Anda di halaman 1dari 20

PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pariwisata Berkelanjutan
Dosen Pengampu : Kharisma Novita Sari, M. E.

Disusun oleh :
Kelompok 9
1. Binti Khoirun Nisa (126407203007)
2. Yanuar Bagus Prananta (126407203039)
3. Muhammad Rizki Ardiansyah (126407203026)

JURUSAN PARIWISATA SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
MEI 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat, karunia, dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
Pariwisata Berkelanjutan dengan pokok bahasan mengenai “Pariwisata Berbasi
Masyarakat” ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW.
Kami mengucapkan terima kasih pada Ibu Kharisma Novita Sari, M. E.
selaku Dosen mata kuliah Pariwisata Berkelanjutan Universitas Islam Negri
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang telah memberikan tugas ini kepada
kami serta memberikan ilmunya kepada kami sampai saat ini.
Kami sangat berharap makalah ini berguna bagi semuanya untuk
menambah wawasan serta pengetahuan bagi kami maupun para pembaca. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan baik dari segi kata, pengejaan maupun materi dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di
waktu yang akan datang.

Tulungagung, 07 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang ................................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................... 1

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat ....................................................... 3


2.2. Desa Wisata dan Pelibatan Masyarakat.......................................................... 6
2.3. Tipe Desa Wisata di Indonesia ...................................................................... 10

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan .................................................................................................. 11

3.2. Saran ............................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA

REVIEW JURNAL

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pariwisata berbasis masyarakat adalah suatu konsep pariwisata yang
menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam pengembangan dan
pengelolaan pariwisata di suatu wilayah. Konsep ini muncul sebagai alternatif
dari model pariwisata konvensional yang cenderung didominasi oleh investor
dan pengusaha besar, sehingga seringkali mengabaikan kepentingan dan
kebutuhan masyarakat lokal. Pariwisata berbasis masyarakat memiliki tujuan
untuk memperkuat ekonomi lokal dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, serta mempromosikan dan melestarikan budaya dan lingkungan
hidup di suatu wilayah. Konsep ini mengandalkan partisipasi aktif masyarakat
dalam setiap tahap pengembangan pariwisata, mulai dari perencanaan,
pengelolaan, hingga pemasaran dan promosi.
Pariwisata berbasis masyarakat memiliki beberapa prinsip dasar, antara
lain: partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan
pariwisata, pengembangan produk dan layanan pariwisata yang mengandalkan
keunikan dan kekhasan lokal, serta pemenuhan kebutuhan wisatawan dengan
tetap memperhatikan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup.
Implementasi konsep pariwisata berbasis masyarakat dapat memberikan
dampak positif bagi masyarakat lokal, seperti peningkatan penghasilan,
penguatan identitas budaya, dan perbaikan infrastruktur dan fasilitas publik.
Namun, implementasi konsep ini juga memerlukan pendekatan yang tepat dan
dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat, dan investor yang berkomitmen untuk membangun pariwisata
yang berkelanjutan dan berkeadilan. Oleh karena itu, makalah ini
mengantarkan kepada pemahaman konsep pariwisata berbasi masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pariwisata berbasis masyarakat?
2. Bagaimana makna dari desa wisata dan pelibatan masyarakat lokal?

1
3. Bagaimana tipe desa wisata di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui konsep pariwisata berbasis masyarakat
2. Mengetahui makna dari desa wisata dan pelibatan masyarakat lokal
3. Mengetahui tipe desa wisata di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.2.Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat


