Anda di halaman 1dari 18

Pembangunan Dalam Kajian

Post Struktural dan Post Development


Studi Kasus: Bhutan

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Studi Pembangunan


Dosen Pengampu: Aswin Azis S.IP., M.Devst

Disusun Oleh : KELOMPOK 3

Ahmad Gianuhlihi A 135120400111005

Iman Patria Yudha 135120400111041

Teuku Muhammad Farhan A 135120401111003

Emelia Yuniarti 135120401111031

Irza Bahari Aulia 135120401111080

Aldys Ketzia O 135120407111022

Nur Kartika Rachmadi 135120407111037

Devi Puspitasari 135120407111053

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015/2016
POST STRUCTURALIST

Post strukturalis merupakan bagian dari adanya teori modernisme dimana


post structural berbeda pandangan pada teori representasional dimana kebenaran itu
tidak pernah bisa benar-benar akurat karena menurut mereka memandang fakta
berasal dari perspektif tertentu setiap pemikir yang tentunya berbeda-beda. Post-
struktural mulai muncul sekitar tahun 1980an dimana dalam mengkritik studi
pembangunan. Menurut Jean Baudrillard seorang sosiolog Perancis, masyarakat di
akhir abad 20 berubah dari bentuk produksi materi menjadi budaya (dasar kehidupan
sosial).1 Bagi Baudrillard Manusia hidup di hyper reality dimana adanya simulasi dari
gambar, tontonan dan permainan tanda (TV, text messaging), yang dulunya logika
produksi menjadi logika simbol.2

Perbedaan dari strukturalis dengan post strukturalisme adalah strukturalis


menggunakan bahasa “ekonomi” untuk mengkritisi kapitalisme dan melihat adanya
potensi emansipasi manusia dalam modern development, sedangkan post
strukturalisme mengunakan bahasa “budaya” untuk mengkritisi modernitas (sistem
simbol) dan melihat pembangunan sebagai strategi modern power dan social control.3
Post strukturalis menekankan pada adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dan
power dimana hal ini ditandai dengan adanya masa Enlightment, kritikus post-
strukturalis melihat adanya perubahan dogma berpikir yang memang sengaja
ditekankan, bahwa sumber dari filosofi dan dasar legitimasi politik adalah manusia
dengan akal pikirnya, bukan Tuhan ataupun gereja yang seharusnya berkuasa.

Jacques Derrida merupakan salah satu tokoh utama dalam pendekatan post
strukturalis yang beranggapan hubungan antara realitas dan pikiran itu tidak langsung
karena ide-ide yang tidak bisa secara akurat ditekankan benar, dimana hal ini
1
Richard Peet and Elaine Hartwick (2009) ‘Theories of Development Contentions, Arguments,
Alternatives – Second Edition’ New York: The Guilford Press Page 198.
2
Ibid.
3
Ibid.

2
berkaitan dengan adanya “The Play of Language” yang hanya diterima kalau itu
benar.4 Kemudian menurut Jacques Derrida, adanya dekonstruksi yaitu “reading
text” dimana bagaimana stabilitas teks tercipta, yang berarti menyoroti satu kata atau
konsep namun pada akhirnya menghasilkan makna yang berbeda. Sehingga pada
akhirnya tidak konsisten dan text ini menunjukkan kegagalan pada elemen logika dan
konsistensi.5 Post strukturalis juga menegaskan pentingnya bahasa, budaya dan
sejarah secara eksplisit menentang adanya asumsi ‘persamaan rasa’ dan ‘taken for
granted’ dimana teori tradisional sebaliknya yaitu mengakuinya.6 Post strukturalis
memandang kritik sebagai suatu yang positif, sebagai usaha untuk mengejar
struktural.7 Post structural menggaris bawahi alasan, kebenaran dan akurasi dari
modern.8 Bangsa Eropa yang menggunakan caranya sendiri dalam berpikir,
mitologinya sendiri dalam sejarah, mengubah alasan mereka sendiri menjadi yang
disebut “sains”.9

Selain Jacques Derrida adapula Foucault yang mengungkapkan adanya


dominasi pengetahuan, dimana kekuasaan memunculkan adanya rezim kebenaran. 10
Secara sederhana dapat dikatakan siapa yang paling kuat atau paling berkuasa dialah
yang menang. Rezim kebenaran inilah yang nantinya akan menentukan benar atau
salah karena pada akhirnya kekuasaanlah yang memunculkan pengetahuan itu sendiri.
Sehingga nantinya pengetahuan yang dikontrol oleh rezim yang berkuasa akan
memberikan legitimasi bagi mereka untuk tetap berkuasa jadi rezim kebenaran
dianggap sebagai sesuatu yang benar hanya bagi yang berkuasa tersebut .

