net/publication/318885571
CITATIONS READS
0 2,499
2 authors, including:
Achmad Ghazali
Bandung Institute of Technology
18 PUBLICATIONS 12 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Achmad Ghazali on 03 August 2017.
: i
Wijayanto Budi Santoso
Achmad Ghazali
Penasihat
Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI
Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI
Pengarah
Ukus Kuswara, Sekretaris Jenderal Kemenparekraf
Ahman Sya, Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif berbasis Seni dan Budaya
Cokorda Istri Dewi, Staf Khusus Bidang Program dan Perencanaan
Penanggung Jawab
Watie Moerany S, Direktur Pengembangan Seni Rupa
Eddy Susilo, Kasubdit Pengembangan Fotografi
Bambang Wijanarko, Komunitas Fotografi Kemenparekraf
Tim Studi
Wijayanto Budi Santoso
Achmad Ghazali
ISBN
978-602-72367-3-8
Penerbit
PT. Republik Solusi
v
Terima Kasih kepada Narasumber dan Peserta Focus Group Discussion (FGD):
Andrew Linggar Imam Hartoyo
Arbain Rambey Irene Swa Suryani
Arya Marta Irma Chantily
Dudi Sugandi M Ilham Fauzi
Edial Rusli Perhimpunan Amatir Foto Bandung
Ferdian Candra Ray Bachtiar Dradjat
Ferry Ardianto Risman Marah
Firman Ichsan Utari Intan Nugrahani
Galih Sedayu Yase Defirsa Cory
Harto Solichin Margo Yudhi Soerjoatmodjo
Hendrikus Ardianto Yulianus Ladung
Ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang
penting untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Ekonomi kreatif
adalah ekonomi yang digerakkan oleh sumber daya terbarukan dan tersedia secara berlimpah di
Indonesia, dimana kita memiliki sumber daya manusia kreatif dalam jumlah besar, sumber daya
alam terbarukan yang berlimpah dan sumber warisan budaya yang unik dan beragam. Ketiganya
menjadi kekuatan pendorong pertumbuhan ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
Kita, secara bersama-sama telah meletakkan dasar pengembangan ekonomi kreatif yang akan
membawa bangsa menuju pembangunan ekonomi yang berkualitas. Kesinambungan upaya
pengembangan ekonomi kreatif diperlukan untuk memperkuat ekonomi kreatif sebagai sumber
daya saing baru bagi Indonesia dan masyarakat yang berkualitas hidup.
Bagi Indonesia, ekonomi kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga
memajukan aspek-aspek non-ekonomi berbangsa dan bernegara. Melalui ekonomi kreatif, kita
dapat memajukan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan
dan mempercepat pertumbuhan inovasi dan kreativitas di dalam negeri. Di samping itu ekonomi
kreatif juga telah memberikan dampak sosial yang positif, termasuk peningkatan kualitas hidup,
pemerataan kesejahteraan dan peningkatan toleransi sosial.
Fotografi sebagai salah satu bidang yang menjadi perhatian di dalam industri kreatif Indonesia,
merupakan bagian subsektor Film, Video, dan Fotografi, satu di antara 15 subsektor yang ditangani
oleh Kemenparekraf saat ini. Fotografi sebagai bagian dari industri kreatif Indonesia merupakan
sebuah industri yang mendorong penggunaan kreativitas individu dalam memproduksi citra dari
suatu objek foto dengan menggunakan perangkat fotografi, termasuk di dalamnya media perekam
cahaya, media penyimpan berkas, serta media yang menampilkan informasi untuk menciptakan
kesejahteraan dan juga kesempatan kerja. Meskipun selama ini fotografi di Indonesia telah tumbuh
dengan sendirinya, namun dirasakan masih banyak permasalahan yang sering dijumpai baik oleh
industri fotografi, komunitas fotografi, dan juga para pelaku fotografi Indonesia. Hal ini tentunya
dapat menghambat pertumbuhan industri fotografi Indonesia.
Maka dari itu, dalam upaya melakukan pengembangan industri fotografi di Indonesia, diperlukan
pemetaan terhadap ekosistem fotografi yang terdiri dari rantai nilai kreatif, pasar, nurturance
environment, dan pengarsipan, untuk dapat mengetahui kondisi industri fotografi terkini secara
menyeluruh. Aktor yang harus terlibat dalam ekosistem ini tidak terbatas pada model triple helix
yaitu intelektual, pemerintah dan bisnis, tetapi harus lebih luas dan melibatkan komunitas kreatif
dan masyarakat konsumen karya kreatif. Kita memerlukan quad helix model kolaborasi dan jaringan
yang mengaitkan intelektual, pemerintah, bisnis dan komunitas. Keberhasilan ekonomi kreatif
di lokasi lain ternyata sangat tergantung kepada pendekatan pengembangan yang menyeluruh
dan berkolaborasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
vii
Buku ini merupakan penyempurnaan dari Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia
2025 yang diterbitkan pada tahun 2009. Dalam melakukan penyempurnaan dan pembaruan
data, informasi, telah dilakukan sejumlah Focus Discussion Group (FGD) dengan semua
pemangku kepentingan baik pemerintah, pemerintah daerah, intelektual, media, bisnis, orang
kreatif, maupun komunitas fotografi secara intensif. Hasilnya adalah buku ini, yang menjabarkan
secara rinci pemahaman mengenai industri fotografi dan strategi-strategi yang perlu diambil
dalam percepatan pengembangan industri fotografi lima tahun mendatang. Dengan demikian,
masalah-masalah yang masih menghambat pengembangan industri fotografi selama ini dapat
diatasi, sehingga dalam kurun waktu lima tahun mendatang industri fotografi dapat menjadi
industri yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan sebagai landasan yang
kuat untuk pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia.
Salam Kreatif
ix
3.2 Kebijakan Pengembangan Fotografi................................................................................. 71
3.2.1 Kebijakan Hak Cipta .............................................................................................71
3.2.2 Kebijakan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)..........................72
3.2.3 Kebijakan Ruang Publik............................................................................................73
3.2.4 Kebijakan Pers........................................................................................................78
3.2.5 Kebijakan Konten....................................................................................................79
3.3 Struktur Pasar Fotografi.................................................................................................... 79
3.4 Daya Saing Fotografi........................................................................................................81
3.5 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Fotografi.........................................................83
BAB 5 PENUTUP....................................................................................................................103
5.1 Kesimpulan.......................................................................................................................104
5.2 Saran................................................................................................................................105
LAMPIRAN............................................................................................................................ 109
xi
Daftar Gambar
Gambar 1‑1 Ruang Lingkup Pengembangan Fotografi........................................................... 13
Gambar 1‑2 Pergerakan Sinar Pada Kamera Lubang Jarum.................................................... 14
Gambar 1‑3 Ilustrasi Camera Obscura................................................................................... 15
Gambar 1‑4 Perkembangan Fotografi di Indonesia..................................................................24
Gambar 3-1 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap PDB Industri Kreatif
Indonesia tahun 2013............................................................................................................. 66
Gambar 3-2 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Ketenagakerjaan
Industri Kreatif Indonesia tahun 2013.................................................................................... 67
Gambar 3-3 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Aktivitas Perusahaan
Industri Kreatif Indonesia tahun 2013.....................................................................................68
Gambar 3-4 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Konsumsi Rumah
Tangga Industri Kreatif Indonesia tahun 2013........................................................................ 69
Gambar 3-5 Nilai Ekspor Fotografi Indonesia 2010-2013 berdasarkan data Comtrade...........70
Gambar 3-6 Nilai Ekspor Fotografi Indonesia 2010-2012 berdasarkan data dari UNCTAD.. 70
Gambar 3-7 Daya Saing Subsektor Fotografi...........................................................................81
xiii
Ringkasan Eksekutif
Fotografi berkembang tidak hanya sebagai teknologi penangkap citra atau gambar. Fotografi juga
berkembang seiring dengan bertambahnya manfaat fotografi di dalam kehidupan manusia. Kedua
proses tersebut sama pentingnya dalam melihat perkembangan fotografi, karena pada dasarnya
keduanya saling berkaitan dan saling memengaruhi. Sehingga, pemahaman akan definisi dan
ruang lingkup fotografi ini kemudian menjadi sangat diperlukan dalam upaya untuk menentukan
fokus pengembangan fotografi dalam kontekstual pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia
selama lima tahun ke depan (2015—2019). Untuk memberikan pemahaman secara menyeluruh
dan mendalam mengenai industri kreatif, khususnya subsektor fotografi (yang termasuk ke
dalam subsektor film, video, dan fotografi), perlu dilakukan pemetaan terhadap kondisi ideal,
yaitu suatu kondisi yang diharapkan terjadi dan merupakan best practices dari negara-negara yang
sudah maju industri fotografinya. Selain itu juga perlu dipahami kondisi aktual dari fotografi
di Indonesia untuk memahami dinamika yang terjadi. Salah satu cara yang digunakan dalam
melakukan pemetaan ini adalah dengan menggunakan model ekosistem industri yang dalam
hal ini adalah ekosistem industri kreatif. Ekosistem adalah sebuah sistem yang menggambarkan
hubungan saling ketergantungan (interdependent relationship) antara setiap peran di dalam
proses penciptaan nilai kreatif dan antara peran-peran tersebut dengan lingkungan sekitar yang
mendukung terciptanya nilai kreatif.
Pemahaman antara kondisi ideal dengan kondisi aktual tersebut nantinya dapat memberikan
gambaran mengenai kebutuhan dari industri fotografi nasional sehingga dapat berkembang
dengan baik, dengan mempertimbangkan potensi (kekuatan dan peluang) dan permasalahan
(tantangan, kelemahan, ancaman, dan hambatan) yang dihadapi. Peranan ekonomi kreatif bagi
Indonesia sudah semestinya mampu diukur secara kuantitatif sebagai indikator yang bersifat
nyata. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran riil mengenai keberadaan ekonomi kreatif
yang mampu memberikan manfaat dan mempunyai potensi untuk ikut serta dalam memajukan
Indonesia. Bentuk nyata dari kontribusi ini dapat diukur dari nilai ekonomi yang dihasilkan
oleh seluruh subsektor pada ekonomi kreatif termasuk fotografi yang merupakan bagian dari
subsektor film, video, dan fotografi.
Perhitungan kontribusi ini ditinjau dari empat basis, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB),
ketenagakerjaan, aktivitas perusahaan, dan konsumsi rumah tangga yang dihimpun berdasarkan
perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk perhitungan kontribusi
ekonomi di subsektor film, video, dan fotografi, nilai yang ada pada data BPS tersebut dihitung
berdasarkan data Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Kreatif 2009. KBLI ini
tentunya perlu diperbarui mengingat teknologi dan juga dinamika industri fotografi yang sangat
cepat berubah, sehingga nilai PDB yang didapatkan nantinya menjadi lebih akurat apabila sudah
memasukkan beberapa poin tambahan yang sesuai dengan ruang lingkup usulan, baik di subsektor
fotografi dan juga ketiga subsektor lainnya yaitu, film, video, dan animasi. Visi, misi, tujuan dan
sasaran strategis merupakan kerangka strategis pengembangan fotografi pada periode 2015-2019
yang menjadi landasan dan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan
program kerja di masing-masing organisasi/lembaga terkait secara terarah dan terukur yang
dijabarkan pada Bab 4 Rencana Pengembangan Fotografi Indonesia.
06
18
12
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
JANGK A MENENGAH
PERFILMAN
2015-2019
RENCANA AKSI
11
KERAJINAN 2015-2019
05
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
TV & RADIO 2015-2019
17
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
TEKNOLOGI INFORMASI 2015-2019
16
04
PENERBITAN 2015-2019
10
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
PENELITIAN & PENGEMBANGAN 2015-2019 SENI RUPA 2015-2019
09
15
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
Benjamin Franklin
ARSITEKTUR
JANGK A MENENGAH
2015-2019
RENCANA AKSI
“
ARSITEKTUR 2015-2019 MUSIK 2015-2019
08
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH SENI PERTUNJUKAN 2015-2019
14
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
Definisi fotografi selalu terkait dengan sisi teknis perkembangan teknologi fotografi itu sendiri.
Hal ini dapat terlihat dari perkembangan teknologi fotografi dari analog ke digital. Perkembangan
tersebut mengubah elemen-elemen fotografi sehingga mendorong penyesuaian definisi fotografi.
Pada era fotografi analog, misalnya, sebuah kertas film memiliki peran ganda: sebagai media
perekam cahaya dan penyimpan informasi. Pada era digital kedua peran tersebut dapat digantikan
perangkat lain. Oleh karena itulah kemajuan teknologi fotografi bisa mengubah definisi fotografi
itu sendiri.
Kemajuan teknologi juga dapat memengaruhi ruang lingkup fotografi yang saat ini sudah semakin
meluas dan memengaruhi perkembangan fotografi dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya. Kita perlu
memahami definisi dan ruang lingkup fotografi untuk bisa menentukan fokus pengembangan
fotografi dalam konteks ekonomi kreatif Indonesia. Dengan memahami kedua hal itu kita dapat
menghasilkan dampak optimal dalam pengembangan fotografi selama lima tahun ke depan
(2015–2019).
Sumber: Mariana Rezende, “Original Creators: Hércules Florence, The Forgotten Father of Photography,”
thecreatorsproject.vice.com, 19 September 2011. Tautan: http://thecreatorsproject.vice.com/blog/original-creators-
hércules-florence-the-forgotten-father-of-photography
Ditilik dari asal katanya, fotografi berasal dari dua kata bahasa Yunani: “phōtos” yang berarti
“cahaya”, dan “graphé” yang bermakna “menggambar”. Secara harafiah fotografi diartikan sebagai
kegiatan melukis dengan cahaya.
The Hutchinson Dictionary of the Arts (1994) mendefinisikan fotografi sebagai berikut:
“Process of reproducing images on sensitized materials by various forms of radiant energy, i.e. visible
light, ultraviolet, infra-red, x-rays, atomic radiations, and electronic beams.”
“Proses reproduksi citra pada material peka cahaya oleh berbagai bentuk dari energi radiasi, seperti
cahaya kasat mata, ultraviolet, infra merah, sinar-x, radiasi atomik, dan tembakan elektron.”
Definisi Hutchinson tersebut lebih dapat menjawab perkembangan substansi fotografi dari sisi
teknologi. Peran film dan permukaan peka cahaya di era analog telah tergantikan sensor cahaya
yang tidak hanya mampu menangkap cahaya tampak, namun juga gelombang energi dalam
bentuk lain. Karena itu, kita dapat menjadikan definisi tersebut sebagai definisi fotografi kiwari.
Ketika fotografi dikaitkan dengan industri kreatif di Indonesia, definisi fotografi pun perlu
penyesuaian menjadi:
Dari sisi perkembangan teknologi kamera dan media rekam, fotografi dapat dikelompokkan
menjadi fotografi analog dan digital. Fotografi digital berkembang pesat sejak 1990-an, namun
hal ini tidak serta-merta menghilangkan keberadaan fotografi analog. Dengan mempertahankan
keunikan, ciri khas, serta nilai sejarahnya, fotografi analog masih mendapatkan tempat di hati
penggemar fotografi. Kedua genre tetap bertahan, meskipun fotografi digital yang dengan segala
kelebihan dan kekurangannya, menjadi standar industri subsektor fotografi saat ini.
Foto selfie Ellen DeGeneres bersama aktor dan aktris Hollywood di acara Academy Awards 2014
Sumber: twitter.com Foto: Bradley Cooper
Foto underwater photography yang memenangkan Our World Underwater 2013 untuk kategori Wide Angle Traditional
Sumber: underwatercompetition.com Foto: Octavio Aburto
Selain pengelompokan berdasarkan genre, umumnya fotografi juga dibagi berdasarkan tujuan
kegiatan pelaku fotografi. Berikut ini pembagiannya:
1. Fotografi pendidikan. Fotografi sebagai ilmu yang diajarkan dalam pendidikan formal
dan nonformal. Pelakunya adalah tenaga pendidik seperti guru atau dosen dan juga para
profesional fotografi yang membuka kursus-kursus fotografi dan sejenisnya.
2. Fotografi amatir. Fotografi yang digeluti fotografer yang mengejar prestasi dan aktualisasi
diri di bidang fotografi, dan para pehobi fotografi yang melakukan fotografi untuk
konsumsi pribadi.
3. Fotografi profesional. Fotografi yang fotografernya menjual keahliannya di bidang
fotografi dan menjadikan fotografi sebagai mata pencahariannya. Fotografi profesional
sendiri dapat dibagi menjadi 4 kategori:
a. Fotografi jurnalistik. Fotografi yang berkaitan erat dengan wilayah produksi dan
konsumsi media cetak dan elektronik. Tujuan utama pewarta foto adalah memotret
kejadian dan peristiwa yang sedang terjadi untuk diberitakan kembali melalui media
massa. Foto-foto yang didapatkan diharapkan dapat memperkuat isi artikel yang
disajikan di media massa tersebut. Para pelaku di bidang fotografi jurnalistik, di
antaranya, jurnalis foto, editor foto, redaktur foto, dan pengelola biro foto.
b. Fotografi komersial. Fotografi yang erat kaitannya dengan para praktisi fotografi
profesional. Fotografi ini biasanya berhubungan dengan agen periklanan dan perusahaan-
perusahaan. Foto yang dibuat dapat berdasarkan keinginan klien (yang dibuat dari
konsep awal), atau klien dapat membeli foto-foto yang telah dibuat si fotografer untuk
kepentingan klien. Bentuk lain fotografi komersial adalah fotografi retail, yaitu jasa fotografi
yang menyediakan mulai dari konsep pemotretan hingga cetak foto. Semua proses dalam
fotografi retail telah dibakukan dalam prosedur operasi baku perusahaan. Klien sangat
dimudahkan dalam menggunakan jasa fotografi ini. Pada umumnya fotografi ini memotret
orang, baik sendiri maupun bersama-sama, di dalam studio. Fotografi pernikahan dan
fotografi peliputan acara juga termasuk ke fotografi retail. Pelaku di bidang fotografi
komersial adalah fotografer profesional, pemilik studio fotografi, pengusaha fotografi,
pemilik sekolah dan tempat kursus fotografi, pengelola biro fotografi, dan sebagainya.
c. Fotografi seni. Fotografi yang tumbuh dari dorongan ekspresi pribadi sebagai bagian
dari seni rupa yang dituangkan ke dalam medium dua dimensi. Fotografi jenis ini
terkadang sulit dimengerti orang awam karena membutuhkan daya imajinasi dalam
memahami konsepnya seperti layaknya seni lukis. Namun, karya fotografi seni juga
memiliki nilai tinggi walaupun tak setinggi seni lukis. Pelaku di bidang fotografi seni
antara lain, seniman yang menggunakan medium fotografi, sejarawan seni, kritikus
seni, kurator, pengelola galeri (gallerist), makelar seni (art dealer), kolektor, teoritikus,
penaksir karya seni (art appraisal), konservator seni, manajer seni, pengelola kegiatan
(event organizer), dan sebagainya.
d. Fotografi khusus. Fotografi yang digunakan secara khusus dalam suatu bidang
industri atau ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh fotografi khusus ini, misalnya,
astro-photography yang digunakan untuk mengamati benda-benda langit, fotografi
ultra-macro yang digunakan untuk mengamati virus atau bakteri yang sangat kecil,
fotografi yang digunakan untuk melihat isi organ makhluk hidup, dan lain-lain.
