Anda di halaman 1dari 25

PERKEMBANGAN LIBERALISME, KAPITALISME, DAN SOSIALISME

DALAM PERTUMBUHAN POLITIK DI INDONESIA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pilihan Ilmu Politik

Dosen Pengampu : Pia Khoirotun Nisa, M. I. Kom.

Disusun Oleh : Kelompok 6

Taufik Nur Rohman (11190510000013)

Tiara Zahwa Ramadhani (11190510000063)

Safietry Epriliani (11190510000065)

Muhammad Bagus Setia Budi (11190510000225)

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021
DAFTAR ISI
A.

PENDAHULUAN..................................................................................................1

1. Latar Belakang..............................................................................................1

2. Rumusan Masalah.........................................................................................2

3. Tujuan Penulisan...........................................................................................2

B. KAJIAN TEORITIS.........................................................................................3

1. Latar Belakang, Sejarah, dan Definisi Liberalisme......................................3

2. Liberalisme Klasik........................................................................................5

3. Latar Belakang, Sejarah, dan Definisi Kapitalisme......................................5

4. Pengertian Ekonomi Kapitalis....................................................................11

5. Latar Belakang, Sejarah, dan Definisi Sosialisme......................................13

6. Cita-Cita dan Nilai-Nilai Ajaran Sosialisme...............................................15

C. STUDI KASUS................................................................................................17

D. PEMBAHASAN KASUS................................................................................19

E. PENUTUP........................................................................................................21

1. Kesimpulan.................................................................................................21

2. Saran............................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Ideologi adalah salah satu istilah yang memiliki cakupan yang luas karena
istilah ideologi sesungguhnya dapat dibicarakan dalam banyak konteks. Ideologi
dapat dibicarakan dalam konteks pendidikan, ilmu, dan dalam konteks politik.
Ideologi adalah satu istilah penting yang menjadi salah satu fokus pembicaraan
dalam perbincangan tentang politik, atau dalam perbincangan yang terkait dengan
kehidupan kenegaraan. Ideologi, singkatnya, menjadi sumber nilai yang menjadi
acuan dalam kehidupan masyarakat, yang pada gilirannya menjadi pedoman
tingkah laku warga negara melalui penjabaran dalam bentuk peraturan hukum.
Ideologi, dapat juga difungsikan sebagai kepribadian suatu bangsa dan atau negara
karena ideologi juga menunjukkan orientasi suatu masyarakat, yaitu terkait
dengan nilai-nilai yang dianggap penting oleh masyarakat tersebut.1
Di era globalisasi zaman sekarang segala informasi dapat diakses oleh
berbagai macam kalangan sehingga berbagai hal dapat mempengaruhi kehidupan
bermasyarakat dalam suatu negara. Maka, hal tersebut dapat menimbulkan
beberapa persoalan, khususnya bagi suatu negara yang tidak memiliki basis
ideologi yang kuat karena rentan untuk terombang-ambing layaknya sebuah
pohon yang tidak memiliki akar yang kuat. Maka dari itu, pemakalah akan
membahas beberapa ideologi yang banyak dianut oleh beberapa negara dan
berkembang dalam sejarah umat manusia, yakni terdiri dari liberalisme,
kapitalisme, dan sosialisme.

1
Reno Wikandaru dan Budhi Cahyo, “Landasan Otologis Sosialisme”. Jurnal Filsafat.
Vol 26 No.1, 2016, h. 113.

1
2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan liberalisme, kapitalisme, dan sosialisme


dalam pertumbuhan politik di Indonesia?

3. Tujuan

Dengan disusunnya makalah ini, kami berharap dapat tercapainya sebuah


tujuan, yakni dapat menjawab dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan dari
perumusan masalah di atas yang berkaitan dengan perkembangan liberalisme,
kapitalisme, dan sosialisme dalam pertumbuhan politik di Indonesia.

