PENCITRAAN DIRI.
Wulandari
Program Studi Desain Komunikasi Visual,
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Indraprasta PGRI
Jl. Nangka 58 Tanjung Barat, Jakarta Selatan, 12530
Abstrak
Tradisi ‘portraiture’ setelah abad ke XIX lebih didominasi oleh kemunculan fotografi sebagai medium pencipta
karya potret fotografi. Hal ini tidaklah lepas dari adanya berbagai inovasi fotografi baik yang menyangkut bahan,
alat, teknologi dan baragam upaya teknis kreatif yang memungkinkan munculnya varian tampilan genre karya
fotografi di dunia seni rupa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Fotografi potret sebagai salah satu genre
dalam domain fotografi ternyata memiliki satu tradisi yang bermula dari perkembangan piktorialisme dalam
sejarah senirupa. Keinginan manusia untuk mengabdikan dirinya baik secara fisikal maupun bentuk imajinya
terimplementasikan dalam tradisi potret-tampilan jati diri dalam matra visual.
Abstract
Tradition 'portraiture' after the XIX century was dominated by the emergence of photography as a medium
creator portrait photography. It is not separated from the good photographic innovations concerning materials,
equipment, technology and technical baragam creative efforts that enable the emergence of variants of the genre
display works of fine art photography in the world. This study aims to determine the portrait photography as one
of the genre in the domain of photography turned out to have a tradition that stems from developments in the
history of art piktorialisme. Human desire to devote himself both physically and form imajinya implemented in
the tradition of portrait-display identity in the visual dimension.
211
PENDAHULUAN Pada perkembangan selanjutnya
mediumnya berubah setelah ditemukannya
Terkisah dalam sebuah cerita Yunani, fotografi sebagai alat perekam sekaligus
tentang seorang pemuda tampan bernama mengabadikan objek foto manusia sebagai
Narcissus yang secara kebetulan melihat subjek karya fotografi pada pertengahan
refleksi dirinya di permukaan air danau abad XIX yang lalu.
sebagaimana bayangan dalam cermin. Ia
jatuh cinta terhadap sosok refleksi dirinya Dari aspek historis, tradisi penghadiran seni
dan akhirnya rela mati tenggelam dengan potret dalam bentuk lukisan dan seni patung
terjun ke dalam danau demi cintanya pada sudah dilakukan sejak zaman dahulu kala.
sosok representasi bayangannya sendiri. Apa yang sudah dilakukan oleh bangsa
Bila dikaitkan maka kisah ini berhubungan Mesir kuno beberapa ribu tahun yang silam
dengan fotografi dalam konteks bahwa menunjukkan hal ini sebagaimana yang
manusia mempersepsi dirinya dan terdapat pada artefak lukisan potret yang
menyukai refleksi dirinya yang secara dilukiskan pada setiap penutup peti mati
kebetulan media fotografi berhasil atau sarkofagus raja atau keluarga
mengabadikan bayangan cermin tersebut bangsawan mereka.
dalam bentuk genre karya fotografi potret.
Disamping itu juga ada yang berbentuk
Secara etimologis, istilah potret merupakan patung potret ataupun topeng yang
bentuk bahasa dari kata benda ‘portrait’ – dipakaikan pada mumi raja-rajanya seperti
portraiture (Inggris) yang berasal dari kata pada patung potret Nefertiti dan
‘portraire’ (Perancis) atau kata ‘protahere’ Tutankhamen.
(Latin), yang artinya ‘gambar’ atau
“PICTURE: especially a pictorial
representation (as painting) of a person
usually showing his face” (Webster New
Collegiate Dictionary, 1981:p.890). Kamus
lainnya menyatakan: “PORTRAIT: Painted
picture, drawing, photograph, of a
person…..”(The Advanced Learner’s
Dictionary of Current English, 1962: p.
752). Sedangkan dalam The Columbia
Encyclopedia disebutkan bahwa portrait
adalah:
212
Fotografi Potret, Sebagai Media Visual Pencitraan Diri, (Wulandari)
213
juga berfungsi sama. Hal ini tertampilkan
pada bentuk patung pualam potret kaisar
Romawi, Augustus, yang dipuja dan
dipposisikan di tempat pemujaan khusus.
