Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERAN MASYARAKAT TERHADAP KEPARIWISATAAN DAERAH

Dosen Pengampu : Ferina Ardhi Cahyani, S.H., M.H.

Anggota Kelompok :

1. Muhammad Armand Prasetyanto 1111180129


2. Salwa Fadilla Ananda 1111180119
3. Yolanda Yuri Sanfanka 1111180189
4. Eka Camellia 1111180348
5. Wulan Apriani 1111180069

Kelas 4/I

Fakultas Hukum

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

2020
Kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan kesadaran akan identitas
nasional dan kebersamaan dalam keragaman. Pembangunan kepariwisataan dikembangkan
dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan
pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat,
dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti sumber
daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas
sektor, kerja sama antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam
pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.

Menurut UU NO 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pariwisata adalah berbagai


macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Masyarakat merupakan salah
satu pilar utama dalam pengembangan pariwisata, karena pada dasarnya pilar pariwisata itu
terdiri dari pertama pemerintah, kedua swasta dan ketiga masyarakat, yang sering disebut tiga
pilar utama pariwisata. Misalnya, setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai
pengembangan pariwisata yang diiringi dengan regulasinya tentunya. Kemudian pihak swasta
yang secara professional menyediakan jasa pelayanan bagi pengembangan pariwisata
tersebut, maka tugas masyarakat adalah selain senantiasa membangkitkan kesadaran tentang
pentingnya pariwisata juga menumbuh-kembangkan kreatifitas yang melahirkan berbagai
kreasi segar yang mengundang perhatian untuk kemudian menjadi daya pikat pariwisata.
Masyarakat sebagai komponen utama dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat
mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan pariwisata daerah yang
ditujukan untuk mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya
ataupun ekonomi masyarakat. Masyarakat merupakan sekelompok orang yang berada di suatu
wilayah geografi yang sama dan memanfaatkan sumber daya alam lokal yang ada di
sekitarnya. Di negara-negara maju dan berkembang pada umumnya pariwisata dikelola oleh
kalangan swasta yang memiliki modal usaha yang besar yang berasal dari luar daerah dan
bahkan luar negeri. Sehingga masyarakat lokal yang berada di suatu daerah destinasi
pariwisata tidak dapat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata. Ketidakterlibatan
masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata sering kali menimbulkan opini bahwa masyarakat
lokal bukan termasuk stakeholders dari pariwisata dan merupakan kelompok yang
termarjinalisasi dari kesempatan bisnis dalam bidang pariwisata.
Menurut Nurmawati, pengembangan wisata alam dan wisata budaya dalam perspektif
kemandirian lokal merupakan perwujudan interkoneksitas dalam tatanan masyarakat yang
dilakukan secara mandiri oleh tatanan itu sendiri guna meningkatkan kualitas tatanan dengan
tetap memelihara kelestarian alam dan nilai-nilai budaya lokal, serta obyek wisata alam dan
wisata budaya yang ada. Selama ini pengembangan pariwisata daerah ditujukan untuk
mengembangkan potensi lokal yang bersumber dari alam, sosial budaya ataupun ekonomi
guna memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, saat ini perencanaan pengembangan
pariwisata menggunakan community approach atau community based development. Dalam hal
ini masyarakat lokal yang akan membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata
serta pelayanannya, sehingga dengan demikian masyarakat diharapkan dapat menerima
secara langsung keuntungan ekonomi dan mengurangi urbanisasi 1. Dalamkonsep
pemberdayaan, agar masyarakat mau ikut berperan serta dalam kegiatan pariwisata yang
tidak merusak lingkungan terdapat tiga komponenyang harus ada, yaitu:

1) Enablingsetting, yaitu memperkuat situasi di daerah pariwisata termasuk sarana dan


prasarana yang dibutuhkan agar masyarakat dapat berkreatifitas.
2) Empowering local community, yaitu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
masyarakat local melalui pendidikan, pelatihan dan berbagai bentuk pengembangan
lainnya
3) Socio-political support, yaitu diperlukanadanya dukungan sosial, dukunganpolitik,
networking oleh pemerintah setempat, dinas pariwisata dan elemen lain yang
mendukung.

