PROPOSAL TESIS
Oleh :
NPM :
(Program Studi Magister Manajemen)
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SAHID JAKARTA
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang Permasalahan...............................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................................5
1.4. Manfaat Penelitian..................................................................................5
1.5. Batasan Penelitian...................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42
DAFTAR TABEL
Hasil yang diharapkan pada proposal tesis ini adalah penulis dapat
merumuskan beberapa identifikasi permasalahan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja berdasarkan perilaku kebiasaan pekerja pada proyek di PT.
Brantas Abipraya (Persero) lalu dapat merumuskan suatu langkah mitigasi untuk
menurunkan nilai risiko tersebut menjadi risiko yang dapat diterima. Sehingga
kita tidak hanya bisa meningkatkan aspek operasi yang aman dari sisi K3 saja
tetapi juga aman dari aspek biaya operasional pemenuhan standar K3.
1. Mengetahui apa saja kegiatan yang memiliki risiko tinggi atau major risk
yang mempengaruhi aspek K3 pada proyek konstruksi di PT. Brantas
Abipraya (Persero).
2. Mengetahui besarnya dampak major risk tersebut terhadap aspek K3 di
PT. Brantas Abipraya (Persero) yang dapat diukur secara kuantitatif
sehingga memiliki nilai yang terukur.
3. Dapat menentukan langkah mitigasi yang yang efektif untuk mengurangi
nilai risiko di dalam proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT. Brantas
Abipraya (Persero) secara aspek K3 dan juga aspek biaya.
12
berpengaruh adalah komitmen dari manajemen perusahaan, dikarenakan
untuk melakukan implementasi dari SMK3 tersebut dikarenakan terkendala
terhadap aspek biaya. Aspek biaya sendiri berkorelasi langsung terhadap
implementasi SMK3 dikarenakan aspek keselamatan adalah bersifat
pencegahan, sehingga banyak pemangku kebijakan menilai bahwa
implementasi dari SMK3 sendiri bersifat menghambur-hamburkan uang
karena potensi kerugian akibat kecelakaan kerja berifat tidak dapat dinilai
secara langsung (intangible). Untuk dapat merubah mindset tersebut,
diperlukan sebuat penelitian yang dapat menunjukkan seberapa pengaruh
sistem SMK3 yang berlaku saat ini dan bagaimana implementasinya di
lapangan, sehingga dapat muncul suatu rumusan masalah yang yang dapat
dinilai secara kuantitatif sehingga dapat menjadi rujukan dalam peningkatan
SMK3 yang lebih update dan kopmprehensif. Adapun beberapa dasar teori
untuk mendukung penelitian tersebut antara lain dijabarkan pada bab 2
sebagai berikut.
2.1.1. Alur Kerja
Alur kerja merupakan sebuah metode, cara atau teknik tentang
sumberdaya pekerjaan termasuk tenaga kerja, alat, bahan dan material
diubah memalui sebuah proses tertentu untuk menghasilkan sebuah tujuan.
Proses kerja dilakukan secara terstruktur dan sistematis serta
memperhatikan kaidah-kaidah keselamatan dan etika kerja sehingga dapat
menghasilkan manfaat tidak hanya bagi pemilik pekerjaan melainkan
kepada seluruh orang yang terlibat ke dalam proses kerja tersebut.
Proses kerja tidak lepas dari bahaya yang ada dari awal proses kerja
berlangsung hingga proses kerja berakhir yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja ringan hingga berpotensi memakan korban jiwa sehingga
fakor keselamatan kerja menjadi sangat penting. Potensi kecelakaan kerja
yang ada pada proses kerja dibagi menjadi dua faktor berdasarkan
penyebabnya yaitu faktor manusia atau unsafe factor fan faktor lingkungan
atau yang biasa disebut dengan unsafe condition (Tarwaka, 2008).
13
Sebuah kejadian yang tidak diharapkan serta tidak dikehendaki yang
terjadi secara tiba-tiba dan mengakibatkan adanya korban jiwa maupun
korban harta benda dalam suatu proses kerja baik itu di sektor industri
maupun sektor konstruksi dan sektor-sektor lainnya (Tarwaka, 2008). Pada
kejadiannya, kecelakaan kerja dibagi ke dalam dua katagori utama yang
terdiri dari industrial accident (kecelakaan industri) atau sebuah kecelakaan
kerja dimana terjadi pada tempat kerja dikarenakan dengan terdapat potensi
kecelakaan yang tidak bisa dikendalikan dan yang kedua adalah kecelakaan
di dalam perjalanan baik itu menuju dan atau dari tempat kerja (Tarwaka,
2008). Sedangkan menurut pendapat lain, kecelakaan kerja dapat terjadi
karena unsafe action atau perilaku tidak aman yaitu merupakan suatu
tindakan yang bisa mengakibatkan diri sendiri atau bersama dengan orang
lain dalam bahaya dimana dapat menyebabkan terjadinya suatu kecelakaan
kerja dan unsafe condition atau kondisi tidak aman yaitu suatu kondisi
lingkungan kerja dimana lingkungan kerja tersebut memiliki kondisi yang
tidak aman dan berpotensi menyebabkan orang terluka atau hilangnya harta
14
yang bisa dilihat merujuk pada pada Gambar 2.1 di atasmemiliki arti untuk
setiap adanya 30.000 bahaya atau unsafe condition memiliki peluang
kejadian sebanyak 1 kecelakaan bersifat fatal, 30 kecelakaan bersifat berat,
300 kecelakaan bersifat serius dan 3000 kecelakaan bersifat ringan (Ramli,
2020).
