Anda di halaman 1dari 81

PERAN DESA DALAM PENGEMBANGAN AGROWISATA

(Studi Kasus Agrowisata Kopi Luwak Cikole Desa Cikole


Kampung Babakan Kecamatan Lembang)

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran

Oleh:
Raden Aliya Raina
150610150076

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
PERNYATAAN

Bersama ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Desa Dalam
Pengembangan Agrowisata adalah benar hasil karya sendiri dengan bimbingan
dan arahan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilimiah
pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang
diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir dari skripsi ini.

Jatinangor, Januari 2019

Raden Aliya Raina


150610150076

i
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : PERAN DESA DALAM PENGEMBANGAN


AGROWISATA (Studi Kasus Agrowisata
Kopi Luwak Cikole Desa Cikole Kampung
Babakan Kecamatan Lembang)

NAMA : RADEN ALIYA RAINA


NPM : 150610150076
PROGRAM STUDI : AGRIBISNIS

Jatinangor, Januari 2019

Menyetujui dan Mengesahkan,

Ketua Program Studi Agribisnis Ketua Komisi Pembimbing

Dr. Iwan Setiawan, SP., Msi Ir. Yayat Sukayat, M.Si.


NIP.197302171998021001 NIP. 19580928 1986011001

ii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis di lahirkan di Kota Pekanbaru pada tanggal 10 April 1997, sebagai
anak kedua dari Bapak Ir.H.R.Moh. Amin Rasad, M.T. dan Hj. Prita Anggarani,
SE. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Pertiwi Pekanbaru pada
tahun 2001-2003. Selanjutnya penulis menyelesaikan Sekolah Dasar Negeri 001
Rintis Pekanbaru pada tahun 2003-2009 lalu menyelesaikan Sekolah Menengah
Pertama Negeri 13 Pekanbaru pada tahun 2009-2012 dan lulus Sekolah Menengah
Atas Negeri 2 Bandung pada tahun 2015. Pada tahun 2015 penulis diterima
sebagai mahasiswa di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran dan telah menyelesaikan skripsi ini pada tahun 2019. Aktifitas penulis
selama perkuliahan adalah menjadi anggota BEM Fakultas Pertanian periode
2016/2017 dan periode 2017/2018 sebagai sekretaris Kementrian PSDM dan
penanggung jawab desain Kementrian RIMK serta mengikuti berbagai
kepanitiaan.

iii
ABSTRAK

RADEN ALIYA RAINA. 2019. Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata


(Studi Kasus Agrowisata Kopi Luwak Cikole Desa Cikole Kampung Babakan
Kecamatan Lembang). Dibawah bimbingan YAYAT SUKAYAT.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang memberi otonomi kepada
desa dan masyarakat membuat sebuah paradigma baru tentang pembangunan di
desa. Desa yang dahulu menjadi obyek berubah menjadi subyek dan dari
sepenuhnya tergantung menjadi lebih mandiri. Undang-Undang tersebut
menegaskan bahwa pembangunan desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup
dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.
Dukungan Pemerintah Desa dapat dilihat dari adanya peran desa dalam setiap
pembangunan yang ada di Desa khususnya dalam pembangunan pertanian.
Pembangunan tersebut dapat berupa pariwisata dalam sektor pertanian atau yang
dikenal dengan istilah agrowisata. Kopi Luwak Cikole yang terletak di Kampung
Babakan merupakan Agrowisata ini dimiliki oleh seorang dokter hewan asal kota
Bandung yang meneliti hewan luwak yang dapat menghasilkan kopi istimewa
yang disebut dengan Kopi Luwak. Dalam pengembangnnya terdapat peran-peran
desa yang mendukung agar keberlanjutan agrowisata ini dapat terus berjalan
optimal. Penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian kualitatif dimana penelitian
ini bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut
pandangan manusia yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peran
pemerintah Desa Cikole sejauh ini terlibat dalam setiap kegiatan pembangunan
dan pengembangan agrowisata Kopi Luwak Cikole yang meliputi peran dalam
bidang regulator yaitu perumusan kebijakan dan tenaga kerja. Selanjutnya dalam
bidang fasilitator yang meliputi pendampingan untuk melakukan penguatan
kelompok-kelompok serta pendanaan dan pemodalan dimana di dalamnya
terdapat sarana dan prasarana serta adanya partisipasi masyarakat Desa Cikole
menimbulkan adanya perubahan paradigma dimana masyarakat Desa Cikole yang
mayoritas bekerja sebagai petani dan buruh tani kini lambat laun mulai bergeser
menjadi pekerja di industri wisata.
Kata Kunci: Peran Desa, Agrowisata, Kopi Luwak

iv
ABSTRACT

RADEN ALIYA RAINA. 2019. The Role of Village Government in Agro


Tourism Development (Case Study of Agrotourism, Cikole Luwak Coffee, Cikole
Village, Babakan Village, Lembang District). Supervised by YAYAT SUKAYAT.
The birth of Law No. 6 of 2014 which gave autonomy to the village and the
community made a new paradigm of development in the village. Villages that used
to be objects turned into subjects and from completely dependent became more
independent. The law emphasizes that “village development is an effort to
improve the quality of life and life for the greatest welfare of the village
community”. The support of the Village Government can be seen from the role of
the village in every development in the village especially in agricultural
development. The development can be in the form of tourism in the agricultural
sector or known as agrotourism. Cikole Luwak Coffee, located in Kampung
Babakan, is an agrotourism owned by a veterinarian from the city of Bandung
who studies mongoose animals that can produce special coffee called Luwak
Coffee. In its development there are village roles that support so that agro-
tourism sustainability can continue to run optimally. This research is included in
the type of qualitative research where this study aims to obtain a full picture of a
matter in the view of the human being studied. The results of this study indicate
that the role of the Cikole Village government has so far been involved in every
development and development of agro tourism in Kopi Luwak Cikole which
includes roles in the regulator sector namely policy formulation and labor.
Furthermore, in the field of facilitators which included assistance to strengthen
groups and funding and capital in which there were facilities and infrastructure
and the participation of the Cikole Village community, there was a paradigm shift
in which the Cikole Village community, which mostly worked as farmers and farm
laborers, began to gradually begin shifted into workers in the tourist industry.
Keywords: Village Role, Agro Tourism, Luwak Coffee

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata (Studi
Kasus Agrowisata Kopi Luwak Cikole Desa Cikole Kampung Babakan
Kecamatan Lembang”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana di Jurusan Sosial Ekonomi Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bimbingan, saran, dan motivasi yang sangat besar dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada

1. Ir. Yayat Sukayat, Msi, selaku dosen pembimbing skripsi di Fakultas


Pertanian Universitas Padjadjaran. Terima kasih atas kesabaran dalam
mengarahkan, membimbing, dan membagikan pengetahuannya kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Endah Djuwendah, SP.,M.Si selaku dosen penguji skripsi di Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran. Terima kasih atas bimbingan, saran,
dan masukan selama masa perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini
dengan baik.
3. Adi Nugraha, SP., M.Sc. selaku dosen penguji skripsi di Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran. Terima kasih atas saran dan masukan
yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
4. Anne Charina S.P., M.T. selaku dosen wali atas bimbingannya selama
masa perkuliahan.
5. Dr. Iwan Setiawan, SP, Msi selaku Kepala Program Studi Agribisnis.
Terima kasih atas bimbingan dan masukan selama selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
6. Dr. Hepi Hapsari, MS.i selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi
Pertanian Universitas Padjadjaran.
7. Dr. Ir. H. Sudarjat, M.P. selaku dekan Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran.
8. Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat
9. Ir.H.R.Moh.Amin Rasad, M.T. dan Hj. Prita Anggarani, SE. selaku kedua
orang tua yang selalu memberikan dukungan dan doanya. Serta tidak lupa
terima kasih kepada kakak tercinta R.Moh.Aditya Rifki, ST, yang telah
memberikan semangat dan bimbingan.

vi
10. Rekan-rekan SMA Negeri 2 Bandung yang telah memberikan semangat
serta dukungan dan motivasi
11. Rekan-rekan Agribisnis angkatan 2015 Fakultas Pertanian yang telah
berbagi ilmu dan pengalaman
12. Rekan-rekan BEM KMFP beserta seluruh anggotanya yang telah
memberikan motivasi dan dukungan
Semua pihak yang turut membantu atas kemudahan dan kelancaran dalam
menyusun skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan
pengalaman penulis, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun sebagai bahan perbaikan di masa yang akan datang. Penulis
juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
dapat dijadikan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Jatinangor, Januari 2019

Raden Aliya Raina

vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..........................................................................................................................iv
ABSTRACT.......................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................................vi
DAFTAR ISI..................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................xi
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................................... 5
1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 6
1.5 Kegunaan Penelitian ..................................................................................................... 6
1.6 Batasan Masalah ........................................................................................................... 6
BAB II................................................................................................................................. 7
KAJIAN PUSTAKA DAN ALUR PEMIKIRAN .............................................................. 7
2.2 Alur Pemikiran ........................................................................................................ 18
2.3 Penelitian Terdahulu ............................................................................................... 19
BAB III ............................................................................................................................. 24
METODE PENELITIAN .................................................................................................. 24
3.1 Desain dan Pendekatan Masalah ................................................................................. 24
3.2 Definisi Istilah............................................................................................................. 25
3.3 Informan dan Responden ............................................................................................ 28
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................................... 28
3.4.1 Lokasi............................................................................................................... 28
3.4.2 Waktu Penelitian .............................................................................................. 29
3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumensi ........................................................... 29
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 29
3.5.2 Instrumensi ....................................................................................................... 30
3.6 Pengolahan dan Analisis Data................................................................................. 30

viii
BAB IV ............................................................................................................................. 32
HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................................... 32
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................................... 32
4.1.1 Keadaan Fisik Desa Cikole ...................................................................................... 32
4.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi Desa Cikole................................................................. 32
a. Kependudukan....................................................................................................... 32
b. Pendidikan......................................................................................................... 33
c. Mata Pencaharian .............................................................................................. 34
4.1.3 Kelembagaan Desa............................................................................................... 34
4.1.4 Agrowisata Kopi Luwak Cikole .......................................................................... 35
4.2 Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata .......................................................... 37
4.2.1 Pelaksanaan Pengembangan Desa Wisata oleh Bumdes ..................................... 43
4.3 Partisipasi Masyarakat Dalam Mewujudkan Desa Cikole Menjadi Desa Wisata di
Kecamatan Lembang ........................................................................................................ 45
4.3.1 Hambatan-Hambatan Partisipasi Masyarakat Dalam Mewujudkan Desa Cikole
Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Lembang ............................................................. 49
4.3.2 Dinamika Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata .................................. 51
4.3.3 Dinamika Partisipasi Masyarakat dalam Mewujudkan Desa Cikole Menjadi Desa
Wisata di Kecamatan Lembang .................................................................................... 52
BAB V .............................................................................................................................. 54
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................................... 54
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 54
5.2 Saran ........................................................................................................................... 55

ix
DAFTAR TABEL

NO JUDUL HALAMAN

1. Keberadaan Tempat Wisata, Restoran Dan Hotel di Kecamatan Lembang Tahun 2017
............................................................................................................................................ 3
2. Tipologi Desa Cikole ..................................................................................................... 4
3. Data Luas Penggunaan Lahan Perum Perhutani Tahun 2018 ........................................ 4
4. Penelitian Terdahulu ................................................................................................... 19
5. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Cikole Tahun 2018 ........................................ 32
6. Komposisi Penduduk Desa Cikole Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2018 ............. 33
7. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Cikole Tahun 2018 ........................................... 33
8. Data Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Cikole Tahun 2018 .......................... 34
9. Potensi Pengembangan ............................................................................................... 38
10. Tingkatan Potensi........................................................................................................ 38

x
DAFTAR GAMBAR

NO JUDUL HALAMAN

1. Alur Pemikiran Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata ............................... 18


2. Stuktur Organisasi Pemerintah Desa Cikole .............................................................. 35
4. Suasana Coffee Shop .................................................................................................. 36
3. Kandang Penangkaran ............................................................................................... 36
5. Interaksi Pengunjung dengan Hewan Luwak............................................................. 37
6. Alur Perumusan Kebijakan Pembangunan Desa Cikole ............................................ 39
7. Stuktur Organisasi LMDH Giri Makmur ................................................................... 40
8. Struktur Organisasi Perum Perhutani Desa Cikole .................................................... 41
9. Kegiatan Forum Bersama Eco Village ....................................................................... 42
10. BUMDES Langgeng Jaya Desa Cikole ..................................................................... 44
11. Tempat Penyediaan Cinderamata Khas Kopi Luwak ................................................ 46
12. Kegiatan Penanaman Pohon di Sumber Mata Air Cikerelek ..................................... 48
13. Tahun 2012 ................................................................................................................ 51
14. Tahun 2014 ................................................................................................................ 51
15. Tahun 2018 ................................................................................................................ 51
16. Skema Animo Masyarakat Desa Cikole .................................................................... 53

xi
DAFTAR LAMPIRAN

NO JUDUL HALAMAN

1. Peta Administratif Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten


Bandung Barat ........................................................................................................ 59
2. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian kepada Pemerintah Desa ....................... 60
3. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian kepada Agrowisata Kopi
Luwak Cikole ......................................................................................................... 62
4. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian kepada Lembaga Masyarakat
Desa Hutan ............................................................................................................. 64
5. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian kepada Perum Perhutani ....................... 65
6. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian kepada Masyarakat Desa Cikole ........... 66
7. Dokumentasi Hasil Penelitian ................................................................................. 67

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu dari sembilan agenda prioritas pemerintah Jokowi-JK yang
tertuang dalam nawa cita adalah upaya membangun Indonesia dari pinggiran
dengan memperkuat daerah dan desa. Hal ini diwujudkan dengan adanya
pembangunan pertanian dimana pertanian identik dengan desa yang tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa bahwa kawasan
perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk
pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi. Pembangunan pertanian berperan strategis dalam
perekonomian nasional, peran tersebut di tunjukkan dalam pembentukan kapital,
penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, penyerapan
tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber pendapatan, serta pelestarian
lingkungan melalui praktek usaha tani. Pembangunan pertanian di Indonesia
diarahkan menuju pembangunan pertanian bekelanjutan (sustainable agriculture)
sebagai implementasi dari pembangunan berkelanjutan. Hal ini menjadikan
pembangunan pertanian sebagai salah satu tulang punggung dalam pembangunan
nasional.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang memberi otonomi
kepada desa dan masyarakat membuat sebuah paradigma baru tentang
pembangunan di desa. Desa yang dahulu menjadi obyek berubah menjadi subyek
dan dari sepenuhnya tergantung menjadi lebih mandiri. Undang-Undang tersebut
menegaskan bahwa pembangunan desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup
dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 juga merupakan salah satu komitmen besar untuk
mendorong perluasan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat, artinya
bahwa saat ini desa bukan lagi hanya menjadi penonton, akan tetapi juga harus
terlibat sebagai pemain dalam menentukan arah kebijakan pembangunannya.
Untuk mensejahterakan Rakyat Indonesia diperlukan pembangunan sampai ke
desa-desa, sehingga diharapkan tidak ada lagi desa yang akan tertinggal. Dengan
demikian pembangunan desa dapat menjadi upaya peningkatan kualitas hidup dan
kehidupan yang layak untuk masyarakat desa.
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah
yang menyatakan bahwa Pembangunan merupakan salah satu urusan wajib yang
menjadi kewenangan daerah. Daerah diberi otonomi untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut kemampuan dan kreativitas
daerah berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Adanya pembangunan tersebut membuat Desa dalam hal ini adalah
Pemerintah Desa sebagai pelaksana memiliki peran untuk membangun desanya.
Saat ini Peran Desa dalam setiap kegiatan di fasilitasi melalui Bumdes yaitu badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan
guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa (Undang-Undang No. 6 Tahun 2014). Menurut

1
2

data dari Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,


saat ini jumlah Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) telah mencapai 35 ribu dari
74.910 desa di seluruh Indonesia. Kehadiran Bumdes dapat menjadi contoh untuk
menyelenggarakan konsep penyelenggaraan yang partisipastif untuk masyarakat
desa, hal ini membuat desa menjadi strategis sekali untuk menggalakan
pembangunan khususnya pembangunan pertanian di setiap pedesaan seluruh
Indonesia.
Desa berkembang sebagai organisasi, lembaga, perangkat kerja, dan
manajemen yang memungkinkan masyarakat melakukan usaha-usaha pertanian
serta hidup bersama bergotong-royong secara tertib, produktif dan berkelanjutan
untuk memenuhi tujuan dan sasaran dari pembangunan pertanian yang telah di
programkan oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia. Karena posisi desa
merupakan komponen utama atau dasar dari suatu negara, sudah selayaknya
apabila pemerintah daerah memberikan perhatian yang besar terhadap
pembangunan desa sebagai landasan yang kuat bagi pembangunan nasional.
Untuk mewujudkan pembangunan nasional tentunya harus dibarengi dengan
pembangunan pertanian, karena selama ini potensi yang melimpah di pedesaan
yang merupakan basis pertanian nasional belum dapat di manfaatkan secara
optimal.
Pembangunan pertanian di desa harus dilakukan secara terarah dan
berkelanjutan dalam arti bahwa pengembangan tersebut harus terus dilakukan
dengan memperhatikan situasi dan kondisi serta kemampuan yang dimiliki oleh
desa tersebut terutama yang menyangkut potensi manusia dan daya dukungnya.
Oleh sebab itu perlu adanya upaya-upaya baik dari pemerintah dan juga aparat
desa setempat guna mengatasi hal tersebut, mulai dari mengenal potensi dari
linkungan sekitar, merumuskan kebijakan, strategi serta penyusunan program
kegiatan. Agar arah pembangunan desa senantiasa tertuju kepada kepentingan
masyarakat di desa maka perlu adanya prinsip pokok kebijakan dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan politik
hendaknya dari desa.
Ketika suatu daerah sudah melaksanakan Otonomi Daerah tentu saja setiap
peraturan dan kebijakan akan dibuat berdasarkan kebutuhan dan kondisi di Desa
tersebut. Sehingga dalam operasional pemerintahannya desa harus terlibat dalam
setiap kegiatan pembangunan khususnya pembangunan dalam sektor pertanian,
karena pertanian memiliki prospek yang sangat besar untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat di Desa. Oleh karena itu dukungan dari Pemerintah
Desa sangat di perlukan dalam pengembangan pertanian untuk menjadikannya
sektor andalan, dan dapat di jadikan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dukungan Pemerintah Desa dapat dilihat dari adanya Peran Desa dalam
setiap pembangunan yang ada di Desa khususnya dalam pembangunan pertanian.
Pembangunan tersebut dapat berupa pariwisata dalam sektor pertanian atau yang
dikenal dengan istilah Agrowisata dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki
desa. Pada era otonomi daerah, Agrowisata dapat dikembangkan pada masing-
masing daerah tanpa perlu adanya persaingan antar daerah karena kondisi wilayah
dan budaya masyarakat setiap daerah sangat beragam. Agrowisata memiliki peran
yang sangat penting untuk memajukan Desa baik dalam segi kesejahteraan
masyarakat Desa atau pun perekonomian Desa itu sendiri.
3

Kecamatan Lembang merupakan salah satu pusat pariwisata yang ada di


Kabupaten Bandung Barat. Disaat libur akhir pekan atau libur panjang tiba,
wisatawan berbondong-bondong mendatangi kawasan Lembang untuk menikmati
berbagai wisata yang ada disana. Wisatawan yang datang pun beragam, mulai dari
dalam negeri maupun luar negeri. Tak heran jika saat libur tiba lalu lintas menuju
Lembang terpantau padat. Selain memiliki potensi wisata, Kecamatan Lembang
memiliki keindahan alam dengan iklim udara yang sejuk dan aksesibilitas yang
tinggi, sehingga mudah pula untuk dijangkau.