Unsur-Unsur Pariwisata

Menurut Spillane dalam Sari (2011:45-47) ada lima unsur komponen pariwisata yang
sangat penting, yaitu:

a) Attractions (daya tarik) Attractions dapat digolongkan menjadi site attractions dan
event attractions. Site attractions merupakan daya tarik fisik yang permanendengan
lokasi yang tetap yaitu tempat-tempat wisata yang ada di daerahtujuan wisata seperti
kebun binatang, keratin, dan museum. Sedangkan event attractions adalah atraksi

1
F. Yhani Saktiawan, SP.,M.Si, “Pentingnya Membangun Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan
Desa Wisata” (https://buletinbetungkerihun.wordpress.com/2010/11/12/pentingnya-membangun-
partisipasi-masyarakat-dalam-pengembangan-desa-wisata/, Diakses pada 23 Februari 2020)
yang berlangsung sementara dan lokasinyadapat diubah atau dipindah dengan mudah
seperti festivalfestival,pameran, atau pertunjukan-pertunjukan kesenian daerah.
b) Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan)Fasilitas cenderung berorientasi pada daya
tarik di suatu lokasi karena fasilitas harus terletak dekat dengan pasarnya. Selama
tinggal di tempat tujuan wisata wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh
karena itu sangat dibutuhkan fasilitas penginapan.
c) Infrastructure (infrastruktur) Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah
kalau belum ada infrastruktur dasar. Perkembangan infrastruktur dari suatu daerah
sebenarnya dinikmati baik oleh wisatawan maupun rakyat yang juga tinggal di sana,
maka ada keuntungan bagi penduduk yang bukan wisatawan.
d) Transportations (transportasi) Dalam objek wisata kemajuan dunia transportasi atau
pengangkutan sangat dibutuhkan karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam
suatu perjalanan pariwisata. Transportasi baik transportasi darat, udara, maupun laut
merupakan suatu unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala
pariwisata.
e) Hospitality (keramahtamahan) Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak
mereka kenal memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya untuk wisatawan
asing yang memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan mereka
datangi.
f) Pelaku Pariwisata
Pelaku Pariwisata adalah setiap pihak yang berperan dan terlibat dalam kegiatan
pariwisata. Adapun yang menjadi pelaku pariwisata menurut Damanik adalah :
1. Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan.Wisatawan
memiliki beragam motif dan latar belakang (minat, ekspektasi, karakteristik social,
ekonomi, budaya, dan sebagainya) yang berbeda-beda dalam melakukan kegiatan
wisata. Perbedaan tersebut, wisatawan menjadi pihak yang menciptakan
permintaan produk dan jasa wisata.
2. Industri Pariwisata/Penyedia Jasa Industri Pariwisata / Penyedia Jasa adalah semua
usaha yang menghasilkan barang dan jasa bagi pariwisata. Mereka dapat
digolongkan ke dalam 2 golongan utama, yaitu :
a. Pelaku Langsung, yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan jasa secara
langsung kepada wisatawan atau yang jasanya langsung dibutuhkan oleh
wisatawan. Termasuk dalamkategori ini adalah hotel, restoran, biro
perjalanan, pusat informasi wisata, atraksi hiburan, dan lain-lain.
b. Pelaku Tidak Langsung, yaitu usaha yang mengkhususkan diri pada produk-
produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, misalnya usaha
kerajinan tangan, penerbit buku atau lembaran panduan wisata, dan
sebagainya.
3. Pendukung Wisata Pendukung Wisata adalah usaha yang tidak secara khusus
menawarkan produk dan jasa wisata tetapi seringkali bergantung pada wisatawan
sebagai pengguna jasa dan produk itu.Termasuk didalamnya adalah penyedia jasa
fotografi, jasa kecantikan, olahraga, penjualan BBM, dan sebagainya.
4. Pemerintah adalah sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam peraturan,
penyediaan, dan peruntukan berbagai infrastruktur yang terkait dengan
kebutuhan pariwisata.Tidak hanya itu, pemerintah juga bertanggungjawab dalam
menentukan arah yang dituju perjalanan pariwisata. Kebijakan makro yang
ditempuh pemerintah merupakan panduan bagi stakeholder yang lain dalam
memainkan peran masing-masing.
5. Masyarakat Lokal Masyarakat Lokaladalah masyarakat yang bermukim di kawsan
wisata. Mereka merupakan salah satu pemeran penting dalam pariwisata karena
sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus
menentukan kualitas produk wisata. Selain itu, masyarakat local merupakan
pemilik langsung atraksi wisata yang di kunjungi sekaligus di konsumsi wisatawan.
Air,tanah,hutan, dan lanskapmerupakan sumberdaya pariwisata yang dikonsumsi
oleh wisatawan dan pelaku wisata lainnya berada ditangan mereka. Kesenian yang
menjadi salah satu daya tarik wisata dan juga hampir sepenuhnya milik mereka.
6. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
merupakan Non Government Organisation (NGO) yang sering melakukan aktivitas
kemasyarakatan diberbagai bidang, termasuk bidang pariwisata. 2