Selain Foucault adapula pandangan terhadap pembangunan dari Arturo


Ascobar, seorang antropolog asal Kolombia yang melihat bahwa emansipasi global

4
Ibid page 201.
5
Ibid.
6
Ibid.
7
Ibid.
8
Ibid.
9
Ibid.
10
Ibid.

3
adalah adanya dominasi barat dengan alasan pengetahuan dan penggunaan bahasa
emansipasi untuk membuat sistem yang baru dalam dunia modern.11 Pembangunan
menurut Escobar merupakan salah satu languages of power dimana pada saat Perang
Dingin Barat terfokus pada region Asia, Afrika dan Amerika Latin yang merupakan
Negara-negara bekas jajahan yang dianggap sebagai cara untuk mempertahankan
hegemony dari AS dimana hal ini tertuang dalam Truman Doctrine.12 Truman
doctrine ini sendiri mempromosikan bahwa dunia harus mendapatkan “fair
democratic deal” melalui intervensi yang dilakukan oleh AS dengan adanya
pemberantasan kemiskinan dunia.13 Selain itu Escobar juga menjelaskan bahwa
dominasi barat disebarkan melalui institusi akademik, pengetahuan dan kebenaran
seperti Harvard dan Cambridge University, IMF, World Bank, USAID yang tidak
hanya mengkontrol uang yang mengalir namun juga membuat ide-ide yang dominan
yang nantinya akan membentuk identitas yang terkonstruksikan.14

Power Relations Representation


(institutions) (Discourse)

Deployment
Enframing
( Incorporation,
(Imaginaries &
Professionalization &
Identities)
Institutionalization)

Social Construction
of Reality

11
Ibid Page 222.
12
Ibid Page 232.
13
Ibid.
14
Ibid.

4
Pada bagan di halaman sebelumnya, menggambarkan model of development
discourse dari Escobar. yang menghasilkan premise bahwa pembangunan postwar
discourse mempercayai modernisasi melalui industrialisasi dan urbanisasi, dimana
elemen penting adalah adanya pembentukan capital, pendidikan pada nilai budaya
modern dan kebutuhan untuk membentuk institusi modern dari skala internasional ke
nasional dan regional.15 Nantinya dibawah hegemony of development akan
menghasilkan knowledge production (seperti World Bank, perencanaan dan
development agencies) yang nantinya akan menghasilkan kebenaran ekonomi politik
yang baru dan berbeda dengan era kolonial.16

Kemudian strategi penyebaran pembangunan menurut Escobar dapat


diaplikasikan melalui beberapa cara, yaitu:

a. The progressive incorporation of problems, yaitu dengan penyatuan


permasalahan yang abnormal melalui penyembuhan secara klinis ( adanya
intervention of power )
b. The professionalization of development, yaitu dengan memprofesionalisasikan
pembangunan melalui melibatkan para ahli dalam pembangunan dimana
merekalah yang mengontrol pengetahuan
c. The institutionalization of development, yaitu menginstitusionalisasi
pembangunan dengan membentuk jaringan baru dalam power/knowledge.17

Hal ini dengan kata lain bahwa 3 strategi tadi mengandung kekuasaan,
pengetahuan dan prakteknya. Selain itu menurut Escobar pembangunan dimulai
dengan mendefinisikan problem (kemiskinan, pertumbuhan populasi dan sektor

15
Ibid Page 223.
16
Ibid Page 224.
17
Ibid.

5
agrikultur), kemudian mengidentifikasi abnormalities (buta huruf, malnutrisi dan
petani kecil) untuk selanjutnya diobservasi dan disembuhkan secara klinis.18