2
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Ketiga paham ini sangat berpengaruh dalam kehidupan setiap bangsa dan
negara karena sebagai cita-cita untuk mencapai suatu tujuan secara bersama-sama
dalam sebuah tatanan hidup kenegaraan. Oleh karena itu, di bawah ini akan
dibahas terkait liberalisme, kapitalisme, dan sosialisme sebagai berikut :

1. LATAR BELAKANG, SEJARAH, DAN DEFINISI LIBERALISME

Liberalisme tumbuh dari konteks masyarakat Eropa pada abad pertengahan.


Ketika itu masyarakat ditandai dengan dua karakteristik berikut. Anggota
masyarakat terikat satu sama lain dalan suatu sistem dominasi kompleks dan
kukuh, dan pola hubungan dalam sistem ini bersifat statis dan sukar berubah.
Kaum aristokrat saja yang diperkenankan memiliki tanah. Golongan feodal ini
pula yang menguasai proses politik dan ekonomi, sedangkan para petani
berkedudukan sebagai penggarap tanah yang dimiliki oleh patronnya
(bangsawan). Mereka harus membayar pajak dan menyumbangkan tenaga bagi si
patron. Di beberapa tempat di Eropa, para petani malahan tidak diperkenankan
pindah ke tempat lain yang dikehendaki tanpa persetujuan si patron. Akibatnya,
mereka tidak lebih sebagai milik pribadi sang patron. Sebaliknya, kesejahteraan
para penggarap itu seharusnya ditanggung oleh patron.

Dalam konteks perkembangan masyarakat itu muncul industri dan


perdagangan dalam skala besar, setelah ditemukan beberapa teknologi baru.
Untuk mengelola industri dan perdagangan dalam skala besar-besaran ini, jelas
diperlukan buruh yang bebas dan dalam jumlah yang banyak, ruang gerak yang
leluasa, mobilitas yang tinggi dan kebebasan berkreasi. Kebutuhan-kebutuhan
baru itu terbentur pada aturan-aturan yang diberlakukan secara melembaga oleh
golongan feodal. Yang membantu golongan ekonomi baru terlepas dari kesukaran
itu ialah munculnya paham liberal. Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan
pedagang dan industri, melainkan diciptakan olehgolongan intelektual yang

3
digerakkan oleh keresahan ilmiah (rasa ingin tahu dan keinginan untuk mencari
pengetahuan yang baru) dan artistik umum pada zaman itu.

Sejarah liberalisme dimulai dari zaman Renaissance, sebagai reaksi terhadap


ortodoksi religius. Saat itu kekuasaan gereja mendominasi seluruh aspek
kehidupan manusia. Semua aturan kehidupan ditentukan dan berasa di bawah
otonomi gereja. Hasilnya, manusia tidak memiliki kebebasan dalam bertindak,
otonomi individu dibatasi dan bahkan ditiadakan. Kondisi ini memicu kritik dari
berbagai kalangan, yang menginginkan otonomi individu dalam setiap tindakan
dan pilihan hidup. Otonomi individu dipahami sebagai keterbebasan dari
determinasi dan intervensi eksternal, berupa pembatasan, pemaksaan atau
berbagai bentuk ancaman dan manipulasi, dalam melakukan tindakan. Menurut
liberalisme, individu adalah pencipta dan penentu tindakannya. Dengan konsep
seperti ini, maka kesuksesan dan kegagalan seseorang ditentukan oleh dirinya
sendiri, oleh tindakan-tindakannya dan pilihan-pilihan terhadap tindakan tersebut.
Intinya, manusia memiliki kebebasan dalam hidupnya, manusia adalah pribadi
yang otonom.2

Jadi, ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut. Pertama, demokrasi merupakan


bentuk pemerintahan yang lebih baik. Kedua, anggota masyarakat memiliki
kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama,
dan kebebasan pers. Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat
secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat
dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri. Keempat, kekuasaan dari
seseorang terhadap orang lain merupakan hal buruk. Oleh karena itu,
pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan
dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai cenderung
disalahgunakan, dan karena itu sejauh mungkin dibatasi. Kelima, suatu
masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian terbesar
individu berbahagia. Jika masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan
sebagian besar individu belum tentu maksimal. Dengan demikian, kebaikan suatu
2
Ridha Aida. Liberalisme dan Komunitarianisme : Konsep tentang Individu dan
Komunitas. (Jurnal Universitas Negeri Padang, Vol. IV No. 2, 2005) hlm. 95

