Anda di halaman 1dari 50

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM OPERASI SMK3 PT.

BRANTAS ABIPRAYA (PERSERO) BERDASAR ISO 31000

PROPOSAL TESIS

Oleh :
NPM :
(Program Studi Magister Manajemen)

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SAHID JAKARTA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

DAFTAR TABEL..................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................ii

BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang Permasalahan...............................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................................5
1.4. Manfaat Penelitian..................................................................................5
1.5. Batasan Penelitian...................................................................................6

BAB 2. KERANGKA KONSEPTUAL.................................................................7


2.1. Teori Dalam Mendukung Gagasan Judul Dan Tujuan Terhadap
Penelitian.............................................................................................................7
2.1.1. Alur Kerja.........................................................................................8
2.1.2. Kecelakaan dan Insiden Kerja........................................................8
2.1.3. Fakor Penyebab Kecelakaan dan Insiden Kerja........................10
2.1.4. Kecelakaan Kerja Mengakibatkan Kerugian.............................11
2.1.5. Risk Control.....................................................................................13
2.1.6. Legging & Leading Indicator........................................................14
2.1.7. Pengertian Tentang Behavior Based Safety (BBS)......................15
2.1.8. Implementasi Behavior Based Safety............................................16
2.1.9. Behavior Based Safety Untuk Dapat Mengurangi Unsafe Behavior
18
2.2. Metode Analisis PDCA (Plan, Do, Check, Act)...................................20
2.3. Tool Analisis Risiko...................................................................................21
2.2.1. Standard ISO 31000...........................................................................21
2.2.2. Health Failure Models and Effect Analysis (HFMEA)....................23
2.3.3. Implied Cost of Averting a Fatality (ICAF).......................................25
2.3. Penelitian Sebelumnya...........................................................................27
2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis...............................................................31
2 . 5 . Kebaruan Penelitian (Novelty)..............................................................32

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN............................................................34


3.1. Lokasi Serta Waktu Penelitian............................................................34
3.2. Jenis Sumber Data.................................................................................34
3.3. Pengambilan Populasi Sampel.............................................................34
3.3.1. Studi Kepustakaan.........................................................................36
3.3.2. Observasi dan Dokumentasi.........................................................36
3.3.3. Wawancara.....................................................................................36
3.4. Metode untuk Analisis Data.....................................................................37
3.5. Hipotesis Penelitian...................................................................................38
3.6. Rancangan Penelitian...............................................................................39
3.7. Rencana dan Jadwal Kegiatan.................................................................41

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Tingkat severity berdasarkan hazard yang terjadi...............................24


Tabel 2. 2. Tingkat probability terjadinya hazard.................................................24
Tabel 2. 3. Hazard scoring matrix.........................................................................25
Tabel 2. 4. Penelitian Sebelumnya........................................................................27

Tabel 3. 1. Rencana jadwal penelitian...................................................................41


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Piramida Safety (Sumber: Hardiningtyas)........................................9


Gambar 2. 2. Hirarki pengendalian risiko............................................................13
Gambar 2. 3. Alur penerapan behavior based safety............................................18
Gambar 2. 4. ISO 31000:2009..............................................................................22
Gambar 2.5. Kerangka pemikiran operasional.....................................................32

Gambar 3. 1. Alur metode analisis PDCA...........................................................37


Gambar 3. 2. Alur metode analisis data menggunakan ISO 31000......................38
Gambar 3. 3. Rancangan Penelitian.....................................................................40
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

PT. Brantas Abipraya (Persero) sebagai sebuah perusahaan jasa konstruksi


multinasional,adalah perusahaan milik negara atau yang bermodal dan dibiayai
oleh pemerintah adimana biasa disebut dengan BUMN (Badan Usaha Milik
Negara) yang memiliki pengalaman pada bidang jasa konstruksi selama 4 dekade
lebih. Brantas Abipraya (Persero) telah berhasil mengelola unit bisnis dan mampu
tetap kompetitif dengan terus berinovasi dan menyesuaikan lingkungan saat ini
sambil mempersiapkan masa depan, terlebih lagi pada awal tahun 2020 dimana
terjadi pandemi Covid-19 yang menuntut perusahaan memiliki manajemen risiko
yang selalu update dengan kondisi aktual di lapangan (Abipraya, 2020).

K3 atau yang biasa disebut secara lengkap dengan Keselamatan dan


Kesehatan Kerja sebenarnya adalah salah satu yang dipersyaratkan untuk bisa
menambah produktivitas karyawan, dimana yang memiliki kaitan erat dengan
hasil pekerjaan. K3 pada dasarnya adalah merupakan suatu upaya untuk dapat
mencegah, menghindari, mengurangi kecelakaan di lingkungan kerja dengan cara
menghalangi, menghilangkan, menghilangkan bahaya (hazardous factors) untuk
bisa mencapai keselamatan dan kesehatan kerja. Perusahaan harus dapat benar-
benar menjaga keselamatan dan kesehatan para karyawannya dengan cara
memiliki dan menetapkan aturan tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
yang dihormati dan dapat dipatuhi serta dijalankan semua karyawan dan manajer
perusahaan (seluruh stakeholder).

Keselamatan dan kesehatan kerja atau disingkat K3 itu sendiri adalah


merupakan hal yang harus diperhatikan pertama dan terutama oleh operator,
terutama pada pekerjaan yang umumnya memiliki tingkat resiko cidera yang
sangat tinggi dan keuntungan ekonomis, aspek hukum, tanggung jawab dan citra
organisasi itu sendiri. Untuk mencegah cedera, kecacatan, dan kematian terkait
pekerjaan. Dikarenakan oleh hal tersebut, maka saat membangun lokasi
konstruksi, hal ini biasanya merupakan aktivitas yang melibatkan banyak bahaya
aktivitas yang berbahaya. Hal ini telah memberikan industri konstruksi citra
negatif keselamatan pekerja. Dalam situasi di mana proyek mencerminkan sifat
kompleks dan sangat sulit untuk melaksanakan aktivitas, daya tahan yang baik
diperlukan untuk tugas tersebut (Nadhir, 2017).

Sebagai upaya dalam mengantisipasi terjadinya kecelakaan dalam suatu


proyek, harus ada pihak yang bertanggung jawab atas risiko tersebut. Contohnya
adalah kerjasama antara divisi internal kontraktor maupun kontraktor dan lembaga
keselamatan. Hal ini karena hampir semua pekerja harus mendapatkan jaminan
kerja dari pihak-pihak yang terkait karena kesehatan pekerja merupakan salah satu
faktor terjadinya kecelakaan kerja. Dalam melaksanakan suatu proyek konstruksi,
kontraktor harus menjaga kesehatan para pekerja, dan kesehatan ini berkaitan
dengan kesehatan fisik atau mental mereka. Melindungi semua stakeholder
terutama para pekerja dari potensi bahaya dan penyakit yang diakibatkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja sangat penting untuk memastikan bahwa
karyawan merasa aman dan nyaman saat melakukan pekerjaan mereka karena hal
utama penyebab terjadinya kecelakaan kerja berasal dari kebiasaan perilaku tidak
aman atau biasa disebut unsafe behavior (Suizer, 1999). Unsafe behavior tersebut
mempunyai pengaruh yang sangat signifikan sebagai penyebab utama kecelakaan
dengan prosentase penyebab sebanyak 80-95% kecelakaan kerja dengan sisanya
diakibatkan oleh kondisi lokasi kerja yang tidak aman sehingga kebiasaan
berperilaku berbahaya atau biasa disebut Behavior Based Safety (BBS) (Cooper,
2009). Tenaga kerja yang sehat itu produktif, maka produktivitas kerja karyawan
diharapkan meningkat. Dengan pemikiran tersebut, penting untuk mempelajari
program K3 dan produktivitas karyawan untuk mencapai visi dan misi
perusahaan.

Berlatar belakang beberapa permasalahan tersebut, PT. Brantas Abipraya


(Persero) memiliki kemauan dan komitmen yang sangat tinggi kepada K3 atau
kesehatan dan keselamatan kerja sehingga memiliki sebuah pedoman dalam
penerapan K3 berupa Sistem Manajemen Keselamatan Kerja dan Lingkungan
(SMK3L) yang selalu update yang berguna untuk mengakomodir keperluan
keselamatan kerja. Dalam hal penerapannya, dokumen tersebut juga didukung
dengan beberapa dokumen lain dalam hal untuk penerapan manajemen risiko,
pengelolaan lingkungan kerja, prosedur safety induction, hingga prosedur inspeksi
K3. Situasi dan kondisi pada proyek yang selalu berubah baik karena faktor
internal perusahaan maupun yang berasal dari faktor eksternal terkait keselamatan
kerja mengakibatkan pedoman yang ada pada dokumen-dokumen tersebut tidak
dapat mengakomodir semua kebutuhan di lapangan, seperti contoh pada awal
tahun 2020 terdapat pandemi virus Covid-19 yang mengancam keselamatan para
pekerja dimana hal tersebut belum pernah terjadi sebelumnya sehingga perlu ada
penanganan khusus karena belum adanya pedoman khusus yang mengatur tentang
keselamatan kerja terkait pada dokumen-dokumen tersebut. Dengan adanya kasus
tersebut, pada penelitian ini penulis ingin membahas mengenai analisis risiko
mengenai K3 atau keselamatan dan kesehatam kerja pada proyek konstruksi yang
ada di PT. Brantas Abipraya (Persero) menggunakan ISO 31000 sebagai tools
untuk melakunan assessment manajemen risiko berbasis legging dan leading
indicator.

ISO 31000 adalah merupakan sebuah pedoman mengenai standar


internasional dimana berisi tentang pedoman tentang implementasi manajemen
risiko yang sangat berguna digunakan untuk alat bantu dalam menyusun dan
menyempurnakan dokumen-dokumen terkait kesehatan dan keselamatan kerja.
Pedoman ini terdiri dari prinsip, kerangka kerja dan proses terhadap manajemen
risiko dimana ketiga bagian ini berfungsi sebagai arsitektur dalam melakukan
manajemen risiko untuk memastikan penerapan manajemen risiko yang efektif.
Standar ini diinisiasikan oleh International Organization for Standardization atau
disingkat ISO, sebuah organisasi standardisasi internasional. ISO 31000
memberikan panduan umum, tetapi tidak dimaksudkan untuk menstandardisasi
manajemen risiko di seluruh organisasi yang memiliki tujuan sebagai standar
untuk dapat pendukung implementasi terhadap manajemen risiko guna
memastikan tercapainya tujuan organisasi.