15
kecelakaan yang dapat dilihat dan dirasakan secara langsung, yang
meliputi tindakan dan kondisi yang berbahaya.
Perbuatan tidak aman adalah pelanggaran terhadap cara kerja yang
aman sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau
menyebabkan pekerja terlibat dalam situasi berbahaya, sedangkan
kondisi tidak aman adalah kondisi kerja yang dapat menyebabkan
kecelakaan kerja meskipun pekerja telah menerapkan kebiasaan
kerja yang aman seperti ketidakhadiran tanda keselamatan, kondisi
mesin yang tidak terawat, peralatan kerja yang aus.
4. Insiden
Insiden merupakan kejadian yang tidak diinginkan dari sesuatu
yang harusnya bisa dihindari seperti terjepit, terpeleset, tertimpa
sesuatu, tertabrak, tersengat aliran listrik, terkena radiasi, dan
terkena bahan beracun (Tarwaka, 2008).
5. Kerugian
Kerugian adalah hilangnya harta sesuatu yang berharga seperti
hilangnya nyawa, harta benda, property, dan kehilangan waktu
pekerjaan (Tarwaka, 2008).
16
Biaya pengobatan akan ditanggung oleh perusahaan apabila ada
karyawan atau korban lain yang mengalami kecelakaan kerja di
lingkungan kerja perusahaan.
3. Kerusakan sarana produksi
Kecelakaan sarana produksi untuk kerja yang terjadi di area kerja
perusahaan bisa mengalami kerusakan yang cukup signifikan apaila
kecelakaan kerja berupa ledakan atau kebakaran.
4. Biaya upah tenaga kerja
Apabila terjadi kecelakaan kerja, perusahaan harus menghentikan
seluruh aktivitas pekerjaan yang sedang berlangsung hingga lokasi
kecelakaan kerja benar-benar telah bersih dari sisa-sisa puing
kecelakaan kerja dan telah dibuat laporan kecelakaan kerja. Selama
masa tersebut, perusahaan tetap membayar upah pekerja meskipun
pekerja tidak melakukan aktivitas pekerjaan.
5. Kerugian sosial
Kerugian social memiliki dampak terhadap keluarga korban dan
juga penduduk di sekitar wilayah terjadinya kecelakaan kerja.
6. Biaya penyelidikan
Suatu kecelakaan kerja diharuskan untuk mengadakan penyelidikan
mengenai penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Biaya untuk
melakukan penyelidikan tidaklah sedikit sehingga sebisa mungkin
melakukan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja.
7. Citra dan kepercayaan konsumen
Sama seperti dampak sosial, kecelakaan kerja juga memberikan
dampak buruk terhadap citra perusahaan. Oleh sebab itu,
perusahaan harus memiliki sikap peduli terhadap keselamatan kerja
untuk menjaga citra perusahaan di mata masyarakat dan
stakeholder perusahaan.
17
2.1.5. Risk Control
Risk control atau pengendalian risiko merupakan langkah awal untuk
melakukan manajemen risiko dan bisa dilakukan dengan beberapa langkah
terstruktur meliputi eliminasi, substitusi, engineering, administratif, dan
penggunaan APD (Ramli, 2020). Hirarki pengendalian potensi risiko yang
ada dengan langkah-langkah tersebut seperti bisa disaksikan melalui pada
Gambar 2.2 di bawah ini.
18
1. Helm pelindung atau safety helmets
2. Tutup kepala
3. Alat pelindung telinga
4. Alat pelindung mata atau googles
5. Alat pelindung kaki (safety shoes, boots)
6. Alat Pelindung pernapasan
7. Body harness
8. Alat pelindung dari cuaca (jas hujan)
9. Alat-alat penerangan (lampu sirot)
10. Alat pelindung tangan (gloves, mitten, hand pad, sleeve)
Dari berbagai macam APD tersebut adalah alat yang wajib disediakan
oleh pemberi kerja kepada para pekerja sebelum memulai melakukan
pekerjaan sehingga pekerja akan merasa aman dalam melakukan aktivitas
bekerja. Selain memberikan alat-alat keselamatan, perusahaan juga
diharuskan memberikan tanda-tanda dan juga rambu-rambu keselamatan
pada beberapa daerah yang dirasa memiliki potensi risiko terjadinya
kecelakaan kerja.
