintahuan dan
pertanyaan yang diutarakan. Pertanyaan tersebut berkaitan tentang pengetahuan
masyarakat desa dalam berbagai aspek seperti pendidikan, teknologi, kesehatan,
lingkugan, alam, jenis tumbuhan dan hewan. Namun mereka sedikit menutupi
tentang kepimpinan kepala desa periode sebelumnya dan saat ini. Pada hari
Jum’at, 26 Oktober 2018 saya menemui informan yang menjadi pembicara di
sosialisasi survey mawas diri. Informan ini seorang kader bidan yang
mensosialisasikan keluarga berenvana, ASI eksklusif 2 tahun, Warga Peduli
AIDS, dan program kesehatan lainnya. Informasi dan pengetahuan yang unik
peneliti temui adalah adanya LSM SUAR. LSM tersebut ingin bekerjasama
dengan Kader Bidan dan Puskesmas untuk menggencarkan program dilarang
memandikan jenazah dengan cara dipangku. Orang yang memandikan jenazah
wajib menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD).
121
“Dadi wes berjalan pirang taun iki, 2018...pengurus WPA kecamatan.
Dadi de’e kuwi presentasi mendengung-dengungkan WPA kuwi sampe
ke luar jawa sampe endi-endi bahwa mitos cara memandikan ojok
sampe dipangku, kudu nggawe APD.”
122
menyesuaikan lingkungannya dengan belajar dari masyarakat petani lain. Ia
berusaha mempraktekkan apa yang telah ia amati dan pelajari.
Saat ini Pak Jepri memiliki 8 (delapan) buruh tani, dengan tiga laki-laki dan
lima perempuan. Terdapat klasifiksi pekerjaan buruh tani laki-laki dan
perempuan.
” nek nambahi wong macul yo lanang-lanang iki...”
125
III.9. Nisrina Mufidah (NIM.071611733088)
Penelitian lapangan ke sekian kali membuat saya merasa sudah terbiasa,
akan tetapi rasa kekhawatiran tetap ada tentang bagaimana nantinya tinggal di
lingkungan masyarakat yang sama sekali tidak dikenal. Penelitian lapangan yang
kami lakukan selama lima hari di desa adalah untuk memenuhi tugas praktek
kuliah lapangan (PKL) mata kuliah Metodologi Etnografi dan Antropologi
Perdesaan. Saya termasuk di dalam anggota kelompok 8, bersama dengan teman-
teman saya yang lain, yaitu Bramantyo Aditya sebagai ketua kelompok, Ayu Puji
Lestari, Ashfiyatus Sa’idah, Ardata Tri Anggara, Bobby Wahyu, Nidaul Zulfa I,
Miftachul Chamidah, dan mbak Hayuning Larasati. Desa yang kami teliti sesuai
dengan pembagian yang dilakukan secara acak sebelumnya, kami bertugas untuk
melakukan penelitian di Desa Wates, Kecamatan Wates, Kediri.
Hari pertama (Rabu, 24 Oktober 2018)
Saya dan teman-teman satu kelompok telah membuat janji sebelumnya
untuk berkumpul sekitar jam 8 pagi di depan stasiun Gubeng lama. Saya juga
membuat janji dengan teman-teman yang tempat tinggalnya berdekatan dengan
tempat tingal saya untuk berkumpul dan berangkat bersama-sama ke stasiun
Gubeng lama. Saya, Utari, Indah, Septi, dan Anisa berkumpul di depan Alfamidi
jalan Gubeng Airlangga, sekitar pukul 7.15 pagi kami berangkat ke stasiun naik
mobil memesan lewat aplikasi Grab. Selama perjalanan menuju ke stasiun, kami
membicarakan tentang desa yang kami tempati nantinya. Pukul 7.30 kami sampai
di depan stasiun. Lalu kami turun dari mobil dan menyebrangi jalan raya, di sana
sudah banyak teman-teman lain yang menunggu sambil duduk-duduk di depan
gedung stasiun. Saya menghampiri kelompok saya, yang kebetulan pada saat itu
teman-teman membuat video vlog untuk tugas video kami selama PKL.
Kami berangkat sekitar pukul 8 pagi dari stasiun Gubeng lama Surabaya
ke stasiun Ngadiluwih Kediri naik kereta api selama kurang lebih empat jam.
Sekitar pukul 11.30 kami sampai di stasiun Ngadiluwih, kami istirahat sebentar
sambil menunggu truk yang mengangkut kami datang untuk menuju ke kantor
kecamatan. Saat truk yang akan mengangkut kami sudah datang, kami langsung
bekerjasama menaruh barang dan membantu teman-teman naik ke truk.
126
Perjalanan kami ke kantor kecamatan sekitar 45 menit. Sesampainya di kantor
kecamatan kami menunggu persiapan acara untuk sambutan kedatangan kami.
Saat acara dimulai, dibuka oleh dosen kami yaitu Pak Tri yang meminta izin
untuk melakukan penelitian di Kecamatan Wates. Lalu dilanjutkan oleh sambutan
dari Pak Supriyadi selaku sekertaris camat yang menunjukkan bahwa beliau
menerima kedatangan kami dengan baik. Setelah acara penyambutan selesai, kami
langsung bersiap menuju ke desa tempat penelitian kami masing-masing yang
juga diantar dengan truk.
Kelompok delapan terlebih dahulu turun dari truk, karena letak desa
penelitian kami yaitu Desa Wates yang lebih dekat dengan kantor kecamatan
Wates. Kedatangan kami di balai Desa Wates disambut dengan baik oleh pak
bayan, yaitu Pak Suryadi. Beliau mengantarkan kami ke tempat istirahat kami
selama di Desa Wates. Pak bayan juga menunjukkan ruangan-ruangan yang ada di
dalam balai desa, dan tempat-tempat umum yang ada lingkungan sekitar seperti
masjid. Di sekitar balai desa terdapat lahan yang tidak begitu luas, yang
digunakan untuk kebun yang ditanami tanaman seperti ketela. Di sebelah kanan
balai desa terdapat jalan beraspal yang menuju ke perkampungan warga, pondok
pesantren, dan di sebelah kanannya lagi terdapat ATM BRI. Di sebelah barat balai
desa terdapat kantor Koramil dan juga pom bensin yang berjarak kurang lebih 100
meter. Di depan balai desa sendiri terdapat lapangan sepak bola, yang kebetulan
pada saat kami datang di sore hari terdapat pertandingan sepak bola yang diberi
nama Wates Cup.
Saat pak bayan mengenalkan kami ruangan-ruangan yang ada di dalam
balai desa, kami juga mengajak bicara pak bayan sambil menunjukkan ruangan
apa saja yang ada. Pak bayan mencabut singkong untuk kami yang ada di
belakang gedung aula balai desa, yang akan dimasak di rumahnya. Pukul 15.10
kami bersih-bersih diri, sholat, merapikan barang-brang yang kami bawa, lalu
melakukan observasi di lingkungan sekitar balai desa. Kami menyebar, ada yang
masih di aula balai desa berdiskusi tentang apa yang kami lihat di lingkungan
sekitar, dan ada juga yang sudah keluar untuk melihat Wates Cup sambil mencari
informasi. Sekitar pukul 5 sore saya dan juga teman-teman yang lain ingin melihat
127
Wates Cup, tetapi pada saat kami ke lapangan pertandingan sudah selesai. Kami
memutuskan jalan-jalan ke arah timur untuk membeli barang-barang yang kami
butuhkan, sambil menelusuri daerah sekitar dan membuktikan tempat-tempat
seperti yang diceritakan oleh pak bayan. Di sepanjang perjalanan, kami melihat
ATM, sekolahan, masjid At-Taqwa, KUA, rumah kepala desa, dan tempat-tempat
yang lain.
Adzan maghrib berkumandang, kami memutuskan untuk berhenti sebentar
dan kembali ke balai desa. Kami melaksanakan sholat maghrib, setelah itu kami
berkumpul dan berdiskusi tentang apa yang telah kami lihat dan kami dapatkan di
hari pertama di Desa Wates. Kami juga membagi tugas untuk esok hari saat
mencari data dari warga sekitar. Sekitar pukul 18.30 pak bayan datang ke balai
desa, untuk menjemput kami untuk datang ke rumahnya. Kami memutuskan
untuk datang ke rumahnya. Singkong yang telah dicabut oleh pak bayan dari
halaman belakang balai desa, sudah dimasak oleh istri pak bayan dan disajikan
untuk kami. Selain itu kami juga diberi kopi dan teh, lalu kami makan singkong
rebusnya yang rasanya enak, empuk dan manis. Kami juga berbincang-bincang
dengan pak bayan dan istrinya hingga pukul 21.30. setelah itu kami pulang diantar
oleh pak bayan hingga balai desa. Ternyata di lapangan balai desa sudah terdapat
anak-anak maupun para remaja yang sedang berlatih jaranan, sebuah kesenian
baru yang ada di Desa Wates, yang berlangsung hingga pukul 23.30. Kami
beristirahat sekitar pukul 12 malam, setelah mengerjakan tugas dan selesainya
latihan kesenian jaranan.
Hari kedua (Kamis, 25 Oktober 2018)
Sekitar pukul 04.00 pagi saya bangun karena alarm hp berbunyi. Saya
matikan alarmnya dan mengambil wudhu di kran yang ada di depan kamar mandi.
Lalu, saya dan teman saya yang bernama Ayu sholat shubuh, dan membangunkan
temn-teman kami yang masih tertidur. Setelah itu saya melanjutkan menulis tugas
individu yaitu membuat catatan harian dan catatan lapangan selama di desa.
Hingga pukul 06.15 kami bersih diri secara bergantian, karena kamar mandinya
hanya satu. Kami merapikan tas bawaan kami dan memindahkannya ke ruangan
128
tengah karena ruangan aula yang kami gunakan untuk istirahat akan digunakan
untuk kegiatan desa.
Pada pukul 7.45 kami berangkat ke rumah pak bayan untuk sarapan.
Sebelumnya kami telah membuat janji dengan pak bayan dan istrinya untuk
dibuatkan makan selama kami melakukan penelitian. Saat kami sampai di rumah
pak bayan, kami telah ditunggu oleh istrinya, lalu kami sarapan bersama dengan
manu makan nasi pecel. Selesai makan, sekitar pukul 08.30 kami berdiskusi
sebentar dan mulai menjalankan tugas kami masing-masing, ada yang ke
kecamatan, ada yang wawancara ke warga sekitar untuk mencari data lapangan.
Kami dipinjami oleh pak bayan motor milik balai desa untuk menjangkau tempat-
tempat yang jauh seperti kantor kecamatan. Saya dan teman-teman yang
perempuan bertugas untuk mewawaancarai petani. Saat itu kami mencari-cari
terlebih dahulu target informan kami. Kesulitan yang kami hadapi saat itu adalah
mendapatkan informan seorang petani, karena pada waktu tersebut banyak yang
masih bekerja. Pada akhirnya kami menemukan Pak Joko, yang merupakan salah
satu anggota dari kelompok tani, setelah kami mendapatkan informasi dari warga
yang membuka warung di dekat area persawahan.
Saat bertemu dengan Pak Joko, kami hanya bertanya-tanya sebentar
karena beliau hendak berangkat kerja. Beliau menyarankan kami untuk menemui
Pak Kamari yang juga merupakan anggota dari kelompok tani. Untuk mencari
rumah Pak Kamari, kami merasa sedikit kebingungan karena petunjuk ke rumah
Pak Kamari yang diberikan kepada kami menggunakan istilah arah mata angin,
sedangkan kami masih bingung dengan arah di Desa Wates. Kami telah
menemukan rumah Pak Kamari setelah kami tanya tetangga depan rumahnya, dan
saat kami akan menghampiri rumah beliau, beliau telah keluar dari pintu
rumahnya dan menyambut kedatangan kami dengan sangat ramah. Kami
dipersilahkan untuk duduk di kursi yang ada di teras rumahnya, dan kami
memulai proses wawancara. Wawancara berlangsung dari pukul 09.30 hingga
11.45. Kami membahas berbagai macam dari berbicara tentang keluarga beliau,
pertanian, pekerjaan beliau, hingga peralatan atau teknologi yang digunakan untuk
bertanam.
129
Setelah wawancara, Pak Kamari beristirahat ke dalam rumahnya, dan kami
juga dipersilahkan untuk melihat tanama bunga yang ada di halaman rumahnya.
Selain bunga, beliau juga menanam labu yang bentuknya unik, kami
menyempatkan untuk mengambil gambar di kebun indahnya tersebut. Setelah itu,
kami kembali ke rumah pak bayan, yang letaknya tidak jauh dari rumah Pak
Kamari, untuk makan siang di sana. Seusai makan, kami istirahat sebentar sambil
berdiskusi di dalam rumah pak bayan. Lalu, sekitar pukul 13.45 kami kembali ke
balai desa untuk sholat. Saya dan teman saya Nidaul sholat dhuhur di mushola
Koramil yang letaknya dekat dengan balai desa, dan kami menunggu hingga
waktu ashar tiba. Pada saat itu, dosen pembimbing kuliah lapangan kami datang
untuk berkunjung di desa yang kami teliti, hingga pukul 15.15. Di sore hari, kami
melanjutkan diskusi untuk menentukan tema yang akan kami ambil untuk fokus
penelitian kami.
Saat waktu maghrib tiba, kami mengambil air wudhu dan sholat maghrib
terlebih dahulu. Setelah itu, kami mengerjakan tugas individu kami masing-
masing. Akan tetapi, pada saat kami mengerjakan, lampunya tiba-tiba mati dan
ternyata ada pemadaman listrik pada waktu itu, kami terpaksa berhenti melakukan
pekerjaan kami. Di desa-desa kelompok lain juga mengalami hal yang sama,
pemadaman listrik untungnya tidak terlalu lama. Sekitar pukul 19.10 lampu sudah
menyala lagi, dan kami sholat isya’ lalu melanjutkan mengerjakan tugas individu
maupun kelompok. Pukul 23.00 kami sudah mulai mengantuk, ada yang sudah
tertidur dan saya juga memutuskan untuk mengistirahatkan tubuh.
Hari ketiga (Jumat, 26 Oktober 2018)
Pagi hari pukul 4 pagi saya terbangun karena suara dari alarm hp berbunyi.
Saya duduk sebentar lalu berdiri dan keluar dari aula balai desa untuk mengambil
air wudhu di kran depan kamar mandi. Perasaan takut mulai ada karena saya
keluar sendirian dan yang lain masih tertidur. Lalu saya masuk ke balai desa dan
melaksanakan sholat shubuh. Sekitar pukul 04.30 saya melanjutkan membuat
catatan harian dengan memakai jaket karena hawa sejuknya yang membuat saya
merasa kedinginan. Pukul 06.25 saya bersih diri dan bersiap-siap untuk mencari
data lagi. Kami merapikan tas bawaaan kami dan membawanya ke ruangan yang
130
lain, karena aula balai desa yang kami pakai untuk istirahat akan digunakan untuk
kegiatan desa, yaitu perkumpulan para ibu-ibu PKK. Tidak lama kemudian, bu
carik datang membawakan kami sarapan pecel, dan kami menerimanya dengan
senang hati. Ibu carik datang ke balai desa juga untuk menyiapkan acara yang
diadakan pukul 10.00.
Kami sedikit terlibat dalam persiapan acara yang diadakan di balai desa
tersebut. Seperti membantu menata kursi, menata kain, hiasan dan yang lainnya.
Setelah itu, sekitar pukul 08.30 kami pergi ke rumah pak bayan karena sudah
ditunggu, dan kami membawa nasi bungkus pecel yang diberikan oleh bu carik.
Kami semua sarapan di rumah pak bayan untuk mengisi perut yang kosong.
Seusai itu kami berdiskusi sebentar, dan mulai menyebar untuk mencari data.
Sebelumnya kami pamit dengan pak bayan dan istrinya untuk melanjutkan
penelitian kami di sekitar desanya. Ada yang melakukan penelitian tentang acara
yang diadaka di balai desa, dengan target ibu-ibu PKK dan ibu bidan, ada pula
yang mencari data ke arah timur dari rumah pak bayan, sedangkan saya dan Nida
mencari data di sekitar rumah pak bayan, dan kami menemukan informan salah
satunya di jalan alap-alap.
Saya dan Nida pada saat itu menemukan informan yang bernama Pak
Suci, beliau merupakan pengolah kedelai menjadi tahu. Akan tetapi, Pak Suci
masih sibuk karena masih menggiling kedelai. Sehingga kami hanya memperoleh
informasi yang sedikit. Pak Suci berkata kalau beliau hanya membuat tahu dalam
jumlah yang sedikit, saat itu saya hanya melihat lima wadah jurigen kedelai yang
sudah digiling, yang rencananya saat sudah menjadi tahu hanya dijual di warga-
warga sekitar tanpa melewati seorang perantara. Tidak lama kemudian kami
ditinggal Pak Suci kembali ke rumahnya. Akhirnya kami menyelesaikan proses
wawancara tersebut. Kami disuruh mampir di rumah tetangga yang ada di sekitar
pabrik tahu untuk istirahat sebentar. Kami juga sedikit mengobrol dengan warga
tersebut. Lalu, setelah mengobrol dengan warga sana, kami melanjutkan
perjalanan melewati gang-gang kecil rumah warga yang belum pernah kami
lewati, dan kami melihat terdapat jalan yang cukup luas. Akhirnya kami berjalan
sesuai dengan alur jalan tersebut. Selama perjalanan, kami menemukan
131
perkumpulan ibu-ibu sebanyak empat orang yang sedang mencabuti kacang tanah
dari akar dan daunnya. Kami pun penasaran dan menghampiri ibu-ibu tersebut.
Kami menghampiri mereka mengawali dengan ucapan salam. Lalu ibu-ibu itu
menjawab salam kami dan menerima kedatangan kami dengan ramah. Kami
mewawancarai mereka tentang apa yang mereka kerjakan. Inti dari apa yang
dihasilkan dari wawancara tersebut adalah perempuan atau ibu-ibu yang ada di
sana banyak yang pengangguran, atau sebagai ibu rumah tangga, dan yang
menjadi petani hanya satu orang.
Setelah selesai saya dan teman saya Nida mewawancarai ibu tersebut,
kami melanjutkan proses perjalanan padahal kami tidak tahu jalan pulang menuju
rumah pak bayan, tetapi kami berani menelusuri jalan-jalan berdasarkan feeling
kami, dan akhirnya sampai juga kami di dekat kampung rumah pak bayan. Kami
memutuskan untuk beristirahat dan meneduh di halaman rumah pak kamari
karena rindang. Kami juga menyempatkan untuk mengambil gambar dengan
tanaman yang ditanam oleh Pak Kamari. Tidak lama kemudian Pak Kamari
datang dan menyuruh kami untuk duduk di teras rumahnya atau ruang tamu
terbukanya. Kami diajak mengobrol sebentar sekitar 15 menit lalau ditinggal oleh
Pak Kamari masuk ke dalam rumahnya. Lalu, sekitar pukul 11.00 siang kami
memutuskan untuk kembali ke balai desa.
Saat tiba di balai desa, kami istirahat sambil melanjutkan mengerjakan
catatan. Pada saat itu juga, kebetulan acara warga desa sudah selesai dan tinggal
hanya dua orang yang merupakan ibu bidan. Dua teman saya yang lain
mewawancarai ibu bidan, sedangkan saya dan teman teman saya melanjutkan
mengerjakan catatan harian. Sebelum ibu bidan kembali untuk melaksanakan
tugasnya, saya dan teman-teman menuju ke aula tempat wawancara kepada ibu
bidan. Lalu kami berkenalan, dan pada saat itu kami meminta data penduduk
ttentang natalitas dan lain lain. Saya mengambil laptop kedalam, dan saya
nyalakan lalu saya berikan ke ibu bidan. Setelah bu bidan mengcopykan data tau
dokumen kelaptop saya, kami meminta berfoto bersama sama, tetapi hanya
beberapa saja yang ikut foto.
132
Seelah ibu bidan kembali bertugas, saya juga kembali melanjutkan catatan
saya. Tidak lama lagi, waktunya kami untuk makan siang di rumah pak bayan,
lalu saya meminta teman saya untuk menunggu saya sholat dhuhur terlebih
dahulu. Setelah itu, saya dan keempat teman saya pergi ke rumah pak bayan
dengan berjalan kaki. Kami makan siang di sana sekitar pukul 13.00. sedangkan
empat teman kami yang lain masih jalan-jalan di luar untuk mencari data, ada
yang mengendarai sepeda motor karena tempatnya yang sangat jauh dan ada yang
jalan kaki. Sekitar pukul 2 siang saya dan teman-teman saya pamit ke pak bayan
dan istri untuk kembali ke balai desa. Saat tiba di balai desa, kami melanjutkan
membuat catatan sambil menunggu teman saya untuk mencari data di pabrik tahu.
Tetapi, kami tidak jadi ke sana pada hari itu, karena kondisi teman saya yang tidak
memungkinkan untuk mencari data. Lalu kami memutuskan untuk bersih diri dan
sholat ashar terlebih dahulu.