Tabel 1. Keberadaan Tempat Wisata, Restoran Dan Hotel di Kecamatan Lembang


Tahun 2017
NO Desa/Kelurahan Hotel Restoran/ Tempat
Bintang Melati/ Rumah Wisata
Penginapan Makan
1 Gudang Kahuripan - 12 16 -
2 Wangunsari - - - -
3 Pagerwangi - 2 32 1
4 Mekarwangi - 2 4 -
5 Langensari - 4 5 1
6 Kayuambon - 2 6 1
7 Lembang 3 5 24 1
8 Cikahuripan 1 10 3 1
9 Sukajaya - 6 3 -
10 Jayagiri 2 12 14 1
11 Cibogo 1 7 8 -
12 Cikole - 11 7 4
13 Cikidang - - - -
14 Wangunharja - - - 1
15 Cibodas - 7 1 3
16 Suntenjaya - 3 - -
JUMLAH 7 81 120 14
Sumber: Kecamatan Lembang Dalam Angka 2018

Dapat dilihat pada Tabel 1. bahwa Kecamatan Lembang memiliki 14 tempat


wisata yang tersebar di beberapa Desa/Kelurahan. Kecamatan Lembang menjadi
salah satu kawasan yang paling banyak memiliki tempat wisata di Kabupaten
Bandung Barat. Hal ini menunjukkan bahwa di dukung dengan potensi alam yang
ada, Kecamatan Lembang memiliki daya tarik yang cukup tinggi bagi wisatawan,
sehingga pengembangan wisata di Lembang berkembang dengan pesat.
Objek wisata yang ada di Kecamatan Lembang sangat beragam, mulai dari
wisata alam, wisata budaya hingga wisata minat khusus. Salah satu Desa yang
ada di Lembang adalah Desa Cikole. Desa Cikole sendiri memiliki beberapa objek
wisata yang terkenal, antara lain Wisata Hutan Pinus, Taman Wisata Grafika
Cikole, Orchid Forest dan Kopi Luwak Cikole. Diantara objek wisata tersebut
terdapat salah satu agrowisata yang memanfaatkan kopi sebagai basis utama, yaitu
Kopi Luwak Cikole yang terletak di Kampung Babakan. Agrowisata ini dimiliki
oleh seorang dokter hewan asal kota Bandung yang meneliti hewan luwak atau
4

musang yang konon dapat menghasilkan kopi istimewa yang disebut dengan Kopi
Luwak yang berasal dari biji Kopi Arabika.

Tabel 2. Tipologi Desa Cikole


NO Sektor Keunggulan
1 Perladangan Tomat dan Brokoli
2 Perkebunan Kopi
3 Peternakan Sapi perah dan Kelinci
4 Industri Sayur mayur
5 Jasa dan Perdagangan Jalur wisata dan Jalan propinsi
Sumber: Profil Desa Cikole 2018

Berdasarkan Tabel 2. di atas terlihat bahwa pada sektor perkebunan di Desa


Cikole, kopi merupakan komoditas unggulan yang memiliki potensi untuk
dikembangkan. Agrowisata Kopi Luwak Cikole merupakan pilot model dari Kopi
Luwak yang ada di Indonesia karena mereka sangat memperhatikan kelangsungan
hidup dari hewan luwak agar tidak di eksploitasi, sehingga agrowisata ini pun
mendapat penghargaan sebagai agrowisata berbasis Animal Wellfare. Disamping
itu, Agrowisata Kopi Luwak Cikole menawarkan wisata edukasi dimana
pengunjung yang datang dapat berinteraksi secara langsung dengan hewan luwak
dan melihat proses pengolahan Kopi Luwak itu sendiri.
Kopi Arabika yang menjadi pakan utama hewan luwak di dapatkan dari
kebun kopi milik Perum Perhutani yang berada di Kecamatan Lembang. Dapat
dilihat di Tabel 3. bahwa luas komoditas kopi yang ditanam di lahan tersebut
mencapai 100 hektar dan merupakan jenis Kopi Arabika. Mereka
membudidayakan tanaman kopi tersebut dengan cara tumpang sari dengan pohon
pinus disekitarnya dalam sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
dan bekerja sama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa
Cikole.

Tabel 3. Data Luas Penggunaan Lahan Perum Perhutani Tahun 2018


NO Komoditas Luas (Ha)
1 Kopi 100
2 Cengkeh 60
3 Rumput 120
Sumber: Profil Desa Cikole 2018

Berdasarkan Peraturan Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten


Bandung Barat, salah satu Pendapatan Asli Desa Cikole berasal dari partisipasi
perusahaan atau pelaku usaha di wilayah Desa Cikole. Pelaku usaha yang
dimaksud adalah adanya keberhasilan pengolahan Kopi Arabika yang merupakan
bahan baku utama dalam pembuatan Kopi Luwak. Dokter hewan tersebut
membuka suatu usaha yang sifatnya memproduksi Kopi Luwak dengan
melibatkan masyarakat setempat baik sebagai pekerja maupun sebagai petani di
kebun Kopi Arabika. Selain dapat memberikan kontribusi terhadap penerimaan
Pendapatan Asli Desa, diharapkan Desa Cikole dapat menjadi Desa Wisata.
Namun seiring dengan adanya pembangunan pertanian di Desa, tentunya
dalam pengembangan Agrowisata tersebut diperlukan Peran Desa dimana Desa
5

merupakan lembaga tertinggi dalam hal ini Pemerintah Desa sebagai pelaksana.
Pada kenyataannya masih terdapat kendala yang dialami Pemerintah baik pada
tingkat daerah hingga tingkat Desa terhadap penerapan peran yang seharusnya
dilakukan Desa dalam pengembangan Agrowisata dan mewujudkan Desa Cikole
menjadi Desa Wisata. Belum adanya kebijakan yang dapat mengimplementasikan
antara Peran Desa dengan keberadaan Agrowisata sehingga perlu adanya
kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait agar kedepannya Desa Cikole dapat
menjadi Desa Wisata sekaligus menjadi icon dari Kopi Luwak khususnya di
Kecamatan Lembang.
Berdasarkan kondisi yang ada saat ini adanya beberapa kendala dan
permasalahan yang terjadi menyebabkan Peran Desa yang seharusnya dapat
dilakukan menjadi kurang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana Peran Desa dalam pengembangan agrowisata dan bagaimana
partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Desa Cikole menjadi Desa Wisata di
Kecamatan Lembang.

1.2 Perumusan Masalah


Peran Pemerintah Desa merupakan unsur terpenting dalam mewujudkan
pembangunan di Desa khususnya dalam pembangunan pertanian. Adanya UU No.
6 Tahun 2014 tentang desa yang menyebutkan bahwa “Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilyah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”
terlihat jelas dalam undang-undang tersebut bahwa saat ini desa di tuntut untuk
dapat mandiri dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki. Desa Cikole yang kini
tumbuh sebagai salah satu desa yang memiliki potensi wisata di Kecamatan
Lembang tentunya tidak dapat bergerak sendiri tanpa adanya peran desa dan juga
partisipasi masyarakat untuk mewujudkan Desa Cikole sebagai desa wisata.
Saat ini masih terdapat kendala dan permasalahan yang menyangkut Peran
Desa dalam pengembangan wisata khususnya agrowisata. Belum terdapat pula
regulasi/kebijakan yang memayungi keberadaan wisata dan agrowisata yang
berada di Desa Cikole, tentu saja hal ini menjadi sebuah perhatian penting
mengingat Desa merupakan bagian dari pemerintahan kabupaten/kota
sebagaimana tersurat pada pasal 200 ayat (1) yaitu “dalam pemerintahan daerah
kabupaten/kota dapat dibentuk pemerintahan desa”.
Berdasarkan pada uraian di atas, hal tersebut yang menjadi landasan utama
dalam penelitian ini. Penelitian ini di rasa perlu untuk dilakukan karena Peran
Desa memiliki andil besar dalam proses pembangunan desa khususnya dalam
pembangunan pertanian yang di implementasikan dalam bentuk agrowisata.
Diperlukan adanya kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait agar Peran Desa
dapat berjalan dengan optimal sebagaimana mestinya.

1.3 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah, pertanyaan umum dalam penelitian ini
adalah Bagaimana Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata dan Partisipasi
6

Masyarakat dalam mewujudkan Desa Cikole menjadi desa wisata di Kecamatan


Lembang

Berdasarkan pertanyaan umum di atas, maka pertanyaan khusus dalam


penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Dinamika Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata?
2. Bagaimana Dinamika Partisipasi Masyarakat dalam mewujudkan Desa
Cikole menjadi desa wisata di Kecamatan Lembang?

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bagaimana dinamika peran desa dalam pengembangan
agrowisata
2. Mengetahui bagaimana dinamika partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan Desa Cikole menjadi desa wisata di Kecamatan
Lembang.

1.5 Kegunaan Penelitian


1. Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan khususnya
mengenai Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata.
2. Pemerintah
Bahan masukan kepada Pemerintah Desa Cikole dalam meningkatkan
potensi wisata yang dimiliki khususnya agrowisata, serta bermanfaat sebagai
pedoman dalam mengevaluasi program untuk dapat meningkatkan kinerja di
kemudian hari.

1.6 Batasan Masalah


Terkait dengan Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata, penelitian ini
akan dilakukan di Desa Cikole Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.
Penelitian akan difokuskan pada bentuk peran desa yaitu bagaimana dinamika
peran desa dalam pengembangan agrowisata dan bagaimana pula dinamika
partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Desa Cikole sebagai desa wisata di
Kecamatan Lembang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN ALUR PEMIKIRAN

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1Pembangunan Desa
Pembangunan pedesaan secara tradisional berpusat pada eksploitasi sumber
daya alam seperti pertanian dan kehutanan, adanya perubahan jaringan produkksi
dan peningkatan urbanisasi telah mengubah karakter daerah pedesaan. Banyaknya
pariwisata dan tempat rekreasi menggantikan sumber daya dan pertanian sebagai
pendorong ekonomi yang dominan (Neil Ward dan David Brown, 2009). Dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 114 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pembangunan Desa, yang dimaksud Pembangunan Desa adalah proses
tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan unsur masyarakat secara partisipatif
guna pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya desa dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan desa. Kemudian pasal 115 PP 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan
perencanaan Pembangunan Desa menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam
menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa. Oleh
karena itu, pembangunan desa dapat memberikan keleluasaan kepada kepala
daerah dan pemangku kepentingan untuk mencapai visi dan misi Desa serta
menjalankan kebijakan pembangunan baik di tingkat pusat, provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Sejak di sahkan Undang-Undang No Tahun 2014 tentang Desa, Desa
memperoleh dua asas baru yang terdapat dalam asas pengaturan, yaitu asas
rekognisi dan asas subsidiritas. Asas rekognisi adalah pengakuan terhadap hak
asal usul dimana desa memiliki hak untuk memanfaatkan, mendukung dan
memperkuat usaha ekonomi desa yang sudah ada. Sedangkan asas subsidiaritas
adalah penetapan kewenangan berskala loka dan pengambilan keputusan secara
lokal untuk kepentingan masyarakat desa dengan kata lain, program-program
yang akan dibangun pada desa merupakan hasil dari musyawarah (konsensus)
antara pemerintah desa dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa) yang berdasar
kepada aspirasi masyarakat desa.
Pentingnya desa memiliki perencanaan pembangunan karena desa harus
mengatur dan mengurus desanya sesuai dengan kewenangan desa (self governing
community). Dengan adanya perencanaan desa diharapkan dapat memperkuat hak
dan kewenangan desa sekaligus mengoptimalkan sumber kekayaan desa sebagai
modal utama dalam pembangunan desa. Saat ini terdapat empat prioritas
pembangunan desa yang sedang di genjot oleh Kementrian Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, yaitu:

1. Pengembangan Produk Unggulan Desa


Kementrian Desa sangat mendukung upaya agar setiap desa bisa menemukan
potensi produk unggulannya. Produk tersebut harus dapat menjadi produk yang
berkualitas, tidak dimiliki oleh desa lain dan dapat diolah sedemikian rupa agar
dapat bersaing. Produk tersebut bisa saja berupa pariwisata atau sebuah desa yang
bertransformasi menjadi desa wisata karena keunggulan yang dimiliki.

7
8

Diharapkan pengembangan produk tersebut dapat menjadi pemicu kenaikan


pendapat warga desa sekaligus Pendapat Asli Daerah (PAD).

2. Pengembangan Akses Pasar (Market Linkage)

Desa yang memiliki keindahan alam yang layak dijual jadi obyek wisata
menjual potensinya dan menjelma menjadi desa wisata tentunya memerlukan
pasar untuk menarik minat konsumen. Pertimbangan pasar seperti selera
konsumen, segmentasi yang tepat, startegi promosi yang hebat, penguasaan akses
informasi dan jaringan melalui internet adalah beberapa hal yang harus didorong
dan dikuasai warga desa saat ini. Adanya BUMDes diharapkan dapat menjadi
lokomotif yang menggerakkan potensi tersebut sehingga mampu mensejahterakan
masyarakat.

3. Pembangunan Embung
Embung adalah penampung air yang dimaksudkan sebagai cara untuk
mendorong produktivitas pertanian karena sebagian besar desa di Indonesia hidup
dari pertanian. Maka dari itu embung akan sangat mendukung kenaikan hasil
panen karena dapat menyuplai air dan diharapkan akan membuat peningkatan
hasil panen yang berlipat.

4. Pembangunan Sarana Olah Raga Desa


Olah raga merupakan kegiatan yang sangat efektif untuk meningkatkan
mentalitas yang positif, olah raga juga dapat membangun kedekatan antarwarga
dan sarana bagi pembangunan masyarakat yang sehat karena kualitas kesehatan
masyarakat akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat.

2.1.2 Pemerintah Desa


Menurut Bintarto (1989) Desa adalah perwujudan atau kesatuan geografi,
sosial, ekonomi, politik serta kultural yang terdapat di suatu daerah dalam
hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Sedangkan
menurut Juliantara (dalam Yelly, 2005) Pengertian desa dari sudut pandang sosial
budaya dapat diartikan sebagai komunitas dalam kesatuan geografis tertentu dan
antar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif
homogen dan banyak bergantung secara langsung dengan alamMenurut Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa: Desa atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan menurut Juliantara, (2005:18) Pengertian desa dari sudut pandang
sosial budaya dapat diartikan sebagai komunitas dalam kesatuan geografis tertentu
dan antar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang
relatif homogen dan banyak bergantung secara langsung dengan alam. Oleh
karena itu, desa diasosiasikan sebagai masyarakat yang hidup secara sederhana
pada sektor agraris, mempunyai ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat,
bersahaja, serta tingkat pendidikan yang rendah. Berdasarkan Peraturan
9

Pemerintah No. 43 tahun 2014, Desa atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan berada di kabupaten kota. Dalam pasal 2 ayat (1) dikatakan bahwa desa
dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal usul desa dan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pada ayat (2) tertulis bahwa
pembentukan desa harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Jumlah
Penduduk. b. Luas Wilayah. c. Bagian Wilayah Kerja. d. Perangkat, dan. e.
Sarana dan Prasarana Pemerintahan. Dalam PP No. 43 Tahun 2014 pasal 14 dan
15 disebutkan bahwa Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Urusan pemerintahan yang
dimaksud adalah pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan
desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan,
pembentukan badan usaha milik desa, dan kerjasama antar desa. Urusan
pembangunan yang dimaksud adalah pemberdayaan masyarakat dalam
penyediaan sarana dan prasarana fasilitas umum desa, seperti jalan desa, jembatan
desa, pasar desa. Urusan kemasyarakatan ialah pembedayaan masyarakat melalui
pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan,
pendidikan, dan adat istiadat.

2.1.3 Pembangunan Pertanian


Pembangunan pertanian berperan strategis dalam perekonomian nasional.
Peran strategis tersebut ditunjukkan oleh perannya dalam pembentukan kapital,
penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, penyerap
tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber pendapatan, serta pelestarian
lingkungan melalui praktek usaha tani yang ramah lingkungan. Pembangunan
pertanian di Indonesia diarahkan menuju pembangunan pertanian berkelanjutan
(sustainable agriculture) sebagai bagian dari implementasi pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan pertanian (termasuk
pembangunan perdesaan) yang berkelanjutan merupakan isu penting strategis
yang menjadi perhatian disemua negara saat ini. Selain sudah menjadi tujuan,
pembangunan pertanian juga sudah menjadi sebuah paradigma.
Dewasa ini, dan terlebih lagi di masa yang akan datang, orientasi sektor
pertanian telah berubah kepada orientasi pasar. Dengan berlangsungnya
perubahan preferensi konsumen yang makin menuntut atribut produk yang lebih
rinci dan lengkap serta adanya preferensi konsumen akan produk olahan, maka
motor penggerak sektor pertanian harus berubah dari usahatani tradisional menuju
pertanian yang modern. Dalam hal ini, untuk mengembangkan sektor pertanian
yang moderen dan berdaya saing, agroindustri harus menjadi lokomotif dan
sekaligus penentu kegiatan sub-sektor usahatani dan selanjutnya akan menentukan
sub-sektor agribisnis hulu. Memang diakui bahwa tidak mudah membangun
sektor pertanian di Indonesia, mengingat petani yang jumlahnya jutaan dengan
luas lahan yang relatif sempit. Bahkan ada lokasi lahan pertanian yang terpencar-
pencar sehingga menyulitkan konsolidasi dan pembinaan, sarana dan prasarana
yang tersedia tidak dimanfaatkan secara baik, sarana transportasi, terutama di luar
Jawa, yang kurang mendukung menyebabkan biaya produksi menjadi mahal, dan
10

masih banyak contoh yang lain. Disamping itu pertanian juga tidak terlepas dari
decreasing returns in production karena dibatasi oleh ketersediaan lahan.
Pemerintah memang telah bekerja keras untuk membangun sektor pertanian.
Berbagai pendekatan pembangunan sektor pertanian telah dicoba seperti
pembangunan pertanian terpadu, pembangunan pertanian berwawasan
lingkungan, dan pembangunan pertanian berwawasan agroindustri. Kalau
diperhatikan secara baik maka upaya pendekatan pembangunan pertanian pada
dasarnya berupaya untuk:

1. Tetap menjaga dan memperhatikan prinsip keunggulan komparatif


sehingga produk pertanian mampu berkompetisi.

2. Terus meningkatkan keterampilan petani (masyarakat tani) sehingga


mampu meningkatkan produktivitas pertanian.

3. Terus mengupayakan sarana produksi yang mencukupi setiap saat


diperlukan dengan tingkat harga yang terjangkau.

4. Menyediakan dan meningkatkan fasilitas kredit bagi petani guna proses


produksinya.

5. Penyediaan infrastruktur dan institusi/kelembagaan yang dapat


meningkatkan nilai tambah hasil produksi pertanian

Dengan menempatkan pembangunan pertanian sebagai penggerak utama


pembangunan ekonomi nasional (agricultural-led development) maka persoalan
ekonomi Indonesia saat ini seperti pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan
kerja dan berusaha, peningkatan devisa, pemerataan, percepatan pembangunan
ekonomi daerah, membangun ketahanan pangan dan pelestarian lingkungan
hidup, akan dapat dipecahkan sekaligus dan berkelanjutan. Kedepan
pembangunan pertanian tidak cukup hanya melalui dorongan pemerintah dalam
upaya peningkatan produksi, pembukaan lahan pertanian, tetapi lebih kearah
pembangunan yang hasilnya tidak dapat dirasakan pada waktu singkat yaitu
perubahan perilaku (baca: sikap mental dan budaya masyarakat pertanian) dalam
berusahatani. Menurut buku Rekonstruksi dan Restrukturiasasi Pertanian (2004)
bahwa dalam rangka membangun pertanian dalam arti seluas-luasnya sebagai
alternatif solusi masa depan Indonesia maka perlu dicermati, dipahami dan
ditindaklanjuti terhadap beberapa hal berikut:

1. Kekuatan itu terletak dalam diri kita. Dalam era global, saling ketergantungan
hanya dapat terwujud apabila didahului oleh kemandirian, tanpa kemandirian
yang terjadi adalah ketergantungan.