POST DEVELOPMENT

Post-Development ini muncul sejak akhir 1980-an berupa kritikan para


pemikirnya akibat rasa ketidakpuasan pada teori pembangunan,19 karena dianggap
menciptakan kesenjangan diantara Negara maju ( Negara dunia pertama ) dengan
Negara berkembang ( Negara dunia ketiga ). Post-Development ini juga sebagai teori
alternatif untuk menjawab tantangan soal pembangunan yang dianggap belum dapat
menjawab tantangan tersebut melalui teori sebelumnya. Dan juga muncul akibat dari
oligarki Barat yang menghasilkan dominasi atas Negara dunia ketiga. Dimana Negara
berkembang selalu dirugikan dengan cara eksploitasi yang dilakukan oleh Negara
maju. Karena teori Post-Development beranggapan bahwa Negara miskin seperti
Negara berkembang tidak harus berpatokan dengan Negara maju karena semua
Negara bisa melakukan pembangunan tanpa harus bergantung dengan Negara maju
yang kaya. Post-Development juga mengungkapkan gagasan lain yaitu, bahwa
pembangunan tidak selalu berarti taraf hidup yang lebih baik tetapi merupakan
peralihan dari ekonomi sebelumnya yang bersifat informal menjadi sebuah jaringan
perkumpulan.20

Post-Development juga merupakan social construction dari Barat agar mereka


memiliki kekuatan politik untuk menguatkan pengaruh dan mengamankan
kepentingan ekonomi mereka di seluruh dunia. Konstruksi sosial yang dilakukan
barat juga dilakukan agar Negara berkembang mempercayai bahwa apa yang telah
18
Ibid.
19
Sirojuddin Arif. Paska-Pembangunan & Pertanyaan tentang Alternatif (Bagian 1). Diakses pada
http://etnohistori.org/paska-pembangunan-dan-pertanyaan-tentang-alternatif-bag-1-oleh-sirojuddin-
arif.html pada 14 November 2015 pukul 18:10
20
Wahyudi Kumorotomo. Paradigma Pasca-Pembangunan ( Post-Development ). Diakses pada
http://www.kumoro.staff.ugm.ac.id/file_artikel/Teori%20Pasca-Pembangunan.pdf . Pada 14
November 2015 pukul 21:03

6
mereka kaji tentang pembangunan adalah benar, sehingga membuat Negara
berkembang semakin masuk kedalam arus hegemoni Barat. Padahal apabila Negara
berkembang saat itu dapat menyadari bahwa apa yang telah diajarkan Barat belum
tentu dapat diterapkan disemua Negara, terutama seperti Negara berkembang yang
memiliki perbedaan yang signifikan di berbagai bidang seperti pendapatan, penjualan
dan lain sebagainya. Hal tersebut juga merupakan kritikan para pemikir Post-
Development yaitu Arturo Escobar.21 Tetapi hal tersebut tidak membuat Negara-
negara berkembang membuat sebuah kebijakan baru yang dapat diterapkan di
Negaranya, melainkan tetap mengikuti Kapitalisme yang diajarkan Barat. Hal
tersebut juga menjadi kritik dari Post-Development, dimana mereka memberikan
solusi atas permasalahan tersebut dengan membentuk suatu struktur sosial yang
mampu menaungi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi maupun politik.
Dan juga beranggapan bahwa apabila ingin mencapai keberhasilan dalam
pembangunan maka serahkan seluruh urusan pembangunan kepada masing-masing
Negara. Yang dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada Negara
berkembang untuk menciptakan pembangunan menurut keinginan mereka sendiri dan
tidak harus terpaku dengan apa yang diajarkan Barat. Karena menurut teori ini, dalam
pembangunan tidak ada indikator apapun untuk dapat menwujudkannya.

Teori Post-Development juga beranggapan bahwa pembangunan tidak bisa


dilepaskan dari Moderenisasi yang tidak lain dihasilkan oleh kaum Barat. Hal
tersebut juga dapat didefinisikan bahwa tujuan dari pembangunan bukanlah atas asas
human development tetapi penghapusan dominasi Negara maju dengan cara
mendengarkan pendapat dari Negara-negara berkembang yang selama ini hanya
menjadi penonton dan pengikut sistem pembangunan yang diajarkan barat.22

Apa thesis post development?23


21
Lo.cit.,
22
Lo.cit.,
23
Jan Nederveen Pieterse, Third World Quarterly. After post-development,
http://www.uvm.edu/~bgreene1/Bibliography2014/Topic04/PieterseAfterPostDevl.pdf, Diakses Pada
16 November 2015 Pada Pukul 19.43 WIB.