19
bisa saja angka kecelakaan yang tinggi pada beberapa tahun sebelumnya
tidak mengalami penurunan sama sekali atau bahkan nilainya bertambah
karena setelah dilakukan improvement, mereka memiliki sistem manajemen
pencegahan risiko yang menjadi lebih baik sehingga angka kecelakan kerja
sesedikit apapun tetap dilaporkan padahal beberapa tahun sebelumnya
karena kecelakaan kerja dengan akibat yang ringan tidak masuk ke dalam
perhitungan oleh oleh pekerja kepada manajemen.
Legging indicator termasuk indikator yang sangat mudah
diimplementasikan dan memiliki perhitungan secara kuantitatif yang jelas,
tetapi kurang efektif dalam upaya pencegahan keselamatan .Dalam
perkembangan pengetahuan di bidang K3, terdapat leading indicator, yaitu
indicator yang dapat terlihat sebelum terjadi suatu kejadian kecelakaan
kerja. Leading indicator yaitu indicator yang dapat mengukur apa yang
positif dan apa yang negatif, dapat memberikan umpan balik atau feedback,
menunjukkan performa terhadap kegiatan yang sedang dilakukan, dapat
meningkatkan pemecahan masalah yang akan dihadapi, bisa menunjukkan
dampak dari suatu aktivitas, dan secara jelas dapat menunjukkan kebutuhan
terhadap kondisi saat ini di lapangan.
20
kecelakaan kerja disebabkan oleh perilaku berbahaya oleh pekerja
(Parinduri, 2020).
Keselamatan berbasis perilaku atau Behavior based safety (BBS)
adalah merupakan penelitian yang dilakukan oleh sekumpulan psikolog
yang meyakini bahwa keselamatan kerja merupakan sebuah perilaku
kebiasaan sehingga untuk dapat meningkatkan keselamatan kerja dapat
dipengaruhi dengan membiasakan para pekerja untuk bisa bekerja sesuai
standar K3 atau keselamatan kerja yang telah disepakati oleh manajemen
perusahaan karena proses BBS sendiri terdiri dari identifikasi perilaku kritis,
dengan cara nebetapkan kebiasaan dalam berperilaku yang aman, dan juga
mengembangkan mekanisme perbaikan secara berkelanjutan (Krause,
2001).
Perilaku keselamatan dicapai melalui proses peningkatan keselamatan kerja
dan lingkungan dengan membantu sekelompok pekerja untuk dapat
mengidentifikasi perilaku yang terkait dengan K3 seperti:
21
3. Feedback atau umpan balik.
4. Pelatihan observasi untuk semua pekerja.
5. Penilaian perilaku aman secara continue.
6. Menebarkan semangat untuk penerapan behavior based safety.
22
Gambar 2. 3. Alur penerapan behavior based safety
Pada Gambar 2.3, dikeketahui bahwa implementasi behavior based
safety dilakukan secara terstruktur dan sistematis, sehingga pelaksana dalam
hal ini pekerja dapat memahami dan diharapkan pekerja mampu
mengimplementasikannya secara maksimal.
23
kepada safety management yang mana sebelumnya memiliki ciri
top-down menjadi bottom-up karena berdasarkan jumlah pekerja,
posisi bawah merupakan posisi dengan jumlah pekerja terbanyak
sehingga dengan metode ini akan membuat yang sebelumnya tidak
dapat terawasi menjadi terawasi sepenuhnya.
2. Memusatan perhatian kepada perilaku tidak aman untuk dapat
membuat BBS ini berhasil karena menurut penelitian, faktor unsafe
behavior merupakan penyumbang terbanyak angka kecelakaan
kerja.
3. Menggunakan data observasi dengan cara melakukan monitoring
kepada pelaku perilaku aman. Semakin banyak observasi dilakukan
maka akan semakin reliable data tersebut.
4. Proses pembuatan keputusan dilakukan dengan terlebih dahulu
mengetahui hambatan yang selama ini terjadi. Dengan mengetahui
data hambatan tersebut dapat menjadi umpan balik sehingga dapat
menjadi reinforcement positif bagi pekerjan yang sudah
menerapkan perilaku aman. Kriteria perilaku aman berdasarkan
(Tarwaka, 2008) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
total skor aman
% Perilaku aman= x 100
total skor aman+tidak aman
Dengan kriteria sebagai berikut:
a. Katagori tingkat baik (100%).
b. Katagori tingkat cukup baik (55% - 99%).
c. Katagori tingkat kurang baik (0% - 55%).