Penemuan efek lubang jarum berlanjut kepada penemuan camera obscura dan kamera lubang
jarum oleh Alhazen (Ibnu Al-Haytham) sekitar abad ke-10. “Camera” adalah bahasa Latin dari
“ruangan” atau “kamar”, sedangkan “obscura” merupakan bahasa Latin dari “gelap”; “camera
obscura” berarti “ruang atau kamar gelap”. Selain menemukan camera obscura, Alhazen juga berhasil
menjelaskan bahwa apa yang terproyeksikan ke layar adalah gambar dari apa pun yang berada di
depan aperture atau diafragma (bukaan lubang). Camera obscura merupakan penemuan penting
dalam sejarah fotografi karena menjadi cikal-bakal kamera foto yang kita kenal saat ini. Namun,
camera obscura pada saat itu belum bisa merekam atau menyimpan gambar yang ia proyeksikan.
Pada sekitar 1820-an, seorang ilmuwan Prancis bernama Joseph Nicéphore Niépce berhasil
mengabadikan gambar dengan menggunakan camera obscura, dan juga pelat yang diberi lapisan
aspal sebagai media rekamnya. Ia menyebut tekniknya sebagai heliography atau melukis dengan
cahaya matahari. Prinsip kerja teknik ini adalah camera obscura diarahkan ke objek yang akan
direkam, kemudian pelat yang telah dilapisi aspal tersebut diletakkan di dalam camera obscura
selama kurun waktu tertentu (lebih dari 8 jam) agar terkena cahaya matahari yang masuk melalui
titik lubang jarum dari kamera. Setelah 8 jam (atau bahkan beberapa hari) kemudian, pelat
tersebut diambil dan dilarutkan ke dalam minyak lavender. Bagian yang terkena cahaya akan
mengeras, sedangkan pada bagian yang gelap, lapisan aspalnya akan terlarut. Tingkat kekerasan
lapisan aspal akan sebanding dengan seberapa lama dan seberapa kuat ketajaman cahaya yang ia
terima. Nicéphore Niépce dikenal sebagai Bapak Fotografi.
Penemuan Niépce ini dilanjutkan rekannya, Louis Daguerre. Daguerre memperbaiki kekurangan
Niépce, yaitu mempercepat waktu yang dibutuhkan oleh media rekam untuk menangkap cahaya
sehingga dapat terekam dengan baik. Daguerre berhasil melakukan proses perekamannya dengan
metode dan media yang berbeda dengan yang Niépce gunakan, sehingga waktu penyinaran yang
sebelumnya membutuhkan berjam-jam atau bahkan berhari-hari, dengan metode Daguerre menjadi
hanya beberapa menit. Daguerre kemudian menamakan proses tersebut dengan daguerreotype.
Pada 16 April 1877, surat kabar harian The Daily Graphic di New York memuat sketsa yang
menggambarkan berita kebakaran hotel dan salon. Meskipun gambar pada harian tersebut
masih berupa hasil sketsa tangan, peristiwa itu menjadi embrio fotografi jurnalistik. Dalam
pembuatannya, seniman yang saat itu juga bertindak sebagai jurnalis dibantu seorang drafter
yang bertugas membuat sketsa salinan ke dalam pelat cetakan mesin press.1
Pada akhir abad ke-19, George Eastman dari New York menemukan metode yang dapat
memperbaiki kinerja fotografi pada masa-masa sebelumnya. Eastman berhasil mengembangkan
penemuannya dengan menggunakan gel kering di kertas (yang kemudian disebut film) untuk
menggantikan peran pelat yang biasanya digunakan sebagai media rekam. Berkat penemuannya
seorang fotografer tak perlu membawa kotak-kotak yang besar untuk menyimpan pelat-pelatnya,
serta larutan-larutan kimia yang beracun ketika berkeliling. Karya Eastman inilah yang kita kenal
sebagai proses fotografi modern sebelum kemunculan fotografi digital.
Penemuan kamera film ini mendorong dunia jurnalistik kian menggunakan fotografi untuk
laporan-laporannya, hingga akhirnya tak bisa dipisahkan dan kelak melahirkan genre fotografi
jurnalistik. Pada 1891, surat kabar harian New York Morning Journal memelopori penggunaan
foto dalam surat kabar. Foto tersebut dicetak dengan menggunakan halftone screen, alat yang
mampu memindai titik-titik gambar ke dalam pelat cetakan. Pada 1897, halftone photographs dapat
dicetak dengan semakin cepat dan missal, sehingga melambungkan fotografi dalam media cetak.
Pada sekitar 1930–1950, terbitan-terbitan ternama seperti Sports Illustrated, The Daily Mirror,
The New York Daily News, Vu, dan LIFE memuat foto-foto menawan. Era tersebut kemudian
menjadi era fotografi jurnalistik modern (1930–1950) atau yang dikenal dengan “golden age”.
Nama-nama besar dalam fotografi jurnalistik di era ini adalah Robert Capa, Alfred Eisenstaedt,
David Seymour, W. Eugene Smith, Margaret Bourke-White, dan Henri Cartier-Bresson. Pada
era ini pula, tepatnya pada 1947, didirikan Magnum Photos, agensi foto berita pertama yang
menyediakan foto jurnalistik dari berbagai isu dan belahan dunia.
Pertengahan abad ke-20, teknologi kamera mulai beralih dari teknologi analog ke digital. Pada
1975, Steven Sasson yang bekerja di Eastman Kodak berhasil menciptakan kamera digital pertama
dengan menggunakan teknologi sensor CCD (Charge Couple Device) sebagai pengganti film.
Beberapa tahun berikutnya, datang teknologi CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor)
yang mengatasi keterbatasan-keterbatasan teknologi sensor CCD. Kedua jenis sensor tersebut
(CCD dan CMOS) masih digunakan hingga saat ini dengan kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Kelak, bukan tidak mungkin teknologi digital yang berbasis semikonduktor ini
dapat digantikan material lain yang dapat digunakan sebagai sensor cahaya.
(1) Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014).
Fotografi sebagai karya seni mulai ditandai ketika karya foto cetak asli Ansel Adams yang berjudul
Moonrise, Hernandez, New Mexico menembus harga US$45,000 dan menjadi perbincangan pada
1980. Fotografi sebagai benda seni mencapai puncaknya pada 1992 ketika karya foto Rodchenko,
fotografer asal Uni Sovyet, yang berjudul The Girl with a Leica menjadi objek transaksi di bursa
seni Christie dengan nilai £115,000. Setelah itu, museum-museum terkemuka di dunia kini
memiliki kurator khusus untuk fotografi.
(2) Firman Ichsan, “Realita Fotografi: Satu Cermin Balik Dunia Fotografi Kita,” apcinstitute.wordpress.com, 12 Juni
2013. Tautan: http://apcinstitute.wordpress.com/tag/firman-ichsan/. Terakhir diakses pada Juli 2014.
“
There are always two people in
every picture: the photographer
and the viewer.
“
Ansel Adams
Perkembangan teknologi ini juga memengaruhi fotografi jurnalistik. Jika tuntutan dalam fotografi
komersial adalah hasil foto yang memiliki nilai estetika yang semakin tinggi, maka dalam fotografi
jurnalistik tuntutannya adalah kecepatan dalam mengirimkan foto teraktual sehingga dapat
segera dinikmati pembaca media.
Fotografi Indonesia pada zaman kolonial Belanda disebut juga sebagai ”fotografi colonial”.
Ternyata, fotografi Indonesia pada era kolonial berkembang pesat. Setidaknya, ada sekitar 540
studio foto yang tersebar di Pulau Jawa. Salah satu studio foto yang terbesar pada masa itu
bernama Kurkdijan and Co Photo Studio yang terletak di pusat industri kolonial Hindia Belanda
di Surabaya. Fotografi komersial juga berkembang seiring perkembangan fotografi kolonial.
Catatan sejarah mengenai orang Indonesia pertama yang berprofesi sebagai fotografer adalah
Kassian Cephas (1844–1912). Ia fotografer yang bekerja di Kesultanan Yogyakarta. Cephas belajar
fotografi dari seorang fotografer yang bekerja untuk Sultan Yogyakarta saat itu. Selain bekerja
untuk Sultan, Cephas juga aktif dalam melakukan pemotretan untuk penelitian-penelitian dalam
bidang arkeologi, bahasa, geografi, dan etnografi. Foto pertama Cephas yang berhasil diidentifikasi
dibuat pada 1875. Ia juga memiliki studio di Lodji Ketjil sebagai tempat memotret orang-orang.
Awal abad ke-20, fotografi di Indonesia semakin berkembang. Untuk pertama kalinya pada 1924
didirikan sebuah klub foto yang bernama Preanger Amateur Fotograafen Vereeniging (PAF)
yang berlokasi di Bandung. PAF didirikan beberapa tokoh kenamaan Bandung dan Guru Besar
Sekitar 1930–1940 fotografi Indonesia mengalami masa-masa suram. Perang dunia yang
berlangsung saat itu juga berimbas pada Indonesia. Pada zaman penjajahan Jepang, pergerakan
fotografi Indonesia lumpuh karena Jepang melakukan tindakan represif dengan menerapkan
pengawasan dan penyensoran di segala bidang, kecuali Domei atau Biro Pers Jepang yang pada
saat itu tak ada yang memotret. Meskipun pada masa itu keadaannya tak kondusif, ada sedikit
catatan yang menyatakan bahwa pada 1937 PAF mengadakan sekaligus menjadi tuan rumah
lomba foto salon bertaraf internasional yang disebut dengan salon foto Van Nederland-Indie.
Penyelenggaraan lomba salon foto ini berlanjut pada tahun berikutnya, 1938.
Pada era proklamasi, nama Mendur bersaudara (Alex Mendur dan Frans Mendur) tidak dapat
dihapuskan dari rekam jejak sejarah fotografi Indonesia. Mereka berjasa dalam mengabadikan
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bersama kawan-kawan mereka, J.K. Umbas, F.F. Umbas,
Alex Mamusung, dan Oscar Ganda, Mendur bersaudara mendirikan kantor berita independen
bernama Indonesian Press Photo Services (IPPHOS) pada 2 Oktober 1946.
(3) Salon Foto Indonesia XXXIV. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (bekerjasama dengan
Perhimpunan Amatir Foto Bandung dan Federasi Perkumpulan Seni Foto Indonesia). 2013
Namun perjuangan Mendur bersaudara tidak berhenti saat proklamasi. Mereka harus
mempertahankan negatif film tersebut dari sensor ketat yang Jepang lakukan dengan
menguburkannya di kebun. Enam bulan berikutnya, setelah pasukan Jepang mulai melemah
akibat kekalahannya di Perang Dunia II, melalui harian Merdeka foto proklamasi dapat
disampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia.
Sumber: www.merdeka.com
Setelah Indonesia merdeka, banyak warga Belanda yang kembali ke negaranya. Aset-aset yang semula
dimiliki warga Belanda tersebut kemudian dinasionalisasi, termasuk alat-alat fotografi. PAF akhirnya
kembali dipimpin anggota berkewarganegaraan Indonesia, setelah tiga tahun dipimpin orang-orang
Pada 1955, perkumpulan klub foto yang ada di Indonesia menggabungkan diri dalam Gabungan
Perkumpulan Foto Indonesia (GAPERFI). Sayangnya, umur GAPERFI pendek. Pada 1970, PAF
berhasil menjadi satu-satunya klub foto yang terdaftar di FIAP (sebuah induk fotografi tingkat
dunia). Keberhasilan ini menjadi awal penjajakan untuk pendirian federasi foto di Indonesia.
Akhirnya, pada 30 Desember 1973 Federasi Perkumpulan Seni Foto Indonesia (FPSI) berdiri.
Salah satu kegiatan FPSI adalah penyelenggaraan Salon Foto Indonesia, yaitu sebuah ajang lomba
foto bergengsi tingkat nasional.
Pada 8 Agustus 1989, Association of Professional Photographers Indonesia (APPI) dibentuk. APPI
diharapkan mampu menampung dan menyalurkan aspirasi para fotografer profesional Indonesia.
Namun sayangnya, hingga kini perannya kurang terdengar.
Pada 1992, fotografi jurnalistik Indonesia semakin berkembang dengan didirikannya Galeri Foto
Jurnalistik Antara (GFJA) oleh Kantor Berita Antara. GFJA merupakan galeri pertama yang
berfokus pada foto-foto jurnalistik. Pada tahun yang sama, untuk pertama kalinya Indonesia
memiliki perguruan tinggi yang membuka jurusan fotografi di Institut Kesenian Jakarta (IKJ),
yang kemudian diikuti Institut Seni Indonesia (ISI) dan Universitas Trisakti. Pembentukan
pendidikan fotografi ini merupakan jawaban dalam menghadapi perkembangan dan tuntutan
dari media dan juga dunia komersial.
Pada 18 Desember 1998, Pewarta Foto Indonesia (PFI) didirikan sebagai wadah untuk memajukan
dan melindungi kepentingan para fotografer jurnalistik Indonesia. Untuk mengembangkan
aksesnya hingga ke daerah-daerah seluruh Indonesia, PFI kemudian dibentuk secara regional.
Dibentuknya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada akhir 2011 memberikan angin
segar bagi fotografi Indonesia. Fotografi menjadi salah satu sub-subsektor sebagai bagian dari
subsektor film dan video. Fotografi menjadi perhatian untuk dikembangkan. Fotografi dalam
kerangka industri kreatif Indonesia berada di bawah Direktorat Pengembangan Seni Rupa.
Pada 2013, pelaku-pelaku kreatif di bidang fotografi merasakan perlu adanya lembaga yang dapat
menjadi jembatan antarpelaku kreatif fotografi dengan para pemangku kepentingan. Dengan
dukungan dari Kemenparekraf, diadakanlah FGD (Focus Group Discussion) untuk persiapan
Kongres Fotografi Indonesia. Tujuan Kongres ini adalah terbentuknya Forum Fotografi Indonesia
(FFI). Sebagai tindak lanjut dari pembentukan FFI, pada Juni 2014 dibentuklah Tim Formatur FFI.4
(4) Ray Bachtiar Dradjat, “Persiapan Kongres Fotografi Indonesia,” dalam catatan di akun Facebook Ray Bactiar, 2014.
2014
Dibentuknya Tim Formatur Forum Fotografi
Indonesia (FFI).
Kedatangan Juriaan Munich ke Batavia untuk mengabadikan
1875
18 september
Didirikannya klub fotografi pertama di Indonesia yang
bernama Preanger Amateur Fotograafen Vereeniging
(PAF) di Bandung.
1998
Berdirinya Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA).
1992
Didirikannya Indonesian Press Photo Services (IPPHOS).
1937
Berdirinya Federasi Perkumpulan Seni Foto Indonesia (FPSI).
Perkumpulan klub foto yang ada di Indonesia menggabungkan
diri dalam Gabungan Perkumpulan Foto Indonesia (GAPERFI).
2 Oktober
8 agustus
1946 1955 1973 1989
Pemahaman antara kondisi ideal dengan aktual dapat memberikan gambaran mengenai kebutuhan
industri fotografi nasional, sehingga bidang ini dapat dikembangkan dengan baik, dengan
mempertimbangkan potensi (kekuatan dan peluang) dan permasalahan (tantangan, kelemahan,
ancaman, dan hambatan) yang dihadapi dalam mengembangkan industri fotografi di Indonesia.
Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan ini, berikut ini peta ekosistem yang
terdiri atas empat komponen utama, yaitu:
1. Rantai Nilai Kreatif (Creative Value Chain). Rangkaian proses penciptaan nilai kreatif,
yang di dalamnya terjadi transaksi sosial, budaya, dan ekonomi. Di dalam setiap proses,
terdapat aktivitas utama, aktivitas pendukung, dan peran utama yang terkait dengan
setiap proses yang terjadi. Pada industri fotografi, rantai nilai kreatif yang terjadi adalah
kreasi, produksi, dan distribusi;
2. Lingkungan Pengembangan (Nurturance Environment). Lingkungan yang dapat
menggerakkan dan meningkatkan kualitas proses penciptaan nilai kreatif, meliputi:
a. Pendidikan, proses pembelajaran yang meliputi peningkatan pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan perilaku yang sangat berpengaruh pada penciptaan orang
kreatif. Kegiatan pendidikan ini meliputi: (1) pendidikan formal, yaitu pendidikan di
sekolah yang diperoleh secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti
syarat-syarat yang jelas; (2) nonformal, yaitu pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang; dan (3) informal, yaitu
pendidikan yang diperoleh dari keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan
belajar secara mandiri;
b. Apresiasi. Tanggapan terhadap karya, orang kreatif, serta proses penciptaan nilai
kreatif yang mendorong peningkatan kualitas karya, orang, dan proses kreatif
tersebut. Apresiasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu apresiasi oleh pasar
(konsumen) dan apresiasi terhadap orang, karya, dan proses kreatif. Kegiatan
apresiasi oleh pasar dapat ditunjukkan dari konsumsi serta tanggapan pasar terhadap
karya, orang, dan proses kreatif, sedangkan kegiatan apresiasi untuk orang dan karya
kreatif dapat berupa penghargaan, pemberian insentif, dan juga apresiasi terhadap
HKI (Hak Kekayaan Intelektual);
3. Pasar (Konsumen). Orang atau pihak yang menggunakan karya fotografi atau jasa fotografi;
Peran keempat komponen ini berbeda dan saling berinteraksi sehingga membentuk siklus dalam
ekosistem industri kreatif yang, tentunya, dapat diterapkan di industri fotografi.
Hendaknya, melalui ekosistem ini proses penciptaan nilai kreatif, aktivitas, dan hasil dari setiap
proses, serta peran yang terlibat di dalamnya dapat terpetakan dengan baik, sehingga rencana
pengembangan yang dibuat akan lebih sistematis dan tepat sasaran.
Model proses kreasi yang diterapkan adalah menggunakan pendekatan desain. Faktor desain,
terutama desain komunikasi visual, sangat kuat pengaruhnya dalam fotografi komersial, agar
pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh konsumen.