4
masyarakat atau rezim diukur dari seberapa tinggi individu berhasil
mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya. 3

2. LIBERALISME KLASIK

Secara umum, sebagaimana tercermin dalam gagasan dan pemikiran-


pemikiran Spencer, liberalisme klasik (lama) ini memiliki sejumlah karakter yang
khas, antara lain semangat empirisme untuk dunia filsafat, etika utilitirian,
agnotisme agama, persaingan ekonomi, anti-otoritarianisme dalam kehidupan
politik, semangat anti imperialisme, pasifisme, dan perdagangan bebas dunia
hubungan internasional.

Dalam paham liberalisme klasik, kebebasan berarti ada sejumlah orang yang
akan mennag dan sejumlah orang yang akan kalah. Kemenangan dan kekalahan
ini terjadi karena persaingan bebas. Sehingga kebebasan akan diartikan sebagai
memiliki hak-hak dan mampu menggunakan hak-hak itu dengan memperkecil
ikut campurnya pihak lain dalam hal ini adalah pemerintah. Kaum liberal
menyatakan bahwa masyarakat pasar kapitalis adalah masyarakat yang bebas dan
masyarakat yang produktif. Dan Spencer meyakini, bahwa mekanisme pasar ini
akan melahirkan keseimbangan alamiah.

Dengan demikian, liberalisme menghendaki bahwa manajemen ekonomi


haruslah berbasis permintaan yang diciptakan oleh mekanisme pasar tadi, dan
bukan didasarkan pada persediaan yang diciptakan oleh pemerintah. Dalam hal
ini, tugas pemerintah hanya menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga
modal dapat bergerak bebas dengan baik. Pemerintah juga harus menjalankan
kebijakan-kebijakan pengurangan anggaran rutin, anggaran-anggaran subsidi
untuk kepentingan publik dan fasilitas-fasilitas untuk kesejahteraan. Bagi
liberalisme ini tidak sesuai dengan prinsip the survival of the fittest.

3. LATAR BELAKANG, SEJARAH, DAN DEFINISI KAPITALISME

3
Ramlan Surbakti, Op. Cit., hlm. 45

5
Zaman ini sudah memasuki era modern. Persaingan ekonomi semakin ketat.
Di era globalisasi ini manusia suka dengan berbagai macam barang yang efektif
dam temtnya juga praktis. Mall-mall, supermarket, dan sebagainya mulai
merajalela. Dan masyarakat pun lebih menyukai berbelanja di tempat-tempat yang
disediakan oleh investor asing dengan sistem kapitalis.

Pada saat ini, ada tiga sistem ekonomi yang mendominasi sistem ekonomi
pemerintahan, salah satunya adalah sistem ekonomi kapitalis. Kapitalisme dan
sosialisme dibentuk di atas landasan nilai (Value) yang sama yaitu Materialisme-
Hedonisme yaitu segala kegiatan manusia di latarbelakangi dan diorientasikan
kepada segala sesuatu yang bersifat duniawi, dan dibangun diatas pandangan
dunia yang sekuler yaitu memisahkan hal-hal yang bersifat spiritual dan material
(agama dan dunia). Sosialisme bahkan memiliki pandangan yang negatif terhadap
agama. Menurut mereka agama adalah merupakan sesuatu yang tidak realistis,
berwujud material. Bahkan agama sesungguhnya adalah rekayasa kelompok yang
berkuasa untuk memperkokoh kepentingan mereka sendiri.

