Anda di halaman 1dari 8

Study Kasus: Sengketa Apel Selandia Baru dengan Australia terkait SPS Agreement oleh

WTO (Australia — Measures Affecting the Importation of Apples from New Zealand)1

 Pendahuluan

WTO sebagai salah satu organisasi internasional yang terbentuk sebagai bagian dari
Bretton Woods sistem memiliki tugas dan kewenangan khusus untuk melakukan tata kelola
perdangangan negara-negara diseluruh dunia. WTO juga memiliki tujuan untuk mampu
mencapai ketertiban, kelancaran, kebebasan, dan keliberalisasian perdagangan serta mampu
menyelesaikan sengketa perdagangan antar negara anggota. Untuk mampu menyelesaikan
tugasnya, WTO memiliki badan penyelesaian sengketa atau yang disebut dengan Dispute
Settlement Body(DSB). DSB ini bekerja ketika salah salah satu negara terindikasi melanggar
peraturan perdagangan internasional yang ditelah disepakati di WTO dan mengakibatkan
kerugian disatu pihak.2

Pada paper ini, kelompok kami berusaha menjelaskan studi kasus sengketa perdagangan
yang melibatkan dua negara yang berada di kawasan asia pasifik yaitu Australia dan Selandia
Baru. Paper ini dituliskan atas dasar hukum perdagangan yang terdapat di WTO dan diakses
melalui sumber data sekunder seperti website resmi WTO, jurnal, dan website berita yang terkait
dengan sengkete kedua negara negara.

 Pembahasan

Kasus sengketa kedua negara ini berkaitan dengan pemberhentian impor buah apel dari
Selandia Baru ke Australia dengan alasan buah apel impor tersebut mengandung bakteri
berbahaya yang bernama Fire Bright , European canker dan serangga penyebab pest. Pes
merupakan penyakit yang kebanyakan berasal dari produk-produk hasil pertanian seperti buah
dan sayuran, serta bisa mengancam kesehatan manusia. WTO sendiri telah memiliki beberapa
pedoman yang berisi peraturan setiap negara untuk melakukan pemeriksaan terhadap produk
pertanian yang hendak diimpor maupun diekspor bernama SPS Agreement. SPS Agreement atau

1
Disusun oleh Kelompok 1: Danur E. Nugroho (125120400111065), Sari Sarlita(135120401111028), Bernadus
Sasmita Singrejo (135120400111019), Faisal Reza(135120401111033), Aldys Ketzia Olongsongke
(135120407111022), Bonny Pyrdhyansyah Dwianto D.(135120407111052)
2
WTO, Dispute Settlement, 2015, diakses di https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/dispu_e.htm pada
tanggal 14 November 2015 pukul 06:52 WIB
Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement) merupakan perjanjian negara anggota
WTO yang membahas kesehatan dan perdagangan internasional. 3 Sehingga kesepakatan ini
bersifat wajib dan mengikat negara anggota.

Pemberhentian impor buah apel tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1920
namun terulang kembali pada tahun 2007. Dimulai ketika tahun 1919 pemerintah Australia
mengetahui bahwa hama Fire Blight menyerang produk buah-buahan di Aucland, selandia baru
sehingga pada tahun 1921 australia mengumumkan untuk melarang impor buah apel dari
selandia baru ke Australia. Sejak saat itu pemerintah selandia baru terus berusaha menanggulangi
dan memberantas hama yang menyerang produk pertanian dinegaranya agar bisa di ekspor dan
pada tahun 1986, 1989 dan 1995 selandia baru meminta akses masuk ke pasar apel Australia
dimana dari sekian tahun permintaan selandia baru untuk mengekspor apel dan tetap ditolak oleh
australia.

Ditahun 1996, Badan Karantina dan Pemeriksaan Australia (AQIS) memulai program
Risk Assessment atau peninjauan resiko yang kemudian dijalankan pada tahun 1998. Pada tahun
1999 selandia baru meminta akses pasar lagi ke Australia dan pada saat itu pemerintah Australia
melakukan peninjauan resiko melalui AQIS dan menginisiasi IRA(import risk analisys)
terhadap apel selandia baru disusul laporan analisis di bulan November 2000. Penyelidikan oleh
senat Australia melalui komite Urusan Pedesaan dan Daerah dan Transportasi (Committee on
Rural and Regional Affairs and Transport Legislation) dilakukan melalui 2 tahap penyelidikan
dimana penyelidikan pertama pada tahun 2001 oleh agensi karantina Australia dan pada tahun
2004 oleh komite senat Australia. Penyelidikan ini kemudian menghasilkan analisis akhir yang
mengharuskan pemrinthah selandia baru untuk menyiapkan dokumen SOP (standard operating
procedure) yang berisi penjelasan prosedur fitosanitary hama tetapi SOP ini kemudian tidak
disetujui.

