Anda di halaman 1dari 12

EKONOMI PARIWISATA DAN COMMUNITY BASED

TOURISM (CBT)

Laporan Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah: Ekonomi Pariwisata
Dosen Pengampu: H. Sochimin Lc., M. Si.

Disusun Oleh : Kelompok 12


1. Novita Argiana Saputri (1917201270)
2. Ervina Zahraini (1917201183)
3. Alaika Sandori (1917201236)
4. Nur Amelia Fitri (1917201176)
5. Tuti Marlina (1917201266)
6. Nofia Eka Nurjanati (1917201292)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. KH. SAIFUDDIN
ZUHRI PURWOKERTO
2021
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki eksotisme
alam dan ragam budaya yang unik. Sebagai negara kepulauan, Indonesia
juga memiliki potensi yang bagus untuk mengembangkan ekonomi berbasis
ekowisata. Potensi ekowisata yang cukup apik sepanjang bentangan alam
negeri ini jika dikelola dengan profesional dapat meningkatkan aspek
perekonomian masyarakat. Kontribusi ekonomi melalui pengembangan
ekowisata berbasis keindahan alam dapat memberi respon positif untuk
menurunkan angka pengangguran dan pengentasan kemiskinan.
Pembangunan pariwisata pada suatu daerah mampu memberikan
dampak ekonomi. Dengan munculnya dampak-dampak yang terjadi,
pariwisata berbasis lingkungan (ekowisata) dan pariwisata berbasis
masyarakat (Community Based Tourism) atau wisata minat khusus muncul
sebagai solusi baru. Pariwisata berbasis masyarakat semakin dianggap
sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan, karena menekankan keterlibatan
aktif masyarakat setempat dan kontrol mereka terhadap pengembangan
pariwisata. Konsep pariwisata berbasis masyarakat atau Community Based
Tourism yang disingkat CBT, merupakan sebuah konsep pengembangan
suatu destinasi wisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal. Dimana
masyarakat turut andil dalam perencanaan, pengelolaan dan penyampaian
pendapat (Goodwin dan Santili, 2009; Purmada dan Hakim, 2016).
Konsep CBT juga sejalan dengan semangat kepariwisataan
indonesia yang dituangkan dalam UU NO 10 Tahun 2009 pasal 2 tentang
asas kepariwisataan dimana penyelenggaraan kepariwisataan di Indonesia
harus berdasarkan asas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata,
keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan,
demokratis, kesetaraan dan kesatuan. Dukungan pemerintah pada sektor
pariwisata yang diyakini bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat lokalnya, secara tidak langsung dalam jangka
panjang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lingkungan tersebut
serta ekonomi lokal daerah tersebut. Ketika sudah dalam tahap
meningkatkan daerah dengan keunggulan sektor pariwisata akan
berdampak baik untuk generasi masyarakat pada saat ini hingga masa depan
yang akan datang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ekonomi pariwisata dan Community Based
Tourism (CBT)?
2. Bagaimana konsep Community Based Tourism (CBT)?
3. Bagaimana pengembangan pariwisata berbasis masyarakat CBT
(Community based Tourism)?
4. Bagaimana penerapan CBT sebagai strategi pemberdayaan ekonomi?
5. Apa saja dampak dari penerapan CBT bagi ekonomi pariwisata?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ekonomi pariwisata dan
Community Based Tourism (CBT).
2. Untuk mengetahui konsep Community Based Tourism (CBT).
3. Untuk mengetahui pengembangan pariwisata berbasis masyarakat
Community based Tourism (CBT).
4. Untuk mengetahui penerapan Community based Tourism (CBT) sebagai
strategi pemberdayaan ekonomi.
5. Untuk mengetahui dampak dari penerapan CBT bagi ekonomi
pariwisata.
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekonomi Pariwisata dan Community Based Tourism (CBT)