5. Intervensi sistematis dengan melakukan intervensi yang dilakukan
secara terencana dan terjadwal dimulai dengan briefing untuk
seluruh departemen dilanjutkan dengan mencai sukarelawan untuk
menjadi observer yang ikut bergabung dengan project team.
Observer tersebut telah diberi pelatihan sebelumnya sehingga bisa
mengambil data observasi yang baik untuk memonitor kegiatan.
6. Mengedepankan umpan balik dari perilaku pekerja di dalam sistem
BBS yang bisa dilakukan secara verbal pada waktu pelaksanaan
observasi dalam bentuk data. Hasil dari data tersebut selalu
24
dilakukan update secara berkala dan dilakukan evaluasi untuk
meningkatkan nilai keamanannya.
7. Dukungan dari para manajer sebagai bagian sikap memiliki
komitmen manajemen. Selain itu, memberikan penghargaan kepada
pekerja yang telah melakukan kebiasaan aman serta memberi
fasilitas merupakan bentuk komitmen yang nyata dari manajemen
untuk terus mendukung kegiatan BBS.
1. Plan
Suatu tahapan perencanaan yang dapat dimulai dengan melakukan
indentifikasi masalah dengan memanfaatkan Teknik 5 W (what,
who, whwn, where, & why), yang selanjutnya bisa dilengkapi lagi
menggunakan Teknik root cause analysis sebagai pelengkap.
2. Do
Tahap kedua dalam siklus ini, kita harus dapat memulai untuk
mengerjakan hal-hal yang sudah direncanakan sebelumnya
mengikuti rencana awal pada tahap plan. Pada fase kedua ini juga
biasanya muncul banyak masalah yang sebelumnya tidak terpikirkan
di tahap awal. Oleh karena itu disarankan pada tahap ini kita
25
melakukannya secara teliti dan membahas masalah lebih
komprehensif
3. Check
Pada fase ketiga, merupakan fase terpenting karena pada fase ini kita
memeriksa semua apa yang sudah direncanakan dan dilakukan pada
dua fase awal. Fase ketiga ini akan menentukan karena merupakan
fase evaluasi yang selanjutnya harus bisa melakukan eliminasi.
Tahapan kedua dan ketiga ini bisa dilakukan sampai berkali-kali
sesuai dengan kebutuhan actual di lapangan hingga memenuhi
standarisasi tertentu sehingga output yang didapat sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan.
4. Act
Tahap ke empat atau tahap terakhir ini, seluruh tahapan yang
sebelumnya sudah diperbaiki karena adanya evaluasi dari fase do
dan check, namun seluruh fase tetap dilakukan secara berulang-ulang
hingga memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Setelah
tahap ini berhasil dilalui, maka model PDCA yang ada bisa dijadikan
standar baru bagi perusahaan. Dalam implementasinya, tidak lupa
selalu melakukan perbaikan yang bersifat membangun sehingga
didapat produktivitas dan efisiensi proses bisnis.
26
Tidak seperti dokumen ISO lainnya, ISO 31000 tidak memiliki sertifikat,
yang artinya dokumen tersebut hanya dijadikan sebagai acuan dalam
melakukan manajemen risiko. Alur manajemen risiko secara detail seperti
yang dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini:
A. Alur kerja
Alur kerja pada ISO 31000 tidak dimaksudkan atau
dimaksudkan untuk mendefinisikan sistem manajemen, tetapi
disajikan sebagai upaya atau wadah dalam membantu
organisasi agar dapat lebih berintegrasi dalam manajemen
risiko ke dalam keseluruhan sistem, termasuk:
Tolak ukur dan tata kelola yang memberikan
pedoman untuk memandu keterlibatan organisasi.
27
Rancangan program, yaitu rancangan kerangka
keseluruhan yang dibuat untuk mengelola risiko
secara berkelanjutan.
Pembentukan struktur manajemen dan kinerja.
Peningkatan, untuk meningkatkan kinerja manajemen
B. Proses
Mendeskripsikan mengenai panduan dalam melakukan
implementasi ISO 31000 yang terdiri dari tiga unit, yaitu:
Pemuatan rencana dan kegiatan khususnya ISO
31000 memerlukan pementukan dewan manajemen
untuk mengelola risiko secara teratur dan erkala.
Dengan pengelolaan yang teratur dan berkala,
manajemen ingin dapat mengelola risiko secara tepat
sesuai dengan yang telah direncanakan seelumnya
dan mampu melakukan pemantauan secara
erkesinamungan.