Risalah terkenal Adam Smith, yaitu The Wealth of Nations, diakui sebagai
karya penggagas awal perkembangan kapitalisme.4 Smith berpendapat bahwa
jalan yang terbaik untuk memperoleh kemakmuran adalah dengan membiarkan
individu-individu mengejar kepentingan mereka sendiri tanpa keterlibatan
perusahaan-perusahaan negara. Ayn Rand dalam Capitalism menyebutkan tiga
pokok pikiran dari kapitalisme, yaitu kebebasan individu, kepentingan diri dan
pasar bebas. Menurut Rand, kebebasan individu merupakan asumsi dasar
kapitalisme karena dengan pengakuan hak alami tersebut, individu bebas berfikir,
berkarya dan berproduksi untuk kelangsungan hidupnya. Rand menambahkan
bahwa manusia hidup adalah untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain.5
1) Sejarah Dan Perkembangan Kapitalisme Di Dunia

Kapitalisme ialah suatu cara mengadakan produksi, yang mana dalam sistem
kapitalisme orang mengadakan produksi tidak hanya untuk menutupi kebutuhan

4
Ibid, 14.
5
Ibid, 15.

6
hidup tetapi dengan tujuan mencari laba. Laba yang diperoleh, sesudah dikurangi
untuk menutupi ongkos-ongkos yang dikeluarkan, dipergunakan pula untuk
mengadakan perusahaan baru pula. Jadi laba bukan dianggap sebagai karunia
yang dapat diraih dengan cara yang mudah. Belum tentu bahwa tiap-tiap milik /
hasil disebut capital. Kapital ialah milik yang dipergunakan untuk memperbanyak
milik, sebagai contoh yaitu sebuah cikar kepunyaan seorang nelayan
dipergunakan untuk mencari sesuap nasi bagi diri dan anak istrinya dapat
dinamakan kapital dalam bentuk yang kecil. Tukang pedati atau pemilik perahu
tadi itu bukan termasuk kaum kapitalis.

Mula-mula timbul di Eropa barat dalam lapangan industri tekstil sekitar tahun
1250. Pada mulanya sebuah perusahaan tenun domba milik Negara Belanda
memperoleh bahan dari daerahnya sendiri. Tetapi kemudian ekspor barang
tenunan meningkat, bulu domba didatangkan dari daerah lain, terutama dari pasar
Calais, yang mendatangkan bulu domba dari tanah Inggris. Saudagar yang banyak
modalnya menempatkan dirinya antara penenun dan bahan tenunan, diborongnya
bulu domba di Calais itu, lalu dijualnya kepada penenun. Dalam taraf berikut bulu
domba benar-benar telah menjadi milik saudagar yang telah dapat disebut menjadi
seorang pengusaha.

Dalam sistem kapitalisme orang mengadakan produksi tidak hanya untuk


menutupi kebutuhan hidup, misalnya seorang petani atau seorang pekerja tangan
dalam sistem kapitalisme orang mengadakan produksi dengan mengandung laba.
Laba yang diperoleh sesudah dikurangi untuk menutup ongkos-ongkos yang
dikeluarkan, dipergunakan pula untuk mengadakan perusahaan baru pula. Jadi
laba bukan dianggap sebagai karunia, yang dapat diraih dengan suatu selamatan.
Belum tentu bahwa tiap-tiap milik dapat disebut kapital, sebuah rumah tempat kita
diam, atau sesuatu yang kita beli untuk menyenangkan hati bukan kapital.

Dalam abad pertengahan persaingan terbatas karena kebanyakan pekerja


tangan tergabung dalam organisasi yang disebut “gilda”. Organisasi itu
mengadakan aturan-aturan keras yang tidak memungkinkan terjadinya persaingan.