Suatu tindakan mitigasi tentunya memerlukan biaya yang nantinya harus


dikeluarkan oleh perusahaan, karena keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sendiri
memiliki korelasi dengan tambahan biaya terhadap suatu proyek dimana hal
tersebut yang kebanyakan menjadi perhatian dari para pimpinan perusahaan untuk
memiliki komitmen yang kuat terhadap K3. Untuk menjaga rencana anggaran
biaya sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya tanpa memiliki
kompromi terhadap implementasi keselamatan dan kesehatan kerja, maka dalam
pemilihan rencana mitigasi dilakukan dengan indeks penilaian ICAF yang
merupakan akronim dari Implied Cost of Averting a Fatality, yang merupakan
metode untuk menentukan perhitungan indeks penurunan risiko dengan rencana
biaya untuk implementasinya rencana mitigasi sehingga nantinya didapat metode
mitigasi terbaik dengan memiliki nilai keekonomisan tertinggi dengan
perhitungan secara kuantitatif.

Hasil yang diharapkan pada proposal tesis ini adalah penulis dapat
merumuskan beberapa identifikasi permasalahan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja berdasarkan perilaku kebiasaan pekerja pada proyek di PT.
Brantas Abipraya (Persero) lalu dapat merumuskan suatu langkah mitigasi untuk
menurunkan nilai risiko tersebut menjadi risiko yang dapat diterima. Sehingga
kita tidak hanya bisa meningkatkan aspek operasi yang aman dari sisi K3 saja
tetapi juga aman dari aspek biaya operasional pemenuhan standar K3.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah penelitian difokuskan pada masalah yang diteliti dan
dalam lingkup yang dibatasi sesuai dengan batasan-batasan yang akan diambil
oleh peneliti. Memiliki latar belakang seperti di atas, penulis melakukan
perumusan masasalah sebagai berikut:
1. Apa saja major risk yang mempengaruhi aspek K3 di dalam proyek
konstruksi yang dikerjakan oleh PT. Brantas Abipraya (Persero)?
2. Seberapa besar pengaruh major risk tersebut terhadap aspek K3 di dalam
proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT. Brantas Abipraya (Persero)?
3. Apa langkah mitigasi paling efektif yang dapat digunakan untuk mengurangi
nilai risiko di dalam proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT. Brantas
Abipraya (Persero) secara aspek K3 dan juga aspek biaya?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan dari perumusan untuk masalah sebagaimana disebutkan di
atas, tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui apa saja kegiatan yang memiliki risiko tinggi atau major risk
yang mempengaruhi aspek K3 pada proyek konstruksi di PT. Brantas
Abipraya (Persero).
2. Mengetahui besarnya dampak major risk tersebut terhadap aspek K3 di
PT. Brantas Abipraya (Persero) yang dapat diukur secara kuantitatif
sehingga memiliki nilai yang terukur.
3. Dapat menentukan langkah mitigasi yang yang efektif untuk mengurangi
nilai risiko di dalam proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT. Brantas
Abipraya (Persero) secara aspek K3 dan juga aspek biaya.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan kali ini adalah penulis
mengharapkan untuk mampu memberikan beberapa manfaat bagi beberapa
pihak antara lain:

1. Manfaat terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yaitu sebagai bahan


rujukan dalam memberikan informasi keselamatan kerja yang dapat terus
dilakukan pembaharuan secara berkala sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan di lapangan.
2. Untuk universitas diharapkan penelitian ini mampu untuk menjadi referensi
kepada peneliti berikutnya agar dapat lebih mendalam sewaktu melakukan
penelitian dimana penelitian tersebut berkaitan dengan K3 atau keselamatan
dan kesehatan kerja.
3. Untuk perusahaan yaitu untuk dapat meningkatkan angka keselamatan kerja
khususnya di bidang jasa konstruksi.

1.5. Batasan Penelitian


Sebagai pembatas dalam pembahasan permasalahan penelitian agar tidak
terlalu melebar, ditentukan ruang lingkup pelaksanaan penelitian dibatasi pada
beberapa hal seperti berikut:

1. Penelitian dilakukan pada proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT


Brantas Abipraya (Persero).
2. Acuan mengenai tata cara dan prosedur tentang keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) menggunakan standar operasional prosedur atau SOP yang
dikeluarkan oleh PT. Brantas Abipraya (Persero).
3. Berfokus kepada potensi risiko akibat kebiasaan tidak aman pekerja karena
merupakan penyumbang faktor keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
BAB 2. KERANGKA KONSEPTUAL

2.1. Teori Dalam Mendukung Gagasan Judul Dan Tujuan Terhadap


Penelitian

Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa


konstruksi berskala nasional, PT. Brantas Abipraya (Persero) berkomitmen
penuh dalam upaya pemenuhan aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan
Kerja atau K3. Keselamatan kerja sendiri berarti selamat dalam melakukan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan baik bekerja di dalam
maupun di luar ruangan yang dapat mengakibatkan luka ringan hingga cacat
permanen ataupun sampai mengakibatkan kematian. Selain itu, keselamatan
kerja juga berhubungan dengan kondisi pada lokasi bekerja yang aman dari
hal-hal yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja sehingga menimbulkan
kerugian materi dan non materi. Keselamatan kerja juga memiliki beberapa
manfaat seperti perusahaan akan semakin efektif dalam operasinya
dikarenakan para pekerja merasa dilindungi sehingga akan bekerja secara
maksimal dan juga secara aspek biaya, kerugian akibat adanya kecelakaan
kerja dapat dihindari karena kecelakaan kerja memiliki korelasi yang erat
dengan biaya sehingga banyak perusahaan. Dengan latar belakang beberapa
hal di atas, PT. Brantas Abipraya (Persero) memiliki sebuah manajemen
keselamatan yang biasa dikenal dengan SMK3 atau Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dimana hal tersebut menjadi pedoman
bagi seluruh karyawan ataupun pekerja dalam melakukan aktivitas
pekerjaannya supaya terhindar dari kecelakaan kerja.
SMK3 berisi beberapa hal meliputi struktur organisasi
perusahaan/proyek, perencanaan kegiatan, tugas dan tanggung jawab
masing-masing anggota, prosedur kegiatan, proses, sumberdaya yang
diperlukan, penerapan, pencapaian, hingga pengkajian, pemeliharaan dan
pengembangan sistem supaya tercapainya kegiatan bekerja yang aman,
produktif, dan efisien. Dalam penerapan SMK3 tersebut bisa dikatakan
tidaklah mudah karena memerlukan komitmen dari semua anggota yang
terlibat di dalam sistem tersebut. Salah satu komitmen yang paling

12
berpengaruh adalah komitmen dari manajemen perusahaan, dikarenakan
untuk melakukan implementasi dari SMK3 tersebut dikarenakan terkendala
terhadap aspek biaya. Aspek biaya sendiri berkorelasi langsung terhadap
implementasi SMK3 dikarenakan aspek keselamatan adalah bersifat
pencegahan, sehingga banyak pemangku kebijakan menilai bahwa
implementasi dari SMK3 sendiri bersifat menghambur-hamburkan uang
karena potensi kerugian akibat kecelakaan kerja berifat tidak dapat dinilai
secara langsung (intangible). Untuk dapat merubah mindset tersebut,
diperlukan sebuat penelitian yang dapat menunjukkan seberapa pengaruh
sistem SMK3 yang berlaku saat ini dan bagaimana implementasinya di
lapangan, sehingga dapat muncul suatu rumusan masalah yang yang dapat
dinilai secara kuantitatif sehingga dapat menjadi rujukan dalam peningkatan
SMK3 yang lebih update dan kopmprehensif. Adapun beberapa dasar teori
untuk mendukung penelitian tersebut antara lain dijabarkan pada bab 2
sebagai berikut.
2.1.1. Alur Kerja
Alur kerja merupakan sebuah metode, cara atau teknik tentang
sumberdaya pekerjaan termasuk tenaga kerja, alat, bahan dan material
diubah memalui sebuah proses tertentu untuk menghasilkan sebuah tujuan.
Proses kerja dilakukan secara terstruktur dan sistematis serta
memperhatikan kaidah-kaidah keselamatan dan etika kerja sehingga dapat
menghasilkan manfaat tidak hanya bagi pemilik pekerjaan melainkan
kepada seluruh orang yang terlibat ke dalam proses kerja tersebut.
Proses kerja tidak lepas dari bahaya yang ada dari awal proses kerja
berlangsung hingga proses kerja berakhir yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja ringan hingga berpotensi memakan korban jiwa sehingga
fakor keselamatan kerja menjadi sangat penting. Potensi kecelakaan kerja
yang ada pada proses kerja dibagi menjadi dua faktor berdasarkan
penyebabnya yaitu faktor manusia atau unsafe factor fan faktor lingkungan
atau yang biasa disebut dengan unsafe condition (Tarwaka, 2008).