Kejadian ini kemudian membuat Selandia Baru akhirnya menggugat Australia melalui
WTO.4 Gugatan tersebut karena pelarangan impor apel terkait kesehatan produk oleh Australia

3
Program Pengembangan Kapasitas dalam Sanitori dan Fitosanitori (PDF) diakses di
http://www.daff.gov.au/SiteCollectionDocuments/languages/indonesian/piaph/sps_booklet_bahasa.pdf pada tanggal
15 November 2105 pukul 06:54 WIB
4
Maria, “90 Tahun Bersengketa, WTO Menangkan Selandia Bari”, Tempo Online, diakses dari
http://bisnis.tempo.co/read/news/2010/08/10/090270147/90-tahun-bersengketa-wto-menangkan-Selandia-Baru, pada
14 November 2015 pukul 20:52
tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan kurangnya bukti, selain itu Selandia Baru
juga mengajukan gugatan terhadap Australia ke WTO dengan alasan bahwa Australia tidak
konsisten dalam menerapkan SPS Agreement5.

Penyelesaian sengketa perdangangan kedua negara ini dimulai dengan permintaan New
Zealand sebagai pelapor untuk melakukan konsultasi dengan Australia pada tanggal 31 agustus
2007. Konsultasi secara bilateral antara New Zealand dengan Australia berujung mengecewakan
keduanya sehingga Selandia Baru meminta untuk dibentuknya panel melalui Dispute Settlement
Body (DSB) dengan Chili, Uni Eropa, Jepang, China, Pakistan dan Amerika Serikat sebagai
pihak ketiga. Menyusul pertemuan berikutnya dimana Selandia Baru meminta Director-general
(dewan umum) WTO untuk membentuk panel yang kemudian resmi terbentuk pada 17 desember
2007.

Pada tanggal 19 september 2008, berdasarkan aturan yang tertera dalam pasal 11 dari
perjanjian SPS dan pasal 13 DSU dimana panelis mempunyai hak dan kewajiban untuk mencari
informasi dan penyelidikan dari badan terkait maupun individu/ahli terhadap kasus ini, ketua
panelis menginformasikan kepada DSB bahwa panel tidak mampu mengeluarkan laporannya
dalam waktu 6 bulan yakni sekitar di bulan maret 2009 karena sifat dan ruang lingkup sengketa
yang membutuhkan waktu lama. 22 juni 2009 ketua panelis kembali menginformasikan bahwa
panel tidak mampu menginformasikan laporan akhir kepada pihak bersengketa dengan alasan:

1) Konsultasi dengan pihak ahli dibidang sengketa membutuhkan waktu yang lama
2) Mengidentifikasi dan memilih para ahli dibidang sengketa yang juga membutuhkan
waktu
3) Waktu untuk mempersiapkan sejumlah pertanyaan untuk ahli pada proses konsultasi
4) Setiap ahli membutuhkan waktu untuk mempersiapkan tanggapan mereka
5) Waktu bagi pihak yang bersengketa untuk mengomentari tanggapan ahli

Dengan rasionalisasi demikian, panel memperkirakan pemberitahuan laporan masalah kepada


pihak yang bersengketa akan dilaksanakan pada januari 2010. Tetapi pada 29 januari 2010 ketua
panel kemudian kembali menginformasikan kepada DSB bahwa panel belum bisa mengeluarkan

5
The Law and Policy of The World Trade Organization Text, Cases and Materials Second Edition. 2008.
Cambridge University Press.
laporan pada bulan Januari disebabkan volume/jumlah material dan menetapkan bulan mei 2010
sebagai waktu yang tepat untuk panel memberikan laporan akhir kepada pihak yang terkait.

Pada 9 agustus 2010 laporan akhir telah diedarkan kepada anggota dimana hasilnya
menunjukan 16 aturan SPS diterapkan oleh Australia berkaitan dengan impor apel Selandia Baru
total 16 aturan yang diterapkan oleh Australia didalamnya terdapat 8 hal yang berkaitan dengan
aturan terkait resiko fire blight, 4 aturan terkait European canker, 1 terkait ALCM(Apple
leafcurling midge) dan 3 aturan lain yang secara umum menjelaskan 3 hama penyakit tersebut.
Panel menemukan fakta bahwa 16 aturan fitosanitary yang ditetapkan Australia tidak didasarkan
sebagaimana taksiran resiko/risk assessment WTO yang semestinya dan ini membuktikan secara
tidak langsung pihak tergugat tidak konsisten dengan pasal 5.1 dan 5.2.6 Pasal 5.1 yang
menyatakan bahwa “Members shall ensure that their sanitary or phytosanitary measures are
based on an assessment, as appropriate to the circumstances, of the risks to human, animal or
plant life or health, taking into account risk assessment techniques developed by the relevant
international organization.” Dimana pasal 5.1 ini pada intinya menyatakan bahwa setiap negara
yang mengadopsi ketentuan SPS sudah sepatutnya memperkirakan peraturannya sesuai dengan
organisasi internasional terkait. Pasal 5.2 juga menjelaskan “In the assessment of risks, Members
shall take into account available scientific evidence; relevant processes and production
methods; relevant inspection, sampling and testing methods; prevalence of specific diseases or
pests; existence of pest- or disease-free areas; relevant ecological and environmental
conditions; and quarantine or other treatment” yang berarti negara anggota harus
mempersiapkan bukti ilmiah melalui beberapa cara metode penelitian seperti sampling untuk
membuktikan keberadaan hama hingga melakukan karantina. Dengan demikian, panel
menyimpulkan bahwa 16 aturan tersebut tidak konsisten dengan pasal 2.2 SPS Agreement
dimana ketentuan SPS harus didasarkan atas prinsip ilmiah dan tidak dapat dipertahankan bila
tidak memiliki fakta ilmiah yang pasti.