Kebijakan Ruang
Publik/Tempat Wisata
Kebijakan Hak Cipta
Kebijakan SKKNI
FOTOGRAFER
KONSEPTOR
EDITOR FOTO CREATIVE CHAIN
Ideasi Praproduksi
(brainstorming, mind mapping, DISTRIBUTOR
(penyewaan alat, perizinan)
forced association, synectics)
Desain
Produksi Pengurusan Hak Cipta Pengemasan dalam
(statement of intent, sketsa,
(pemotretan) bentuk cetak/digital
elemen, simbolisme)
Perencanaan Pascaproduksi
Pengurusan Hak Pakai Penjualan atau
(penjadwalan, budgeting (penyuntingan, pencetakan) penyerahan kepada konsumen
equipment-list)
Konsep & Perencanaan Produk/Jasa Fotografi Hasil akhir karya foto Kebijakan Konten
Kebijakan Pers
KREASI PRODUKSI DISTRIBUSI
KONSUMEN MARKET
ARCHIVING
Industri Komersial
Pengumpulan Restorasi
Industri Media
Perusahaan
Preservasi Industri Periklanan
Industri Mode
Akses Publik
Khusus (Ahli, galeri,
kolektor, museum)
Individu
Umum (Foto pribadi,
keluarga, pernikahan, event)
Pendidikan Fotografi
Media
Seminar Fotografi
Pengembangan Ilmu Pengetahuan Kemampuan Teknis Fotografi Profesionalisme
dan Teknologi Fotografi Literasi bagi Masyarakat Pameran Fotografi
Pengetahuan Dasar Kamera Jurnalistik
Sejarah Fotografi Buku fotografi
Pengetahuan Teknis Fotografi Komersial
Pengetahuan Seni & Desain Pendidikan Keluarga
Teknik Pencahayaan Seni Pendidikan Umum
Teknik Pascaproduksi Kompetisi/Lomba Fotografi
Pemberian Penghargaan
Nonformal Formal Informal Penghargaan & Pengakuan Gelar Fotografi
Seminar Sekolah Menengah Kejuruan Media untuk Fotografer
Keterangan:
Pameran Fotografi
Kursus Perguruan Tinggi Internet
Buku fotografi Pelaku Utama
Pelatihan Magang
Hak Cipta
Ekstra Kulikuler Kegiatan Komunitas Rantai Nilai Kreatif
Nurturance Environment
Industri Pendidikan, Bisnis/Profesional, Komunitas, Pemerintah
Aktivitas Utama
Aktivitas Pendukung
Output
Kebijakan Pendidikan
Fotografi Kebijakan
Proses kreasi dalam fotografi komersial dilakukan orang kreatif. Artinya, selain fotografer, hal
itu bisa dilakukan creative director atau sebuah tim kreatif dari satu agen periklanan. Dalam
proses kreasi fotografi komersial, biasanya ada diskusi terlebih dahulu untuk menyusun konsep
pemotretan. Diskusi dilakukan dua pihak, yaitu pengguna jasa fotografi dan penyedia jasa fotografi
(fotografer). Konsep pemotretan dapat diajukan salah satu dari kedua belah pihak. Dan bila telah
terjadi kesepakatan, maka konsep produksi harus disepakati bersama.
Hal ini sedikit berbeda untuk bisnis fotografi komersial yang bersifat retail seperti studio foto.
Dalam fotografi retail yang produknya seperti pemotretan keluarga di dalam studio, atau
pemotretan pernikahan, proses kreasi telah dilakukan pemilik bisnis bersama orang-orang
kreatif di perusahaannya, sehingga, pelanggan atau klien dapat langsung memilih konsep yang
sudah disediakan studio foto tanpa harus memikirkan lagi konsepnya dari awal. Pemilik bisnis
biasanya sudah membakukan konsep-konsep pemotretannya dalam sebuah prosedur operasi
baku (Standar Operating Procedure, atau SOP). Fotografer yang menjadi karyawan dalam bisnis
fotografi retail biasanya hanya mengikuti prosedur pemotretan yang sudah ditetapkan dalam
menjalankan pekerjaannya.
Pada dasarnya, perencanaan yang matang juga sangat diperlukan dalam fotografi jurnalistik,
meskipun persiapannya tak serumit fotografi komersial. Dalam fotografi jurnalistik, perencanaan
yang diperlukan fotografer lebih dititikberatkan pada antisipasi terhadap kejadian-kejadian
yang mungkin terjadi di lokasi pemotretan di luar ruangan. Tak seperti di studio, kita tak bisa
mengendalikan kondisi lokasi pemotretan di luar ruangan. Kondisi pencahayaan, lingkungan,
serta cuaca dapat berubah sewaktu-waktu. Pengalaman seorang fotografer akan sangat berbicara
dalam fotografi jurnalistik. Kekuatan fotografi jurnalistik terletak pada ketepatan menangkap
momen suatu kejadian; ketika momen tersebut sudah lewat, tidak mungkin bisa mengulangnya.
Dalam fotografi seni, fotografer merupakan aktor utama dalam proses kreasi ini. Ide dan konsep
yang dimiliki seorang seniman foto adalah hal yang paling utama dari fotografi seni. Biasanya
seniman foto meminimalisasi hubungan dengan pihak lain agar ekspresi yang ingin dia sampaikan
tidak mendapatkan banyak gangguan.
Dalam tahap kreasi juga diperlukan kehati-hatian dalam merencanakan pemotretan, terutama
apabila objek yang akan dipotret memiliki hak cipta. Maka, ada baiknya sebelum melakukan
pemotretan, fotografer memeriksa terlebih dahulu apakah ada objek yang memiliki hak cipta
yang akan ikut masuk ke fotonya. Apabila ada, maka ia harus meminta izin atau persetujuan
kepada pemilik objek yang memiliki hak cipta tersebut. Beberapa hasil karya yang memiliki hak
cipta dan cukup sering direproduksi melalui fotografi, antara lain, karya-karya literatur (buku,
koran, katalog, majalah), karya seni artistik (kartun, lukisan, patung), karya fotografi (foto,
poster, ukiran), iklan, dan gambar bergerak (film, dokumenter, TV).
Menurut hukum hak cipta, foto dari sebuah karya seni tidak dapat digunakan untuk kepentingan
bisnis. Dan di Denmark, penggunaan gambar di media jelas merupakan kepentingan bisnis. Pihak
keluarga pematung, yang diwakili cucunya yang bernama Alice Eriksen, menjawab perihal ini
dengan mengatakan bahwa ia hanya mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara tersebut.
Ia mengibaratkan hal ini seperti halnya menerima royalti dari lagu yang dimainkan orang lain.
Sumber: http://petapixel.com/2014/08/20/try-publish-picture-statue-denmark-youd-better-ready-pay/
A.2 Produksi
Dalam tahap produksi, perencanaan yang telah dibuat dengan matang di dalam tahap kreasi
akan dieksekusi satu per satu. Tahap produksi dapat dibagi menjadi tiga bagian: praproduksi,
produksi, dan pascaproduksi.
Tahap praproduksi merupakan tahap persiapan sebelum produksi. Pada tahap ini, berbagai izin
seperti izin lokasi, model release, dan property release sudah harus diselesaikan; peralatan-peralatan
Setelah semua persiapan selesai, selanjutnya adalah tahap produksi, yaitu tahap eksekusi dari
perencanaan-perencanaan yang telah dibuat pada tahap kreasi. Dalam tahap produksi ini,
terkadang eksekusi yang dilakukan tidak semulus yang direncanakan. Faktor-faktor eksternal
dapat mempengaruhi keberlangsungan produksi: cuaca yang tiba-tiba berubah tidak sesuai
perkiraan, kerusakan alat yang tidak disengaja, dan hal-hal nonteknis lain yang dapat menyebabkan
tersendatnya tahap produksi. Untuk itu, ada kalanya fotografer melakukan eksperimen dan
modifikasi konsep di tengah-tengah pemotretan. Dan apabila dilakukan perubahan-perubahan
dalam konsep pemotretan, tentunya hal tersebut harus dikomunikasikan kepada klien.
Pada dasarnya, dalam fotografi digital, setelah tahap produksi selesai hasil foto sudah bisa
langsung didapatkan dalam bentuk data digital. Foto digital tersebut kemudian dapat langsung
didistribusikan ke media-media digital seperti portal berita online dan media sosial. Hal yang
sama juga terjadi pada fotografi polaroid yang hasil fotonya dapat langsung jadi karena jenis
filmnya dapat dicetak secara instan.
Namun, seringkali terjadi proses penyuntingan foto setelah proses memotret selesai. Proses
penyuntingan foto ini seringkali dilakukan oleh fotografer berbasis fotografi digital—proses ini
disebut proses pascaproduksi. Pada umumnya, tahap pascaproduksi diperlukan dalam tahapan
proses produksi fotografi. Tahap pascaproduksi dapat meliputi:
• Peninjauan seluruh hasil foto dan seleksi. Foto-foto yang telah didapatkan dari proses
produksi dicetak, ditinjau, kemudian dipilih yang terbaik untuk diproses lebih lanjut.
Dalam fotografi analog, peninjauan hanya dapat dilakukan setelah film dicetak menjadi
foto. Pencetakan foto dilakukan di dalam laboratorium cetak foto, sedangkan dalam
fotografi digital, peninjauan dilakukan menggunakan komputer;
• Pemberian catatan detail pemotretan. Catatan ini, di antaranya, meliputi tanggal
pemotretan, lokasi, berapa banyak gulungan film yang digunakan—dalam fotografi
analog—dan masalah-masalah yang ditemukan saat produksi, serta catatan secara umum
tentang keberlangsungan acara (produksi) dari awal hingga akhir;
• Pemberian catatan teknis. Catatan yang berisi tentang hal-hal teknis seperti pengaturan
kamera (shutter speed, diafragma, ISO), alat-alat yang digunakan, proses di ruang gelap,
halaman kontak, negatif film, dan lain-lain;
• Pencatatan daftar perbaikan (refinements). Daftar perbaikan ini dapat dilakukan baik
sebelum maupun setelah pemotretan. Daftar ini berisi semua detail perubahan dan
perbaikan yang dibuat untuk memperbaiki atau mengubah ide awal;
• Penyuntingan (editing), melakukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kualitas
foto. Pada fotografi analog, penyuntingan dilakukan melalui proses ruang gelap. Dalam
fotografi digital, penyuntingan biasanya dilakukan dengan bantuan peranti lunak khusus
untuk fotografi seperti Adobe Photoshop, Lightroom, dan Gimp;
• Pemberian anotasi. Anotasi berguna untuk menerangkan karya yang telah dibuat. Anotasi
mengarahkan pemirsanya untuk mengamati dan memberikan perhatian lebih kepada
bagian-bagian dari foto yang dianggap penting atau menarik.
Dalam tahap praproduksi dan produksi, biasanya fotografer masih selalu turun tangan dalam
pengerjaannya, sedangkan pada tahap pascaproduksi fotografi digital, pekerjaan ini dapat
dilakukan orang lain yang berprofesi sebagai editor foto atau diserahkan kepada digital imaging
artist. Untuk fotografi analog yang direkam dengan menggunakan film, tahap pascaproduksi
dilakukan di kamar gelap (dark room). Fotografer yang memiliki kamar gelap dapat melakukan
cetak fotonya sendiri, sedangkan yang tidak memiliki kamar gelap biasanya mencetak fotonya
melalui jasa cetak foto atau studio foto.
Sebelum sebuah foto dipublikasi dan didistribusikan, ada beberapa tahap yang umumnya perlu
dilakukan berkaitan dengan penggunaannya secara hukum dan etika, yaitu hak cipta dan hak
pakai. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya, atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.7
Dalam penggunaan karya foto, ada beberapa metode pemberian hak pakai yang biasanya dilakukan
dalam praktik bisnis fotografi:
• Hak eksklusif. Ketika hak eksklusif foto ini diberikan kepada seseorang, foto tersebut
tidak dapat dijual kembali kepada pihak lain. Hak ini dimungkinkan dibuat menjadi
bersifat terbatas berdasarkan ruang lingkup, waktu, serta tempat penggunaannya. Jika hak
eksklusif ini hanya ditawarkan kepada satu pembeli, maka harga yang ditawarkan sebaiknya
lebih tinggi daripada harga yang ditawarkan untuk foto dengan hak pakai noneksklusif;
• Hak noneksklusif. Hak ini memungkinan selembar foto dijual kepada beberapa pihak.
Dalam hal ini pembeli juga mengetahui bahwa foto yang dia beli juga dapat digunakan
pihak lain;
• License fee (biaya izin), yaitu sejumlah uang atau bentuk kompensasi lain yang dibayarkan
kepada pemegang hak cipta;
• Limited use (penggunaan terbatas), yaitu izin yang diberikan secara terbatas. Misalnya,
seorang fotografer mengizinkan fotonya untuk dicetak di poster, namun tidak untuk
dicetak pada kaos; atau fotonya dapat digunakan di Internet, namun tidak boleh dicetak;
• Unlimited use (penggunaan tak terbatas). Hak ini memperbolehkan pengguna foto untuk
melakukan apa pun yang ia mau;
• Date range (rentang waktu). Dengan hak pakai ini, semakin lama penggunaan fotonya,
maka akan semakin mahal pengeluaran yang harus dikeluarkan klien.
Di bidang karya kreatif, Creative Commons (CC) merupakan izin hak pakai bagi publik yang saat
ini sering digunakan, termasuk dalam bidang fotografi. Creative Commons digunakan ketika orang
kreatif memberikan kebebasan untuk menyebarkan karya kreatifnya kepada publik. Creative
(7) Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Sumber: http://www.dgip.go.id/hak-cipta. Diakses Juli 2014.
Dalam penggunaannya, ada 6 kombinasi Creative Commons yang dapat digunakan, yaitu :
Ikon Keterangan
Attribution
Attribution + Share-Alike
Attribution + No Derivatives
Attribution + NonCommercial
Selain Creatice Commons, fotografer juga dapat menggunakan lembaga atau organisasi yang khusus
mengurusi hak cipta seperti, UK Copyright Services di Inggris, dan U.S. Copyright Office di
Amerika Serikat. Namun, untuk mengurus hak cipta sebuah atau sekumpulan karya foto, seorang
fotografer harus mengeluarkan sejumlah uang yang tidak sedikit. Meskipun lembaga tersebut
berada di negara tertentu, hak cipta dapat berlaku di mana pun.
Di Indonesia, hak cipta fotografi dapat didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Untuk mengurusnya, ada
beberapa tahapan dan biaya yang dibutuhkan. Biaya pendaftaran lisensi hak cipta Rp75.000,00;
untuk mendaftarkan satu ciptaan dikenakan biaya Rp200.000,00; dan untuk biaya jasa penerbitan
sertifikat hak cipta dikenakan Rp100.000,00. Pihak Ditjen HKI juga telah menyiapkan layanan
aduan apabila ada fotografer yang ingin menuntut pihak yang menggunakan karya fotonya tanpa izin.
Kasus bermula ketika Wikimedia (organisasi di balik keberadaan situs Wikipedia) menolak
mengabulkan permintaan David untuk menarik foto monyet yang sedang selfie itu dari halaman
situs Wikipedia. Menurut juru bicara Wikimedia Foundation, Katherine Maher, di bawah hukum
AS tidak ada yang memiliki hak cipta dari foto tersebut. Wikimedia berpendapat bahwa David
tidak memiliki hak cipta atas foto tersebut, dan seharusnya si monyetlah yang memiliki hak cipta
karena si monyet yang menekan tombol shutter dari kamera David. Namun karena hukum di
AS menyatakan bahwa hanya manusia yang bisa mendapatkan hak cipta, sedangkan binatang
dan tumbuhan tidak, maka foto tersebut dinyatakan bebas royalti. Karena kasus tersebut David
mengklaim bahwa ia berpotensi kehilangan £10.000 pendapatannya.
Sumber:
http://www.mirror.co.uk/news/uk-news/wikipedia-refuses-remove-animal-selfie-3999355 diakses pada 19 Agustus
2014.
http://www.tempo.co/read/news/2014/08/08/061598143/Wikipedia-Tolak-Hapus-Foto-Selfie-Monyet-Indonesia di-
akses pada 19 Agustus 2014.
Pada dasarnya, hasil karya foto dari berbagai genre fotografi dapat dipresentasikan pada media
presentasi (display) apa pun. Namun, ada kecenderungan bahwa aliran fotografi tertentu hanya
ditampilkan di media presentasi tertentu pula. Misalnya untuk karya foto jurnalistik—yang
memiliki nilai berita, karya foto ini lazimnya digunakan di media massa seperti koran, majalah
berita, dan portal berita online. Foto jurnalistik memiliki fungsi untuk membantu menjelaskan
suatu berita dan informasi dengan memperlihatkan kejadian atau peristiwa tersebut secara visual.
Bila fotografer bekerja untuk media seperti pada fotografi jurnalistik, atau untuk dirinya sendiri seperti
fotografi seni dan stok foto, maka tahap distribusi ini tidak ada; pemakai jasa dan penggunanya
adalah orang yang sama, yaitu si fotografer. Apabila pelanggan adalah pihak perantara, maka
pada tahap ini pelanggan dapat menjual karya foto yang dia miliki kepada pihak ketiga. Dengan
demikian, pelanggan ini juga dapat memperoleh keuntungan dari ide/konsep pemasaran yang ia
tawarkan. Pelanggan seperti ini, antara lain, agen stok foto dan agen periklanan.
Pada fotografi potret atau studio, foto yang dihasilkan ditujukan untuk pihak tertentu. Pelanggan
dalam fotografi potret biasanya adalah perorangan, keluarga, komunitas, organisasi, atau
perusahaan. Karena yang menjadi objek foto dalam fotografi potret adalah manusia, yang dalam
hal ini adalah si pelanggan, maka distribusinya hanya terbatas di kalangan pelanggan. Misalnya,
untuk foto potret keluarga, hasil fotonya akan menjadi milik keluarga pelanggan, dan yang dapat
melihat foto-foto tersebut biasanya orang-orang terdekat si pelanggan. Untuk foto pernikahan,
biasanya foto-foto prapernikahan tersebut dipajang di tempat resepsi pernikahan dan foto-foto
saat pernikahannya diberikan kepada pelanggan dalam bentuk album foto dan foto cetak. Begitu
juga foto untuk keperluan pembuatan profil perusahaan, maka foto-foto yang diproduksi terbatas
untuk kepentingan perusahaan si pelanggan.
Fotografi lanskap seperti foto pemandangan alam dan foto gedung biasanya digunakan untuk
keperluan dekorasi dan pariwisata. Foto-foto dengan tema pemandangan alam cukup lazim
digunakan sebagai dekorasi di dalam rumah atau perkantoran, atau sebagai gambar di kalender.
Foto-foto yang memiliki keunikan, baik pemandangan alam maupun gedung dari daerah tertentu,
sangat berpotensi untuk digunakan sebagai daya tarik wisata. Presentasi dari foto-foto tersebut dapat
dilakukan melalui buku mengenai pariwisata, buku mengenai bangunan-bangunan atau arsitektur,
atau melalui media Internet di laman-laman yang berhubungan dengan pariwisata dan arsitektur.
Tujuan fotografi komersial jelas, yaitu sebagai sarana promosi suatu produk atau merek sebuah
perusahaan. Fotografi komersial sangat erat kaitannya dengan ilmu komunikasi, terutama
komunikasi visual. Fotografi komersial dituntut mampu menghasilkan foto berkualitas tinggi,
sehingga menarik perhatian calon pelanggan untuk membeli produk perusahaan yang beriklan.
Karya foto-foto komersial tersebut diterbitkan melalui media massa, papan iklan, atau ruang-
ruang yang memang disediakan untuk industri komersial beriklan.
Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, fotografer bisa menjual karyanya melalui
laman Internet, baik laman pribadi maupun laman-laman yang menyediakan ruang bagi para
fotografer agar dapat memamerkan hasil karyanya. Dari laman tersebut, para fotografer dapat
menjual fotonya lewat Internet. Atau, jika foto tersebut memiliki teknik dan konsep unik, maka
fotografer dapat menjual video tutorial tentang proses di balik layar (video behind the scene).
Untuk fotografer amatir atau pemula, presentasi hasil karya dapat dilakukan melalui media-media
sosial seperti Facebook, Flickr, Instagram, dan 500px.com. Presentasi tersebut dilakukan untuk
menarik perhatian orang-orang terdekat mereka, atau bahkan orang yang tidak mereka kenal,
agar dapat melihat dan menikmati foto mereka. Pada era Internet sekarang ini, melalui media
sosial inilah para fotografer amatir yang berbakat dapat memulai mengembangkan fotografinya
ke tahap profesional.
B.1 Apresiasi
Apresiasi termasuk dalam lingkungan pengembangan (nurturance environment) di dalam ekosistem
fotografi, karena membangun serta meningkatkan kualitas dan kompetensi fotografi. Apresiasi
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) melalui literasi kepada masyarakat, dan (2) melalui
pengakuan dan penghargaan atas hasil karya fotografi para fotografer. Jika literasi berfungsi
mengembangkan fotografi dari sisi konsumen, maka pengakuan dan penghargaan adalah untuk
mengembangkan fotografi dari sisi orang-orang kreatifnya.
Dalam fotografi, literasi adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, membuat, serta
menggunakan atau menikmati sebuah foto. Literasi fotografi bisa berfungsi sebagai sistem pengontrol
konten fotografi (khususnya bagi anak-anak), tapi, yang juga penting, literasi meningkatkan
kualitas fotografi masyarakat di ruang publik dan penghargaan karya fotografer. Literasi fotografi
dapat dilakukan, di antaranya, melalui:
• Media. Saat ini cukup banyak media, baik televisi, majalah, dan Internet yang memiliki
program-program dan halaman-halaman yang membahas khusus tentang fotografi. Program
fotografi di televisi contohnya “Mata Lensa” di AnTV dan “Klik Arbain” di Kompas TV.
Majalah-majalah fotografi lokal yang beredar, di antaranya, adalah CHIP Foto Video,
Dunia Kamera, Digital Camera, dan Travel Fotografi. Saat ini, majalah-majalah fotografi
impor pun mudah ditemui di toko-toko buku. Halaman-halaman yang membahas tentang
fotografi di Indonesia juga sudah cukup banyak di Internet, seperti fotografer.net, ffmagz.com,
fotokita.net, dan fotografiindonesia.net. Halaman Fotografi Indonesia (fotografiindonesia.net)
pada awalnya diperuntukkan sebagai sarana publikasi online untuk acara Lomba Fotografi
Piala Presiden, namun saat ini digunakan untuk berbagi informasi seputar fotografi di
Indonesia. fotografiindonesia.net dikelola Subdirektorat Pengembangan Fotografi, Direktorat
Pengembangan Seni Rupa, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Selain untuk meningkatkan literasi masyarakat terhadap fotografi, apresiasi juga berfungsi sebagai
bentuk pengakuan dan penghargaan kepada fotografer atas hasil kerja kreatifnya agar semangat
dan keinginan berkarya orang-orang kreatif di bidang fotografi dapat terus terjaga, sehingga
kuantitas dan kualitasnya semakin meningkat. Penghargaan dan pengakuan untuk fotografer
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
• Kompetisi atau lomba fotografi. Ajang ini biasanya digunakan para fotografer untuk
menguji keahlian dan kemampuan mereka. Ajang ini dapat diikuti fotografer pemula
maupun fotografer berpengalaman. Prestasi yang diperoleh dari lomba fotografi ini
dapat meningkatkan kepercayaan diri seorang fotografer, selain juga dapat digunakan
sebagai portofolio untuk meningkatkan nilai jualnya. Pada dasarnya, sebuah kompetisi
atau lomba fotografi bukanlah tentang foto mana yang lebih baik dan mana yang jelek.
Sebenarnya sebuah foto tidak dapat diukur secara objektif, sebab foto dalam ranah seni
tidak memiliki skala ukuran secara jelas. Subjektivitas juri turut berperan dalam penentuan
hasil lomba. Kompetisi fotografi biasanya dilakukan komunitas, pemerintah, maupun
perusahaan. Saat ini, banyak sekali kompetisi fotografi yang bertujuan mempromosikan
perusahaan yang menjadi sponsor utamanya. Dalam melaksanakan kompetisi fotografi,
tidak jarang perusahaan-perusahaan tersebut menggandeng komunitas fotografi untuk
memeriahkan acara yang mereka selenggarakan. Salah satu kompetisi yang mulai rutin
diselenggarakan setiap tahun oleh salah satu produsen kamera adalah Canon Photo
Para peraih penghargaan Anugerah Fotografi Indonesia 2013 bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Sumber: indonesiakreatif.net
• Pemberian penghargaan. Penghargaan untuk bidang fotografi saat ini sudah cukup
banyak, bahkan cakupannya tidak hanya regional atau domestik, namun juga internasional.
Ajang penghargaan ini cukup penting untuk memberikan apresiasi kepada para fotografer
guna mengembangkan bidang fotografi di masa depan. Melalui sebuah penghargaan,
Saat ini, dengan semakin majunya teknologi fotografi dan Internet, banyak sekali komunitas
fotografi yang muncul di Indonesia. Salah satu portal fotografi di Indonesia bernama Fotografer.
net dan saat ini diklaim sebagai komunitas fotografi online terbesar se-Asia Tenggara. Hingga
kini di Indonesia terdapat 60 komunitas fotografi yang memiliki sistem keanggotaan dan punya
lebih dari 100 anggota. Angka tersebut belum termasuk komunitas-komunitas yang ada dan
konsisten melakukan kegiatan, namun tidak memiliki kedua kriteria tersebut. Jenis komunitas
juga sangat beragam, mulai dari yang sangat umum seperti komunitas yang berdasarkan daerah,
hingga komunitas yang dibentuk berdasarkan kesamaan memotret dengan teknik tertentu seperti
komunitas foto levitasi, light-painting, astro-photography, strobist, dan lain-lain.
Jawa 35 740.108
Sumatera 7 20.152
Kalimantan 4 4.309
Sulawesi 6 11.444
Papua 1 1.061
B.2 Pendidikan
Pendidikan menjadi salah satu elemen yang cukup penting dalam rantai nilai fotografi; pendidikan
melahirkan fotografer-fotografer kompeten. Dalam pendidikanlah inovasi, ilmu, dan juga teknik-
teknik terbaru dalam seni fotografi ditemukan, sehingga genre-genre baru dalam fotografi terus
tumbuh dan berkembang.
Untuk mendukung kompetensi para calon pelaku subsektor fotografi, maka dibutuhkan materi-
materi pendidikan fotografi yang komprehensif sehingga dapat diterapkan di dunia kerja yang
sebenarnya. Ada tiga aspek pendidikan fotografi yang diajarkan di sekolah-sekolah pendidikan
tinggi di negara maju seperti Amerika Serikat. Ketiga aspek itu adalah (1) pengetahuan tentang
wacana-wacana dalam fotografi, baik yang berhubungan dengan seni, desain, teknologi maupun
sejarah; (2) pengetahuan teknis tentang fotografi; (3) profesionalisme di bidang yang ingin ditekuni,
apakah di bidang jurnalistik, komersial, atau seni.
Pengetahuan yang bersifat wacana dalam fotografi, di antaranya, adalah ilmu tentang seni, desain,
sejarah, dan teknologi. Ilmu seni perlu dipelajari untuk mengasah kepekaan estetika terkait suatu
karya foto. Ilmu desain berfungi untuk menyampaikan pesan, baik yang tersirat maupun yang
tampak, dari suatu karya foto. Wawasan teknologi berguna untuk membantu fotografer dalam
menghasilkan foto; dengan wawasan ini seorang fotografer bisa mengetahui hingga sejauh mana
teknologi dapat mendukung penciptaan suatu karya foto. Wawasan sejarah merupakan suatu
pembelajaran tentang bagaimana dinamika fotografi berkembang sejak zaman dahulu hingga saat
ini, yang sedikit-banyak dapat menjadi inspirasi untuk berkarya. Pengetahuan wacana fotografi
Pengetahuan teknis fotografi meliputi pemahaman cara kerja serta pengoperasian kamera (analog
dan digital), pengetahuan berbagai teknis pencahayaan (cahaya alami dan cahaya buatan), proses
mencetak foto di kamar gelap dalam fotografi analog, proses mencetak foto digital, dan kemampuan
penyuntingan gambar (editing) untuk fotografi digital. Bila kita melihat lagi ke peta ekosistem
fotografi di bagian rantai nilai kreatif (Gambar 2-2), maka pengetahuan teknis ini mengacu pada
pengembangan kemampuan fotografer pada bagian mata rantai produksi.
Bidang ketiga yang dipelajari dalam pendidikan fotografi adalah profesionalisme. Profesionalisme
ini biasanya baru dipelajari di tingkat-tingkat akhir, baik yang sifatnya pembekalan ilmu profesional
maupun dalam bentuk kerja praktik atau internship. Pendidikan fotografi biasanya memiliki
tiga bidang yang dapat dipilih sebagai profesi, yaitu fotografi jurnalistik, fotografi komersial,
dan fotografi seni. Jadi, pendidikan tentang profesionalisme juga berkonsentrasi di salah satu
bidang yang ingin dikuasainya. Dalam fotografi jurnalistik, misalnya, diajarkan penerapan
kode etik pers, juga batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan selaku fotografer
sekaligus pencari berita. Dalam fotografi komersial, pengetahuan di bidang manajemen dan
soft-skill (contohnya, berinteraksi dengan rekan bisnis, bagaimana menghadapi klien) diajarkan.
Sebab, sebagai seorang fotografer komersial sebaiknya tidak hanya bisa memotret, tapi juga
harus bisa mengatur jadwal, keuangan, pemasaran, hingga sumber daya. Dalam fotografi seni
atau fotografi ekspresi, profesionalisme lebih ditekankan ke arah kreativitas dan inovasi yang
mengarah ke aspek seni.
Dalam institusi formal, pendidikan fotografi sudah mulai ada di tingkat pendidikan menengah,
yaitu di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK yang memberikan pendidikan di bidang
fotografi adalah SMK yang memiliki jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) atau Multimedia.
Selain diajarkan mengenai pengoperasian kamera, para siswa juga diajarkan bagaimana memproses
cetak foto di kamar gelap, hingga menjalankan pascaproduksi dengan menggunakan perangkat
lunak pada komputer. Beberapa SMK yang memiliki pendidikan fotografi, antara lain, SMK
Negeri 9 Surabaya, SMK Negeri 58 Jakarta, SMK IPIEMS Surabaya, dan SMK Bhakti Anindya
di Tangerang.
Untuk pendidikan fotografi di tingkat perguruan tinggi, saat ini ada beberapa universitas yang
khusus membuka jurusan fotografi. Institut Kesenian Jakarta (IKJ) merupakan salah satu perguruan
tinggi pertama yang membuka jurusan fotografi di Indonesia pada 1992. Perguruan tinggi lainnya
adalah Universitas Trisakti, Universitas Pasundan Bandung, Institut Seni Indonesia (ISI) di
Yogyakarta, di Surakarta, dan di Bali. Di ISI, jurusan fotografi termasuk dalam Fakultas Seni
Media Rekam. Beberapa perguruan tinggi lain yang memiliki fakultas desain juga memasukkan
fotografi ke dalam mata kuliahnya, seperti di jurusan DKV.
Selain institusi pendidikan resmi seperti SMK dan perguruan tinggi, ada juga sekolah-sekolah
fotografi lainnya di Indonesia, seperti Nikon School Indonesia, Canon School of Photography,
LaSalle College International, Indonesia School of Photography, dan Darwis Triadi School of
Photography. Dewasa ini ada tren bahwa fotografer-fotografer yang telah sukses di bidang fotografi
Kegiatan di Kelas Pagi dimulai dari pukul 6 pagi dengan jadwal dua kali seminggu dan periode
waktu satu tahun untuk setiap angkatannya. Dalam setiap pertemuan, para siswa diberi tugas
yang harus diselesaikan sesuai waktu yang telah ditetapkan. Jika tugas tersebut tidak diselesaikan,
maka ancamannya kelas akan dibubarkan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kedisplinan, agar
para siswa tetap serius mengikuti program yang telah ditetapkan dan tidak menganggap remeh
karena gratis. Dengan terus berkembangnya kegiatan ini, maka pada 2009 kegiatan ini membuka
kelas barunya di Jogja. Dalam mengembangkan dan menjalankan Kelas Pagi, Anton dibantu
rekannya sesama fotografer.
Sumber: http://kelaspagi.com/detail/pengajar/anton-ismael-66
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/05/kelas-pagi-anton-ismael-belajar-fotografi-gratis-nan-disiplin
C. Pasar (Konsumen)
Konsumen dalam subsektor fotografi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu perusahaan
atau organisasi, dan individu. Konsumen perusahaan, di antaranya, berasal dari industri media,
industri periklanan, industri komersial, dan industri lainnya yang membutuhkan jasa fotografi.
Industri komersial yang dimaksud adalah industri yang membutuhkan jasa fotografi dengan tujuan
komersial, seperti untuk membuat iklan, namun tanpa melalui agen periklanan. Industri lain
yang dimaksud adalah industri yang membutuhkan jasa fotografi selain untuk tujuan komersial,
seperti membuat foto profil perusahaan dan foto dokumentasi perusahaan.
Konsumen individu sebagai konsumen fotografi dibagi menjadi konsumen umum dan konsumen
khusus. Konsumen khusus adalah konsumen ahli, galeri, kolektor foto, dan museum. Konsumen
ahli (expert) adalah konsumen yang menggunakan foto-foto dari bidang (genre) fotografi tertentu
yang biasanya didorong profesinya sebagai ahli dalam satu bidang. Misalnya, foto-foto forensik
digunakan oleh ahli forensik dalam menelusuri sebuah kasus; foto-foto anggrek digunakan
untuk mendokumentasikan anggrek di Indonesia untuk penelitian; foto-foto batik digunakan
seorang kolektor batik dalam pembuatan buku batik. Selain berperan sebagai konsumen, galeri
dan museum juga berperan sebagai lembaga yang melakukan pengarsipan dan apresiasi.
Foto termahal kedua di dunia hingga saat Ini, Untitled #96 (1981)
Sumber: intheloupetv.wordpress.com Foto: Cindy Sherman
D. Pengarsipan (Archiving)
Dalam era digital saat ini, pengarsipan dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan
cara. Karya-karya foto dapat disimpan, baik dalam bentuk data maupun cetak. Pengarsipan
dalam bentuk data dapat dilakukan melalui penyimpanan dalam CD/DVD, flash disk, hard
disk, atau memory card. Selain disimpan dalam bentuk fisik, fotografer juga dapat menyimpannya
di layanan-layanan photo sharing yang ada di Internet seperti Flickr.com, 500px.com, Picasa,
Instagram, Facebook, dan lain-lain.
Di Amerika Serikat, pengarsipan foto salah satunya dilakukan US National Archives and Records
Administration. Pengarsipan juga dilakukan pihak akademisi melalui perpustakaan yang dimiliki
maupun oleh pihak swasta.
Salah satu lembaga nasional yang melakukan pengarsipan foto, terutama dalam foto jurnalistik,
adalah Galeri Jurnalistik Fotografi Antara (GFJA). GFJA merupakan bagian dari misi sosial yang
dimiliki Kantor Berita Antara. Galeri ini cukup dikenal di mancanegara; beberapa negara seperti
Belanda dan Australia pernah memberikan sumbangan foto-foto untuk dipamerkan di GFJA.
Dalam hal restorasi foto, GFJA pernah dibantu Jepang dan Ford Foundation untuk merestorasi
Lembaga pemerintah yang melakukan pengarsipan foto adalah Arsip Nasional Republik Indonesia.
Selain itu, kita dapat menjumpai foto-foto bersejarah di museum-museum di Indonesia seperti di
Museum Nasional Indonesia, Monumen Nasional, Museum Asia Afrika di Bandung, Museum
Fort Rotterdam di Makassar, dan lain-lain. Di universitas-universitas yang memiliki jurusan
seni fotografi atau desain komunikasi visual, biasanya terdapat galeri yang digunakan sebagai
tempat pameran karya mahasiswa sekaligus tempat pengarsipan. Oleh karena letak pengarsipan
yang terpencar-pencar, maka perlu adanya suatu wadah atau lembaga pengarsipan khusus untuk
fotografi di Indonesia. Lembaga tersebut juga dapat berfungsi sebagai manajemen pengetahuan
fotografi sehingga memudahkan para pelaku fotografi dan para pemangku kepentingan lainnya
untuk bersama-sama memajukan fotografi Indonesia.
Selain industri media, desain, dan periklanan, sebenarnya industri-industri lain pun juga
dapat berhubungan dengan subsektor fotografi secara langsung. Sebagai contoh, ketika sebuah
restoran atau usaha kuliner membutuhkan jasa fotografi untuk memotret menu-menu yang
mereka sediakan, maka industri kuliner dapat dikatakan menyerap subsektor fotografi. Ketika
sebuah hotel baru berdiri dan membutuhkan gambar eksterior dan interiornya untuk promosi,
maka hotel sebagai industri hospitality akan membutuhkan subsektor fotografi. Namun, untuk
menyederhanakan model peta industri subsektor fotografi, maka industri-industri lain tersebut
dianggap menggunakan perpanjangan tangan melalui industri desain, periklanan, dan penerbitan
dalam menggunakan jasa fotografi.
Dengan sedemikian luasnya aspek dan kegunaan fotografi, sebenarnya bukan hanya kalangan
industri atau bisnis yang dapat memanfaatkan jasa fotografi. Pemerintah, organisasi nirlaba, hingga
kalangan individu juga memanfaatkan jasa fotografi. Misalnya, fotografi digunakan pemerintah
daerah dalam mempromosikan keindahan pariwisata suatu daerah tertentu. Fotografi digunakan
organisasi nirlaba untuk menyerukan bahaya obatan-obatan terlarang kepada masyarakat melalui
foto. Fotografi digunakan individu, misalnya dalam pembuatan kartu identitas seperti Kartu
Tanda Penduduk (KTP) dan paspor.
A.2 Produksi
Dalam mata rantai produksi, industri yang berhubungan (atau yang berfungsi sebagai industri
pendukung) akan lebih spesifik terhadap kebutuhan fotografi. Sebab, dalam tahap produksi ini
kebutuhan fotografi juga semakin khusus, terutama dalam rangka menghasilkan foto yang sesuai
dengan konsep yang telah direncanakan. Selain membutuhkan fotografer dan studio foto yang
menjalankan tahap praproduksi dan produksi, dibutuhkan juga jasa editor foto dan jasa cetak
foto dalam tahap pascaproduksi. Dalam industri desain dan periklanan, peran editor foto ini
dapat dilakukan fotografernya sendiri, atau digital imaging artist (biasanya untuk konsep foto
yang rumit).