Pariwisata berbasis masyarakat adalah pendekatan pariwisata yang
menekankan partisipasi dan keterlibatan masyarakat lokal dalam
pengembangan dan pengelolaan destinasi pariwisata mereka. Konsep ini
bertujuan untuk meningkatkan keuntungan ekonomi dan sosial bagi
masyarakat lokal serta menjaga keberlanjutan lingkungan dan budaya di
destinasi pariwisata. Pariwisata berbasis masyarakat merupakan salah satu
jenis pariwisata yang memasukkan partisipasi masyarakat sebagai unsur
utama dalam pariwisata guna mencapai tujuan pembangunan pariwisata
berkelanjutan (Telfer dan Sharpley, 2008). Pemahaman ini sejalan dengan
pemikiran Timothy dan Boyd (2003) yang menyebutkan pariwisata berbasis
masyarakat sebagai partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata.
Dalam hal ini, partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan pembagian manfaat
pariwisata. Dalam pariwisata berbasis masyarakat, masyarakat lokal
dipandang sebagai mitra penting dalam mengelola destinasi pariwisata.
Mereka memiliki peran dalam mengembangkan produk wisata, menyediakan
layanan, dan mempromosikan destinasi mereka. Melalui partisipasi aktif
masyarakat lokal, pariwisata berbasis masyarakat dapat membantu
meningkatkan keterlibatan dan partisipasi mereka dalam kegiatan ekonomi
dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Beberapa bentuk pariwisata berbasis masyarakat adalah homestay,
wisata kuliner, dan pengalaman budaya lokal. Dalam homestay, para
wisatawan tinggal bersama keluarga lokal dan berpartisipasi dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Wisata kuliner menampilkan masakan lokal dan
memperkenalkan tamu pada makanan khas daerah tersebut. Sedangkan
pengalaman budaya lokal menawarkan pengalaman seperti pembuatan
kerajinan tangan, tarian tradisional, atau pertunjukan musik yang diadakan
oleh masyarakat setempat.

3
Pariwisata berbasis masyarakat memiliki banyak manfaat, seperti
mempromosikan keanekaragaman budaya dan kesenian lokal, meningkatkan
pengalaman wisatawan, serta memperkuat ekonomi lokal. Namun, untuk
mencapai kesuksesan dalam pariwisata berbasis masyarakat, perlu adanya
dukungan dari pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat lokal untuk
memastikan bahwa keuntungan yang dihasilkan dari pariwisata benar-benar
dirasakan oleh masyarakat setempat. Partisipasi dalam pengambilan
keputusan berarti masyarakat mempunyai kesempatan untuk menyuarakan
harapan, keinginan dan kekhawatirannya dari pembangunan pariwisata, yang
selanjutnya dapat dijadikan masukan dalam proses perencanaan pariwisata.
Sedangkan mengambil peran dalam pembagian manfaat pariwisata
mengandung pengertian bahwa masyarakat semestinya mempunyai
kesempatan untuk memperoleh keuntungan finansial dari pariwisata dan
keterkaitan dengan sektor lainnya. Untuk itu pengembangan destinasi
pariwisata seharusnya mampu menciptakan peluang pekerjaan, kesempatan
berusaha dan mendapatkan pelatihan serta pendidikan bagi masyarakat agar
mengetahui manfaat pariwisata (Timothy, 1999).
Menurut Murphy (1985) pariwisata merupakan sebuah “community
industry”, sehingga keberlanjutan pembangunan pariwisata sangat tergantung
dan ditentukan oleh penerimaan dan dukungan masyarakat terhadap
pariwisata. Implikasi pariwisata sebagai sebuah industri masyarakat adalah
adanya kepastian bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan
pariwisata. Ciri-ciri khusus dari Community Based Tourism menurut Hudson
(Timothy, 1999:373) adalah berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dan
adanya upaya perencanaan pendam-pingan yang membela masyarakat lokal
serta lain kelompok memiliki ketertarikan/minat, yang memberi kontrol lebih
besar dalam proses sosial untuk mewujudkan kesejahteraan. Sedangkan
Murphy (1985:153) menekankan strategi yang terfokus pada identifikasi
tujuan masyarakat tuan rumah dan keinginan serta kemampuan mereka
menyerap manfaat pariwisata. Menurut Murphy setiap masyarakat harus
didorong untuk mengidentifikasi tujuannya sendiri dan mengarahkan
pariwisata untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat lokal. Untuk itu