Implementasi rencana khususnya ISO 31000
memerikan panduan untuk implementasi proses
manajemen risiko. Dengan tersedianya standar
kinerja akan memungkinkan untuk
mengimplementasikan rencana yang telah disusun.
Monitoring dan Evaluasi termasuk penilaian proses
termasuk akuntailitas kerangka kerja dan integrasi
perencanaan proses dan analisis untuk mengurangi
risiko.
28
A. Mendefinisikan sebuah topik.
B. Membentuk tim kerja.
C. Menggambarkan proses secara grafis.
a. Membuat flow diagram proses.
b. Memberikan penomoran setiap proses dari flow diagram.
c. Jika proses yang cukup kompleks, maka dapat difokuskan pada
satu proses saja.
d. Mengidentifikasi semua subproses dibawah setiap proses
e. Membuat flow diagram pada setiap subproses.
D. Menganalisa potensi bahaya.
a. Mendata semua jenis kegagalan
b. Menetapkan severity dan probability
Perhitungan nilai risiko dari HFMEA adalah dengan cara mengalikan nilai
severity berdasarkan hazard yang terjadi dengan tingkat kemungkinan
terjadi atau probability dari potensi bahaya atau hazard tersebut akan
terjadi. Tabel penilaian untuk severity dari model HFMA seperti yang dapat
dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Dari Tabel 2.1 di atas dapat kita ketahui berapa nilai severity sesuai
dengan pengelompokan katagorinya dan bagaimana kriteria-kriteria yang
dipakai dalam melakukan penilaian. Untuk selanjutnya menghitung
probabilitas dapat menggunakan Tabel 2.2 di bawah ini sebagai acuannya.
29
Nilai Peluang Kemungkinan Terjadi
Dapat terjadi kapan saja (dapat terjadi
4 Frequent
beberapa kali dalam 1 tahun)
Occasiona Dapat terjadi beberapa kali dalam 1 sampai 2 tahun
3
l
Uncommo Jarang terjadi
2
n
1 Remote Sangat jarang terjadi
ICAF = ∆C/∆R
Dengan:
ICAF : Implied Cost of Averting a Fatality
∆C : Biaya pengendalian risiko (gross cost)
30
∆R : Penurunan risiko setelah pengendalian
Indeks ICAF diperoleh dengan menghitung biaya yang dikeluarkan
untuk mengendalikan risiko dikurangi dengan jumlah manfaat yang
diperoleh dan pengurangan yang dihasilkan dibagi dengan pengurangan
nilai risiko setelah pengurangan. ICAF yang rendah menunjukkan bahwa
mitigasi yang dilaksanakan bernilai tinggi karena biaya yang dikeluarkan
lebih bermanfaat dalam menurunkan nilai risiko sehingga tercipta risiko
yang dapat diterima.
31
2.3. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan penulis ini dilakukan dengan mengacu kepada referensi dari penelitian terdahulu yang sudah diteliti
mengenai topik penelitian terkait oleh beberapa peneliti sebelumnya. Peneliti mengacu kepada referensi penelitian yang sebidang dan juga
penelitian yang menggunakan metode sama sebagai bahan acuan dalam mengerjakan penelitian kali ini. Rangkuman penelitian yang akan
dijadikan sebagai referensi terlampir Tabel 2.4 berikut:
Tabel 2. 4. Penelitian Sebelumnya
2 Mahega Awaatul Aini (2017) Tingkat kematangan program PEKA Total Sampling Mengetahui tingkat kematangan BBS
/ Tingkat Kematangan berada pada PEKA di PT X berada memiliki andil dalam peningkatan
Behavior Based Safety (BBS) pada level 2 (developing), level 3 budaya keselamatan kerja di
Pada Program Peka (performing), dan level 4 (high perusahaan sehingga apabila
(Pengamatan Keselamatan performing). Namun secara umum, diterapkan maka akan meningkatkan
Kerja) di PT X. tingkat kematangan program PEKA angka keselamatan kerja akibat
berada pada level 3 (performing). adanya potensi bahayaa virus Covid-
19 di PT Brantas Abipraya (Persero).
32
No Peneliti / Judul Hasil Penelitian Metode Hubungan Dengan Penelitian Tesis
Siti Aminatuzzuhriyah Hasil uji regresi logistik biner pada Penelitian ini melakukan kajian
3 Critical
(2017) / Analisis Behavior pekerjaan pembongkaran dan terhadap pada karyawan tenaga muat
Behaviour
Based Safety Pada Tenaga pemuatan sebelum sesudah intervensi di pelabuhan petikemas dimana pada
Checklist
Kerja Bongkar Muat menunjukkan tidak ada variabel penelitian tersebut banyak
(CBC); uji
Petikemas Dengan Metode independent yang mempengaruhi menggunakan tenaga kerja kontrak
statistik
DOIT. perilaku pekerja. sehingga relevan dengan tenaga kerja
kolmogorov
smirnov proyek di PT Brantas Abipraya
(Persero).