Saat adzan maghrib tiba, kami melaksanakan sholat maghrib terlebih
dahulu. Setelah itu kami semua berkumpul di aula balai desa, dan kami
melakukan diskusi. Setelah itu, kami makan ke rumah pak bayan, kami bersiap-
siap menuju ke rumahnya. Kami makan di rumah pak bayan sekitar pukul 18.30
hingga 20.00 malam, lalu kami pamit pulang ke balai desa. Selama perjalanan
pulang kami ingin membeli jajan untuk kami makan bersama di balai desa. Pukul
21.00 kami selesai membeli roti bakar dan kembali ke balai desa, kami makan
bersama di sana sambil berdiskusi lagi untuk menentukan fokus yang kami bahas
dari ketujuh unsur kebudayaan. Pada saat itu juga ada kesenian jaranan yang
dimulai sejak pukul 19.30 hingga 23.00. Sekitar pukul 10 malam kami sudah
mulai mengantuk, dan saya tidur setelah menulis catatan pukul 23.00
Hari keempat (Sabtu, 27 Oktober 2018)
Pukul 03.00 saya terbangun, mengambil air wudhu di kamar mandi
bersama teman saya Ayu untuk sholat isya’ karena tertidur tadi malam. Pada saat
kami keluar dari kamar mandi, kami terdengar suara yang sangat asing, kami
merasa meerinding dan cepat-cepat kembali masuk ke balai desa, melaksanakan
sholat dan menunggu waktu shubuh tiba. Setelah kami sholat shubuh, kami
membangunkan teman-teman yang lain agar segera bersih diri, pukul 05.30 kami
133
bersiap-siap untuk pergi ke sawah yang dekat dengan taman kanak-kanak. Di
sawah, kami mencari-cari petani yang bisa kami gali informasi, akan tetapi jarang
petani yang lewat. Ada dua orang yang lewat, akan tetapi tampaknya terburu-buru
untuk bekerja di sawah. Hingga pukul 07.00 pagi kami masih belum menemukan
informan, akhirnya kami memutuskan 2 orang teman kami untuk pergi ke sawah
Pak Jefri, yang sebelumnya telah membuat janji dengan beliau.
Kami kembali ke balai desa terlebih dahulu, dan kedua teman saya Ayu
dan Afy yang akan mencari informasi di sawah Pak Jefri dan diantar teman saya
Bram, sedangkan yang lainnya tetap di balai desa. Tidak lama kemudian, pukul
08.00 kami menuju ke rumah pak bayan untuk sarapan pagi. Setelah sarapan,
kami memutuskan untuk pergi juga ke sawah Pak Jefri untuk mencari informan di
sana. Kami diantar sepeda motor, dijemput oleh Bram menuju ke sawah Pak Jefri,
tetapi kami mampir ke balai desa untuk mengambil barang-barang yang
diperlukan untuk kami gunakan di sana. Sawah Pak Jefri berada di arah barat jalan
raya, dan jaraknya sangat jauh.
Jalan menuju sawah Pak Jefri sangat menegangkan, karena kondisi jalan
yang penuh dengan pasir membuat kami takut terjatuh. Saat tiba di sawah Pak
Jefri, kami menaruh barang-barang kami di gubuk tempat istiraha buruh petani.
Lalu kami mencopot sandal dan menghampiri petani-petani yang sedang bekerja.
Saat kami menghampiri ibu-ibu yang merupakan buruh tani, mereka sangat
terbuka dan menerima kehadiran kami dengan baik. Kami menghampiri seorang
buruh tani, dan selain kami mewawancarai beliau, kami juga membantu mencabut
rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman cabai agar tanamannya tersebut tidak
rusak. Dalam kegiatan pertaniannya, para petani tidak terlepas dari peralatan dan
teknologi yang digunakannya, dan hal tersebut dijelaskan oleh Pak Jefri.
Setelah itu, sekitar pukul 11.00 siang, kami kembali ke balai desa diantar
dengan sepeda motor secara bergantian dua orang dua orang untuk kembali ke
balai desa oleh teman kami Ardata. Saat giliran saya dan Nida yang diantar, kami
menyempatkan untuk membeli es di pinggir jalan raya dekat balai desa untuk
menghilangkan dahaga. Sekitar pukul 12.00 kami meminum es nya bersama-sama
dan beristirahat di aula balai desa. Setelah itu, pukul 13.00 saya dan teman saya
134
yang lain pergi ke rumah pak bayan untuk makan siang, setelah itu saya dan
teman saya Nida, Tachul, dan mbak Hayu pergi ke pabrik tahu yang kemarin kami
datangi.
Pada saat itu, kebetulan ada orang yang sedang membuat tahu. Kami
meminta izin untuk mau diwawancarai, dan beliau bersedia. Namanya adalah Pak
Toyo, beliau merupakan pembuat tahu sejak tahun 1978, yang merupakan turun-
temurun dari orang tuanya. Beliau menceritakan kisah hidupnya dengan
menggunakan bahasa krama yang dicampur dengan bahasa daerahnya sendiri,
juga menunjukkan berbagai ekspresi atau mimik wajah. Ekspresi wajah, gerakan
tubuh serta istilah-istilah lokal yang digunakan oleh warga asli desa itu
merupakan suatu simbol (Spradley, 1997). Beliau merasa bersyukur atas
pekerjaan yang ditelateninya selama ini, pengahsilan berapapun beliau merasa
sangat bersyukur.
Sekitar pukul 15.00 kami kembali ke balai desa, dan melanjutkan
mengerjakan catatan juga menyicil mengerjakan laporan hingga maghrib. Saat
adzan maghrib tiba, kami bersiap diri untuk sholat maghrib dan akan
mengunjungi rumah pak kepala desa. Kami berjalan kaki menuju rumah beliau.
Kami membawa cindera mata untuk mengucapkan banyak terima kasih kepada
beliau karena mengizinkan kami untuk melakukan penelitian di desanya. Setelah
itu, kami menuju ke rumah pak bayan untuk makan malam dan mengucapkan
banyak-banyak terimakasih, karena telah merawat kami selama di Desa Wates.
Kami melakukan salam perpisahan dan mengambil foto bersama-sama di dalam
rumah pak bayan. Sekitar pukul 09.00 kami kembali ke balai desa, merapihkan
barang-barang baawaan kami karena esok hari kami akan pulang ke Surabaya.
Kami juga istirahat lebih awal sekitar pukul 22.00 malam.
Minggu, 28 Oktober 2018
Pagi hari, sekitar pukul 04.00 kami bangun pagi, bersih diri dan
membersihkan tempat aula yang kami gunakan untuk istirahat. Setelah itu, sekitar
pukul 06.30 kami keluar desa untuk mencari sarapan. Kami jalan ke arah timur
dan warung makan yang buka pagi, kami akhirnya membeli bubur sum-sum untuk
mengganjal perut kami sebelum berangkat ke stasiun. Sebelum berangkat ke
135
stasiun, kelompok kami dan kelompok yang lain diundang dalam acara di desa
lain. Kami menghadiri sebentar di acara itu, dengan dijemput oleh truk yang
sama. Sekitar pukul 09.00, setelah menghadiri acara kami semua langsung menuju
ke stasiun Ngadiluwih. Karena masih ada waktu sebelum kereta api berangkat,
kami satu kelompok pergi ke warung makan karena masih merasa lapar. Setelah
itu kami kembali ke stasiun dan tidak lama kemudian kereta api yang menuju ke
Surabaya sudah datang. Kami berbondong-bondong untuk masuk ke dalam
gerbong sesuai dengan tiket kereta. Perjalanan dari stasiun Ngadiluwih ke stasiun
di Surabaya sekitar 4 jam perjalanan, dan akhirnya kami pulang ke rumah kami
masing-masing.
136
BAB IV
TRANSKRIP WAWANCARA
IV.1. Hayuning Galih Larashati (NIM. 071511733032)
139
IV.2. Bobby Wahyu Wicaksono (NIM. 071611733008)
140
I: Untuk penduduk, jumlah dan data-datanya yang kongkrit tentang penduduk
disini kalo mas butuh nanti mas nya bisa minta datanya ke IT(Informasi dan
teknologi. Jumlah penduduk desa kurang lebih 2700 an penduduk.
P1: Jenis kelamin, pekerjaan, dan riwayat pendidikan juga ada pak?
I: Ada sudah lengkap
P1: Untuk jenis-jenis pelayanan di desa ini ada apa aja pak pelayanannya?
I: Untuk layanan terutama dari pemerintahan ini ada bagian pemerintah,
bagian kaur dan juga ada staff-staffnya yang melayani dari pemerintahan
pusat untuk melayani masyarakat, misalnya pembuatan KTP atau layanan
masyarakat laiinnya.
P1: Kemudian jenis pelayanan kesehatan, keamanan dan semacamnya ada apa
aja pak?
I: Disini itu ada Polindes (Pondok Bersalin Desa) salah bentuk layanan untuk
masyarakat sini, yaitu layanan kesehatan ibu-ibu juga ibu hamil dan anak
termasuk KB. Polindes kemarin dari dana Desa dibuatkan untuk Polindes,
ya pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan tenaga kesehatannya dari desa-
desa juga. Untuk jenis pelayanan lainnya ada bank, koramil, apotek, di
Wates ini di tingkat kecamatan ada Polsek wates.
P1: Apakah di desa ini sudah ada BUMDES pak?
I: Belum ada, untuk sekarang ini BUMDES nya masih belum ada.
P1: Kenapa kok belum ada pak?
I: Dari pihak kami ini masih merencanakan akan membahas BUMDES ya
juga kami nanti akan mengundang warga-warga disini untuk membahasnya.
P1: Bagaimana hubungan desa wates ini pak dengan desa lainnya di sekitar desa
wates ini? Apakah ada hubungan atau kerjasama antar desa kah pak?
I: Kalo hubungan desa Wates ini dengan desa lainnya ya saya rasa masih baik-
baik aja tidak ada masalah. Kalo kerjasama antar desa juga belum ada. Ini
kemarin merencanakan membangun aspal tapi masih belum biar jalan antar
desa itu gimana caranya antara desa satu sama lain saling berkaitan begitu.
Nah tapi ini yang belum dilaksanan.
P1: Untuk kegiatan desa disini sendiri ada kegiatan apa saja pak?
141
I: Kegiatan?
P1: Iya pak
I: Kegiatan disini ada Karang Taruna dari masyarakat desa ini mungkin sudah
jalan juga ada PKK, kalo mau tanya nanti bisa koordinasi sama tim
penggerak PKK bisa dari ibu kepala desa atau ke sekdes bisa tanya-tanya
nanti disana. Kalau pelaksanaan ibu-ibu kumpul ya di PKK itu. Juga ada
kelompok tani yang semua anggotanya petani semua, mereka biasanya
membahas tentang masalah tani.
P1: Untuk Karang Tarunanya sendiri punya kegiatan apa aja pak?
I: Untuk sementara ini kegiatan Karang Taruna mengadakan pertandingan
sepak bola di depan Bali Desa ini yatu “Wates Cup” yang hampir tiap tahun
diadakan di lapangan desa ini. Pesertanya juga ada yang berasal dari desa
ini, ada juga yang dari luar desa bahkan ada yang dari Blitar dan Jombang.
Juga ada kegiatan pengolahan sampah, kemarin ada bantuan dari pusat
untuk pengolahan sampah. Sementara ini masih dalam proses pembuatan
dan mungkin akan jadi bulan 11 (November) Insya Allah sudah jadi dan
siap digunakan oleh masayarakat Wates disini.
P1: Selain PKK dan Karang Taruna ada apa lagi pak?
I: Selain PKK sama Karang Taruna ada LKMD (Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa). Untuk sementara yang jalan ya Cuma dua itu aja Karang
Taruna sama PKK.
P1: Mengenai dana desa pak di Wates ini bagaimana penggunaanya?
I: Untuk dana desa s0ementara saya gunakan untuk renovasi tempat,
pembangunan rumah warga di kampung-kampung, jalan yang belum saya
ragat semua, untuk MCK dan juga irigasi?
P1: Itu per rumah memang ditujukan kepada warga yang kurang mampu?
I: Itu ada sendiri kriterianya juga warga tidak mampu, kutang lebih terutama
kondisi rumahya yang masih pakai gedek yang masih dari bambu itu mas
semua itu saya .....(suara tidak jelas). Juga kan ada warga yang bener-bener
miskin memang tidak punya rumah saya beri bantuan kepada warga tersebut
kami buatkan mungkin ukuran 4x6 atau 5x8 ....(suara tidak jelas karena ada
142
suara truck lewat) untuk warga miskin yang sudah berkeluaraga dan
mempunyai anak.
P1: Selain itu digunakan apa lagi pak?
I: Ya digunakan untuk hal-hal lainnya seperti sarana dan prasarana
P1: Dari dana tersebut apa ada rinciannya pak, misalnya untuk petani itu berapa
uang dan digunakan untuk apa saja?
I: Oh ada mas itu ada rinciannya jelas digunakan untuk ini untuk itu. Nanti
lebih detailnya lagi bisa minta yang disana aja (ruangan sebelah ruang kerja
pak Kades)
P1: Mengenai masalah desa ya pak. Apakah desa ini ada masalah atau sedang
mengalami masalah? Kalau ada itu masalah yang bagaimana pak?
I: Masalahnya itu terutama dalam hal pemerintah. Itu mungkin sudah berjalan
dalam arti ya ndak ada suatu masalah yang berarti karena kami sepakat kalo
ada masalah kita selesaikan dengan berembug tidak sampai menjadi
permasalahan yang besar. Kegiatan-kegiatan terutama dana desa itu kan
selalu dipantau sekarang, nah kami sekarang hati-hati dengan itu ..... (suara
tidak jelas).
P1: Juga adakah konflik di desa ini pak? mungkin pernah ada yang di selesaikan
pak?
I: Konflik kemarin adanya pengolahan sampah, disitu ada konflik antara yang
mau sama yang tidak. Alhamdulillah bisa diselesaikan, dalam arti misalnya
sampah itu jual ke pengumpul sampah dan .... (suara tidak jelas) sayangnya
ya itu kurangnya sosialisasi akhirnya mereka semua menyadari itus.
Kemarin kan ada permasalahan pembuangan sampah dibakar, kan
sebenarnya dibakar tidak boleh dampaknya bisa mencemari lingkungan dan
asapnya mengganggu. .... (suara tidak jelas) untuk pengolahan sampah
akhirnya masyarakat menyadari. Kemarin sampah diangkut itu tidak bayar,
saya kondisikan takutnya dibakar lagi untuk pembakara disana saya
khususkan pembakaran di depannya STM, disana itu masyarakat tidak saya
kenakan biaya masak wes diambil wes dibakar dikenakan biaya. Ya dengan
adanya ini nanti kan ini ada retribusi untuk penarikan karena permasalahan
143
itu kan ya itu ada karena ada wilayah di desa yang ndak mau untuk
mengumpulkan KK itu ndak mau, akhirnya dengan sendirinya dibuatno
seperti keterangane ..... (suara kurang jelas) lalu buat pupuk, dipilah-pilah,
terus diolah dengan prosesnya untuk sampah selebihnya ditumpuk ae.
P2: Kira-kira dengan adanya pabrik sampah disini profitnya untuk masyarakat
apa gimana pak?
I: Ya prosesnya nanti akhirnya kan kalau di buat pupuk nanti kan disebarkan
di masyarakat terus untuk yang dipilah-pilah itu kan ada tim yang siap
mengolah sampah tersebut ....(suara kurang jelas) nanti sampai berkembang
kalo sampai berkembangnya besar bisa untuk membantu pemerintahan
pusat karena itu ....(suara kurang jelas) sampahnya kan ndak dari sini saja
kan itu sampahnya juga dari masyarakat lain.
P1: Sampahnya itu dari sampah jenis apa aja pak?
I: Dari sampah rumah tangga
P1: Terus untuk sampah-sampah organik dan non organik itu bagaimana pak?
I: Ya nanti kan juga dijadikan pupuk organik juga. Kan semua sampah masuk
dulu disitu nanti baru dipilah kalo yang bisa dijadikan pupuk dijadikan
pupuk kalo yang gak bisa bisa dijadikan pupuk nanti ada bantuan ada
tandon untuk nanti diangkut oleh pemerintah daerah bagaimana nantinya.
P2: Ini memang programnya Kementrian Lingkungan Hidup?
I: Iya. Kemarin kan disini ada ...(suara kurang jelas) pengangkut sama
membakar kalau saya ndak nganggar itu satu provinsi yang melanggar
penganut sampah karo sampahnya desa sini lainnya gak berani.
P1: Kenapa pak?
I: Karena saya pemberdayaan saya ....(suara tidak jelas) mumpung juga
akhirnya nanti terus dengan adanya ini lebih untuk masyarakat akan lebih
banyak.
P2: Jadi ini masih proses pembangunan atau gimana?
I: Iya masih proses pembangunan.
P1: Ini tempatnya disebelah kiri jalan yang bangunan baru itu ya pak?
144
I: Iya bangunan baru tapi masih proses. Tapi pembakarane masih disitu juga.
Kemarin saya menganggar dana desa itu Rp 15.000.000,00 untuk
pembakaran. Nah ini ada bantuan 600 juta dari pemerintah.
P2: Itu diawasi langsung atau bagaimana pak sistem pengawasannya?
I: Ada dari pendamping dari provinsi
P2: Jadi langsung turun kesini apa dipantau setiap bulan atau bagaimana pak?
I: Pembangunane?
P2: Nggak maksudnya besok lo pas pengelolaane
I: Pengelolaane gini, setelah saya bentuk tim untuk pengelolahane itu nanti ya
itu yang kerja ya itu ndak ada pengawas.
P2: Jadi otomatis dikembalikan lagi ke desa ya pak
P1: Berarti desa ini sendiri yang ngelola ya pak? Terus pemerintah
menyerahkan ke desa ini
I: Ini saya membentuk tim sebelum dan sesduah untuk mengolah sampah nanti
juga akan dibentuk siapa yang mengolah, siapa yang ini dan tugas-tugasnya.
Kemajuan dan tidaknya kan tergantung dari tim pengolah ini. Nanti juga
dipilah-pilah yang kompos kalo sudah anu kan bisa digunakan. Kemarin kan
belum yang tempat sampah ini belum ada penarikan keuangan setelah
adanya ini akan kena penarikan tapi nanti disurvei dulu kekuatan warga
disini berapa, mungkin Rp 5000 perbulan atau berapa kita lihat hasil
surveinya dulu.
P3: Responnya warga bagaimana pak terhadap penarikan?
I: Alhamdulillah saya berhentikan 3 harian masyarakat sudah gejolak , mbayar
ae gelem.
P3: Berarti sudah menerima ya pak
I: Itu ngecek ....(suara tidak jelas )cukup gitu ae di pingno seng nagngkut ae 3
hari ae udah penuh. Wong bayar ae gelem. Sudah kelihatan, jadi saya
nganggar dan desa untuk pengangkut sama mbakar itu 46 juta pertahun kalo
gak dibantu itu nggak kuat. Pengangkutan dari awal kan belum ada saldo
kan gak ada.
P2: Sebelum adanya proyek ini sampahnya larinya kemana pak?
145
I: biasanya dibakar
P2: Cuma dibakar aja
I: Nanti begini sebelum ada pembakaran itu dibuang di lahan warga yang
namanya sampah kan bergejolak ..... (suara tidak jelas). Saya juga bingung
akhirnya saya pindah ke kas desa ....(suara tidak jelas) nanti itu sampahnya
dijual juga sama perumahan .........(suara tidak jelas) sampah datang basah
gak basah masuk ke situ nanti ditata bisa-bisa sampe malem .....(Suara tidak
jelas) pokoke kono siap-siap, siap gak siap kudu siap kalo masuk sana ya
harus siap. Juga kami kerjasama dicek semua sama ITS alat-alatnya,
mungkin bulan 11 sudah datang alat-alatnya mulai dari blowernya, mesin
pencacah, untuk itunya sampah juga mesin tossa itu juga yang beli tim nanti
dibantu oleh pemerintah daerah kan ini proyek kerjasama juga dengan
pemerintah daerah.
P2: Disini ternaknya banyak pak?
I: Ternak ayam
P2: Nggak maksudnya ternak kambing ternak sapi gitu
I: Kalo ternak jarang
P2: Pas saya jalan-jalan kok ngeliat kok ada peternakan gitu
I: Kalo ternak itu sudah ada yang di sebelah desa sini
P2: Jadi, istilahnya belum ada pengolahan pupuk kompos dari kotoran?
I: Belum belum belum
P2: Itu memang tanah yang dibuat pabrik memang tanahbya desa?
I: Iya tanah desa. Ini saya kemarin saya rapat itu untuk pengolah sampah
untuk bangunannya sama. Ada yang lain?
P1: Ini pak mengenai keunikan desa ini yang membedakan desa ini dengan desa
lainnya apa pak?
I: Saya kok nggak anu ya, disini itu nggak ada yang bikin menarik di desa ini
apa saya cari masih belum tahu hanya jalanannya setapak ....(suara tidak
jelas)
P1: Terus untuk tradisi sendiri disini ada tradisi apa pak ada acara-acara apa?
146
I: Adanya kuda lumping itu aja gak ada tradisi yang apa gitu turun temurun
gak ada, mungkin kalo bersih desa ya biasa nggelar karpet dijalan berdoa
bersama, suro itu ya ada.
P1: Terus untuk asal-usul desa wates ini gimana pak?
I: Untuk saat ini saya masih belum menemukannya ya saya cari juga belum
ada .....(suara tidak jelas)
P2: Saya lihat warga di desa ini sudah banyak yang mulai melirik ke perniagaan
soalnya saya disini itu banyak pertanian. Kira-kira masyarakat itu yang
namanya petani itu gimana pak? Itu kok bisa akhirnya mereka itu berubah
itu awalnya pak bagaimana dari petani terus ke pedagang? Apa mereka
mendapat sosialisasi atau apa akhirnya mereka berubah jadi dagan gitu?