2.1.2. Kecelakaan dan Insiden Kerja

13
Sebuah kejadian yang tidak diharapkan serta tidak dikehendaki yang
terjadi secara tiba-tiba dan mengakibatkan adanya korban jiwa maupun
korban harta benda dalam suatu proses kerja baik itu di sektor industri
maupun sektor konstruksi dan sektor-sektor lainnya (Tarwaka, 2008). Pada
kejadiannya, kecelakaan kerja dibagi ke dalam dua katagori utama yang
terdiri dari industrial accident (kecelakaan industri) atau sebuah kecelakaan
kerja dimana terjadi pada tempat kerja dikarenakan dengan terdapat potensi
kecelakaan yang tidak bisa dikendalikan dan yang kedua adalah kecelakaan
di dalam perjalanan baik itu menuju dan atau dari tempat kerja (Tarwaka,
2008). Sedangkan menurut pendapat lain, kecelakaan kerja dapat terjadi
karena unsafe action atau perilaku tidak aman yaitu merupakan suatu
tindakan yang bisa mengakibatkan diri sendiri atau bersama dengan orang
lain dalam bahaya dimana dapat menyebabkan terjadinya suatu kecelakaan
kerja dan unsafe condition atau kondisi tidak aman yaitu suatu kondisi
lingkungan kerja dimana lingkungan kerja tersebut memiliki kondisi yang

tidak aman dan berpotensi menyebabkan orang terluka atau hilangnya harta

benda (Ramli, 2020).


Gambar 2. 1. Piramida Safety (Sumber: Hardiningtyas)
Unsafe behavior atau perilaku tidak aman dalam bekerja merupakan
penyumbang terbesar (85%) sebagai penyebab kecelakaan kerja (Geller,
2001). Rasio kecelakaan kerja terdiri dari 1:30:300:30.000, dimana seperti

14
yang bisa dilihat merujuk pada pada Gambar 2.1 di atasmemiliki arti untuk
setiap adanya 30.000 bahaya atau unsafe condition memiliki peluang
kejadian sebanyak 1 kecelakaan bersifat fatal, 30 kecelakaan bersifat berat,
300 kecelakaan bersifat serius dan 3000 kecelakaan bersifat ringan (Ramli,
2020).

2.1.3. Fakor Penyebab Kecelakaan dan Insiden Kerja


Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja terdiri dari
lima yang memiliki efek domino dan penyebab yang berasal dari penyebab
terbanyak penyumbang kecelakaan kerja merupakan suatu tindakan,
kebiasaan, kecelakaan, cidera, dan kondisi tidak aman (Tarwaka, 2008).
Bagaimana cara untuk dapat mengurangi dan menghindari kecelakaan kerja
dapat dilakukan dengan cara memutus rantai domino dimulai dengan
penyebab kecelakaan kerja tertinggi. Hal-hal yang dapat dilakukan mengacu
dari sumber penyebab kecelakaan itu sendiri.
1. Kurangnya Pengawasan
Kurangnya pengawasan menjadi urutan pertama dalam terjadinya
suatu kecelakaan kerja. Pengawasan sendiri memiliki empat fungsi
di dalam manajemen yaitu perencanaan, organisasi, kepemimpinan,
dan pengendalian. (Tarwaka, 2008)
2. Penyebab Dasar Kejadian
Penyebab dasar kejadian adalah suatu faktor mendasar yang
melatarbelakangi suatu kejadian atau peristiwa terjadinya
kecelakaan kerja meliputi dua aspek seperti faktor personal dan
faktor pekerjaan. Faktor personal meliputi tidak ada atau kurangnya
pengetahuan seseorang, keterampilan, kemampuan fisik dan
mental, stress, dan motivasi. Sedangkan dari faktor pekerjaan
meliputi kepemimpinan dan pengawasan yang kurang, teknik yang
kurang, pemeliharaan yang kurang dan tidak memadai, standar
kerja yang kurang, dan kurangnya pengecekan (Tarwaka, 2008).
3. Penyebab Terjadinya Kontak
Faktor penyebab terjadinya kontak ini adalah tindakan dan kondisi
yang berbahaya dan terjadi secara langsung dapat menimbulkan

15
kecelakaan yang dapat dilihat dan dirasakan secara langsung, yang
meliputi tindakan dan kondisi yang berbahaya.
Perbuatan tidak aman adalah pelanggaran terhadap cara kerja yang
aman sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau
menyebabkan pekerja terlibat dalam situasi berbahaya, sedangkan
kondisi tidak aman adalah kondisi kerja yang dapat menyebabkan
kecelakaan kerja meskipun pekerja telah menerapkan kebiasaan
kerja yang aman seperti ketidakhadiran tanda keselamatan, kondisi
mesin yang tidak terawat, peralatan kerja yang aus.
4. Insiden
Insiden merupakan kejadian yang tidak diinginkan dari sesuatu
yang harusnya bisa dihindari seperti terjepit, terpeleset, tertimpa
sesuatu, tertabrak, tersengat aliran listrik, terkena radiasi, dan
terkena bahan beracun (Tarwaka, 2008).
5. Kerugian
Kerugian adalah hilangnya harta sesuatu yang berharga seperti
hilangnya nyawa, harta benda, property, dan kehilangan waktu
pekerjaan (Tarwaka, 2008).

2.1.4. Kecelakaan Kerja Mengakibatkan Kerugian


Suatu kejadian kecelakaan kerja dapat menimbulkan dampak berupa
kerugian baik hal itu kerugian materil dan non materil. Jenis kerugian
tersebut dibedakan ke dalam dua jenis kerugian yaitu kerugian langsung
(direct cost) dan kerugian tidak langsung (indirect cost) (Ramli, 2020).
Macam-macam kerugian dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kerugian secara langsung
Kerugian secara langsung adalah bisa dihitung secara langsung
ketika mulai dari peristiwa kecelakaan kerja terjadi hingga tahap
penyelidikan berlangsung sampai diketahui penyebab kecelakaan
dan dampaknya bagi perusahaan.
2. Biaya pengobatan atau kompensasi

16
Biaya pengobatan akan ditanggung oleh perusahaan apabila ada
karyawan atau korban lain yang mengalami kecelakaan kerja di
lingkungan kerja perusahaan.
3. Kerusakan sarana produksi
Kecelakaan sarana produksi untuk kerja yang terjadi di area kerja
perusahaan bisa mengalami kerusakan yang cukup signifikan apaila
kecelakaan kerja berupa ledakan atau kebakaran.
4. Biaya upah tenaga kerja
Apabila terjadi kecelakaan kerja, perusahaan harus menghentikan
seluruh aktivitas pekerjaan yang sedang berlangsung hingga lokasi
kecelakaan kerja benar-benar telah bersih dari sisa-sisa puing
kecelakaan kerja dan telah dibuat laporan kecelakaan kerja. Selama
masa tersebut, perusahaan tetap membayar upah pekerja meskipun
pekerja tidak melakukan aktivitas pekerjaan.
5. Kerugian sosial
Kerugian social memiliki dampak terhadap keluarga korban dan
juga penduduk di sekitar wilayah terjadinya kecelakaan kerja.
6. Biaya penyelidikan
Suatu kecelakaan kerja diharuskan untuk mengadakan penyelidikan
mengenai penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Biaya untuk
melakukan penyelidikan tidaklah sedikit sehingga sebisa mungkin
melakukan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja.
7. Citra dan kepercayaan konsumen
Sama seperti dampak sosial, kecelakaan kerja juga memberikan
dampak buruk terhadap citra perusahaan. Oleh sebab itu,
perusahaan harus memiliki sikap peduli terhadap keselamatan kerja
untuk menjaga citra perusahaan di mata masyarakat dan
stakeholder perusahaan.

Akibat dari hal tersebut, banyak perusahaan sebisa mungkin


menutupi kejadian kecelakaan kerja, sehingga angka kecelakaan
kerja yang kita tahu selama ini hanya merupakan permukaannya
saja dan diibaratkan seperti fenomena gunung es.

17
2.1.5. Risk Control
Risk control atau pengendalian risiko merupakan langkah awal untuk
melakukan manajemen risiko dan bisa dilakukan dengan beberapa langkah
terstruktur meliputi eliminasi, substitusi, engineering, administratif, dan
penggunaan APD (Ramli, 2020). Hirarki pengendalian potensi risiko yang
ada dengan langkah-langkah tersebut seperti bisa disaksikan melalui pada
Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2. 2. Hirarki pengendalian risiko


Pada Gambar 2.2 di atas, diketahui langkah awal adalah dengan
mengetahui potensi-potensi risiko yang ada lalu berusaha untuk
menghilangkan potensi risiko yang ada. Substitusi adalah teknik untuk
mengendalikan risiko dengan cara mengganti alat, mengganti metode, atau
mengganti sistem yang sudah ada dengan yang baru dan lebih aman.
Engineeing adalah untuk mengurangi atau menghilangkan potensi risiko
yang ada dengan cara membatasi risiko tersebut bisa dilakukan dengan
memberikan pembatas atau penghalang agar orang tidak mendekat ke lokasi
dimana potensi bahaya tersebut berada. Untuk yang terakhir dilakukan
untuk menekan konsekuensi dari terjadinya risiko keselamatan kerja berupa
penggunaan APD atau biasa disebut alat pelindung diri atau. APD dapat
berfungsi sebagai pelindung yang dapat meminimalisir luka yang
ditimbulkan saat terjadinya kecelakaan kerja (Ramli, 2020). Jenis-jenis dari
APD antara lain sebagai berikut.

18
1. Helm pelindung atau safety helmets
2. Tutup kepala
3. Alat pelindung telinga
4. Alat pelindung mata atau googles
5. Alat pelindung kaki (safety shoes, boots)
6. Alat Pelindung pernapasan
7. Body harness
8. Alat pelindung dari cuaca (jas hujan)
9. Alat-alat penerangan (lampu sirot)
10. Alat pelindung tangan (gloves, mitten, hand pad, sleeve)

Dari berbagai macam APD tersebut adalah alat yang wajib disediakan
oleh pemberi kerja kepada para pekerja sebelum memulai melakukan
pekerjaan sehingga pekerja akan merasa aman dalam melakukan aktivitas
bekerja. Selain memberikan alat-alat keselamatan, perusahaan juga
diharuskan memberikan tanda-tanda dan juga rambu-rambu keselamatan
pada beberapa daerah yang dirasa memiliki potensi risiko terjadinya
kecelakaan kerja.