4
dibutuhkan perencanaan sede-mikian rupa sehingga aspek soosial dan
lingkungan masuk dalam perencanaan dan industri pariwisata memperhatikan
wisatawan dan jutga masyarakat setempat.
Pariwisata berbasis masyarakat memiliki kelebihan dan kekurangan
yang perlu dipertimbangkan. Sisi positif dari diterapkannya pariwisata
berbasis masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Peningkatan pendapatan masyarakat lokal: Pariwisata berbasis masyarakat
dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dengan
memanfaatkan sumber daya alam dan budaya lokal. Hal ini dapat
membantu mengurangi kemiskinan di daerah tersebut.
2) Pelestarian budaya lokal: Dengan menekankan pada budaya lokal,
pariwisata berbasis masyarakat dapat membantu mempromosikan dan
mempertahankan budaya daerah tersebut. Hal ini dapat meningkatkan
kesadaran dan penghargaan terhadap warisan budaya yang unik.
3) Menumbuhkan kebanggaan lokal: Pariwisata berbasis masyarakat dapat
membantu meningkatkan rasa kebanggaan masyarakat setempat atas
tempat tinggal dan budaya mereka. Hal ini dapat mendorong partisipasi
masyarakat dalam pelestarian dan promosi budaya daerah.
Sedangkan sisi negatif dari diterapkannya pariwisata berbasis masyarakat
adalah sebagai berikut:
a. Over-tourism: Pariwisata berbasis masyarakat dapat mempercepat
pertumbuhan jumlah pengunjung yang melebihi kapasitas daerah tersebut,
yang dapat mengakibatkan masalah lingkungan dan sosial.
b. Penggusuran: Pariwisata berbasis masyarakat dapat memicu penggusuran
masyarakat lokal dan merusak lingkungan. Dalam beberapa kasus,
masyarakat lokal dapat dipaksa untuk meninggalkan daerah mereka karena
peningkatan harga tanah dan kebutuhan akan infrastruktur pariwisata.
c. Tergantung pada pariwisata: Masyarakat lokal dapat menjadi terlalu
tergantung pada pariwisata untuk penghasilan mereka, dan hal ini dapat
menyebabkan ketidakstabilan ekonomi jika pariwisata menurun atau
terganggu oleh konflik atau bencana alam.

5
d. Secara keseluruhan, pariwisata berbasis masyarakat dapat memberikan
manfaat ekonomi dan sosial yang besar bagi masyarakat lokal, tetapi juga
dapat menimbulkan masalah jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena
itu, perlu adanya perencanaan dan pengelolaan yang baik dalam
implementasi pariwisata berbasis masyarakat.

2.3.Desa Wisata dan Pelibatan Masyarakat


Desa wisata adalah desa yang dijadikan tempat wisata karena daya
tarik yang dimilikinya. Desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara
atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung. Desa wisata disajikan dalam
suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan
tradisi yang berlaku. Desa wisata biasanya memenuhi semua unsur wisata
yang memiliki potensi daya tarik, seperti wisata alam, wisata budaya, dan
wisata hasil buatan manusia. Desa wisata biasanya dibuat di satu kawasan
tertentu dengan didukung oleh atraksi, akomodasi, dan fasilitas lainnya. Desa
wisata secara keseluruhan mengintegrasikan semua unsur tersebut di suatu
desa, untuk mengangkat keunikan dan kearifan lokal setempat.
Desa wisata di Indonesia umumnya mempertahankan keasrian alam
dan budaya sebagai daya tarik utama. Desa-desa ini memperlihatkan
keunikan dan kekayaan alam serta budaya setempat yang khas. Desa wisata
biasanya juga mengedepankan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan
dengan menjaga kelestarian alam dan budaya serta menerapkan prinsip-
prinsip ramah lingkungan dalam kegiatan pariwisata. Selain itu desa wisata di
Indonesia melibatkan masyarakat setempat dalam pengembangan pariwisata
sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat langsung dari kegiatan
pariwisata dan ikut berpartisipasi dalam pengelolaan destinasi pariwisata
tersebut. Di sisi lain nilai tambah dari desa wisata di Indonesia yaitu
menyediakan fasilitas yang memadai untuk para wisatawan, seperti
akomodasi, transportasi, tempat makan, dan sarana rekreasi.
Muliawan (2008) menjelaskan bahwa desa wisata adalah desa
yang memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik
berupa karakter fisik lingkungan alam perdesaan maupun kehidupan sosial