Keberadaan jasa penyewaan alat fotografi sangat membantu para fotografer dalam menjalankan
pekerjaannya, karena untuk beberapa peralatan khusus yang harganya sangat mahal, fotografer
dapat menyewanya tanpa harus membeli. Adapun industri lain yang sering berkaitan dalam tahap
ini antara lain, agensi model, jasa tata rias dan rambut, jasa penyewaan dan pembuatan kostum,
industri mode, jasa periklanan, dan lain-lain. Sebagai contoh, misalnya dalam pembuatan iklan
komersial sebuah ponsel pintar, diperlukan seorang model yang berpose sedang menggunakan
ponsel tersebut, sehingga untuk itu diperlukanlah agensi model. Model tersebut tentunya
menggunakan tata rias dan rambut serta kostum tertentu yang dibuat dan dipakai sedemikian
Jasa editor foto dan jasa cetak foto tentunya tidak terlepas dari industri TI (teknologi informasi)
dan industri percetakan. Dalam mengolah foto, seorang editor foto tidak dapat terlepas dari
perangkat lunak pengolah foto seperti Adobe Photoshop, GIMP, Photomatix, dan lain-lain. Jasa
cetak foto ada dua macam, yaitu untuk foto yang masih menggunakan film dan foto digital.
Namun, membanjirnya fotografi digital membuat jasa cetak foto film semakin berkurang.
A.3 Distribusi
Dalam tahap mata rantai distribusi, pelaku di industri utamanya adalah fotografer, agen stok foto,
dan jasa cetak foto. Pada rantai distribusi ini, peran pelaku utama adalah sebagai penyambung
tangan karya foto yang dihasilkan fotografer dengan klien atau konsumen. Dalam fotografi
digital, fotografer yang melakukan proses pascaproduksinya sendiri dan tidak memerlukan karya
foto dalam bentuk cetak dapat berperan sebagai distributor langsung dengan menyerahkan karya
fotonya dalam bentuk data. Dalam jurnalistik, konsumen (biasanya pelaku industri media) dapat
mencari foto-foto yang diinginkan melalui agen stok foto. Klien yang menginginkan karya foto
dalam bentuk cetak akan menggunakan jasa cetak foto.
Pada umumnya, industri yang menyerap subsektor fotografi adalah industri yang berhubungan
dalam tahap kreasi, yaitu industri desain, periklanan, dan penerbitan. Namun, di tahap distribusi
ini industri-industri tersebut tidak berhubungan dengan subsektor fotografi sejak awal pembuatan
foto. Industri-industri tersebut tidak menggunakan jasa fotografinya, tapi secara langsung
memanfaatkan hasil produknya, yaitu karya foto yang sudah jadi tanpa dipesan. Di tahap ini
pula karya-karya foto juga sering ditampilkan di galeri-galeri seni. Sebagian juga digunakan
untuk kepentingan jurnalistik dan industri konten digital. Sementara itu, industri yang terlibat
pada tahap produksi biasanya tidak lagi berhubungan dalam tahap distribusi ini.
Industri yang diserap subsektor fotografi pada tahap ini, antara lain, industri pembuatan bingkai
foto, industri pembuatan album foto, industri pembuatan kertas foto, industri TI, industri
percetakan, dan industri peralatan elektronik. Umumnya, industrinya adalah yang berhubungan
dengan pengemasan foto dan reproduksi foto. Industri Teknik Informatika (TI) yang diserap
pada tahap ini berbeda dengan industri TI pada tahap produksi. Pada tahap produksi, industri TI
(komputer dan software-nya) digunakan untuk mengedit foto, sedangkan pada tahap distribusi
industri TI digunakan untuk melihat dan memilih foto yang dikehendaki klien. Industri peralatan
elektronik di sini berperan dalam menyediakan alat-alat elektronik untuk pengarsipan berkas
seperti harddisk, USB flash disk, CD/DVD, memory card, dan lainnya.
Dalam ruang lingkup ekonomi kreatif Indonesia fotografi termasuk dalam subsektor film,
video, dan fotografi. Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009
yang diterbitkan Badan Pusat Statistik, kategori yang termasuk ke dalam subsektor ini adalah:
• Kelompok 18202, yaitu reproduksi media rekaman film dan video;
• Kelompok 59111, yaitu produksi film, video, dan program televisi oleh pemerintah;
• Kelompok 59112, yaitu produksi film, video, dan program televisi oleh swasta;
• Kelompok 59121, yaitu pascaproduksi film, video, dan program televisi oleh pemerintah;
• Kelompok 59122, yaitu pascaproduksi film, video, dan program televisi oleh swasta;
• Kelompok 59131, yaitu distribusi film, video, dan program televisi oleh pemerintah;
• Kelompok 59132, yaitu distribusi film, video, dan program televisi oleh swasta;
• Kelompok 59140, yaitu kegiatan pemutaran film;
• Kelompok 74201, yaitu jasa fotografi.
Dari sembilan kelompok yang termasuk dalam subsektor film, video, dan fotografi, hanya satu
kelompok (kelompok 74201) yang berhubungan dengan subsektor fotografi. Di dalam KBLI
2009, berikut ini kategori atau kelompok yang memiliki kata kunci fotografi:
• Kelompok 74201, yaitu jasa fotografi. Kelompok ini mencakup usaha jasa fotografi
atau pemotretan, baik untuk perorangan atau kepentingan bisnis, seperti fotografi
untuk paspor, sekolah, pernikahan, dan lain-lain; fotografi untuk tujuan komersial,
publikasi, mode, real estate atau pariwisata; fotografi dari udara (pemotretan dari udara
atau aerial photography) dan perekaman video untuk acara seperti pernikahan, rapat,
dan lain-lain. Kegiatan lain adalah pemrosesan dan pencetakan hasil pemotretan
tersebut, meliputi pencucian, pencetakan, dan perbesaran dari negatif film atau
cine-film yang diambil klien; laboratorium pencucian film dan pencetakan foto; photo
shop (tempat cuci foto) satu jam (bukan bagian dari toko kamera); mounting slide dan
penggandaan dan restoring atau pengubahan sedikit tranparansi dalam hubungannya
dengan fotografi. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan jurnalis foto dan pembuatan
mikrofilm dari dokumen. Produksi film untuk bioskop dan video dan distribusinya
dimasukkan ke golongan 591;
• Kelompok 74909, yaitu jasa profesional, ilmiah dan teknik lainnya yang tidak dapat
diklasifikasikan di tempat lain. Kelompok ini mencakup usaha jasa profesional, ilmiah,
dan teknik lainnnya yang tidak diklasifikasikan di tempat lain, seperti jasa konsultasi
ilmu pertanian (agronomist), konsultasi lingkungan, konsultasi teknik lain, dan kegiatan
konsultan selain konsultan arsitek, teknik, dan manajemen. Kelompok ini juga mencakup
kegiatan yang dilakukan agen atau perwakilan atas nama perorangan yang biasa terlibat
dalam pembuatan gambar bergerak, produksi teater atau hiburan lainnya atau atraksi
olahraga dan penempatan buku, permainan (sandiwara, musik, dan lain-lain), hasil seni,
fotografi dan lain-lain, dengan publisher, produser dan lain-lain;
• Kelompok 85420, yaitu jasa pendidikan kebudayaan. Kelompok ini mencakup pengajaran
seni, drama, dan musik. Kegiatan pada kelompok ini misalnya kegiatan di sekolah, studio,
kelas, dan lain-lain. Kegiatan ini menyediakan pengajaran yang diatur secara formal,
Dapat dipahami bahwa kelompok dengan kode 74909, 85420, dan 9499 tidak dimasukkan ke
ruang lingkup ekonomi kreatif, karena ketiganya tidak berorientasi untuk nilai tambah ekonomi
secara langsung. Bila mengacu pada ruang lingkup fotografi (lihat gambar 1-1), kelompok 74909
termasuk fotografi khusus, sedangkan kelompok 85420 dan 9499 termasuk fotografi pendidikan
dan fotografi amatir. Dua kelompok terakhir telah dibahas dalam ekosistem fotografi Indonesia,
terutama pada bagian lingkungan pengembangan kreativitas (nurturance environment).
Sebagai perbandingan dengan negara lain, akan ditinjau pengelompokan fotografi yang diterapkan
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNDP (United Nations Development Programme) dan
UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development), serta pemerintah Kerajaan
Inggris. Laporan dari PBB dipilih karena penelitiannya mencakup banyak negara, yaitu beberapa
dari negara-negara anggotanya, sehingga hasil publikasinya diharapkan dapat diadaptasi dengan
baik oleh Indonesia. Laporan Department for Culture, Media, and Sport (DCMS) Kerajaan Inggris
dipilih, karena bentuk industri kreatif Indonesia secara umum diadaptasi dari sana.
Dalam Creative Economy Report 2010 yang dikeluarkan UNDP dan UNCTAD, fotografi termasuk
domain seni di dalam sub-grup visual arts atau seni visual bersama dengan lukisan, barang-barang
antik, patung, dan lain-lain. Ruang lingkup yang termasuk jasa fotografi meliputi: (1) jasa fotografi
manusia atau potret (portrait); (2) jasa fotografi periklanan dan yang terkait; (3) jasa video dan
fotografi untuk acara tertentu; (4) jasa perbaikan (restoration), penggandaan, dan retouching foto;
(5) jasa fotografi lainnya; serta (6) jasa pemrosesan foto.
Pemetaan ruang lingkup subsektor fotografi menurut Standard Industrial Classification untuk
industri kreatif di Inggris masih tergabung dalam subsektor film, video, dan fotografi, yaitu
meliputi: (1) reproduksi rekaman video; (2) kegiatan-kegiatan fotografi; (3) kegiatan produksi film
dan gambar bergerak; (4) kegiatan pascaproduksi gambar bergerak, video, dan televisi; (5) kegiatan
distribusi gambar bergerak dan video; dan (6) kegiatan proyeksi/pertunjukan gambar bergerak.
Dari kedua perbandingan ruang lingkup subsektor fotografi di atas (Creative Economy Report
2010 dan Standard Industrial Classification), tampak bahwa laporan Creative Economy Report
lebih menggambarkan subsektor fotografi secara lebih lengkap. Hal ini dapat melengkapi dan
menyempurnakan KBLI untuk edisi berikutnya, terutama untuk industri kreatif di sub-subsektor
fotografi sebagai bagian dari subsektor fotografi.
Selain perusahaan manufaktur kamera, ada juga perusahaan yang membuat perangkat-perangkat
pendukung atau aksesoris fotografi (camera accessories). Perusahaan ini membuat perangkat aksesoris
fotografi seperti tripod, tas kamera, memory card, lighting, dan lain-lain. Alat-alat tersebut biasanya
dijual di toko-toko fotografi (retailers) atau dapat juga disewa (rentals). Di Amerika Serikat, B&H
dan Adorama merupakan perusahaan besar yang menyediakan alat-alat fotografi.
Dari sisi bisnis manajemen fotografer, ada dua jenis model bisnis, yaitu agen fotografer (photographer
agencies) dan bisnis pencarian fotografer (photographer discovery). Dalam bisnis agen fotografer,
agen tersebut memegang daftar sejumlah fotografer yang memiliki spesialisasi tertentu. Sementara
itu, dalam bisnis pencarian fotografer, klien dapat menentukan sendiri fotografer yang seperti
apa yang ingin diajak bekerja sama.
Di tahap pascaproduksi (yang dalam hal ini adalah perangkat lunak untuk editing foto digital),
ada dua jenis editing platform yang dapat digunakan, yaitu yang berbasis komputer (editing on
PC) dan yang berbasis mobile (mobile editing). Pemain paling besar untuk bisnis editing foto saat
ini masih diduduki Adobe. Masih dalam tahap pascaproduksi, ada juga bisnis yang melakukan
manajemen foto profesional (professional photo management and websites), jasa pascaproduksi
(post production services), dan manajemen foto untuk konsumen (consumer photo management).
Pada tahap distribusi, bisnis yang dilakukan biasanya agen stok foto (stock photography agencies).
Saat ini, bisnis stok foto berkembang di media Internet. Beberapa agen stok foto yang cukup
dikenal di Internet, di antaranya, gettyimages, iStockphoto, dan pixoto.
Bisnis lainnya yang masih berhubungan dengan fotografi adalah bisnis media sosial (sharing,
messaging, and community), aplikasi infrastruktur (infrastructure applications), dan cetak foto
(prints and products). Ada pula bisnis keamanan citra (image security), manajemen foto korporasi
(corporate photo management), periklanan dan e-commerce (advertising and e-commerce), serta
analisis (analytic).
Fotografi komersial merupakan fotografi yang dapat bersinggungan langsung dengan berbagai jenis
industri, terutama dengan bagian pemasaran suatu perusahaan, atau dengan agen periklanan yang
bekerjasama dengan industri-industri tersebut. Dalam pola kerja dari bisnis fotografi komersial,
biasanya fotografer menerima order dari pelanggan tentang bagaimana sebuah foto akan diproduksi.
Pelanggan akan secara khusus meminta fotografer untuk memproduksi foto dengan spesifikasi tertentu.
Pelanggan dan fotografer akan cukup intens membahas ide dan konsep foto di tahap kreasi, sehingga
dicapai kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai konsep final dari foto yang akan diproduksi.
Selain fotografer yang dikontrak, dalam fotografi jurnalistik juga dikenal dengan yang namanya
fotografer lepas atau freelance. Fotografer ini tidak dikontrak satu media, namun hasil karya
fotonya dapat dibeli banyak media. Model bisnis seperti ini dikenal dengan nama fotografi stok.
B.7 In-House
Salah satu contoh jasa fotografi yang bekerja sebagai bagian yang terintegrasi di dalam perusahaan
media adalah fotografi jurnalistik. Fotografer jurnalistik terikat kontrak dengan media. Umumnya,
ia menjalankan tugas untuk menghasilkan foto-foto yang diminta atau dipesan media tempat
seorang fotografer bekerja. Untuk media massa seperti koran, fotografer biasanya diminta memotret
peristiwa-peristiwa sosial, politik, dan budaya yang sedang berlangsung di masyarakat. Untuk
RATA-
INDIKATOR SATUAN 2010 2011 2012 2013
RATA
2 Berbasis Ketenagakerjaan
*ADHB = Atas Dasar Harga Berlaku **ADHK = Atas Dasar Harga Konstan
Gambar 3 - 1 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap PDB Industri Kreatif Indonesia tahun 2013
Periklanan; 0.17%
Arsitektur; 0,36%
Seni Rupa; 0.13%
Arsitektur; 0.36%
Kerajinan; 26.19%
Kuliner; 31.48%
RATA-RATA PERTUMBUHAN TK
INDONESIA (2010-2013) 0.79% 3,85%
Gambar 3 - 3 Kontribusi Subsektor Film, Video, dan Fotografi Terhadap Aktivitas Perusahaan
Industri Kreatif Indonesia Tahun 2013
Gambar 3 - 4 Kontribusi subsektor Film, Video, dan Fotografi terhadap Konsumsi Rumah Tangga
Industri Kreatif Indonesia tahun 2013
Periklanan; 0.01%
Aritektur; 0,05%
Seni Rupa; 0.16%
Kerajinan; 16.76%
Arsitektur; 0.05%
Kuliner; 42.41%
Mode; 32.64%
Desain; 1,1%
Radio & Televisi; 0.33%
Teknologi Informasi; 0.98%
Penerbitan & Percetakan; 4.17%
NILAI KONSUMSI RT (2013)
Seni Pertunjukan; 0.28%
Musik; 0.50%
Permainan Interaktif; 0.48%
Rp 1,33 T
RATA-RATA PERTUMBUHAN
RATA-RATA PERTUMBUHAN KONSUMSI KONSUMSI RT (2010-2013)
RT INDUSTRI KREATIF (2010-2013) 10.5%
RATA-RATA PERTUMBUHAN KONSUMSI
RT INDONESIA (2010-2013) 11.5%
13,51%
Gambar 3 - 5 Nilai Ekspor Fotografi Indonesia 2010-2013 berdasarkan data Comtrade
Menurut data yang didapatkan dari UNCTAD (United Nations Conference on Trade and
Development),8 pertumbuhan nilai ekspor fotografi dari 2008–2012 sebesar 2,44%. Nilai ekspor
berupa barang (creative goods) di bidang fotografi:
Gambar 3 - 6 Nilai Ekspor Fotografi Indonesia 2010-2012 berdasarkan data dari UNCTAD
(8) Berdasarkan United Nations Conference on Trade and Development. Tautan: http://unctadstat.unctad.org/wds/
ReportFolders/reportFolders.aspx. Terakhir diakses pada Juni 2014.
Tujuan:
UU ini bertujuan untuk mengatur semua hal yang berhubungan dengan hak
cipta yang terjadi di Indonesia.
Tentang:
UU ini berisikan tentang:
• Pengertian terkait hak cipta
• Dasar perlindungan hak cipta
• Pengalihan hak cipta
• Lingkup hak cipta
• Jangka waktu perlindungan suatu ciptaan
• Pelanggaran dan sanksi
• Prosedur pengajuan permohonan
3 Kelemahan UU ini sudah cukup jelas dalam mengatur berbagai hal yang berhubungan
peraturan dengan hak cipta untuk bidang fotografi. Kelemahan peraturan ini ada pada
implementasinya di masyarakat.
4 Kesimpulan Perlu sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak cipta
fotografi.
Tujuan:
UU ini bertujuan mengatur besarnya tarif yang diperlukan dalam mengurus hal-
hal yang berkaitan administrasi yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM.
Salah satunya berhubungan dengan tarif mengurus hak cipta.
3 Kelemahan Pada praktiknya UU ini tak banyak memberikan pengaruh kepada para fotografer.
peraturan Selain karena tarif yang dikenakan dinilai terlalu besar, hak cipta dalam sebuah
karya fotografi sebenarnya telah melekat pada fotografernya sebagaimana telah
dijelaskan dalam UU Hak Cipta. UU ini merupakan salah satu cara untuk melindungi
fotografer agar, apabila hasil karyanya bersinggungan dengan pihak lain dan
kemudian diperkarakan secara hukum, kekuatan hukum yang dimiliki atas hak cipta
fotografi dari seorang fotografer menjadi lebih kuat.
4 Kesimpulan Tingginya tarif yang diberlakukan untuk mengurus hak cipta fotografi dinilai
terlalu besar sehingga perlu penyesuaian.
1 Nama Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:
Peraturan KEP.115/MEN/III/2007 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia sektor Komunikasi subsektor Pos dan Telekomunikasi bidang
Jaringan Telekomunikasi subbidang Jasa Multimedia
3 Kelemahan Peraturan ini pada dasarnya tidak ditujukan secara khusus untuk orang-orang
peraturan yang berprofesi sebagai fotografer, tapi juga untuk orang-orang yang bergelut
di industri multimedia dan film; yang membutuhkan kemampuan dan keahlian di
bidang fotografi dalam mendukung industri multimedia dan produksi film.
4 Kesimpulan Kebijakan ini cukup mewakili adanya kolaborasi link and match antara industri
fotografi dengan industri multimedia dan film.