2.1.6. Legging & Leading Indicator


Dalam dunia Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 moderen,
dikenal beberapa indikator sebagai alat ukur dalam menentukan seberapa
efektif tindakan pencegahan yang kita lakukan terhadap angka keselamatan
kerja. Para penanggung jawab K3 akan melakukan tindakan semaksimal
mungkin agar supaya angka kejadian kecelakaan kerja seminimal mungkin
bahkan mendekati angka 0 kecelakaan kerja. Oleh sebab itu diperlukan
beberapa indikator yang dapat mengukur keefektifan tindakan pencegahan
keselamata kerja.
Beberapa indikator keselamatan kerja seperti seperti incident rate,
lost time rate, severity rate merupakan indikator untuk mengetahui angka
setelah kejadian, sehingga masuk dalam katagori legging indicator. Legging
indicator tersebut tidak cukup dalam menggambarkan efektif atau tidaknya
langkah-langkah mitigasi yang sebelumnya telah dilakukan dikarenakan

19
bisa saja angka kecelakaan yang tinggi pada beberapa tahun sebelumnya
tidak mengalami penurunan sama sekali atau bahkan nilainya bertambah
karena setelah dilakukan improvement, mereka memiliki sistem manajemen
pencegahan risiko yang menjadi lebih baik sehingga angka kecelakan kerja
sesedikit apapun tetap dilaporkan padahal beberapa tahun sebelumnya
karena kecelakaan kerja dengan akibat yang ringan tidak masuk ke dalam
perhitungan oleh oleh pekerja kepada manajemen.
Legging indicator termasuk indikator yang sangat mudah
diimplementasikan dan memiliki perhitungan secara kuantitatif yang jelas,
tetapi kurang efektif dalam upaya pencegahan keselamatan .Dalam
perkembangan pengetahuan di bidang K3, terdapat leading indicator, yaitu
indicator yang dapat terlihat sebelum terjadi suatu kejadian kecelakaan
kerja. Leading indicator yaitu indicator yang dapat mengukur apa yang
positif dan apa yang negatif, dapat memberikan umpan balik atau feedback,
menunjukkan performa terhadap kegiatan yang sedang dilakukan, dapat
meningkatkan pemecahan masalah yang akan dihadapi, bisa menunjukkan
dampak dari suatu aktivitas, dan secara jelas dapat menunjukkan kebutuhan
terhadap kondisi saat ini di lapangan.

2.1.7. Pengertian Tentang Behavior Based Safety (BBS)


Behavior based safety (BBS) adalah aktivitas untuk menciptakan dan
meningkatkan sebuah hubungan antara manajemen dengan pekerja dalam
kegiatan sadar terhadap keselamatan kerja pada diri sendiri sehingga apa
yang ingin dicapai perusahaan untuk meningkatkan angka keselamatan kerja
mendapat dukungan dari para pekerja dengan tanpa paksaan dikarenakan
para pekerja menjadikan keselamatan kerja menjadi sebuah kebiasaan yang
dilakukan setiap melakukan aktivitas pekerjaan (Cooper, 2009). Sejak tahun
1984, BBS terbukti mampu digunakan sebagai alat untuk menurunkan
angka kecelakaan kerja dan mampu mejadi alat pencegahan kecelakaan
kerja yang bekerja secara proaktif dengan fokus kepada risk behavior atau
perilaku berbahaya pekerja karena secara statistic sekitar 85% angka

20
kecelakaan kerja disebabkan oleh perilaku berbahaya oleh pekerja
(Parinduri, 2020).
Keselamatan berbasis perilaku atau Behavior based safety (BBS)
adalah merupakan penelitian yang dilakukan oleh sekumpulan psikolog
yang meyakini bahwa keselamatan kerja merupakan sebuah perilaku
kebiasaan sehingga untuk dapat meningkatkan keselamatan kerja dapat
dipengaruhi dengan membiasakan para pekerja untuk bisa bekerja sesuai
standar K3 atau keselamatan kerja yang telah disepakati oleh manajemen
perusahaan karena proses BBS sendiri terdiri dari identifikasi perilaku kritis,
dengan cara nebetapkan kebiasaan dalam berperilaku yang aman, dan juga
mengembangkan mekanisme perbaikan secara berkelanjutan (Krause,
2001).
Perilaku keselamatan dicapai melalui proses peningkatan keselamatan kerja
dan lingkungan dengan membantu sekelompok pekerja untuk dapat
mengidentifikasi perilaku yang terkait dengan K3 seperti:

A. Memberikan masukan yang berasal dari dua arah tentang perilaku


keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
B. Mengumpulkan data dari anggota kelompok pekerja.
C. Mengurangi atau menghilangkan hambatan pada sistem kerja
untuk perkembangan keselamatan kerja lebih lanjut.

2.1.8. Implementasi Behavior Based Safety

Behavior Based Safety diimplementasikan dengan cara membuat


suatu peraturan yang akan dilaksanakan setiap hari dan dimonitor dengan
baik hingga menjadi sebuah kebiasaan dan budaya kerja dengan aman
sehingga dapat memberi efek positif tentang pengurangan angka kecelakaan
kerja. Sesuatu yang dimulai dari diri sendiri dan menjadi kebiasaan akan
mengurangi rasa keterpaksaan dari pelakunya sehingga perilaku aman tidak
akan menjadi beban dalam melakukan pekerjaan. Berbagai acam elemen
yang ada dalam implementasi BBS:
1. Identisikasi
2. Observasi.

21
3. Feedback atau umpan balik.
4. Pelatihan observasi untuk semua pekerja.
5. Penilaian perilaku aman secara continue.
6. Menebarkan semangat untuk penerapan behavior based safety.

Dalam perkembangannya ketika implementasi BBS tersebut, bisa


dilakukan berbagai macam variasi sesuai dengan kebutuhan actual di
lapangan tetapi tidak mengubah aspek fundamental dari penerapan BBS
tersebut. Faktor dari komitmen manajemen sangat diperlukan karena
program tersebut merupakan program jangka panjang dari perusahaan
karena penerapan kebiasaan memerlukan waktu yang tidak sebentar dan
perlu dilakukan pengawasan secara terus menerus.

Langkah-langkah penerapannya pun juga harus secara sistematis


dengan mengacu kepada dokumen yang telah ada dan disetujui oleh
manajemen perusahaan karena terkait dengan keamanan dan keselamatan
kerja tersebut memerlukan komitmen dan dana untuk implementasi yang
tidak sedikit. Alur penerapan BBS seperti yang dapat disaksikan melalui
Gambar 2.3 di bawah ini.

22
Gambar 2. 3. Alur penerapan behavior based safety
Pada Gambar 2.3, dikeketahui bahwa implementasi behavior based
safety dilakukan secara terstruktur dan sistematis, sehingga pelaksana dalam
hal ini pekerja dapat memahami dan diharapkan pekerja mampu
mengimplementasikannya secara maksimal.

2.1.9. Behavior Based Safety Untuk Dapat Mengurangi Unsafe Behavior

Untuk dapat melakukan identifikasi unsafe behavior, terdapat


beberapa kriteria penting untuk pelaksanaan program BBS antara lain
sebagai berikut:

1. Melibatkan karyawan untuk berpartisipasi berdasarkan prinsip


participatory approach, yaitu melibatkan kepada seluruh karyawan

23
kepada safety management yang mana sebelumnya memiliki ciri
top-down menjadi bottom-up karena berdasarkan jumlah pekerja,
posisi bawah merupakan posisi dengan jumlah pekerja terbanyak
sehingga dengan metode ini akan membuat yang sebelumnya tidak
dapat terawasi menjadi terawasi sepenuhnya.
2. Memusatan perhatian kepada perilaku tidak aman untuk dapat
membuat BBS ini berhasil karena menurut penelitian, faktor unsafe
behavior merupakan penyumbang terbanyak angka kecelakaan
kerja.
3. Menggunakan data observasi dengan cara melakukan monitoring
kepada pelaku perilaku aman. Semakin banyak observasi dilakukan
maka akan semakin reliable data tersebut.
4. Proses pembuatan keputusan dilakukan dengan terlebih dahulu
mengetahui hambatan yang selama ini terjadi. Dengan mengetahui
data hambatan tersebut dapat menjadi umpan balik sehingga dapat
menjadi reinforcement positif bagi pekerjan yang sudah
menerapkan perilaku aman. Kriteria perilaku aman berdasarkan
(Tarwaka, 2008) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
total skor aman
% Perilaku aman= x 100
total skor aman+tidak aman
Dengan kriteria sebagai berikut:
a. Katagori tingkat baik (100%).
b. Katagori tingkat cukup baik (55% - 99%).
c. Katagori tingkat kurang baik (0% - 55%).
5. Intervensi sistematis dengan melakukan intervensi yang dilakukan
secara terencana dan terjadwal dimulai dengan briefing untuk
seluruh departemen dilanjutkan dengan mencai sukarelawan untuk
menjadi observer yang ikut bergabung dengan project team.
Observer tersebut telah diberi pelatihan sebelumnya sehingga bisa
mengambil data observasi yang baik untuk memonitor kegiatan.
6. Mengedepankan umpan balik dari perilaku pekerja di dalam sistem
BBS yang bisa dilakukan secara verbal pada waktu pelaksanaan
observasi dalam bentuk data. Hasil dari data tersebut selalu

24
dilakukan update secara berkala dan dilakukan evaluasi untuk
meningkatkan nilai keamanannya.
7. Dukungan dari para manajer sebagai bagian sikap memiliki
komitmen manajemen. Selain itu, memberikan penghargaan kepada
pekerja yang telah melakukan kebiasaan aman serta memberi
fasilitas merupakan bentuk komitmen yang nyata dari manajemen
untuk terus mendukung kegiatan BBS.