Laporan panel DSB menemukan bahwa 13 dari 16 ketentuan yang diterapkan oleh
Australia bisa dikatakan condong kepada penghambatan perdagangan dibandingkan penerapan
ketentuan finosanitari karena bukti yang didapatkan oleh panel terhadap 600 unit sample apel

6
WTO, The SPS Agreement and its provisions relating to scientific evidence, diakses di
https://www.wto.org/english/tratop_e/sps_e/risk00_e/wijkst_e/wijkst_e.ppt pada tanggal 15 november 2015 pukul
20:01 WIB
baik dari sisi usia apel telah dinyatakan cukup dan gejala penyakit pada apel impor dari Selandia
Baru ke Australia tidak ditemukan sehingga telah sesuai dengan 1 ketentuan ALCM(Apple
leafcurling midge), 8 ketentuan resiko fire blight dan 4 ketentuan mengenai european canker
yang diterapkan oleh Australia. Seperti yang kita ketahui bahwa DSB sebagai pihak yang
menengahi sengketa tidak memberikan sanksi terhadap pihak yang bersalah, sehingga kemudian
memberikan waktu kepada Australia untuk merubah aturannya agar dapat sesuai dengan
kesepakan SPS(SPS Agreement).

Hasil yang dikeluarkan oleh panel tersebut membuat Australia mengisyaratkan untuk
banding kepada Appellate Body pada tanggal 31 Agustus 2010 disusul Selandia Baru yang
menanggapi keinginan Australia untuk banding pada tanggal 13 september 2010 terkait laporan
dan interpretasi yang dikembangkan oleh panel. Dalam kurun waktu 60 hari tepatnya pada 29
november 2010 Appellate Body mengeluarkan laporannya kepada pihak terkait sesuai dengan
Annex A-1 dan SPS Agreement pada pasal 2.2, 5.1, 5.2 dan 5.6 dimana Australia belum mampu
membuktikan temuannya tehadap hama European canker sedangkan Selandia Baru kemudian
merujuk pada tindakan Australia yang dianggap telah mendiskriminasi produknya didasarkan
pasal 2.3 dan 5.5 SPS Agreement7serta kekhawatiran Selandia Baru atas keputusan sebelumnya
yang telah menyatakan bahwa Australia bersalah akan dibatalkan. Appellate Body kemudian
menyelesaikan analisnya dan tetap memenangkan Selandia Baru atas dasar Australia yang tidak
konsisten terhadap beberapa pasal di SPS Agreement dan riset ilmiah yang tidak sesuai prosedur
WTO mengenai pelarangan impor yang berasal dari tanaman dan tumbuhan 8. Pada pertemuan
tanggal 17 desember 2010, DSB WTO kemudian mengadopsi laporan Appellate Body dan
laporan panel sehingga Australia diberikan batas waktu untuk mengimplementasikan
rekomendasi DSB pada tanggal 2 september 2011.

Australia menanggapi rekomendasi DSB WTO dengan pertimbangan waktu untuk


mengkaji ulang kebijakan terkait 3 hama apel Selandia Baru dan pada tanggal 2 September 2011
pihak terkait, Australia menginformasikan DSB atas keputusannya untuk mengadopsi
rekomendasi DSB atas aturan impor apel Selandia Baru diikuti pengawasan Selandia Baru
kepada Australia apakah Australia telah mengimplementasikan rekomendasi DSB atau belum.
7
Pasal 2.3 dan 5.5 menjelaskan mengenai ketentuan non-diskriminasi dan konsistensi dalam pengimplemetasian
SPS Agreement bagi negara-negara anggota WTO
8
Australia, Measures Affecting the Importation of Apples from New Zealand, diakses di
http://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds367_e.htm pada 15 November 2015 pukul 06:52 WIB
Selandia Baru pada akhirnya melihat telah ada upaya dari pemerintahan Australia baik pusat dan
negara federal untuk mengubah beberapa peraturannya yang dikhawatirkan mencegah impor apel
dari Selandia Baru. Upaya tersebut terlihat pada saat pengajuan proposal mengenai aturan yang
akan mencegah impor apel Selandia Baru kepada senat Australia yaitu proposal Private
Member's Bill9 dikuti pernyataan langsung dari pemerintah Australia untuk memastikan aturan
impor akan lebih konsisten dan setuju terhadap pengimplementasian SPS agreement pada 13
september 2011.