I: Kemarin untuk saya juga menganggar terutama untuk kegiatan ....(suara
tidak jelas) hanya sebats saja tapi kalau petani yang menjadi pedagang itu
mungkin dengan kondisi pertanian sekarang yang seperti ini buat beli rabuk
terus panen nunggu waktu lama. Dengan kondisi yang seperti itu kan nggak
bisa untuk memenuhi kebutuhan kalo memang bener-bener lahannya luas
masih cukup buat memenuhi kalo sebatas petani aja yang gak mampu gak
kuat gitu terus akhirnhya mereka berdagang untuk membantu memenuhi
kebutuhannya.
P2: Kalo disini panen tebunya berapa bulan pak?
I: Setahun sekali
P1: Terus tebunya itu diapakan atau dikirm kemana pak?
I: Kadang-kadang dikirim ke Kediri ke Tulungagung tapi ndak pasti
P2: Terus itu hitung-hitungannya gimana pak?
I: Biasanya per kintal
P2: Per kintalnya berapa pak?
I: Mungkin 61 ribu atau berapa gitu tapi harganya gakk tentu kadang naik
kadang turun. Biasanya kebanyakan langsung dibeli sama pembrong
P2: Jadi sudah ada pembelinya ya pak
I: Iya langsung dibeli pemborong nanti itu ya dikirim ke pabrik gulas kan
mereka sudah punya link.
147
P1: Terus saya juga lihat ada yang nanam kacang pak juga ada cabe, labu terus
di depan rumah pak Bayan itu juga ada yang nanam nanas. Itu juga dijual
pak?
I: Iya. Itu kan juga hasil petani. Disana itu rumah pak RT ada kacang, ada
nanas. Sekarang kan kalo dilihat kondisi tanahnya gak semua hatus ditanami
tebu bisa ditanami lainnya ya kayak itu tadi.
P2: Ini kan saya lihat disini adanya kafe-kafe di pinggir jalan. Nah itu kira-kira
penduduk asli atau pendatang yang punya kafe itu?
I: Itu pendatang tapi dia beli tanah disini juga. Kafe yang sana itu punyanya
mereka, beli tanah terus dibangun.
P2: Jadi, punyanya pendatang
I: Iya, di pinggir-pinggir jalan ini sampe Tawang sana sudah banyak yang ada
kafe-kafe nya
P2: Kira-kira dengan adanya kafe itu ada keuntungan sendiri buat desa nggak
pak?
I: Ndak ndak ndak ada. Yang pendatang-pendatang ini saya gak pungut biaya,
dalam arti saya data nanti ya....(suara tidak jelas). Saya juga menganggar
untuk layong untuk dagang itu untuk tempat para pedagang PKL. PKL-PKL
disini juga nggak saya pungut yang penting saya nyediakan tempat, kan
enak tempatnya tertata. Kan itu dianggarkan ari pemerintah pusat untuk
tempatnya. Keuntungan buat balai desa ndak ada mas.
P3: Soal tradisi wiwit itu, musim tanam itu gimana pak?
I: Kalo dengan tanaman seperti ini kan nggak bisa, nek dulu ada mungkin kan
serentak tanam padi terus apa tanam apa gitu kalau sistem yang sekarang
sudah nggak ada hilang.
P2: Soalnya sistem sekarang itu sudah fungsional dadi ngikuti lah, dadi gak
mesti nganu terus.
P2: Disini mayoritas Islam ya pak?
I: Iya
P2: Kalau agama lain ada pak?
I: Ada tapi mayoritas agama islam.
148
P2: Disini tempat ibadahnya selain masjid ada gereja atau yang lainnya pak.
I: Masjid saja kalau gereja nggak ada di desa sini mungkin disebelah desa ada.
P: Kalau ntuk dana ini rata-rata lulusan SMA apa gimana pak?
I: Diusahakan lulus dari SMA, kadang-kadang ada warga yang mungkin ada
kekurangan uang tapi kami prihatin sehingga kami bantu mereka yang
kekurangan itu.
P2: Terus yang lulusan SD SMP masih banyak pak? Putus sekolah?
I: Masih ada hanya beberapa persen tapi kan sekarang kan harus lulus SMA
kalo bisa ya sarjana. Ya ada anak SD itu yang putus sekolah terus dari kami
menanyai kenek opo kok mandek sekolah terus dari desa kan juga
membantu warga yang kurang mampu juga untuk biaya pendidikan. Terus
anak yatim juga ada pembinaan untuk setahun sekali desa memberi
santunan. Kemarin 36 juta itu warga-warga yang kurang mampu jadi nggak
sampe terlantar gitu ....(suara tidak jelas).
P2: Jadi dari desa ini ada upaya-upaya untuk mencegah anak-anak yang putus
sekolah itu pak
P1: Kira-kira desa ini pernah nggak pak mendapatkan penghargaan? Prestasi
desa yang didapatkan apa aja pak?
I: Untuk kelompok petani waktu pemerintahan kemarin itu ada ..........(suara
tidak jelas) kalo pemerintahan saya sekarang masih belum ada
149
IV.3. Miftachul Chamidah (NIM. 071611733030)
P1: permisi pak, maaf mengganggu waktunya sebentar. Jadi saya sama teman
saya mau tanya-tanya sedikit sama bapak. Boleh kan pak?
I: ohh iya mbak bolehhh, enten nopo?
P1: saya mau menanyakan tentang kesenian jaranan yang ada di desa Wates
pak. Sebelumnya nama saya mifta
P2: saya hayu pak
P1: bapak namine sinten?
I: bapak kempul, ini mbaknya nanya masalah apa? Sejarahe? Artine ta joged
ane
P2: engga pak jadi kita tanya tentang bagaimana cerita kesenian Jaranan didesa
Wates, terus berapa anggotanya
I: ohhhh, anggota jaranan sendiri 17orang plus pengurus
P1: ohh penguruse pinten pak?
I: penguruse kabehe 9 mbak. Tapi lek dipikir jaranan iki akeh
P1: pinten pak?
I: tiga puluh
P1: tiga puluh
I: nyampe tiga puluh kesenian jaranan
P1: terus kesenian sing wonten teng deso Wates niki opo wae pak?
150
I: kesenian ya jelas jaranan niku wau
P1: jaranan nggeh pak
I: lek orkes perseorangan
P1 : ohh nggeh nek orkes hehehe
I: nek wek e deso nggeh jaranan, tapi jaranan berdirinya masih seminggu iki
P1: ohhh bedirie tasik seminggu niki
I: lah anggotane kaya pelatih terus bocah-bocah Wates kabeh
P1: ohhhh
P2: loh itu umurnya dari berapa sampe berapa pak?
I: itu umurnya dari yang pa;omh kecil 12th
P1: ohhh 12th nggeh
I: kalau yang dewasa sampe 24th
P1: ohh enten sing ageng nggeh pak nggeh?
I: enten. Sampean lek (1.18)
P1: nopo pak?
I: label e sek sek, ehem. Turonngo dharma budaya
P1: puronggo...
I: Turonggo, turonngo jaranan
P2: turonggo itu artinya apa pak?
I: jadi dharma kepada desa. Bakti kepada desa. Budoyo ya kebudayaan
P2: ohhh kebudayaan
I: nggeh kebudyaan
P1: sinten pak sing pendiri nopo, jaranan
I: ketua?
P2: iya ketuanya pak
I: pak kasun nonok....sapa ya kepanjangane saya kok gk patek paham. Pokok e
pak Nonok . Lah pengurusnya ada ketua satu, ada ketua 2, terus bendahara,
sekertaris juga ada tapi saya agak lupa nama kepanjangane, aku gak nyatet.
Aku iku hanya nggene perawatan alat-alat e terus ngecek-ngcek sing rusak
P1: ohhh nggeh-nggeh. Terus kok maksude baru-baru muncul enten kesenian
jaranan niku opo o pak?
151
I: di wilayah Kediri yang diutamakan jaranan
P1: ohhh
I: kan jaranan sama kuda lumping iku bedo mbak
P2: apa pak? Kuda lumping?
I: nggeh kuda lumping, kan kuda lumping persis kaya jaranan. Tapi kuda
lumping punya banyuwangi
P1,P2: ohhhhh
I: tapi kalau jaranan punya Kediri. Kalau kesenian kuda lumping iku asli
Banyuwangi, kalau kesenian jaranan asli Kediri
P2: tapi makna nya sama kan pak?
I: maknanya sama , tapi kalau Banyuwangi gak boleh pakai kesenian jaranan,
harus kuda lumping. Kalau kediri ya harus kesenian jaranan. Maknanya
sama, kuda lumping juga jaranan, diambil Jawanya itu Kediri ya jaranan
P1: terus pendanaan dari kesenian jaranan itu dari mana ya pak?
I: itu diambilkan dari dana yang pengurun desa
P1: kas desa?
I: bukan mbak
P2: oh maksudnya dana desa dari pemerintah?
I: nah iya mbak dari situ dilihat berapa jumlahnya. Saya kurang tau jumlah-
jumlahnya
P2: terus beli alat-alat jaranan itu habis berapa ya pak?
I: kalau alat-alat itu habis 25 apa 35an gitu lah mbak sama perawatannya, kan
ini beli lagi. Jadi ini belum semua
P2: oh belum lengkap?
I: iya masih belum lengkap ini, ini masih beli-beli lagi. Ini yang jrana yang
kecil-kecil yang biasanya dipakai perempuan itu 6
P1: oh ada ceweknya juga pak?
I: loh iya ada
P2: kalau yang cewek umur berapa pak?
I: yang ceweknya ada yang umur 25, 22. Kan cewek-ceweknya sini sudah
bisa, kan kadang ikut saana-sana Cuma Wates belum punya, terus yang
152
anak-anak kecil yang biasanya dilatih itu kan biasanya ikut sana. Terus
disini ngelatih, terus anak kecil yang anak-anak SD kelas 6 mungkin dilatih
budaya Jawi
P1: ohh nggeh
I: biar budaya Jawi gak punah
P1: ohh nggeh pak
I: sampean-sampean di waktu malem piye nang balai desa
P1: aaaaaaaa
P2: ohh ya gitu pak ini tadi habis cerita sama ibu, waktu kemarin pas lampu
mati kan hari apa itu? Malem jumat kayaknya, hari kamis, nah itu kan saya
lagi sakit pak gak enak badan lah saya tidur depan jendela yang sebelah
kanan kalau kita masuk dari depan. Habis gitu gak tau itu halusinasi saya
waktu sakit apa gimana kaya ada anak kecil gitu pak, item lewat deket
jendela situ. Kecil banget pak, tinnginya mungkin gak sampe jendela.
I: jendela yang arah timur?
P2: pokoknya kan ini meja toh, nah deretannya pintu masuk dari samping itu
pak
P1: kalau saya tadi malem pak. Sekitar jam 1 apa setengah 2 gitu denger
kencrengannya jaranan, 2x, jreng jreng
I: ohh ya engga kalau jaranan
P2: maksudnya mungkin kencringan kaki itu loh pak
P1: nah iya yang biasanya di buat di kaki
I: ohhh krimping. Ohhh iya ada memang. Itu yang biasanya dipake yng seperti
naga itu
P2: yang barong itu kan pak?
I: nah iya barong. Iya itu memang ada
P1: terus saya langsung pakai headset soalnya saya takut hehehe
I: ya kalau kaya gitu mending doa aja, disitu memang banyak tapi gapapa.
Dulu itu sepi, sekarang rame
P2: ramenya gara-gara ada jaranan ini atau gimana pak?
153
I: engga, jadi gara-gara diganti pak lurah Dharmawan ini jadi rame. Orang-
orang mau ke balai desa saja takut. Soalnya ya gimana yah, lurahnya itu
yang rumahnya depannya masjid yang arah selatan ada patung besar
P1: oh yang rumahnya besar
I: iya yang ada mobilnya banyak, itu dulu bukan masjid. Dia dulu jabat 26th, 3
priode. Kan 1 periodenya 8th an sekarang hanya 5th dan Wates gak ada
perkembangannya. Dulu ada mahasiswa kkn dari universitas Islam kalau
gak salah mana ya saya agak lupa. Jadi itu saya pernah di waktu itu ya
gimanaya, orang kalau sudah sakit hati kan dulu dari kkn universitas islam
itu pernah ada anak-anak muda itu dikumpuli terus dikasih pelajaran, terus
dikasih apa itu peralatan sablon, terus apa itu dikasih masukan terus
diajarkan prakik atau caranya nyablon itu gini gini gini. Nah waktu itu saya
sudah bisa nyablon kan ada percetakan dulu, lah itu saya juga diundang. Lah
ternyata saya kan diundang sama teman saya, lah saya kan sudah bisa wong
saya dulu ada percetakan. Lah terus anak-anak ada yang bilang “loh mas
kok sudah bisa” “iya kebetulan saya dulu tukang sablon”. Nah waktu itu kan
1 kelompok 5orang terus terdiri dari 5orang itu ternyata ada 5 kelompok,
nah terus padahal itu kalau beli alatnya sablon itu Cuma ditotal personal
Cuma 60ribu, itu terdiri dai 5kelompok. Waktu itu saya dipasrahi, “mas
kalau anak-anak pingin belajar suruh ditempate mas saja” “oh ya saya gak
repot-repot”. Habis itu tanggal 12 dia cabut dari desa Wates sudah pesen
sama saya kalau anak-anak belajar sablon di tempatnya mas saja, alat-
alatnya di balai desa suruh ngambil. Yah kalau /kelompok sudah bawa alat-
alatnya ya gapapa, ya silahkan. Nanti kalau aanak-anak membutuhkan mas
untuk ngasih pelajaran yah ya gapapa silahkan. Waktu itu anak-anak sudah
ada disitukira-kira 1mingguan, oh 10hari bahkan, nah disitu nak-anak tanya
sama saya “gimana aku ape nyablon niki piye” “awakmu lek pingin nyablon
jupuken alate dibalai desa. Terus terang aku emoh, lek awakmu pengen
belajar, alate jupuken kene tak ajari”. Ternyata anak-anak gak brani, lah aku
yang ke kanto desa. Ya bu lurah bilang (10.54) ini demi masyarakat dan
demi anak muda, anak-anak muda kalau gak dikasih kegiatan masyarakat
154
terus nantinya mau jadi apa? Jalannya mau kemana? Nanti kalau sudah
terjerumus narkoba siapa yang disalahkan? Tak gituin, terus aku gini gak
boleh gapapa. Alatmu gak seberapa, dirumahku masih banyak, kalau gak
boleh gapapa, anak-anak tak belajari dirumah, ya terus gak tak ambil. Terus
gak tak ambil sampe lurah ini jadi tapi yawes gak karo-karoan
P2: sudah lama berarti pak?
I: lama, loh pokoknya orang Wates itu dibodohi. Dibodohkan lah maksudnya
sama lurah perempuan. Iya bener, tapi Cuma orang-orang yang bisa
merasakan loh yah. Dulu gak boleh mbak tidur di balai desa, gak seperti ini.
Cuma kalau siang misalnya kalau ada acara gitu ngumpul gapapa sama ana-
anak muda Wates
P2: kalau buat nginep-nginep gini gak boleh?
I: gak boleh mbak, sekarang kan bebas. Kan itu untuk masyarakat juga,
masyarakat yang lain juga bebas. Yang penting kita nyaman, aman. Kalau
masalah kesenin yang pegang saya dari dulu. Saya pegang orkes itu sudah
7th
P1: ohh ada orkesnya juga dulu pak?
I: iya ada dulu, jadi dari dinas keudayaan itu yang megang saya waktu
kesenian orkes
P1: terus apa ada pak organisasi yang menaungi kesenian
I: disini?
P1: iya pak
I: kalau disini ada orkes perorangan
P1 : oooo kalau orkes perorangan
I: iya perorangan
P1: kalau jaranan gitu ada gak organisasi yang menaungi?
I: kriterianya gimana?
P1 : gini pak kalau kesenian jaranan itu ada gak yang mendukung gitu loh
P2: iya jadi kayak disponsori gitu pak maksudnya
I: ini kan punya desa mbak, jadi ketuanya ya pak kasun. Dananya juga dari
desa. Ya gimana ya, memang yang punya dari desa gitu mbak
155
P1: terus juga dibentuk struktur organisasinya gitu pak?
I: oh iya dibentuk, Cuma saya agak lupa nama-namanya pengurus. Terdiri dari
25 orang, pengurus dan anggota. Mbaknya dari mana toh? Universitas
mana?
P1: dari unair pak
I: ohh surabaya itu ya?
P1: iyaa pak. Terus kalo latiannya itu 1minggu berapa kali?
I: 1minggu 2x. Malam rabu sama malam sabtu
P1: malam rabu berarti kamis y pak? Eh!
P2: leh malam rabu ya selasa malem
I: malam rabu itu selasa malemnya
P1: tapi kemaren itu kok hari rabu ya?
I: iya diundur soalnya ada rapat
P1: ohhh gitu
I: jadinya malam rabunya ada rapat terus jenengan-jenengan sudah disitu
P1, P2: nggeh, iyaaa
P1: terus ada gak pak larangan waktu buat melakukan kesenian jaranan?
I: maksudnya gimana itu?
P1: larangan maksudnya gak boleh jam segini
I: ya pasti ada waktu, paling engga jam 11
P2: ohh jam 11
I: iya paling engga batas waktu latihan sampe jam 12
P2: itu kalau latihan , lah kalau mainnya pak?
I: nah kalau main beda lagi, maksudnya kalau lagi ditanggap orang gitu loh.
Biasanya habis dhuhur jam 2an sampai jam 5sore. Nah nanti disterusin lagi
jam 7 sampai jam 12malem. Tapi kalau dikesenian jaranan saya masih
belum seberapa paham, kalau diorkes saya baru paham. Kalau di jaranan
saya baru-baru ini kok ikut dijaranan kalau saya gak di Wates juga saya gak
ikut kok Cuma saya ngawasi anak muda itu klau gak ditoto malah karepe
dewe engkuk.
P1: terus ada gak pak ritual-ritual sebelum melakukan latian jaranan?
156
I: ya mestinya ada mbak, kan kalau orang muslim bilang gitu itu musrik kan.
Tapi kalau orang jawa lain
P2: ritualnya kaya gimana aja ya pak?
I: yah kalau mau latihan saya pamit dibelakang situ, jangan samapi ada apa-
apa kita Cuma pamit mau latihan. Kalau orang jawa bilng nyuwun sewu lah,
kan sopan santun syukur-syukur kalau dia itu juga punya jiwa seni malah
seneng. Biasanya kalau gitu dia suka lihat, kalau kesenian itu mesti ada.
Makanya kalau dikesenian selalu ada yang kesurupan....
P2: oh iya yang biasanya barong-barong itu pak
I: nah iya, itu cenderung dari kesurupan itu toh, Cuma dia itu pikirannya
dikosongkan, tapi disuruh keluar gitu jug bisa
P1: terus tarif yang dibayarkan untuk menanggap jaranan itu berapa ya pak?
I: ohh relatif itu mbak
P1: ohh relatif ya pak, tapi kira-kira berapa ya pak? Biasanya
I: biasanya kalau jaranan seperti kalau yang sudah rekaman, ya gimana ya, kan
belum pernah tanggapan nanti kalau sudah punya apa-apa dan segala
macem kita sudah tau tarifnya berapa. Kan ini kita masih tahap blajar, ya
gak bisa kalau langsung ngasih ancer-ancer atau kira-kira.
P1: ohh iya ini masih semangat-semangatnya
I: ini semua kan permintaannya anak-anak
P2: loh anak-anak sendiri yang minta?
I: iyaaaa, anak-anak sendiri yang minta
P1: berarti ini cara melestarikan budaya
I: iyaaaa, kalau gak anak-anak atau orang-orang ya gak punya gagasan seperti
itu. Dulu waktu itu ada sisa dana tercatat untuk kesenian. Tapi dapet berapa
saya kurang tau, ini inisiatif anak-anak sendiri minta belikan peralatan
jaranan, itupun cuma dapat murah. Semalem krincinge bunyi?
P1: iya pk bunyi sekitar jam 1 apa ssetengah 2an, Cuma 2x cring cring gitu. Kan
saya mikir kalau disitu sudah gak ada orang pak. Terus pak saya mau tanya
lagi nih, faktor apa saja yang mendukung kesenian jaranan ini apa ya di desa
Wates?
157
I: maksude isinya?
P1: kenapa kok minta kesenian jaranan?
I: ohh gini loh mbak, kebetulan anak-anak sini itu belajar jaranan sudah lama.
Tapi desa Wates masih belom ada alat plus apa itu gamelan masih belum
ada. Terus anak-anak itu ngumpul bilang sama pak lurah sudah 7 bulan ini,
tapi terealisasi hampir ya kira-kira 15hari.
P1: barusan berarti ya pak?