2. Potensi besar hasil investasi petani. Petani dengan berbagai jenis tanaman
dengan luasan jutaan hektar berada pada barisan terdepan sebagai investor utama
negeri Indonesia. Kalau pertanian tidak berkembang, penyebabnya bukan
11

kesalahan petani, tetapi kekeliruan dari pengambil kebijakan dan pelaku ekonomi
lainnya yang tak dapat mensyukuri, memberdayakan dan melanjutkan hasil petani
tersebut. Kekuatan besar pertanian dewasa ini tersumbat atau mencari jalan
sendiri-sendiri dalam kosmologinya.

3. Membalik arus dan gelombang sejarah. Adanya kesenjangan yang makin lebar
antara pendapatan per kapita negara-negara berkembang yang pada umumnya
berada pada daerah tropika dengan negara maju yang pada umumnya berada di
daerah dengan iklim temperate. Barang yang kita hasilkan langsung masuk ke
“lautan pasar” tanpa kita olah dulu. Yang mengolah adalah pihak lain yang
menguasai “bendungan-bendungan” berupa storage dan industri pengolahannya.
Akibatnya flow yang lebih besar dan bernilai tinggi ada disana, di negara yang
sudah maju. Arus ini harus dibalik, sehingga kita tidak hanya menghasilkan
barang mentah berdasarkan comparative advantage tapi kita juga mampu
meningkatkan keunggulan daya saing berdasarkan keunikan tanaman yang hanya
dapat tumbuh di daerah tropis. Pada akhirnya sejarah nantinya yang menjawab
apakah negara agraris mampu membalik sejarah.

4. Menggeser trend harga riil menurun menjadi sejajar. Dalam perjalanannya


makin tampak bahwa organisasi perdagangan internasional seperti WTO tidak
sepenuhnya dapat menjadi harapan bagi negara-negara berkembang untuk dapat
menyelesaikan dan hidup dalam perdangangan global. Perdagangan kedepan
harus mampu menggeser kurva harga-harga komoditas primer pertanian yang
terus menurun, menjadi sejajar dengan produk olahannya.

5. Kekuatan bargaining petani sebagi instrumen menggeser kurva. Tidak ada cara
lain untuk mengatasi over supply dan struktur pasar monopoli saat petani menjual
produknya kecuali dengan membangun kelembagaan (a set of working rules of
going concern) yang dapat meningkatkan bargaining bagi petani. Institusi petani
yang kuat, besarnya perhatian serta dukungan pemerintah terhadap petani dan
pertanian akan memberikan kekuatan bargaining petani.

6. Reinvestasi, Rekapitalisasi Social Capital dan sumber pertumbuhan mendatang.


Diperlukan reinvestasi baru terhadap investasi yang telah ditanamkan oleh
pertanian, sekaligus melakukan rekapitalisasi social capital, mengingat kedua hal
dimaksud merupakan syarat untuk membangun sumber-sumber pertumbuhan dan
kesejahteraan di masa mendatang. Kiranya masih relevan apa yang disarankan
oleh A.T. Mosher pada tahun 1960-an yang mengingatkan tentang perlunya
penguasaan teknologi baru (Mosher, dalam Adita 2014). Pembangunan pertanian
tidak bisa lepas dari penggunaan teknologi baru mengingat dinamika perubahan
preferensi konsumen akan produk pertanian yang cepat berubah. A.T. Mosher
mengingatkan untuk memperhatikan lima syarat pokok yang perlu dipenuhi,
yaitu:
• Adanya pasar produk pertanian
• Adanya teknologi yang selalu berubah yang dikuasai petani
• Adanya atau tersedia sarana produksi secara lokal
• Adanya insentif produksi bagi petani
12

2.1.4 Pengembangan Pariwisata


Pengembangan pariwisata merupakan suatu proses yang berkesinambungan
untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus antara sisi supply
dan demand kepariwisataan yang tersedia untuk mencapai misi yang telah
ditentukan. Sedangkan pengembangan potensi pariwisata mengandung makna
upaya untuk lebih meningkatkan sumber daya yang dimiliki oleh suatu objek
wisata dengan cara melakukkan pembangunan unsur-unsur fisik maupun nonfisik
dari sistem pariwisata sehingga meningkatkan produktivitas.
Potensi wisata menurut Mariotti (dalam Yoeti, 1996) adalah segala sesuatu
yang terdapat di daerah tujuan wisata, dan merupakan daya tarik agar orang-orang
mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Pengembangan kawasan wisata
merupakan alternatif yang diharapkan mampu mendorong baik potensi ekonomi
maupun upaya pelestarian. Pengembangan kawasan wisata dilakukan dengan
menata kembali berbagai potensi dan kekayaan alam dan hayati secara terpadu.
Pada tahap berikutnya dikembangkan model pengelolaan kawasan wisata
yang berorientasi pelestarian lingkungan (Ramly, 2007). Disamping itu untuk
dapat melakukan pengembangan perlu memperhatikan berbagai aspek, suatu
objek wisata yang akan dikembangkan harus memperhatikan syarat-syarat
pengembangan daerah menjadi objek wisata yang dapat diandalkan, yaitu :

1. Seleksi terhadap potensi, hal ini dilakukan untuk memilih dan menentukan
potensi objek wisata yang memungkinkan untuk dikembangkan sesuai
dengan dana yang ada.

2. Evaluasi letak potensi terhadap wilayah, pekerjaan ini mempunyai latar


belakang pemikiran tentang ada atau tidaknya pertentangan atau
kesalahpahaman antar wilayah administrasi yang terkait.

3. Pengukuran jarak antar potensi, pekerjaan ini untuk mendapatkan


informasi tentang jarak antar potensi, sehingga perlu adanya peta agihan
potensi objek wisata.

Menurut Gamal Suwantoro menjelaskan bahwa “strategi pengembangan


pariwisata bertujuan untuk mengembangkan produk dan pelayanan yang
berkualitas, seimbang dan bertahap”(1997:55). Dalam melakukan sebuah
pengembangan pariwisata daerah, peran serta pemerintah kota sangat mutlak
dibutuhkan. Dengan tujuan, pengembangan pariwisata tersebut mengarah pada
pembangunan daerah. Seperti yang dikemukakan Gamal Suwantoro (1997:56)
mengenai “Sapta Kebijaksanaan Pengembangan Pariwisata” yang meliputi:
a. Promosi
b. Aksesibilitas
c. Kawasan Pariwisata
d. Wisata Bahari
e. Produk Wisata
f. Sumber Daya Manusia
g. Kampanye Nasional Sadar Wisata
13

Berdasarkan teori kebijakan menurut Gamal Suwantoro (1997: 57) mengenai


pola kebijakan pengembangan obyek wisata, yaitu prioritas pengembangan wisata
yang terdiri dari:
1. Rencana Pengembangan
Mengacu pada konsep perencanaan pengembangan desa wisata dari
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, maka pola pengembangan desa wisata
diharapkan memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya masyarakat.


Suatu desa yang tata cara dan adat istiadatnya masih mendominasi pola
kehidupan masyarakatnya, dalam pengembangannya sebagai atraksi wisata
harus disesuaikan dengan tata cara yang berlaku di desanya.

b. Pembangunan fisik untuk meningkatkan kualitas lingkungan desa


Pengembangan pariwisata di suatu desa pada hakekatnya tidak merubah apa
yang sudah ada di desa tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah apa yang
ada di desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga menarik
untuk dijadikan atraksi wisata. Pembangunan fisik yang dilakukan dalam
rangka pengembangan desa seperti penambahan sarana jalan setapak,
penyediaan MCK, penyediaan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi
lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang ada sehingga
desa tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati wisatawan.

c. Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian


Arsitektur bangunan, pola lenskap serta material yang digunakan dalam
pembangunan haruslah menonjolkan ciri khas desa, mencerminkan kelokalan
dan keaslian wilayah setempat.

d. Memberdayakan masyarakat desa wisata


Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah keterlibatan
masyarakat desa dalam setiap aspek wisata yang ada di desa tersebut.
Pengembangan desa wisata sebagai perwujudan dari konsep Pariwisata Inti
Rakyat mengandung arti bahwa masyarakat desa memperoleh manfaat
sebesar-besarnya dalam pengembangan pariwisata. Masyarakat terlibat
langsung dalam kegiatan pariwisata dalam bentuk pemberian jasa dan
pelayanan yang hasilnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat diluar
aktifitas mereka sehari-hari.

e. Memperhatikan daya dukung dan berwawasan lingkungan


Prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan harus mendasari pengembangan
desa wisata. Pengembangan yang melampaui daya dukung akan menimbulkan
dampak yang besar tidak hanya pada lingkungan alam tetapi juga pada
kehidupan sosial budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi
daya tarik desa tersebut. Beberapa bentuk keterlibatan masyarakat tersebut
adalah penyediaan fasilitas akomodasi berupa rumah-rumah penduduk (home
stay), penyediaan kebutuhan konsumsi wisatawan, pemandu wisata,
penyediaan transportasi lokal, pertunjukan kesenian, dan lain-lain.
14

f. Pembangunan Sarana dan Prasarana


Rencana pengembangan tidak terlepas dari pentingnya kedudukan sarana
dan prasarana, karena dengan adanya sarana dan prasarana yang lengkap akan
lebih mempercepat kemajuan sebuah objek wisata. Perlunya peningkatan
sarana dan prasarana tentunya memerlukan cara-cara untuk membangun
sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh pengunjung.

g. Sistem Promosi
a. Pemasangan Iklan melalui Media Cetak
b. Pemasangan Iklan melalui Media Elektronik

2.1.5 Pengembangan Kawasan Agrowisata


Pengembangan kawasan agrowisata merupakan pengelolaan ruang yang
meliputi pengaturan, evaluasi, penertiban maupun peninjauan kembali
pemanfaatan ruang sebagai kawasan agrowisata, baik dari sisi ekologi, ekonomi
maupun sosial budaya. Penataan kawasan agrowisata juga dapat mencakup
pemanfaatan kawasan lain seperti kawasan pemukiman dan kawasan industri.
Adapun dalam pengembangannya kawasan agrowisata harus memenuhi beberapa
prasyarat dasar, antara lain:

1. Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk


mengembangkan komoditi yang akan dijadikan komoditi unggulan

2. Memiliki prasarana dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung


pengembangan sistem dan usaha agrowisata

3. Memiliki sumberdaya manusia yang berkemauan dan berpotensi untuk


mengembangkan kawasan agrowisata

4. Pengembangan agrowisata mampu mendukung upaya-upaya konservasi


alam dan kelestarian lingkungan hidup bagi kelestarian sumberdaya alam,
kelestarian sosial budaya hingga ekosistem keseluruhan

Dalam pengembangannya pula terdapat perencanaan kawasan agrowisata yang


harus memenuhi prinsip-prinsip tertentu, yaitu:

1. Pengembangan kawasan agrowisata harus mempertimbangkan penataan


dan pengelolaan wilayah dan tata ruang yang berkelanjutan, baik dari sisi
ekonomi, ekologi dan sosial budaya setempat

2. Pengembangan fasilitas dan layanan wisata yang mampu memberikan


kenyamanan pengunjung sekaligus memberikan keuntungan bagi
masyarakat setempat

3. Pengembangan kawasan agrowisata harus mampu melindungi sumber


daya dan kekayaan alam, nilai-nilai budaya dan sejarah setempat
15

4. Diperlukan kajian mendalam dan melibatkan pihak-pihak terkait baik dari


unsur masyarakat, swasta maupun pemerintah

Syamsu (2001) dalam I Gusti Bagus Rai Utama (2005) mengidentifikasi


faktor-faktor keberhasilan dalam pengembangan kawasan agrowisata, antara lain:

1. Kelangkaan
Wisatawan yang melakukan wisata di suatu kawasan agrowisata
mengharapkan suguhan hamparan perkebunan atau taman yang
mengandung unsur kelangkaan karena tanaman tersebut jarang ditemui
atau merupakan ciri khas dari tempat wisata berasal

2. Kealamiahan
Kealamiahan kawasan agrowisata sangat menentukan keberlanjutan
agrowisata yang dikembangkan karena obyek wisata yang tercemar atau
memiliki kepalsuan akan membuat wisatawan merasa kecewa dan tidak
akan berkunjung kembali

3. Keunikan
Keunikan dalam hal ini adalah sesuatu yang benar-benar berbeda dengan
obyek wisata yang ada. Keunikan dapat berupa budaya, tradisi, dan
teknologi

4. Pelibatan Tenaga Kerja


Pengembangan agrowisata diharapkan dapat melibatkan tenaga kerja
setempat, setidaknya meminimalkan tergurusurnya masyarakat lokal
akibat pengembangan agrowisata

5. Optimalisasi Penggunaan Lahan


Agrowisata akan berfungsi dengan baik bila lahan-lahan pertanian atau
perkebunan dimanfaatkan secara optimal. Apabila pengembangan
agrowisata berdampak positif terhadap pengelolaan lahan, maka
eksploitasi akan dapat dihindari

6. Keadilan dan Pertimbangan Pemerataan


Pengembangan kawasan agrowisata diharapkan dapat menggerakkan
perekonomian masyarakat petani/desa, penanaman modal/investor dan
regulator dengan melakukan koordinasi secara detail

7. Penataan Kawasan
Agrowisata pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan yang
mengintegrasikan sistem pertanian dan sistem pariwisata sehingga
diperlukan penataan obyek wisata yang menarik

2.1.6 Peran Desa


Desa dipimpin oleh seperangkat pejabat desa yang disebut sebagai
pemerintah desa. Pemerintah Desa adalah mereka yang bertugas untuk mengatur
dan melaksanakan pemerintahan di tingkat desa yang dikepalai oleh Kepala Desa
16

dan dibantu oleh Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
Sedangkan, Pemerintahan Desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat atau desa. Pemerintahan ini
dilaksanakan berdasarkan atas dua faktor yakni dari faktor asal-usul dan adat
istiadat setempat yang mana keduanya diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, dalam hal ini perangkat
desa yang bertugas dalam pemerintahan desa dianggap sah di mata hukum.
Pemerintah Desa sebagai administrator di bidang pembangunan dan
kemasyarakatan memiliki peran yang sangat penting terutama dalam hal
pelaksanaan kebijakan.
Dalam pelaksanaan kebijakan, kepala desa harus benar-benar dapat
mensosialisasikan kepada setiap anggota masyarakat agar nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap kebijakan yang dilaksanakan terebut dapat terealisasi
dengan sebaik-baiknya, sehingga kebijakan tersebut yang sudah dilaksanakan di
satu pihak tidak merugikan ataupun menghambat program pemerintah dan dilain
pihak juga masyarakat merasa aspirasi mereka didengar dan sekaligus
dilaksanakan serta tidak merasa dirugikan oleh pemerintah setempat. Jadi dalam
hal ini kedua belah pihak tidak merasa saling dirugikan, baik dalam persoalan
waktu maupun pikiran. Mengingat pula keinginan untuk menciptakan koordinasi
yang sempurna antara pemerintah desa dengan masyarakat, maka dapat dikatakan
salah satu kunci keberhasilan pemerintah adalah dengan adanya kewibawaan dan
gaya kepeloporan yang tinggi untuk diperlihatkan kepada masyarakat yang
tercermin dalam diri seorang pemimpin, sehingga mampu menumbuhkan
partisipasi aktif tanpa ada paksaan dari siapapun karena merasa tergugah dengan
adanya semangat kerja sama.

2.1.7 Partisipasi
Pengertian yang sederhana tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli
Djalal dan Dedi Supriadi (2001: 201-202), dimana partisipasi dapat juga berarti
bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat
dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan
jasa. Partisipasi juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri,
mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.
Menurut Soegarda Poerbakawatja partisipasi adalah suatu gejala demokrasi
dimana orang diikutsertakan di dalam perencanaan serta pelaksanaan dari segala
sesuatu yang berpusat pada kepentingan dan juga ikut memikul tanggung jawab
sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya (Soegarda
Poerbakawatja, 1981:251).
Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan partisipasi adalah suatu wujud
dari peran serta masyarakat dalam aktivitas berupa perencanaan dan pelaksanaan
untuk mencapai tujuan pembangunan masyarakat. Wujud dari partisipasi dapat
berupa saran, jasa, ataupun dalam bentuk materi baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam suasana demokratis.
Ada beberapa macam partisipasi yang dikemukakan oleh ahli. Menurut
Sundariningrum (dalam Sugiyah, 2010) mengklasifikasikan partisipasi menjadi
dua berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu:
17

a. Partisipasi langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu
dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat
mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan
terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.

b. Partisipasi tidak langsung


Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak
partisipasinya pada orang lain. Lebih rinci Cohen dan Uphoff ( dalam Siti Irene
A.D., 2011:61) membedakan partisipasi menjadi empat jenis yaitu pertama,
partisipasi dalam pengambilan keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan.
Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Dan keempat, partisipasi dalam
evaluasi.
Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini
terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat yang berkaitan
dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Dalam
partisipasi ini masyarakat menuntut untuk ikut menentukan arah dan orientasi
pembangunan. Wujud dari partisipasi ini antara lain seperti kehadiran rapat,
diskusi, sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan terhadap program yang
ditawarkan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan suatu program meliputi:
menggerakkan sumber daya, dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan
penjabaran program. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi
ini tidak lepas dari hasil pelaksanaan program yang telah dicapai baik yang
berkaitan dengan kuantitas maupun kualitas. Dari segi kualitas, dapat dilihat dari
peningkatan output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat seberapa besar
prosentase keberhasilan program. Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi
masyarakat dalam evaluasi ini berkaitan dengan masalah pelaksanaan program
secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian
program yang telah direncanakan sebelumnya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan macam partisipasi, yaitu:
a. Partisipasi dalam proses perencanaan/ pembuatan keputusan.
(participation in decision making).
b. Partisipasi dalam pelaksanaan (participation in implementing).
c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil
d. Partisipasi dalam evaluasi (participation in benefits).
Partisipasi dapat dibagi dalam berbagai bentuk. Partisipasi menurut
Effendi terbagi atas partisipasi vertikal dan partisipasi horizontal. Disebut
partisipasi vertikal karena terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat
terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan
di mana masyarakat berada sebagai status bawahan, pengikut atau klien. Adapun
dalam partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap
anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang
lainnya. Partisipasi semacam ini merupakan tanda permulaan tumbuhnya
masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.
Menurut Kokon Subrata, bentuk partisipasi terdiri dari beberapa hal yaitu:
a. Turut serta memberikan sumbangan finansial.
b. Turut serta memberikan sumbangan kekuatan fisik.
c. Turut serta memberikan sumbangan material.
18

d. Turut serta memberikan sumbangan moril (dukungan, saran, anjuran, nasehat,


petuah, amanat, dan lain sebagainya)

2.2 Alur Pemikiran


Alur pemikiran ini dibuat untuk mempermudah proses penelitian karena
mencakup tujuan dari penelitian itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui bagaimana dinamika peran desa dalam pengembangan
agrowisata dan bagaimana dinamika partisipasi masyarakat dalam mewujudkan
Desa Cikole menjadi desa wisata di Kecamatan Lembang. Mengingat bahwa
dengan adanya peran desa dan masyarakat di harapkan pengembangan agrowisata
dapat di dukung sepenuhnya oleh pemerintah desa dan dapat sesuai dengan
pembangunan desa itu sendiri.