SKKNI khusus bagi profesi fotografi Indonesia masih dalam proses pembentukan. Prosesnya
dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jadi, kami belum bisa mengevaluasi
kebijakan SKKNI Fotografi Indonesia dalam buku ini.
Harapannya, kebijakan-kebijakan yang dibuat beberapa Kementerian ini tidak akan merugikan para
fotografer Indonesia. Perlu adanya kolaborasi antar Kementerian dalam mewadahi para fotografer
Indonesia, agar mereka memiliki kejelasan saat berhubungan dengan pihak pemerintah dalam
menghadapi atau menangani persoalan tertentu di bidang fotografi di Indonesia. Selain itu, koordinasi
yang baik diperlukan untuk menghindari tanggung jawab yang tumpang-tindih dan memastikan
bahwa semua hal yang berkenaan dengan fotografi memiliki penanggungjawab di level pemerintahan.
1 Nama Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan
Peraturan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan
Tujuan:
UU ini bertujuan mengatur besarnya tarif yang yang berkaitan tanggung jawab
Kementerian Kehutanan dalam menjaga fasilitas-fasilitas hutan sebagai
tempat wisata dan juga tempat perlindungan tumbuhan dan satwa.
4 Kesimpulan Pada dasarnya UU ini sudah cukup baik dalam menerapkan tarif sebagai
kompensasi pemeliharaan fasilitas. Alasan tersebut dapat diterima, mengingat
risiko yang mungkin terjadi selama proses produksi. Namun, sayangnya, saat ini
batas antara fotografi komersial dan nonkomersial cukup bias, sehingga UU ini
berpotensi menemui hambatan dalam pelaksanaannya.
Selain kebijakan yang dikeluarkan Kementerian, ada pula kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
daerah yang berhubungan dengan penggunaan fasilitas publik yang biasanya berupa retribusi,
seperti misalnya:
• Peraturan yang dikeluarkan Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta
tentang prosedur pemakaian lokasi taman pemakaman untuk syuting film.9 Adapun
yang diatur dalam peraturan tersebut adalah kewajiban bagi penanggung jawab (pemilik
proyek seperti produser atau penanggung jawab produksi) untuk mengisi formulir dengan
melampirkan:
a. Fotokopi KTP (SKTLD) pemohon.
b. Membuat pernyataan sanggup memelihara ketertiban di TPU.
(9) “Prosedur Pemakaian Lokasi Taman Pemakaman untuk Shooting Film,” situs web Dinas Pertamanan dan Pemaka-
man Provinsi DKI Jakarta. Tautan: http://pertamananpemakaman.jakarta.go.id/web/berita/69/prosedur-pemakaian-
lokasi-taman-pemakaman-untuk-shooting-film Terakhir diakses pada 18 Agustus 2014.
Selain kebijakan mengenai retribusi yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah, beberapa tempat
wisata yang dikelola swasta saat ini juga sudah mulai memberlakukan retribusi bagi pengunjung
yang menggunakan fasilitas untuk keperluan fotografi komersial. Salah satu contohnya adalah di
Kawasan Wisata Alam Mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara.
Berikut ini daftar kumpulan ruang publik di enam provinsi yang memberlakukan retribusi atau
pungutan untuk penggunaan kamera dengan segala jenis dan tujuan.11
2 Jawa Barat • Kebun Raya Bogor (resmi, dicantumkan dalam brosur wisata)
• Gua Sunyaragi, Kota Cirebon
• Waduk Dharma dan Palutungan, Kuningan
• Stasiun KA Kejaksan, Kota Cirebon
• Kawah Putih, Ciwidey
• Kebun Raya Cibodas
• Taman Bunga, Puncak
• Tangkuban Perahu, Bandung (resmi, dicantumkan dalam brosur wisata)
• Ciater Highland Resort, Subang
• Waduk Jatiluhur, Purwakarta
• Pintu air bendungan Walahar, Kerawang
(10) Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 15 Tahun 2011 Tanggal 25 April 2011. Mulai Berlaku di Lembaran
Daerah 11 Mei 2011 Tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga. Tautan: http://www.kebumenkab.go.id/index.
php/public/page/index/128 Terakhir diakses pada18 Agustus 2014.
(11) “Retribusi Kamera di Kawasan Wisata dan Ruang Publik, Resmikah?” www.teamtouring.net, 11 Januari 2012.
Tautan: http://teamtouring.net/retribusi-kamera-di-kawasan-wisata-dan-ruang-publik-resmikah.html Terakhir
diakses pada 18 Agustus 2014.
Permasalahan yang sering terjadi terkait dengan kebijakan ruang publik adalah tarif khusus
yang dibebankan kepada fotografer atau penanggung jawab produksi, sebagai kompensasi dalam
menggunakan fasilitas ruang publik tersebut. Pihak stakeholder merasa perlu memberlakukan
tarif khusus karena menilai fotografi dengan tujuan komersial akan mendapatkan keuntungan
lebih daripada fasilitas yang disediakan, dan juga berpotensi menyebabkan kerusakan fasilitas—
disebabkan peralatan-peralatan pendukungnya—atau mengganggu pengunjung lain yang sedang
menikmati fasilitas ruang publik. Namun sayangnya, kebijakan tarif yang dibuat sering tidak
transparan. Hal ini menyebabkan terjadinya pungutan liar.
Selain masalah pungutan liar, diperlukan juga ketentuan mengenai batasan yang jelas antara
kegiatan fotografi komersial dan nonkomersial. Ketentuan pembatasan ini bertujuan agar
penerapan tarif dapat tepat sasaran. Kelak, para fotografer profesional ini dapat menentukan
harga yang tepat kepada konsumennya bila proyek yang mereka kerjakan berhubungan dengan
tempat-tempat publik yang memiliki ketentuan perizinan.
Di beberapa negara Eropa seperti Swiss dan Inggris, batasan antara fotografi komersial dan
nonkomersial dapat ditandai penggunaan tripod. Di tempat-tempat tertentu, selama belum ada
tripod yang digunakan dalam pemotretan, maka tidak perlu izin resmi untuk memotret. Perizinan
biasanya baru diperlukan di tempat-tempat yang berhubungan dengan masalah keamanan seperti
di jalan raya, stasiun kereta, pusat perbelanjaan (mal), dan lain-lain. Perizinan juga diperlukan
di tempat-tempat wisata yang memiliki ketentuan khusus untuk memotret seperti di The Shard,
London Bridge, London Eye, dan museum-museum di Inggris. Hal ini dapat menjadi alternatif
solusi untuk diterapkan di ruang-ruang publik di Indonesia.
(12) Kode Etik Jurnalistik,” dalam Peraturan Dewan Pers, pada situs web www.dewanpers.or.id. Tautan: http://www.
dewanpers.or.id/page/kebijakan/peraturan/?id=513 Terakhir diakses pada 18 Agustus 2014.
Sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/foto-pakai-slr-di-wisata-alam-mangrove-warga-didenda-rp-1-juta.
html diakses 19 Agustus 2014.
3 Kelemahan Kebijakan ini hanya terbatas pada pers dan tidak untuk umum. Padahal, saat
peraturan ini penetrasi informasi melalui Internet sudah sangat mudah untuk dijangkau
siapa saja, bahkan hingga anak di bawah umur. Batasan-batasan seperti
gambar atau foto-foto yang bohong, fitnah, cabul, dan sadis, juga dapat
dikonsumsi secara sengaja maupun tidak sengaja oleh masyarakat. Hal ini
dapat menyebabkan kebingungan dan keresahan.
4 Kesimpulan Ada baiknya kode etik jurnalistik diadopsi ke dalam kebijakan isi. Saat ini,
dengan berkembangnya Internet, siapa pun bisa menjadi penyampai atau
pembawa berita.
Tujuan:
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 di dalam UU ini, Undang-Undang ini
bertujuan:
a. mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang
beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;
b. menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat
istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk;
c. memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak
masyarakat;
d. memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari
pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
e. mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di
masyarakat.
3 Kelemahan Kebijakan ini membatasi ruang ekspresi karya seni rupa, dalam hal ini karya
peraturan fotografi. UU tersebut tidak menjelaskan secara jelas eksploitasi seksual dan
norma kesusilaan yang dimaksud pada pasal 1, sehingga semua konten yang
menunjukkan gambar bagian seksual manusia dianggap pornografi.
4 Kesimpulan Perlu dicarikan solusi tentang bagaimana dapat meningkatkan literasi dari
kreator maupun konsumen, sehingga kebebasan berekspresi dibarengi
dengan kematangan dan tanggungjawab sosial dari pencipta dan konsumsi
disertai dengan kemampuan memilih, memilah dan memaknai apa yang
dirasakan atau ditangkap oleh pancaindera.
Bila dilihat lebih jauh, maka struktur pasar di subsektor fotografi dapat dilihat melalui masing-masing
ruang lingkupnya yaitu, fotografi jurnalistik, fotografi komersial, dan fotografi seni. Persaingan
dalam ruang-ruang lingkup tersebut mengandung persaingan pasar yang lebih spesifik lagi.
Struktur pasar dalam ruang lingkup fotografi jurnalistik berkaitan dengan dua jenis fotografer, yaitu:
• fotografer jurnalistik yang bekerja secara tetap di media, dan
• fotografer jurnalistik yang bekerja secara lepas.
Untuk menjadi seorang fotografer jurnalistik, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui seperti
halnya seorang karyawan baru di sebuah perusahaan. Sebagai contoh, di sebuah media massa
di Bandung, untuk menjadi seorang fotografer jurnalistik media maka seorang fotografer harus
melewati masa magang selama 6-9 bulan sebelum diangkat menjadi karyawan tetap.
Sedangkan untuk menjadi fotografer jurnalistik lepas, entry barrier-nya lebih rendah dibandingkan
dengan fotografer jurnalistik media. Karena untuk menjadi seorang fotografer jurnalistik lepas
seorang fotografer tidak perlu memiliki latar belakang pendidikan dengan tingkatan tertentu,
ia juga memiliki fleksibilitas waktu dan tempat dalam bekerja dan berkarya, serta tidak terikat
dengan target pekerjaan. Seorang fotografer jurnalistik lepas dapat bekerja dengan 2 cara, yaitu
(1) melalui kontrak dengan media untuk tugas khusus, atau (2) dengan cara mengirimkan foto
seputar kejadian-kejadian aktual yang sedang berlangsung kepada media. Bahkan saat ini dengan
semakin berkembangnya internet, media dapat mencari foto dari blog ataupun media sosial
sebagai sumber foto, tentunya dengan meminta izin pemiliknya, mencantumkan sumber dan
fotografernya, serta memberikan imbalan.
Pada pasar low volume high price, para pemainnya relatif lebih sedikit dan eksklusif karena harga
yang ditawarkan memang cukup tinggi. Tingginya harga yang ditawarkan biasanya karena pemain
di kelas ini telah memiliki reputasi baik yang cukup lama, dan memiliki diferensiasi teknik atau
produk (dalam bentuk hasil foto ataupun jasa) yang sulit disaingi para pemain lain. Harga yang
ditawarkan di kelas ini berkisar di atas 50 juta rupiah. Bahkan saat ini ada yang menawarkan
harga paket fotografi perkawinan hingga ratusan juta rupiah.
Pemain pada pasar high volume low price biasanya diisi para pemain baru dan pemain lama yang
memang menyasar pada pasar yang besar. Para pemain baru ini biasanya didominasi fotografer
yang mulai beralih dari fotografi amatir ke fotografi profesional. Fotografi yang tadinya hanya
sebagai hobi kemudian dikembangkan menjadi sumber penghasilan. Dalam tahap ini, tentunya
fotografer masih dalam usaha membangun reputasinya. Untuk itu, harga yang ditawarkan
kepada konsumen juga masih rendah. Sementara itu, dari pemain lama di pasar ini, tidak banyak
diferensiasi produk yang diberikan kepada konsumen. Perlu waktu lebih lama dalam menghasilkan
karya foto untuk menciptakan diferensiasi, sehingga demi mendapatkan volume pasar yang
besar, diferensiasi produk tidak dijadikan prioritas dalam bisnis. Di pasar ini terjadi persaingan
sempurna karena jumlah pemain dan juga permintaannya sangat banyak.
Faktor sumber daya kreatif mendapatkan nilai 4,6. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya
wadah untuk memproduksi fotografer seperti insitutsi pendidikan (formal dan nonformal) dan juga
komunitas. Kualitas para fotografer lokal juga semakin meningkat. Di samping itu, kesempatan
untuk meningkatkan kualitas fotografer pun semakin terbuka. Namun, di sisi lain, ada hal-hal
yang menghambat pertumbuhan dan peningkatan kualitas fotografer-fotografer baru, seperti
ketiadaan dukungan industri pada institusi pendidikan, belum jelasnya pola jenjang akademis
untuk fotografi, minimnya komunitas yang dapat bertahan lama, dan lain-lain.
Faktor sumber daya pendukung mendapatkan nilai 3,5. Indonesia memiliki kekayaan alam dan
budaya yang merupakan potensi besar dalam industri fotografi. Sayangnya, saat ini belum ada
manajemen pengetahuan di sektor fotografi. Di samping itu, belum ada kejelian pemerintah
untuk mendukung potensi pariwisata melalui fotografi.
Faktor industri fotografi mendapatkan nilai 5,2. Saat ini, Indonesia merupakan pasar menggiurkan
bagi para produsen kamera karena pangsa pasarnya yang terus meningkat. Selain itu, pasar di
Indonesia juga cukup cepat dalam mengikuti perkembangan teknologi fotografi. Namun, sayang,
tingginya tingkat penjualan kamera tak berbanding lurus dengan peningkatan usaha kreatif di
bidang fotografi. Kurang dari 10% konsumen yang membuka usaha fotografi, sedangkan sisanya
untuk kepentingan pribadi.
Faktor pembiayaan mendapatkan nilai 3,7. Permasalahan di sektor pembiayaan tidak hanya
dialami industri fotografi, namun juga oleh industri kreatif pada umumnya. Karena industri kreatif
merupakan sektor baru, saat ini belum ada skema pembiayaan yang sesuai untuk industri kreatif
ini. Skema pembiayaan yang ada saat ini masih menggunakan pendekatan konservatif, pihak
yang membutuhkan modal harus memberikan jaminan aset sebagai syarat peminjaman modal.
Padahal, industri kreatif memiliki ciri ringan modal namun tinggi nilai tambah. Penyusunan skema
pembiayaan yang sesuai bagi industri kreatif oleh para stakeholder diyakini dapat meningkatkan
pertumbuhan industri kreatif.
Faktor pemasaran mendapatkan nilai 5,3. Faktor ini cukup diuntungkan dengan kemajuan
teknologi informasi. Melalui Internet, informasi dapat lebih cepat disalurkan ke publik. Dengan
kata lain, kesempatan untuk memperluas pasar dapat dilakukan lewat media internet. Tidak hanya
memperluas di dalam negeri, pasar luar negeri pun dapat dijangkau dengan internet. Selain itu,
cara-cara konvensional seperti penyelenggaraan pameran juga harus tetap dilakukan.
Faktor infrastruktur dan teknologi mendapatkan nilai 4. Infrastruktur penting dalam industri
fotografi karena akan memengaruhi faktor pemasaran seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan
Faktor kelembagaan mendapatkan nilai 4. Ini merupakan faktor kunci perkembangan industri
kreatif. Sinergi antara 4 pilar, yaitu institusi pendidikan, pemerintah, industri, dan komunitas,
sangat diperlukan guna menghindari tumpang-tindih pekerjaan dan tanggung jawab dalam
melakukan peran pengembangan industri kreatif di bidang fotografi dan bidang-bidang lainnya.
Masing-masing potensi yang dimiliki keempat pilar tersebut harus dapat digunakan tepat sasaran.
Saat ini, sinergi keempat pilar tersebut belum terbentuk. Masing-masing pilar masih berjalan
sendiri-sendiri meskipun memiliki tujuan sama: memajukan fotografi Indonesia.
PERMASALAHAN
POTENSI
No. (tantangan, hambatan, kelemahan,
(Peluang dan kekuatan)
ancaman)
4 Cukup banyak fotografer andal yang 4 Belum jelasnya pola jenjang akademis dan
membuka sekolah/kursus/kelas fotografi struktur penggajian pengajar di pendidikan
untuk membagi ilmu dan pengalaman fotografi.
fotografi mereka.
1 Sudah ada upaya dari individu dan 1 Belum ada manajemen pengetahuan atau
komunitas dalam mengemas nilai budaya bank data di sektor fotografi.
dan sumber daya melalui fotografi.
2 Belum ada kejelian pemerintah untuk
mendukung potensi pariwisata melalui
fotografi.
3. INDUSTRI
1 Cukup banyak pemain di bidang jasa 1 Belum ada pendataan yang baik terhadap
fotografi. para pelaku fotografi.
4 Sudah cukup banyak fotografer yang 4 Kurangnya riset dan inovasi di tiap mata
memperhatikan brand dalam usaha rantai ekosistem.
mereka.
6 Dengan potensi sumber daya alam dan 6 Variasi usaha fotografi masih konvensional,
budaya yang dimiliki, Indonesia memiliki tidak seberagam di negara maju.
potensi keragaman karya foto yang
melimpah. 7 Basis industri kreatif saat ini masih pada
tatanan konsumsi, padahal seharusnya
sudah pada tatanan nilai kreatif.
8 Adanya kesulitan dalam mengukur nilai
jasa.
5. PEMBIAYAAN
6. PEMASARAN
1 Pasar fotografi tentunya semakin tumbuh 1 Belum ada upaya pemantauan dan
seiring dengan pertumbuhan jumlah dan dokumentasi karya-karya fotografer
pendapatan pendududuk. Indonesia yang masuk ke kancah
internasional.
2 Peningkatan konsumsi kamera baik itu 2 Belum adanya kebijakan dan model khusus
sebagai sarana bekerja ataupun untuk pengembangan eskpor dan impor dalam
aktualisasi diri. industri fotografi ini.
1 Tingginya konsumsi alat fotografi dalam 1 Infrastruktur tidak memadai. Akses dan
negeri seharusnya dapat memberikan jaringan internet masih kurang layak. Harga
daya tawar yang lebih dengan produsen alat-alat fotografi mahal.
untuk melakukan alih teknologi.
7. KELEMBAGAAN
1 Pengembangan cetak biru ekonomi 1 Perlu ada aturan atau edukasi yang
kreatif memungkinkan pembuatan dapat mengarahkan fotografer untuk
kebijakan baru. lebih menghormati budaya atau kegiatan
keagamaan (etika dan rambu-rambu dalam
kegiatan fotografi).
2 Sudah ada upaya preventif dari 2 Perlu ada ketentuan untuk pemotretan di
pemerintah untuk melindungi hak cipta ruang publik.
fotografer.
5 Isu ekonomi kreatif mulai berkembang 5 Belum ada regulasi perluasan pasar orang/
dan mendapat perhatian dari khalayak. usaha kreatif.
6 Pemerintah maupun swasta telah cukup 6 Belum ada regulasi pengembangan dan
banyak mengadakan kegiatan fotografi, penyediaan teknologi dan infrastruktur
baik berupa pemberian penghargaan pendukung industri kreatif.
maupun perlombaan.