7
Perkembangan lebih lanjut yaitu efek dari Revolusi Industri di Inggris sehingga
bisa dikatakan kapitalisme memasuki era baru. Berbagai pendirian pabrik sangat
membutuhkan kapital. Akibat revolusi industri telah memunculkan para pebisnis,
mereka bertindak sebagai pengusaha. Sebagai suatu kemajuan akibat
industrialisasi, bagaimanapun juga keperluan kapital menjadi pengukur kekayaan
seseorang. Para kapitalis melakukan usaha bersama, membentuk organisasi
perdagangan, yang disebut korporasi. Seperti diketahui, bahwa kaum borjuis atau
kapitalis sebagai penganut politik ekonomi liberal, menolak segala campur tangan
negara dalam perusahaan, sebab dianggap sebagai paksaan seperti qilda yang
mereka anggap telah menjadi using itu.

Sebagai akibat revolusi industri, muncullah apa yang disebut sistem kerja di
pabrik, timbul apa yang dinamakan buruh pabrik. Pada awalnya, para borjuis yang
sebagian menjadi kaum industrialis itu semata-mata mencari dan menumpuk
kekayaan, maka mereka hanya memperhatikan hal-hal yang menurut mereka
dapat adalah kaum buruh karena mereka merasa khawatir akan kehilangan
sebagian keuntungannya jika mereka memperhatikan dan mengusahakan
kesejahteraan kaum pekerjanya. Tenaga murah sengaja dieksploitasi, para buruh
dipaksa untuk belanja 10-18 jam sehari sesuai dengan keinginan majikan. Pabrik-
pabrik pada masa ini masih memperlihatkan pabrik-pabrik yang kotor dan pengap
sehingga kaum buruh tidak saja mengalami penderitaan fisik, tetapi juga psikis
karena mereka seolah-olah menjadi bagian dari mesin dan bekerja seperti mesin.
Terdapat pula berbagai macam pembagian kerja, misalnya buruh yang
pekerjaannya memutar sekrup, mengepak, mensortir dan sebagainya selama
berbulan-bulan bahkan dapat bertahun-tahun. Pekerjaan semacam itu tentu sangat
menjemukan dan dapat menekan jiwa, lebih-lebih banyak bekas petani yang
dahulu biasa bekerja di alam terbuka dapat memperoleh kepuasan batin dengan
melihat terwujudnya benda-benda hasil ciptaannya sendiri.

Para majikan yang telah menjadi kaya dan yang melihat negaranya menjadi
kuat dan disegani berkat usaha mereka, tidak mengalami kesulitan dalam
menemukan alasan-alasan mengapa kaum buruh sedemikian keadaannya. Mereka

8
menentang usaha-usaha pemerintahan untuk mencampuri dalam urusan-urusan
ekonomi yang dapat dianggap merugikan kepentingan mereka. Kaum borjuis atau
kapitalis yang mempunyai slogan “Laissez faire” (biarkan saja), pada awal
revolusi industri mampu menghadapi saingan dari manapun datangnya. Untuk
membela faham ini, mereka menunjuk pada bukti-bukti nyata berupa ekspansi
industri dan perdagangan Inggris yang dimungkinkan berkat tiadanya berbagai
perbatasan oleh pemerintah, berupa tarif-tarif, mereka menyayangkan banyak
kaum buruh yang hidup sengsara, tetapi keadaan ini bukan kesalahan siapapun,
melainkan sudah merupakan akibat “alamiah” berlakunya hukum-hukum ekonomi
demikian pandangan kaum kapitalis tersebut. Berbagai bentuk eksploitasi yang
dilakukan oleh para majikan terhadap buruh, mendorong munculnya ide tentang
martabat manusia yang menentang segala bentuk pemerasan seseorang oleh
orang lain, melainkan juga diusahakan untuk memberikan hidup yang layak bagi
setiap orang, kecuali penghapusan perdagangan budak, dengan mengadakan
peraturan upah minimal dan juga jam kerja maksimal bagi para pekerja,
kewajiban belajar untuk memberi dasar pada setiap orang dapat menentukan
hidupnya dengan sebaik mungkin, disitu juga diadakan perawatan umum bagi
orang-orang cacat dan cedera yang mempunyai hak untuk hidup seabgai manusia.