I: iya barusan aja, ya anak-anak ini yang minta ke pak lurah ya saya Cuma
mendukung dari belakang
P1: maksudnya itu anak-anak masih punya niat untuk melestarikan budaya gitu
ya pak
I: iya mbak, anak-anak terus punya
P1: engga maksudnya anak-anak remaja itu punya pikiran buat melestarikan
budayanya gitu, kan jaman sekarang uda terpengaruh hp
P2: nah iya pak kadang kan ada pikiran males buat meneruskan, kadang anak-
anak jaman sekarang juga ada yang berpikiran kalau ngapain melestarikan,
kan dibilang kuno atau apa
I: gini loh mbak ya, ini kalau seperti saya ini hanya mendukung dari belakang
jadi diupayakan anak-anak bagaimana cara untuk biar tetap melestarikan
budaya dari Jawa ini. Anak-anak itu harus dipertahankan makanya kalau
latihan ojok dikiro semua bisa. Makanya kudu nyawang sopo sing penter
joged yo iku sing isok
P2: pelatihnya sini siapa pak?
I: pelatihnya sini ada yang perempuan, terus yang laki-laki juga ada. Namanya
Bagas, kalau yang perempuan namanya Shinta. Shinta itu kakanya.
Rumahnya deket sini, sebelah sini persis
P1: berarti bapak ini Cuma bagian yang merawat aja ya pak?
I: iya saya cuma merawat saja, saya gak berani kalau dibebani yang lain.
Yaudah saya yang merawat ajalah. Ya sebenarnya saya bisa Cuma saya gak
mau, kita sudah jujur, kalau kita beli 500 terus kita di bawakan uang 700
pasti yang 200 kita kembalikan. Tapi orang lain mungkin ada rasa kecewa
158
karena dia pasti percaya sama orang lain. Umpama beli alat-alat itu 500rb
tapi orang-orang ngiraya mungkin 700. Jadi kalau di organisasi, dasarnya
harus saling menghargai
P2: harus bener-bener toleransi gitu ya pak?
I: ohh iya bener, desa yang punya. kalau kita gak menyadari ya susah. Orang
ini yang melatih aja dikaih gaji kok
P1: ohh iya pak? Berapa ya pak?
I: iya yang ngelatih digaji, setiap orang 50
P2: setiap kali latihan?
I: iya setiap kali pertemuan, lah ini ada 4orang ya tinggal dikalikan 50 aja.
P1: dari dana desa pak?
I: loh bukan, itu uang pribadi dari lurahnya
P1: terus anak yang latihan itu disuruh bayar gak pak?
I: engga, gratis kalau masalah air minum atau aqua kan disitu ada apa itu
penerimaan pajak sepeda motor setiap hari senen selasa jumat. Jadi
seminggu ada 3x jadi 6 dus. Jadi kalau untuk konsumsi bisa bawa sendiri-
sendiri kadang juga ada yang nganter dari orang-orang
P1: ya pak makasih ya pak maaf mengganggu waktunya sebentar
I: ohh iya gapapa ini juga saya barusan pulang
P2: maaf yah pak
I: iya gapapa mbak.
159
IV.4. Brahmantyo Aditya Surya Pratama (NIM. 071611733036)
160
IV.5. Nidaul Zulfa (NIM. 071611733038)
N : buk, kulo nibrung mriki ngeh buk. Niki kulo mahasiswa sakeng surabaya
niki kan enten penelitian teng desa wates neliti kegiatane masyarakat mriki, ibuke
namine sinten ?
W : ibuk wasinah
N : njenengan ?
S : sulani
N : sampinge ibuke ?
I : ini enggak setiap hari ada lo mbak
N : enggeh mboten nopo-nopo buk
I : ini belum tentu ada 1 bulan gitu, jadi ya enggak tentu, enggak semua
orang bisa bekerja kayak gini
N : ibuke namine sinten ?
L : aku buk lis
L : tadi kuliah dimana mbak sampeyan ?
N : airlannga, unair semester 5, niki emang kalau bekerja ngoten mboten
melulu teng saben ngeh buk ?
L : kalau orang-orang ini enggak ada yang di sawah mbak, ini kita disuruh
kalau tetangga lagi butuh bantuan aja. Kalau sini tu pekerjaan enggak pasti gitu
loh
N : owh, la yang lainya kalau enggak ke sawah dimana buk ?
161
L : ya dirumah, saya juga dirumah ini kit semua juga dirumah semua
N : kalau bapaknya buk, mayoritas apa ?
L : ya kebanyakan jual tahu, petani, buruh pabrik, penjual, sama ada
beberapa pegawai negeri
N : biasanya kacang ini panenya berapa bulan sekali buk ?
L : ya biasanya 3 bulan sekali, mbaknya asli mana ?
N : saya asli tulungangung ini temen saya dari gresik
L : tulungangung mana ?
N : itu karangrejo buk
L : itu ikut ngalek ya?
N : perbatasan kediri itu lo buk
l : la ini kegiatan apa
n : pkl buk
l : bedanya sama KKN apa ?
n : kalau KKN satu bulan biasanya
l : owh la kalau ini
n : kalau ini Cuma 5 hari, tugas kuliah mulai hari rabu sampek minggu
besok itu buk
l : owh gitu
n : mayoritas kalau petani itu selain tebu apa buk ?
l : pari
n : owh ada padi
l : ada, kalau kacang ini juga ada tebunya
n : owh tumpang sari gitu
l : iya, mbaknya jurusan apa ?
n : antropologi
l : sini juga ada yang meratau mbak
n : lek misal yang merantau gitu kemana aja buk
l : ya malaysia, singapur, thailand tapi sini bukan yang mayoritas TKW gitu
bukan tapi ada dan sedikit juga
162
n : buk niki lek nanem kacang gampang ta buk, kan biasanya kalau tumpang
sari gitu pupuke kan numpang ke tanaman yang baku ngeh ?
l : iya mbak, pikirnya dari pada tumbuh suket mending di tanemi yang lain
gitu.
n : owh gitu, sini untuk anak-anaknya gitu rata-rata pendidikan sampek apa
buk ? sampek kulaih
l : enggak juga, rata-rata sini sampek SMA kan deket juga sekolanya, kalau
kuliah ada tapi masi beberapa gitu
n : kalau sistem upahnya gimana ini buk?
L : owh kita belum tau bisanya sampek habis baru di bayar, soalnya kan kita
bukan pekerja tetap ya mbak jadi terserah yang punya rumah nanti gimana, karena
kan ini enggak tiap hari ada
N : owh gitu, (pamitan)
163
IV.6. Ashfyatus Sa’idah (NIM.071611733047)
172
I: Ikut proyek dulu di Kalimantan, di Sumatra gitu. Sampe security pernah
lima tahunan. Womg saya jadi perangkat desa dua tahun saya masih
security.
P1: Nyambi dua gitu pak?
I: Iya, saya ijin bu kepala desa, “Bu saya nggak bisa makan kalau nggak
ngene”. Jadi masuke 2x 24 jam.1 hari 1 malam besoke kerjo ngono.
P3: Jenengan kami tuwo?
I: Pak Kaur Keuangan. Tapi ndek deso yo sopo-sopo mas. Nek enek laporan,
yowes sing kulino kene karo urusan kepolisian yo kene sing laporan. Yo
wes wong-wong e masyarakat iki kan gandeng-gandengan cedek karo
endi. Pas pethuk e iki yo karo iki senengane, tapi lek masalah administrasi
tetep aku. Sampeyan bobo e nang kene ta?
P3: Nggeh teng ngajeng niku, lah niku lak karpet e niku.
I: Hehehe, untel-untelan ngono la’an? Bocah piro to iki mas?
P2: Sembilan.
I: Cowok e piro?
P3: Cowok e telu. Sing liyane di sekitar sini aja pak. Tawang, Jajar, Segaran..
I: Setiap kecamatan Wates di datangi semua?
P1: Sepuluh desa, satu kelompok satu desa.
I: udah lama, 2 tahun ga enek wong PKL. 2 tahun koyoke vakum. sing
biasane sing sering iku cah kesehatan.
P1: KKN masih ada pak disini?
I: Masih, cuman 2 tahun ini vakum. KKN mesti ko kesehatan. Tapi mesti
lama, 3 bulan.
P3: Kulo niki kan tasih Praktek Kuliah. Griyo ne jenengan sebelah pundi?
I: Ikilo prapatan pabrik tahu kanan jalan. Pak Suradi ngerti to sampeyan?
Ngetan, prapatan to? Belok kiri kanan jalan.
P3: Kulo wau ndugi mriko. Tapi kan sanjange produksine jam tigo.
I: Iyo jam telu. Yah ene jek ngarit wong e gawe pakan ternak.
P3: Pakan ternak niku nggeh niku mertuane sampeyan?niki wau semerap
ngirisi kangkung.
173
I: Iyo.
P1: Kalau jum’at sampai jam berapa pak ini kantornya?
I: Kantore, sampe jam 11. Kalau adatnya disini yang masih di sakralkan
misale orang mau punya hajat ya kita nyadran nggone punden.
P1: Pundennya dimana pak?
I: Sebelahnya pom, situ.
P3: Wingking e sekolahan nggeh pak?
I: Iya ada dua, mbok Rondokuning ceweknya, sing sana mbahe kakung.
P3: Lah nopo’o lo pak disebut Rondokuning?
I: Ya mungkin dulunya janda, dia janda yang cantik. Karena apa, karena
janda, karena ibu kepala desa sebelum pak kades ini kan 26 tahun ia
menjabat. Dia juga cantik. Mungkin itu. Tapi sebelum bu lurah jabatpun
namanya tetep Rondokuning. Yan anti jenengan biar lebih jelas tanyakan
pak Mustofa dikupas lebih jauh. Dia kan senior saya.
P1: Pembentukan panitianya KPS itu kapan pak?
I: KPS, pemilu kan? Sudah di bentuk.
P2: Itu seperti formasi tahun lalu apa…?
I: Nggak, ya jelas pilgub kemarin kan kita hanya menggunakan 5 TPS,
karena pilpres dan pileg ini bersamaan jadi kita ambil 12 TPS, jadi tambah
lagi 7. Tiga hari yang lalu, malem-malem lo. Tasnya jenengan mungkin
sudah ada disini, kita rapat itu.
P3: Nggeh dereng.
I: Malam opo iku saya rapat disini sosialisasi dan sosialisai P3R sampah itu.
Sampah itu sudah lihat sampeyan?
P1: Belum lihat tapi sudah tanya ke Pak Suradi.
I: Sampah itu disini jadi awalnya kita membangun pembakaran sampah.
Berhubung pembakaran kalau dilihat dari segi lingkungannya kan kurang
pas. Satu, letaknya ini daerah hijau sebenarnya. Terus sama dinas
perhubungan di arahkan sampah itu nggak boleh kan.., berhubung sudah
kita bangun dan sudah kita lakukan, alasan kita waktu itu sampah kalau
kita nggak ada action akan tetep jadi sampah yang bermasalah. Wes di
174
bakar ae. Akhirnya dari propinsi turun. Wes iki tak rubah seperti ini. Kita
dapat bantuan 600 juta itu berupa… sama alatnya. Nanti dipisah, sampah
organik dan non organik. Yang mungkin plastik kita daur ulang jadi
plastik, yang organik masuk di pupuk.
P1: Yang ngelolah desa pa?
I: Iya desa. Tapi melalui karang taruna. Karang taruna kita kan sudah studi
banding ke malang kalau ga salah yang sudah berjalan. Kita jadi ngadopsi
dari sana.
P1: Ketua karang taruna biasanya dirumah kapan pak?
I: Kalau sekarang masih ngajar, mungkin setelah jumatan pulang. Pondok ini
rumahnya. Paling sak usiane sampeyan dikit, di atas sedikit.
P2: Ngajar apa pak? Ya ngajar pondok?
I: Bukan-bukan, dia ngajarnya di MAN. Entah ngajar apa pelajarannya saya
nggak tau. Tapi air e PAM lancar ya? Turah-turah lek ning kene iki.
Sumur sampe amber-amber. Gak tau banjir gak tau kekeringan. Neng
kene iki sumber biuh turah-turah. Sampeyan adus sedino ping satus iso.
Lek neng kono di seneni uwong la’an.
P1&P2:Hehehe.
I: Sampeyan gak mampir nang kelud kono? Ora iso yo kegiatane penuh
gaisok dolan rono.
P1: Iya.. kesananya itu pak yang bingung.
P2: Jauh ta pak?
I: Kesana 20 kilo.
P1: Deketan dari Blitar ya pak?
I: Iya deket. Ini yang mau dibangun untuk oleh-oleh Kelud disini. Makanya
jalannya kan mau diperlebar. Itu nanti sebelahnya lapangan dibuat sub
terminal mungkin angkut-angkutan nggak boleh masuk berhentinya disini.
Berhenti masuk, mobilnya mobil wisata itu langsung dari sini kesana,
mungkin gitu. Masih wacana.
P2: Sudah ada rencananya berarti ya pak?
175
I: Sudah, masih wacana tapi kan juga memerlukan aturan-aturan yang harus
dari atas, ketua dewan menyetujui.
P1: Baru ya pak ngelebaran jalannya?
I: Baru. Itu nanti rencananya desa mau dibuat kuliner disitu tapi nggak
permanen. Kasih tenda semua sekaligus besi, nanti…
P1: Kafe-kafe pinggir jalan ini punya orang sini ta pak?
I: Iya.
P1: Petani yang umurnya masih muda ada ta pak?
I: Ya ada.
P2: Biasanya seumuran kami apa…?
I: Ya sudah lulusan SMA. Biasanya untuk bercocok tanam dia mulai belajar.
P1: Dimana pak biasanya?
I: Di depan saya, nanam cabe juga. Belajar. Karena yo kan piye ya cari kerja
ya sulit, kita ya membuat lapangan usaha sendiri lah. Kan kalau kita
menggangtungkan dari lapangan kerja dari pemerintah nggak mungkin itu.
Berat. Tapi sebenarnya di lakukan dengan penuh kita semangat bertani itu
sebenarnya hidup untuk keluarga sudah cukup, karena saya melakukan itu.
Awalnya dulu saya juga nggak pernah masuk sawah, nggak mungkin.
Wong dulu mek dolan ae, nakal yo dolan ae. Akhire yo…
P2: Awalnya kenapa pak kok bercocok tanam?
I: Awalnya, kalau saya tidak gitu karena gaji saya hanya diberikan sebidang
tanah itu. Itu gaji saya, kan nggak di bayar. Kan mau tidak mau ya harus
saya tanah itu agar bisa jadi uang bagaimana? Ya saya kerjakan. Yawes
terpaksa. Artine y owes dijalani yo enjoy ae.
P2: Dari awalnya nanamnya langsung horti?
I: Iya saya dari awalnya belajar nanam horti.
P1: Belajarnya dari mana pak?
I: Belajarnya dulu itu mungkin ya kita melihat tanaman-tanaman. Saya dulu
sering mbak pergi jauh-jauh itu hanya untuk melihat tanaman bagus. Saya
lihat, yang punya siapa saya tanya. Kadang-kadang dulu saya diapusi yo
biasa. Ya kan tidak tentu. Orang kan diminta ilmunya secara langsung kan
176
tidak tentu. Sudah biasa itu. Akhirnya dengan berjalannya waktu aku
belajar dengan sendirinya. Sampe saya itu pernah begini, namanya obat.
Kita ngomong obat-obat pertanian ya. Namanya obat bahan aktifnya ini ini
ini. Sampe saya dulu gini, anak-anak warga sini di data kependudukan sing
kuliah jurusan kimia endi, saya datangi. “Ndok le aku gawekno obat iki,
sampeyan kan penggaweane ben dino ndek laborat. Saya biayai gapapa.”
Saya sampe kesana dulu. Aku pengen besok nggae bahan aktif iki. Aku
beli opo-opo iso ndak? Sampe seperti itu. Ternyata ya sulit, karena pabrik
pun hak patennya tidak semudah diberikan ke siapapun. Jadi misalkan
jenengan ngolahnya kimia tau pak, bahannya ini dnegan ini.tapi kita
belinya itu harus punya recom atau apa ya itu sangat sulit disitu. Kalau
dulu mudah aku nggawe dewe yo iso.
P1: Ya pabriknya tutup hehehe.
I: Jadi di patenkan ini sulit, ditembak itu sulit lah. Apalagi kita pengadaan
bahan bakunya aja belinya kita tanpa rekom dari pertanian uangel.
P1: Sama kaya beli obat. Ada resepnya.
I: Akhirnya yowes pasrah ae wes. Gapapa.
P2: Sudah berapa tahun pak bertani?
I: Sekitar 10 tahun lah. 7 tahun sampai 8 tahun, 7 tahun.
P2: Oh ya maaf bapak usianya sekarang berapa?
I: 44 kalau nggak 45, 43.
P2: Berapa pak jadinya? Hehehehe.
I: 75 berarti 43. Wes tuek wes an.
P1: Halah, masih muda bapak.
I: Lah sampeyan piro kelahirane? 90 piro?
P1: 97-98.
I: Umure jek 22 tahun, perjalanane jek panjang. La lek jurusane sampeyan
misale nek besok setelah selesai studi itu bekerjanya pada apa?Contone
koyo opo?
P1: Kalau misalnya yang sosial budaya, ya pak jadi ada dua peminatan. Yang
pertama yang ragawi, fisik gitu kayak e forensik gitu. Kaya kalau ada
177
kecelakaan pesawat segala macem itu identifikasi tengkorak. Kalau yang
budaya ini ya lebih ke masyarakat, pembangunan, tata kelola.. adat,
museum juga bisa.
I: Oh begitu, adat. Jadi kaya penemuan-penemuan peninggalan. Aku
masalahe ga sekolah, mek SMA tok cukup.
P1: Tapi ilmunya, bolangnya dapet pak.
P2: Pengalamannya banyak lo pak.
P1: Pengalaman mengalahkan segalanya. Walaupun punya ilmu nggak punya
pengalaman ya…
I: Ya mungkin sampeyan sekolah, diatas buku secara teori puinter kabeh.
Tapi diterapkan diluar belum tentu cocok kabeh.
P1: Makanya ada PKL, KKN…
I: Untuk itu ya?
P2: Biar nggak taunya teori tok gitu pak.
I: Sekarang secarah teori contohnya gini, masyarakat itu diperintah enak. Di
kei surat gelem. Ternyata ndak seperti itu. Contohnya gini yoh selesaino
masalahne kabeh, misalkan ada trouble di masyarakat. Ada urusan
kriminal, penipuan, dan lain-lain. Belum tentu wes moso toh “wes ben
diurusi polisi ae wargaku ben di hukum sing salah” kan nggak seperti itu.
Ya kita negoisasi dengan hukum di atur piye. Sebenernya kita salah seperti
itu, tapi kan tidak seperti itu. Jadi, kene yo diseneni masyarakat. “Moso
pamong e ngukum rakyate” kan seperti itu. Padahal satu dua ada yang di
untungkan ada yang dirugikan. Sing dadi ruepot ki nang kono.
P1: Ya jadi tengah-tengah itu pak.
I: Nah tengah-tengah iku sing angel. Di lain sisi itu warga saya. Yang ini
juga warga saya. Padahal lek saklek sing bener jelas ini. Wes di jembatani
kekeluargaan. Kosekuensinya misale ngapusi yo balekno sejumlah itu.
Yang tidak bisa diselesaikan dengan mudah itu sing kaitane karo harga
diri karo waris. Itu sangat sulit. Jadi namanya harga diri itu sulit.
P2: Masih ada ya pak masalah gitu?
178
I: Ya ada lah. Ya kita bisanya ngedem-ngedemi to, tidak terlalu manas-
manasi. Tapi lek waris, sulit, karena kaitannya dengan uang. Orang
berebut waris itu apabila seseorang lek wes kepepet. Kalau kita masih di
atas angin, nyatane setlah anak baru cucu baru geger. Banyak itu. Tapi di
waktu yang punya nama wis ambekan kiro-kiro longgar secara ekonomi
wes pek-pek en tapi salahnya wong deso gak di proses balik nama dengan
buku yang resmi. Itu salahnya. Akhire dikemudian hari setelah cucunya
mungkin ekonominya tidak sama dengan kakeknya kan akhirnya nuntut.
Banyak yang kaya gitu.
P1: Pengajian setiap malam jum’at masih ada ta pak?
I: Ya rutin, kalau jenengan tiap hari sekarang itu kan di setiap mushola
punya jama’ah sendiri-sendiri. Hampir setiap malam ada diadakan. Ngaji.
Kan disini musholanya banyak toh mbak. Semua punya jama’ah sendiri, di
lingkungan sendiri nanti ada yang satu desa sebulan sekali. Rutin ;ah,
kalau untuk kegiatan keagamaannya rutin.
P1: Kalau tradisinya itu banyak di bulan Suro itu ya pak?
I: Iya, Suro suro mesti seperti itu. Lah ini maunya kan jaranan ini di kirabkan
disini kan. Ya mungkin secara tidak langsung dulunya mau minta hujan
harus seperti ini. Lah ini bentuknya, kita beli (menunjuk gudang berisi
alat-alat untuk jaranan).
P1: Kemarin, dua hari yang lalu latihan sampe jam setengah dua belas.
I: Latihan, itu mau di kirab keliling.
P1: Tapi itu memang baru ya pak?
I: Baru. Dulu kita belum punya alat ya kita nanggap.
P1: Biasanya nanggapnya dimana pak?
I: Ya keliling. Di lapangan nanti berhentinya di lapangan mubeng dulu ke
desa.
P1: Nanggapnya dari desa lain, atau?
I: Ya dari desa lain. Kelompok jaranan yang mana. Ini yang bagus kita
tanggap.
P1: Sampai berapa itu pak (tentang peralatan jaranan)? Pakai dana desa?
179
I: 40 juta, iya pakai dana desa. Beli kita 40.