7
- As radical reaction upon dilemmas toward development
- Disappointment toward result of development (Widening gap between the
poor
and rich countries)
- Rejects development (Rist, 1990)
- Motives or intention of development
- Development as westernization and homogenization (Constantino, 1985)
- Rhetoric standard of development
- Problematic Poverty
- Development as power knowledge regime
- Criticize Modernization
- Anti- Managerialism (development thinking is steeped in social engineering
and the ambition to shape economies and societies, which makes it an
interventionist and managerialist discipline and societies, which makes it and
interventionist and managerialist discipline. It involves telling other people
what to do-in the name of modernization, nation building, progress,
mobilization, sustainable development, human rights, poverty alleviation and
even empowerment and participation (participatory management). There is an
anti-authoritarian sensibility running through .

PERBEDAAN POST STRUKTURALIS DAN POST DEVELOPMENT


DALAM PEMBANGUNAN

Pandangan Post-strukturalis memiliki kecenderungan untuk lebih leluasa


dalam hal melihat suatu konteks atau fenomena. Post-strukturalis lebih
mengedepankan aspek ketidaksinambungan historis dan kompleksitas sebuah unsur,
ingin mengembalikan makna kepada bentuk singular, menggunakan bahasa untuk
mengeritik modernitas, serta melihat pembangunan sebagai strategi modern

8
kekuasaan dan kontrol sosial24.Post-Strukturalis pada dasarnya merupakan sebuah
teori yang mengkritik Meta-Theories serta mendekontruksi suatu gagasan, guna
melihat bagaimana struktur tersebut menghasilkan sebuah gagasan, begitupun dalam
penerapannya pada isu pembangunan. Michael Foucault berpendapat bahwa
Kekuasaan dan Ilmu saling mempengaruhi satu sama lain, keduanya tidak dapat
berjalan sendirian, kekuasaan dapat mempengaruhi kemana suatu ilmu atau gagasan
akan berkembang25.
Dalam pembangunan, post sruktural mengkritik 2 hal yang pertama adanya
perubahan sikap terhadap pembangunan, yang awalnya pembangunan langsung
dianggap hal yang baik, progresif, menguntungkan, humanis berubah menjadi
kekuatan, mengatur bahkan merugikan26. Hal Ini dikarenakan munculnya pemikiran
bahwa pembangunan itu sendiri menguntungkan bagi siapa, bentuk keuntungan itu
seperti apa serta siapa yang menentukan tolak ukur keuntungan tersebut. Adapun
Kritik yang kedua ialah, adanya perubahan metodologi dalam studi pembangunan,
dimana pembangunan dulunya di anggap sebagai sesuatu yang terjadi secara alami
berubah menjadi seakan akan adanya konstruksi sosial yang konsepnya lebih
mengarah pada sejarah budaya27.
Adapun Pembangunan menurut Post development yang dimana beranggapan
bahwa pembangunan tidak bisa dilepaskan dari moderenisasi yang tidak lain
dihasilkan oleh kaum Barat. Hal tersebut juga dapat didefinisikan bahwa tujuan dari
pembangunan bukanlah atas asas human development tetapi penghapusan dominasi
Negara maju dengan cara mendengarkan pendapat dari Negara-negara berkembang
yang selama ini hanya menjadi penonton dan pengikut sistem pembangunan yang
diajarkan barat28,Hal ini tentunya disebabkan oleh adanya Social Construction yang
24
Ibid.

25
Michael Foucult dalam Trevor Parvitt, “A Post-Structuralist Agenda For Development”,
http://www.e-ir.info/2012/04/10/a-post-structuralist-agenda-for-development/, Diakses Pada 15
November 2015 Pada Pukul 13.44 WIB.
26
Richard Peet and Elaine Hartwick, Loc.Cit Page 218.
27
Ibid Page 220.
28
Wahyudi Kumorotomo. Loc.Cit.

9
dilakukan oleh barat padahal bagi Post Development Pembangunan itu tidak mesti
berpatokan pada Barat tidak harus mengikuti Standar yang ada diBarat Secara tidak
langsung hal ini hampir berkesinambungan dengan Teori Post Strukturalis yang
mengganggap bahwa pembangunan itu memang pada dasarnya merupakan suatu
proses yang terjadi secara alami. Pandangan Post-Development menggunakan
metode-metode yang digunakan oleh teori Post-Structuralist guna mengkritik dasar-
dasar dari Teori Development.Dimana Post-Structuralis melihat ada peran power-
knowledge Nexus, dimana pemahaman tentang pembangunan telah bergeser
sedemikian rupa karna dilatarbelakangi oleh Power Negara-negara Maju29.
KELEMAHAN TEORI POST STRUKTURALIS