Proktariat industri tergabung dari perekonomian dunia dan mereka sangat


dieksploitasi. Organisasi pabrik, kebiasaan kehidupan di pabrik dan efisiensi
teknis, tidak memperhitungkan soal kemanusiaan dan nilai-nilai pekerja sebagai
manusia, maka akibatnya sebagai reaksi keras kerap kali timbul agitasi yang
berkobar-kobar.

2). Ciri-ciri Kapiatalisme

a) Usaha bebas

Negara-negara kapitalis mendorong perusahaan bebas, sistem ekonomi yang


mendorong kemakmuran dengan memungkinkan individu dan bisnis swasta
bersaing untuk mendapatkan laba. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan laba

9
dan meminimalkan biaya, mendorong persaingan yang kuat antar bisnis saat
mereka memenuhi permintaan konsumen.

b) Hak Milik

Kepemilikan lahan dan kepemilikan properti adalah dua hak individu utama
yang memungkinkan perusahaan swasta untuk beroperasi secara bebas tanpa
menyewakan tanah atau properti dari pemerintah. Pemerintah tidak memiliki
wewenang untuk menguasai atau mengelola operasi bisnis, kecuali jika
perusahaan terlibat dalam aktivitas ilegal.

c) Keterlibatan Pemerintah Minimal

Pemerintah memiliki keterlibatan minimal dan minim di pasar. Pendukung


kapitalisme percaya pada perpajakan terbatas, hak pemilik bisnis untuk mengatur
upah dan kebijakan tenaga kerja yang diwajibkan oleh pemerintah, selain dari
yang dirancang untuk memastikan keselamatan karyawan dan melindungi
terhadap praktik perekrutan yang tidak adil.

d) Motif keuntungan/laba

Motif utama di balik kapitalisme adalah untung. Bisnis swasta memiliki


kepentingannya sendiri, dan menghasilkan uang berada di urutan teratas. Karena
tujuan yang membuat diri sendiri tertarik dengan uang, para kapitalis menyadari
bahwa beberapa perusahaan tidak akan bertahan dalam dunia bisnis yang
kompetitif. Mereka memahami bahwa ada dampak negatif, pembelian dan
kebangkrutan. Namun, negatif ini sering memberi pemilik waktu untuk mengatur
kembali dan merestrukturisasi atau menghasilkan uang ketika mereka menjual.

e) Kebebasan Memilih Pekerjaan 

Dalam ekonomi kapitalis, seseorang bebas memilih pekerjaan apa pun.


Kebebasan memilih ini memungkinkan individu untuk memasuki bidang di mana
mereka memiliki pengetahuan dan membeli properti, yang menghasilkan
keuntungan maksimum. Kebebasan jenis ini memungkinkan pengusaha untuk

10
mendapatkan keuntungan dari bisnis mereka. Lebih banyak sumber daya mengalir
ke area di mana hasil lebih banyak.

4. PENGERTIAN EKONOMI KAPITALIS

Sistem ekonomi kapitalis adalah suatu sistem yang memberikan kebebasan


yang cukup besar bagi pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan yang
terbaik bagi kepentingan individual atas sumberdaya-sumberdaya ekonomi. Pada
sistem ekonomi ini terdapat keleluasaan atau kebebasan bagi perorangan untuk
memiliki sumber daya, seperti kompetisi antar individu dalam memenuhi
kebutuhan hidup, persaingan antar badan usaha dalam mencari keuntungan.
Prinsip dari pada keadilan yang dibangun dalam system ekonomi kapitalis adalah
ekonomi kapitalis adalah setiap orang menerima imbalan berdasarkan prestasi
kerjanya. Dalam hal ini campur tangan pemerintah sangat minim, sebab
pemerintah berkedudukan sebagai pengamat dan pelindung dalam perkonomian.6