P2: Setiap hari apa pak latihannya?
I: Ndak begitu jelas jadwalnya. Ya mungkin kalau mau tampil setiap hari
latihan.
P1: Kalau mau bulan puasa ada megengan gitu pak?
I: Pasti ada.
P1: Apa pak? Apem atau apa?
I: Jadi megengan itu kan opo yo istilane aku ora patek…jelas untuk
slametannya orang meninggal. Pasti komplit apem, serundeng, mie itu
pasti ada. Nanti setiap mushola lingkungane slametan dewe-dewe.
Waktunya tidak bersamaan tapi tetep di bulan itu. Megengan nanti ditutup
dengan maleman. Awal kita menyambut puasanya megengan, selesainya
mau lebaran, kita namanya maleman. Malem selikur sampai malem dua
sembilan kita ambil yang mana.
P2: Salah satunya aja ya?
I: Iya, malamnya mesti sholat tahajud malam 21 sampai akhir. Yawes tak
pulang sek ya.
P1: Oh nggeh pak. Makasih banyak pak.
P2: Makasih pak.
I: Iya.
180
IV.7. Ardata Tri Anggara (NIM.071611733059)
P : nuwun sewu pak Bayan, niki pak Kula badhe tangklet soal sejarahipun
desa Wates mriki pak.
I : o inggih mas, monggo-monggo
P : Teng desa Wates mriki wonten punden napa boten nggih pak?
I : o nggih wonten mas, pundene kae ndik samping e POM bensin
P : La niku kala biyen ingkang babat alas desa wates mriki sinten pak?
I : Sing babat alas nganti ana desa wates iki biyen asmane Mbah
Singomerto mas, kuwi terkenal sekti mas
P : La minurut kepercayaanipun warga mriki, asal-usule desa Wates mriki
pripun pak?
I : Lak warga wates ki enek rong (2) kepercayaan mas soal asal-usule desa
wates iki, sepisan enek warga sing percaya lak asal usule kuwi minurut
asal-usule kecamatan sing nduweni jeneng padha yaiku wates utawa batas.
Biyen kuwi critane ngene mas, ana putri saka Kerajaaan Kediri yaiku
Dewi Kilisuci sing didemeni karo Lembu Suro, nanging Dewi Klisuci iki
ora seneng karo Lembu Suro. La Dewi Klisuci gawe sayembara yaiku
nduduk sumur kang jeru, Lembu Suro akhire iso gawe sumur kang jeru
ananging Dewi Klisuci tetep ora seneng karo Lembu Suro, akhire Lembu
181
Suro gawe Sumpah naliko ngubur awake menyang sumur. Isi sumpahe
yaiku intine “mbesok wong Kediri bakal intuk piwalesku sing kekaping-
kaping, Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi
kedung”. Sak banjure kuwi Dewi Klisuci gawe anjer-anjer alas sak kulon e
gunung kelud diarani wates, iki gawe ngantisipasi lak gunung kelud
mletus isine ben ora mili menyang Kerajaan Kediri. Sampek saiki banjur
alas kuwi mau akeh sing didadekake pemukiman warga, uga diarani Wates
utawa Batas.
Crita iki biyen terkenal mas ndik warga wates kene, nanging saiki wis
mulai punah soale sesepuhe wis jarang.
P : oo mekaten nggih pak, dados tasik wonten hubungane kalih Kerajaan
Kediri kala biyen nggih pak
I : nggih mas, kuwi biyen critane soko putri kerajaan Kediri, yo Dewi
Klisuci kuwi maeng.
P : la trus niku pak, kepercayaanipun ingkang nomor kalih niku pripun pak,
mpun bedo napa wonten kaitane kalih kerajaan Kediri niku pak?
I : o lak sing kapindo iki beda mas, enek warga sing nganggep asal mulane
desa Wates iki saka kedadeyan jaman biyen. Jaman PKI pas arep melbu
daerah wates nanging ora iso mergo kalah karo lawan-lawane, banjur ana
maneh mas jaman biyen ana musim hama wereng karo walang ndik Kediri
iki, nalika kae hama wereng karo walang iki ndilalah ora bisa melbu
daerah wates mas, paribasane nalika arep ngrusak taneman nang wates
hamane kuwi pada mati dewe-dewe sak durunge melbu daerah wates iki
mas. Cerita iki yo kawet biyen yo diturunake menyang warga-warga liwat
crita-crita ngene iki.
P : wah dados daerah desa wates niki nggih sarat kaliyan sejarah nggih pak,
lebih-lebih sejarahipun nggih menarik sanget pak.
I : nggih mas, tapi yo kuwi, nanging saiki cerita-cerita nginiki mau wes
jarang di lestarekake mas, wes pada luntur.
P : oalah mekaten nggih pak, o nggih pak, kala biyen nalika gunung kelud
erupsi niku dospundi pak, sampek ngantos mriki napa boten dampakipun?
182
I : woo lak pas erupsi wingenane kae yo sampe kene mas dampake, ning ora
nemen-nemen banget, yo Alhamdulillah daerah wates iki kaling-kalingan
gunung gedang mas
P : oo nggih Alhamdulillah nggih pak, tasik wonten aling-aling, aman nggih
pak.
I : ning wingenane yo tetep ngungsi mas, wingenane kuwi ngungsine yo
ndik balai desa Wates kono, nglumpuk kabeh ndek kono.
P : dangu napa boten ngungsine pak niku?
I : waa yo ndelok-ndelok wayah mas, karo ngenteni perintah saka
kabupaten.
P : o nggih pak, teng desa wates mriki budaya ingkang khas mriki napa
nggih pak?
I : walaa mas, lak soal budaya karo adat istiadat e kene yo podo wae mas,
you mum-umum wae, lak wayahe muludan yo syukuran podo kumpul
tuker ambengan, mangan bareng-bareng ngono kuwi mas.
P : la soal kebudayaan dateng desa wates niki napa pak ingkang mencolok
lan tasik rutin diuri-urii pak?
I : oo lak kene jaranan mas, iki saiki kebetulan lagi rajin-rajine latihan saben
bengi ndek plataran balai desa, alat gamelane yo komplit, alat jaranane
komplit, wah rame mas lak pas latihan.
P : la niku ingkang gagas sinten pak?
I : lak jaranane sing gagas pemuda-pemudi desa wates kene mas, trus desa
ngewehi fasilitas koyoto gamelan sak perangkate, pelatih, akeh mas.
P : wah brarti nggih berjalan lan berkembang nggih pak
I : nggih mas, lak onok wong duwe gawe biasane tanggapane yo grup
jaranane bocah-bocah kuwi.
P : oo brarti pun wonten pemasukan saking tanggapan-tanggapan ngoten
niku nggih pak
I : iyo mas, dadi sing ngelola bayaran asile tanggapan kuwi yo bocah-bocah
dewe, yo Alhamdulillah alon-alon mulai mlaku mas.
183
P : nggih pak mugi-mugi lancar lan kathah rejeki saking tanggapan-
tanggapan. Hehehe. Nggih mpun pak matursuwun ingkang kathah pak
sampun purun berbagi critanipun desa wates mriki hehe
I : alaah nggih mas, yo piye maneh mas nginiki niate yo karo nguri-nguri
sejarah desa wates kene iki, ben gak bablas ilang kabeh.
P : wah inggih pak, sakestu niku pak.
186
IV.8. Ayu Puji Lestari (NIM. 071611733063)
187
I: Hehehe iya dari papaya. Merahnya itu pewarna. Tomatnya mahal pakai
papaya.
P1: Enak makan bakso sama makan buah, cuman warnane.
I: Warnanya itu yang repot.
P1: Alpukat juga. Alpukat mahal.
I: Iya mahal alpukat itu.
P1: Tapi makanan-makanan sekarang itu variasinya alpukat itu. Alpukat
kocok,..
P2: Iya ada alpukat di goreng.
I: Kalau sini itu mau mendatangkan itu lo UMKM. Dia mau memberi
pelatihan, mulai dari sele sampai tas. Jadi nanasnya untuk sele, kulitnya
untuk apa, untuk…lulur atau apa. Dari kulitnya, seratnya untuk tas. Itu ada
yang jadi tutor itu keluar pulo. Hari ini kan kemarin nawari, “kalo kamu,
wek khusus desomu tak gratis”. Enak to.
P1: Wah enak, punya ilmu bagi-bagi.
I: Mahal e bayarane yo mahal e. Dia keluar pulau 4 hari gitu ya, hotel
dijamin, pesawat dijamin 15 juta. Lek aku takon “nggonanku piro?”
“khusus desamu gak usah bayar”.
P2: Lah ini pekerja taninya pulang jam berapa kok sudah sepi?
I: Tadi disebelah sana semua. Tak pindah. Ya Ibu-ibu. Kalau disini tadi pagi
sampai jam 11. Pagi sampeyan kesini, semua ada penuh.
P1: Jam 6 atau jam setengah 5?
I: Belum-belum, wes kaya orang kerja aja. Jam 6 sudah siap disini. Wes
sameyan minum, nang gubug enek e ngene iki.
P1: Walah pak gubug onok teh malahan.
I: onok teh, onok club suka-suka.
P2: Kok disini jarang ada yang nanem padi pak?
I: Jarang. Sebelah sana. Padi kalau musim seperti ini nggak akan bisa hidup.
Jagung, tanaman-tanaman keras nggak hidup. Harusnya ya jagung, tebu.
P1: Ini apa pak?
188
I: Tela. Mau ditanem situ. Nanti di potong 20 senti baru ditanem. Ini tela
pati.
P1: Buat tepung?
I: Iya dibuat pati, tepung. Sampeyan iso sekolah seneng. Aku mbiyen ra iso
sekolah.
P1: Tapi bapak bisa begini, saya nggak bisa begini hehehe.
I: Mbiyen aku dikon sekolah ngengkel ae. “sekolah o” “moh moh”. Barang
wes kerjo getun.
P1: Itu apa pak?
I: Cabe besar.
P2: Nggak pengen nanem cabe varietas lain gitu pak?
I: Nggeh sudah berganti-ganti. Kita kalau aneh-aneh pasarnya yang nggak
itu. Mungkin kita kalau nanam yang varietas baru ya kaya yang dari India,
model e kan ya bagus-bagus cabe ne. tapi pasarnya yang kita nggak punya
pasarnya kemana. Kalau seandainya kita punya pasar, ya mesti sudah.
P1: Orang kalau udah cari ya umumnya, kalau cari yang baru ragu dulu.
I: Kalau kamu sudah tau pasarnya. “udah pak nanaemo satu hektar ntar
masuk kesini” kita ok aja. Lah kalo pasar e ga ada, repot awak e dewe.
Juale wah iki piye, mek di gawe hiasan tok la’an.
P2: Tapi kalo aku sebagai konsumen iki aneh tak tuku hehehe.
P1: Hehehe kon maneh ncun. Aku yoiyo se.
P2: Apalagi kalau misalnya ya tergantung pengetahuannya juga sih. Kalau
Carolina Reaper ya pedes ya pak?
I: Nggeh. Itu produk e bibit e dari India. Padahal jenengan tau ya cabe yang
dibuat, yang benihnya lo maksudnya yang dikemas disini oleh BISI. Kamu
tau BISI to? Jalan Pare nanti ada pabrik besar, pabrik benih BISI. Itu ya
dikontrak sama India. Bawa semua ke India. Disana cabe jenis Imprial itu
sangat laku disana. Kita kontrak. Jadi yang nentukan harga cabe disana,
cabe dipasaran, cabe benihnya lo ya bukan BISI udah India sana. Dia
target, misalnya 1 tahun sekian ratus ton. Setelah itu sisanya dijual di
Jowo, ning kene. Sing elek-elek jadi kelase opo yo biasa lah. Kw-nya kw
189
dua. Wong Indonesia di apusi. Ini di Indonesia, disebelahe Kelud kono.
Tapi sing d idol rono njaluk kualitas super. Sing B awakdewe rodo murah.
P2: Berarti ini nggak usah nyirami ya pak sudah ada selangnya?
I: Iyowes, nggak usah nyirami, kesel.
P1: Tinggal buka tutup pak?
I: Iyo. Kran e yo onok. Pokok e sehari seket ewu we steles lah.
P1: Tapi jarang ya pak disini yang pakai sistem gini?
I: Jarang. Lek tanaman-tanaman Tebu ga mungkin seperti ini. Nunggu udan
ae. Tapi kan kalau seperti ini permintaan airnya harus rutin. 2 hari 3 hari
minta air. Jadi mau tidak mau ya kita yo pake ini.
P: Pinten pak sak niki cabe?
I: 25, mahal ya? Pas larang ra nduwe panen. Tapi waktu Lombok kecil
regane satus ewu. Biyuh, sak unduhan iku gowo duwek sampe kesel. Lah
bingung sampe gowo duwek e. saiki bayangno to, nang pasar gowo sepeda
motor lo yo sak sak rolas juta. Yo kesel. Atek gowo ben dino.
P2: 12 juta itu berapa rau pak?
I: Iki tau tak tanem.
P1: Yang ini cabenya yang besar ta pak?
I: Iyo.
P1: Bedanya sama cabe rawit?
I: Yo lek sing abang iki ga begitu pedes. Lek sing kecil kan pedes. Lek e
merah iki gawe warna.
P1: Kalau di pasar ini kan ada yang cabe kering ya?
I: Kalau Lombok mungkin harganya mencapai 30-40, cabe kering keluar.
Tapi lek harga masih 20an…
P: Lanjaran e duwur?
I: Iyo duwur. Biasane wong pendek-pendek. Lek pendek-pendek wi.. lek
ngene kan awet. Gapuk tak bacok neh. Ga gampang gonta-ganti. Larang e
mas sitok iki 750-1000. Sitok iki sak biji.
P1: Apa pak lanjaran?
190
I: Lanjaran iki cagak. Besok kan Lombok dijejeri pring gawe tali ben ga
rubuh. Sampeyan sekolah ki seneng. Sing susah mbok e nang omah, bapak
e. aku kadang ndelok bocah-bocah iki, tonggo-tonggoku “le le kowe
sekolah bayar ra tenan an ngono ngesakne mbok mu.”
P1&P2: Iya pak.
I: Tapi aku mbiyen yo ngono. Ra tau mlebu. SPP ra mbayar wong tuwo
diceluk. Cah wedok kan nggak, nggak begitu. Yo enek tapi ndak semua. Iki
sampeyan semester piro?
P2: Gangsal.
I: Kurang berapa tahun lek sampeyan lancar?
P1: 1.5.
I: 1.5 tahun wes lulus karek golek kerjo.
P1: Ya semoga nggak cari, tapi dicari pak.
I: Harusnya gitu. Kiro-kiro iki sing berkualitas ki seperti itu. Tapi lek awak
dewe golek yo dipertanyakan lah kan ngunu to. Tapi lek sekolah gak
keroso yo?
P: Nggeh, lek riyoyo dulu “kok cepet” gak eroh sing ngopeni.
I: Nang omah njaluk sangu ae gak entek-entek to le. Cepet piye wong norak-
narik. Wes pokoke siji sampeyan lek lulus yo ojok rabi sek. Tapi lek rabi
sek wa yah…ngesakne, yo gak negsakne. Maksude yo piye yo, awakdewe
iki lek wes sekolah, kerjo, nompo bayaran, kan seneng sek. Engkok
nyenengno wong tuwane ta piye, baru west ah rabi. Rabi iki gampang.
Sampeyan punya modal, halah wes karek merem rabi isok. Rabi nek nggak
kejo, peh wes wes. Uwakeh. Wong ndeso contone. Rabi, podo ga sekolah,
meneh ngerepotne bapak ibu e. ujung-ujunge umpomo diitung jari setahun
gurung genep wes pisah.
P1: Disini banyak ta pak?
I: Wakeh. Pernikahan dini itu dampaknya seperti itu. Akeh ndek ndeso
pernikahan dini. Rabi seneng-seneng e koyo jodohne ning ndunyo liyane,
jik SMA panggah minggat.Ujung-ujung e iki lo ra sampe entek sak taun
wes pisah. Paling gitu. Desa iki satu ya memang lingkungannya seperti
191
itu. Sing kedua iki di jodohne, masih ada. Kadang orang tua itu gini mikir
e, “wes toleh opo nduk kerjo o kono lo”. Lulus SMA ora kok di tar i
“kuliah o kono ‘lo”, jarang. Kalau nggak bener-bener mampu. Tapi yo
kadang sekolah sekarang itu istilahnya gratis, cuman biaya hidup. Kadang
i aku ngomong i wargaku, “west a koe iki sekolah o”, ora sekolah sampe
gak isok mbayar kan nggak. Cuman biaya hidup kan. “wes toh le anu rabi
ta piye” mesti wong tuwo ngono. Pasti. “Wes kowe tak gawekno toko, rabi
o”. Ngono. Biasane kan seperti itu, nek mbesok ku kadang “wes rabio ae
nyoh tak ke’i garapan sawah” sing punya sawah lo yo. Nyoh kangge urip.
Tapi roto-roto bocah saiki wi nggaya gak gelem. Tau nang pabrik ta pa,
isok ta nyukupi bojomu nang pabrik? Ndak cukup. Gayane ngunu.”gak
pak aku tak nang pabrik ae. Tapi di nyatane temenan urip ning pabrik,
halah gak cukup. Yo anakmu kuru palingo, tuku susu yo angel. Aku mbiyen
kerjo yo pindah-pindah. Pabrik ndek proyek bolak-balik gonta-ganti.
P1: Pertama kali di pabrik apa pak?
I: Di Maspion dulu. Lulus sekolah langsung di Maspion Sidoarjo. Awale
nang kono, dikon sekolah ambe mbokku jek urip ki moh. “Gak sek, aras-
arasen.” Bari nang Maspion nang Layar. Gaoleh, ditangisi makku. Akhire
kerjo nang ekpedisi Tanjung Perak kunu, suwi nang kunu. Nang
Kalimantan, Sumatera. Wiyuh adoh-adoh. Akhire mulih aku dadi satpam.
Terus moleh kapan iu ditawari bu Kades waktu itu “dadio pamong piye?”
“ra nduwe duwek.”Akhire dadi perangkat deso. Tapi saiki dadi pejabat iki
yo rena-reni. Gampang dihukum. Padahal ga mutlak duwite digawa de’e
to ya. Awake dewe ning politik menentang arus dilute a ewes ga bertahan,
tapi lek ngikuti arus sing salah yo di gawe tumbal. Repot. Politik kana
pus-apus gawe wong ndeso, bahasa wi ngapusi.
P: Nyoblos-nyoblos.
I: Kadang moh nyoblos. Diapusi. Enek lo sing ngejing nyoblos, ndek kotak
suara diduduhne panitiae. Yowes dibuntel tok gak mlebu bilik. Banyak
sing koyo kuwi mungkin saking jengkel e. sing tak pilih yo gak terwakili.
P: Niki bekas pundi pak?
192
I: Bekas lahan komo tak gowo mrene arep tak tandur. Yo telo tok. Sirku gak
sido tak telo tak Lombok pisan ae. Ngenteni udan e ceblok.
P2: Lomboknya kaya gini juga ta pak?
I: Iya.
P: Niki di jupuk?
I: Yo lain mas. Iku gawe sulaman e iki kok mas. Yo kurang sak mono. Sak
mene iki disine telung puluh ewu.
P2: Sulaman itu kaya gimana maksudnya pak?
I: Yang mati diganti. Ditembel.
P1: Yang ibu-ibu banyak ta pak yang kerja?
I: Sekarang yang masuk 5, bapak-bapake 3.
P1: Oh banyakan ibu-ibunya.
P: Buruh tani mriki sedinten?
I: Perhari nek aku bayari ibu-ibune 30.000 sampe jam 11.
P1: Dari jam 6?
I: Iya. Lek bapak-bapak 35.000 tapi sarapan.
P2: Kalau ibu-ibu nggak pakai sarapan pak?
I: Ya sama. Lek masuk sore 15.000. sore kan setengah 2 sampe setengah 5.
P: Mboten wonten sing biasane lanjut ngoten?
I: Ga enek. Yo lek lanjut enek, tapi panggah jam 11 istirahat, mengko jam 1
mulai kerja wi makan 2 kali 50.000 sampe setengah 5. Jadi lek bolo ku,
aku umpamane boro ning Gunung Kelud ku yo ngono, timbang aku moleh
jauh, tambel nggowo kendaraan rono. Engkok aku moleh tok njupuk
kiriman awan. Ku yo sak mono.
P: Yang 50 bapak-bapak atau ibu-ibunya?
I: Bapak-bapak 60 ibu-ibu 50. Tapi kadang hari ini minta e sama. Masalahe
hari ini ibu-ibu bawa cangkul wes biasa, sama.
P2: Oh iya airnya itu ngambil dari sungai atau gimana pak?
I: Lek ndek kene yo banyu sumur tok. Tapi lek ndek etan, pakai sungai. Tapi
lek koyo aku gak telaten mbak, aku apke sumur terus, ngebor. Lek aku
giliran koyo uwong-uwong ga nutut, mati tanduranku. Jadi sewaktu-waktu
193
tanduranku njaluk minum 2 hari sekali tak bukakne. Lek aku ngenteni
banyu kali wes ga nutut.
P2: Tapi bayar ta pak kalau pakai sumur?
I: Ya nggak bayar, besok kalau pemerintah sudah merapel kita ngambil
sumber air ya kan kena pajek. Lah hari ini kan belum.