Pengertian ekonomi pariwisata yang dikaji dalam penelitian
(Kristina, 2020) yakni kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan
pariwisata guna memaksimalkan sumber daya berupa modal, manusia dan
alam dengan harapan mendapatkan hasil produk pariwisata berupa barang
dan jasa yang maksimal. Indonesia adalah salah satu negara yang
mempunyai keanekaragaman budaya yang berlimpah dengan ciri khasnya
masing-masing, disamping itu negara Indonesia juga mempunyai sumber
daya alam yang kaya dan indah. Dengan keberagaman budaya dan sumber
daya alam yang indah inilah dapat memunculkan ide dan kreatifitas yang
bernilai, dimana ide dan kreatifitas yang bernilai itulah yang disebut sebagai
industri kreatif (Arlinda & Sulistyowati, 2021).
Dalam pandangan Hausler CBT merupakan suatu pendekatan
pembangunan pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal (baik
yang terlibat langsung dalam industri pariwisata maupun tidak) dalam
bentuk memberikan kesempatan (akses) dalam manajemen dan
pembangunan pariwista yang berujung pada pemberdayaan politis melalui
kehidupan yang lebih demokratis, termasuk dalam pembagian keuntungan
dari kegitan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat lokal. Hausler
menyampaikan gagasan tersebut sebagai wujud perhatian yang kritis pada
pembangunan pariwisata yang seringkali mengabaikan hak masyarakat
lokal di daerah tujuan wisata. (Suansri, 2003, hal. 14) mendefinisikan CBT
sebagai pariwisata yang memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan,
sosial dan budaya. CBT merupakan alat pembangunan komunitas dan
konservasi lingkungan atau dengan kata lain CBT merupakan alat untuk
mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
Sementara itu Yaman & Mohd (2004: 584 -587) menggarisbawahi
beberapa kunci pengaturan pembangunan pariwisata dengan pendekatan
CBT yaitu: pertama, adanya dukungan pemerintah. CBT membutuhkan
dukungan struktur yang multi institusional agar sukses dan berkelanjutan.
CBT didiskripsikan sebagai variasi aktivitas yang meningkatkan dukungan
yang lebih luas terhadap pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat.
Konservasi sumber daya juga dimaksudkan sebagai upaya melindungi
dalam hal memperbaiki mata pencaharian /penghidupan masyarakat. CBT
secara umum bertujuan untuk penganekaragaman industry, peningkatan
skope partisipasi yang lebih luas ini termasuk partisipasi dalam sektor
informal, hak dan hubungan langsung/tidak langsung dari sektor lainnya
(Nurhidayati, 2007).
B. Konsep Community Based Tourism (CBT)
Menurut Suansri (2003) Community Based Tourism (CBT)
merupakan pariwisata yang memperhitungkan aspek keberlanjutan
lingkungan, sosial, dan budaya. Konsep ini merupakan paradigma baru
dalam pengelolaan pariwisata (Ahsani & dkk, 2018). Adapun tiga usaha dari
pariwisata yang dapat menunjang konsep CBT yakni penjelajahan
(adventure travel), wisata budaya (cultural tourism) dan ekowisata
(ecotourism).
Menurut Bank Dunia, konsep CBT juga akan melibatkan
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan khususnya terkait dengan
perolehan pendapatan, kesempatan kerja, dan pelestarian lingkungan serta
budaya asli yanga mana dengan adanya hal tersebut maka masyarakat
setempat akan menemukan jati dirinya dan meningkatkan rasa bangga pada
kegiatan pariwisata. Penerapan ekonomi yang dilaksanakan secara riil atau
langsung oleh masyarakat juga termasuk dalam konsep Community Based
Tourism (CBT) (Arifin, 2017).
Pada umumnya konsep CBT dipakai oleh para perancang
pembangunan pariwisata untuk melakukan pengarahan pada masyarakat
agar dapat ikut serta secara aktif dalam pembangunan industri pariwisata.
Tujuan dari pembangunan tersebut yaitu untuk pemberdayaan sosial
ekonomi masyarakat itu sendiri dan menanamkan nilai-nilai lebih dalam
berpariwisata, khususnya untuk para wisatawan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa konsep Community Based Tourism (CBT) yang
digunakan oleh kepariwisata adalah pemberdayaan masyarakat (Amalia,
2018).
C. Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat CBT (Community
based Tourism)
Pariwisata berbasis masyarakat (Community based Tourism)
dikembangkan berdasarkan prinsip keseimbangan dan keselarasan antara
kepentingan berbagai steakholders pembangunan pariwisata termasuk
pemerintah, swasta dan masyarakat. Prinsip pembangunan pariwisata “dari
masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”. Masyarakat sebagai
pelaku utama dalam pengembangan pariwisata berbasis CBT, masyarakat
berperan di semua lini pembangunan baik sebagai perencana, investor,
pelaksana, pengelola, pemantau maupun elevator. Namun, peran
pemerintah dan swasta juga sangat diperlukan.
Upaya dalam pengembangan pariwisata berbasis CBT adalah
memberdayakan masyarakat setempat dengan mengikut sertakan
masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan pariwisata. Pemerintah
sebagai fasilitator dan steakholders lainnya harus dapat menghimbau dan
memberikan motivasi kepada masyarakat agar bersedia berpatisipasi aktif
di dalam pembangunan pariwisata. Pemerintah, swasta, dan masyarakat