6
budaya kemasyarakatan yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami
dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya, dalam suatu tata
lingkungan yang harmonis dan pengelolaan yang baik dan terencana
sehingga siap untuk menerima dan menggerakkan kunjungan
wisatawan ke desa tersebut, serta mampu menggerakkan aktivitas
ekonomi pariwisata yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan
pemberdayaan masyarakat setempat. Agar desa wisata dapat terus
berjalan dan berkelanjutan, terdapat tiga konsep utama dalam komponen
desa wisata (Nurhayati, 1993), yaitu akomodasi dari tempat tinggal
penduduk setempat, atraksi berupa keseharian masyarakat serta setting
fisik, dan desa bersifat unik serta langka.
Adimihardja (1999) dalam Sunaryo (2013:215) mendefinisikan
pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses yang tidak saja hanya
mengembangkan potensi ekonomi masyarakat yang sedang tidak berdaya,
namun demikian juga harus berupaya dapat meningkatkan harkat dan
martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya serta terpeliharanya tatanan nilai
budaya setempat. Menurut Sinclair (1998) menyebutkan bahwa pariwisata
mampumemberikan manfaat dalam bentuk penguatan ekonomi lokal,
yang antara lain berupa devisa, pendapatan tambahan kepada masyarakat,
serta peluang pekerjaan yang dapat ditangkap oleh masyarakat. Sektor usaha
dalam pariwisata seperti usaha akomodasi, transportasi, dan lainnya
dapat memberikan kontribusi dalam mendorong perekonomian lokal,
regional, maupun nasional. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa
pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memajukan
masyarakatnya sendiri dan menjadi mandiri dalam mengelola sumber
daya serta mendapatkan manfaat yang positif dari kegiatan pariwisata
tersebut.
Adapun peran dari pariwisata itu sendiri yang harus diperhatikan
dan disampaikan kepada komunitas lokal, yaitu sebagai sumber hidup
dan pendapatan alternatif serta menguntungkan, terlebih bagi daerah yang
sumber ekonomi utamanya sedang terancam, sehingga dengan adanya
pariwisata diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Pariwisata

7
sebagai salah satu alat yang digunakan dalam upaya konservasi,baik
alam maupun budaya, sehingga potensi tersebut dapat sustain. Pariwisata
sebagai “training ground” untuk partisipasi mendatang pada sektor ekonomi
lain. Komunitas yang berhasil dalam mengembangkan proyek pariwisata
dapat menjadi contoh model bagi pengembangan destinasi lain dan
berdampak pada datangnya atensi dari berbagai pihak seperti dari
pemerintah dan perusahaan swasta baik dari dalam maupun luar negeri.
Partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata di Indonesia
sangat penting untuk keberhasilan dan keberlanjutan industri pariwisata di
daerah tersebut. Beberapa cara yang dilakukan untuk melibatkan masyarakat
dalam pengembangan desa wisata adalah melalui pembentukan kelompok
sadar wisata (Pokdarwis), pelatihan keterampilan, partisipasi dalam
pengambilan keputusan, dan pemberdayaan ekonomi melalui usaha mikro.
Pembentukan Pokdarwis merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat
dalam pengembangan desa wisata. Pokdarwis adalah kelompok masyarakat
yang secara mandiri mengembangkan potensi wisata di desa mereka. Dalam
pembentukan Pokdarwis, masyarakat dilibatkan dalam pemilihan pengurus
dan pengembangan program-program wisata yang sesuai dengan kebutuhan
dan potensi desa.
Regulasi desa wisata di Indonesia diatur oleh beberapa peraturan
perundang-undangan yang berlaku, di antaranya:
a. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata
b. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 tentang Perencanaan dan
Pengembangan Pariwisata
c. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 6 Tahun 2014
tentang Desa Wisata
d. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi No.6 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Pembangunan Desa Wisata. Peraturan-peraturan tersebut mengatur
mengenai pengembangan desa wisata, pemanfaatan potensi wisata lokal,
pelibatan masyarakat, pengelolaan lingkungan, dan pembinaan usaha
mikro kecil dan menengah di desa wisata.