P1: Apa ada aturannya pak, kalau hasilnya berapa bakal dapet pajak?
I: Sosialisasi dari dinas kabupaten sebenernya kita ada pajaknya. Wong awak
dewe njupuk wek e negoro yo majeki. Hari ini sak sir-sir mu, sak kesel e
diesel mu. Tapi, kemudan hari diterapkan itu bayar.
P1: Aku lihat di Koran, aturannya petani tebu kalau hasilnya berapa harus
bayar pajak…
I: Kalo itu sing jenengan maksud tidak seperti itu. Misalkan, aku, tebu kae
butuh lep. Tak le pi, per seratus e 200.000 gitulo. Jadi bukan ke
pemeintahnya bukan. Lek hari ini kan sudah mulai di data, yang punya
lahan di sawah, yang ngebor semur siapa di data. Kena pajek itu nanti
pasti. Jadi bayarnya nggak ke pemerintah. Misalkan, aku dadi buruh
lep,kae tak lep i aku tak sedot totok desaku. Lek sumur ora mbayar, moh.
P2: Biasanya diesel sendiri atau nyewa pak?
I: Wek’e dewe mbak.
P2: Banyak yang masih nyewa atau punya sendiri pak?
I: Punya sendiri-sendiri, khususnya petani horti punya sendiri. Kalau tebu ya
nyewa. Lek sampeyan mrono mau yo punya diesel dewe, soale bos yoan,
bos Kelud motor orang kaya itu. Kalau dia mempekerjakan sehari iso 20
orang. Duite akeh wong iku. Usahane ayam petelur wes seribuan Besar.
Kelud motor itu. Sing onok taman kota wek’e de’e. Basket yo wek’e de’e.
Bos e iku. Sampeyan lek ning kene gak eroh lek wong sogeh. Ketok e biasa
tapi duite kawerungan.
P1: Temenku yang magang di peternak ayam, orang sana kerja ngambili telur
gajinya 6 juta.
I: Petelur hari iki ku penak. Pokok e punya lahan penak. Tapi biayanya
besar. Dadi tempat e kudu posisinya minggir. Iki oleh o tak gawe. Marai
194
yo iki kan bengkok, tanah e tanah pemerintah, tidak boleh semena-mena
kan. Oleh ngono tak gawe. Petelur hari ini beli ayam siap telur lebokne
kandang, seminggu wes bertelur. Per ekore 75.000. Modale sampeyan
ngingu 2000, 300an lah modal, kandang sampe diiseni pitike 300an.
P1: Harga rumah di desa ya segitu pak?
I: Ya sudah layak rumah. Tapi umpomo pilihan, timbangane beli rumah lah
wong untuk sewa lahan dulu. Kecuali wes tuek, aku sir turu penak yowes
tukokno omah kan gitu. Tapi lek jek seusia kaya aku, timbang tuku omah
di gae nandur ae, mboh menang mboh kalah. Tapi lek pemikirane wong
tuwek, peh duwitku peh entek tuku omah sek. Ragune disitu. Kadunge
nandur entek, biyuh. Golek ne entek.
P1: Ini ada koperasi git pak, untuk simpan pinjam..?
I: Ada tapi kecil. Aku ngene iki bojoku gak tau eroh mbak. Uripe dewe-dewe.
Umpomo aku…
P1: Istrinya kerja ta pak?
I: Kerja ndek rumah sakit. Wong aku rabi jek lagi iki. Rabi wes ketuwek en.
Rabi jek pitung taunan, anakku sing gede kelas telu lagian. Aku selisih
karo bojoku 12 tahun koyoke. Jek cuilik bojoku.
P1&P2: Hehehehe.
I: Hehe, maksude cilik pemikirane, jek koyo cah cilik. Tapi saiki meh kebal
jadi meh podo. Aneh uripe iku.
P: Rumah sakit pundi pak?
I: Pare.
P1: Perawat atau apa?
I: Iya perawat. Jadi yo ga pernah mblonjo, ga pernah aku mulai rabi
ngekekno duwek. Wes urusane dewe-dewe lah. Tapi lek aku tuku barang
tak tulis tak duduhi. Tapi lek duwek ga pernah, sepeserpun lek gak njaluk
“anake njaluk susu” yo tuku. “mangan” yo sir mangan. Tapi umpomo aku
belonjo sehari 30rib opo.. wes gak enek. Tapi aku yo ga pernah njaluk
duwit kono. Bayaranmu gawe uripmu dewe. Pek-pek en.
P2: Tuku gincu.
195
I: Bojoku gak tau macak, bedak yo bedak Viva.Uwong iku ga perlu macak,
nggeh lapo macak barang. Yo dasare wong kolot, wong ndeso seperti itu.
Gak rena-rena. Bojoku kampungan banget.
P2: Dari sini juga ta pak?
I: Iyo tonggoku sebelah. Ora tonggo desa, tonggo RT lah.
P: (Pakai kacamata yang ditemukan di gubug)
I: Kuwi kocomotone wong-wong lek awan kan sinare mantul gawe kocomoto
kuabeh. Lek moto ngelu.
P1: Kalau tomat berapa pak sekarang?
I: Tomat murah lagi nggak laku ini.
P: Bolongan nopo niki pak?
I: Bolongan tikus. Guwede-gede tikuse. Lah mburine sampeyan iki tikus tok.
P2: Nggak diburu pak?
I: Ya tapi tergantung, nek awak dewe gak dipateni gak ngamuk. Nek dipateni
nguamuk. Jadi mangano sitok ae lah, pjok kuabeh. Kadang mek dibolongi
tok gak dipangan. Tapi nek dipateni kadang malah kabeh ditugeli tok.
Ngamuk.
P2: Hamanya apa pak selain tikus?
I: Tikus tok iku. Embug.
P2: Apa?
I: Embug iku dipangan mek oyote. Putih-putih yang digawe sambel goreng.
P1: Hah?
I: Itu protein tinggi. Enek putih-putih sakmene lo mbak (menunjukkan
ukuran jari kelingkingnya). Itu di goreng, di sambel goreng enak. Tapi
sing tahan, lek gak biduren.
P: Koyo larva.
I: Ndek deso-deso ngono dijual. Wakeh sak wajan digawe oseng-oseng sing
doyan. Yo koyo rodo gede. Lemu-lemu.
P2: Koyo uler keket?
I: Yo gak, ilat e gatelen la’an hehe.
P2: Kan aku takok, gak eroh hehehe.
196
I: Lek jamur lo enak.
P2: Nah nggak mau nanem jamur ta pak?
I: Ra usah nanem nang kene lek musim uakeh.
P2: Bisa di maem pak?
I: Yo di dol. Wong golek wakeh lek musim jamur barat.
P1: Kapan pak?
I: Bar udan, kenek angin. Sak kresek merah 25ribu. Di goreng. Digoreng
wong sitok yo entek lek seneng. Eseng-eseng pedes karo kecap wenak.
P2: Jamur tiram?
I: Gak ternak, liar. Tapi enak. Guwede-gede sampe sak piring-piring.
Biasane nang bekas tebu. Sak mene wakeh. Udan ping loro ping telu metu.
Tebu umur-umur 2 ulan, buan sewelas. Angine onok banter ngono metu.
Ning dapurane tebu.
P1: Enak ya.
I: Jamur lek pinter ngolah yo enak. Lek pinter. Jamur-jamur letong yo
beracun.
P: Jamur kandang.
P1: Jamur kandang koyo opo?
I: Tapi di goreng podo-podo enak e.Tapi mendem.
P1: Oalah yang didalem eek? Letong katane?
P2: Ha?
I: Iya. Tapi letong e gak kelihatan letong. Sudah jadi tanah. Terurai. Sudah
di fregmentasi.
P1: Bikin mabuk ya?
I: Tapi mabuke gak koyo alkohol, hilang total. Seminggu ae belum selesai.
Banyak dulu disini seperti itu. Tapi disengaja aku penegn mendem, tapi
gak mari-mari.
P1&P2: Hehehehe.
I: Mendem sing ra tuku, tapi mangan kan enak. Bocah stress kabotan
pikiran. Konyol. Koyo aku iki lek ga ngerti morone nang pabrik mbak.
“Pak aku nduwe kendala iki piye?”Enek iki wong usaha obat-obatan ning
197
Ponggok. Jadi sampeyan mrono tuku obat, ora ditekoi “tuku obat opo
pak?”Ndak. Jenis tanaman e sampeyan kendalane sampeyan ceritano.
Langsung di gaweno racikan obat. 200 ribu ngono. Tapi yo sing tuku
antri-antri memang mandi, skaing pintere.
P1: Koyo dokter tanaman.
P2: Itu yang di BISI apa beda pak?
I: Beda. Itu toko-toko milik pribadi, tapi dia dulu katanya sekolah pertanian
ndek Malang opo ndek Bogor, sing wedok puinter. Dijak ngomong i
nyambung.
P1: Kaya apotek.
I: Apotek e gawe pertanian. Tokone guide mas, omset e milyaran. Atek
uwong iki persis apotek, tidak memandang harganya berapapun mahalnya
yo beli. Podo kaya sampeyan beli obat “ah larang” kan gamungkin.
Minimal separuhlah. Bapak e yo ngunu pak Indro ta sopo iku.
P1: Oh yang pinter bidang tanaman istrinya, yang laki-laki pinter bisnis.
I: Yo, sing masarne sing lanang, sing ngeracik-racik obat ibu e. Pinter.
P2: Cabe itu suka cuaca yang kering-kering ta pak?
I: Iya, kering tapi ya nggak terlalu. Lek udan kita biayanya tambah kudu.
Ngilaki opo iku bercak, jamur lah. Misale di daun ada jamure maleh
gogrok. Ga maksimal, nutrisine disedot jamur kan rusak gaisok
fotosintesis. Ayo pulang dek sampeyan, sore lo.
P1&P2: Iya pak. Maaf ya pak mengganggu. Makasih tehnya. Besok pagi kesini
lagi?
I: Iya. Lek nggak ning kene nang etan.
P1: Tomat lagi tumbuh ta pak?
I: Jek ket ngecepne. Iku semangka. Lek iku semangko tak kon nggowo,
masalahe guduk semongkoku.
(lanjutan)
Nama Informan: Pak Jepri
Usia: 43 Tahun
Pendidikan: SMA
198
Pekerjaan/Jabatan: Kaur Keuangan Desa Wates dan Petani
Hortikultura
208
I: Yo tetep. Tetep pake rabuk, suket e yo di ila’i. Podo ae. Nek ngono kan
umpomo di rabuk kan dipangan suket e.
P1: Loh sapine ilang?
I: Saiki wong ngluku gawe sapi hampir punah. Tapi hasil tanah e bagusan
ngluku sapi.
P4: Soale nopo pak?
I: Soale kan umpomo ngguggahne kangge prabanan gunuk-gunuk iku enak.
Nek traktor kan ga isok rapi. Sapi kan gak gelem ngideg-ideg, milih de’e.
Lek traktor kae kan mari diluku dewe kan tujuane ditarktor ben empuk. Di
idek rodane traktor kan atos neh. Lek iki kan nggak. Bedane ning kunu.
Tapi yo suwi. Umpama biayane operasional banyakan iki, tapi hasile
maksimal. Yo ndelok tandurane. Nek tandurane koyo tebu, ga perlu
empuk-empuk yowes pake traktor gede ngono aku. Lek tanahe njaluk
empuk kadang mbalik loro, traktor sek baru sapi.
P3: Pak kinten-kinten labane nanem niku pinten?
I: Nek masalah laba, awal e wong nandur iku ga oleh mikirno untung.
Meskipun mek mbatin “lek nandur ra bati yo opo”. Tapi awalnya gawe
tanduran kudu maksimal. Normal, tanduran kudu sehat sampe nandur.
Untung rugine tergantung sing ngecat Lombok dadi opo. Tapi lek ndelok
keuntungane, umpamane 1 batang dianggarne 3.000 rupiah. Berarti harga
Lombok misale 20.000 koyo hari ini. Misal 1 batang mengeluarkan 1kg
lah. Karek ngepingne. Bearti untungku berapa kali lipat.
P3: Lek mbayari petani ne?
I: Lek mbayari pekerja setiap minggu. Malam minggu ngene iki. Uwong e
kan titik, nek nambahi wong macul yo lanang-lanang iki malam minggu yo
3.000 (maksudnya 3 juta). 3.000 lek 1 bulan kali 4 12 juta. Aku kudu duwe
duit 15 juta sing di nggih bayari wong kerjo ambe mangane tok. Urung
mangan nang omah, urung obatku. Yo sak mono. Yo ditekan sampe murah
piye.
P4: Cabe niku berapa kali panen pak?
209
I: Nek maksimal bisa 2 bulan tuh panen. Nggih nandur cabe iki kudu nduwe
nyali. Masalahe modale besar. Lek kalah nggak nandur kan gaisok
mbalik. Tapi yo nandur gak langsung akeh ngene iki, bangkrut mestian.
Saitik-saitik. Nasibe sampeyan beruntung, gak koyo cah-cah kae, sekolah
gaisok. Cah-cah ngono ga nduwe kesempatan, sekolah abot.
P4: Nek ngenteni ngoten, sak taun. Dapet penghasilane darimana pak?
I: Yo lek nandur kun gene, setiap hari aku nandur. Ning kene onok lahan
kosong aku nyewa neh boro ning ndi. Tanduranku sing jangka panjang,
tanaman kerasku kan tak gawe celengan. Jadi aku nduwe tebu, telo,
nanas, taunan iku tak gawe celengan. Lah engko keseharianku tak gae
urip yo iki, sayur, lombok. Kan 3 bulan wes iso muter lah. Tapi lek aku
ngenteni tanaman keras yo poso suwi. Setahun. Kan ga nutut gawe
mangan anakku opo. Kan butuhe uwong kan gak mangan tok, yo nyapo.
Kadang ya butuh refreshing. Tapia wale wong tani iki kudu irit. Bukan
berarti pelit. Dadi awak dewe kudu isok ngukur, kapan kene nang mall,
kapan aku ndek pasar tradisional, kan ngunu. Ora koyo saiki nggaya sek
baru susah hahaha. Ga onok randemin wong nggay, macak maching
nduwe duwek op nggak. Bedo karo wong belu-beu, cashing ga ketok kan
randemine bagus. Celengane akeh.
P4: Niki buruhe pun langganan nggeh pak?
I: Iki melok aku 7-8 tahun. Tiap hari ga pernah libur. Libur nek njaluk, rono
kesel, slametan. Lebaran prei seminggu, kadang ga sampe seminggu
wayahe ngunduh, 3 dino wes mlebu. Kene yo berusaha golekne pegawean.
Lek aku tak preino sak ulan, de’e mangan opo?
P4: Manthuke nggih sami pak ibu-ibu kaleh bapak-bapak?
I: Ya jam 11 balik.
P4: Upah ne nggih sami?
I: Selisih 5.000.
P5: Sanes suami istri pak?
I: Ndak ada. Sing lanang-lanang iki sik bujang-bujang. Sing ibu-ibue wes
putu-putu. Cah-cah ketok tuwek kan kerjo terus, kasar.
210
P1: Bapak ya nanem tebu ta pak?
I: Yo nanem nang sebelah kunu. Aku kan nyewo-nyewo.
P4: Sistem sewa per tahun?
I: Yo pertahun, 4.000 per seratus. Lek sak hectare, karek ngalikno ping 7.
P4: Lek nyewa ngoten sing gadah tanah mboten ngewangi?
I: Nggak, tak tanduri lemahe tak sewa.
P5: Tukang sing nyewano lemah, ngedamele nopo pak?
I: Yo kadang kan uwong iki anake onok sing kuliah koyo sampeyan, akhire
sawahe di sewane gak ditandur. Sing kedua, kesubka, kerjane kantoran.
Roto-roto guduane di gudo anak e sekolah. Biayane kan akeh sampeyan
sekolah. Kadang moro, “pak sawahku sewa en anakku mulih bayar opo-
opo”.
P4: Lek sistem sewa niku untung opo mboten pak, selain biaya taneman
mangke dereng sewane.
I: Lek harga tebu ngene iki kalah. Karena tebu gur murah, karah. Lek tebu
perseartus e ngoleh no duit 11-12 juta. Lah hari ini mek ngolehno 5 ewu.
Lemah satus. Lek mbiyen sakmene 1 hektar, pas rego larang entuk duwek
65-70 juta, lek hari ini mek ngolehno duwit paling-paling 30. Makane
rugi. Engko di ijoli liyane. Mulih sampeyan sesuk isok po sore?
P5: Siang pak jam 9.
I: Numpak opo travel ta?
P4: Truk.
I: Heh? Dadi sitok bareng-bareng ngono?
P4: 2 truk.
P5: Disusuli pak, ngelumpuke nang stasiun.
I: Oh kumpul e nang kunu, meriah. Di enggokno pasar sapi, ditimbang kan
dadi lemu hehehehe.
P1: Ngerem titik bengak-bengok hehe.
I: Iki gak dolan nang Kelud blas la’an?
P2: Mboten sempet pak.
211
I: Sing gae ne mancar tiwul enek opo gak iki? Njajal lek gelem cah-cah
bolo-boloku lek gelem, tapi ojok suwi-suwi engko kabarono aku (sedang
telfon teman mananyakan adanya makanan tiwul untuk kami). Sampeyan
gelem sego tiwul ngunu-ngunu kuwi? Lek enek tak tumbasno. Dijajal lah.
P5: Sego tiwul koyo opo?
P4: Gaplek iku lo.
I: Biasane tiwul iku di dadeknos ego, jangane tempe sing onok lomboke iwak
balur. Enak. Ndek kene pilihan hidup reno-reno karek milih sing mbok
pingin sing endi.
P5: Tapi ning kene wis maju pak. Deso kulo wes gaisok, enom e pikirane wes
tani-tani. Maksude iku aku ga isin kerjo tani, lek gak pengen harus keluar
dari situ. Pikirane ga bisa… ndek kini majemuk. Onok sing meubel, onok
sing bengkel las, onok sing fitness, sadean…
I: Tapi rumangsaku sing hari ini menjanjikan iku kuliner. Yowes sampeyan
ndang mbalik, wes siang, ndang adus opo nang sumber hehehe.
P: Nggih pak purun, matur nuwun sing katah.
215
disini. Mbiyen kan gak, ayo kita bandingkan dengan desomu, lek eroh kuwi
HIV opo gak ruame wes an. Enek yoan pamongku sing…
Q: Tau e mbak nggone sampeyan ngono?
P: Belum ada bu.
I: Duduk WPA kok.
Q: Ora, maksudku kan onok gak kasus ngono yo..
I: Ga patek di gatekno, kan yo dee gak fokus kan.
P: Kayaknya nggak fokus, atau ada tapi..
I: Ada tapi.. iku mau lo gak disampaikan ke pamong. Dadi mulai belajar to.
Dadi aku nduwe lek event pertemuan setaun sekali lek ngarani
“pertemuan terpadu”. Dadi saya dari puskesmas, dari BNN, dari SUAR,
dari kepala desa kumpul dadi sitok sak mejo ngene mben taun. Sing di
undang warga. Sudah masuk ke ADD. Dadi lek sampeyan tekon buktinya,
ada di ADD.
P: Anggaran dana desa ya?
I: Taun kemarin ya enek bu. Dadi wes berjalan pirang taun iki, 2018.
Sayange pak mudine wes pensiun. Dadi semangate piye ya uwong iku
onok apike onk gak’e yo. Lek kon dadi suepi deloke mbak lis dan pionerku
pak kesra iki nganu de’e kan dadi WPA kecamatan, pengurus WPA
kecamatan. Dadi de’e kuwi presentasi mendengung-dengungkan WPA
kuwi sampe ke luar jawa sampe endi-endi bahwa mitos cara memandikan
ojok sampe dipangku, kudu nggawe APD.
P: Oh ya pasti orang-orang “apa itu?”.
I: Padahal itu memang, yo lek awakmu pengen mbok adusi dewe penyakite
mbahmu ngerti ngene, yo terserah awakmu. Tapi sing penting kene wes
ngekei anggaran. Lima ngatus ewu sido dilebokno ADD opo gak? Sing
jelas APD sudah ada danannya.
P: APD itu berupa kaya gimana bu?
I: Yo masker, yo pakai..Di foto kuwi sing apik ngono lo lek ngomong
(berbicara dengan teman yang sedang mengdokumentasikan wawancara).
P: Hehehe.
216
I: Jadi, mau teko ndi? Teko WPA.
P: APD tadi bu.
I: APD nah, sarung tangan. Larang, APD itu mahal.
P: Mahalnya?
I: Jadi, kan dia bukan tim ya. Kaya tim sih. Keluarganya satu orang,
perangkatnya satu orang, paling nggak tiga set lah. Jadi mulai dari masker
muka, rambute kuwi di wei koyo wong nang salon ngunu kae. Terus habis
gitu jas hujan sing..
P: Oo, pakai jas hujan?
I: Oh iya, oh ada videonya nduwe aku.
P: Cara-caranya ya..
I: Tata cara pengurusan jenazah yang sudah pernah dipraktekkan disini.
Terus di video, dadine wong pengajian maleh ga onok sing teko ngunu.
Dadi terusno di kei mantel, terus pakai sepatu brok.
Q: Sarung tangan.
P: Oh sepatu yang agak tinggi itu ta bu?
I: Heeh, yang buat ke sawah itu lo, kuwi. Sekali pake. Sarung tangan panjang
sekian.