2.2. Metode Analisis PDCA (Plan, Do, Check, Act)


Pada dasarnya, PDCA atau singkatan dari Plan, Do, Check, Act
adalah sebuah metode analisis yang memiliki tahapan berupa perencanaan,
pengerjaan, pengecekan, dan diakhiri dengan tindak lanjut. Sesuai dengan
siklusnya, metode ini harus digunakan secara berulang-ulang supaya siklus
ini menemukan dimana permasalahan yang harus dibenahi sehingga dapat
berkembang menjadi lebih baik. PDCA tidak hanya dapat memfasilitasi
rencana dan juga aktif, tetapi juga data dan hasil agar selanjutnya dapat
diperiksa dan mampu melakukan Analisa sehingga tahu hal-hal yang harus
disesuaikan, Proses ini mampu menahan hingga menutup adanya
kemungkinnan terjadinya dua kali kesalahan. Keempat siklus PDCA dapat
dijabarkan sebagai berikut:

1. Plan
Suatu tahapan perencanaan yang dapat dimulai dengan melakukan
indentifikasi masalah dengan memanfaatkan Teknik 5 W (what,
who, whwn, where, & why), yang selanjutnya bisa dilengkapi lagi
menggunakan Teknik root cause analysis sebagai pelengkap.

2. Do
Tahap kedua dalam siklus ini, kita harus dapat memulai untuk
mengerjakan hal-hal yang sudah direncanakan sebelumnya
mengikuti rencana awal pada tahap plan. Pada fase kedua ini juga
biasanya muncul banyak masalah yang sebelumnya tidak terpikirkan
di tahap awal. Oleh karena itu disarankan pada tahap ini kita

25
melakukannya secara teliti dan membahas masalah lebih
komprehensif

3. Check
Pada fase ketiga, merupakan fase terpenting karena pada fase ini kita
memeriksa semua apa yang sudah direncanakan dan dilakukan pada
dua fase awal. Fase ketiga ini akan menentukan karena merupakan
fase evaluasi yang selanjutnya harus bisa melakukan eliminasi.
Tahapan kedua dan ketiga ini bisa dilakukan sampai berkali-kali
sesuai dengan kebutuhan actual di lapangan hingga memenuhi
standarisasi tertentu sehingga output yang didapat sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan.

4. Act
Tahap ke empat atau tahap terakhir ini, seluruh tahapan yang
sebelumnya sudah diperbaiki karena adanya evaluasi dari fase do
dan check, namun seluruh fase tetap dilakukan secara berulang-ulang
hingga memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Setelah
tahap ini berhasil dilalui, maka model PDCA yang ada bisa dijadikan
standar baru bagi perusahaan. Dalam implementasinya, tidak lupa
selalu melakukan perbaikan yang bersifat membangun sehingga
didapat produktivitas dan efisiensi proses bisnis.

2.3. Tool Analisis Risiko


Risiko merupakan sebuah potensi dimana bersifat tangible atau
sesuaitu yang tak kasat mata sehingga penilaian antar satu orang dengan
orang lain akan memiliki nilai yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan
sebuah tools atau alat yang dapat digunakan untuk menghitung nilai risiko
sehingga risiko tersebut memiliki sebuah standar nilai yang dapat dilihat
oleh semua orang (kuantitatif).

2.2.1. Standard ISO 31000


ISO 31000:2009adalah sebuah dokumen pedoman yang diterbitkan
oleh ISO pada tanggal 13 Noveember 2009 adalah salah satu dokumen yang
banyak digunakan sebagai pedoman dalam penerapan manajemen risiko.

26
Tidak seperti dokumen ISO lainnya, ISO 31000 tidak memiliki sertifikat,
yang artinya dokumen tersebut hanya dijadikan sebagai acuan dalam
melakukan manajemen risiko. Alur manajemen risiko secara detail seperti
yang dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini:

Gambar 2. 4. ISO 31000:2009


Gambar 2.4 di atas merupakan sebuah proses detail tentang
bagaimana ISO 31000 sebagai tools untuk manajemen risiko berjalan.
Dimana terdapat dua komponen utama di dalamnya yaitu kerangka kerja
dan proses yang akan dijelaskan sebagai berikut.

A. Alur kerja
Alur kerja pada ISO 31000 tidak dimaksudkan atau
dimaksudkan untuk mendefinisikan sistem manajemen, tetapi
disajikan sebagai upaya atau wadah dalam membantu
organisasi agar dapat lebih berintegrasi dalam manajemen
risiko ke dalam keseluruhan sistem, termasuk:
 Tolak ukur dan tata kelola yang memberikan
pedoman untuk memandu keterlibatan organisasi.

27
 Rancangan program, yaitu rancangan kerangka
keseluruhan yang dibuat untuk mengelola risiko
secara berkelanjutan.
 Pembentukan struktur manajemen dan kinerja.
 Peningkatan, untuk meningkatkan kinerja manajemen
B. Proses
Mendeskripsikan mengenai panduan dalam melakukan
implementasi ISO 31000 yang terdiri dari tiga unit, yaitu:
 Pemuatan rencana dan kegiatan khususnya ISO
31000 memerlukan pementukan dewan manajemen
untuk mengelola risiko secara teratur dan erkala.
Dengan pengelolaan yang teratur dan berkala,
manajemen ingin dapat mengelola risiko secara tepat
sesuai dengan yang telah direncanakan seelumnya
dan mampu melakukan pemantauan secara
erkesinamungan.
 Implementasi rencana khususnya ISO 31000
memerikan panduan untuk implementasi proses
manajemen risiko. Dengan tersedianya standar
kinerja akan memungkinkan untuk
mengimplementasikan rencana yang telah disusun.
 Monitoring dan Evaluasi termasuk penilaian proses
termasuk akuntailitas kerangka kerja dan integrasi
perencanaan proses dan analisis untuk mengurangi
risiko.

2.2.2. Health Failure Models and Effect Analysis (HFMEA)


HFMEA adalah metode untuk mencapai solusi untuk meningkatkan
perilaku pekerja yang erahaya. Istilah HFMEA diadopsi dari FMEA adalah
pendekatan sistematis yang menerapkan metode panel untuk mendukung
proses erpikir yang digunakan untuk memodifikasi mode kegagalan
potensial dan efeknya. Berikut ini merupakan tahapan:

28
A. Mendefinisikan sebuah topik.
B. Membentuk tim kerja.
C. Menggambarkan proses secara grafis.
a. Membuat flow diagram proses.
b. Memberikan penomoran setiap proses dari flow diagram.
c. Jika proses yang cukup kompleks, maka dapat difokuskan pada
satu proses saja.
d. Mengidentifikasi semua subproses dibawah setiap proses
e. Membuat flow diagram pada setiap subproses.
D. Menganalisa potensi bahaya.
a. Mendata semua jenis kegagalan
b. Menetapkan severity dan probability
Perhitungan nilai risiko dari HFMEA adalah dengan cara mengalikan nilai
severity berdasarkan hazard yang terjadi dengan tingkat kemungkinan
terjadi atau probability dari potensi bahaya atau hazard tersebut akan
terjadi. Tabel penilaian untuk severity dari model HFMA seperti yang dapat
dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2. 1. Tingkat severity berdasarkan hazard yang terjadi

Nilai Katagori Kriteria

1 Minor Tidak ada luka, kerugian financial


rendah
2 Moderat Dibutuhkan pertolongan pertama,
kerugian financial sedang
Terjadi luka fatal, kemampuan
3 Major produksi menurun, kerugian finansial
besar
4 Catasthropic Terjadi kematian, kerugian finansial
sangat besar

Dari Tabel 2.1 di atas dapat kita ketahui berapa nilai severity sesuai
dengan pengelompokan katagorinya dan bagaimana kriteria-kriteria yang
dipakai dalam melakukan penilaian. Untuk selanjutnya menghitung
probabilitas dapat menggunakan Tabel 2.2 di bawah ini sebagai acuannya.

Tabel 2. 2. Tingkat probability terjadinya hazard

29
Nilai Peluang Kemungkinan Terjadi
Dapat terjadi kapan saja (dapat terjadi
4 Frequent
beberapa kali dalam 1 tahun)
Occasiona Dapat terjadi beberapa kali dalam 1 sampai 2 tahun
3
l
Uncommo Jarang terjadi
2
n
1 Remote Sangat jarang terjadi

Untuk mengetahui nilai risiko dengan metode HFMEA maka


dilakukan perkalian antara nilai severity dengan nilai probability dengan
matrix perkalian seperti pada Tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2. 3. Hazard scoring matrix

Probability Severity of effect


of Failure Catasthropi Major Moderate Minor
Mode c (3) (2) (1)
(4)
Frequent (4) 16 12 8 4
Occasional (3) 12 9 6 3
Uncommon (2) 8 6 4 2
Remote (1) 4 3 2 1

Berdasarkan Tabel 2.3 di atas, terdapat 3 klasifikasi penilaian akhir


yaitu warna merah yang berarti must take action, warna oranye memiliki arti
should take action, dan warna kuning yang berarti no action required.

2.3.3. Implied Cost of Averting a Fatality (ICAF).


ICAF merupakan suatu metode untuk dapat menghitung suatu rasio
keuntungan yang akan diperoleh dengan mengurangi tingkat risiko yang
ada. Metode ini umumnya dipakai di dunia maritim dalam menganalisis
kejadian-kejadian kecelakaan maritim. Perhitungan indeks ICAF seperti
dapat dilihat pada persamaan berikut.

ICAF = ∆C/∆R
Dengan:
ICAF : Implied Cost of Averting a Fatality
∆C : Biaya pengendalian risiko (gross cost)

30
∆R : Penurunan risiko setelah pengendalian
Indeks ICAF diperoleh dengan menghitung biaya yang dikeluarkan
untuk mengendalikan risiko dikurangi dengan jumlah manfaat yang
diperoleh dan pengurangan yang dihasilkan dibagi dengan pengurangan
nilai risiko setelah pengurangan. ICAF yang rendah menunjukkan bahwa
mitigasi yang dilaksanakan bernilai tinggi karena biaya yang dikeluarkan
lebih bermanfaat dalam menurunkan nilai risiko sehingga tercipta risiko
yang dapat diterima.