8
Beberapa desa wisata yang ada di Indonesia adalah:
- Desa Penglipuran di Bali
Desa Penglipuran adalah desa adat yang menjadi primadona pariwisata di
Bali. Berkat kebersihan dan kerapiannya, desa wisata yang terletak di
Bangli ini juga berhasil mendapatkan beberapa penghargaan diantaranya
Kalpataru, ISTA (Indonesia Sustainable Tourism Award) pada tahun 2017,
dan yang terbaru, destinasi ini masuk dalam Sustainable Destinations Top
100 versi Green Destinations Foundation. Ketika mengelilingi desa ini,
pengunjung tidak diperkenankan menggunakan kendaraan bermotor. Hal
ini dilakukan untuk menjaga lingkungan Desa Penglipuran agar bebas dari
polusi.
- Desa Wae Rebo di Nusa Tenggara Timur
Wae Rebo merupakan desa tradisional yang berada di Kampung Satar
Lenda, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa
Tenggara Timur. Desa ini dikelilingi beberapa bukit yang berjajar seperti
memagari desa sehingga terkesan bahwa desa ini terisolasi. Meski begitu
banyak wisatawan yang rela melancong jauh-jauh untuk menikmati
keindahan setiap sudut Desa Adat Wae Rebo. Desa ini hanya memiliki 7
rumah adat berbentuk lumbung kerucut yang disebut Mbaru Niang. Inilah
yang menjadi ikon utama Wae Rebo. Rumah adat Mbaru Niang tersusun
mengitari batu melingkar yang dinamakan compang sebagai titik pusatnya.
Compang merupakan pusat aktivitas warga untuk mendekatkan diri
dengan alam, leluhur, dan Tuhan. Keunikan tersebut menjadikan desa ini
sebagai salah satu lokasi Konservasi Warisan Budaya UNESCO.
- Desa Sade di Lombok
Desa Sade adalah salah satu dusun di desa Rembitan, Pujut, Lombok
Tengah yang mempertahankan adat suku Sasak. Semenjak tahun 1975
desa ini sudah dikunjungi oleh para wisatawan, baik dalam negeri maupun
luar negeri. Setiap rumah terdiri dari satu KK, dengan jumlah penduduk
sekitar 700 orang yang kesemuanya adalah suku Sasak Lombok. Semua
penduduk di desa ini masih merupakan satu keturunan, karena mereka
melakukan perkawinan antar saudara.

9
2.4.Tipe Desa Wisata di Indonesia
Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya, desa wisata di Indonesia
dibagi dalam dua bentuk yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka. Tipe
terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai berikut:
a. Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk
kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang
ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional.
b. Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal,
sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan terkontrol.
Selain itu pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi
sejak dini.
c. Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan
perencanaan yang integratif dan terkoordinasi, sehingga diharapkan akan
tampil menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional
sebagai unsur utama untuk “menangkap” jasa-jasa dari hotel-hotel
berbintang lima. Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini
adalah kawasan Nusa Dua, Bali dan beberapa kawasan wisata di Lombok.
Pedesaan tersebut diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja berhasil
secara nasional, melainkan juga pada tingkat internasional. Pemerintah
Indonesia mengharapkan beberapa tempat di Indonesia yang tepat dapat
dirancang dengan konsep yang serupa.
Tipe yang kedua adalah tipe terbuka atau spontaneus. Tipe ini ditandai dengan
karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya kawasan dengan struktur
kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal. Distribusi
pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh
penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi satu
ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan. Contoh dari tipe
perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Prawirotaman, Yogyakarta.

10
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Pariwisata berbasis masyarakat adalah pendekatan pariwisata yang
menekankan partisipasi dan keterlibatan masyarakat lokal dalam
pengembangan dan pengelolaan destinasi pariwisata mereka dengan
tujuan meningkatkan keuntungan ekonomi dan sosial bagi masyarakat
lokal serta menjaga keberlanjutan lingkungan dan budaya di destinasi
pariwisata. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata
adalah melalui pembentukan kelompok sadar wisata (Pokdarwis),
pelatihan keterampilan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan
pemberdayaan ekonomi melalui usaha mikro. Adapun menurut pola,
proses dan tipe pengelolanya, desa wisata di Indonesia dibagi dalam dua
bentuk yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka.

5.2. Saran
Melalui makalah ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan
meningkatkan pemahaman para pembaca terhadap pariwisata
keberlanjutan utamanya dalam mengelola desa wisata melalui pelibatan
masyarakat lokal.