dituntut koordinasi dan kerja sama serta peran yang berimbang, oleh karena
itu salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengembangkan
pariwisata berbasis masyarakat adalah pendekatan partisipatif. Pendekatan
partisipatif digunakan untuk mendorong terbentuknya kemitraan di antara
pihak steakholders terkait tersebut.
Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat diarahkan untuk
mengurangi tekanan terhadap obyek dan daya tarik wisata sehingga
pembangunan pariwisata dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini masyarakat setempat harus
disadarkan atas potensi yang dimiliki sehingga mereka mempunyai rasa ikut
memiliki (sense of belonging) terhadap aneka sumber daya alam dan budaya
sebagai aset pembangunan masyarakat (Irawati & Prakoso).
CBT menawarkan konsep agar kepemilikan (ownership) sumber
daya, pengelolaan (management), dan pengawasan (control) secara
substansial benar-benar berada di tangga masyrakat lokal melalui komunitas
lokal seperti lembaga adat, sehingga masyarakat lokal tidak hanya sebagai
penonton semata, namun serta merta menjadi pelaku dan penikmat hasil dari
industri pariwisata (Wiwin, 2018).
Partisipasi masyarakat dalam pariwisata terdiri atas dua perspektif,
yaitu partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan
partisipasi yang berkaitan dengan distribusi keuntungan yang diterima oleh
masyarakat dari pembangunan pariwisata (Sunaryo, 2013). Terdapat tiga
prinsip pokok dalam strategi perencanaan pembangunan kepariwisataan
yang berbasis CBT, yaitu:
1. Mengikutsertakan anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan.
2. Adannya kepastian masyarkat lokal menerima manfaat dari kegiatan
kepariwisataan.
3. Pendidikan kepariwisataan bagi masyarakat lokal.
Menurut (Suansri, 2003) prinsip dari CBT yang harus dilakukan,
yaitu:
1. Mengenali, mendukung, dan mempromosikan kepemilikan masyarakat
dalam pariwisata.
2. Melibatkan anggota masyarakat dari setiap tahap pengembangan
pariwisata dalam berbagai aspeknya.
3. Mempromosikan kebanggan terhadap komonitas bersangkutan.
4. Meningkatkan kualitas kehidupan.
5. Menjamin keberlanjutan lingkkungan.
6. Melindungi ciri khas (keunikan) dan budaya masyarakat lokal.
7. Mengembangkan pembelajaran lintas budaya.
8. Menghormati perbedaan budaya dan martabat masyarakat.
9. Mendistribusikan keuntungan dan manfaat yang diperoleh secara
proporsional kepada anggota masyarakat.
10. Memberikan kontribusi dengan presentase tertentu dari pendapatan
yang diperoleh untuk pengembangan masyarakat.
11. Menonjolkan keaslian hubungan masyarakat dengan lingkungannya.
Berdasarkan prinsip tersebut terlihat bahwa CBT sangat berbeda
dengan pengembangan parisiwata pada umumnya. Dalam CBT, komunitas
merupakan aktor utama dalam proses pembangunan pariwisata, dengan
tujuan utama untuk peningkatan standar kehidupan masyarakat.
D. Penerapan CBT Sebagai Strategi Pemberdayaan Ekonomi
Strategi pemberdayaan masyarakat dalam konsep Community
Based Tourism dalam mencapai tujuan pemberdayaan, berbagai upaya
dapat dilakukan melalui berbagai macam strategi (Nurhidayati, 2015). Salah
satu strategi yang memungkinkan dalam pemberdayaan masyarakat adalah
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang secara konseptual
memiliki ciri-ciri unik serta sejumlah karakter yang oleh Nasikun and
Leisure Gumelar S. Sastrayuda dikemukakan sebagai berikut :
a. Pariwisata berbasis komunitas/masyarakat memiliki ciri-ciri/karakter
unik yaitu memiliki unit usaha kecil, secara ekologis aman, dan tidak
banyak menimbulkan dampak negatif seperti yang dihasilkan oleh jenis
pariwisata konvensional.
b. Pariwisata berbasis komunitas berpeluang mengembangkan objek-
objek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil dan dapat dikelola oleh
komunitas-komunitas dan pengusaha-pengusaha local.
c. Komunitas lokal berpeluang ikut menikmati keuntungan pariwisata.
E. Dampak Penerapan CBT Bagi Ekonomi Pariwisata
Adapun dampak yang ditimbulkan dari penerapan CBT bagi
ekonomi pariwisata yaitu sebagai berikut:
a. Timbulnya Tambahan Dana Untuk Pengembangan Komunitas
Kegiatan wisata yang berlangsung menimbulkan pendapatan yang
dapat dimanfaatkan sebagai dana pengembangan komunitas, baik
perbaikan sarana, prasarana amaupun peningkatan kualitas SDM.
Keuntungan dari kegiatan wisata yang dimasukkan ke kas desa wisata
dapat digunakan baik untuk pengembangan infrastruktur maupun untuk
meningkatkan kualitas pelayanan.
b. Terciptanya Lapangan Pekerjaan di Sektor Pariwisata
Dengan adanya desa wisata, maka masyarakat desa khususnya
mereka belum memiliki pekerjaan dapat terserap dan memiliki
penghasilan dari kegiatan wisata, baik itu menjadi guide, operator alat,
pengurus dan lain sebagainya.
c. Timbulnya Tambahan Pendapatan Masyarakat Lokal
Sebagian besar masyarakat yang berpartisipsi langsung maupun
tidak langsung, merasakan adanya mekanisme pembagian pendapatan
yang diperoleh dari adanya wisata. Dengan adanya pendapatan, maka
kesejahteraan masyarakat disekitar akan lebih meningkat (Kurniadi,
2011).
KESIMPULAN