5 Evan Hardyanto Prakasita Menilai seberapa besar komitmen Wawancara; BCM merupakan salah satu faktor
(2018) / Tinjauan Kesiapan dari top management terhadap checklist ISO yang mendorong perilaku BBS agar
Terhadap Implementasi penerapan BCM dan juga mengukur 22301; PDCA; bisnis perusahaan tetap terjaga dan
Business Continuity kepuasan para stakeholder terhadap Observasi bisa berlangsung aman dari
Management Systems K3. Diketahui lebih dari setengah kecelakaan kerja.
(BCMS) Berbasis ISO stakeholder merasa puas dan
22301 Dan ISO 27001 menginginkan peningkatan terhadap
(Studi Kasus: PT. JPK). sistem yang telah ada.
33
No Peneliti / Judul Hasil Penelitian Metode Hubungan Dengan Penelitian Tesis
6 Mila Kristina Widiyanti 66,68% (12 poin) komitmen top HSFA Behavior Based Safety sebagai Upaya
(2016) / Gambaran Behavior management, 63,34% (7 poin) Penurunan Unsafe Action Pekerja
Based Safety Sebagai Upaya peraturan dan prosedur K3, 81,25% merupakan sebuah upaya untuk
Penurunan Unsafe Action (6 poin) komunikasi pekerja, 55,57% mengurangi angka kecelakaan kerja,
Pekerja Bagian Stamping (4 poin) keterlibatan pekerja, dan PT Brantyas Abipraya (Persero) ingin
Perusahaan Obat Nyamuk 100% (3 poin) kompetensi pekerja memastikan tidak ingin pandemi
“X” Semarang Factory telah dijalankan di perusahaan. Covid-19 mengganggu keselamatan
para pekerja dengan menerapkan
BBS.
7 Dieqa Raras Anggary (2012) Perusahaan berhasil menerapkan Metode Perlu upaya dan waktu yang lebih
/ Implementasi Program program BBS yang lama sehingga deskriptif untuk menerapkan BBS baru kepada
Behavior Based Safety angka kecelakaan kerja menurun. para pekerja karena BBS bersifat
Sebagai Program Untuk program BBS baru belum mengubah perilaku pekerja
Keselamatan Di PT. GE berjalan efektif dan hanya dicatat berdasarkan aktifitas kebiasaan.
Lighting Indonesia pada lembar laporan.
8 Angga Silahudin (2018) / Perusahaan harus menguatkan Activator- Peneliti ingin mencari faktor yang
Analisis Faktor Yang komitmen terhadap BBS dimana Behavior- berpengaruh dalam safety behavior
Berhubungan Dengan Safety faktor komitmen perusahaan menjadi Consequence sehingga bisa menerapkannya pada
Behavior Pada Pekerja faktor yang paling penting dalam (ABC) model kasus baru yaitu virus Covid-19
Bagian Line Produksi Di PT implementasi BBS di perusahaan dimana untuk menghadapinya
Coca Cola Bottling diperlukan adaptasi kebiasaan baru.
Indonesia
34
No Peneliti / Judul Hasil Penelitian Metode Hubungan Dengan Penelitian Tesis
Surabhi Verma (2020) /
9 Mengetahui pengaruh adanya Literature Akan mencari tahu dampak pandemi
Investigating the emerging pandemi Covid-19 terhadap berbagai review covid terhadap perusahaan konstruksi
COVID-19 research trends in macam sektor bisnis. khususnya di PT Brantas Abipraya
the field of business (Persero)
and management: A
bibliometric analysis
approach
35
Dari Tabel 2.1 telah dibahas mengenai aspek yang paling
mempengaruhi faktor keselamatan kerja yaitu Behavior Based Safety (BBS)
sehingga BBS memiliki peran yang penting sebagai alat untuk
meningkatkan angka keselamatan kerja dan juga untuk mengetahui faktor
penting apa saja untuk mengimplementasikannya.
Dalam melakukan aplikasi BBS, diketahui bahwa peran komitmen
perusahaan merupakan faktor yang penting sehingga untuk dapat
mengaplikasikan BBS harus dengan disertai pengetahuan dan komitmen
dari manajemen perusahaan. Untuk mendapatkan komitmen tersebut,
diperlukan langkah-langkah strategis mengenai hal apa yang memiliki
pengaruh lain untuk melakukan implementasi.