11
DAFTAR PUSTAKA

Adikampana, I Made. 2017. Pariwisata Berbasis Masyarakat. Bali:Fakultas


Pariwisata Universitas Udayana
Hidayat, T., & Lestari, P. (2018). Analisis Pengembangan Desa Wisata di
Indonesia. Jurnal Ilmu Pariwisata, 2(1), 13-28.
Mahadewi, I. P. G. A. A., & Sunarta, I. W. (2019). Pemanfaatan Potensi Lokal
dalam Pengembangan Desa Wisata di Indonesia. Jurnal Kajian Bali, 9(1),
11-22.
Santoso, B. (2019). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa
Wisata di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 9(2), 129-136.
Yuniarti, S., & Harjo S, T. (2018). Peran Masyarakat dalam Pengembangan Desa
Wisata di Indonesia. Jurnal Ilmiah Pariwisata, 23(1), 45-54.
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Community%20Based%20Tourism%20_CBT_.
pdf
https://www.indonesia.travel/id/id/ide-liburan/sarat-dengan-kearifan-lokal-inilah-
wae-rebo-desa-di-atas-awan
https://www.indonesia.travel/id/id/ide-liburan/intip-yuk-daya-tarik-yang-
ditawarkan-desa-penglipuran-bali
http://ppebalinusra.menlhk.go.id/ekowisata-di-desa-sade/

a
REVIEW JURNAL

A. Identitas jurnal
Judul : Strategi pengembangan Pariwisata Berkelanjutan di
Hutan Lindung Desa Sesaot Kecamatan Narmada
Kabupaten Lombok Barat
Nama Penulis :Muhammad Shofiyan Al Asy’ari dan Sri Sundari
Nama Jurnal : Jurnal Terapan Pemerintahan Minangkabau
Tahun dan halaman: 2022 (143-162)
Link unduhan : https://doi.org/10.33701/jtpm.v2i2.2443

B. Isi jurnal
a. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi Dinas
Pariwisata Kabupaten Lombok Barat dalam pengembangan pariwisata
berkelanjutan di Hutan Lindung Sesaot.

b. Latar Belakang jurnal


Pariwisata merupakan salah satu sektor yang terus dikembangkan
di setiap daerah di Indonesia dengan keindahan dan keunikannya masing-
masing. Pariwisata berkelanjutan sendiri menurut WTO (World Tourism
Organization), adalah pariwisata yang memperhitungkan penuh dampak
ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan masa depan, memenuhi
kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat setempat.
Pemerintah provinsi NTB mengarahkan keuntungan ekonomi dan sosial
dari sektor pariwisata tetap dipertahankan dan ditingkatkan untuk
mengurangi dampak yang tidak diinginkan terhadap alam, sejarah, budaya
atau lingkungan sosial dengan cara menyeimbangkan kebutuhan
wisatawan untuk disesuaikan dengan lingkungan sekitar, masyarakat
setempat dan bisnis pariwisata pada destinasi atau perjalanan wisata
tersebut. Sumber daya alam yang melimpah, taman nasional, beraneka
ragam pemandangan mulai dari area perairan sampai hutan hujan dan

b
budayanya yang unik memberikan warna khusus bagi Lombok dan
menjadi daya saing yang sangat berharga.
Daya tarik wisata alam, beragam kegiatan luar ruang, dan wisata
olahraga untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan baik domestik
maupun mancanegara, tanpa terkecuali di Kabupaten Lombok Barat Pada
tanggal 7 September 2016 Kabupaten Lombok Barat ditetapkan sebagai
Destinasi Pengamatan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism
Observatory) dan dilaunching resmi oleh Menteri Pariwisata dan Direktur
Pariwisata Berkelanjutan Badan Pariwisata Dunia. Kawasan Hutan Sesaot
merupakan objek pengembangan kawasan pariwisata berkelanjutan di
Kabupaten Lombok Barat. Sebelum menjadi taman wisata, tempat tersebut
tidak lebih sebagai aktivitas warga yakni memanen buah-buahan, mencuci
pakaian, mencuci piring dan mandi. seiring perkembangan zaman,
keberadaannya telah diketahui oleh masyarakat luas yang mana hutan dan
sumber daya airnya dijadikan lokasi sebagai taman wisata alam yang tepat
untuk berkemah dan piknik.
Kesadaran masyarakat setempat terkait potensi yang dimiliki
wisata Hutan Sesaot melahirkan pemikiran dan upaya untuk dilakukannya
peningkatan infrastruktur taman wisata yang menggandeng Pemerintah
Daerah Kabupaten Lombok Barat dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Barat, sehingga pada awal tahun 2016 infrastruktur tersebut resmi
digunakan sebagai pengembangan pariwisata berkeanjutan. Peningkatan
infrastruktur yang dilakukan pemerintah Kabupaten Lombok Barat yakni
penambahan penunjuk jalan, perluasan dan perbaikan tempat parkir,
penyediaan kamar mandi, tempat peristirahatan dan gazebo untuk
pengunjung, tempat duduk, jalan menuju permandian, Jalan masuk menuju
hutan, serta pembatas yang melingkari sumber mata air yang menjadi
tempat kolam permandian, dengan upaya yang dilakukan Pemerintah
Kabupaten Lombok Barat tersebut jumlah pengunjung yang datang ke
Taman Wisata Hutan Sesaot di Desa Sesaot Kecamatan Narmada
Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat terus meningkat.