Pengembangan Pariwisata

Menurut Sastrayuda mengemukakan dalam perencanaan pengembangan meliputi :

2
Josie Geraldy Meray, Ir. Sonny Tilaar, MSi, Esli D. takumansang ST. MT. (Mahasiswa S1 Program Studi
Perencanaa Wilayah , Kota Universitas Sam Ratulangi Manado, Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas
Sam Ratulangi Manado), hal. 49-50
1. Pendekatan Participatory Planning, dimana seluruh unsur yang terlibat dalam
perencanaan dan pengembangan kawasan objek wisata diikutsertakan baik secara teoritis
maupun praktis.

2. Pendekatan potensi dan karakteristik ketersediaan produk budaya yang dapat


mendukung keberlanjutan pengelolaan kawasan objek wisata.

3. Pendekatan pemberdayaan masyarakat, adalah memberikan kesempatan kepada


masyarakat untuk mengembangkan kemampuannya agar tercapai kemampuan baik yang
bersifat pribadi maupun kelompok.

4. Pendekatan kewilayahan, faktor keterkaitan antar wilayah merupakan kegiatan penting


yang dapat memberikan potensinya sebagai bagian yang harus dimiliki dan diseimbangkan
secara berencana.

5. Pendekatan optimalisasi potensi, dalam optimalisasi potensi yang ada di suatu desa
seperti perkembangan potensi kebudayaan masih jarang disentuh atau digunakan sebagai
bagian dari indikator keberhasilan pengembangan.

Pengertian Partisipasi Masyarakat

Partisipasi diartikan sebagai upaya peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan baik
dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Lebih lanjut dijelaskan partisipasi merupakan
keikutsertaan masyarakat dalam program-program pembangunan. Dari berbagai
partisipasi masyarakat banyak hal yang dapat diserap, diantaranya rasa kompetisi, rasa
tanggung jawab dan solidaritas.