36
pelaksanaannya. Kerangka pikir bisa disaksikan pada Gambar 2.5 berikut
ini:
Proyek di
PT. Brantas Abipyara ISO 31000
(Persero)
Operasi Perusahaan
Risiko K3
yang Aman dan Andal
37
penelitian tersebut bisa diketahui langkah mitigasi apa yang sesuai untuk
dapat menurunkan nilai risikonya. Akan tetapi, pada penelitian-penelitian
yang telah dilakukan belum ada penelitian yang membahas mengenai aspek
biaya yang ditimbulkan akibat dari mitigasi yang dilakukan sehingga sering
kali aspek keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 tidak dapat
diimplementasikan atau kurang mendapatkan komitmen dari manajemen
perusahaan karena perusahaan harus mengeluarkan biaya ekstra. Maka dari
itu, peneliti mengambil topik ini karena peneliti tidak ingin aspek K3
menjadi beban biaya bagi manajemen perusahaan sehingga perusahaan
mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja para pekerja proyek. Peneliti
ingin mengetahui langkah mitigasi apa saja yang dapat dipilih untuk
mengurangi nilai risiko, tetapi masih dalam batas kompromi bagi
perusahaan apabila disandingkan dengan aspek biaya untuk merealisasikan
mitigasi tersebut.
38
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
39
Brantas Abipraya (Persero) selaku target penelitian yang diharapkan dapat
memberikan feedback selain pengumpulan data yang diperlukan. Proses
dalam wawancara dilakukan secara individu baik secara langsung atau dapat
dilakukan dengan form kuesioner untuk dapat menjangkau target
wawancara dan agar pertanyaan wawancara lebih terfokus dan tidak
melebar.
40
3.3.1. Studi Kepustakaan
Dilakukan dengan cara mencari kepada dokumen perusahaan yang
berhubungan dengan keselamatan kerja dan berhubungan dengan K3 yang
telah dilakukan bisa berupa dokumen manual perusahaan, SMK3, Standard
Operational Procedure (SOP) perusahaan, kebijakan-kebijakan perusahaan,
serta peraturan-peraturan tertulis perusahaan yang wajib dipatuhi dan
dijalankan oleh semua stakeholder perusahaan. Studi kepustakaan tersebut
kemudian akan dijadikan sebagai alat bantu atau tools dalam melakukan
assessment sebagai dokumen pendamping ISO 31000.
3.3.3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan yang memiliki hubungan langsung
dengan implementasi yang berkaitan dengan SMK3 dan implementasinya di
perusahaan. Wawancara yang dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai alasan-alasan kebijakan tersebut dibuat maupun alasan-alasan
mengapa pelaku pelanggaran tidak melaksanakan peraturan-peraturan yang
telah ada.
41
3.4. Metode untuk Analisis Data
Analisis yang akan dilakukan sebagai langkah awal adalah dengan
mengetahui hal-hal mengenai SMK3 yang sudah ada dan sudah diterapkan
di perusahaan lalu dilakukan review dengan analisis metode PDCA
menggunakan tools ISO 31000 dari dokumen yang sudah ada tersebut
apakah sudah mampu untuk mengakomodir kebutuhan untuk menjamin
kesehatan dan keselamatan pekerja. Alur analisis menggunakan metode
PDCA dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini.
42
hasil yang diperoleh belum memenuhi standar yang dipersyaratkan, maka
akan diulang kembali ke tahap penyusunan rencana mitigasi dan
perhitungan kembali hingga memenuhi keamanan operasi perusahaan
mengacu kepada keselamatan kerja dan juga dalam aspek biaya.
43
mitigasi bisa diambil untuk menurunkan nilai risiko pekerjaan. Sehingga
operasai perusahaan menjadi aman dalam aspek K3 dan juga dalam aspek
biaya karena K3 dan biaya adalah suatu hal yang berkorelasi. Berdasarka
kerangka pemikiran hipotesis sebelumnya, maka didapat beberapa hipotesis
penelitian sebagai berikut:
44
Mulai
Studi Pustaka
Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data:
Studi Kepustakaan
Observasi dan dokumentasi
Wawancara
Penurunn risiko
tidak memenuhi
Analisa dan Pembahasan
Penurunan risiko
memenuhi
Kesimpulan
45
3.7. Rencana dan Jadwal Kegiatan
46
DAFTAR PUSTAKA
47
Einarsson, S. (2008). Improving human factors, incident and accident
reporting and safety management systems in the Seveso industry.
Journal of Loss Prevention in the Process Industries, 550-554.
Festag, S. (2017). Counterproductive (safety and security) strategies: the
hazards of ignoring human behaviour. Process Safety and
Environment Protection, 1-17.
Geller, E. S. (2001). Behavioral Safety Analysis: A Necessary Precursor to
Corrective Action. Professional Safety, 29-36.