Gambar 1. Alur Pemikiran Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata


19

2.3 Penelitian Terdahulu


Tabel 4. Penelitian Terdahulu

NO Nama Peneliti Judul Penelitian Permasalahan Hasil Persamaan Perbedaan


yang diambil
1 Indra Agustina Pelibatan Desa Mengetahui sejauh Pelibatan 1. Menggunakan 1.Tempat
(2017) Dalam mana pelibatan Pemerintah Desa metode kualitatif penelitian
Pengembangan Pemerintah Desa Cikandang sejauh deskriptif
Pertanian (Studi Cikandang dalam ini terlibat dalam 2. Menggunakan
Kasus Kantor mengembangkan setiap kegiatan alat analisis Miles
Pemerintahan Desa potensi bidang pembangunan dan Hubermen
Di Desa Cikandang pertanian untuk pertanian dengan 3. Objek penelitian
Kecamatan Cikajang peningkatan berperan sebagai di desa
Kabupaten Garut ) kesejahteraan fasilitator dan
masyarakat dan pendukung dalam
mengetahui tingkat kegiatan
partisipasi pengembangan
masyarakat/petani pertanian.
dalam
melaksanakan
kebijakan
pemerintah desa
dalam
mengembangkan
bidang pertanian di
Desa Cikandang.
2 Chania Dampak Ekowisata Bagaimana Eko-agrowisata 1. Menggunakan 1. Tempat
Alfatianda dan Agrowisata keragaan eko- Desa Cibuntu metode kualitatif penelitian
20

(2017) (Eko-Agrowisata) agrowisata dan memberikan 2. Menggunakan


Terhadap Sosial bagaimana dampak posisitf teknik wawancara
Ekonomi Masyarakat partisipasi bagi masyarakat mendalam
di Desa Cibuntu masyarakat dan serta dampak
(Studi Kasus di Desa lembaga lainnya terhadap ekonomi
Cibuntu, Kecamatan dalam pengelolaan terdapat pada
Pasawahan, eko-agrowisata peningkatan
Kabupaten pendapatan
Kuningan, Jawa masyarakat
Barat)
3 Arifa Peran Pemerintah 1).Mengetahui Peran 1).Partisipasi 1. Menggunakan metode 1.Tempat
Mahmudin Desa Dalam Pemerintah Desa masyarakat Desa kualitatif deskriptif penelitian
(2017) Meningkatkan dalam Tambang pada 2. Objek penelitian di
Partisipasi Meningkatkan setiap kegiatan desa
Masyarakat Pada Partisipasi pembangunan yang
Pembangunan Desa Masyarakat Desa dilakukan
Di Desa Tambang Tambang pemerintahan Desa
Kecamatan Pudak Kecamatan sudah bagus karena
Kabupaten Ponorogo Pudak Kabupaten partisipasi
Ponorogo, 2). masyarakat secara
Mengetahui Peran
maksimal dapat
Pemerintah Desa
menentukan
Dalam
keberhasilan
Pembangunan Desa
Tambang program
Kecamatan Pudak pembangunan yang
Kabupaten dilaksanakan oleh
Ponorogo. pemerintah Desa 2).
Peran pemerintah
21

Desa Tambang pada


program
pembangunan
Desa yang
menggunakan
Alokasi Dana Desa
dan APBDES sudah
bagus.
Pemerintah Desa
Tambang sudah
berperan secara
maksimal dengan
mengadakan
sosialisasi tentang
pembangunan di
Dusun maupun
Desa.
4 Fitri Fauziyah Strategi Mengidentifikasi Faktor internal 1. Objek penelitian di 1. Menggunakan
(2016) Pengembangan faktor internal dan terdiri dari dua agrowisata metode deskriptif
Agrowisata faktor eksternal dimensi yaitu analisis
Kampung Coklat di agrowisata kekuatan finansial 2. Tempat
Kabupaten Blitar Kampung Coklat di (FS) meliputi modal penelitian
Kabupaten Blitar, kerja dan laba serta
merumuskan keunggulan
alternatif strategi kompetitif (CA)
pengembangan dan meliputi tata kelola
menentukan perusahaan
prioritas strategi (organisasi),
pengembangan pemasaran, dan
22

agrowisata kepuasan
Kampung Coklat di konsumen. Faktor
Kabupaten Blitar. eksternal terdiri dari
dua dimensi yaitu
stabilitas
lingkungan (ES)
meliputi perubahan
teknologi, tekanan
kompetitif, resiko
bisnis, dan peran
pemerintah serta
kekuatan industri
(IS) meliputi
potensi laba dan
utilisasi sumber
daya.
5 Wayati Peranan Mengetahui Tingkat partisipasi 1. Objek penelitian di 1. Menggunakan
(2016) Pemerintah Desa bagaimana tingkat masyarakat secara desa metode kuantitatif
Dalam partisipasi umum total nilai 2.Tempat
Meningkatkan masyarakat dan yang diperoleh dari penelitian
Partisipasi peranan pemerintah tanggapan
Masyarakat Di Desa desa dalam responden untuk
Tampo Kecamatan meningkatkan tingkat partisipasi
Napabalano partisipasi masyarakat
Kabupaten Muna masyarakat di Desa diantaranya skor
Tampo. rata-rata yang
tinggi. Sedangkan
peranan pemerintah
23

desa dalam
meningkatkan
partisipasi
masyarakat meliputi
pembinaan terhadap
masyarakat,
pelayanan terhadap
masyarakat, dan
pengembangan
terhadap
masyarakat sudah
berjalan dengan
baik
6 Lany Strategi Mengetahui Desa Cilembu 1.Menggunakan metode 1.Tempat
Nurhayati Pengembangan Desa potensi-potensi memiliki potensi- kualitatif penelitian
(2013) Cilembu Sebagai yang dapat potensi yang cukup 2. Objek penelitian di 2. Menggunakan
Kawasan Agrowisata dikembangkan di untuk dijadikan desa alat analisis
Dalam Upaya Desa Cilembu dan sebagai desa SWOT
Mengangkat Potensi cocok atau tidaknya agrowisata
Masyarakat Pedesaan Desa Cilembu
Di Kabupaten dijadikan sebagai
Sumedang kawasan agrowisata
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain dan Pendekatan Masalah


Penelitian ini menggunakan desain kualitatif yang menekankan pada kualitas
atau hal terpenting dari suatu barang/jasa. Suatu barang atau jasa dapat berupa
kejadian/fenomena/gejala sosial yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi
suatu pengembangan konsep teori. Denzin dan Lincoln (dalam Moleong, 2007)
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar alamiah
dengan maksud fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada. Cresswell (1998) penelitian kualitatif adalah suatu
proses inquiry tentang pemahaman berdasar pada tradisi-tradisi metodologis
dengan mengeksplor sosial dan permasalahan manusia. Peneliti membangun suatu
kompleks, gambaran holistik, meneliti kata-kata, laporan-laporan terperinci,
pandangan-pandangan dari penutur asli dan melakukan studi di suatu keadaan
yang alami. Dengan demikian, penelitian kualitatif tidak hanya sebagai upaya
mendeskripsikan data tetapi desekripsi tersebut hasil dari pengumpulan data yang
sohih yang dipersyaratkan dengan wawancara mendalan, observasi partisipasi,
studi dokumen dan melakukan triangulasi.
Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus yaitu untuk meneliti dan
menggambarkan suatu kasus dan fenomena-fenomena yang terjadi pada tempat
dan waktu tertentu. Creswell (1998) mengatakan bahwa studi kasus merupakan
strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu
program, peristiwa, aktivitas, proses atau sekelompok individu. Lebih lanjut
Creswell mengemukakan beberapa “tantangan” dalam perkembangan studi kasus
kualitatif sebagai berikut :
a) Peneliti hendaknya dapat mengidentifikasi kasusnya dengan baik
b) Peneliti hendaknya mempertimbangkan apakah akan mempelajari sebuah
kasus tunggal atau multikasus
c) Dalam memilih suatu kasus diperlukan dasar pemikiran dari peneliti untuk
melakukan strategi sampling yang baik sehingga dapat pula
mengumpulkan informasi tentang kasus dengan baik pula
d) Memiliki banyak informasi untuk menggambarkan secara mendalam suatu
kasus tertentu. Dalam merancang sebuah studi kasus, peneliti dapat
mengembangkan sebuah matriks pengumpulan data dengan berbagai
informasi yang dikumpulkan mengenai suatu kasus Memutuskan
“batasan” sebuah kasus. Batasan-batasan tersebut dapat dilihat dari aspek
waktu, peristiwa dan proses
Oleh karena itu pendekatan studi kasus disini digunakan untuk
menggambarkan dan menjelaskan bagaimana Pemerintah Desa dan juga
partisipasi masyarakat dalam pengembangan agrowisata Kopi Luwak Cikol

24
25

3.2 Definisi Istilah


1. Desa
Kata desa berasal dari bahasa Sansekerta yakni “dhesi” yang berarti tempat
lahir. Menurut Sutardjo Kartodikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum di
mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan
pemerintahan sendiri. Sedangkan menurut Saniyanti Nurmuharimah, desa
merupakan wilayah yang dihuni oleh masyarakat yang memiliki sistem
pemerintahan sendiri. Selanjutnya Paul H. Landis memberikan definisi desa lebih
lengkap dengan ciri-ciri yang melekat pada masyarakat, yaitu:
a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antar ribuan jiwa
b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuan terhadap kebiasaan
c. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi alam sekitar seperti iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan
Definisi menurut Paul lebih menggaris bawahi pada jumlah penduduk secara
mendetail dengan batasan ribuan jiwa, sedangkan di poin nomor dua Paul
memberikan penegasan tentang kebiasaan yang sama dalam suatu wilayah desa.
Dan untuk melengkapi, Paul memberikan ciri pada nomor tiga yang mengarah
pada faktor geografis desa.
Definisi desa juga diperkuat oleh hukum melalui Undang-Undang No. 5
Tahun 1979 yang menjelaskan bahwa desa adalah suatu wilayah yang ditempati
oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya
kesatuan masyarakat dan hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Definsi desa menurut undang-undang ditambahkan pada Undang-Undang No.
22 Tahun 1999. Dalam UU tersebut, kembali dijelaskan bahwa desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di
daerah Kabupaten. Dapat dibandingkan antara kedua undang-undang tersebut
dimana Undang-Undang No. 5 memberikan batasan bahwa desa ada dibawah
camat, sedangkan untuk Undang-Undang No. 22 memberikan tambahan bahwa
desa juga berada di bawah kewenangan kabupaten.

2. Pemerintah Desa
Pemerintah Desa adalah mereka yang bertugas untuk mengatur dan
melaksanakan pemerintahan di tingkat desa yang dikepalai oleh Kepala Desa dan
dibantu oleh Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
Pemerintah desa merunut pada pelaksana atau orang yang bertugas melaksanakan
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan
pemerintahan desa didasarkan atas asas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan
pemerintahan, tertib kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas,
profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, kearifan lokal,
keberagaman serta partisipatif
26

3. Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi
tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah antara
individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut

4. Pengembangan Pertanian
Suatu proses yang bertujuan untuk memberikan nilai tambah produksi
pertanian sekaligus meningkatkan pendapatan dan produktivitas usaha tiap-tiap
petani dengan cara menambahkan modal dan keahlian dalam mengelola
usahataninya, serta dapat mengembangkan potensi ekonomi lokal dan
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan dengan
mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan, guna
mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa khususnya petani.

5. Agrowisata
Agrowisata merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris Agrotourism.
Agro berarti pertanian dan tourism pariwisata/kepariwisataan. Agrowisata adalah
berwisata ke daerah pertanian. Pertanian dalam arti luas mencakup pertanian
rakyat, perkebunan, peternakan, dan perikanan (Alikodra dalam Siladana, 2009).
Menurut Tirtawinata dan Fachruddin dalam Malik (2010), agrowisata telah diberi
batasan sebagai wisata yang memanfaatkan obyek-obyek pertanian. Aktivitas
agrowisata ini meliputi persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan,
pengolahan hasil panen sampai dengan bentuk siap dipasarkan dan wisatawan
dapat membeli produk pertanian tersebut sebagai oleh-oleh. Agrowisata juga
merupakan kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek
wisatanya. Tujuannya adalah memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi, dan
hubungan usaha di bidang pertanian.
Agrowisata dapat dikelompokkan ke dalam wisata ekologi (eco-tourism),
yaitu kegiatan perjalanan wisata dengan tidak merusak atau mencemari alam
dengan tujuan untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam, hewan atau
tumbuhan liar di lingkungan alaminya serta sebagai sarana pendidikan (Deptan,
2005). Antara ecotourism dan agritourism berpegang pada prinsip yang sama.
Prinsip-prinsip tersebut, menurut Wood (dalam Pitana, 2002) adalah:

a) Menekankan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan


kebudayaan yang dapat merusak daerah tujuan wisata.

b) Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu


pelestarian.

c) Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab yang bekerjasama


dengan unsur pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penduduk
lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian.

d) Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian,


menejemen sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi.
27

e) Memberi penekanan pada kebutuhan zone pariwisata regional dan penataan


serta pengelolaan tanam-tanaman untuk tujuan wisata di kawasan-kawasan yang
ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut.

f) Memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan dan


sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan
serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan.

g) Mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk negara, pebisnis, dan


masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah sekitar kawasan
yang dilindungi.

h) Berusaha untuk meyakinkan bahwa perkembangan pariwisata tidak melampui


batas-batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima seperti yang ditetapkan
para peneliti yang telah bekerjasama dengan penduduk lokal.

i) Mempercayakan pemanfaatan sumber energi, melindungi tumbuh-tumbuhan


dan binatang liar, dan menyesuaikannya dengan lingkungan alam dan budaya.

6. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)


BUMDes dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan segala
potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa. Dalam kegiatannya tidak hanya berorientasi pada
keuntungan keuangan, tetapi juga berorientasi untuk mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat Desa yang di harapkan dapat mengembangkan unit
usaha dalam mendayagunakan potensi ekonomi.

7. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)


Masyarakat Desa Hutan adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat
tertentu yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati
bersama oleh kelompok yang bersangkutan. Berdasarkan tipologinya, masyarakat
desa hutan adalah masyarakat yang mendiami wilayah yang berada di sekitar atau
di dalam hutan dan mata pencaharian/pekerjaan masyarakatnya tergantung pada
interaksi terhadap hutan. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah suatu
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa yang berada di dalam atau di sekitar
hutan untuk mengatur dan memenuhi kebutuhannya melalui interaksi terhadap
hutan dalam konteks sosial, ekonomi, politik dan budaya. (Panduan
Pemberdayaan LMDH, 2008). Tujuan pengembangan LMDH adalah:
a. Untuk meningkatkan kemampuan LMDH dalam pengelolaan lembaganya
b. Pengenalan pendekatan partisipatif dalam rangka pengembangan lembaga
c. Memberikan pandangan yang berbeda dan kritis dalam rangka
pengembangan lembaga masyarakat
d. Memberikan panduan sederhana namun bermutu dalam rangka
pengembangan lembaga masyarakat.
28

8. Perhutani
Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara pengelola hutan di pulau
Jawa dan Madura yang mendukung kelestarian lingkungan, sosial budaya dan
perekonomian masyarakat hutan nasional. Perhutani menjadi adalan pemerintah
dalam penyelenggaraan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan. Ada pun
kegiatan pokok dari Perum Perhutani yakni:
1. Core Activities: Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Perencanaan SDH, penanaman dan pemeliharaan tanaman, perlindungan
SDH, kelola sosial dan kelola lingkungan, produksi serta pengujian hasil
huta kayu dan non kayu
2. Business Activities: Menyelenggarakan Kegiatan Bisnis Perusahaan
Industri kayu dan non kayu, pemasaran kayu log dan hasil industri, wisata
dan agroforestry, jasa lingkungan serta pengelolaan dan pengembangan
aset
3. Enable Activities: Kegiatan Pendukung
Pengendalian dan peningkatan kinerja, perencanaan dan pengembangan
bisnis, SDM dan umum, keungan, kesekretariatan perusahaan,
pengawasan internal, pendidikan dan pengembangan SDM serta penelitian
dan pengembangan

Perhutani didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 15 Tahun


1972, kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 2 Tahun 1978,
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1986, Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010. Perhutani
mengelola dan menyediakan lebih dari 122 destinasi wisata alam di Jawa.
Kawasan hutan dari pantai hingga pegunungan menyuguhkan pemandangan yang
alami dan indah untuk di nikmati. Wisata hutan, wisata pantai, air terjun, telaga,
gua dikembangkan Perhtani untuk kebutuhan publik sekaligus mendukung sektor
wisata regional.

3.3 Informan dan Responden


Informan dan responden yang dapat memberikan informasi terkait penelitian
ini adalah aparat pemerintah desa sebagai informan utama, lalu pelaku usaha dari
agrowisata Kopi Luwak Cikole dan masyarakat Desa, pihak Perhutani, Lembaga
Masyarakat Desa Hutan (LMDH), serta pelaku (stakeholders) lainnya yang
terkait.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.4.1 Lokasi
Lokasi penelitian bertempat di Kantor Desa Cikole dan Agrowisata Kopi
Luwak Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
29

3.4.2 Waktu Penelitian


Adapun waktu penelitian dibagi kedalam beberapa tahap, yaitu :
NO Tahap Penelitian Perkiraan Lamanya
1 Persiapan dan Penelitian Awal Juli 2018 – Agustus 2018
2 Pengumpulan Data September 2018 – November 2018
3 Pengolahan Data November 2018 - Desember 2018
4 Penulisan Desember 2018 – Januari 2019

3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumensi


3.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka mengumpulkan data dan informasi yang valid dan akurat,
pengumpulan data yang utama (untuk mendapatkan data primer) peneliti akan
melakukan wawancara secara mendalam, yang dibantu dengan alat perekam (tool
recorder). Alat perekam ini berguna sebagai bahan cross-ceck, jika pada saat
analisa terdapat data, keterangan atau informasi yang sempat tidak tercatat oleh
pewawancara.
Dalam penelitian ini, peneliti akan berperan penuh sebagai observer, agar
dapat melihat secara langsung fenomena di lapangan. Pengamatan ini dilakukan
untuk memperoleh gambaran mengenai situasi dan interaksi yang terjadi
dilapangan. Peneliti juga disini sekaligus berperan sebagai pewawancara, dengan
melakukan wawancara secara langsung dan bersifat terbuka dengan setiap pihak
yang terlibat dalam Penelitian Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata,
serta mencatat semua kejadian dan data serta informasi dari informan. Untuk
mendukung data hasil penelitian dari lapangan perlu di lakukan juga studi
kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan literatur. Literatur
tersebut dapat berupa literatur kepustakaan, fasilitas internet, dan data dari
lembaga atau instansi yang berhubungan dengan objek penelitian.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Studi dokumen
Merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan
kepada subjek penelitian dalam rangka memperoleh informasi terkait
objek penelitian.
2. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam dilakukan dalam konteks observasi partisipasi.
Peneliti terlibat secara intensif dengan setting penelitian terutama pada
keterlibatannya dalam kehidupan informan. Penelitian ini menggunakan
wawancara mendalam sebagai berikut:
 Wawancara Semi Struktur
Petunjuk umum wawancara yang merupakan kombinasi wawancara
terpimpin dan tak terpimpin yang menggunakan beberapa inti pokok
pertanyaan yang akan diajukan, yaitu interviewer membuat garis besar
pokok-pokok pembicaraan namun dalam pelaksanaannya interviewer
mengajukan pertanyaan secara bebas dimana pertanyaan yang dirumuskan
tidak perlu dipertanyakan secara berurutan.
 Wawancara Tidak Terstuktur
30

Wawancara ini menggunakan tujuan penelitian sebagai pedoman


wawancara. Pewawancara (interviewer) dengan informannya (interviewee)
melakukan wawancara secara informal dengan bentuk pertanyaan yang
diajukan sangat tergantung pada spontanitas interviewer itu sendiri, terjadi
dalam suasana wajar dan bahkan interviewee tidak merasa atau menyadari
bahwa ia sedang diwawancarai.
3. Triangulasi
Triangulasi merupakan pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara, dan berbagai waktu. Kegiatan triangulasi akan tergambar
dari peneliti yang bertanya kepada informan A lalu mengklarifikasinya
kepada informan B serta mengeksplorasinya kepada informan C.