Post Strukturalis terlalu banyak menjelaskan tentang permasalahan yang


fundamental sehingga menyebabkan kebingungan. Para ahli menganggap kontribusi
post strukturalisme dalam hubungan internasional masih rancu karena post
strukturalisme sendiri menawarkan solusi yang bersifat tidak pasti. Hal ini karena
adanya kemungkinan adanya perbedaan satu sama lain antara kaum post strukturalis
dalam menjawab pertanyaan.30 Kemudian,kelemahan post strukturalis yang
selanjutnya adalah memisahkan agen dengan struktur sedangkan mereka sebetulnya
berkesinambungan. Post strukturalis beranggapan bahwa agen yang lemah akan
membuat struktur juga lemah tetapi tidak menjelaskan bagaimana kondisi ini bisa
31
terjadi. Selain itu dalam gagasan Foucault yang menyatakan akan dominasi
pengetahuan dan kekuasaan dapat memunculkan Rezim Kebenaran namun,Rezim
kebenaran tersebut bisa terjadi hanya dianggap benar bagi yang berkuasa saja. Serta

29
Simon Reid Henry,”Arturo Escobar: a post-development thinker to be reckoned with”,
http://www.theguardian.com/global-development/2012/nov/05/arturo-escobar-post-development-
thinker, Diakses Pada 16 November 2015 Pada Pukul 13.46 WIB.
30
Richard Peet and Elaine Hartwick, Loc.Cit Page 218
31
Richard Asley, 1996. The achievements of post-structuralism, in; Steve Smith, Ken Booth &
Marysia Zalewski (eds.) International Theory: Positivism and Beyond, Cambridge University Press,
Hal. 240-253.

10
Post-Strukturalis kurang membuktikan adanya ketidaksuaian akan rasionalitas
modern pada pembangunan.

KELEMAHAN TEORI POST DEVELOPMENT


Teori post development juga memiliki kelemahan yaitu teori post
development ini hanya mengkritik teori sebelumnya yaitu teori pembangunan, tetapi
tidak memberikan jawaban atau solusi untuk menyelesaikan pertanyaan tentang
tantangan untuk mencapai pembangunan tersebut. Sehingga membuat teori post
development ini hanya menjadi teori alternatif dalam studi pembangunan.

STUDI KASUS: DEVELOPMENT IN BHUTAN

Ketika sebagian besar negara-negara di dunia saling berlomba untuk mengejar


materi, hal-hal yang bersifat tangible atau title sebagai negara yang mengalami
kemajuan yang pesat dalam hal pembangunan dimana hal ini lebih mengarah pada
konsep pembangunan yang konvensional, ada pula segelintir negara yang
memberikan warna konsep pembanguan yang berbeda dari negara-negara lainnya.
Bhutan salah satunya. Bhutan merupakan salah satu Negara yang masih
menggunakan sistem pemerintahan monarki semi konstitusional yang terletak di
timur Pegunungan Himalaya dan diapit oleh dua Negara besar yaitu China dan
India.32 Ibu kota Bhutan adalah Thimphu.33

Bhutan sendiri bisa dibilang masih berusaha memegang tradisinya mulai dari
adanya pelarangan imigrasi dan sektor pariwisata sangat dikontrol oleh rezim untuk
mencegah adanya korupsi.34 Populasi di Bhutan hingga 2008 mencapai 682.00 dan
32
Bhutan Country Profile, http://www.bbc.com/news/world-south-asia-12480707, Diakses Pada 15
November 2015 Pada Pukul 16.06 WIB
33
Ibid.
34
Bhutan Economic Development, http://www.nationsencyclopedia.com/Asia-and-Oceania/Bhutan-
ECONOMIC-DEVELOPMENT.html, Diakses Pada 16 November 2015 Pada Pukul 11.32 WIB.