31
2.3. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan penulis ini dilakukan dengan mengacu kepada referensi dari penelitian terdahulu yang sudah diteliti
mengenai topik penelitian terkait oleh beberapa peneliti sebelumnya. Peneliti mengacu kepada referensi penelitian yang sebidang dan juga
penelitian yang menggunakan metode sama sebagai bahan acuan dalam mengerjakan penelitian kali ini. Rangkuman penelitian yang akan
dijadikan sebagai referensi terlampir Tabel 2.4 berikut:
Tabel 2. 4. Penelitian Sebelumnya

No Peneliti / Judul Hasil Penelitian Metode Hubungan Dengan Penelitian Tesis


1 Gaby Octavin Gultom (2018) Ada hubungan lemah antara personal observasional Penelitian ini merupakan referensi
/ Hubungan Personal Factor factor dengan safety behaviour analitik dengan yang cocok dengan kondisi dimana
Dengan Safety Behaviour pekerja confined space PT. X. Oleh rancang bangun personal factor memiliki korelasi
Pekerja Confined Space PT. karena itu, diperlukan upaya untuk cross sectional. denga safety behavior di PT Brantas
X. meningkatkan keselamatan pada diri Abipraya (Persero).
individu dengan pelatihan rutin,
pengawasan yang disiplin dan kontrol
yang kuat.

2 Mahega Awaatul Aini (2017) Tingkat kematangan program PEKA Total Sampling Mengetahui tingkat kematangan BBS
/ Tingkat Kematangan berada pada PEKA di PT X berada memiliki andil dalam peningkatan
Behavior Based Safety (BBS) pada level 2 (developing), level 3 budaya keselamatan kerja di
Pada Program Peka (performing), dan level 4 (high perusahaan sehingga apabila
(Pengamatan Keselamatan performing). Namun secara umum, diterapkan maka akan meningkatkan
Kerja) di PT X. tingkat kematangan program PEKA angka keselamatan kerja akibat
berada pada level 3 (performing). adanya potensi bahayaa virus Covid-
19 di PT Brantas Abipraya (Persero).

32
No Peneliti / Judul Hasil Penelitian Metode Hubungan Dengan Penelitian Tesis
Siti Aminatuzzuhriyah Hasil uji regresi logistik biner pada Penelitian ini melakukan kajian
3 Critical
(2017) / Analisis Behavior pekerjaan pembongkaran dan terhadap pada karyawan tenaga muat
Behaviour
Based Safety Pada Tenaga pemuatan sebelum sesudah intervensi di pelabuhan petikemas dimana pada
Checklist
Kerja Bongkar Muat menunjukkan tidak ada variabel penelitian tersebut banyak
(CBC); uji
Petikemas Dengan Metode independent yang mempengaruhi menggunakan tenaga kerja kontrak
statistik
DOIT. perilaku pekerja. sehingga relevan dengan tenaga kerja
kolmogorov
smirnov proyek di PT Brantas Abipraya
(Persero).

Martina Caisar Ferananda Hasil uji t-berpasangan menunjukkan DO RITE


4 BBS perlu dilakukan intervensi dalam
(2017) / Analisis Behavior P-value < α (0,05) atau terdapat (Define, menerapkan kebiasaan berperilaku
Based Safety Menggunakan perbedaan yang signifikan antara Observe, anan, pada penelitian ini peneliti ingin
Model DO RITE Pada perilaku aman pekerja sebelum Record, menentukan jenis intervensi yang
Pekerjaan Pemboran dan intervensi dan sesudah intervensi pada Intervene, Test sesuai.
Supporting di Pertambangan ketiga jenis pekerjaan. And Evaluate).
Emas Bawah Tanah, Bogor.

5 Evan Hardyanto Prakasita Menilai seberapa besar komitmen Wawancara; BCM merupakan salah satu faktor
(2018) / Tinjauan Kesiapan dari top management terhadap checklist ISO yang mendorong perilaku BBS agar
Terhadap Implementasi penerapan BCM dan juga mengukur 22301; PDCA; bisnis perusahaan tetap terjaga dan
Business Continuity kepuasan para stakeholder terhadap Observasi bisa berlangsung aman dari
Management Systems K3. Diketahui lebih dari setengah kecelakaan kerja.
(BCMS) Berbasis ISO stakeholder merasa puas dan
22301 Dan ISO 27001 menginginkan peningkatan terhadap
(Studi Kasus: PT. JPK). sistem yang telah ada.

33
No Peneliti / Judul Hasil Penelitian Metode Hubungan Dengan Penelitian Tesis

6 Mila Kristina Widiyanti 66,68% (12 poin) komitmen top HSFA Behavior Based Safety sebagai Upaya
(2016) / Gambaran Behavior management, 63,34% (7 poin) Penurunan Unsafe Action Pekerja
Based Safety Sebagai Upaya peraturan dan prosedur K3, 81,25% merupakan sebuah upaya untuk
Penurunan Unsafe Action (6 poin) komunikasi pekerja, 55,57% mengurangi angka kecelakaan kerja,
Pekerja Bagian Stamping (4 poin) keterlibatan pekerja, dan PT Brantyas Abipraya (Persero) ingin
Perusahaan Obat Nyamuk 100% (3 poin) kompetensi pekerja memastikan tidak ingin pandemi
“X” Semarang Factory telah dijalankan di perusahaan. Covid-19 mengganggu keselamatan
para pekerja dengan menerapkan
BBS.

7 Dieqa Raras Anggary (2012) Perusahaan berhasil menerapkan Metode Perlu upaya dan waktu yang lebih
/ Implementasi Program program BBS yang lama sehingga deskriptif untuk menerapkan BBS baru kepada
Behavior Based Safety angka kecelakaan kerja menurun. para pekerja karena BBS bersifat
Sebagai Program Untuk program BBS baru belum mengubah perilaku pekerja
Keselamatan Di PT. GE berjalan efektif dan hanya dicatat berdasarkan aktifitas kebiasaan.
Lighting Indonesia pada lembar laporan.

8 Angga Silahudin (2018) / Perusahaan harus menguatkan Activator- Peneliti ingin mencari faktor yang
Analisis Faktor Yang komitmen terhadap BBS dimana Behavior- berpengaruh dalam safety behavior
Berhubungan Dengan Safety faktor komitmen perusahaan menjadi Consequence sehingga bisa menerapkannya pada
Behavior Pada Pekerja faktor yang paling penting dalam (ABC) model kasus baru yaitu virus Covid-19
Bagian Line Produksi Di PT implementasi BBS di perusahaan dimana untuk menghadapinya
Coca Cola Bottling diperlukan adaptasi kebiasaan baru.
Indonesia

34
No Peneliti / Judul Hasil Penelitian Metode Hubungan Dengan Penelitian Tesis
Surabhi Verma (2020) /
9 Mengetahui pengaruh adanya Literature Akan mencari tahu dampak pandemi
Investigating the emerging pandemi Covid-19 terhadap berbagai review covid terhadap perusahaan konstruksi
COVID-19 research trends in macam sektor bisnis. khususnya di PT Brantas Abipraya
the field of business (Persero)
and management: A
bibliometric analysis
approach

35
Dari Tabel 2.1 telah dibahas mengenai aspek yang paling
mempengaruhi faktor keselamatan kerja yaitu Behavior Based Safety (BBS)
sehingga BBS memiliki peran yang penting sebagai alat untuk
meningkatkan angka keselamatan kerja dan juga untuk mengetahui faktor
penting apa saja untuk mengimplementasikannya.
Dalam melakukan aplikasi BBS, diketahui bahwa peran komitmen
perusahaan merupakan faktor yang penting sehingga untuk dapat
mengaplikasikan BBS harus dengan disertai pengetahuan dan komitmen
dari manajemen perusahaan. Untuk mendapatkan komitmen tersebut,
diperlukan langkah-langkah strategis mengenai hal apa yang memiliki
pengaruh lain untuk melakukan implementasi.

2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis


Penelitian ini akan melakukan assessment sebagai langkah awal
untuk mengetahui hal apa saja yang sudah dilakukan dan hal apa saja yang
perlu ditambahkan sebagai bagian dari kebiasaan berperilaku aman untuk
meningkatkan angka keselamatan kerja saat. Tools yang akan digunakan
adalah ISO 31000 dan untuk mengetahui pengaruhnya dilakukan
perhitungan secara kuantitatif menggunakan matriks risiko HFMEA.

Kerangka pemikirian operasional pada penelitian kali ini


berdasarkan keselamatan dan kesehatan kerja para pekerja konstruksi
dimana dalam mengimplementasikan kegiatan bekerja dengan menjunjung
tinggi K3 dengan biaya yang rasional sehingga asalah biaya ini tidak
menjadi lasan bagi stakeholder untuk menurunkan risiko terjadinya
kecelakaan kerja. Analisa yang dilakukan dengan cara mencari sesuatu yang
baru dan berhubungan dengan peningkatan K3 serta menjadikannya sebuah
kebiasaan yang diaplikasikan selama melakukan pekerjaan. Menggunakan
ISO 31000 sebagai tools dalam melakukan analisis, penulis ingin
melakukan assessmen tentang hal apa saja yang perlu diupayakan dalam
upaya melakukan implementasi kebiasaan berperilaku aman yang telah
diimplementasikan perusahaan dan melihat efektifitasnya serta langkah apa
yang harus dilakukan untuk melakukan intervensi supaya efektif dalam hal

36
pelaksanaannya. Kerangka pikir bisa disaksikan pada Gambar 2.5 berikut
ini:

Proyek di
PT. Brantas Abipyara ISO 31000
(Persero)

Operasi Perusahaan
Risiko K3
yang Aman dan Andal

Operasi Aman Operasi Aman


SMK3
Aspek K3 Aspek Biaya

Risk Management Leading & Legging ICAF

Gambar 2.5. Kerangka pemikiran operasional

2 . 5 . Kebaruan Penelitian (Novelty)


Kebaruan dari penelitian atau novelty adalah suatu temuan atau hal
yang belum ditemukan sebelumnya sehingga menjadikan penelitian yang
dilakukan kali ini menemukan suatu hal baru yang didasari dari penelitian-
penelitian sebelumnya. Bisa juga dengan menggabungkan beberapa
penelitian yang masih relevan sehingga dihasilkan penelitian yang lebih
komprehensif. Pada penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa
faktor kebiasaan apra pekerja atau Behavior Based Safety menjadi faktor
yang paling banyak dalam menyumbang angka kecelakaan kerja. Dari

37
penelitian tersebut bisa diketahui langkah mitigasi apa yang sesuai untuk
dapat menurunkan nilai risikonya. Akan tetapi, pada penelitian-penelitian
yang telah dilakukan belum ada penelitian yang membahas mengenai aspek
biaya yang ditimbulkan akibat dari mitigasi yang dilakukan sehingga sering
kali aspek keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 tidak dapat
diimplementasikan atau kurang mendapatkan komitmen dari manajemen
perusahaan karena perusahaan harus mengeluarkan biaya ekstra. Maka dari
itu, peneliti mengambil topik ini karena peneliti tidak ingin aspek K3
menjadi beban biaya bagi manajemen perusahaan sehingga perusahaan
mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja para pekerja proyek. Peneliti
ingin mengetahui langkah mitigasi apa saja yang dapat dipilih untuk
mengurangi nilai risiko, tetapi masih dalam batas kompromi bagi
perusahaan apabila disandingkan dengan aspek biaya untuk merealisasikan
mitigasi tersebut.