a. Partisipasi Manipulasi (Manipulative Participation) Karakteristik dari model


partisipasi ini adalah keanggotaan bersifat keterwakilan pada suatu komisi
kerja, organisasi kerja, dan atau kelompok-kelompok. Jadi tidak berbasis pada
partisipasi individu.
b. Partisipasi Pasif (Passive Partisipation) Partisipasi rakyat dilihat dari apa yang
telah diputuskan atau apa yang telah terjadi, informasi dari administrator
tanpa mau mendengar respon dari rakyat tentang keputusan atau informasi
tersebut. Informasi yang disampaikan hanya untuk orangorang luar yang
profesional.
c. Partisipasi Melalui Konsultasi (Partisipation by Consultation) Partisipasi rakyat
dengan berkonsultasi atau menjawab pertanyaan. Orang dari luar
mendefinisikan masalah-masalah dan proses pengumpulan informasi, dan
mengawasi analisa. Proses konsultasi tersebut tidak ada pembagian dalam
pengambilan keputusan, dan pandangan-pandangan rakyat tidak
dipertimbangkan oleh orang luar.
d. Partisipasi Untuk Insentif (Partisipation for Material Incentives) Partisipasi
rakyat melalui dukungan berupa sumber daya, misalnya tenaga kerja,
dukungan pangan, pendapatan atau insentif material lainnya. Mungkin petani
menyediakan lahan dan tenaga, tetapi mereka dilibatkan dalam proses
percobaanpercobaan dan pembelajaran. Kelemahan dari model partisipasi ini
adalah apabila insentif habis maka teknologi yang digunakan dalam program
juga tidak akan berlanjut.
e. Partisipasi Fungsional (Functional Participation) Partisipasi dilihat dari lembaga
eksternal sebagai suatu tujuan akhir untuk mencapai target proyek, khususnya
mengurangi biaya. Rakyat mungkin berpartisipasi melalui pembentukan
kelompok untuk menentukan tujuan yang terkait dengan proyek. Keterlibatan
seperti itu mungkin cukup menarik, dan mereka juga dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan, tetapi cenderung keputusan tersebut diambil setelah
keputusan utama ditetapkan oleh orang luar desa atau dari luar komunitas
rakyat desa yang bersangkutan.
f. Partisipasi interaktif (Interactive Participation) Partisipasi rakyat dalam analisis
bersama mengenai pengembangan perencanaan aksi dan pembentukan atau
penekanan lembaga lokal. Partisipasi dilihat sebagai suatu hak, tidak hanya
berarti satu cara untuk mencapai target proyek saja, tetapi melibatkan multi-
disiplin metodologi dan ada proses belajar terstruktur. Pengambilan keputusan
bersifat lokal oleh kelompok dan kelompok menentukan bagaimana
ketersediaan sumber daya yang digunakan, sehingga kelompok tersebut
memiliki kekuasaan untuk menjaga potensi yang ada di lingkungannya.
g. Partisipasi inisiatif (Self-Mobilisation) Partisipasi rakyat melalui pengambilan
inisiatif secara indenpenden dari lembaga luar untuk melakukan perubahan
sistem. Masyarakat mengembangkan hubungan dengan lembaga eksternal
untuk advis mengenai sumber daya dan teknik yang mereka perlukan, tetapi
juga mengawasi bagaimana sumber daya tersebut digunakan. Hal ini dapat
dikembangkan jika pemerintah dan LSM menyiapkan satu kerangka pemikiran
untuk mendukung suatu kegiatan3

Partisipasi Masyarakat Dalam Community based Tourism Development

Secara sederhana, konsep partisipasi terkait dengan keterlibatan suatu pihak dalam
kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain.  Menurut Tikson partisipasi merupakan sebuah proses
dimana masyarakat sebagai stakeholders, terlibat mempengaruhi dan mengendalikan
pembangunan di tempat mereka masing-masing. Masyarakat turut serta secara aktif dalam
memprakarsai kehidupan mereka, melalui proses pembuatan keputusan dan perolehan
sumberdaya dan penggunaannya.

Selama ini pengembangan pariwisata berbasis masyarakat menggunakan


pendekatan community based tourism, dimana masyarakat mempunyai peran yang sangat
penting dalam menunjang pempembangunan pariwisata. Dengan demikian keterlibatan 
pemerintah dan swasta  hanya sebatas memfasilitasi dan memotivasi masyarakat sebagai
pelaku utama pengembangan desa wisata untuk dapat lebih memahami  tentang fenomena
alam dan budayanya, sekaligus menentukan kualitas produk wisata yang ada di desa
wisatanya.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat
dalam pengembangan desa wisata akan membawa tuntutan bagi partisipasi masyarakat. Hal
ini tentunya perlu ditumbuhkan pemahaman atau persepsi yang sama dari stakeholders terkait
dan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat sebagai pelaku utama
pengembangan desa wisata.

Pengembangan Desa Wisata

Desa wisata dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah pedesaan yang memiliki potensi
keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan
dan kehidupan sosial budaya masyarakat, yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami
dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya. Selanjutnya desa wisata adalah suatu

3
Nih Luh Gede Ratnaningsih a, 1 , I Gst. Agung Oka Mahagangga a, 2 , Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam
Pariwisata (Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, Jl. Dr. r.
goris, Denpasar Bali 80232 Indonesia), hal. 48-50
bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu
struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku .

Menurut Julisetiono, Konsep Desa Wisata, meliputi:

a) berawal dari masyarakat,

b) memiliki muatan lokal,

c) memiliki komitmen bersama masyarakat,

d) memiliki kelembagaan,

e) adanya keterlibatan anggota masyarakat,

f) adanya pendampingan dan pembinaan,

g) adanya motivasi,

h) adanya kemitraan,

i) adanya forum Komunikasi,

j) adanya studi orientasi.

Mengacu pada konsep pengembangan desa wisata dari Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata, maka pola pengembangan desa wisata diharapkan memuat prinsip-prinsip sebagai
berikut :

a. Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya masyarakat

Suatu desa yang tata cara dan ada istiadatnya masih mendominasi pola kehidupan
masyarakatnya, dalam pengembangannya sebagai atraksi wisata harus disesuaikan dengan
tata cara yang berlaku di desanya.

b.  Pembangunan fisik untuk meningkatkan kualitas  lingkungan desa

Pengembangan pariwisata di suatu desa pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada
di desa tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah apa yang ada di desa dan kemudian
mengemasnya sedemikian rupa sehingga menarik untuk dijadikan atraksi wisata.
Pembangunan fisik yang dilakukan dalam rangka pengembangan desa seperti penambahan
sarana jalan setapak, penyediaan MCK, penyediaan sarana dan prasarana air bersih dan
sanitasi lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang ada sehingga desa
tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati wisatawan.

c. Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian

Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang digunakan dalam pembangunan
haruslah menonjolkan ciri khas desa, mencerminkan kelokalan dan keaslian wilayah setempat.

d.  Memberdayakan masyarakat desa wisata

Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah keterlibatan masyarakat desa dalam
setiap aspek wisata yang ada di desa tersebut. Pengembangan desa wisata sebagai
pengejawantahan dari konsep Pariwisata Inti Rakyat mengandung arti bahwa masyarakat desa
memperoleh manfaat sebesar-besarnya dalam pengembangan pariwisata. Masyarakat terlibat
langsung dalam kegiatan pariwisata dalam bentuk pemberian jasa dan pelayanan yang hasilnya
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat diluar aktifitas mereka sehari-hari.

e. Memperhatikan daya dukung dan berwawasan lingkungan

Prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) harus mendasari


pengembangan desa wisata. Pengembangan yang melampaui daya dukung akan menimbulkan
dampak yang besar tidak hanya pada lingkungan alam tetapi juga pada kehidupan sosial
budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi daya tarik desa tersebut. Beberapa
bentuk keterlibatan masyarakat tersebut adalah penyediaan fasilitas akomodasi berupa
rumah-rumah penduduk (home stay), penyediaan kebutuhan konsumsi wisatawan, pemandu
wisata, penyediaan transportasi lokal, pertunjukan kesenian, dan lain-lain.

Pengembangan desa wisata merupakan bagian dari penyelenggaraan pariwisata yang terkait
langsung dengan jasa pelayanan, yang membutuhkan kerjasama dengan berbagai komponen
penyelenggara pariwisata yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Pada level birokrasi yang selama ini dilakukan pemerintah daerah seharusnya menindaklanjuti
dengan adanya kejelasan regulasi terkait dengan pengembangan desa wisata dan usulan
penetapan forum komunikasi desa wisata sebagai wadah koordinasi dan menjembatani
hubungan antara masyarakat, lembaga desa wisata, perguruan tinggi, dan dunia usaha/swasta.
Instansi terkait khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata perlu lebih mengintensifkan
pembinaan secara berkala setiap bulan sekali dan memfasilitasi pertemuan bagi forum
komunikasi desa wisata agar benar-benar dapat memberikan manfaat dalam rangka koordinasi
bersama dan ajang berbagi pengalaman dari masing-masing desa wisatanya.

Pada level Dunia Usaha/Swasta, keterlibatan masyarakat khususnya generasi muda dalam
kegiatan yang bersifat teknis, seperti menjadi instruktur atau pemandu
kegiatan outbound perlu mendapat perhatian yang serius. Investor sebaiknya tidak hanya
bergerak sebatas menanamkan modal dalam pengembangan infrastruktur pariwisata tapi
perlu bekerjasama dengan masyarakat dalam rangka penguatan modal usaha mereka guna
mendukung kegiatan investasi pariwisata.