Kerangka Dasar Ekonomi Kapitalis

1) Kelangkaan (Scarcity) Sumber-sumber Ekonomi

Terciptanya kelangkaan oleh karena adanya benturan antara kebutuhan


manusia yang tidak terbatas dengan terbatasnya (langkanya) barang-barang
ekonomi yang tersedia dalam usaha menjembatani hal tersebut adalah dengan
jalan menambah jumlah produksi barang dan jasa sebanyak-banyaknya agar
kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat diperkecil, adanya kelangkan
sumber-sumber ekonomi maka para ekonomi kapitalis melihat 3 pokok
permasalahan ekonomi yang harus dipecahkan.

a) Apa yang harus diproduksi dan dalam jumlah berapa (What) ?


menyangkut barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, dan menyangkut
singkronisasi antara kebutuhan manusia dengan daya belinya.
b) Bagaimana sumber-sumber ekonomi (faktor-faktor produksi) yang tersedia
harus dipergunakan untuk memproduksi barang-barang tersebut (HOW) ?
6
Agustiati, “Sistem Ekonomi Kapitalis”. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Fisip
Untad. Vol. 1 No. 2, Hal. 152.

11
menyangkut tentang tehnik produksi (mengkombinasikan factor-faktor
produksi untuk mendapatkan output yang optimal).
c) Untuk siapa barang tersebut di produksi (for Whom) ? menjawabnya
dengan pembahasan teori harga, yaitu peranan harga dalam menentukan
produksi-komsumsi-distribusi. Dengan cara pandang seperti ini, maka bagi
sistem ekonomi kapitalis, solusi ekonomi yang harus ditempuh secara
mikro adalah peningkatan produksi sebanyak-banyaknya, dan secara
makro mengejar pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya.
2) Pandangan tentang Nilai (value) Barang

Dalam sistem ekonomi kapitalis nilai merupakan sesuatu yang sangat urgen.
Karena nilai merupakan suatu sarana untuk melihat faedah suatu barang dan jasa,
juga untuk menentukan kemampuan produsen dan konsumen. Ada dua kategori
tentang nilai barang dan jasa yaitu yang berkaitan dengan nilai kegunaan suatu
barang bagi individu yang disebut nilai guna (utility value), dan yang berkaitan
dengan nilai suatu barang terhadap barang lainnya disebut nilai tukar (Exchange
value).

Nilai Guna dalam sistem ekonomi kapitalis di wakili pandangan teori


kepuasan batas atau teori kepuasan akhir. Yang dimaksud dengan teori kepuasan
batas atau guna marginal ialah kepuasan atau nilai kegunaan yang diperoleh
seseorang (konsumen) dari mengkomsumsi unit terakhir baran dan jasa yang
dikomsumsinya nilai guna dalam pandangan sangat subyektif bagi setiap individu.
Dalam pengukuran nilai guna, diasumsikan bahwa tingkat kepuasan seseorang
dapat diukur. Sedangkan satuan ukur untuk mengukur kepuasan seseorang di
sebut util (satuan kepuasan).

3) Nilai tukar (Exchange value)

Menurut kapitalisme didefinisikan sebagai kekuatan tukar suatu barang


dengan barang lainnya atau nilai suatu barang yang diukur dengan barang lainnya.
Misalnya dalam suatu masyarakat nilai satu liter beras setara dengan tiga liter
jangung. Untuk menghindari kesulitan penaksiran nilai tukar suatu barang dengan

12
barang lainnya, maka harus ada alat tukar yang menjadi ukuran bagi semua barang
dan jasa. Uang merupakan alat tukar yang memudahkan transaksi. Pertemuan
antara uang dengan barang yang dinilai dengan sejumlah uang disebut harga
(price). Jadi harga merupakan sebutan khusus nilai tukar suatu barang. Atau dapat
dikatakan perbedaan antara nilai tukar dengan harga, adalah nilai tukar merupakan
penisbatan pertukaran suatu barang dengan barang lainnya secara mutlak,
sedangkan harga merupakan penisbatan nilai tukar suatu barang dengan uang.