11
hampir 70% dari masyarakatnya hidup di daerah pedesaan dengan mayoritas mata
pencaharian bertani.35 Pengaruh internasional baru mulai datang ke Bhutan pada awal
2006 ketika Raja Jigme mengundurkan diri dari tahta dan mengenalkan bentuk
konstitusi. Bentuk perubahan ini ditentang oleh mayoritas masyarakat Bhutan karena
takut akan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme. Tapi pada akhirnya masyarakat
menerima model konstitusi baru dari raja, dengan janji raja akan adanya pengawasan
dari kerajaan. Tujuan dari pembuatan kebijakan Bhutan lebih mengedapankan adanya
balance dan maintain GNH atau Gross National Happinness.36 GNH sendiri baru
diperkenalkan oleh Raja keempat Bhutan yaitu Jigme Singye Wangchuchk pada
wawancaranya dengan Financial Times di Inggris pada tahun 1986, dimana GNH ini
dibentuk berdasarkan 4 pillar yaitu good governance, cultural resilience,
environmental preservation, dan equitable economic development.37 Dengan adanya
konsep GNH ini maka tentunya sedikit banyak memberikan warna yang berbeda pula
dalam hal ekonomi dan politiknya. Konsep ekonomi Bhutan tidak hanya fokus pada
adanya hal-hal yang bersifat material, melainkan lebih kepada hal-hal yang bersifat
ecological dan cultural.38 GNH sendiri juga memiliki index yang terdiri dari 9
elemen, mulai dari good governance, standar hidup, ecological diversity and
resilience, pendidikan, kesehatan, cultural diversity and resilience, community
vitality, penggunaan waktu dan psychological wellbeing.39

35
Alejandro Adler Braun, Gross National Happiness in Bhutan: A Living Example of an Alternative
Approcah to Progress, http://repository.upenn.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1003&context=sire,
Diakses Pada 16 November 2015 Pada Pukul 12.11 WIB
36
Karma Ura, Bhutanese Development Story,

http://www.bhutanstudies.org.bt/publicationFiles/Monograph/mono-1en-bt-dev-stry.pdf Diakses

Pada 15 November 2015 Pada Pukul 16.12 WIB.

37
Ibid.
38
Ibid.
39
Alejandro Adler Braun Op.Cit.

12
Ketika teori-teori pembangunan yang konvensional berusaha menyajikan
bahwa tujuan pembangunan lebih mengarah pada hal-hal yang tangible, dan melihat
sebuah kebahagian merupakan tanggung jawab dari masing-masing individu,
kebahagiaan bukanlah tanggung jawab dari sebuah Negara.40 Hal ini tentunya berbeda
dengan Bhutan dimana arti pembangunan bagi Bhutan adalah

The original meaning of development of the state, and the individuals within it,
meant observance largely of enlightment education with respect to ethics,
intellect and wisdom by its population in order to reach happiness (Dewa).41

Artinya bahwa pengertian pembangunan di Bhutan lebih menekankan pada hal yang
mungkin dianggap oleh barat terpaku pada hal-hal yang masih bersifat tradisional dan
lebih menekankan pada hal lingkungan, budaya dan spiritual (mendekatkan diri ke
Dewa).
Dalam hal ini kelompok kami akan melihat Bhutan dari kedua perspektif,
yaitu post strukturalis dan post development. Post strukturalis dengan asumsi dasar
bahwa adanya 3 poin besar pada pembangunan dalam kajian post strukturalis, yaitu
the play of language, kekuasaan memunculkan rezim kebenaran dan yang terakhir
adalah dekonstruksi.Yang pertama adalah the play of language. Dalam hal ini yang
berarti bahwa bahasa tidak mampu mentransformasikan makna secara keseluruhan
karena ada gap antara interpretasi, presentasi dan representasi. Jika kita kaitkan
dengan Bhutan, maka makna dan konsep pembangunan Bhutan merupakan bukanlah
suatu hal yang salah karena kembali lagi adanya perbedaan interpretasi, representasi
dan maksud konsep dan makna pembangunan barat dan timur (Bhutan sendiri)
dimana konsep pembangunan Bhutan lebih mengarah pada hal-hal yang tidak
merusak alam (ecological) dan budaya,serta dengan latar belakang bahwa konsep
pembangunan mereka harus membawa kebahagiaan dimana nantinya dengan
kebahagiaan akan menuntun mereka dekat dengan Dewa.