Pada level masyarakat, partisipasi aktif merupakan elemen penting dalam perumusan rencana
pembangunan agar mampu meningkatkan rasa percaya diri dan menumbuhkan rasa ikut
bertanggung jawab terhadap hasil pembangunan pariwisata berbasis masyarakat.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, pengembangan desa wisata sebagai produk wisata
baru sangat dipengaruhi oleh aspek kelembagaan, objek dan daya tarik wisata, serta sarana
prasarana wisata. Hal ini disebabkan ketiga aspek pengembangan desa wisata tersebut
memiliki peranan penting dalam meningkatkan pelayanan dan kualitas produk wisata.

 Model Pengembangan Desa Wisata

Penentuan strategi dalam pengembangan desa wisata sangatlah penting dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan model pengembangan desa wisata sebagai rekomendasi tindak
lanjut dari perencanaan wilayah pengembangan desa wisata.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu tahapan-tahapan model pengembangan desa
wisata  yang diharapkan dapat diterapkan di daerah penyangga kawasan konservasi, antara
lain:

1. Dari sisi pengembangan kelembagaan desa wisata, perlunya perencanaan awal yang
tepat dalam menentukan usulan program atau kegiatan khususnya pada kelompok sadar
wisata agar mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat melalui
pelaksanaan program pelatihan pengembangan desa wisata, seperti: pelatihan bagi kelompok
sadar wisata, pelatihan tata boga dan tata homestay, pembuatan cinderamata,
pelatihan guide/pemandu wisata termasuk didalamnya keterampilan menjadi
instruktur outbound.

2. Dari sisi pengembangan objek dan daya tarik wisata, perlunya perencanaan awal dari
masyarakat untuk menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan dan mampu mendatangkan
wisatawan dari berbagai potensi yang dimiliki oleh masyarakat, serta perlunya sosialisasi dari
instansi terkait dalam rangka menggalakkan sapta pesona dan paket desa wisata terpadu.

3. Dari sisi pengembangan sarna prasarana wisata, perencanaan awal dari pemerintah
perlu diarahkan ke pengembangan sarana prasarana wisata yang baru seperti: alat-
alat outbound, pembangunan gapura, gedung khusus pengelola desa wisata, cinderamata khas
setempat, dan rumah makan bernuansa alami pedesaan. Oleh karena itu dalam
pelaksanaannya perlu menjalin kemitraan dengan pemerintah dan pengusaha/pihak swasta.

Tabel 1. Perbedaan Desa Non-Wisata dengan Desa Wisata

Aspek Desa Non-Wisata Desa Wisata

Potensi Tidak memiliki kekhasan Memiliki kekhasan yang


yang menonjol baik budaya, menjadi daya tarik
adat istiadat, karakteristik wisatawan baik itu berupa
masyarakat, maupun belum potensi keindahan alam,
dioptimalkannya potensi adat istiadat maupun
desa yang ada yang akan karakteristik dari
menarik minat wisatawan masyarakatnya.

Karakter Masyarakat Tertutup kepada warga Terbuka kepada warga


pendatang/wisatawan. pendatang/wisatawan.

Persepsi Masyarakat Memandang dan besikap Mendukung dan mendorong


Terhadap Pariwisata bahwa pariwisata bukan kegiatan pariwisata yang
sebagai sektor yang mampu mampu meningkatkan
meningkatkan perekonomian masyarakat
perekonomian masyarakat dan mampu meningkatkan
dan mampu meningkatkan pembangunan desa.
pembangunan desa

Mata Pencaharian Homogen/Bergantung Heterogen, tidak hanya


kepada pengelolaan sumber kepada pengelolaan sumber
daya alam, seperti pertanian, daya alam, tetapi juga
perkebunan dan sebagainya. kepada mata pencaharian
lainnya, seperti sektor jasa
(contoh: penginapan,
transportasi/travel wisata.).

Orientasi Pembangunan Pariwisata bukan menjadi Pariwisata sebagai bagian


Desa bagian rencana dari rencana pembangunan
pembangunan desa, desa, sehingga program
sehingga program pembangunan seperti
pembangunan yang ada infrastruktur ditunjukan
tidak ditujukan untuk untuk mendukung
mendukung kegiatan pengembangan pariwisata.
pengembangan pariwisata.