3.5.2 Instrumensi
Untuk memperoleh data dan informasi yang valid dan akurat, dilakukan
wawancara secara mendalam, terhadap informan-informan yang dijadikan sumber
informasi dimulai dari tahap perencanaan, pengawasan, pelaksanaan dan evaluasi.
Sedangkan informan yang dipilih adalah informan yang terlibat langsung serta
memahami dan dapat memberikan informasi (gambaran) tentang Peran Desa
Dalam Pengembangan Agrowisata, yaitu aparat pemerintah desa sebagai informan
utama, lalu pelaku usaha dari agrowisata Kopi Luwak Cikole dan masyarakat
sekitar Desa Cikole khususnya yang berada di Kampung Babakan, pihak
Perhutani, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) serta Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) selaku Tim Pengawasan Kebijakan.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data


Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teori Miles dan Hubermen
yang mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi
data atau informasi baru. Aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data (data
reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan
verifikasi (conclusion drawing/verification). Berikut adalah tahap dalam analisis
data menurut Miles dan Hubermen:

1. Tahap Analisis atau Pengumpulan Data


Proses analisis pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai macam
cara melalui wawancara, pengamatan, observasi, dan dokumentasi.
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan penelitian. Tahap analisis atau pengumpulan data ini
bisa dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi,
mengumpulkan data, dan lain sebagainya.

2. Tahap Reduksi
Tahap mereduksi data, peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan
dicapai. Tahap ini dilakukan dengan merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya.
Contohnya yaitu meringkaskan data kontak langsung dengan orang, kejadian
dan situasi di lokasi penelitian, pengkodean, pembuatan catatan obyektif,
31

membuat catatan reflektif, membuat catatan marginal, penyimpanan data,


membuatan memo, menganalisis antarlokasi dan pembuatan ringkasan
sementara antar lokasi

3. Tahap Penyajian Data


Penyajian data dilakukan untuk memudahkan memahami apa yang terjadi
dan merencanakan kerja selanjutnya. Pada penyajian data, data yang diperoleh
disajikan dalam bentuk teks narasi dan tabel. Melalui penyajian data tersebut,
data dapat tersusun dalam pola hubungan sehingga akan semakin mudah
dipahami. Pada tahapan ini dikembangkan model-model seperti
mendeskripsikan konteks dalam penelitian, cheklist matriks, mendeskripsikan
perkembangan antar waktu, matriks tata peran, matriks konsep terklaster,
matriks efek dan pengaruh, matriks dinamika lokasi dan daftar kejadian.

4. Tahap Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Data


Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan dari hasil penyajian data.
Penelitian kualitatif biasanya kesimpulan mungkin dapat menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak menjawab
rumusan masalah. Kesimpulan awal yang dikemukakan dapat bersifat
sementara jika masih mengalami perubahan saat pengumpulan data berikutnya
dan dapat bersifat kredibel jika sudah didukung bukti yang valid dan
konsisten. Kesimpulan hasil penelitian yang diambil dari hasil reduksi dan
panyajian data adalah merupakan kesimpulan sementara. Kesimpulan
sementara ini masih dapat berubah jika ditemukan bukti-bukti kuat lain pada
saat proses verifikasi data di lapangan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1 Keadaan Fisik Desa Cikole
Desa Cikole merupakan salah satu desa yang berada di wilayah administratif
Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat dengan luas administratif sekitar
342 Ha. Desa Cikole memiliki 4 dusun, 15 RW dengan batas administratif sebagai
berikut:
 Sebelah utara : Desa Ciater
 Sebelah selatan : Desa Cibogo
 Sebelah timur : Desa Cikidang
 Sebelah barat : Desa Jayagiri
Desa Cikole merupakan desa yang dikelilingi oleh kawasan hutan,
pegunungan dan perkebunan. Berdasarkan Tabel. 5, diketahui bahwa sebagian
besar lahan di desa ini merupakan kawasan hutan yang luasnya mencapai 1.569
Ha atau sekitar 86% dari luas desa secara keseluruhan. Kawasan hutan di desa ini
dimanfaatkan masyarakat sebagai ladang rumput untuk pakan ternak dan
perkebunan kopi yang ditanam dengan cara tumpang sari dengan pohon pinus.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat distribusi penggunaan lahan di Desa Cikole
pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Cikole Tahun 2018
NO Penggunaan Lahan Luas Lahan Persentase (%)
(Ha)
1 Persawahan 4,01 0,21
2 Perkebunan 104,178 5,71
3 Hutan 1.569 86,0
4 Pemukiman 127,341 6,98
5 Prasaranan umum lainnya 19,791 1,08
JUMLAH 1.824 100
Sumber: Profil Desa Cikole Tahun 2018

Desa Cikole merupakan pemekaran dari Desa Cibogo dimana pemekaran


tersebut terjadi pada tahun 1981. Nama Desa Cikole berasal dari mata pencaharian
penduduk Desa Cikole dahulu yaitu mengambil daun pisang yang bernama Pisang
Kole di kawasan hutan. Adapun kepercayaan yang dianut masyarakat Desa Cikole
saat ini mayoritas beragama Islam dan sebagian kecil masih memegang teguh
agama lokal seperti Sunda Wiwitan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, sekitar 4-5% masyarakat desa masih menganut kepercayaan tersebut..

4.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi Desa Cikole


a. Kependudukan
Berdasarkan data monografi desa tahun 2018, Desa Cikole memilik jumlah
penduduk sebanyak 13.316 orang yang terdiri dari 6.783 orang laki-laki dan 6.533
orang perempuan yang terhimpun dalam 4.000 kepala keluarga (KK).
Selengkapnya terdapat pada Tabel 6. berikut

32
33

Tabel 6. Komposisi Penduduk Desa Cikole Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun


2018
NO Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Laki-Laki 6.783 50,9
2 Perempuan 6.533 49,0
JUMLAH 13.316 100
Sumber: Profil Desa Cikole 2018

Corak kehidupan masyarakat Desa Cikole mayoritas masih homogen sehingga


menyebabkan interaksi yang terjadi diantara masyarakat bersifat horizontal, hal
ini di pengaruhi oleh sistem kekeluargaan dari masyarakat setempat. Setiap
masyarakat yang berinteraksi dianggap sebagai anggota keluarga. Interaksi sosial
yang di ciptakan bertujuan untuk menghindari konflik atau pertentangan sosial.
Prinsip inilah yang mendasari hubungan sosial masyarakat Desa Cikole, faktor
yang mempersatukan masyarakat timbul karena adanya kesamaan-kesamaan
seperti kesamaan adat kebiasaan dan kesamaan lingkungan.

b. Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu aspek penting untuk mengetahui kualitas
sumber daya manusia di suatu wilayah. Pendidikan yang baik akan mempengaruhi
pola pikir masyarakat dalam menanggapi berbagai konflik dan permasalahan yang
terjadi khususnya di Desa Cikole. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi
masyarakat dalam menerima informasi, inovasi, dan teknologi yang menunjang
kegiatan mereka sehari-hari. Pola berpikir masyarakat yang memiliki pendidikan
tinggi akan lebih maju dibandingkan dengan masyarakat yang pendidikannya
relatif rendah.
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Cikole cukup beragam. Seperti yang
terlihat pada Tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Cikole Tahun 2018


NO Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 SD 3.077 41,0
2 SMP 1.611 21,4
3 SMA 1.613 21,5
4 D-1 261 3,47
5 D-2 233 3,10
6 D-3 243 3,23
7 S-1 451 6,0
8 S-2 10 0,13
9 S-3 3 0,03
JUMLAH 7.502 100
Sumber: Profil Desa Cikole 2018

Berdasarkan Tabel 7, tingkat pendidikan penduduk Desa Cikole yang


paling banyak adalah tingkat Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 41%. Hal ini
menandakan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Cikole masih tergolong
rendah. Namun, kesadaran masyarakat akan pendidikan cukup tinggi, terbukti
34

dengan adanya masyarakat yang menyekolahkan anaknya baik ke jenjang SMP,


SMA hingga ke Perguruan Tinggi.

c. Mata Pencaharian
Mayoritas atau sebagian besar mata pencaharian masyarakat Desa Cikole
adalah buruh tani. Hal ini di dukung dengan potensi sumder daya alam yang
melimpah yaitu lahan yang luas dan subur sehingga cocok digunakan sebagai
lahan usahatani.

Tabel 8. Data Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Cikole Tahun 2018
NO Jenis Pekerjaan Jumlah Penduduk Persentase
1 Petani 529 orang 19,7%
2 Buruh tani 1057 orang 39,3%
3 Pegawai Negeri Sipil 455 orang 16,9%
4 Pengrajin 63 orang 2,3%
5 TNI 40 orang 1,4%
6 POLRI 541 orang 20,1%
Jumlah 2685 orang 100%
Sumber: Profil Desa Cikole Tahun 2018

Seperti yang tertera di Tabel 8, bahwa petani dan buruh tani mendominasi
mata pencaharian penduduk Desa Cikole dengan jumlah petani dan buruh tani
sebanyak 529 orang dan 1057 orang atau sekitar 19,7% dan 39,3% dari jumlah
penduduk Desa Cikole bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani.
Kegiatan pertanian merupakan salah satu budaya yang dilakukan secara turun
temurun dan merupakan mata pencaharian utama di Desa Cikole. Menyinggung
dari tingkat pendidikan pada Tabel 7 tingkat pendidikan penduduk Desa Cikole
yang paling banyak adalah tingkat Sekolah Dasar (SD), sedangkan faktor
persaingan dunia kerja di bidang seperti perusahaan dan pabrik yang pada saat ini
membutuhkan minimal orang yang berpendidikan SMA membuat penduduk Desa
Cikole tidak ada pilihan lain selain bekerja sebagai petani untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.

4.1.3 Kelembagaan Desa


Kelembagaan dalam suatu masyarakat dapat diartikan sebagai wadah untuk
menampung, memfasilitasi dan menyalurkan segala macam aspirasi.
Kelembagaan desa dibentuk berdasarkan kebutuhan masyarakat, selain itu
kelembagaan dapat pula diartikan sebagai mitra Pemerintah Desa dalam
memberdayakan masyarakat.
Kelembagaan yang ada di Desa Cikole diantaranya Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Kemasyarakatan Desa/Kelurahan
(LKD/LKK), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna, Kelompok Tani, Lembaga Adat
dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES).
Adapun stuktur organisasi Pemerintah Desa Cikole digambarkan sebagai
berikut:
35

Keterangan
 Kaur 1 : Perencanaan
 Kaur 2 : Tata Usaha Umum
 Kaur 3 : Keuangan
 Kasi 1 : Pemerintahan
 Kasi 2 : Pelayanan
 Kasi 3 : Kesejahtaraan Sosial
Gambar 2. Stuktur Organisasi Pemerintah Desa Cikole

4.1.4 Agrowisata Kopi Luwak Cikole


Kopi Luwak Cikole merupakan salah satu agrowisata yang berada di Desa
Cikole tepatnya di Kampung Babakan. Agrowisata ini pertama kali di dirikan
pada Bulan Januari tahun 2012. Kopi Luwak Cikole didirikan oleh seorang dokter
hewan asal Bandung bernama Drh. Sugeng Pujiono yang berkeinginan kuat untuk
meneliti hewan luwak. Adapun visi dan misi dari Kopi Luwak Cikole adalah:
Visi
Badan usaha bergerak di bidang produksi kopi luwak yang berorientasi
sosial dengan mengutamakan kaidah, cara dan proses produksi yang benar,
memiliki daya saing di pasar global sebagai produk asli dan heritage Bangsa
Indonesia, serta sebagai pusat wahana edukasi untuk acuan bagi pengembangan
usaha kopi luwak di tanah air.
Misi
Menghasilkan produk kopi luwak murni yang bermutu menggunakan bahan
baku yang baik, didukung oleh tenaga terampil dengan alat dan ruang produksi
yang higienis. Memberikan edukasi untuk menambah wawasan kepada
masyarakat tentang penangkaran hewan luwak dan proses produksi kopi luwak
yang baik dan benar. Melakukan promosi yang lebih kreatif untuk menembus
pasar internasional.
Hewan luwak diperlakukan secara khusus dengan memperhatikan aspek
animal wellfare atau kesejahteraan hewan dengan mengamati bagaimana
36

kebiasaan, pola makan, siklus birahi, pola perkawinan hingga serangan


penyakit dan upaya penanggulangannya. Cara menjaga kesejahteraan hewan yang
dilakukan oleh Kopi Luwak Cikole mengacu pada lima asas kebebasan (fife of
freedom), yaitu:

 Bebas dari rasa lapar dan haus


 Bebas dari rasa tidak nyaman
 Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit
 Bebas mengekspresikan prilaku normal
 Bebas dari rasa stres dan tertekan
Sehingga Kopi Luwak Cikole dinobatkan sebagai pilot model dalam usaha
Agribisnis Kopi Luwak di Indonesia oleh Direktorat Jenderal Pengolahan Dan
Pemasaran Hasil Pertanian dari Kementrian Pertanian.
Selanjutnya pada tahun 2013 tepatnya pada Bulan Januari satu tahun setelah
berdiri, Kopi Luwak Cikole resmi terbentuk sebagai badan usaha yang bergerak di
bidang produksi dan penjualan kopi dengan merek Kopi Luwak Cikole. Saat ini di
rumah produksi sekaligus coffee shop Kopi Luwak Cikole terdapat 100 ekor
hewan luwak yang ditangkarkan.

Gambar 4. Kandang Penangkaran Gambar 3. Suasana Coffee Shop


Hewan Luwak
Kopi yang digunakan oleh Kopi Luwak Cikole merupakan kopi jenis arabika
yang di budidayakan dengan cara tumpang sari dengan pohon pinus. Kopi arabika
merupakan kopi tradisional yang rasanya dianggap paling enak oleh penikmat
kopi. Kopi Luwak Cikole sendiri menggunakan varietas kopi arabika Linie S yang
dikembangkan menggunakan kultivar Bourbon dimana jenis umum yang paling
dikenal dari hasil pengembangan Linie S ini adalah S-288 dan S-795. Varietas ini
banyak ditemukan di daerah dataran tinggi.
37

Gambar 5. Interaksi Pengunjung dengan Hewan Luwak

Kopi Luwak Cikole memiliki konsep yang cukup berbeda dengan agrowisata
yang lain yaitu konsep Wisata Edukasi. Para pengunjung yang datang dapat
berinteraksi langsung dengan hewan luwak serta mengetahui penjelasan tentang
Kopi Luwak mulai dari pemeliharaan hingga proses pembuatan Kopi Luwak itu
sendiri. Penjelasan tersebut disampaikan langsung oleh karyawan-karyawan Kopi
Luwak Cikole yang sudah sangat berkompeten menyampaikan materi dan juga
fasih dalam beberapa bahasa asing untuk mendampingi pengunjung yang berasal
dari mancanegara.
Kopi Luwak Cikole juga merupakan perwujudan dari konsep Pariwisata Inti
Rakyat, dimana telah dicadangkan lahan oleh Perum Perhutani dalam konsep
hutan semi lindung pemanfaatan seluas 100 hektar. Konsep tersebut memiliki arti
bahwa masyarakat desa memperoleh manfaat sebesar-besarnya dalam
pengembangan agrowisata, selain itu hewan luwak yang ditangkarkan sebagian
dibeli dari masyarakat setempat (hasil tangkapan dari hutan). Kopi Luwak Cikole
juga memiliki kegiatan rutin setiap 6 bulan sekali yaitu membagikan bibit
tanaman kopi arabika kepada masyarakat sekitar untuk dirawat dan kemudian bila
sudah berbuah masyarakat dapat menjual kembali buah ceri kopi arabika tersebut
kepada Kopi Luwak Cikole. Disamping masyarakat Desa Cikole menjadi lebih
berdaya, tentu saja hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat diluar
aktifitas mereka sehari-hari, saat ini lahan yang sudah dicadangkan untuk kopi
baru dimanfaatkan seluas 5 hektar (kurang lebih 20%) dengan jumlah pohon
sekitar 6.000 pohon.

4.2 Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata


Dalam otonomi desa Pemerintah Desa Cikole sebagai administrator di bidang
pembangunan dan kemasyarakatan mempunyai peranan yang sangat penting
terutama dalam hal ini pelaksanaan kebijakan sehubungan dengan program
38

pembangunan yang dilaksanakan dalam tingkat desa. Pemerintahan desa


mengatur berbagai macam regulasi/kebijakan dalam berbagai bidang mulai dari
pemerintahan, sosial kemasyarakatan, keagamaan, kesehatan dan sektor usaha
pendukung lainnya seperti bidang pertanian. Pemerintah Desa Cikole sangat fokus
dalam menggalakan pembangunan pertanian di wilayahnya karena mereka
menyadari bahwa potensi sumber daya alam yang melimpah mulai dari lahan
yang masih sangat luas dan subur karena berada di dataran tinggi sehingga
berbagai macam tanaman konsumsi maupun perkebunan dapat tumbuh dengan
baik selain itu dari segi sumber daya manusia yang ada di Desa Cikole karena
mayoritas mata pencaharian penduduknya berprofesi sebagai petani dan buruh
tani maka hal ini merupakan modal yang sangat kuat dalam membangun pertanian
di Desa Cikole.
Sektor pertanian yang menjadi potensi utama Desa Cikole sudah
dimanfaatkan dengan baik khususnya pemanfaatan lahan dengan didirikannya
agrowisata. Agrowisata yang berkembang saat ini cukup menjadi daya tarik
wisatawan untuk berkunjung ke Desa Cikole baik dari dalam maupun luar negeri.

Tabel 9. Potensi Pengembangan


Potensi Jasa dan Perdagangan cukup potensial
Potensi Industri cukup potensial
Potensi Wisata sangat potensial
Sumber: Profil Desa Cikole Tahun 2018

Pada Tabel 9. diatas terlihat bahwa potensi pengembangan untuk wisata


termasuk dalam kategori potensial. Hal ini di dukung oleh letak geografis Desa
Cikole yang berada di jalur antar propinsi sehingga banyak wisatawan yang
melewati Desa Cikole.