38
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Serta Waktu Penelitian


Lokasi penelitian adalah penting karena memiliki latar belakang
yang spesifik dan menjadi dasar peneliti dalam menentukan latar belakang
dan tujuan untuk melakukan penelitian. Adapun untuk menjelaskan tentang
pengertian tentang lokasi penelitian adalah “sasaran ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal
objektif, valid dan reliable tentang suatu hal (variabel tertentu)”, (Sugiyono,
2017).
Lokasi penelitian ini di lokasi proyek milik PT Brantas Abipraya
(Persero), dan waktu untuk melakukan penelitian ini selama 4 (empat) bulan
yang terdiri dari 2 bulan untuk mengerjakan proposal dan pengumpulan
sebagian data, dan 2 bulan untuk mengolah data dan menyusun laporan
tesis. Selama jangka waktu 4 bulan tersebut, secara rutin penulis

3.2. Jenis Sumber Data


Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti kali ini adalah jenis
data primer, yaitu jenis data yang didapat dari pengambilan data secara
langsung oleh peneliti di lapangan (Sugiyono, 2017). Pengumpulan data ini
dilakukan melalui observasi langsung di lapangan, melakukan dokumentasi
terhadap kegiatann para pekerja yang sedang diobservasi, dan melakukan
wawancara dengan objek penelitian.

3.3. Pengambilan Populasi Sampel


Pengumpulan data sampel merupakan cara yang dilakukan untuk
memperoleh data dan keterangan yang diperlukan dalam penelitian
(Sugiyono, 2017). Beberapa tahap dalam pengumpulan data pada penelitian
ini yaitu meliputi studi kepustakaan, observasi dan dokumentasi, dan yang
terakhir adalah dengan wawancara.

Populasi yang akan dilakukan wawancara yaitu kepada jajaran


manajemen pembuat kebijakan selaku pembuat kebijakan, pengawas di
lapangan sebagai pelaksana kebijakan, dan pekerja di lingkungan proyek PT

39
Brantas Abipraya (Persero) selaku target penelitian yang diharapkan dapat
memberikan feedback selain pengumpulan data yang diperlukan. Proses
dalam wawancara dilakukan secara individu baik secara langsung atau dapat
dilakukan dengan form kuesioner untuk dapat menjangkau target
wawancara dan agar pertanyaan wawancara lebih terfokus dan tidak
melebar.

Pengambilan sampling menggunakan teknik non random sampling


atau non probability sampling yaitu sebuah teknik pengambilan sample
dimana pada setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang
sama untuk dijadikan sebuah sample penelitian. Jenis non random sampling
yang akan digunakan adalah purposive sampling, yaitu responden yang
akan dipilih sebagai sample merupakan atas dasar pertimbangan dari
peneliti sendiri dan judgment sampling, yaitu sampel yang dipilih
berdasarkan dari penilaian oleh peneliti dengan pertimbangan dari peneliti
bahwa sample yang dipilih tersebut adalah pihak yang paling baik untuk
dijadikan sebagai subjek sample pada penelitiannya. Hal ini dikarenakan
peneliti adalah orang yang paling tahu mengenai kondisi internal
perusahaan karena merupakan orang internal perusahaan, sehingga
dianggap mengetahui siapa sample yang paling tepat dijadikan sebagai
objek penelitian karena pada tema penelitian kali ini dibutuhkan sample
yang punya kapabilitas dalam menentukan dan merubah kebijakan terkait
SMK3 perusahaan sehingga sample yang akan digunakan adalah orang
dengan posisi manager pada masing-masing bagian atau devisinya.

Penelitian untuk eksperimen sederhana dengan pengendalian yang


ketat karena merupakan pengujian terukur (Roscoe, 1975). Sebagai uji coba
instrumen, maka data yang digunakan dalam uji validitas sebanyak 30
responden yang merupakan sampel dari populasi penelitian. Jumlah sampel
diambil adalah sebesar 30 responden, hal ini sesuai pendapat Singarimbun
dan Effendi (1995) yang mengatakan bahwa jumlah minimal uji coba
kuesioner adalah minimal 30 responden. Dengan jumlah minimal 30 orang
maka distribusi nilai akan lebih mendekati kurve normal.

40
3.3.1. Studi Kepustakaan
Dilakukan dengan cara mencari kepada dokumen perusahaan yang
berhubungan dengan keselamatan kerja dan berhubungan dengan K3 yang
telah dilakukan bisa berupa dokumen manual perusahaan, SMK3, Standard
Operational Procedure (SOP) perusahaan, kebijakan-kebijakan perusahaan,
serta peraturan-peraturan tertulis perusahaan yang wajib dipatuhi dan
dijalankan oleh semua stakeholder perusahaan. Studi kepustakaan tersebut
kemudian akan dijadikan sebagai alat bantu atau tools dalam melakukan
assessment sebagai dokumen pendamping ISO 31000.

3.3.2. Observasi dan Dokumentasi


Observasi dan dokumentasi yang akan dilakukan dengan mengacu
pada dokumen-dokumen yang didapat dari studi kepustakaan. Penulis akan
melakukan observasi dan dokumentasi terhadap implementasi dari dokumen
yang telah didapat apakah para stakeholder perusahaan telah melakukan apa
yang terdapat pada dokumen tersebut atau belum.
Pada observasi tersebut, dilakukan proses dokumentasi berupa
pencatatan ataupun foto-foto dari pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dan
dilakukan oleh para pekerja sebagai subjek penelitian.

3.3.3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan yang memiliki hubungan langsung
dengan implementasi yang berkaitan dengan SMK3 dan implementasinya di
perusahaan. Wawancara yang dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai alasan-alasan kebijakan tersebut dibuat maupun alasan-alasan
mengapa pelaku pelanggaran tidak melaksanakan peraturan-peraturan yang
telah ada.

Hasil dari wawancara tersebut digunakan sebagai acuan bagi penulis


untuk mengetahui apa yang harus ditambahkan sebagai masukan untuk
menyemurnakan SMK3 yang baru dan bagaimana proses intervensi yang
akan dilakukan agar para pekerja menaati dan mengimplementasikan SMK3
saat bekerja.

41
3.4. Metode untuk Analisis Data
Analisis yang akan dilakukan sebagai langkah awal adalah dengan
mengetahui hal-hal mengenai SMK3 yang sudah ada dan sudah diterapkan
di perusahaan lalu dilakukan review dengan analisis metode PDCA
menggunakan tools ISO 31000 dari dokumen yang sudah ada tersebut
apakah sudah mampu untuk mengakomodir kebutuhan untuk menjamin
kesehatan dan keselamatan pekerja. Alur analisis menggunakan metode
PDCA dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini.

Gambar 3. 1. Alur metode analisis PDCA

Setelah melakukan review maka akan diketahui potensi risiko yang


ada dan meyusun beberapa rencana mitigasi untuk menurunkan nilai risiko.
Setelah diketahui beberapa rencana mitigasi yang ada, maka selanjutnya
adalah membandingkan beberapa mitigasi tersebut ke dalam aspek besarnya
biaya yang dikeluarkan untuk menurunkan nilai risiko dan
membandingkannya dengan seberapa besar nilai risiko yang ada dapat
diturunkan. Dipilih rencana mitigasi terbaik berdasarkan besarnya nilai
penurunan risiko terhadap berapa biaya yang dikeluarkan untuk aplikasi
rencana mitigasi tersebut.

Apabila diketahui hasil yang diperoleh sudah memenuhi kualifikasi


tertentu, maka dilanjutkan ke tahap penyusunan laporan, namun apabila

42
hasil yang diperoleh belum memenuhi standar yang dipersyaratkan, maka
akan diulang kembali ke tahap penyusunan rencana mitigasi dan
perhitungan kembali hingga memenuhi keamanan operasi perusahaan
mengacu kepada keselamatan kerja dan juga dalam aspek biaya.

Tahap-tahap analisis manajemen risiko sendiri yakni, pengumpulan


risiko, menentukan skala, dan matrix risiko. Hasil yang didapatkan dari
analisis manajemen risiko nantinya berupa saran, rekomendasi serta
mitigasi-mitigasi. Adapun alur analisis data menggunakan ISO 31000 dapat
diilustrasikan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini.

Gambar 3. 2. Alur metode analisis data menggunakan ISO 31000


Pada Gambar 3.1 di atas, diketahui bagaimana langkah-langkah
dalam melakukan proses analisis data secara struktural menggunakan tools
berupa ISO 31000. Pada tahap analisis risiko, menggunakan matrix Health
Failure Models and Effect Analysis (HFMEA) dan tahap evaluasi risiko
menggunakan Implied Cost of Averting a Fatality (ICAF) untuk mengetahui
apakah langkah mitigasi yang dipilih telah sesuai dengan aspek biaya.