Didasarkan kepada tabel 1, dapat diketahui bahwa pengembangan desa wisata tidak hanya
merubah mata pencaharian masyarakat yang bergeser kepada sektor jasa, tetapi juga telah
merubah struktur masyarakat desa. Masyarakat desa yang selama ini memiliki karakter
tertutup terhadap pihak luar, dituntut untuk bersifat terbuka dan melakukan kerjasama demi
mendorong terlaksananya pengembangan desa wisata. Di sisi lain, pengembangan desa wisata
juga telah merubah arah pembangunan desa yang tadinya kepada pengelolaan sumber daya
alam seperti pertanian dan perkebunan, berubah menjadi pembangunan desa berbasis jasa
wisata. Perubahan tersebut merupakan sesuatu yang wajar dimana tidak hanya adanya
interaksi individu dengan latar belakang yang berbeda yang akan melahirkan perubahan sosial,
tetapi juga adanya perubahan arah kebijakan pembangunan, ekonomi dan dinamika politik
pada akhirnya akan turut menentukan perubahan sosial di desa, hal ini menyatakan bahwa
perubahan itu dapat melibatkan semua faktor seperti faktor sosial, ekonomi, politik dan
budaya.

Tipologi Desa Wisata

Berbagai pakar telah mengemukakan berbagai tipologi desa yang didasarkan kepada perspektif
keilmuannya masing-masing, seperti tipologi desa berdasarkan pertumbuhan ekonomi,
tipologi desa berdasarkan mata pencaharian masyarakat, tipologi desa berdasarkan lingkungan
atau juga tipologi desa berdasarkan kedekatan ruang wilayah dengan perkotaan. Desa wisata
merupakan tipologi tersendiri dimana desa dibagi ke dalam karakter-karakter berdasarkan
potensi dan pola pengembangan pariwisata. 4

Berdasarkan kepada desa wisata yang ada di Indonesia, maka setidaknya tipologi desa wisata
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yaitu: Pertama, desa wisata Peran Masyarakat
dalam Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat dimana dasar potensi dan
pengembangan pariwisata berupa budaya atau adat istiadat. Bentuk adat atau budaya yang
dikembangkan bisa berupa sistem kepercayaan (religi), sistem kesenian, sistem sosial,
arsitektur tradisional maupun lainnya yang memiliki hubungan dengan budaya dan adat
istiadat. Kedua, desa wisata alam/konservasi alam, dimana dasar potensi dan pengembangan
pariwisata berupa keindahan alam seperti alam pegunungan, air terjun dan lain sebagainya.
Ketiga, desa wisata ekonomi kreatif, dimana dasar potensi dan pengembangan pariwisata
berupa pengembangan ekonomi berbasis kreatifitas masyarakat lokal. Masyarakat
memproduksi berbagai produk yang menjadi minat wisatawan seperti kerajinan tangan
dengan ciri atau khas lokal desa yang bersangkutan. Prakteknya klasifikasi desa wisata tidak
hanya memberikan perbedaan dari potensi dan pengembangan pariwisata saja, tetapi juga
memiliki berbagai perbedaan antara satu dengan yang lainnya dalam banyak aspek seperti
yang bisa dijelaskan dalam tabel 2.

Tabel. 2. Perbedaan Klasifikasi Desa Wisata

Aspek Desa Wisata Desa Wisata / Desa Wisata


Adat/Budaya Konservasi Alam Ekonomi Kreatf
Daya Tarik Nilai adat istiadat, Keindahan alam atau Pruduk-produk
budaya, atau tradisi lingkungan. kerajinan/ produk
masyarakat. ekonomi kreatif