Tabel 10. Tingkatan Potensi


Potensi Umum TINGGI
Potensi Sumber Daya Alam TINGGI
Potensi Sumber Daya Manusia TINGGI
Potensi Kelembagaan TINGGI
Potensi Prasarana dan Sarana TINGGI
Sumber: Profil Desa Cikole Tahun 2018

Berdasarkan Tabel. 10 yaitu tingkatan potensi bahwa potensi lainnya seperti


potensi umum, potensi Sumber Daya Alam, potensi Sumber Daya Manusia,
potensi kelembagaan hingga potensi Prasarana dan Sarana yang di kategorikan
tinggi. Sehingga hal ini dapat menunjang terwujudnya Desa Cikole menjadi salah
satu desa wisata yang ada di Kecamatan Lembang.
Peran Pemerintah Desa dalam pengembangan agrowisata di Desa Cikole
saat ini belum berjalan dengan optimal. Menurut Sekretaris Desa Cikole Bapak
Ida Suhara mengatakan:

“Untuk sekarang mah belum ada regulasi dari pemerintah tentang wisata
dan agrowisata yang ada di Desa Cikole baik dari pusat maupun daerah”.
39

Adapun Peran Pemerintah Desa Cikole dalam pengembangan agrowisata


mencakup:

1. Pemerintah Desa sebagai Regulator


Peran Pemerintah Desa Cikole sebagai regulator adalah merancang
kebijakan untuk menyelenggarakan pembangunan dalam hal ini menerbitkan
peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pengembangan agrowisata.
Dalam hal ini pula yang berwenang membuat regulasi/kebijakan adalah Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) yang nantinya semua regulasi/kebijakan
tersebut tertuang dalam Peraturan Desa (PERDES)

a. Perumusan Kebijakan
Dalam proses perencanaan pembangunan yang akan dijalankan haruslah
berprinsip pada asas pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) agar
terjadi kesinergisan dan dapat dirasakan terus menerus (continue). Dalam proses
pengambilan keputusan perencanaan pembangunan yang akan dipilih haruslah
berdasarkan kebutuhan, konteks serta desain lokal yang menjunjung tinggi peran
aktif dan partisipasi masyarakat langsung
Adapun proses partisipasi masyarakat dalam merumuskan kebijakan
pembangunan Desa Cikole mulai dari tahap perencanaan sampai pelaksanaan.

Gambar 6. Alur Perumusan Kebijakan Pembangunan Desa Cikole

Dari gambar alur perumusan kebijakan dalam kegiatan pembangunan di Desa


Cikole ini kita dapat melihat bagaimana proses pembuatan setiap regulasi yang di
keluarkan oleh pemerintah desa telah melalui berbagai tahapan yang disepakati
bersama. Tahap pertama yaitu menjaring aspirasi dari seluruh masyarakat Desa
Cikole yang tersebar di 15 RW dan di kelompokan menjadi 4 Dusun. Pada
tahapan ini masing-masing Ketua RW menjaring aspirasi dari masyarakat di
40

wilayahnya dalam forum warga, sehingga diperoleh kebutuhan dan potensi yang
dapat dijadikan program prioritas pembangunan.
Kegiatan selanjutnya, seluruh Kepala Dusun yang mewakili RW di
wilayah Desa Cikole mengadakan observasi langsung juga ke lapangan, untuk
bahan masukan program pembangunan yang dilakukan dalam satu tahun sekali
pada forum MusDus (Musyawarah Dusun) yang dihadiri oleh wakil-wakil dari
setiap dusun dan tokoh masyarakat. Hasil dari MusDus adalah bahan rujukan
untuk forum Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang
selanjutnya disusun dalam sebuah Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) dan selanjutnya menjadi Rencana Kerja Pembangungan (RKP).

b. Tenaga Kerja
Dalam pengembangan sebuah agrowisata diperlukan berbagai upaya yaitu
salah satunya melalui penyediaan tenaga kerja. Menurut Bapak Ida Suhara selaku
sekretaris desa bahwa Pemerintah Desa Cikole mengharuskan pelaku usaha yang
mendirikan suatu bentuk usaha (dalam hal ini wisata dan agrowisata) harus
memprioritaskan masyarakat desa setempat. Dalam regulasi yang ada saat ini
terdapat keterikatan antara Desa yang diimplementasikan oleh Lembaga
Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Perum Perhutani dan juga pelaku usaha dalam
bentuk kerja sama Tripartit. Selain itu terdapat pula bentuk kerja sama bipartit
antara Perum Perhutani dengan LMDH.
Adapun struktur organisasi LMDH dan Perum Perhutani di Desa Cikole
sebagai berikut:

Gambar 7. Stuktur Organisasi LMDH Giri Makmur


Informasi dari Ketua LMDH Giri Makmur Bapak Ida Suhara, bahwa saat ini
ada sekitar 287 anggota aktif LMDH yang terdiri dari pelaku wisata, petani kopi,
petani rumput dan pengelola air.
41

Gambar 8. Struktur Organisasi Perum Perhutani Desa Cikole

Menurut dari Bapak Gungun Gunawan selaku General Manager dari


agrowisata Kopi Luwak Cikole bahwa sekitar 90% tenaga kerja yang bekerja di
Kopi Luwak Cikole khususnya yang berada di coffee shop merupakan masyarakat
asli Desa Cikole. Bapak Gungun juga mengatakan dalam merekrut tenaga kerja,
pihak Kopi Luwak Cikole berkoordinasi dengan RW setempat untuk membantu
menyediakan tenaga kerja masyarakat setempat. Kopi Luwak Cikole juga
memperkerjakan 5 orang petani di kebun kopi arabika dimana lahan tersebut
mereka sewa dari Perum Perhutani dan 5 orang petani tersebut juga merupakan
masyarakat asli Desa Cikole, sehingga dalam hal ini kerja sama yang terjadi
hanya antara pihak agrowisata Kopi Luwak Cikole dengan Perum Perhutani dan
tidak melibatkan pemerintah Desa Cikole secara langsung, hanya saja buruh tani
tersebut tergabung dalam Masyarakat Desa Hutan yang di naungi oleh LMDH.
Menurut Kepala Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Cikole Bapak Mulyana
bahwa regulasi tersebut di atas sebagai dasar hukum pembagian sharing profit
antara LMDH, Perum Perhutani dan pelaku usaha. Sharing profit ini bertujuan
agar hak dan kewajiban dari masing-masing pelaku muncul dan jelas. Besar
persentase sharing profit untuk bipartit tersebut adalah 25% untuk LMDH dan
75% untuk Perum Perhutani, sedangkan untuk tripartit adalah investor (pelaku
usaha) 70%, Perum Perhutani 20%, Desa 5% dan Mitra Kelola sebesar 5%.

2. Pemerintah Desa sebagai Dinamisator


Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah pemerintah yang berperan
memberikan bimbingan dan pengarahan yang intensif dan efektif kepada
42

masyarakat setempat atau pelaku usaha. Bimbingan dan pengarahan dimaksud


untuk meningkatkan pembangunan dalam hal ini pengembangan agrowisata.
Dalam rangka mewujudkan Desa Cikole menjadi Desa Wisata diperlukan:
a. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat/pelaku usaha untuk
meningkatkan keterampilan
b. Memberikan bimbingan dan pelatihan kepada masyarakat/pelaku usaha
c. Melakukan supervisi untuk mengawasi setiap kegiatan penyuluhan agar
berjalan dengan semestinya

Namun saat ini bimbingan atau pelatihan kepada masyarakat setempat atau
pelaku usaha di Desa Cikole hanya sebatas pendampingan saja sehingga
belum terdapat penyuluhan yang mendalam terutama mengenai wisata.

3. Pemerintah Desa sebagai Fasilitator


Peran pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi yang
kondusif bagi pelaksanaan pembangunan (menjembatani kepentingan berbagai
pihak). Sebagai fasilitator, pemerintah Desa Cikole berupaya untuk menyediakan
sarana dan prasarana pembangunan berupa fasilitas untuk menunjang agrowisata
diantaranya Kopi Luwak Cikole
Dalam rangka mewujudkan Desa Cikole sebagai tujuan wisata, dibutuhkan:

a. Fasilitator dalam Bidang Pendampingan


Pendampingan sangat diperlukan untuk bisa mandiri dalam melanjutkan dan
meningkatkan usaha. Pendampingan ini dapat diimplementasikan dengan
pemberian pelatihan, pendidikan dan peningkatan keterampilan. Menurut Bapak
Ida Suhara saat ini pendampingan di fokuskan untuk menguatkan kelompok-
kelompok tani sesuai dengan jenis kegiatannya. Pendampingan ini dibantu oleh
Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dimana setiap bulannya
Pemerintah Desa Cikole bersama masyarakat dan pihak BKSDA melakukan
kajian tentang keadaan kawasan hutan dan agrowisata di Desa Cikole dan apa saja
yang perlu di benahi. Pendampingan selanjutnya terkait dengan sampah hasil dari
kawasan hutan dan tempat wisata dimana Pemerintah Desa Cikole dibantu oleh
suatu kelompok bernama Eco Village yang bertujuan mengelola sampah menuju
Desa Zero Waste. Program ini merupakan bentuk kerja sama Pemerintah Desa
Cikole, Forum Rukun Warga Desa Cikole, Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH) Cikole dengan Perum Perhutani KPH Bandung Utara. Diharapkan
dengan adanya program ini dapat terlaksana sapta pesona desa wisata Cikole guna
mendukung tingkat kunjungan yang tinggi dan berkelanjutan serta semakin
meningkatnya popularitas wisata Cikole di mata wisatawan lokal maupun
mancanegara

Gambar 9. Kegiatan Forum Bersama Eco Village


43

b. Fasilitator dalam Bidang Pendanaan dan Pemodalan


Peran pemerintah dalam hal ini adalah membantu mencari jalan keluar untuk
memperoleh pendanaan yang diperlukan salah satunya adalah melalui Badan
Usaha Milik Desa (Bumdes). Informasi dari Bapak Ida Suhara selaku Sekretaris
Desa bahwa saat ini Bumdes Cikole yang mengelola hampir seluruh pendanaan
untuk pembangunan desa termasuk dalam hal ini agrowisata. Alokasi dana desa
dari pemerintah untuk saat ini sedang di petakan oleh Bumdes agar nantinya
alokasi tersebut berjalan dengan optimal dan tepat sasaran. Selain itu, pendanaan
dan pemodalan yang dilakukan oleh Desa Cikole saat ini adalah meliputi sarana
dan prasarana yang menunjang untuk agrowisata. Informasi dari Bapak Ida
Suhara prasarana terpenting yang sedang menjadi fokus utama desa adalah
perbaikan jalan menuju akses wisata terutama akses untuk menuju agrowisata
Kopi Luwak Cikole yang terbilang belum baik dan sempit sehingga wisatawan
dari luar daerah yang memakai kendaraan besar seperti bus untuk datang
berkunjung menjadi sulit. Beliau juga menambahkan percuma saja bila agrowisata
tersebut sudah baik tetapi akses jalan menuju kesana sulit dijangkau atau rusak.
Prasarana selanjutnya yang sedang dibangun oleh pemerintah Desa Cikole adalah
pipanisasi dimana sumber mata air yang berasal dari Gunung Tangkuban Perahu
di distribusikan untuk kegiatan wisata termasuk untuk agrowisata Kopi Luwak
Cikole. Tidak hanya wisata, distribusi tersebut juga disalurkan untuk pertanian,
peternakan, dan rumah tangga. Pembangunan pipanisasi tersebut berasal dari dana
desa melalui program Pelestarian dan Pipanisasi Sumber Mata Air Sekitar Hutan.
Dalam pengembangan agrowisata Kopi Luwak Cikole peran Pemerintah
Desa Cikole yang meliputi peran dalam bidang regulator masih sebatas
merumuskan saja terkait dengan rencana atau program yang akan dijalankan,
namun untuk regulasi dari pemerintah sendiri baik pusat atau daerah mengenai
keberadaan wisata sampai saat ini belum ada. Selanjutnya dalam bidang
dinamisator pun masih sebatas pendampingan dan penguatan kelompok saja,
sehingga peran desa yang seharusnya mendinamiskan seluruh elemen dan
lembaga yang ada menjadi kurang optimal. Dalam bidang fasilitator yang meliputi
pendampingan saat ini Pemerintah Desa Cikole bekerja sama dengan kelompok-
kelompok tertentu untuk mengkaji permasalahan-permasalahan yang terkait
dengan kawasan hutan terutama yang dipakai untuk wisata, selanjutnya dalam
pendanaan dan pemodalan saat ini sudah dikelola oleh Bumdes Desa Cikole.
Diperlukan dukungan yang signifikan dan juga bergeraknya seluruh peran
pemerintah desa agar pengembangan tersebut berjalan dengan optimal. Oleh
sebab itu diperlukan pula koordinasi yang kuat dan terstuktur dalam
melaksanakan pengembangan agrowisata Kopi Luwak Cikole

4.2.1 Pelaksanaan Pengembangan Desa Wisata oleh Bumdes


Dalam peran pemerintah desa sebagai fasilitator khususnya dalam bidang
pendanaan dan pemodalan, Desa Cikole memiliki sebuah Badan Usaha Milik
Desa (Bumdes) bernama Langgeng Jaya yang baru berjalan sekitar 9 bulan yang
berfungsi untuk mengelola kekayaan dan aset Desa Cikole termasuk dalam hal ini
sektor pariwisata. Informasi dari Bapak Ida Suhara selaku Sekretaris Desa
menjelaskan bahwa saat ini pemerintah desa melalui Bumdes sedang fokus
merinci apa saja kebutuhan dari setiap wisata dan agrowisata termasuk Kopi
44

Luwak Cikole untuk kemudian memberikan bantuan. Pada tahun ini terdapat
alokasi dana desa untuk pengembangan wisata sekitar 60-80 juta. Oleh karena itu
diharapkan semua kebutuhan yang diperlukan dari setiap wisata dan agrowisata
yang berada di Desa Cikole dapat tersalurkan secara optimal melalui peran
Bumdes.

Gambar 10. BUMDES Langgeng Jaya Desa Cikole

Selain sedang merinci kebutuhan sektor pariwisata yang ada di desa,


Bumdes Cikole juga sedang berkonsentrasi menciptakan produk unggulan desa
yang tepat. Salah satu potensi yang akan dikembangkan menjadi produk unggulan
desa adalah Buah Kabocha atau yang biasa dikenal dengan Buah Labu Parang
dengan mengolahnya menjadi kuliner Bolu Kabocha dan Manisan Kabocha. Oleh
karena itu, nantinya Bumdes akan membentuk sebuah home industry olahan buah
kabocha dengan memberdayakan masyarakat Desa Cikole dan juga bekerja sama
dengan para pedagang untuk memasarkan produk inovasi desa ini ke kawasan
wisata dan agrowisata yang ada di Desa Cikole dengan harapan adanya produk
unggulan Desa dapat meningkatkan minat wisatawan untuk berkunjung ke Desa
Cikole khususnya kawasan Wisata dan Agrowisata.
Dalam menyelenggarakan Pengembangan Agrowisata ini, Desa juga
dibantu oleh lembaga-lembaga lainnya seperti Badan Permusyawaratan Desa
(BPD), Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan Perum Perhutani sebagai
implementasi dari Badan Usaha Milik Negara yang fokus pada perencanaan dan
perlindungan hutan. Keberadaan Perum Perhutani untuk Desa Cikole dikarenakan
seluruh agrowisata yang ada di Desa Cikole memakai kawasan hutan sebagai
keperluan agrowisata, baik itu sebagai area agrowisata ataupun area menanam
komoditas tertentu sebagai keperluan agrowisata. Perum Perhutani mencanangkan
Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang bertujuan
membuka kesempatan bagi masyarakat desa hutan untuk aktif terlibat dalam
pengelolaan hutan tersebut, sehingga secara tidak langsung dapat membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat Desa Cikole. Masing-masing lembaga desa
memiliki kedudukan, tugas dan fungsi tertentu dalam konstruksi penyelenggaraan
pemerintah desa. Tugas dan kedudukan lembaga desa merupakan uraian lebih
45

lanjut dari kewenangan desa, sehingga seluruh kewenangan desa dapat


diselenggarakan secara efektif oleh lembaga-lembaga desa tersebut.

4.3 Partisipasi Masyarakat Dalam Mewujudkan Desa Cikole Menjadi Desa


Wisata di Kecamatan Lembang
Partisipasi masyarakat di Desa Cikole merupakan dukungan dalam setiap
program pembangunan khususnya dalam hal pembangunan agrowisata yang
meliputi kegiatan dalam perencanaan sampai ke tahap pelaksanaan (implementasi)
program pembangunan yang telah di rancang oleh Pemerintah Desa Cikole.
Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan
aktualisasi dari kesediaan dan kemampuan anggota masyarakat dalam
berkontribusi dan berkorban dalam implementasi program yang dilaksanakan
Sejauh ini menurut Sekretaris Desa Cikole Bapak Ida Suhara bahwa anggaran
untuk pembangunan pertanian khususnya dalam bidang usaha seperti agrowisata
relatif terbatas karena masih dalam tahap dianggarkan, sedangkan program/proyek
pembangunan yang direncanakan jumlahnya relatif banyak, maka perlu dilakukan
peningkatan partisipasi masyarakat untuk menunjang implementasi pembangunan
wisata dan agrowisata.
Ada enam pendekatan pembangunan (Troeller, 1978 dalam Tonny, 2006)
salah satunya yaitu pendekatan pemerataan dan pendekatan kemandirian.

1. Pendekatan pemerataan dilaksanakan atas dasar adanya kesejangan sosial yang


terkait dengan pola masyarakat dalam mengelola kekayaan, pengetahuan dan
kemampuan dalam pengambilan keputusan khususnya untuk kepentingan
kesejahteraan masyarakat. Sehingga Pemerintah Desa Cikole dalam pembuatan
setiap regulasi yang dilaksanakan selalu melibatkan masyarakat dari seluruh
dusun agar program yang dibuat merupakan program atas keputusan bersama dan
pemerataan pembangunan di setiap dusun dapat tercapai. Hal ini dapat
meminimalisir terjadinya konflik diantara masyarakat karena pemerintah desa
dalam pembuatan regulasinya melibatkan masyarakat. Maka dari itu pemerataan
pertumbuhan masyarakat yang ada di Desa Cikole harus tercapai.

2. Pendekatan kemandirian dalam berbagai literatur dikenal dengan nama


pendekatan self sustained. Pendekatan ini muncul sebagai konsekuensi logis dari
berbagai upaya daerah berkembang untuk melepaskan diri dari ketergantungan
terhadap daerah maju. Oleh sebab itu Pemerintah Desa Cikole dalam menerapkan
konsep kemandirian ini memiliki konsekuensi akan perlunya diterapkan pola
pendekatan kebutuhan pokok bagi kelompok miskin, serta strategi pemerataan
pendapatan dan hasil-hasil pembangunan. Pemerintah Desa Cikole dalam
mendanai setiap program yang dibuat sudah mengurangi ketergantungannya
terhadap bantuan dari pemerintah pusat. Pemerintah memaksimalkan potensi
sumberdaya yang ada di desanya untuk memenuhi segala kebutuhan
masyarakatnya misalnya dengan membuat berbagai kelompok usaha yang
diwadahi oleh Bumdes dalam mengembangkan pengelolaan produk unggulan
desa.
Penempatan masyarakat sebagai subjek dalam pengembangan agrowisata
sangat diperlukan karena masyarakat Desa Cikole akan dapat berperan secar
46

aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan, evaluasi


pembangunan serta pemanfaatan program pengembangan agrowisata. Masyarakat
Desa Cikole yang mayoritas petani dan buruh tani menjadi bagian yang paling
memahami keadaan daerahnya tentu akan mampu memberikan masukkan yang
sangat berharga sehingga dapat menjadi modal yang sangat besar dalam
melaksanakan pembangunan terutama pengembangan agrowisata. Masyarakat
Desa Cikole mengetahui apa permasalahan yang dihadapi serta potensi yang
dimiliki oleh daerahnya, bahkan mereka akan mempunyai pengetahuan lokal
untuk mengatasi masalah yang dihadapinya tersebut.
Pada tahun 2012 Agrowisata Kopi Luwak Cikole bekerja sama dengan Perum
Perhutani untuk memanfaatkan lahan tersebut sebagai perkebunan kopi seluas 5
hektar, saat ini Agrowisata Kopi Luwak Cikole telah berkembang sebagai objek
wisata edukasi berupa pengelolaan kopi, coffe shop, penangkaran hewan luwak
dan kegiatan penunjang yang melibatkan partisipasi masyarakat seperti pengadaan
cinderamata/souvenir khas Kopi Luwak Cikole.