Ekonomi pariwisata merupakan kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan


pariwisata guna memaksimalkan sumber daya berupa modal, manusia dan alam
dengan harapan mendapatkan hasil produk pariwisata berupa barang dan jasa yang
maksimal. CBT didiskripsikan sebagai variasi aktivitas yang meningkatkan
dukungan yang lebih luas terhadap pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat.
CBT merupakan alat untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang
berkelanjutan.
Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat diarahkan untuk
mengurangi tekanan terhadap obyek dan daya tarik wisata sehingga pembangunan
pariwisata dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Dalam hal ini masyarakat setempat harus disadarkan atas potensi
yang dimiliki sehingga mereka mempunyai rasa ikut memiliki (sense of belonging)
terhadap aneka sumber daya alam dan budaya sebagai aset pembangunan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Ahsani, R. D., & dkk. (2018). Penerapan Konsep Community Based Tourism (Cbt) Di Desa
Wisata Candirejo Borobudur Mewujudkan Kemandirian Desa. Jurnal Ilmu
Administrasi Publik, Vol. 3 No. 2, 137.

Amalia, R. (2018, September 13). Konsep Community Based Tourism (CBT) untuk
Pariwisata. Diambil kembali dari Asosiasi Desa Wisata Indonesia (Asidewi):
https://asidewi.id/berita/konsep-community-based-tourism-cbt-untuk-pariwisata/

Arifin, A. P. (2017). Pendekatan Community Based Tourism Dalam Membina Hubungan


Komunitas Di Kawasan Kota Tua Jakarta. Jurnal Visi Komunikasi, Vol. 16 No. 01,
121.

Arlinda, F., & Sulistyowati, R. (2021). Pengaruh Penerapan Program Adaptasi CHSE
(CLEANLINESS, HEALTH, SAFETY, ENVIRONMENT) Terhadap Kepuasan
Pengunjung Destinasi Wisata Kabupaten Kediri Di Era NEW NORMAL Serta
Dampaknya Pada Pengembangan Ekonomi Pariwisata & Industri Kreatif. Jurna
Pendidikan Tata Niaga, Vol. 9 No. 3, 1408-1409.

Irawati, N., & Prakoso, A. A. (t.thn.). Terapan Brand “Jogja Istimewa” Terhadap
Pengembangan Pariwisata Berbasis Community Based Tourism (CBT) Di
Yogyakarta. Academia Accelerating the World's Research, 5.

Kurniadi, B. S. (2011). DAMPAK EKONOMI PARIWISATA DARI PENERAPAN


KONSEP COMMUNITY BASED TOURISM (CBT)(Studi Kasus Desa Wisata
Garongan Di Kecamatan Turi,Sleman). 58. Skripsi Universitas Sebelas Maret.

Nurhidayati, S. E. (2007). Community Based Tourism (CBT) Sebagai Pendekatan


Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan
Politik.

Nurhidayati, S. E. (2015). Studi Evaluasi Penerapan Community Based Tourism (CBT)


Sebagai Pendukung Agrowisata Berkelanjutan. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan
dan Politik, Vol. 28 No. 1, 3.

Suansri. (2003). Community Based Tourism Handbook. 7.

Sunaryo. (2013). Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan Aplikasinya


di Indonesia. Yogyakarta: Gaya Media.

Topowijono, N. R. (2018). Penerapan Konsep Community Based Tourism Dalam


Pengelolaan Daya Tarik Wisata Berkelanjutan (Studi Pada Desa Wisata Bangun,
Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB),
Vol. 58 No. 2, 22.
Wiwin, W. (2018). Community Based Tourism Dalam Pengembangan Pariwisata Bali.
Pariwisata Budaya, Vol. 3 No. 1, 75.

Anda mungkin juga menyukai