3.5. Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian kali ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja
atau K3 merupakan sebuah beban secara finansial untuk diaplikasikan di
sebuah proyek konstruksi, oleh karena itu kurangnya komitmen manajemen
masih menjadi faktor utama tidak dilakukannya implementasi K3. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari langkah mitigasi apa yang
sesuai dan memiliki nilai keekonomisan yang tinggi sehingga langkah

43
mitigasi bisa diambil untuk menurunkan nilai risiko pekerjaan. Sehingga
operasai perusahaan menjadi aman dalam aspek K3 dan juga dalam aspek
biaya karena K3 dan biaya adalah suatu hal yang berkorelasi. Berdasarka
kerangka pemikiran hipotesis sebelumnya, maka didapat beberapa hipotesis
penelitian sebagai berikut:

H1 : Setiap aktivitas proyek memiliki potensi risiko yang berbeda-beda


karena proyek bersifat unik, sehingga perlu mengetahui major risk yang ada
pada setiap proyek yang akan dikerjakan.

H2 : Setiap major risk memiliki potensi kerugian yang berbeda-beda,


sehingga perlu mengukur dampaknya untuk dapat menentukan rencana
mitigasi terbaik untuk menghadapi risiko yang ada.

H3 : Sebuah potensi risiko yang ada dapat memiliki beberapa rencana


mitigasi untuk dapat menurunkan nilai risikonya, tetapi harus dipilih
rencana mitigasi terbaik tidak hanya dari aspek K3 tetapi juga dengan
memperhatikan besarnya aspek biaya karena implementasi K3 berkorelasi
langsung dengan biaya sehingga akan dapat mempengaruhi komitmen
manajemen perusahaan.

3.6. Rancangan Penelitian


Pada penelitian ini dibuat sebuah kerangka metodologi penelitian
atau rancangan penelitian sebagaimana yang dijelaskan pada Gambar 3.1
sebagai berikut:

44
Mulai

Studi Pustaka

Identifikasi Masalah

Tujuan Penelitian

Perancangan dan Uji Instrumen

Pengumpulan Data:
Studi Kepustakaan
Observasi dan dokumentasi
Wawancara

Pengolahan Data (Tools: ISO 31000)

Penurunn risiko
tidak memenuhi
Analisa dan Pembahasan

Penurunan risiko
memenuhi

Kesimpulan

Gambar 3. 3. Rancangan Penelitian

45
3.7. Rencana dan Jadwal Kegiatan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan empat bulan mulai bulan ke-1


hingga bulan ke-4. Penelitian diawali dengan tinjauan penentuan topik
penelitian yang kemudian dilakukan pengumpulan data melalui studi
lapangan dan pencarian literatur dan akan diakhiri pada sidang tesis. Untuk
mengetahui rencana dan jadwal lebih jelas dapat dilihat pada pada Tabel 3.1
dibawah ini:

Tabel 3. 1. Rencana jadwal penelitian

Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4


Kegiatan Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Identifikasi
permasalahan
Penyusunan
proposal tesis
Sidang proposal
tesis
Studi pustaka
Studi lapangan
dan observasi
Analisis dan
pembahasan
Kesimpulan dan
saran
Penulisan laporan
tesis
Sidang tesis

46
DAFTAR PUSTAKA

Abipraya, B. (2020). www.brantas-abipraya.co.id/id/berita. Retrieved from


www.brantas-abipraya.co.id:
http://www.brantas-abipraya.co.id/id/berita/index/brantas-abipraya-
siap-laksanakan-new-normal
ABU-KHADER, M. M. (2004). IMPACT OF HUMAN BEHAVIOUR ON
PROCESS SAFETY MANAGEMENT IN DEVELOPING
COUNTRIES. Process Safety and Environmental Protection, 431-
437.
Agus Purwanto, E. d. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Untuk
Administrasi Publik dan Masalah-masalah Sosial. Yogyakarta:
Gaya Media.
Aini, M. A. (2017). Tingkat Kematangan Behavior Based Safety (BBS)
Pada Program Peka (Pengamatan Keselamatan Kerja) di PT X.
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIAHUSADA, 22234.
Aminatuzzuhriyah, S. (2017). Analisis Behavior Based Safety Pada Tenaga
Kerja Bongkar Muat Petikemas Dengan Metode Doit. Conference
on Safety Engineering and Its Application, 15-18.
Arikunto. (2010). Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka
Cipta.
Bellamy, L. J. (2008). Development of a functional model which integrates
human factors, safety management systems and wider organisational
issues. Safety Science, 461–492.
Choudhry, R. M. (2014). Challenging and Enforcing Safety Management in
Developing Countries: A Strategy. International Journal of
Construction Management, 10-24.
Cooper, D. (2009). Behavioral Safety A Freamework for success. Indiana:
BSMS Inc.
COX, S. (2006). BEHAVIOURAL SAFETY AND ACCIDENT
PREVENTION Short-Term ‘Fad’ or Sustainable ‘Fix’? Process
Safety and Environmental Protection, 164-170.
Duijm, N. J. (2006). Quantifying the influence of safety management on the
reliability of safety barriers. Journal of Hazardous Materials, 284–
292.

47
Einarsson, S. (2008). Improving human factors, incident and accident
reporting and safety management systems in the Seveso industry.
Journal of Loss Prevention in the Process Industries, 550-554.
Festag, S. (2017). Counterproductive (safety and security) strategies: the
hazards of ignoring human behaviour. Process Safety and
Environment Protection, 1-17.
Geller, E. S. (2001). Behavioral Safety Analysis: A Necessary Precursor to
Corrective Action. Professional Safety, 29-36.
Hardiningtyas, D. (2015, December 20). http://lecture.ub.ac.id/wp-
signup.php?new=dewihardaningtyas. Retrieved from
dewihardaningtyas.lecture.ub.ac.id:
http://dewihardaningtyas.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/P5-
Workplace-Safety-Health-Program.pdf
Hughes, G. (2004). Whose fault is it anyway? Journal of Hazardous
Materials, 127-132.
ISO. (2019). Security and Resilience. London: British Standards Institution.
Kheni, N. A. (2008). Health and safety management in developing
countries: a study of construction SMEs in Ghana. Construction
Management and Economics, 1159-1169.
Knegtering, B. (2009). Safety of the process industries in the 21st century:
A changing need of process safety management for a changing
industry. Journal of Loss Prevention in the Process Industries, 162–
168.
Krause, T. R. (2001). Moving To The 2nd Generation in Behavior-Based
Safety. American Society of Safety Engineers, 27-32.
Listyaningsih1, D. (2021). IKLIM KESELAMATAN KERJA PADA
PROYEK KONSTRUKSI DI SURABAYA. PADURAKSA, 70-83.
LOUSHINE, T. W. (2006). Quality and Safety Management in
Construction. Total Quality Management, 1171–1212.
Miles, M. B. (2014). Analisis Data Kualitatis. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Nadhir, A. (2017). PENGARUH PENGELOLAAN KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS
KERJA PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI GEDUNG DI CV.
PILAR BLITAR MAPAN SEJAHTERA. Jurnal Qua Teknika, 11-
20.
Parinduri, L. (2020). Implementasi Manajemen Keselamatan Konstruksi
Dalam Pandemi Covid 19. Buletin Utama Teknik Vol. 15 No. 3, 222-

48
228.
Prakasita, E. H. (2018). Tinjauhan Kesiapan Terhadap Implementasi
Business Continuity Management Systems Berbasis ISO 22301 dan
ISO 27001 (Studi Kasus : PT. JPK). Jurnal Ilmiah Ilmu Komputer,
13(2), 76-83.
Ramadhani, A. S. (2018). ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN SAFETY BEHAVIOR PADA PEKERJA BAGIAN
LINE PRODUKSI DI PT COCA COLA BOTTLING INDONESIA.
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, 60615.
Ramli, S. (2020). Manajemen Bencana dan Kelangsungan Bisnis. Bekasi:
Prosafe.
Ratry, R. (2020). TANGGUNG JAWAB PENGUSAHA DAN PEKERJA
DALAM PENERAPAN K3 PADA PROYEK KONSTRUKSI
DITINJAU DARI PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN
PARA PIHAK. Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 997-1006.
Roscoe, A. M. (1975). Follow-up Methods, Questionnaire Length, and
Market Differences in Mail Surveys: In this experimental test, a
telephone reminder produced the best response rate and
questionnaire length had no effect on rate of return. Journal of
Marketing, 20-27.
Sasongko, W. H. (2021). Perusahaan menerapkan pengelolaan talenta
berbasiskan kompetensi dan kinerja yang mendukung kebutuhan
bisnis saat ini dan masa depan. (Tesis). Jakarta: Universitas Sahid .
Setiawan, I. (2019). Perancangan Business Continuity Plan dan Disaster
Recovery Plan Teknologi dan Sistem Informasi Menggunakan ISO
22301. Jurnal RESTI, 3(2), 148-155.
Sugiyanto. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Suizer, A. (1999). Safety Behavior Fewer Injuries. Jakarta: Balai Pustaka.
Sutarto, A. (2008). Peranan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja Dalam
Peningkatan Kinerja Proyek Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil dan
Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang , 115-
126.
Svata, V. (2013). System View of Business Continuity Managemen.
Journal of Systems Integration, 4(2).

49
Tarwaka. (2008). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Vermaa, S. (2020). Investigating the emerging COVID-19 research trends
in the field of business and management: A bibliometric analysis
approach. Journal of Business Research, 253-261.
Waatters, J. (2010). The Business Continuity Management Desk Reference:
Guide to Business Continuity Planning, Crisis Management & IT
Disaster Recovery. Business Leverages Ltd.
Widiyanti, M. K. (2016). Gambaran Behavior Based Safety Sebagai Upaya
Penurunan Unsafe Action Pekerja Bagian Stamping Perusahaan
Obat Nyamuk “X” Semarang Factory, (Skripsi). Semarang:
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG.
Xuecai, X. (2017). Human factors risk assessment and management:
process safety in engineering. Process Safety and Environment
Protection, 1-12.
Yuliana. (2020). Corona virus diseases (Covid-19) : Sebuah tinjauan
Literatur. Wellness And Healthy Magazine, 2(1).
Zhao, J. (2014). Lessons learned for process safety management in China.
Journal of Loss Prevention in the Process Industries, 170-176.

50

Anda mungkin juga menyukai