Gambar 11. Tempat Penyediaan Cinderamata Khas Kopi Luwak


Koentjaningrat (dalam Anri, 2016) mengatakan bahwa partisipasi
masyarakat desa dalam pembangunan menyangkut dua tipe yang pada prinsipnya
berbeda, yaitu: (a) partisipasi dalam aktivitas-aktivitas bersama dalam proyek-
proyek pembangunan yang khusus, (b) partisipasi sebagai individu di luar
aktivitas-aktivitas bersama dalam pembangunan. Dalam tipe pertama masyarakat
desa diajak, diperintah oleh pamong desa dan wakil-wakil dari berbagai
departemen untuk berpartisipasi dan menyumbangkan tenaga dan hartanya untuk
kegiatan-kegiatan pembangunan yang khusus, yang biasanya bersifat fisik. Pada
tipe kedua, tidak ada aktivitas bersama khusus tetapi ada proyek-proyek
pembangunan, biasanya tidak bersifat fisik dan tidak memerlukan suatu partisipasi
masyarakat atas perintah dan ajakan atasannya tetapi atas dasar kemauan sendiri.
Menurut Bapak Yaya Kurniadi selaku Kepala Dusun 4 Desa Cikole bahwa
partisipasi masyarakat di Desa Cikole merupakan suatu proses dari pembangunan
sosial. Perencanaan program pembangunan disusun sendiri oleh masyarakat Desa
Cikole melalui musyawarah dusun yang diangkat ke musyawarah desa agar dapat
disetujui oleh Pemerintah Desa dan dibiayai serta didukung dalam bentuk sebuah
kebijakan, maka selanjutnya implementasinya masyarakat juga secara langsung
dilibatkan. Pelibatan masyarakat dapat berupa tenaga kerja yang memenuhi syarat
47

dan mempunyai skill dalam pembangunannya. Selanjutnya untuk menjamin hasil


pekerjaan terlaksana tepat waktu, tepat mutu, dan tepat sasaran, peran serta
masyarakat Desa Cikole dalam pengawasan selayaknya dilibatkan secara nyata,
sehingga benar-benar partisipasi masyarakat dilibatkan peran serta mulai
penyusunan program, implementasi program sampai kepada pengawasan, dengan
demikian pelaksanaan program pembangunan akan terlaksana pula secara efektif
dan efesien.
Adapun bentuk partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Cikole di
tuangkan dengan cara sebagai berikut:

1. Partisipasi Ide
Partisipasi ide merupakan partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat melalui
ide-ide yang dimiliki yang berasal dari pemikiran pribadi demi mengembangkan
dan membangun sektor pariwisata khususnya agrowisata yang ada di Desa Cikole
agar dapat menjadi sektor utama dan juga sumber penghasilan utama yang dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup. Biasanya partisipasi ide dari masyarakat
muncul ketika sedang diadakannya musyawarah, dimulai dari musyawarah pada
tingkat dusun dan dirumuskan kembali pada tingkat musyawarah desa.
Masyarakat yang memiliki hak dalam menyuarakan ide dan gagasannya didalam
sebuah diskusi, bisa membantu dalam menentukan keputusan yang akan di ambil,
tentunya sesuai dengan keputusan dan persetujuan bersama.
Ade Gunawan yang merupakan warga RW 4 mengatakan:

“ya sudah baguslah, cuma yang datang orangnya itu-itu saja neng”

Beliau juga mengatakan bahwa dirinya termasuk salah satu warga yang turut serta
dalam setiap forum warga yang di adakan oleh Ketua RW setempat. Menurut
kutipan beliau untuk partisipasi warga dalam mengikuti forum tersebut sudah
cukup baik, hanya saja warga yang datang adalah orang yang sama setiap kali
sama forum di adakan, sehingga diperlukan kesadaran lebih tinggi lagi agar ide
dari setiap warga dapat tersalurkan.

2. Partisipasi Iuran
Partisipasi iuran merupakan partisipasi berupa dana dan biaya yang digunakan
untuk kepentingan bersama yang menyangkut pengelolaan kegiatan dalam setiap
pengembangan wisata dalam hal ini adalah masyarakat Desa Cikole. Setiap
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan baik dari segi infrastuktur maupun
pendampingan masyarakat bersama lembaga desa saling berkoordinasi agar dana
yang di alokasikan untuk kegiatan dapat memenuhi kebutuhan, namun apabila
dana yang dialokasikan tidak dapat mencukupi untuk untuk salah satu kegiatan,
maka masyarakat dengan swadaya memberikan iuran semampunya agar dapat
menyelesaikan kegiatan pembangunan tersebut. Pada dasarnya partisipasi iuran
yang dilakukan masyarakat Desa Cikole merupakan kesukarelaan masyarakat
tanpa adanya paksaan, tidak ada sanksi fisik apabila tidak berpatisipasi hanya saja
yang ada sanksi moral terhadap individu yang tidak ikut berpartisipasi.
Meskipun tidak ada sanksi apapun jika tidak berpartisipasi dalam hal iuran,
tetapi masyarakat Desa Cikole secara sadar dan sukarela memberikan iuran,
karena kegiatan pembangunan yang dilaksanakan itu merupakan suatu kebutuhan.
48

Hal tersebut sudah jelas merupakan suatu partisipasi dari masyarakat sebagai
bentuk kepeduliannya terhadap keberlangsungan pengembangan sektor pariwisata
di Desa Cikole.

3. Partisipasi Tenaga
Partisipasi tenaga merupakan salah satu partisipasi nyata dari masyarakat Desa
Cikole. Sekretaris Desa Cikole mengungkapkan bahwa masyarakat desa sudah
sangat baik dalam berpartisipasi terutama ketika ada kerusakan atau kendala
sarana dan prasarana seperti perbaikan jalan terutama akses jalan menuju wisata
dan juga pembersihan gorong-gorong. Beliau juga menambahkan bahwa budaya
gotong-royong pada masyarakat Desa Cikole masih dipegang dengan teguh,
sehingga dalam setiap pelaksanaannya selalu berjalan dengan lancar.
Feri warga Dusun 4 mengatakan:

“ya kalo ada perintah dari desa kita ikut saja”.

Kutipan beliau menerangkan bahwa bila Pemerintah Desa melalui Ketua RW


atau Dusun setempat meminta masyarakat berpartisipasi, maka masyarakat pun
akan langsung turun ke lapangan untuk membantu.

4. Partisipasi Ekologis
Partisipasi ekologis merupakan unsur terpenting dalam pembangunan karena
berkaitan dengan keberlangsungan hidup masyarakat Desa Cikole di masa yang
akan datang. Pemerintah Desa Cikole memiliki program tahunan penanaman
pohon yang bertujuan untuk melestarikan sumber mata air. Pohon yang masih
berbentuk bibit tersebut disediakan oleh LMDH dimana nantinya masyarakat
hanya tinggal menanamnya saja dan menjadi wali pohon. Pohon yang ditanam
merupakan pohon yang tidak gampang menyerap air seperti puspa, rasamala,
kanesta dan tanaman lain yang dapat menghasilkan air. Dengan adanya program
tahunan tersebut diharapkan partisipasi masyarakat akan menjaga kelestarian
lingkungan Desa Cikole bisa terus berlanjut.

Gambar 12. Kegiatan Penanaman Pohon di Sumber Mata Air Cikerelek

4.3.1 Mengukur Partisipasi Masyarakat


Tujuan dari partisipasi masyarakat yaitu agar setiap masyarakat bisa terlibat
aktif dalam proses dan kegiatan. Tingkat partisipasi masyarakat tidak selalu sama
49

tergantung sejauh mana keterlibatan mereka dalam pemecahan suatu masalah.


Partisipasi masyarakat di Desa Cikole merupakan dukungan dalam setiap program
pembangunan khususnya wisata untuk mewujudkan Desa Cikole menjadi desa
wisata di Kecamatan Lembang. Pastisipasi atau peran serta masyarakat dalam
pembangunan merupakan aktualisasi dari kesediaan dan kemampuan anggota
masyarakat berkorban dan berkoordinasi dalam implemetasi program yang
dilaksanakan. Dalam mengukur partisipasi masyarakat di Desa Cikole ada
beberapa indikator yang di jelaskan menurut pendapat Amin Aziz (1983) yang
mengemukakan bahwa untuk mengukur partisipasi antara lain:

1. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pembangunan


Adanya budaya gotong-royong yang masih melekat pada masyarakat Desa
Cikole menjadikan masyarakat selalu melibatkan diri dalam setiap kegiatan
pembangunan. Menurut sekretaris desa setiap ada pemberitahuan kegiatan baik
secara langsung atau pun dari mulut ke mulut, masyarakat cukup sigap dalam
menanggapi pemberitahuan tersebut dengan melakukan koordinasi bersama RW
setempat dan langsung menurunkan personilnya untuk membantu kegiatan
tersebut.

2. Kemauan masyarakat untuk berinisiatif dan berkreasi dalam pembangunan


Kemauan masyarakat untuk berinisiatif dan berkreasi terlihat dari kesadaran
mereka mengeluarkan aspirasi pada saat muasyawarah. Masyarakat bebas
mengemukakan pendapat dan idenya dalam musyawarah baik dalam tingkat RT,
RW atau pun dusun yang bertujuan untuk kemajuan Desa Cikole. Namun,
menurut Bapak Ida Suhara tidak semua masyarakat yang memiliki pola pikir
demikian, masih ada sebagian kecil dari masyarakat Desa Cikole yang acuh
terhadap pembangunan desa dan tidak berpartipasi baik dalam mengemukakan
pendapat atau pun keterlibatan dalam kegiatan.

3. Tanggung jawab masyarakat dalam kegiatan pembangunan


Rasa tanggung jawab merupakan sikap terpenting yang harus bisa
ditumbuhkan oleh masyarakat sebagai bentuk dari rasa memiliki. Pada
penerapannya sebagian besar masyarakat Desa Cikole sudah memiliki rasa
tanggung jawab dalam setiap kegiatan yang dijalankan, namun masih ada
sebagian kecil masyarakat desa yang seolah tidak peduli dan lalai dalam
menjalankan kegiatan pembangunan tersebanut, sehingga hal ini menjadi masalah
baru bagi pemerintah Desa Cikole.

4.3.1 Hambatan-Hambatan Partisipasi Masyarakat Dalam Mewujudkan


Desa Cikole Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Lembang
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan Desa Cikole menjadi desa wisata di Kecamatan Lembang adalah
sebagai berikut:

1. Masih adanya persepsi masyarakat bahwa ide atau saran cukup diwakili
oleh tokoh masyarakat.
50

- Dari hasil wawancara dengan Sekretaris Desa Bapak Ida Suhara bahwa
masyarakat masih mempunyai paradigma bahwa setiap program yang
dibuat adalah dari pemangku kebijakan sehingga masih ada masyarakat
yang ketika mengikuti rapat tidak antusias dalam mengeluarkan ide dan
saran yang membangun, mereka cenderung mengikuti keputusan saja dan
menerima hasil yang telah di setujui dalam musyawarah dusun.

2. Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk melibatkan diri dalam


setiap kegiatan pembangunan
- Dari hasil wawancara dengan Kepala Dusun 1 Bapak Sule Sulaiman
bahwa masyarakat seolah masih acuh dan tidak peduli dengan kegiatan
yang dicanangkan pemerintah desa baik dalam kegiatan fisik maupun
non fisik.

3. Semangat mengelola lahan menjadi berkurang karena adanya konflik


- Dari hasil wawancara dengan Sekretaris Desa Bapak Ida Suhara saat
ini sering terjadi konflik dimana lahan-lahan pertanian sering dijadikan
jalur off road kendaraan besar sehingga timbul konflik antara pemilik
lahan dengan para komunitas off road. Masyarakat menjadi tidak
semangat lagi mengelola lahan mereka karena kerusakan yang
ditimbulkan sering kali terjadi dan belum menemukan solusi atas
konflik tersebut.

Oleh karena itu di perlukan berbagai upaya untuk mengatasi hambatan-


hambatan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Desa Cikole menjadi desa
wisata di Kecamatan Lembang, adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:

1. Upaya yang berkaitan dengan masih adanya persepi masyarakat bahwa ide
atau saran cukup diwakili oleh tokoh masyarakat.
- Berdasarkan dari hasil wawancara diperoleh gambaran bahwa upaya
yang dilakukan adalah memberikan pemahaman bahwa dalam
pelaksanaan pembangunan setiap masyarakat memiliki hak untuk
memberikan saran, kritik ide atau gagasan agar setiap hasil
pembangunan sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat.
Sehingga diharapkan dari hasil musyawarah tersebut dapat mewakili
seluruh aspirasi dari masyarakat yang notabennya adalah petani agar
dengan adanya program yang telah direncanakan tersebut kehidupan
masyarakat dapat lebih terbantu dan dalam pelaksanaannya masyarakat
berperan secara aktif dan partisipatif karena program ini berawal dari
masyarakat dan untuk kebermanfaatan masyarakat Desa Cikole juga.

2. Upaya yang berkaitan dengan masih kurangnya kesadaran masyarakat


untuk melibatkan diri dalam setiap kegiatan pembangunan.
- Berdasarkan dari hasil wawancara diperoleh gambaran bahwa upaya
yang dilakukan adalah memberikan pemahaman bahwa dalam
pelaksanaan pembangunan setiap masyarakat memiliki kewajiban
51

- untuk melibatkan diri secara langsung. Sehingga diharapkan dengan


keterlibatan secara langsung tersebut dapat menumbuhkan rasa peduli
dan rasa memiliki Desa Cikole dari masyarakatnya sendiri.

3. Upaya yang berkaitan dengan semangat mengelola lahan menjadi


berkurang karena adanya konflik
- Berdasarkan dari hasil wawancara diperoleh gambaran bahwa upaya
yang dilakukan adalah melakukan diskusi dengan pihak-pihak terkait
untuk segera mencari jalan keluar atas konflik yang terjadi.

4.3.2 Dinamika Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata


Adanya Peran Desa yaitu Pemerintah Desa Cikole sebagai pelaksana
membuat Peran Desa yang seharusnya dilakukan menjadi terlihat dalam
pengembangan agrowisata. Peran Pemerintah Desa sebagai regulator,
dinamisator hingga fasilitator merupakan suatu bentuk kesinergisan agar
dalam pelaksanaannya tercipta pengembangan agrowisata yang di inginkan
dan berjalan dengan optimal.
Menurut asas-asas pengelolaan sumber daya alam salah satunya adalah asas
keseimbangan menjelaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup berasaskan
pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan
kesejahteraan manusia. Pengertian pelestarian mengandung arti dapat
tercapainya lingkungan yang serasi dan seimbang karena hanya dalam
lingkungan yang serasi dan seimbang dapat tercapai kehidupan yang optimal.
Adapun dinamika Peran Desa Cikole Dalam Pengembangan Agrowisata
yaitu:

Gambar 13. Tahun 2012 Gambar 14. Tahun 2014

Gambar 15. Tahun 2018


52

Berdasarkan Gambar 13. yaitu pada tahun 2012 saat Agrowisata Kopi
Luwak Cikole baru berdiri dimana pelaku yang berperan hanya Pemerintah Desa
Cikole dan Perum Perhutani saja. Disini Desa berperan sebagai fasilitator yang
menaungi berdirinya Kopi Luwak Cikole dan Perum Perhutani berperan terkait
penyewaan lahan yang digunakan untuk menanam Kopi Arabika.
Selanjutnya pada tahun 2014 dibentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan
Desa Cikole bernama Giri Makmur yang merupakan implementasi dari
Pemerintah Desa dan mewadahi masyarakat desa yang bekerja di kawasan hutan.
Dengan adanya LMDH tersebut alur koordinasi antara LMDH dengan Perum
Perhutani menjadi mudah dikarenakan adanya perjanjian kerja sama tripartit.
Pada tahun 2018 dibentuk sebuah Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang
mengelola aset milik desa termasuk dalam hal ini wisata yang berada di Desa
Cikole. Bumdes menyiapkan perihal pendanaan dan pemodalan terkait dengan
pengembangan agrowisata termasuk untuk Kopi Luwak Cikole yang berasal dari
dana desa. Oleh karena itu keberadaan Bumdes diharapkan akan menjadi tonggak
utama dalam penambahan pendapatan desa. Dengan demikian, adanya Peran Desa
dan kesinergisan antara lembaga-lembaga terkait dapat mewujudkan
pengembangan agrowisata yang lestari, optimal dan manfaat serta terwujudnya
Desa Cikole menjadi Desa Wisata di Kecamatan Lembang.

4.3.3 Dinamika Partisipasi Masyarakat dalam Mewujudkan Desa Cikole


Menjadi Desa Wisata di Kecamatan Lembang
Partisipasi masyarakat Desa Cikole dalam mengembangkan potensi wisata
di wilayahnya memberikan suatu animo/semangat yang baru bagi masyarakat
Desa Cikole itu sendiri. Masyarakat Desa Cikole yang mayoritas bekerja sebagai
petani dan buruh tani kini lambat laun bergeser menjadi pekerja di industri wisata.
Salah satu penyebab pergeseran tersebut adalah adanya alih fungsi lahan dari
lahan pertanian hortikultura (sayur-mayur) menjadi fasilitas wisata seperti hotel,
restauran dan objek wisata lainnya, sehingga masyarakat menjadi lebih tertarik
bekerja di industri wisata khususnya anak muda.
Menurut Bapak Gungun Gunawan selaku General Manager Kopi Luwak
Cikole bahwa antusiame masyarakat yang ingin bekerja di Kopi Luwak Cikole
sangat tinggi, hal ini terjadi apabila Kopi Luwak Cikole sedang melakukan
perekrutan tenaga kerja dan banyak sekali pelamar yang berdatangan. Entis
Sutisna salah satu karyawan Kopi Luwak Cikole mengatakan

“Dulu mah saya kerjanya di kebun kopi ya gajihnya ga seberapa ga


menentu, kalau disini mah kerjanya jelas ada gajih tiap bulan”

Menurut beliau bekerja di industri wisata merupakan kesempatan yang


menjanjikan karena pendapatan yang di dapatkan jelas dan rutin tiap bulannya.
Selanjutnya Arif Rahman yang juga merupakan karyawan Kopi Luwak Cikole
mengatakan

“Alhamdulillah sejak bekerja disini pendapatan saya naik, kalau kerja di


kebun mah susah”
53

Berdasarkan kutipan karyawan tersebut di atas bahwa memang benar terjadi


pergeseran pekerjaan masyarakat Desa Cikole yang sebelumnya adalah
masyarakat tani lalu berubah menjadi pekerja di industri wisata. Perubahan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Skema Animo Masyarakat Desa Cikole


Gambar Skema Animo Masyarakat Desa Cikole diatas menjelaskan dengan
adanya pengembangan agrowisata, peluang dan kemudahan pun timbul dimana
peluang tersebut berasal dari pelaku usaha yang mendirikan wisata dan agrowisata
di Desa Cikole sehingga memudahkan masyarakat Desa Cikole dalam mencari
lapangan pekerjaan dan agrowisata pun dapat semakin berkembang dengan
adanya pekerja setempat yang berkontribusi. Hal ini menimbulkan
animo/semangat baru dari masyarakat Desa Cikole terutama yang berusia muda
yang semula adalah masyarakat tani kini beralih profesi menjadi pekerja di
industri wisata. Oleh karena itu, pergeseran inilah yang menjadi dasar partisipasi
masyarakat Desa Cikole dalam mewujudkan Desa Cikole menjadi Desa Wisata di
Kecamatan Lembang. Dengan demikian, adanya partisipasi masyarakat baik
secara langsung maupun tidak langsung akan membantu pengembangan wisata
dan agrowisata yang berada di Desa Cikole.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai Peran Desa dalam
Pengembangan Agrowisata di Desa Cikole Kecamatan Lembang pada agrowisata
Kopi Luwak Cikole, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Peran pemerintah Desa Cikole sejauh ini terlibat dalam setiap kegiatan
pembangunan dan pengembangan agrowisata Kopi Luwak Cikole yang
meliputi peran dalam bidang regulator yaitu perumusan kebijakan dan
tenaga kerja. Selanjutnya dalam bidang fasilitator yang meliputi
pendampingan untuk melakukan penguatan kelompok-kelompok serta
pendanaan dan pemodalan dimana di dalamnya terdapat sarana dan
prasarana untuk selanjutnya dikelola oleh Bumdes agar alokasi dana desa
dari pemerintah dapat dialokasikan dengan optimal dan digunakan untuk
pembangunan khususnya pengembangan agrowisata. Namun, saat ini
belum ada regulasi/kebijakan dari pemerintah yang mengatur tentang
wisata dan agrowisata yang ada di Desa Cikole baik dari pusat maupun
daerah.