c
c. Metode penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif dengan pendekatan induktif melalui pengumpulan data
dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan
induktif. Teknik untuk menentukan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah snowball sampling dan purposive sampling.

d. Hasil penelitian
Kabupaten Lombok Barat telah ditetapkan sebagai Destinasi
Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan dengan dua Kabupaten di
Indonesia lainya yakni Sleman dan Pangandaran . Ada tiga kategori
sebuah kawasan wisata itu dianggap berkelanjutan yaitu: pertama sapta
pesona; Kedua berbasis pada lingkungan yaitu menjaga, memelihara, dan
melestarikan lingkungan; Ketiga berbasis komunitas, yakni berupa
penyiapan sarana prasarana, penginapan, dan pengelolaan pariwisata
melibatkan masyarakat atau komunitas setempat.
Sebelum suatu lokasi pariwisata di Kabupaten Lombok diajukan
menjadi Sustainable Tourism Observatory (objek pengamatan pariwisata
berkelnajutan) telah dilakukan identifikasi terhadap permasalahan yang
terjadi di lokasi tersebut, agar jelas langkah yang akan dilakukan
selanjutnya dalam mengatasi masalah tersebut. Merubah mindset dari
masyarakat merupakan masalah internal yang masih dihadapi karena itu
merupakan masalah dari dalam lingkungan pariwisata itu sendiri. Pada
pengembangan Kawasan Hutan Lindung adalah perambahan hutan oleh
masyarakat dan minimnya dana atau anggaran pengelolaan objek wisata
hutan lindung tersebut. Agar dapat merubah mindset masyarakat maka
kawasan hutan yang telah dirambah oleh masyarakat akan dilakukan
penanaman kembali pohon sesuai dengan tanaman semula kemudian
dijadikan sebagai destinasi wisata. Dengan demikian, maka secara
bertahap diharapkan akan merubah pola pikir masyarakat yang
berorientasi pada pengembangan industry pariwisata dengan

d
perkembangan industry lainnya seperti : transportasi, akomoodasi, kuliner,
kerajinan tangan, yang pada akhirnya dapat menggerakkan sektor ekonomi
masyarakat. tujuan utama dari pengembangan pariwisata berkelanjutan
yakni agar lokasi wisata tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi
masa depan.
Hal yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat
untuk mewujudkan tujuan dari pariwisata berkelanjutan di Hutan Lindung
Sesaot ini dengan melakukan kerjasama dengan berbagai pihak seperti
Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) dan mahasiswa dari Universitas
Mataram. Dimana kedua kelompok ini tergabung dalam Forum Tata
Kelola Pariwisata (FTKP) Kabupaten Lombok Barat.

e. Kelebihan dan kekurangan penelitian


Kelebihan yang dimiliki dari jurnal ini adalah penyampaia yang gamblang
dengan bahasa yang mudah dipahami, sehingga pesan yang ingin
disampaikan bisa tersampaikan kepada pembaca dengan baik. Adapun
kekurangan dari penelitian ini yaitu terlalu banyak penjabaran definisi
umum di bagian metode penelitian dan bagian landasan teori lebih banyak
daripada hasil penelitian.

f. Rekomendasi
Rekomendasi yang diberikan kepada pembaca adalah supaya dapat
mengambil makna dan pembelajaran dari jurnal yang berjudul Strategi
pengembangan Pariwisata Berkelanjutan di Hutan Lindung Desa Sesaot
Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat, yang mana jurnal ini bisa
dijadikan salah satu referensi dalam hal pengembangan desa wisata.

e
LEMBAR DISKUSI

NO NAMA/NIM PERTANYAAN RESPON

1.

2.

3.

4.

5.

Anda mungkin juga menyukai