7 Fotografi telah menjadi bagian dari gaya 7 Kebijakan HAKI belum terlaksana baik di
hidup. dalam negeri.
Pembangunan periode 2015-2019 tetap perlu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi
haruslah inklusif dan berkelanjutan, yaitu meminimasi permasalahan sosial dan lingkungan.
Pembangunan inklusif dilakukan terutama untuk mengurangi kemiskinan, ketimpangan antar
penduduk dan ketimpangan kewilayahan antara Jawa dan luar Jawa, kawasan barat dan kawasan
timur, serta antara kota-kota dan kota-desa. Pembangunan berkelanjutan dilakukan untuk
memberikan jaminan keberlanjutan manfaat yang bisa dirasakan generasi mendatang dengan
memperbaiki kualitas lingkungan (sustainable).
Tema pembangunan dalam RPJMN 2015- 2019 adalah pembangunan yang kuat, inklusif dan
berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan apa yang ingin dicapai dalam lima tahun mendatang,
maka fokus perhatian pembangunan nasional adalah:
1. Merealisasikan potensi ekonomi Indonesia yang besar menjadi pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, yang menghasilkan lapangan kerja yang layak (decent jobs) dan mengurangi
kemiskinan yang didukung oleh struktur ekonomi dan ketahanan ekonomi yang kuat;
2. Membuat pembangunan dapat dinikmati oleh segenap bangsa Indonesia di berbagai
wilayah Indonesia secara adil dan merata;
3. Menjadikan Indonesia yang bersih dari korupsi dan memiliki tata kelola pemerintah
dan perusahaan yang benar dan baik;
4. Menjadikan Indonesia indah yang lebih asri, lebih lestari.
Dalam rancangan teknokratik RPJMN 2015-2019 terdapat enam agenda pembangunan, yaitu: (1)
Pembangunan Ekonomi; (2) Pembangunan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup
dan Pengelolaan Bencana (3) Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan; (4)
Pembangunan Kesejahteraan Rakyat; (5) Pembangunan Wilayah; dan (6) Pembangunan Kelautan.
Pembangunan Ekonomi Kreatif pada lima tahun mendatang ditujukan untuk memantapkan
pengembangan ekonomi kreatif dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif
berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta
kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.
Secara strategis pengembangan ekonomi kreatif tahun 2015-2019 bertujuan untuk menciptakan
ekonomi kreatif yang berdaya saing global. Tujuan ini akan dicapai antara lain melalui peningkatan
kuantitas dan kualitas orang kreatif lokal yang didukung oleh lembaga pendidikan yang sesuai
Sejalan dengan tujuan pengembangan ekonomi kreatif 2015-2019, pengembangan fotografi sebagai
salah satu subsektor ekonomi kreatif juga diarahkan untuk membangun landasan yang kuat agar
mampu memberdayakan seluruh potensi dan pengetahuan yang dimiliki oleh semua sumber
daya manusia fotografi sehingga tercipta profesionalisme—yang diperlukan untuk membentuk
mekanisme yang dapat mendukung terbentuknya industri seni pertunjukan—sehingga mampu
untuk terus menghadirkan karya-karya berkualitas dan menginspirasi kehidupan bermasyarakat
di Indonesia sehingga menjadi mandiri secara ekonomi (finansial).
Pengembangan fotografi dalam lima tahun mendatang dilakukan melalui peningkatan daya saing
dan ketahanan sumber daya manusia kreatif di bidang fotografi; peningkatan perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri
fotografi Indonesia secara berkelanjutan; peningkatan daya saing dan ketahanan industri fotografi
Indonesia secara berkelanjutan; peningkatan akses dan pengembangan pembiayaan yang sesuai;
Perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan; pengembangan
infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif; dan penguatan
kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan industri
fotografi Indonesia.
Berdaya saing memiliki arti bahwa dengan kualitas yang dimiliki, seorang fotografer dapat
berkompetisi secara sehat baik di tingkat nasional maupun internasional.
Berkelanjutan adalah tetap menjaga dan meningkatkan nilai-nilai yang telah ada hingga seterusnya.
Industri Fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
9 Meningkatnya ketersediaan
infrastruktur yang memadai
dan kompetitif
12 Meningkatnya partisipasi
aktif pemangku
kepentingan dalam
pengembangan industri
fotografi secara berkualitas
dan berkelanjutan
Masalah utama di subsektor fotografi adalah tentang ketahanan industri subsektor fotografi dan
daya saing. Masalah ketahanan adalah hal-hal yang berkaitan dengan regulasi dan aturan-aturan
yang selama ini dirasakan kurang mendukung wirausaha/orang kreatif khususnya di bidang
fotografi. Selain itu juga, aturan-aturan tersebut belum tertata dengan baik dan masih ada
kesulitan dalam mendapatkan akses informasinya. Untuk itu di tahun 2015, fokus pengembangan
subsektor fotografi adalah penataan dan pendataan regulasi yang melibatkan seluruh pemangku
kepentingan dan juga pelaku di industri kreatif di bidang fotografi.
Fokus pengembangan pada tahun berikutnya adalah melakukan sosialisasi dari regulasi yang
telah dihasilkan. Sosialisasi ini cukup penting agar seluruh pelaku industri subsektor fotografi
mendapatkan akses informasi mengenai hal-hal yang mendasar terkait aturan main di bidang
industri kreatif fotografi. Dengan begitu masyarakat diharapkan dapat mengetahui bagaimana
cara untuk mulai terjun ke dalam usaha fotografi, atau bagaimana usaha fotografi yang telah
dimiliki dapat dikembangkan secara baik sesuai aturan yang ada. Implementasi regulasi juga
perlu diawasi agar fungsinya optimal.
Setelah industri fotografi lokal memiliki cukup kekuatan untuk bersaing di dalam negeri dan
memiliki kompetensi, maka tahap berikutnya adalah meningkatkan daya saing industri fotografi
untuk dapat bersaing dengan industri fotografi internasional. Peningkatan daya saing dapat
dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan negara-negara yang memiliki fotografer-fotografer
handal sehingga terjadi transfer ilmu. Akhirnya, dari tahap ini diharapkan para pelaku industri
kreatif fotografi dapat membawa nama Indonesia lebih harum di dunia internasional.
Dalam usaha untuk mencapai sasaran, maka diperlukan strategi-strategi yang sesuai. Dari 14
sasaran yang ingin dicapai dalam pengembangan fotografi 2014-2019, telah disusun 29 strategi
dan rencana aksi untuk mencapai sasaran tersebut.
Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan pendirian pusat manajemen
pengetahuan di bidang fotografi.
Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan pembinaan komunitas fotografi
Indonesia.
Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan pengembangan skema pembiayaan
industri kreatif.
Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan pengadaan infrastruktur untuk
mempermudah akses ke daerah-daerah yang memiliki objek-objek pariwisata.
Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan penyusunan kebijakan yang
sesuai bagi wirausaha fotografi.
Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan mengadakan forum fotografi
nasional.
Rencana aksi untuk menjalankan strategi tersebut adalah dengan pemberian fasilitas untuk
mengarsipkan sumber daya alam dan budaya yang dapat memperkaya fotografi Indonesia.
102 Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
BAB 5
Penutup
Secara umum ruang lingkup pengembangan fotografi meliputi fotografi profesional, fotografi
seni, fotografi komersial dan fotografi jurnalistik. Fotografi professional adalah fotografi yang
fotografernya menjual keahliannya di bidang fotografi dan menjadikan fotografi sebagai mata
pencahariannya. Fotografi seni adalah fotografi yang tumbuh dari dorongan ekspresi pribadi
sebagai bagian dari seni rupa yang dituangkan ke dalam medium dua dimensi. Fotografi komersial
biasanya berhubungan dengan agen periklanan dan perusahaan-perusahaan. Foto dalam fotografi
komersial dibuat dapat berdasarkan keinginan klien (yang dibuat dari konsep awal), atau klien
dapat membeli foto-foto yang telah dibuat si fotografer untuk kepentingan klien. Fotografi
jurnalistik berkaitan erat dengan wilayah produksi dan konsumsi media cetak dan elektronik.
Tujuan utama pewarta foto adalah memotret kejadian dan peristiwa yang sedang terjadi untuk
diberitakan kembali melalui media massa. Perkembangan fotografi di Indonesia dimulai tahun
1841 sejak kedatangan Juriaan Munich, seorang utusan Kementerian Kolonial Kerajaan Belanda.
Tujuan kedatangan Munich ke Batavia dengan kamera dauguerreotype yang dia bawa adalah
untuk mengabadikan aneka tanaman serta kondisi alamnya. Maraknya subsektor fotografi dapat
dilihat dengan adanya Perkumpulan Seni Foto Indonesia (PFSI) di tahun 1973. Saat ini dapat
kita saksikan dengan adanya Forum Fotografi Indonesia (FFI) di tahun 2013 membuat subsektor
Fotografi kita semakin berdaya saing.
Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan antara setiap peran di dalam proses
penciptaan nilai kreatif dengan lingkungan sekitar, dikembangkan peta ekosistem fotografi yang
terdiri atas empat komponen utama, yaitu: rantai nilai kreatif, lingkungan pengembangan, pasar,
dan pengarsipan. Rantai nilai kreatif fotografi adalah kreasi, produksi, dan distribusi. Apresiasi
termasuk dalam lingkungan pengembangan (nurturance environment) di dalam ekosistem
fotografi, karena membangun serta meningkatkan kualitas dan kompetensi fotografi. Selain
apresiasi, di dalam lingkungan pengembangan ada pendidikan yang menjadi salah satu elemen
penting; pendidikan melahirkan fotografer-fotografer kompeten. Dalam pendidikanlah inovasi,
ilmu, dan juga teknik-teknik terbaru dalam seni fotografi ditemukan, sehingga genre-genre
baru dalam fotografi terus tumbuh dan berkembang. Pasar di dalam subsektor fotografi adalah
konsumen, dimana konsumen dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu perusahaan atau
organisasi, dan individu. Konsumen perusahaan, di antaranya, berasal dari industri media,
industri periklanan, industri komersial, dan industri lainnya yang membutuhkan jasa fotografi.
Dalam era digital saat ini, pengarsipan dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan
cara. Karya-karya foto dapat disimpan, baik dalam bentuk data maupun cetak. Pengarsipan
dalam bentuk data dapat dilakukan melalui penyimpanan dalam CD/DVD, flash disk, hard disk,
atau memory card. Selain disimpan dalam bentuk fisik, fotografer juga dapat menyimpannya
Dampak ekonomi dari pengembangan subsektor fotografi dapat dilihat dari peta industri yang
menggambarkan keterkaitan dari suatu proses rantai nilai kreatif ke arah hulu (backward linkage)
dan ke arah hilir (forward linkage). Backward linkage di dalam subsektor fotografi diantaranya
adalah industri peralatan fotografi, agen model, jasa tata rias dan rambut, jasa penyewaan kostum,
jasa penyewaan lokasi, jasa penyewaan tata lampu, industri mode, industri desain interior, industri
kimia, industri pembuatan kertas foto, industri teknologi dan informasi, industri pembuatan bingkai
foto, industri pembuatan album foto, industri pembuatan kertas foto, industri percetakan, dan
industri peralatan elektronik. Forward linkage di dalam subsektor fotografi diantaranya adalah
industri periklanan, industri penerbitan, industri desain, galeri seni, jurnalistik, dan industri
konten digital. Selain digunakan dalam melihat dampak ekonomi dari subsektor fotografi,
rantai nilai kreatif juga digunakan dalam mengidentifikasi model bisnis yang umumnya terjadi
di subsektor fotografi, yaitu jasa fotografi, event organizer, biro foto, rental alat foto, agen stock
foto, jasa cetak foto, studio foto, fotografi seni, dan in-house.
Kontribusi ekonomi subsektor fotografi dapat dilihat dari nilai tambah bruto, ketenagakerjaan,
aktivitas perusahaan, konsumsi rumah tangga, dan nilai ekspor. Sebagai contoh dapat dilihat di
tahun 2013, subsektor fotografi memberikan kontribusi nilai tambah bruto sebesar 1% terhadap
total nilai tambah bruto industri kreatif Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan 2010-2013
sebesar 6.94%. Dari sisi ketenagakerjaan, subsektor fotografi memberikan kontribusi sebesar 0.54%
terhadap total jumlah tenaga kerja industri kreatif Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan
2010-2013 sebesar 3.85%.
5.2 Saran
Pengembangan subsektor fotografi dalam satu tahun kedepan akan difokuskan pada program-
program:
• Perbaikan dan penambahan fasilitas pendidikan fotografi di pendidikan tinggi
• Pembangunan institusi pendidikan fotografi baru di daerah-daerah yang potensial
• Memberikan beasiswa kepada para pengajar untuk melanjutkan studi sampai dengan
jenjang S3
• Memberikan insentif penelitian kepada para pengajar
• Studi banding dengan perguruan-perguruan tinggi fotografi di manca Negara
• Perbaikan dan penambahan fasilitas pendidikan fotografi di pendidikan tinggi
• Pembuatan standarisasi/sertifikasi fotografer
• Pendirian pusat manajemen pengetahuan di bidang fotografi
• Membuat langkah-langkah strategis dalam menciptakan dan mengembangkan wirausaha
di bidang fotografi
Untuk penyempurnaan studi dan penulisan buku rencana aksi periode selanjutnya, perlu dilakukan
beberapa hal seperti: meningkatkan intensitas kolaborasi antar pemangku kepentingan di subsektor
fotografi, meningkatkan intensitas komunikasi lintas kementerian, dan memutakhirkan data
kontribusi ekonomi dengan perbaikan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)
Kreatif.