40
Ibid.
41
Ibid.

13
Kemudian yang kedua adalah adanya kekuasaan yang memunculkan rezim
kebenaran. Ketika barat berkuasa, selama ini barat memunculkan rezim kebenaran
bahwa model pembangunan yang bagus dan kalau ingin maju dan seperti kami maka
kalian harus meniru model pembangunan kami. Tentunya hal ini tidak bisa
diaplikasikan ke semua Negara di dunia, tergantung kondisi masing-masing Negara
tersebut. Bukan berarti Bhutan dengan model pembangunan happinessnya tidak
dikatakan tidak maju. Selama ini mereka baik-baik saja bukan dengan model
pembangunan seperti itu. Karena memang standar maju mereka adalah dengan
happiness itu tadi.
Dan yang terakhir adalah dekonstruksi, yaitu berkaitan dengan menyoroti satu
kata atau konsep namun pada akhirnya menghasilkan makna yang berbeda. Dalam
hal ini misal konsep pembangunan dimana barat dan Bhutan sama-sama melihat satu
konsep yaitu pembangunan namun menghasilkan makna yang berbeda. Makna
pembangunan bagi barat ditandai dengan adanya investasi besar-besaran dimana jika
modal tidak cukup maka membuka bagi investasi asing, harus meningkatkan volume
bisnis, produksi harus meningkat dan overall lebih mengarah pada pembangunan
ekonomi (mengarah pada hal-hal seperti GNP, GDP), namun sebaliknya Bhutan,
makna pembangunannya justru lebih mengarah pada hal-hal yang berkaitan dengan
Happiness dimana hal ini dibuktikan dengan pernyataan dari Raja Keempat Bhutan,
Jigme Singye Wangchuchk yang menyatkan bahwa “Gross National Happiness is
more important than Gross National Product”.42
Lalu bagaimana bentuk pembangunan Bhutan pada sistem monarki absolute
dan monarki semi-konstitusional dipandang dari post-development?.

Bhutan Lama

1. Tidak ada westernisasi atau modernisasi

42
The Story of GNH, http://www.gnhcentrebhutan.org/what-is-gnh/the-story-of-gnh/, Diakses Pada 16
November 2015 Pada Pukul 11.19 WIB.

14
Pada saat monarki absolute atau Bhutan yang lama tidak mencotoh model
pembangunan barat yang ada hanya model pembangunan menurut Bhutan. Tidak
terjadi modernisasi di Bhutan bahkan Bhutan melarang adanya televisi. Bhutan
memiliki fokus untuk mempertahankna nilai, budaya dan tradisi yang dianggap
penting dalam membentuk kualitas hidup manusia yang baik. Bhutan menilai budaya
budha dalam hal ini yang mayoritas di Bhutan merupakan alat untuk pembangunan
manusia sesuai dengan tradisi Bhutan.

2. Tidak ada standar pembangunan

Post development melihat pembangunan sebagai suatu konstruksi dari barat


dengan membawa konsep kapitalisme yang belum tentu dianggap cocok untuk
negara-negara berkembang lain. Begitupula dengan Bhutan yang tidak melihat
kecocokan dan kepentingan untuk mengadopsi model pembangunan yang eurosentris.
Standar yang ada hanyalah bagaimana untuk mempertahankan dan wewariskan
budaya kepada anak-cucu mereka.

3. Tidak ada Managerialism

Bhutan salah satu negara yang terisolasi dari dunia luar. Hal ini menyebabkan
tidak ada managerial tertentu yang mengarah pada pembangunan ala barat. Contoh
bentuk managerialism ala barat adalah bentuk intervensi dan kontrol dari pemerintah.
Dimana pemerintah memiliki ambisi untuk menuntut warganya untuk berperilaku
tertentu atas nama modernisasi, pembangunan nasional, pemberantasan kemiskinan
dll. Dikarenakan kerajaan yang menutup mata akan model pembangunan tersebut.
tetapi bentuk managerial yang ada dari kerajaan hanyalah berupa filsafah hidup
sebagai orang Bhutan yang mencintai budaya dan keluarga kerajaan sebagai actor
yang menjaga eksistensi budaya Bhutan. Kerajaan juga membebaskan warganya
untuk mencari mata pencaharian yang sesuai. Mayoritas masyarakat Bhutan bekerja
di sektor yang tidak formal seperti pengembala hewan, petani, biksu. Dimana para
penganut teori development menyebut mereka sebagai masyarakat yang tradisional

15
atau underveloped. Namun dari post-development menilai inilah bentuk
pemberdayaan yang sesuai dan tidak harus melulu meniru barat.

Ketiga hal tersebut menunjukan bahwa Bhutan tidak melakukan pembangunan


seperti model barat tapi di sisi lain teteap mempertahankan dan mengembangkan
sosial budaya Bhutan yang kaya.