P: Oo sarung tangan panjang, itu sistemnya kaya memandikan kalau di rumah
sakit?
I: Yo, yowes pancen. Itu kan memang dia penyakit menular. Jadi dia nggak
bisa. Jadi kuwi sing di dengung-dengungkan bersama misinya. Sebenernya
itu bukan misinya pak mudin, itu misinya SUAR.
P: Oh SUAR yang ini tadi.
I: Iya LSM kan satu titik lek isok di gede ne kan di gede ne de’e. Nah tadi
bantuan dari SUAR. Tapi ya intens, jatuhnya intens. Jadi di dorong, ada
ide. Sebenernya ide itu tidak dari SUARnya. Ide itu karena pak mudin
habis pelatihan. Pelatihan karena bu kades waktu itu orang anu, out the
record yo lek bu kades kuwi mbiyen bojone bupati. Wong e mbiyen kan
disiplin. Dadi andekno pinter, pancen menang opo menang opo ngunu.
P: Jadi kades dulu pinter, ada kemampuan?
217
I: Iyo dadi bu kadesku lek apik kuwi gelem nalangi ngono. Dulu belum ada
ADD, belum ada dana sak milyar. Baru-baru iki kan.Pas waktu wong e
enek iki, pas beliau menjabat itu, “bu saya usul memandikan jenazah
bentuknya..” “heeh wes ndang gaweno” ngunu. Langsung di gawekno.
Pertama saya membuat pengulasan jenazah di kabupaten Kediri lek
menurutku yo sing bener-bener asli yo Wates iki. Gelem, terus
masyarakate yo pelan-pelan mau menerima, karena sering di sosialisasi.
Wates itu desa gak desa kuto ga kuto.
P: Iya bu hehe.
I: Masyarakatnya itu maju gak maju, mundur gak mundur. Magak. Lek de’e
wes kadung aktif di jak budhal yo bagus. Koyo ngene iki semangatnya
tinggi kades saya, saya senang. Tapi masyarakatnya complicated.
Complicated itu lek kadung menuonjol yo menonjol keblablasen.
P: Hehehe.
I: Lo tenan ki. Kadang sampe ga karu-karuan. Sing mau, gak hanya
perangkatnya. Yo tokoh masyarakat yang ada disekitar. Sing kadang, “aku
LSM teko Dinsos”. Kuwi yo wes ngono yo. Tapi yo ada masyarakat yang
pinggir. Di pinggir sing ga nduwe, karena opo lek ngarani, dayang Wates
kuwi ‘Rondokuning’. Dadi masyarakatnya yang ada disini kebanyakan
janda perempuan.
P: Banyak bu?
I: Banyak janda perempuan.
P: Karena cerai ditinggal mati atau..?
I: Yo reno-reno. Cerai mati, yo enek sing divorce, janda. Tapi puenak semua.
Masyarakatnya enak sekali. Sampeyan jaluk data opo wes. Butuh saiki,
minta tolong. Pokoknya hubungan dengan bu kades baik. Intine kan
semuanya kalau hubungan kita dengan siapapun lah. Pak kadesku biyen,
jamane karo bu lurah Nurlaila kan pikire “saya itu orangnya tidak
independent, jadi saya itu pemihak. Saya suka dengan orde lama.” Padahal
tidak begitu.
P: Yang ini baru dua tahun bu?
218
I: Ini sudah 5 tahun. Tahun depan selesai.
P: Oo. Lima tahun.
I: Dadi apike yo tak dukung, lek gak apik yo ngomong gak apik ngono. Aku
tau maneh biasane yo mbak lis hubungan karo orang kan lek pak kades
bagus, bagus. Cuman kan pak kades ini bagusnya mau menganggarkan
12% anggaran dana desa untuk kesehatan yang harusnya hanya 10% dari
ADD beliaunya bisa menembus 12%. Kan bagus. Lah ya Tawang itu
berapa persen, tapi sing diunggulne plumpungan. Jajar itu ya kalau nggak
bu Shinta, jadi ngene luar dana sing megang cariknya di kasihkan
sebisanya ngasih. Saya bersyukur di desa ini, karena di desa ini kalau ga
benar dia berani berteriak. Lah aku dewe tak ajari ngono wargane. “saya
kalau ga bener njenengan complain ya.” Tapi aku dewe lek kowe ga bener
ngomongi. Ngono loh, tapi dengan ngomong yang baik.
P: Sistematik gitu ya bu?
I: Desa ne iki dinamis ngono lo.
P: Dinamis dan terbuka ya?
I: Saiki bayangno yo, enek pamong telfon aku yo jam sewelas bengi. Bingung
mergo enek cah gangguan jiwa gaisok turu.
P: Ya Allah.
I: Kok terus telfon aku.
P: Hehehehe.
I: Kuwi yo enek. “Terus karepe piye pak” aku ngono, “Bocah iki raiso turu,
wira-wiri.” “Wes ngene, gowoen nang puskesmas. “Terus engko mboh
piye.”
P: Bingung hehe.
I: Kene yo bingung. Indikasi rawat inap itu kan lemes, kudu di obati, lah
wong bocah raiso turu terus cah-cah di kongkon lapo mbak hehe. Dadi
Wates itu hal-hal yang begitu sering merusuhi dokterku, tapi bagus ngono
loh. Dia aware sakjane, tapi hehe ngunu kuwi lo Wates. Dadi dokter ku
muni “oalah fi, lek gak onok awakmu mboh”. Merga aku wong e aware
yoan seneng. Bojoku ya wes geleng-geleng kepala. Saya sudah pindah
219
rumah tiga tempat karena suami gak cocok gak cocok gak cocok.
Orangnya susah ditebak, save. De’e sebenarnya lebih kan kita jadi bu
bidan harus sekeluarga jadi bidan semua. Nggak bisa saya bidan tok,
nggak bisa mbak. Kok aku enek opo-opo bojoku mesti eroh. Dadine de’e
lek onok sesuatu, kan gek temprane wonge rodo nguene (tangan
menunjukkan ketinggian) dan saya sendiri sharing. Bojoku kesehatan.
Dadi enek toleransi. Pindah telong nggon. Jadi saya tau bagaimana
wilayah cidek-cidek omahe mbak Lis iki wong masyarakate piye, tambah
parah ne masyarakat kono.
P: Punya ciri khas gitu ya bu? Hehehe.
I: Wooh, jan yo iyo toh. Ning nggone mbak Lis kuwi wonge penak.
P: Daerah mana itu bu?
I: Ini jalan raya ini. Nek iki wonge ki ya disurung ki penak, di jak anu penak
tapi kemraketane nang tetonggo kurang. Dia individu, tapi diajak baik
bisa.
P: Aslinya bisa ya bu?
I: Bisa di ajak baik. Ayo yasinan, ayo ngene gampang. Tapi kemraketane
ngeneh tetangga kurang karena banyak big boss juga disana. Lek daerah
kene (menunjuk arah depan kantor desa) senengane rasan-rasan ra enek
enteke. Lek perlu nyolong hehehe. Eroh lo aku sampe’an karena kalangan
ekonomi sosialnya di daerah situ berbeda sekali.
P: Sama yang disini bu?
I: Ganti gang kuwi bedo. Saya disini tiga tahun, sudah disini tiga tahun,
P: Diicipi karo ibu.
I: Uwes hehe. Wong e piye aku eroh, lamise opo aku yo eroh. Tukaran karo
tonggone, rasan-rasan kiwa tengen, tapi wong e lengus. Piye ya, ada
irinya, ada irinya..ada persaingannya ngono kuwi, piye ya?
P: Mementingkan harga diri ya bu?
I: Yo ngunu kuwi. Wis pokoke masyarakat complicated koyo nang
perumahan lah. Jek apik nggone mbak Lis malah. Jek mending lah.
P: Tapi kalau diajak gitu mau nggak?
220
I: Semuanya kalau diajak yang penting yang di depan mau tambel, mau
tambel dan torok loh ya.
Q: Tambel, torok, paido.
I: Tambel, torok, paido loh ya. Siap di paido, siap tambel, siap torok. Tapi
maju.
P: Berarti yang ngejak tahan banting ya bu?
I: Wates satu. Iki Wates 1 , iki 3, iki 2 (sambil menunjuk arah lokasi daerah
tersebut). Polindes saya tau nggak? Yang depannya dunia cell, masakan
padang sebelahnya kiri jalan. Sampeyan pulangnya hari apa?
P: Minggu.
I: Minggu besok ini?
P: Heeh bu.
I: Selasa enek rebo enek acara ning. Lo ket dino opo toh?
Q: Rabu. Mek lima hari.
I: Ho ya sudah hilang, awak dewe ra nduwe opo-opo. Posku aja selasa rabu
gitu lo. Ga dapet opo-opo sampeyan. Maksudnya kegiatan sing..
Q: Selasa rabu onok kelas balita kan.
I: Saya disini sejak 2009.
P: Awal-awalnya gimana bu?
I: Saya lulus, aku cah nom kok mbak. Umur saya baru 25 hehehehe.
P: Tambah berapa bu? Hehehe.
I: Saya lulus kuliah 2007 Poltekes Malang Prodi Kebidanan Kediri. Di Surya
Melati 2 tahun di klinik, setelah itu daftar PNS, PTT istilah bidan desa,
2009. Terus pendiklatnya baru 2 tahun terakhir, pengabdiannya sudah 9
tahun, yang ikut demo-demo kemarin itu. Bidan desa itu kaya gitu.
P: Hmm, penggerak ya bu.
I: Iya, motor, makanya kenapa kok didahulukan karena ibarat di desa kaya
gini ini, berat. Belum ada tanggungan dari puskesmas. Saya merangkap
JKN. Opo ae di kekno bu bidan. Prolanis ya, program keluarga penyakit
tidak menular kan kudune bagian perawat, ngunu sing di weh ne panggah
bidan e. Nah ini mbak Lis ini termasuk ujung tombak. Misale aku ada
221
ketidakcocokan, penyambung lidah e de’e. Dadi biar tetep ada hubungan
harmonis. Jadi di SK nya ini mbak Lis Kader Kesehatan Polindes. Dadi
urusan administrasi, tapi tak ikutno di semua sektor mbak Lis ini. Saya
butuh apa-apa tanya data mbak Lis ini. Tak elokno opo wae. Dadi Kader
P4K enek mbak Lis e, Kader ASI eksklusif yo enek, SUB PKKBD ya tak
lebokne. Opo maneh? Oo, Kader Posbindu PTM yo tak… hehehehe. Pak
Kades itu taunya, gak pak kades ya mungkin semua masyarakat awam
taunya itu lek enek kesehatan saya sama mbak Lis ditanya tau. Bahkan
jumlah KK sing kudune bagian Kaur Pemerintahan tapine yo kene.
P: Yah tadi pak Jefri nyuruh tanyain di ibu-ibu PKK ada datanya hehehe.
I: Ngunu kuwi piye to. Mangsane tupoksine. Pak Kades kan karo aku ga
patek nemen-nemen ngepresser ngene karena kan saya hubungannya kan
hubungan pekerjaan ya. Kan mesti cari solusi bersama ya. Dulu saya
belum ada mbak Lis. Ngurus akte, entuk duwit akeh ngurus akte. Tapi
kuwi uteke akeh yoan, ga sumbut lek aku tibo misale aku perjalanan kene
kono. Maneh aku di togah tageh akte marang koyo aktemu arep tak dol
hehehe. Akhire aku wes ga sanggup yoan, karena ada pungli juga itu kan.
Dadi aku wes gak mbak Lisa e.
Q: Sing sanggup saya lagi hehehe.
I: Dan mbak Lis dengan proses situ terasah. Tak jak rono tak jak rene. De’e
dewe tipe orangnya mau belajar. Kalau orangnya tidak mau belajar saya
ganti asisten polindes itu wes ping piro yo, akeh paling ping lima. Mbak
Lis di desa wes pirang tahun mbak?
Q: 2012. Paling lama.
I: Mbak Lis itu pandai mengambil peluang, seandainya de’e hanya
berpangku tangan ya besok hanya datang dan pulang. Karena mau ngambil
peluang de’e ojok duwite sek. Ga mungkin saya onok opo-opo ga ngekei
opo-opo. Tapi ukuranmu ojok kuwi, gusti Allah iku ombo. Lek dulu saya
terlalu baik, sangat berkorban. Ini pelajaran hidup ngge sampeyan juga.
Data-data dukung untuk tugasnya sudah cukup?
222
P: Ini yang kita ambil itu sebenernya fokus ke petani. Ya kita belum nemu
petani yang bener-bener paham.
I: Waduh sayange petanine wes meninggal. Lek sek pancet kekeh pertanian,
Pak Wo Bondo petani nggarap kan? Tapi yang mengatur sistem pertanian
di Wates, wong e jek tas meninggal. Kuwi dulu juara 1 klompen Capil
jaman dulu ya, gitu-gitu karena kita dulu terbaik dalam sistem irigrasi. Pak
Harto. Mbari kuwi garwane bu Nurlaila seda, saiki garwane bupati.
Puinter wong e. Bu Nurlaila yo pinter. Dalam sistem wong e mau maju.
Aku gak ngecap yo iki pancen ngomongne sejarah. Bapak yang ini juga
bagus, seandainya dia tidak timpang dengan salah satu. Apik sakjane
uwong e. dimasyarakat baik, sistem pemerintahan mau mendengarkan
masyarakat. Dia itu bisa menjelaskan masalah-masalah desa. Ada plus dan
min nya. Cuman kekurangannya untuk bapak ini untuk pembangunan yang
transparansi kurang bagus. Terus kewibawaan atau handarbeni kepada
sesama kadernya kurang, karena berprosesnya jatuh bangunnya tidak
bersama-sama. Mungkin aku karo mbak Lis jatuh bangunnya bareng jadi
perasaanya berbeda. Kadang-kadang ga stabil. Wong tengah soale.
I: Menurutku bapakku yang ini itu beban dengan dirinya sendiri itu besar.
Tuntutan atau beban dengan pribadinya besar, sehingga mau
menyelesaikan beban yang ada di masyarakat itu jatuhnya tidak bisa
100%. Kalau saya di ilmu PMI “sebelum anda menyelamatkan orang lain,
selamatkan dulu anda”. Kalau bapakku itu seperti. Jadi lek sampeyan
besok-besok jadi bojone pejabat, minimalisir lah masalah dirumah sebelum
menolong masyarakat. Semua kembali kerumah dulu. Kalau sini
Rondokuning. Tapi beda dengan Bondo. Makanya bersih desanya beda.
P: Itu apa bu yang di sumber air, kata pak Jefri?
I: Sumber air? Makam e koyoe mburine SMP 1 toh mbak Lis?
P: Iya sama itu bu.
I: Lah yo kuwi.
P: Kalau mau Suro itu bu?
223
I: Ooo memang dia kalau nglarung dibeberapa titik, ngunu yo mbak Lis?
Koyo nggawe ngunuan akeh, terus nggawe ngunuan lek isuk nyebar kuwi.
Dadi sarehan memang ngunu. Itu tradisi. Gebyar banyu ning ngarepan.
P: Di jalan bu?
I: Yo nang ngarepane desa. Semua ya, kecuali Bondo, semuanya berkumpul
disini.
Q: Lak bersih desa semuanya kesini. Onok seng cah cilik, wong gede
semuanya.
P: Bersih desa itu Suro?
I: Suro, tapi tidak selalu 1 suro. Harinya selalu jumat legi.
P: Itu malem apa siang?
Q: Siang, setelah jumatan.
I: Bondo beda, Bondo sendiri. Jadi Pak Wo Bondo kesini nyakseni. Habis
gitu kita punya suroan sendiri. Jadi, Bondo iki kaya setubuh tapi tidak
setubuh. Dadi seng di nut iki kasune wonge betul-betul baik. Wong e mang
nang kene. Tadi pak wo datang semua.
P: Ada 3 bu?
Q: Harusnya 3 yang aktif 2. 1 nya kosong.
I: Iya kosong karena jadi kepala desa ini. Tengah ini kepala desa, setelah 5
tahun naik nggak ada gantinya. Gantinya pak Bayan. Bayan Suradi sepuh.
Ternyata pak bayan Suradinya pension juga barengan pak mudin, ajdi
pamong saya habis. Saya ga punya bapak-bapak. Bu carik saya wedok,
kaur jogoboyo saya wedok. Loro iki wedok-wedok. Lek onok PKK ibu-
ibu e kurang.
I: Bu Kades itu biasanya di wakilkan bu Lis. Makanya biasanya di gojloki
dadi bu kades. Di Wates itu enak ya enak, ga enak yo gaenak. Dulu jadi
satu bidannya di puskesmas.
P: Puskesmasnya Wates sebelah mana bu?
I: Loh ga eroh? Puskesmas guwedi ga eroh. Pegadaian? Engko tak dudui
sekalian check lock.
Q: Bawa motor mbake?
224
P: Nggak bu, tapi di pinjami pak Bayan. Itu bisa dibuat puskesmas rawat
inap?
I: Memang puskesmas rawat inap. Akeditasinya paripurna lo. Hehehe gak
gak utama. No 3 gradenya. Dasar, madya, utama, paripurna. Dokter saya
tambah enak lagi. Dokternya bisa saya telfon 24 jam. Orangnya tipenya all
out. Jadi orang Wates kalau ga puas dengan bu Fifi langsung ke dokter
Bambang. Kemarin saya di labrak, bukan di labrak ya tapi aduan. Bukan
saya tapi, ada jentik-jentik nyamuk. Terus ada yang meninggal.
P: Oh yang dari 12 orang tapi ada 1 yang meninggal.
I: Iya, ada yang meninggal. Jadi cerita sebenarnya dia datang ke puskesmas,
sudah diperiksa terus dipulangkan karena masih 3 hari. dilihat dari sini
kondisinya masih bisa di evaluasi. Entah bagaimana ceritanya, ibunya
membawa kedua kalinya sudah kondisi parah. Kudune kana pa ya iya gak
dilihat terus. Mungkin dari sosial budaya ibunya atau pengetahuan
dianggap anaknya wes mari. Datang udah muntah, badannya dingin.
Puskesmas itu ada aturan.
P: Itu yang meninggal cewek atau cowok?
I: Cewek kelas TK. Luemu. Nah pada waktu di bawa ke puskesmas
kondisinya sudah jelek. Nah ada aturan di puskesmas, kalau mengirim
pasien itu harus kondisi sudah di infuse. Kalau diantar ke puskesmas,
berarti puskesmas harus menelfon dulu. Iki kan kesuen, jadi teman-teman
akhirnya berangkat sendiri langsung, maksudnya bukan membiarkan
pasien berangkat sendiri tidak. Makanya aturannya timbang tak infuse iki
angel pancen ga ketok budhalo nang rumah sakit dewe. Saya langsung
kunjungan. Wates ini emang complicated. Gak gendeng, jumantik, gak
meteng tok. Onok sing meteng gendeng yo enek. Aku nemu meteng
gendeng sing lanang ra eroh lek meteng. Mbayi nang gone omah.
P: Loh orangnya gemuk ta bu kok ga tau?
I: Wonge kuru, gak tau metu tonggoku. Moso aku dikongkon mbukai daster
wong-wong? Bojone ra eroh lo. Tak tutukno Afifah iki mau yo. Sama
puskesmas disuruh ke rumah sakit, di rumah sakit datangnya malam di
225
Surya Melati. Sehari semalam wes di Rumah Sakit Surya Melati sing
ngopeni wes dokter spesialis anak. Lek ndelok iku ga sanggup lapo kok ga
ndang di rujuk. Bukan saya menyalahkan Surya Melati tidak, tapi itulah
kronologinya. Begitu sudah sangat jelek yinggal 4000 opo piro trombosite
dirujuk. Begitu dirujuk, turun tangga oksigennya piye ceritane opo gak
dipasang opo piye ga eroh, baru mau masuk mobil ambulan anaknya
muntah langsung seda. Rame kan, heboh. Puskesmas e neh sing kenek,
bidan e neh. Terus berbondong-bondong, “ngunu kuwi gak mbok omngi ta
non?” Pak Bayan Jepri yang ganteng. Pak Bayan nesu karo aku, goro-
gorone awakmu gak ngomong nang puskesmas njaluk semprot. Padahal
itu intinya tidak di fogging to. Kan pemberantasan sarang nyamuk dulu
baru di fogging. Lek iku langsung di fogging ancen wonge ga resik an
panggah. Kan gitu ta. “Sampeyan lak ngerti to wes an” aku sampe
tukaran. “Aku iki ngerti, ngerti ilmune, moso kape ga eroh” dikirakne
pamonge sing ga gelem tandang. Wes ngono lah tak omongne nang pak
Heru dokter Bambang. Kan fogging itu ada aturan harus ada tiga titik yang
berbeda. Jadi ga harus onok sing mati langsung di fogging. Wes ngene ae
lek ngono, di belakang saya mereka mau menguruk dokter Bambang,
dokterku. Enek salah siji pamong telfon aku “Bu Fifi badhe ngatur
informasi..” we aku nduwe CCTV. “nggih pak” “niki bapak-bapak
perangkat badhe nguruk teng puskesmas” “oh ngoten nggeh”. Maksudnya
bagus biar puskesmas siap-siap dengan jawaban. Doktere gedhek-gedhek.
Ada tarikan untuk biaya fogging. Buat apa kan sudah gratis dari dinas
kesehatan. Sampe istrine pak Bayan telfon njaluk sepuro.