4
Dian Herdiana “PERAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS
MASYARAKAT”. JUMPA. Vol. 4 No. 1, Juli 2019, hal. 74.
masyarakat
Tujuan Pelestarian adat Konservasi alam atau Pengembangan
pengembangan istiadat, budaya, atau lingkungan. ekonomi masyarakat.
wisata tradisi masyarakat
Sumber Wisata Berada menyatu dengan Berada menyatu atau Berada menyatu atau
lingkungan masyarakat. terpisah dengan terpisah dengan
lingkungan masyarakat. lingkungan
masyarakat.
Tujuan Mengetahui dan Menikmati keindahan Memiliki
wisatawan memahami adat alam atau lingkungan. prudukproduk
istiadat, budaya, atau kerajinan/ produk
tradisi masyarakat ekonomi kreatif
masyarakat.
Proses interaksi Interaksi masyarakat Interaksi masyarakat Interaksi masyarakat
dengan lokal menjadi bagian lokal menjadi bagian lokal bisa menjadi
masyarakat integral dalam wisata eksternal dalam wisata bagian internal atau
lokal atau eksternal dalam
masyarakat wisata.
setempat

Berdasarkan kepada tabel 2, pada dasarnya adanya karakter yang berbeda-beda antara satu
desa wisata dengan desa wisata lainnya tidak hanya mampu mengembangkan desa
berdasarkan kepada potensi dan karakternya masing-masing, tetapi juga dapat memberikan
diversifikasi objek wisata bagi wisatawan, sehingga terdapat berbagai alternatif objek wisata
yang bisa menjadi pilihan sesuai dengan minatnya masing-masing. Klasifikasi desa wisata
dalam prakteknya juga tidak memiliki batas secara tegas, dalam artian terdapat beberapa desa
wisata yang menggabungkan potensi yang ada semisal desa wisata alam dimana
masyarakatnya turut membuat kerajinan sebagai cendera mata khas desanya. Meskipun
demikian, Peran Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat akan ada
potensi utama yang dikembangkan sebagai daya tarik pariwisata dan menjadi ciri khas dari
desa yang bersangkutan.

Berdasarkan filosofi ini, beberapa prinsip dasar pariwisata Indonesia yang disusun sebagai
berikut :
a) Manusia (people) adalah pusat atau menjadi subyek pariwisata, bukan objek.
b) Semua ciptaan orang (tangible dan intangible) dan hubungan antar antara orang-orang
urusan kebudayaan. Pada dasarnya perkembangan mereka kreasi yang merangsang
gerakan (perjalanan) dari orang-orang wisata budaya.
c) Orang (masyarakat) adalah kekuatan (competitive advantage) dari wisata budaya.
d) Pariwisata harus berbasis masyarakat (dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat)
community-based tourism.
e) Mengambil manfaat (eksploitasi) dari budaya dan alam harus diimbangi dengan
pelestarian dan konservasi budaya dan alam itu sendiri.

Harus ada rasa kontrol diri atau tidak menjadi serakah (hanya mengeksploitasi) prinsip
pariwisata berkelanjutan.5

DAFTAR PUSTAKA

Saktiawan, F. Yhani. 2010 “Pentingnya Membangun Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan


Desa Wisata” diakses dari https://buletinbetungkerihun.wordpress.com/2010/11/12/pentingnya-
membangun-partisipasi-masyarakat-dalam-pengembangan-desa-wisata/, Pada 23 Februari 2020.

5
Romeyn Perdana Putra, “EVALUASI MEREK BANGSA “ULTIMATE IN DIVERSITY” DALAM KAMPANYE
PEMASARAN PARIWISATA” Tourism Scientific Journal, Vol. 1 No. 2, Juni 2016. Hal 202-203
Josie Geraldy Meray, Sonny Tilaar, dan Esli D. takumansang. (Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaa
Wilayah , Kota Universitas Sam Ratulangi Manado, Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Sam
Ratulangi Manado), hal. 49-50

Nih Luh Gede Ratnaningsih dan I Gst. Agung Oka Mahagangga, “Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam
Pariwisata” (Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, Jl. Dr. r.
goris, Denpasar Bali 80232 Indonesia), hal. 48-50

Dian Herdiana “PERAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS MASYARAKAT”.
JUMPA. Vol. 4 No. 1, Juli 2019, hal. 74.

Romeyn Perdana Putra, “EVALUASI MEREK BANGSA “ULTIMATE IN DIVERSITY” DALAM KAMPANYE
PEMASARAN PARIWISATA” Tourism Scientific Journal, Vol. 1 No. 2, Juni 2016. Hal 202-203

Anda mungkin juga menyukai