Saat ini Bhutan sudah mulai membuka diri untuk berintegrasi dengan dunia
luar. Tapi Bhutan masih sangat hati-hati. Walaupun ada konstitusi baru tapi itu hanya
mengatur partisipasi dari masyarakat dalam pemerintahan tanpa mengubah tujuan
Bhutan yang sangat menjunjung tinggi budaya dan tradisi. Perubahan kedua adalah
penerimaan bantuan luar negeri dari world bank dan beberapa negara maju. Namun
bantuan itu tidak terlalu berpengaruh karena memang ditunjukan untuk
pengembangan sektor pariwisata, sekolah dan pendidikan, dan mempertahankan
budaya. Terlepas dari Bhutan yang tidak terintegrasi penuh dengan dunia dan tidak
meniru model pembangunan barat, pemerintah selalu berusaha untuk
mempertahankan tingkat kebahagiaan penduduknya.

Bhutan tidak mengacu pada standard pertumbuhan material tetapi Bhutan


memiliki parameter ukur sendiri terkait ide pembangunan yaitu mengacu pada (GNH)
Gross National Happiness. Tidak seperti pembangunan pada umumnya atau yang
ditawarkan oleh barat yang hanya fokus pada aspek-aspek material sebagai ukuran
dari “Good Life”, seperti GDP growth, employment in sector formal dan income
percapita.43

43
Karma Ura. Loc.Cit

16
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Peet, Richard dan Elaine Hartwick. 2009. ‘Theories of Development Contentions,
Arguments, Alternatives – Second Edition’. New York: The Guilford Press
Ashley, Richard. 1996. The achievements of post-structuralism, in; Steve Smith, Ken
Booth &Marysia Zalewski (eds.) International Theory: Positivism and Beyond,
Inggris: Cambridge University Press.
WEBSITE

Anonim. Bhutan Country Profile, http://www.bbc.com/news/world-south-asia-


12480707, Diakses
Pada 15 November 2015 Pada Pukul 16.06 WIB
______. Bhutan Economic Development, http://www.nationsencyclopedia.com/Asia-
and-Oceania/Bhutan- ECONOMIC-DEVELOPMENT.html, Diakses Pada 16
November 2015 Pada Pukul 11.32 WIB.
______. The Story of GNH, http://www.gnhcentrebhutan.org/what-is-gnh/the-story-
of-gnh/, Diakses Pada 16 November 2015 Pada Pukul 11.19 WIB.
Braum, Adler Alejandro. Gross National Happiness in Bhutan: A Living Example of
an Alternative
Approcah to Progress, http://repository.upenn.edu/cgi/viewcontent.cgi?
article=1003&context=sire, Diakses Pada 16 November 2015 Pada Pukul 12.11
WIB

17
Foucult, Michael dalam Trevor Parvitt, “A Post-Structuralist Agenda For
Development”.
http://www.e-ir.info/2012/04/10/a-post-structuralist-agenda-for-development/,
Diakses Pada
15 November 2015 Pada Pukul 13.44 WIB.
Henry, Reid Simmon.”Arturo Escobar: a post-development thinker to be reckoned
with”,
http://www.theguardian.com/global-development/2012/nov/05/arturo-escobar-post
development-thinker, Diakses Pada 16 November 2015 Pada Pukul 13.46 WIB.
Kumorotomo, Wahyudi. Paradigma Pasca-Pembangunan ( Post-Development ).
http://www.kumoro.staff.ugm.ac.id/file_artikel/Teori%20Pasca-Pembangunan.pdf.
Diakses pada 14 November 2015 pukul 21:03
Pieterse, Nederveen Jan. Third World Quarterly. After post-development.
http://www.uvm.edu/~bgreene1/Bibliography2014/Topic04/PieterseAfterPostDevl
.pdf, Diakses Pada 16 November 2015 Pada Pukul 19.43 WIB.
Sirojuddin Arif. Paska-Pembangunan & Pertanyaan tentang Alternatif (Bagian 1).
http://etnohistori.org/paska-pembangunan-dan-pertanyaan-tentang-alternatif-bag-
1-oleh-sirojuddin-arif.html. Diakses pada 14 November 2015 pukul 18:10
Ura, Karma. Bhutanese Development Story.

http://www.bhutanstudies.org.bt/publicationFiles/Monograph/mono-1en-bt-dev-
stry.pdf Diakses Pada 15 November 2015 Pada Pukul 16.12 WIB.

18

Anda mungkin juga menyukai