Lampiran 109
MATRIKS TUJUAN, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN FOTOGRAFI
110
MISI/TUJUAN/SASARAN ARAH KEBIJAKAN STRATEGI
Misi 1: Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya lokal yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
1. Terciptanya sumber daya manusia kreatif di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
1.1 Meningkatnya kualitas pendidikan a Mengembangkan dan memfasilitasi 1 Memperbaiki nomenklatur pendidikan fotografi
yang mendukung penciptaan orang penciptaan lembaga pendidikan (formal dan
kreatif di bidang fotografi secara non-formal) oleh pemerintah dan swasta di 2 Meningkatkan kualitas pendidikan fotografi
berkelanjutan daerah yang memiliki potensi ekonomi kreatif
3 Menambahkan lembaga pendidikan fotografi di luar pulau
di bidang fotografi
Jawa di daerah yang potensial
b Menyelaraskan antara tahapan pendidikan 4 Mereview kembali dan melakukan revisi bila diperlukan pada
serta meningkatkan partisipasi dunia usaha kurikulum pendidikan yang sudah ada terkait dengan ekonomi
dalam pendidikan kreatif, khususnya bidang fotografi
1.2 Meningkatnya kualitas tenaga kerja a Menciptakan orang kreatif yang dinamis dan 1 Meningkatkan kualitas pengajar pendidikan di bidang fotografi
kreatif (orang kreatif) di bidang profesional yang menjunjung tinggi kode etik
fotografi profesi di tingkat nasional dan global 2 Memberikan fasilitas pendukung untuk pengembangan
industri fotografi
b Memberikan perlindungan kerja terhadap 4 Mempersiapkan tenaga kreatif di bidang fotografi untuk
tenaga kerja kreatif Indonesia di dalam dan memasuki pasar nasional dan internasional
luar negeri
2. Terwujudnya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri fotografi Indonesia secara berkelanjutan
2.1 Terciptanya pusat pengetahuan a Mengembangkan pusat pengetahuan budaya 1 Mendirikan pusat manajemen ilmu pengetahuan di bidang
sumber daya alam dan budaya lokal Indonesia yang akurat dan terpercaya yang fotografi
yang akurat dan terpercaya serta dapat diakses dengan mudah dan cepat serta
dapat diakses secara mudah dan memiliki program distribusi pengetahuan
cepat budaya
Lampiran
Misi 2: Mengembangkan industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
3. Terciptanya industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
3.1 Meningkatnya wirausaha kreatif lokal a Memfasilitasi penciptaan dan peningkatan 1 Roadmap penciptaan dan pengembangan wirausaha di bidang
di bidang fotografi yang memiliki profesionalisme (skill-knowledge-attitude) fotografi
ketahanan dan berdaya saing wirausaha kreatif lokal di kota-kota yang
memiliki potensi di bidang fotografi
b Memfasilitasi kolaborasi dan penciptaan 2 Menyediakan forum yang saling mempertemukan wirausaha
jejaring kreatif antar wirausaha kreatif lokal kreatif di bidang fotografi
di kota-kota yang memiliki potensi di bidang
fotografi
3.2 Meningkatnya usaha kreatif lokal di a Memfasilitasi penciptaan usaha kreatif lokal 1 Melakukan pemetaan usaha kreatif di bidang fotografi
bidang fotografi yang berdaya saing di bidang fotografi
b Memfasilitasi kolaborasi dan keterkaitan 2 Adanya koordinasi lintas kementerian untuk pengembagan
antar usaha kreatif maupun antara industri usaha kreatif di bidang fotografi dengan sektor lainnya
kreatif dengan industri lainnya di tingkat
lokal, nasional, dan global
3.3 Meningkatnya keragaman dan a Memfasilitasi para pelaku industri fotografi 1 Mendukung dan mengembangkan komunitas-komunitas
kualitas karya kreatif lokal di bidang lokal dalam mempromosikan daerahnya fotografi lokal
fotografi
111
112
MISI/TUJUAN/SASARAN ARAH KEBIJAKAN STRATEGI
Misi 3: Mengembangkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam membangun industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan
berdaya saing dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
4.1 Meningkatnya ketersediaan a Menciptakan dan mengembangkan 1 Memfasilitasi berbagai skema pembiayaan untuk para pelaku
pembiayaan bagi industri fotografi lembaga pembiayaan yang mempercepat industri kreatif
lokal yang sesuai, mudah diakses, perkembangan industri kreatif
dan kompetitif
b Meningkatkan kualitas branding, promosi,
pameran, festival, misi dagang, BtoB
networking di dalam dan luar negeri
5. Terciptanya perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
5.1 Meningkatnya diversifikasi dan a Mengembangkan sistem informasi pasar 1 Mengembangkan sistem informasi fotografi Indonesia
penetrasi pasar karya fotografi di karya kreatif di dalam negeri yang dapat terpusat
dalam negeri dan luar negeri diakses dengan mudah dan informasi
didistribusikan dengan baik
b Meningkatkan kualitas branding, promosi, 2 Melakukan kerjasama dengan mitra-mitra dagang untuk
pameran, festival, misi dagang, BtoB mengakses pasar di dalam dan luar negeri
networking di dalam dan luar negeri
c Memperluas jangkauan distribusi produk 3 Melakukan pameran dan membuat buku fotografi Indonesia
kreatif di dalam dan luar negeri baik di dalam maupun di luar negeri
6. Tersedianya infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif
6.1 Meningkatnya ketersediaan a Menjamin ketersediaan, kesesuaian, 1 Meningkatkan infrastruktur di tempat-tempat yang memiliki
infrastruktur yang memadai dan jangkauan harga/biaya, sebaran/penetrasi, potensi pariwisata
kompetitif dan performansi, infrastruktur telematika-
jaringan internet; dan infrastruktur logistik
dan energi
6.2 Meningkatnya ketersediaan teknologi a Memfasilitasi akses terhadap teknologi 1 Menjalin kerjasama dengan pihak industri fotografi untuk
Lampiran
tepat guna yang mudah diakses dan secara mudah dan kompetitif mendukung usaha & wirausaha kreatif fotografi
kompetitif
b Mendorong pengembangan basis-basis 2 Merangkul komunitas fotografi yang memiliki potensi untuk
pengembangan teknologi lokal yang mengembangkan teknologi lokal fotografi agar dapat memiliki
mendukung pengembangan industri kreatif nilai tambah ekonomi
7. Terciptanya kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan industri fotografi Indonesia
7.1 Terciptanya regulasi yang a Memperbaiki dan membuat berbagai regulasi 1 Memfasilitasi adanya kebijakan terkait fotografi untuk
mendukung penciptaan iklim yang terkait fotografi menciptakan iklim yang kondusif
kondusif bagi pengembangan
industri fotografi
7.2 Meningkatnya partisipasi aktif a Meningkatkan sinergi,koordinasi, dan 2 Memfasilitasi forum-forum fotografi Indonesia sebagai wadah
pemangku kepentingan dalam kolaborasi antar aktor (intelektual, bisnis, kolaborasi antar aktor (intelektual, bisnis, komunitas, dan
pengembangan industri fotografi komunitas, dan pemerintah) dan orang kreatif pemerintah)
secara berkualitas dan berkelanjutan dalam pengembangan ekonomi kreatif
7.3 Meningkatnya apresiasi kepada a Memfasilitasi dan memberikan penghargaan 1 Mengadakan event fotografi Indonesia
orang/karya/wirausaha/usaha yang prestisius bagi orang/karya/wirausaha/
kreatif lokal di bidang fotografi baik usaha kreatif lokal di tingkat nasional dan
itu di dalam dan luar negeri internasional
113
114
MISI/TUJUAN/SASARAN ARAH KEBIJAKAN STRATEGI
c Meningkatkan apresiasi terhadap HKI 3 Melakukan sosialisasi akan pentingnya hak cipta dalam
fotografi
7.4 Meningkatnya apresiasi masyarakat a Meningkatkan akses dan distribusi terhadap 1 Memfasilitasi pengembangan sistem informasi mengenai
terhadap sumber daya alam dan informasi/pengetahuan mengenai sumber sumber daya alam dan budaya Indonesia
budaya lokal yang mendukung daya alam dan sumber daya budaya lokal
industri fotografi
Lampiran
Misi 1: Mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya lokal yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
1. Terciptanya sumber daya manusia kreatif di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
1.1 Meningkatnya kualitas pendidikan yang a Adanya nomenklatur pendidikan fotografi yang sesuasi
mendukung penciptaan orang kreatif di bidang
fotografi secara berkelanjutan b Jumlah institusi pendidikan fotografi dengan kualitas fasilitas baik meningkat
c Adanya pembangunan institusi pendidikan fotografi baru di daerah yang memiliki potensi pariwisata
1.2 Meningkatnya kualitas tenaga kerja kreatif (orang a Adanya alokasi beasiswa bagi pengajar fotografi yang akan melanjutkan studi hingga jenjang S3
kreatif) di bidang fotografi
b Adanya program pemberian insentif penelitian kepada para pengajar fotografi
2. Terwujudnya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya budaya bagi industri fotografi Indonesia secara berkelanjutan
2.1 Terciptanya pusat pengetahuan sumber daya alam a Adanya pusat pengetahuan fotografi di Indonesia
dan budaya lokal yang akurat dan terpercaya serta
dapat diakses secara mudah dan cepat
Misi 2: Mengembangkan industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
3. Terciptanya industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan berdaya saing secara berkelanjutan
3.1 Meningkatnya wirausaha kreatif lokal di bidang a Peningkatan jumlah wirausaha kreatif fotografi
fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
b Adanya forum fotografi nasional
115
116
MISI/TUJUAN/SASARAN INDIKASI STRATEGIS
3.2 Meningkatnya usaha kreatif lokal di bidang a Peningkatan jumlah usaha kreatif fotografi
fotografi yang berdaya saing
3.3 Meningkatnya keragaman dan kualitas karya a Peningkatan jumlah komunitas fotografi daerah
kreatif lokal di bidang fotografi
Misi 3: Mengembangkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam membangun industri fotografi Indonesia yang memiliki ketahanan dan
berdaya saing dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
4.1 Meningkatnya ketersediaan pembiayaan bagi a Adanya skema pembiayaan khusus untuk industri kreatif
industri fotografi lokal yang sesuai, mudah
diakses, dan kompetitif b Adanya alternatif pembiayaan untuk industri kreatif, seperti crowdsourcing
5. Terciptanya perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
5.1 Meningkatnya diversifikasi dan penetrasi pasar a Adanya pusat pengetahuan fotografi di Indonesia
karya fotografi di dalam negeri dan luar negeri
b Adanya fasilitasi, dana, maupun akses pasar bagi fotografer untuk melakukan usaha fotografi di dalam
maupun luar negeri
6. Tersedianya infrastruktur dan teknologi yang tepat guna, mudah diakses, dan kompetitif
6.1 Meningkatnya ketersediaan infrastruktur yang a Pembangunan infrastruktur yang layak di daerah-daerah yang memiliki potensi pariwisata
memadai dan kompetitif
6.2 Meningkatnya ketersediaan teknologi tepat guna a Meningkatnya jumlah kerjasama dalam industri fotografi
yang mudah diakses dan kompetitif
b Meningkatnya jumlah kegiatan oleh komunitas fotografi Indonesia
Lampiran
7. Terciptanya kelembagaan yang kondusif dan mengarusutamakan kreativitas dalam pengembangan industri fotografi Indonesia
7.1 Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan a Adanya kebijakan pendidikan fotografi
iklim yang kondusif bagi pengembangan industri
fotografi b Adanya kebijakan pengembangan pariwisata melalui fotografi
7.3 Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/ a Peningkatan jumlah penghargaan kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif fotografi di dalam
wirausaha/usaha kreatif lokal di bidang fotografi negeri
baik itu di dalam dan luar negeri
b Adanya fasilitas untuk mempublikasikan tulisan terkait fotografi di media massa
7.4 Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap a Adanya pengarsipan dan publikasi sumber daya alam dan budaya yang dapat memperkaya fotografi
sumber daya alam dan budaya lokal yang Indonesia
mendukung industri fotografi
117
MATRIKS RENCANA AKSI PENGEMBANGAN FOTOGRAFI 2015 - 2019
118
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 1: Meningkatnya kualitas pendidikan yang mendukung penciptaan orang kreatif di bidang fotografi secara berkelanjutan
1 Perbaikan nomenklatur Peninjauan dan perancangan ulang rumpun Menteri Pendidikan & Kebudayaan x x
pendidikan fotografi kelimuan dari fotografi di lembaga pendidikan Asosiasi Keprofesian Fotografi
2 Perbaikan dan Pendataan fasilitas pendidikan fotografi yang Menteri Pendidikan & Kebudayaan x x x x x
penambahan fasilitas diperlukan di pendidikan tinggi; perbaikan dan Institusi Pendidikan Tinggi
pendidikan fotografi di penambahan fasilitas pendidikan fotografi di
pendidikan tinggi pendidikan tinggi
3 Pembangunan institusi Analisis kebutuhan institusi pendidikan fotografi Menteri Pendidikan & Kebudayaan x x x x x
pendidikan fotografi (formal dan non-formal); penyusunan prioritas Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif
baru di daerah-daerah pembangungan institusi pendidikan fotografi; dan Kepala Daerah
yang potensial pembangunan institusi pendidikan fotografi
4 Review & revisi Mereview kembali dan melakukan revisi bila Menteri Pendidikan & Kebudayaan x x x
kurikulum pendidikan diperlukan pada kurikulum pendidikan yang Asosiasi Keprofesian Fotografi
fotografi sudah ada terkait dengan ekonomi kreatif,
khususnya bidang fotografi
SASARAN 2: Meningkatnya kualitas tenaga kerja kreatif (orang kreatif) di bidang fotografi
1 Memberikan beasiswa Dibukanya alokasi beasiswa khusus kepada para Menteri Pendidikan & Kebudayaan; x x x x x
kepada para pengajar pengajar fotografi yang berkaitan dengan industri Menteri Keuangan
untuk melanjutkan kreatif oleh pemerintah
studi sampai dengan
jenjang S3
2 Memberikan insentif Insentif yang diberikan terutama untuk para Menteri Pendidikan & Kebudayaan; x x x x x
penelitian kepada para pengajar yang menghasilkan karya-karya ilmiah Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif
pengajar yang terpublikasi ataupun memiliki HKI
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
3 Studi banding dengan Membandingkan kurikulum, metode pengajaran, Menteri Pendidikan & Kebudayaan; x x
perguruan-perguruan fasilitas, dan outcome dari pendidikan fotografi Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif
tinggi fotografi di di luar negeri
manca negara
4 Perbaikan dan Pendataan fasilitas pendidikan fotografi yang Menteri Pendidikan & Kebudayaan; x x x x x
penambahan fasilitas diperlukan di pendidikan tinggi; perbaikan dan Institusi Pendidikan Tinggi
pendidikan fotografi di penambahan fasilitas pendidikan fotografi di
pendidikan tinggi pendidikan tinggi
5 Pembuatan Studi, penyusunan, pengesahan standar dan Menteri Pendidikan & Kebudayaan; x x
standarisasi/sertifikasi sertifikasi fotografi Indonesia Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif;
fotografer Menteri Hukum dan HAM
SASARAN 3: Terciptanya pusat pengetahuan sumber daya alam dan budaya lokal yang akurat dan terpercaya serta dapat diakses secara mudah dan cepat
1 Pendirian pusat Pendataan, studi kelayakan, perancangan, Menteri Pendidikan & Kebudayaan; x x x
manajemen dan pendirian pusat manajemen pengetahuan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
pengetahuan di bidang fotografi Indonesia
fotografi
SASARAN 4: Meningkatnya wirausaha kreatif lokal di bidang fotografi yang memiliki ketahanan dan berdaya saing
1 Membuat langkah- Langkah-langkah strategis yang dimaksud Menteri Pendidikan & Kebudayaan; x x x x x
langkah strategis adalah suatu acuan yang bertahap bagi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
dalam menciptakan pemerintah dalam menghasilkan para Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi;
dan mengembangkan wirasusaha baru dan juga mengembangkan Menteri Perindustrian; Kepala Daerah
wirausaha di bidang wirausaha yang ada saat ini di bidang fotografi
fotografi
2 Adanya forum fotografi Forum fotografi tersebut mempertemukan Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif; x x x x x
nasional antar pemangku kepentingan dalam industri Komunitas; Asosiasi Profesi
fotografi, misalnya pemerintah, industri, institusi
pendidikan, wirausaha kretif, dan komunitas,
yang dapat dikemas dalam bentuk online/offline,
119
seminar, talkshow, festival, dan lain sebagainya.
120
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 5: Meningkatnya usaha kreatif lokal di bidang fotografi yang berdaya saing
1 Pemetaan unit usaha Perencanaan pemetaan unit usaha fotografi Menteri Perindustrian; Menteri Koperasi x x
fotografi di Indonesia di Indonesia; Pemetaan unit usaha fotografi di dan UKM; Menteri Perdagangan;
Indonesia; Publikasi hasil pemetaan unit usaha Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
fotografi di Indonesia. Bappenas; Badan Pusat Statistik
2 Koordinasi Dalam pengembangan unit usaha fotografi perlu Menteri Perindustrian; Menteri Koperasi x x x x x
pengembangan unit diidentifikasi pihak-pihak yang bersangkutan; dan UKM; Menteri Perdagangan; Menteri
usaha fotografi area apa saja yang dapat dikembangkan; Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri
pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam Tenaga Kerja & Transmigrasi; Menteri
pelaksanaan; proses monitoring dan evaluasi Keuangan; Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan; Menkominfo; Menteri Riset
dan Teknologi; Bappenas; Badan Pusat
Statistik
3 Pembuatan Studi, penyusunan, pengesahan standar dan Menteri Pendidikan & Kebudayaan; x x
standarisasi/sertifikasi sertifikasi fotografi Indonesia Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif;
fotografer Menteri Hukum dan HAM
SASARAN 6: Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kreatif lokal di bidang fotografi
1 Pembinaan komunitas Pendataan kota-kota yang memiliki komunitas Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif; x x x x x
fotografi Indonesia fotografi; Penyusunan materi seminar usaha Menteri Koperasi dan UKM; Menteri
kreatif fotografi; Seminar/talkshow tentang Perindustrian; Kepala Daerah;
usaha kreatif fotografi Komunitas
SASARAN 7: Meningkatnya ketersediaan pembiayaan bagi industri fotografi lokal yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif
1 Pengembangan skema Kegiatan dalam pengembangan usaha ini adalah: Menteri Keuangan; Bank Indonesia; x x
pembiayaan industri studi pembiayaan usaha kreatif, penyusunan Menteri Perindustrian; Menteri Koperasi
kreatif metode pembiayaan usaha kreatif yang tepat dan UKM; Menteri Pariwisata & Ekonomi
guna dan tepat sasaran, pembuatan website Kreatif
informasi pembiayaan usaha kreatif
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 8: Meningkatnya diversifikasi dan penetrasi pasar karya fotografi di dalam negeri dan luar negeri
1 Pemberian fasilitas Memfasilitasi pengembangan pusat data Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; x x x x x
untuk pengembangan pengetahuan fotografi seperti mengenai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
pusat data studi, hasil pemetaan, dan jurnal dengan
pengetahuan untuk cara: mengumpulkan hasil studi; membangun
fotografi Indonesia sistem pengetahuan; mensosialisasikan pusat
pengetahuan fotografi; dan memonitor dan
evaluasi tingkat penggunaan pusat pengetahuan
fotografi
2 Pemberian fasilitas, Fasilitas yang diberikan seperti kesempatan dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; x x x x x
dana, akses pasar peluang untuk berpartisipasi dalam kegiatan- Menteri Perindustrian; Menteri Koperasi
bagi fotografer untuk kegiatan fotografi di dalam dan luar negeri, dan UKM; Menteri Perdagangan;
melakukan usaha ditunjang dengan dana yang dapat digunakan Komunitas; Asosiasi keprofesian;
fotografi di dalam untuk investasi dan pengembangan usaha, dan
maupun luar negeri saluran distribusi yang memungkinkan para
pelaku industri fotografi dapat memperluas
pasarnya baik dalam skala nasional maupun
internasional
3 Pemberian fasilitas dan Pemberian fasilitas dan dana untuk mendorong Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; x x x x x
dana bagi fotografer keikutsertaan karya fotografi Indonesia yang Menteri Perindustrian; Menteri Koperasi
untuk mengikuti berkualitas untuk mengikuti pameran fotografi di dan UKM; Menteri Perdagangan;
pameran fotografi di dalam maupun luar negeri Komunitas; Asosiasi keprofesian;
dalam maupun luar
negeri
1 Pengadaan Akses yang dimaksud adalah sebagai berikut: Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif; x x x x x
infrastruktur untuk jalan raya, listrik, jaringan internet, lingkungan Menteri Pekerjaan Umum; Menteri
mempermudah akses yang bersih, transportasi, akomodasi, dan lain- Komunikasi dan Informasi; Menteri
ke daerah-daerah yang lain. BUMN; Kepala Daerah
121
memiliki objek-objek
pariwisata
122
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 10: Meningkatnya ketersediaan teknologi tepat guna yang mudah diakses dan kompetitif
1 Kerjasama dengan Kerjasama yang dimaksud adalah kolaborasi Menteri Perindustrian; Menteri x x x x x
industri fotografi antara pemerintah, institusi pendidikan, bisnis/ Pendidikan dan Kebudayaan; Menteri
industri, dan komunitas, salah satu bentuknya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri
dapat berupa kerjasama antara pihak industri Perdagangan; Komunitas; Industri
dengan membangun laboratorium di institusi fotografi
pendidikan
2 Pembinaan komunitas Pembinaan komunitas diperlukan untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; x x x x x
fotografi Indonesia menumbuhkembangkan industri fotografi di Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
Indonesia Komunitas
SASARAN 11: Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri fotografi
1 Penyusunan kebijakan Kebijakan di bidang pendidikan, pariwisata, Menteri Perindustrian; Menteri Pendidikan x x x
yang sesuai bagi industri, pembiayaan, pasar, infrastruktur, dan dan Kebudayaan; Menteri Pariwisata
wirausaha fotografi HKI dan Ekonomi Kreatif; Menteri Keuangan;
Menteri Pekerjaan Umum; Menteri Hukum
dan HAM; Menteri Komunikasi dan
Informasi; Menteri Perdagangan; Menteri
Riset dan Teknologi, Menteri BUMN;
Komunitas; Industri fotografi
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 12: Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan industri fotografi secara berkualitas dan berkelanjutan
1 Adanya forum fotografi Forum fotografi tersebut mempertemukan Menteri Pariwisata & Ekonomi Kreatif; x x x x x
nasional antar pemangku kepentingan dalam industri Komunitas; Asosiasi Profesi
fotografi, misalnya pemerintah, industri, institusi
pendidikan, wirausaha kretif, dan komunitas,
yang dapat dikemas dalam bentuk online/offline,
seminar, talkshow, festival, dan lain sebagainya.
SASARAN 13: Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kreatif lokal di bidang fotografi baik itu di dalam dan luar negeri
1 Event fotografi Event yang dimaksud adalah pemberian Menteri Pariwisata dan Ekonomi x x x x x
Indonesia penghargaan kepada orang kreatif, karya kreatif, Kreatif; Menteri Perindustrian; Menteri
usaha kreatif, dan wirausaha kreatif di bidang Perdagangan
fotografi
2 Pemberian fasilitas Dengan makin banyaknya tulisan mengenai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; x x x x x
untuk publikasi tulisan fotografi Indonesia di media massa nasional dan
terkait fotografi di internasional, diharapkan masyarakat semakin
media massa sadar akan fotografi
3 Sosialisasi HKI di kota- Sosialisasi yang dilakukan seminar, tulisan- Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; x x x x x
kota kreatif tulisan, dan penegakan hukum dalam kaitannya Menteri Hukum dan HAM
dengan fotografi
SASARAN 14: Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap sumber daya alam dan budaya lokal yang mendukung industri fotografi
1 Pemberian fasilitas Pengarsipan sumber daya alam dan budaya Menteri Perindustrian; Menteri Koperasi x x x x
untuk mengarsipkan Indonesia; Publikasi hasil pengarsipan di dan UKM; Menteri Perdagangan; Menteri
sumber daya alam dan pusat pengetahuan fotografi; Evaluasi hasil Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Menteri
budaya yang dapat pengarsipan; Pendidikan dan Kebudayaan;
memperkaya fotografi
Indonesia
123
126 Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019
View publication stats