Hardiningtyas, D. (2015, December 20). http://lecture.ub.ac.id/wp-
signup.php?new=dewihardaningtyas. Retrieved from
dewihardaningtyas.lecture.ub.ac.id:
http://dewihardaningtyas.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/P5-
Workplace-Safety-Health-Program.pdf
Hughes, G. (2004). Whose fault is it anyway? Journal of Hazardous
Materials, 127-132.
ISO. (2019). Security and Resilience. London: British Standards Institution.
Kheni, N. A. (2008). Health and safety management in developing
countries: a study of construction SMEs in Ghana. Construction
Management and Economics, 1159-1169.
Knegtering, B. (2009). Safety of the process industries in the 21st century:
A changing need of process safety management for a changing
industry. Journal of Loss Prevention in the Process Industries, 162–
168.
Krause, T. R. (2001). Moving To The 2nd Generation in Behavior-Based
Safety. American Society of Safety Engineers, 27-32.
Listyaningsih1, D. (2021). IKLIM KESELAMATAN KERJA PADA
PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA. PADURAKSA, 70-83.
LOUSHINE, T. W. (2006). Quality and Safety Management in
Construction. Total Quality Management, 1171–1212.
Miles, M. B. (2014). Analisis Data Kualitatis. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Nadhir, A. (2017). PENGARUH PENGELOLAAN KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS
KERJA PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI GEDUNG DI CV.
PILAR BLITAR MAPAN SEJAHTERA. Jurnal Qua Teknika, 11-
20.
Parinduri, L. (2020). Implementasi Manajemen Keselamatan Konstruksi
Dalam Pandemi Covid 19. Buletin Utama Teknik Vol. 15 No. 3, 222-
48
228.
Prakasita, E. H. (2018). Tinjauhan Kesiapan Terhadap Implementasi
Business Continuity Management Systems Berbasis ISO 22301 dan
ISO 27001 (Studi Kasus : PT. JPK). Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer,
13(2), 76-83.
Ramadhani, A. S. (2018). ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN SAFETY BEHAVIOR PADA PEKERJA BAGIAN
LINE PRODUKSI DI PT COCA COLA BOTTLING INDONESIA.
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, 60615.
Ramli, S. (2020). Manajemen Bencana dan Kelangsungan Bisnis. Bekasi:
Prosafe.
Ratry, R. (2020). TANGGUNG JAWAB PENGUSAHA DAN PEKERJA
DALAM PENERAPAN K3 PADA PROYEK KONSTRUKSI
DITINJAU DARI PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN
PARA PIHAK. Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 997-1006.
Roscoe, A. M. (1975). Follow-up Methods, Questionnaire Length, and
Market Differences in Mail Surveys: In this experimental test, a
telephone reminder produced the best response rate and
questionnaire length had no effect on rate of return. Journal of
Marketing, 20-27.
Sasongko, W. H. (2021). Perusahaan menerapkan pengelolaan talenta
berbasiskan kompetensi dan kinerja yang mendukung kebutuhan
bisnis saat ini dan masa depan. (Tesis). Jakarta: Universitas Sahid .
Setiawan, I. (2019). Perancangan Business Continuity Plan dan Disaster
Recovery Plan Teknologi dan Sistem Informasi Menggunakan ISO
22301. Jurnal RESTI, 3(2), 148-155.
Sugiyanto. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Suizer, A. (1999). Safety Behavior Fewer Injuries. Jakarta: Balai Pustaka.
Sutarto, A. (2008). Peranan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja Dalam
Peningkatan Kinerja Proyek Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil dan
Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang , 115-
126.
Svata, V. (2013). System View of Business Continuity Managemen.
Journal of Systems Integration, 4(2).
49
Tarwaka. (2008). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Vermaa, S. (2020). Investigating the emerging COVID-19 research trends
in the field of business and management: A bibliometric analysis
approach. Journal of Business Research, 253-261.
Waatters, J. (2010). The Business Continuity Management Desk Reference:
Guide to Business Continuity Planning, Crisis Management & IT
Disaster Recovery. Business Leverages Ltd.
Widiyanti, M. K. (2016). Gambaran Behavior Based Safety Sebagai Upaya
Penurunan Unsafe Action Pekerja Bagian Stamping Perusahaan
Obat Nyamuk “X” Semarang Factory, (Skripsi). Semarang:
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG.
Xuecai, X. (2017). Human factors risk assessment and management:
process safety in engineering. Process Safety and Environment
Protection, 1-12.
Yuliana. (2020). Corona virus diseases (Covid-19) : Sebuah tinjauan
Literatur. Wellness And Healthy Magazine, 2(1).
Zhao, J. (2014). Lessons learned for process safety management in China.
Journal of Loss Prevention in the Process Industries, 170-176.
50