Pada kasus ini, Selandia Baru sebagai pelapor dalam kurun waktu penghentian impor
mendapatkan dampak yang cukup besar terutama pemasukan Selandia Baru dalam ekpor produk
pertanian. Secara signifikan dampak yang didapatkan oleh Selandia Baru memang langsung
terlihat pada pemasukan negaranya. Pemerintah Selandia Baru memperkirakan bahwa jika
Australia mencabut larangannya terhadap impor apel Selandia Baru, maka ekspor apel ke
Selandia Baru akan mengalami peningkatan sebesar $30.000.000 pada tahun 2009, selain itu
juga dengan adanya larangan tersebut mendorong kenaikan harga apel untuk konsumen
Australia10.

 Kesimpulan

WTO sebagai organisasi yang secara khusus mengatur masalah perdagangan


internasional jika melihat sengketa kedua negara yang menjadi topik bahasan kami telah mampu
menjadi badan yang berjalan sesuai dengan fungsi dan tujuan awalnya. Peran dari WTO yang
menyelesaikan kasus perdagangan atas gugatan Selandia Baru kepada Australia terkait impor
apel Selandia Baru yang dihentikan oleh Australia karena indikasi bakteri fire bright, European
canker dan serangga penyebab pest dilakukan melalui badan penyelesaian sengketa atau
DSB(Dispute Settlement Body) WTO. Kasus ini dilaporkan kepada WTO ditahun 2007 setelah
sebelumnya terjadi hal serupa ditahun 1920 dan kemudian diproses melalui tahap-tahap dalam
DSB yakni konsultasi kedua negara, dilanjutkan dengan pembentukan panel sebagai tahap kedua
setelah konsultasi yang tidak berhasil, banding melalui Appellate Body, dan tahap implementasi

9
private member's bill atau usul anggota ahli merupakan usulan pembuatan peraturan yang diajukan bukan dari
wakil HoR (house of representative) seperti para menteri dalam kabinet suatu negara melainkan bisa berasal dari
para pebisnis dan sebagainya.
10
New Zealand Wins WTO appeal over Australia apple ban. 29 Nov 2010.
http://uk.reuters.com/article/2010/11/29/trade-apples-idUKLDE6AS1Q620101129
putusan dan rekomendasi (Implementation of rulings and recommendations) kedua pihak yang
bersengketa.

Australia terbukti tidak konsisten dalam menerapkan SPS Agreement (Sanitary and
Phytosanitary measure) sebagaimana yang ada pada pasal 2.2, 5.1, dan 5.2 terkait
ketidakmampuan Australia untuk membuktikan secara ilmiah alasan pelarangan impor apel dari
Selandia Baru dan setelah menjalani proses penyelesaian sengketa selama kurang lebih 3 tahun
terhitung 31 agustus 2007 hingga 31 januari 2011.
Referensi:

WTO, Australia-Measures Affecting The Importation of Apples From New Zealand


Implementation notified by Respondent on 02 September 2010.
https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds367_e.htm
diakses pada 14 November 2015

Reuters, New Zealand Wins WTO Appeal Over Australia Apple Ban. 29 November 2010
http://uk.reuters.com/article/2010/11/29/trade-apples-
idUKLDE6AS1Q620101129 diakses pada 14 november 2015

WTO, The SPS Agreement and its provisions relating to scientific evidence, diakses di
https://www.wto.org/english/tratop_e/sps_e/risk00_e/wijkst_e/wijkst_e.ppt pada
tanggal 15 november 2015

Maria, “90 Tahun Bersengketa, WTO Menangkan Selandia Baru”, Tempo Online,
diakses dari http://bisnis.tempo.co/read/news/2010/08/10/090270147/90-tahun-
bersengketa-wto-menangkan-Selandia-Baru, pada 14 November 2015
ABC News, “Australia Loses NZ Apple Appeal”, diakses dari
http://www.abc.net.au/news/2010-11-30/australia-loses-nz-apple-appeal/2357254
pada 14 November 2015
Komang Meilia, “Peran WTO dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional
Terhadap Kasus Tindakan Fitosanitasi Impor Apel Selandia Baru oleh Australia”,
diakses dari
http://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/viewFile/13081/8757 pada 14
November 2015

Anda mungkin juga menyukai