214
Fotografi Potret, Sebagai Media Visual Pencitraan Diri, (Wulandari)
sekuler. Dalam arti bahwa dominasi kaum Pada zaman ini pula telah ditemukan dan
theokrasi sudah mulai terkikis oleh nilai- didayagunakan apparatus disebut camera
nilai kemasyarakatan yang mereka anut obscura dalam rangka untuk mendukung
dengan menciptakan seni potret baik berupa ide ‘likeness’ dalam penciptaan karya lukis
seni lukis maupun seni patung sebagai terutama seni potret. Apparatus ini pulalah
upaya aktualisasi diri mereka sendiri. yang nantinya menjadi prototipe kamera
Perubahan sikap pandang ini adalah refleksi modern dengan penambahan lensa, katup
atau spirit zaman humanism sebagaimana rana dan diafragma yang berhasil mulai
yang terlihat pada lukisan pada potret dikembangkan di pertengahan abad XIX di
Monalisa karya Leonardo da Vinci. Perancis dan Inggris.
215
Sedangkan dalam sejarah fotografi
Indonesia, dikenal pionir fotografi
Indonesia, seorang Jawa dari Yogyakarta
bernama Kassian Cepas yang juga memulai
fotografi potret.
216
Fotografi Potret, Sebagai Media Visual Pencitraan Diri, (Wulandari)
pesat dengan menampilkan foto keluarga Tradisi ‘portraiture’ setelah abad ke XIX
format yang lebih besar, kualitas foto yang lebih didominasi oleh kemunculan fotografi
baik dan ditampilkan dengan beragam sebagai medium pencipta karya potret
varian tekstur kertas foto. Nostalgia pada fotografi. Hal ini tidaklah lepas dari adanya
tradisi potret zaman pra-fotografi dahulu berbagai inovasi fotografi baik yang
yang bermula dari seni lukis potret menyangkut bahan, alat, teknologi dan
nampaknya telah dicoba untuk baragam upaya teknis kreatif yang
dimunculkan kembali. memungkinkan munculnya varian tampilan
genre karya fotografi di dunia seni rupa.
Hal ini terlihat pada tampilan foto potret
dengan kertas foto dengan seting latar Secara teknis, penampilan potret manusia
belakang dan pencahayaan yang khusus diabadikan tidak hanya bagian wajahnya
sehingga tampilan foto potretnya persis saja sebagai bentuk nyata dirinya tetapi bisa
seperti lukisan cat minyak di atas canvas. juga ditampilkan seperempat badan,
Perkambangan lainnya pada fenomena separuh badan, dan seluruh tubuh. Sebuah
studio foto yang ada di samping foto potret karya potret secara kreatif diciptakan dan
pribadi atau keluarga adalah pelayanan ditampilkan dalam berbagai jenis posisi
untuk pemotretan perkawinan baik itu objek fotonya atau model, varian ukuran,
dengan tampilan tradisional, casual, ragam sisi pandang, dan nuansa pewarnaan
maupun secara gaya Barat modern. yang beragam dalam bentuk penampilannya
sebagai potret sosok tunggal maupun dalam
kelompok. Pada dasarnya potret harus
menyajikan gambaran yang kuat tentang
karakter asli yang sejujur-jujurnya dari
objek.
PENUTUP
217
Fotografi potret sebagai salah satu genre
dalam domain fotografi ternyata memiliki
satu tradisi yang bermula dari
perkembangan piktorialisme dalam sejarah
senirupa. Keinginan manusia untuk
mengabdikan dirinya baik secara fisikal
maupun bentuk imajinya
terimplementasikan dalam tradisi potret-
tampilan jati diri dalam matra visual.
DAFTAR PUSTAKA
Atok Sugiarto. 2004 Fotografer serba bias.
Jakarta: Gramedia.
Soeprapto Soedjono. 2007 Pot – Pourri
Fotografi. Jakarta : Universitas
Trisakti.
218