P: Ho iya ini tadi pak Jepri juga bilang kalau ada kejadian gitu langsung di
fogging.
I: Di omongi toh hehehhe. Padahal aku ngomong sampe ngelontok. Aku
sampe bingung ngomonge lek foging onok aturane, 3 titik baru boleh di
fogging. Kita ambil obat pengajuan data dulu, baru turunlah obat sekian
baringono di semprot.
P: Iya bu dirumah saya kalau ada kasus gitu langsung di fogging.
226
I: Harusnya tidak begitu, itu PSNnya kurang. Panggah diomongne karo pak
Bambang sampe ngluntruk, unine panggah fogging en toh. Akhirnya pak
bambang sama pak Heru disuruh nyiapkan. Aku teko keri, aku males.
Dikirakno aku ga menyampaikan informasi. Kebijakan itu kan nggak satu
desa tapi kan satu Kediri. Salahe pak Har iki muni “setiap desa lek onok
dana siap fogging yo di fogging”. Lek Pak Bambang itu tetap pada aturan,
aturan ya aturan tapi kita tidak angel. Daripada alat ssemprong mending
ambulan sek ambulan desa waaa. Panggah maeng ngomong panggah
njaluk semprot to?
P: Iya bu tadi bilang gitu hehehhe.
I: Pegel aku hehehehe. Anu, diomongi iku koyo bebel ngono. Beh diomongi
angel. Bojone sampe njaluk sepuro karo aku.
Q: Di jupuk sisi poositife soale masyarakat iki diomongi angel.
I: Sakjane ngomonge iku ojok “aku arep fogging” kan ketok gak pinter e yo.
Sakjane masyarakat iki ndelok pamonge iku.. kudu sakjane. Lek de’e
munino ngono kan kesan yang di tangkap panggah ga pinter. Pegel aku
hehehehe.
P: Sabar bu.
I: Wes sabar aku wong 9 taun. Tapi kalau ga ada pak bayan ga rame desa iki.
Wong kuwi sing seneng tak jak nang ndi nang ndi. “ayo bu marani wong
sing HIV”.
P: Saya juga di ajak ke kebunnya pak Jepri.
I: Nang tegalan? Sing intens nang kebun yo pak Jepri kuwi. Ngerapuk
barang, tangane sampe koyo ribayem. Cenit-cenit yo pak bayan. Pak wo
Bondo. Bojone bu carik gawene isok macul kok.
Q: Tapi kuwi selingan tok.
I: Sing aktif digawe makan yo bayan mbe pak wo Bondo, liyane ampleng-
ampleng. Yo sing puinter kuwi almarhum iki lo. Sayange sampean datang
kok sudah almarhum.
P: Belum sampai 40 hari to bu?
227
I: Bar kaji pisan. Sek sueger. Baik itu orangnya, sampeyan takon opo-opo yo
jelas. Wong tuwek tapi gaul satu-satunya yo pak Sanusi kuwi. Tuwek tapi
guaul pisan. Pak mudin iku yo enak tapi ra ngerti sawah.
P: Bu kaya Mpasi, itu masyarakat udah pada ngerti nggak bu?
I: Lek masyarakat aku 50-50 ya, marne marai yo anu ngene kan ukuran tau
tidak ada pretest dan posttest tapi saya belum pernah melakukan pretest
dan posttest di masyarakat. Tapi bu Kader sudah pelatihan 2x. motivator
ASI ekslusif 3 hari sama PMBA sehari.
P: PMBA itu apa?
I: Pemberian Makanan opo mbak lis? Sing dilatih iki lo mergane aku ra
eroh.
P: Oh makanan pendamping asi ya bu.
I: Kudune mbok suluh. Mau ke puskesmas ayo rek pengen eroh.
P: Boleh.
I: Karo ngenteni aku check lock, aku juga mau pulang.
(Bersama dua anggota kelompok mengikuti bu Fifi ke Puskesmas Wates).
228
IV.9. Nisrina Mufidah (NIM.071611733088)
236
B: disentor uap, mangke mbutuhno uape ngono howanu ngantos umepe
kantonge uageng to. Ngoten niku didamel katah niku kurang ageng
A: nggeh. niki kedelene, teng pundi pak? Tumbas nopo?
B: tumbas enek. katah tapi langganan kulo ngge badhe piambak
A: niki pun pirang jam pak?
B: nembe niku sampean ndugi wau, niki dijogne nang kenene
A: oh
B: rencange njenengan wingi ngge mriki dolan o’
A: sopo pak?
B: niku asmane sinten, saking saking Gresik
A: oh, nggeh nggeh
B: niku paham ngantos, so..soale kulo pun nyaring niki pun disaring mriko,
terus dicetak, terus ngantos ngiris
A: berarti sampean nggawene ben jam kale? Setiap dinten
B: ngge, jam kale jam tigo, namung niko mboten pasti mantun, nek cepet
angsal ngge mantuk. Dados, kulo jam nyamene nggeh mantuk, niku dados
anune, anune rosan niku.
Lek enjing lo teng mriki enten seng yelep dele digiling.
A: ngge, ndek wiginane
B: njenengan mriko?
A: ngge, semerap bapake giling mriki, tapi beto mantuk.
B: nggeh, sampean diduduk-dudukno mboten?
A: mboten
B: hmm.. ndang paham sampean lho teng mriko
A: niki nopoe pak? (sambil menunjuk benda)
B: niki ta? Niki jamane gae nyelip, taline ruwet
A: oh ngge, jebol
B: biasane niki sangu sarapan ben mboten larang hehe
A: hehe
B: kulo tiang masakke ben nilep
A: terus sing kembang tahu niku pun ndi pak?
237
B: oh, mboten wonten oh, namine minjol niku to? Namine minjol niku nggeh
diapakne niku, dibumboni. Bar dibumboni dijereh
A: he em
B: minjol. Minjol nggeh tahu niku asline
A: ooh
B: tahu ngoten diremus diulet, terus dibumboni bawang, brambang, lombok.
lamuno kadang-kadang ngono sampun ndamut dicampuri anu ampase niki,
ampase tahu niki
A: sak menten niki pinten pak dadine?
B: apane?
A: lek misale sak wadah niku? Sak jurigen, isine pinten
B: oh, niki ta? Niki lek diiseni kata ngge kata, nek diisi biasane ngoten
namung suwidak tigo
A: ooh, per jurigen per kilo niki pinten pak?
B: enam lima
A: enam lima ribu?
B: ngge, enam lima
A: terus dadose tahu, malah dados pinten?
B: sak menten niki gangsal kilo, tahune suwidak tigo
A: ooh
B: gangsal kilo, sekilone dele nemewu setengah, langsung dele
A: satu kilo. Niku dicuci nggeh pak?
B: nggeh (sambil mencuci kedelai) ngoten niki. Biyen niku, lek kuatah nggeh
enten rencange
A: nggeh
B: rencange, rencange ndamel nggeh rencange. Sakniki mboten ndamel kata.
Namung kedhik, wes mboten rencang-rencangan, ndamel piambak mawon
A: hehe, nggeh. ngoten ngedolne yaknopo pak?
B: nggeh, diter-terne mawon, nang toko
A: setunggal biji niki pinten pak?
B: setunggal ewu
238
A: njenengan namine sinten pak? Hehe, lupa
B: Pak Toyo
A: kalau boleh tahu umurnya pak? Hehe
B: 63
A: ooh, nggeh, pun ngeten mawon, kulo pamit rumiyen. Maturnuwon sing
kata, ngapunten lek ngganggu, hehe
B: nggeh, nggeh sami-sami
239
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Posisi geografis Desa Wates terletak di wilayah Kabupaten Kediri terletak di
bagian selatan Provinsi Jawa Timur. Wilayah Kabupaten kediri diapit oleh dua
gunung yang berbeda sifatnya, yaitu Gunung Kelud di sebelah Timur yang
bersifat Vulkanik dan Gunung Wilis disebelah barat yang bersifat non vulkanik,
sedangkan tepat di bagian tengah wilyah Kabupaten Kediri melintas sungai
Brantas yang membelah Wilayah Kabupaten Kediri menjadi dua bagian.
Sejarah Desa Wates terdiri dari dua versi namun pada intinya Dewi
Kilisuci beserta punggawa - punggawanya selalu menginap di tempat tersebut
sehingga tempat mesanggrah dan menginap Dewi Kilisuci disebutlah batas / wates
antara Kediri dan Gunung Kelud. Pola persebaran permukiman di Desa Wates
mayoritas mengelompok dan memanjang. Tata guna lahan dengan luas yang
paling besar adalah digunakan untuk sawah sebesar 47.580 Ha atau sekitar
34,33% dari total luas wilayah.
Struktur pemerintahan dan administrasi Desa Wates dapat diketahui
melalui bagan yang terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kaur Pemerintahan,
Kaur Keuangan, Kaur Umum, Kaur Pembangunan, Kaur Kesra, Kasun Wates,
Kasun Pesanggrahan, Dan Kasun Bondo. Ada beberapa bidang administrasi yang
kosong dan masih diisi oleh pengurus yang telah pensiun. Pola kepempinan di
struktur pemerintahan Desa Wates masih bersifat polimorfik. Terdapat lembaga
permusyawaratan desa dan bidang organisasi kesejahteraan masyarakat lainnya
seperti Karang Taruna, PKK dan KSM. Jumlah komposisi penduduk berdasarkan
jenis kelamin menunjukkan bahwa laki-laki memang lebih banyak dibandingkan
perempuan. Namun perbandingannya tidak terlalu signifikan. Komposisi
penduduk berdasarkan agama sebagian besar penduduk beragama islam. Jika
berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk lulusan SLTA/SMK hanya berjumlah
56. Pada mata pencaharian hidup, penduduk Wates sebagian besar bekerja di
bidang pertanian dan pegawai negeri. Jumlah penganggurannya masih tinggi
240
sekitar 700 orang pada usia produktif. Adat istiadat yang masih dilakukan oleh
penduduk Wates yakni nyadran, megengan, dan maleman.
Terdapat delapan macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan psikis yang
digunakan oleh masyarakat desa, yaitu: (a) Alat-alat produktif, (b) Senjata, (c)
wadah, (d) alat-alat menyalakan api, (e) makanan, minuman, bahan pembangkit
gairah, dan jamu-jamuan, (f) pakaian dan perhiasan, (g) tempat berlindung dan
perumahan, dan (h) alat-alat transportasi. Dari observas dan pengamatan sistem
peralatan yang digunakan cenderung pada alat-alat yang modern walaupun masih
banyak juga yang menggunakann alat-alat tradisional khusunya bagi petani.
Diversifikasi pekerjaan juga nampak pada masyarakat Desa Wates Bertani
Berternak Berdagang ,Usaha rumahan, Bengkel, TKW, Usaha mebel kayu,Buruh
pabrik, dll. Sistem kekerabatan Desa Wates cenderung bersifat bilineal. Selain itu
ditemukan dua kelompok tani sebagai organisasi sosial yang aktif di Wates, yakni
Kelompok Tani Maju dan Kelompok Tani Makmur. Sistem pengetahuan yang
dimiliki penduduk Desa Wates sangat beragam, mulai dari kesadaran akan
pendidikan tinggi, pengetahuann tentang penggunaan teknologi, jenis tanaman,
fungsi hewan, menjaga lingkungan, dll. Kesenian yang masih dipertahankan oleh
generasi muda Wates adalah seni tari jaranan. Selain itu, bahasa yang digunakan
oleh masyarakat Wates untuk sehari-hari menggunakan bahasa Jawa. Namun
seiring berubahnya zaman, menurut informan yang saya wawancarai generasi
milenial saat ini, anak muda di daerah Wates sudah mengalami perubahan bahasa
misalnya berbicara dengan orang yang lebih tua seperti berbicara dengan teman
sebaya hanya beberapa saja yang masih menggunakan krama alus dengan orang
tuanya.
Masuk pada fokus penelitian mengenai pertanian hortikultura, berikut
simpulan dari pengumpulan data yang didapatkan.
1) Alasan petani memilih tanaman Hortikultura sebagai usaha tani adalah
memiliki lahan yang cukup luas, meningkatkan pendapatan petani, dan
memperluas lapangan pekerjaan.
241
2) Kendala yang dialami petani hortikultura adalah, cuaca yang tidak
menentu, tanaman cepat busuk jika tidak segera di panen dan dijual, dan fluktuasi
harganya tajam.
3) Strategi yang dilakukan petani hortikultura adalah menggunakan sistem
pengelolahan tanah dengan memanfaatkan hewan sapid an teknologi traktor,
menggunakan sistem irigrasi infus untuk menghemat tenaga manusia,
menggunakan spray untuk merabuk dan member pestisida, memperhatikan waktu
yang tepat untuk menanam, menyulam, dan memanen, serta menyesuaikan harga
pasar.
SARAN
Mungkin ada baiknya untuk merenungkan, perbaikan-perbaikan yang
dilakukan oleh peneliti, yakni pertama peneliti ingin menyediakan lebih banyak
waktu untuk penelitian yang lebih lengkap, dengan begitu dapat memahami proses
kebudayaan petani lebih mendalam. Kedua, peneliti berharap bahwa idealnya
ingin tinggal di tengah-tengah penduduk (misalnya di rumah salah satu penduduk
yang bekerja sebagai petani) tidak di balai desa. Dari penelitian ini memang
peneliti sudah mendapat garis besar bagaimana proses bertani hortikultura.
Berharap dikemudian hari peneliti dapat membuat pertanyaan-pertanyan
wawancara yang lebih terarah.
242
DAFTAR PUSTAKA
Aarsteb, J.V. 1953. Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta: Pembangunan.
Adiwilaga,A. 1992. Ilmu Usahatani. Bandun: Alumni.
Afandi, D.K. Setiyo Harri, dan Askin. 2015. Studi Konsumsi Pada Pengelolahan
Tanah Sawah (Studi Kasus di Desa Rambigunam, Kecamatan Rambipuji,
Kabupaten Jember). Berkala Ilmiah Teknologi Pertanian. Vol. 1. No.1. Hal.
1-4.
Al Khafidz, Lukman. 2014. Pergeseran Budaya Hindu ke Islam: Studi Tentang
Ritual Manganan Perahu Di Desa Palang Kecamatan Palang Kabupaten
Tuban Jawa Timur. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Amir, H. (n.d.). Sektor Pertanian: Perlu Upaya Akselerasi Pertumbuhan.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia .
Arifin, B. (2004). Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta: Penerbit
Kompas.
Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Bouman, P.J. 1980. Ilmu Masyarakat Umum: Pengantar Sosiologi . Jakarta: Pt.
Pembangunan.
Chambers, Robert. 1983. Pembangunan Desa: Mulai Dari Belakang
(terjemahan). Judul Asli,“ Rural Development Putting the Last First.“
Jakarta: LP3ES.
Coleman, James S. 2013. Foundation of Social Theory (terjemahan). Bandung:
Nusa Media.
Dannerius Sinaga. 1988. Sosiologi dan Antropologi. Klaten: PT Intan Prawira.
Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif (dasar-dasar dan aplikasi). Malang:
Ya3 Malang.
Geertz, Hildred. 1983. Keluarga Jawa ( terjemahan ). Jakarta: Grafiti Pers.
Hakim, Muhammad L. 2015. Makna dan Nilai-Nilai Filosofis dalam Tradisi
Nyadran di Dusun Tritis Kulon Kelurahan Girikerto Kecamatan Turi
Kabupaten Sleman Yogyakarta. Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam Universiats Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
243
Harris, Marvin. 1976. “History and significance of the Etic/Emic Distinction”.
Jurnal Annual Rieview of Anthropology. Vol 5.
Hermanto, & Hardono, G. S. (n.d.). Dinamika PDB Sektor Pertanian dan
Pendapatan Petani. Panel Petani Nasional , 9-34.
Iskandar. 2008. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan
Kualitatif). Jakarta: GP Press.
Istianah, Anif. 2012. Pelaksanaan Upacara Adat 1 Sura di Desa Traji Kecamatan
Parakan Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta.
Janick, J. 1972. Horticultural Science (2 ed).
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Karlina, Triana. 2012. Pola Persebaran Rumah Perdesaan dan Kaitanya dengan
Mobilitas Penduduk di Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Sarjana Geografi
Depok.
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500- 1900 Dari
Emporium Sampai Imperium. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Koentjaraningrat dan Donald K. Emmerson. 1982. Aspek Manusia dalam
Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Malinowski, B 1950 Agronauts of the western pacific. New York: E.P. Dutton &
co.
Mead, Margaret. 1928. Coming of age in Samoa. New York: Morrow.
Miles M.B. dan A.M.Huberman. 1984. Qualitative Data Analysis, California:
Sage Pub.
Moleong, Lexy. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan ke-26.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
244
Moleong, Lexy J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muhadjir, Noeng. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin.
Nasir, M. 1998. Metode Peneitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (cetakan ulang
ketiga). Bandung: Tarsito.
Notodimedjo, Soewarno. 1997. Strategi Pengembangan Hortikultura Khususnya
Buah-Buahan dalam Menyongsong Era Pasar Bebas. Pengukuhan Guru
Besar Ilmu Hortikultura Fakultas Pertanian Universtas Brawijaya Malang.
Pegeud. 1938. Javaanse Volksvertonigen (Pertunjukan Rakyat Jawa, Sumbangan
bagi Ilmu Antropologi). Batavia: Volkslectuur Batavia.
Raharjo, Maryono 2001. Bahasa Jawa Krama. Jakarta: Pustaka cakra.
Rizaldi, Taufik. 2006. Buku Ajar Mesin Peralatan. Departemen Teknologi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Saptana, Supena, & Purwantini, T. B. (2004). Efisiensi dan Daya Saing Usaha
Tani Tebu dan Tembakau di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Scott, J. (1976). The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and Subsistence in
Southeast Asia. Yale University Press. Retrieved from
http://www.jstor.org/stable/j.ctt1bh4cdk.
Sialana, Fatimah. 2006. Peranan Faktor Budaya dalam Pengembangan
Pendidikan di Kalangan Penduduk Asli Pulau Buru. Thesis Universitas
Pendidikan Indonesia.
Soedarsono. R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Soemardjan, Selo. 1988. Masyarakat dan Kebudayaan. Penerbit Djambatan.
245
Spradley, P. James. 1980. The Ethnographic Interview. New York: Holt Renehart
and Winston.
Spradley, P. James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suharta. 2009. Pengembangan Organisasi Kepemudaan. Makalah Program
Pengabdian Masyarakat Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta.
Suseno, Franz-Magnis. 1996. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang
kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia.
Tubiyono. 2008. Kebijakan Pemerintah Daerah tentang Pemakaian Bahasa
Lokal: Studi Kasus Pemerintah Kota Surabaya Pada Era Otoda.
Winarno, Surakhmad. 2004. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode, dan
Teknik. Bandung: Tarsito.
REFERENSI INTERNET
diglib.uinsby.ac.id di akses pada tanggal 30 November 2018.
http://kedirikab.go.id/ di akses pada tanggal 24 November 2018.
Permendagri No 1 Tahun 2013.
repository.ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 1 Desember 2018.
Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 (Salinan).
246
LAMPIRAN
A. Peta Wilayah Desa
247
C. Foto-foto
248
sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 7: Gambar diatas sewaktu kelompok silaturahmi di rumah pak Wo sambil
kita perkenalan.
249
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 8: Foto di atas ketika warga sedang latihan main alat musik untuk
pengiringan tarian jaranan di depan balai desa.
250
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 9: foto diatas itu ketika Boby dan Ardata sedang perkenalan diri
ke kepala Desa dan mengumpulkan data di kantor desa Wates.
251
Gambar 10: Saat itu Boby sedang wawancara dengan sekretaris desa
mengenai demografi desa Wates.
252
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 12: Foto diatas saat warga desa Wates sedang pertandingan antar
desa yang dilakukan oleh karangtaruna yang diaddakan setiap sore hari.
253
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 13: Foto diatas ketika warga sedang melakukan cek kesehatan
yang diadakan oleh desa setiap bulan.
254
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 15 : Dari foto diatas bisa dilihat bahwa beberapa masyarakat
Wates juga ada yang buka usaha industri rumahan, salah satunya pembuatan
kerupuk.
255
256
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 16: Keempat foto diatas adalah beberapa jenis tanaman yang
ditanam oleh mayoritas petani di Wates, diantaranya ada nanas, jagung, tebu, dan
cabe.
257
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 17 : Gambar di atas adalah contoh beberapa hewan ternak yang
dipelihara oleh sebagian warga Wates, seperti kuda yang dimanfaatkan untuk
membantu bekerja dan sapi untuk dipelihara, ada juga beberapa memelihara sapi
yang digunakan untuk membajak sawah mereka.
258
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 18: Foto diatas adalah salah satu tempat pembuatan tahu yang ada
di desa Wates dan bisa dibilang yang paling tua. Dari foto tersebut juga bisa
dilihat bahwa peralatan yang digunakan masi sederhana.
259
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 19: Keempat foto diatas adalah proses pembuatan tahu yang
dilakukan oleh pak Toyo di rumahnya sendiri. mulai dari proses jenang kedelai,
penyaringan, pencetakan, sampai pemotongan tahu.
260
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 20: Gambar keempat tersebut adalah proses perawatan tanaman
cabe. Mulai dari penanaman, penyiaman rumput, dan proses penyemprotan. Foto
itu diambil ketika kelompok kami sedang berada di sawah pak Jefri.
261