2. Dalam pelaksanaan desa wisata oleh Bumdes saat ini Bumdes sedang
fokus merinci kebutuhan dari setiap wisata dan agrowisata termasuk Kopi
Luwak Cikole untuk kemudian memberikan bantuan dan Bumdes pula
sedang berkonsentrasi menciptakan produk unggulan desa yang tepat yaitu
Buah Kabocha atau yang biasa dikenal dengan Buah Labu Parang Kuning
dengan mengolahnya menjadi kuliner Bolu Kabocha dan Manisan
Kabocha yang nantinya akan di danai oleh Bumdes sebagai sebuah home
industry dengan memberdayakan masyarakat Desa Cikole dan juga
bekerjasama dengan para pedagang untuk memasarkan produk inovasi
desa ini ke kawasan wisata dan agrowisata yang ada di Desa Cikole.

3. Terbentuknya partisipasi masyarakat karena adanya perubahan paradigma


dimana masyarakat Desa Cikole yang mayoritas bekerja sebagai petani
dan buruh tani kini lambat laun mulai bergeser menjadi pekerja di industri
wisata. Bentuk partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Desa Cikole
menjadi Desa Wisata di Kecamatan Lembang berupa partisipasi ide,
partisipasi iuran, partisipasi tenaga dan partisipasi ekologis (lingkungan).
Partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata dapat dikatakan sudah
baik, dengan menimbang beberapa faktor seperti ketika musyawarah
dusun mereka mengutarakan ide-ide yang dimilikinya yang berasal dari
pemikiran pribadi, bersedia membayar iuran secara swadaya untuk
kepentingan pembangunan lalu dengan sukarela menyumbangkan
tenaganya apabila diperlukan dan juga berpartisipasi dalam menjaga
kelestarian lingkungan. Sehingga diharapkan masyarakat dapat
memanfaatkan hasil dari pembangunan wisata di Desa Cikole.

54
55

5.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai Peran Desa dalam
Pengembangan Agrowisata di Desa Cikole Kecamatan Lembang pada agrowisata
Kopi Luwak Cikole, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut:

1. Pemerintah Desa Cikole agar mengajukan/membuat regulasi/kebijakan


yang berkenaan dengan wisata dan agrowisata kepada pemerintah pusat
maupun daerah agar menerbitkan payung hukum keberadaan wisata dan
agrowisata di Desa Cikole.

2. Penggalian potensi dan pemanfaatan lahan agar lebih di optimalkan lagi,


khususnya untuk komoditas kopi karena geografis Desa Cikole yang
sangat mendukung untuk budidaya kopi. Lahan yang telah dicadangkan
oleh Perum Perhutani seluas 100 hektar baru dimanfaatkan seluas 5 hektar.

3. Peran Pemerintah Desa Cikole sebagai dinamisator dalam memberi


bimbingan dan pelatihan kepada masyarakat melalui bantuan tim penyuluh
maupun badan tertentu. Selain itu, merencanakan kegiatan/program yang
menunjang Desa Cikole sebagai kawasan wisata dan agrowisata.

4. Program pengembangan wisata yang akan dilaksanakan Pemerintah Desa


Cikole sebaiknya dilakukan secara rutin melalui sosialisasi kepada
masyarakat luas, dengan cara mengadakan forum musyawarah, membuat
pamflet/selebaran yang disebarkan ke setiap dusun yang ada di Desa
Cikole
DAFTAR PUSTAKA

Awang, san, afri dkk. 2008. Panduan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat Desa
Hutan (LMDH). Yogyakarta: French Agricultural Research Centre for
International Development

Agoeng, Yoeti. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa Offset

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat. 2016. Kabupaten Bandung Barat
Dalam Angka 2016. Bandung barat. BPS Kabupaten Bandung Barat.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat. 2017. Kecamatan Lembang


Dalam Angka 2017. Bandung Barat. BPS Kabupaten Bandung Barat.

Bintarto.1989. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia.


Jakarta.

Budiarti, Tati, Suwarto dan Istiqlaliyah Muflikhti. 2013. Pengembangan


Agrowisata Berbasis Masyarakat pada Usahatani Terpadu guna
Meningkatkan Kesejahteraan Petani dan Keberlanjutan Sistem Pertanian.
Bogor: Jurnal Ilmu Pertanian. Vol. 18, No. 3

Carwiaka, Wayan. 2013. Pelaksanaan Otonomi Desa di Desa Bumi Rapak


Kecamatan Kaubun Kabupaten Kutai Kartanegara. Samarinda:
Jurnal Ilmu Pemerintahan. Vol. 1, No. 1

Creswell,J.W.(1994). Research Design Qualitative & Quantitative


Approaches. USA: SAGE Publications,Inc

Gunawan, I Made. 2016. Pengembangan Agrowisata Untuk Kemandirian


Ekonomi Dan Pelestarian Budaya Di Desa Kerta Payangan Gianyar.
Bali: Jurnal Kajian Pariwisata. Vol. 3, No. 1

J. Moleong, Lexi. (1991 dan 2000). Metode Penelitian Kualitatif.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kokon Subrata. (1999). Dinamika Kelompok, Morale Kelompok, dan Kepemimpinan


Kelompok, Bandung: Jurusan PLS-FIP IKIP.

Miles, M.B dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif:


Buku Sumber Tentang Metode Baru. UIPress. Jakarta.

Muis Abdul dan Antonius Galih Prasetyo, 2016. Pengelolaan Keuangan Desa
Pasca-UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa : Potensi Permasalahan dan
Solusi, Jakarta. Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah.

56
57

Nur, Adita. 2014. Struktur Pedesaan Progresif. Bandung: Jurnal Sosial dan
Ekonomi. Vol. 5, No. 2

Ward, Neil; Brown, David L. (1 December 2009). "Placing the Rural in Regional
Development". Regional Studies. 43 (10): 1237–1244

Nugroho, Iwan. 2017. Pembangunan Desa Melalui Ekowisata. Diambil dari:


www.kompasiana.com/iwannugroho/

Palupi, Sri, dkk. 2016. Buku Panduan Desa. Jakarta: Lembaga Kajian dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama

Perhutani. 2015. Profi Perum Perhutani. Jakarta. Diambil dari:


www.perumperhutani.com melalui
< http://bumn.go.id/perhutani/application#>

Pitana, I.G., 2002, Pariwisata, Wahana Pelestarian Kebudayaan dan Dinamika


Masyarakat Bali, Denpasar: Universitas Udayana.

Potoboda, Anri. 2016. Partisipasi Masyarakat Dalam menunjang pelaksanaan


Pembangunan Dalam Pembangunan Di Desa Tarohan. Manado.
Vol.1, No.7

Putra, Ryando Permana dan Dra. Wan Asrida, M.Si. 2012. Peran Pemerintah Desa
Dalam Pengembangan Obyek Wisata Di Desa Buluh Cina Kecamatan
Siak Hulu Kabupaten Kampar. Pekanbaru

Ramadana, Coristya Berlian, Heru Ribawanto dan Suwondo. 2016. Keberadaan


Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Sebagai Penguatan Ekonomi Desa.
Malang: Jurnal Administrasi Publik. Vol. 1, No. 6: 1068-1076

Rivai, Rudy S., dan Iwan S. Anugrah. 2011. Konsep Dan Implementasi
Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia. Bogor: Jurnal Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian. Vol. 29, No. 1: 13-25

Satori, Djam’an, dan Aan Komariah. 2009. Metode Penelitian Kualitatif.


Bandung: Alfabeta

Saiful. 2014. Eksistensi Peraturan Desa Pasca Berlakunya Undang-Undang


Nomor 12 Tahun 2011. Malang: Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 2, No. 6: 1-10

Shuida, I Nyoman. 2016. Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan Desa.


Jakarta: Deputi Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat, Desa, dan
Kawasan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan Republik Indonesia
58

Silouw, Yelly.2016. Peran Kepala Desa Dalam Pemberdayaan Perempuan


Manado: Jurnal Sosial Ekonomi. Vol. 35

Suwantoro, Gamal, 1997. Dasar-dasar Pariwisata.Yogyakarta: ANDY.

Swastika, I Putu Danu, Made Kembar Sri Budi dan Made Henry Urmila
Dewi. 2017. Analisis Pengembangan Agrowisata Untuk Kesejahteraan
Masyarakat Di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Bali: Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Vol. 6, No. 12: 2337-3067

Tonny, Fredian. 2006, Modul Kuliah Metodologi Kajian Pembangunan Daerah


Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah. Sekolah Pasca
Sarjana Institut Pertanian Bogor.Bogor

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.


Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. Jakarta

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi


Daerah. Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. Jakarta

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Kementrian


Dalam Negeri Republik Indonesia. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kementrian Dalam Negeri
Republik Indonesia. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang


Kepariwisataan. Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. 2009.
Jakarta
LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Administratif Desa Cikole, Kecamatan Lembang,


Kabupaten Bandung Barat

KE SUBANG
B T

S
KEHUTANAN

RW 07

RW 11

RW 08
RW 06

RW 10
RW 05
RW 13

RW 04
RW C12 RW 09
RW 03

RW 14 RW 02
DESA CIKIDANG

DESA JAYAGIRI

RW 15

KE BANDUNG RW 01

DESA CIBOGO

59
60

Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian kepada Pemerintah


Desa
PANDUAN WAWANCARA PENELITIAN PERAN DESA DALAM
PENGEMBANGAN AGROWISATA

Informan yang terhormat


Saya Raden Aliya Raina (150610150076), mahasiswa Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran sedang melakukan penelitian tentang
Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata. Dengan ini saya harap
ketersediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk berpartisipasi menjawab pertanyaan yang
saya ajukan secara lengkap dan benar. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/I saya
ucapkan terima kasih.

A. Identitas informan
1. Nama :
2. Tempat tinggal :
3. Pekerjaan :
B. Pertanyaan
1. Apakah Desa Cikole merupakan kawasan desa wisata?
2. Jika iya, apakah ciri-ciri Desa Cikole yang dapat menggambarkan
bahwa Desa Cikole merupakan kawasan wisata?
3. Sejauh mana peran pemerintah Desa Cikole dalam pengembangan
agrowisata?
4. Jika ada, dalam bentuk apa saja peran desa tersebut?
5. Apakah sudah ada kebijakan/program yang dibuat oleh pemerintah
Desa Cikole untuk pengembangan agrowisata?
6. Jika ada, kebijakan/program apa saja yang telah dan akan
dilaksanakan?
7. Siapa yang melaksanakan kebijakan/program pengembangan
agrowisata di Desa Cikole?
8. Jika ada suatu kelompok pelaksana kebijakan/program dalam
pengembangan agrowisata, siapa saja pelaku yang terlibat?
9. Apa maksud dan tujuan dari kebijakan pengembangan agrowisata
tersebut?
10. Apakah melalui tahapan-tahapan seperti:
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Pengawasan
d. Evaluasi
e. Pemanfaatan hasil
11. Bagaimana proses perencanaan kebijakan pengembangan agrowisata
di Desa Cikole tersebut?
12. Bagaimana proses pelaksanaan kebijakan pengembangan agrowisata di
Desa Cikole tersebut?
13. Bagaimana proses pengawasan kebijakan pengembangan agrowisata
di Desa Cikole tersebut?
61

14. Bagaimana proses evaluasi kebijakan pengembangan agrowisata di


Desa Cikole tersebut?
15. Bagaimana masyarakat memanfaatkan hasil dari pengembangan
agrowisata di Desa Cikole tersebut?
16. Dalam pengembangan agrowisata di Desa Cikole, apakah ada
lembaga-lembaga yang membantu dalam memperlancar
program/kebijakan tersebut?
17. Jika ada, lembaga-lembaga apa saja yang terkait?
18. Bagaimana Desa memposisikan perannya dalam pengembangan
agrowisata?
19. Bagaimana peran masyarakat dalam proses pengembangan pertanian
di Desa Cikole?
20. Apakah masyarakat di posisikan sebagai objek pengembangan atau
subjek pengembangan?
21. Jika sebagai objek/subjek dalam pengembangan pertanian, apakah
alasannya?
22. Apakah yang menjadikan Desa Cikole sebagai daerah yang
mempunyai potensi dalam pengembangan agrowisatanya?
23. Apakah hambatan dan permasalahan Pemerintah Desa Cikole dalam
upaya mengembangkan agrowisata?
62

Lampiran 3. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian kepada Agrowisata


Kopi Luwak Cikole
PANDUAN WAWANCARA PENELITIAN PERAN DESA DALAM
PENGEMBANGAN AGROWISATA

Informan yang terhormat


Saya Raden Aliya Raina (150610150076), mahasiswa Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran sedang melakukan penelitian tentang
Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata. Dengan ini saya harap
ketersediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk berpartisipasi menjawab pertanyaan yang
saya ajukan secara lengkap dan benar. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/I saya
ucapkan terima kasih.

A. Identitas informan
1. Nama :
2. Tempat tinggal :
3. Pekerjaan :
B. Pertanyaan
1. Bagaimana pelibatan agrowisata Kopi Luwak Cikole terhadap
pembangunan desa?
2. Bagaimana pelibatan agrowisata Kopi Luwak Cikole terhadap
pengembangan wisata di Desa Cikole?
3. Bagaimana bentuk kerja sama agrowisata Kopi Luwak Cikpartiole
dengan pemerintah Desa Cikole?
4. Bagaimana peran pemerintah Desa Cikole terhadap pengembangan
agrowisata Kopi Luwak Cikole?
5. Apakah ada dukungan khusus dari pemerintah Desa Cikole terhadap
Kopi Luwak Cikole?
6. Jika ada, dukungan dalam bentuk apa saja?
7. Apakah agrowisata Kopi Luwak Cikole sudah memberdayakan
masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja?
8. Jika sudah, berapa persen masyarakat Desa Cikole yang bekerja di
Kopi Luwak Cikole?
9. Apakah agrowisata Kopi Luwak Cikole sudah memberdayakan
masyarakat sekitar dalam hal membangun partisipasi masyarakat?
10. Jika sudah, kegiatan apa saja yang telah dilakukan?
11. Apakah masyarakat sekitar mendukung adanya agrowisata Kopi
Luwak Cikole?
12. Jika mendukung, apa saja partisipasi yang diberikan masyarakat untuk
pengembangan Kopi Luwak Cikole?
13. Bagaimana peran pemerintah Desa Cikole dalam melindungi hak para
tenaga kerja?
63

14. Bagaimana peran pemerintah Desa Cikole mendukung setiap kegiatan


yang dilakukan Kopi Luwak Cikole?
15. Apa saja upaya-upaya yang dilakukan agrowisata Kopi Luwak Cikole
untuk mendukung Desa Cikole sebagai desa wisata di Kecamatan
Lembang?
64

Lampiran 4. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian kepada Lembaga


Masyarakat Desa Hutan
PANDUAN WAWANCARA PENELITIAN PERAN DESA DALAM
PENGEMBANGAN AGROWISATA

Informan yang terhormat


Saya Raden Aliya Raina (150610150076), mahasiswa Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran sedang melakukan penelitian tentang
Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata. Dengan ini saya harap
ketersediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk berpartisipasi menjawab pertanyaan yang
saya ajukan secara lengkap dan benar. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/I saya
ucapkan terima kasih.

A. Identitas informan
1. Nama :
2. Tempat tinggal :
3. Pekerjaan :
B. Pertanyaan
1. Apa saja peran LMDH?
2. Bagaimana hubungan antara Pemerintah Desa Cikole dengan LMDH?
3. Bagaimana hubungan antara LMDH dengan Perum Perhutani?
4. Bagaimana hubungan antara LMDH dengan Agrowisata?
5. Apakah LMDH sudah memiliki program-program kerja?
6. Jika sudah, apa saja program tersebut?
65

Lampiran 5. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian kepada Perum


Perhutani
PANDUAN WAWANCARA PENELITIAN PERAN DESA DALAM
PENGEMBANGAN AGROWISATA

Informan yang terhormat


Saya Raden Aliya Raina (150610150076), mahasiswa Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran sedang melakukan penelitian tentang
Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata. Dengan ini saya harap
ketersediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk berpartisipasi menjawab pertanyaan yang
saya ajukan secara lengkap dan benar. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/I saya
ucapkan terima kasih.

A. Identitas informan
1. Nama :
2. Tempat tinggal :
3. Pekerjaan :
B. Pertanyaan
1. Apa saja peran LMDH?
2. Bagaimana hubungan antara Pemerintah Desa Cikole dengan Perum
Perhutani?
3. Bagaimana hubungan antara Perum Perhutani dengan Perum LMDH?
4. Bagaimana hubungan antara Perum Perhutani dengan Agrowisata?
5. Bagaimana bentuk kerja sama yang disepakati dengan Pemerintah
Desa dan pihak agrowisata?
6. Bagaimana pembagian sharing profit antara Perum Perhutani,
Pemerintah Desa Cikole dan LMDH?
66

Lampiran 6. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian kepada Masyarakat


Desa Cikole
PANDUAN WAWANCARA PENELITIAN PERAN DESA DALAM
PENGEMBANGAN AGROWISATA

Informan yang terhormat


Saya Raden Aliya Raina (150610150076), mahasiswa Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran sedang melakukan penelitian tentang
Peran Desa Dalam Pengembangan Agrowisata. Dengan ini saya harap
ketersediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk berpartisipasi menjawab pertanyaan yang
saya ajukan secara lengkap dan benar. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/I saya
ucapkan terima kasih.

A. Identitas informan
1. Nama :
2. Tempat tinggal :
3. Pekerjaan :
B. Pertanyaan
1. Bagaimana dampak adanya pembangunan wisata dan agrowisata
terhadap masyarakat?
2. Apakah ada perbedaan kebiasaan masyarakat sebelum dan setelah
dibangunnya wisata di Desa Cikole?
3. Apakah dengan adanya pembangunan wisata dan agrowisata menjadi
lapangan pekerjaan bagi masyarakat Desa Cikole?
4. Apakah sudah ada partisipasi dari masyarakat dalam pembangunan
wisata?
5. Jika sudah, partisipasi dalam bentuk apa saja?
6. Apakah masyarakat turut serta dalam merumuskan setiap perencanaan
dalam hal pembangunan wisata?
7. Bagaimana pemerintah Desa Cikole merangkul masyarakat dalam
setiap pembangunan khususnya wisata?
67

Lampiran 7. Dokumentasi Hasil Penelitian

Kantor Kepala Desa Cikole GOR Desa Cikole

Puskesmas Desa Cikole Proses wawancara Sekdes Cikole

Pembersihan selokan di RW 13 Gotong-royong perbaikan jalan


68

Penanaman pohon di sumber mata air Kerja bakti di RW 08

Halaman Agrowisata Kopi Luwak Cikole Tempat parkir Agrowisata Kopi Luwak Cikole

Ruang roasting kopi Agrowisata


Hewan Luwak yang di tangkarkan
Kopi Luwak CikGambar 17. Suasana Coffee
Shopole

Anda mungkin juga menyukai