5. LATAR BELAKANG, SEJARAH, DAN DEFINISI SOSIALISME

Sosialisme adalah salah satu ideologi yang cukup berpengaruh dalam


perkembangan politik internasional. Pada awal abad ke-19, sosialisme muncul
sebagai alternatif bagi berkembangnya liberalisme dan kapitalisme yang bagi
beberapa pihak dianggap tidak mampu mewujudkan kondisi ideal masyarakat.
Ada sosialisme moderat yang menempuh cara-cara yang 'lunak' di dalam
memperjuangkan idealismenya, namun ada pula sosialisme 'radikal' yang
berusaha mewujudkan kondisi ideal masyarakat dengan cara revolusi. Meskipun
pada akhirnya sosialisme tidak banyak dianut oleh negara di dunia, satu hal yang
menarik bagi peneliti adalah bahwa ideologi ini sempat menjadi pusat perhatian
dunia politik internasional, termasuk juga perhatian para pendiri negara (founding
fathers) Indonesia yang kemudian melahirkan Pancasila sebagai dasar filsafat dan
ideologi negara Indonesia.7

1. Sejarah Sosialisme

Sosialisme merupakan reaksi terhadap revolusi industri dan akibat-akibatnya.


Awal sosialisme yang muncul pada bagian pertama abad ke-19 dikenal sebagai
sosialis Utopia. Sosialisme ini lebih didasarkan pada pandangan kemanusiaan
(humanitarian), dan meyakini kesempurnaan watak manusia. Penganut paham ini
berharap dapat menciptakan masyarakat sosialis yang dicita-citakan dengan
kejernihan dan kejelasan argumen, bukan dengan cara-cara kekerasan dan
revolusi.
7
Reno Wikandaru dan Budhi Cahyo, Op. Cit., h. 114-115.

13
Paham sosialis berkeyakinan perubahan dapat dilakukan dengan cara-cara
damai dan demokratis. Paham sosialis juga lebih luwes dalam hal perjuangan
perbaikan nasib buruh secara bertahap, dan dalam hal kesediaan berperan serta
dalam pemerintahan yang belum seluruhnya menganut sistem sosialis. Paham ini
banyak diterapkan di negara-negara Eropa Barat.8

Menurut ahli-ahli penyelidik di dunia, paham sosialisme dalam gerakannya


yang teratur belumlah lama usianya. Pemakaian perkataan sosialisme yang
pertama kalinya masih dipertahankan orang dalam lingkungan permulaan abad
XIX yang baru lalu. Ada yang mengatakan bahwa perkataan itu pada mulanya
dipakai sebagai keterangan Grunberg, pada tahun 1803 oleh pendeta Itali yang
bernama Giuliani. Dalam pemakaian pertama itu, “sosialisme” disamakan dalam
arti “Katholicisme” sebagai lawan dari “Protestanisme”. Di Inggris, perkataan itu
pertama kali dipakai oleh pengikut-pengikut Robert Owen pada tahun 1827.
Adapun Perancis, yang pertama memakainya ialah Vinet. Penulis Prancis L.
Rebaud yang mengarang Etudes sur les reformateurs ou sosialistes modernes,
menganggap dirinya sebagai orang yang pertama kali mendapatkan perkataan itu.
Sekalipun muda umurnya, yang kurang lebih baru satu setengah abad. Perkataan
sosialisme menimbulkan perbedaan pendapat dalam mendefinisikan perkataan
tersebut. Perdebatan yang sengit dalam Majelis Rendah Inggris pada tahun 1923
tentang arti perkataan “sosialisme” adalah bukti yang setegas-tegasnya atas hal
tersebut. Penulis Prancis, Janet berpendapat bahwa sosialisme ialah tiap-tiap
ajaran yang mengajarkan bahwa negara berhak memberikan ketidakrataan
kekayaan yang ada di antara manusia, dan berhak melaksanakan keseimbangan
menurut hukum, dengan jalan mengambil dari mereka yang mempunyai kelebihan
untuk diberikan kepada mereka yang kekurangan dan tindakan ini jangan hanya
diambil terus-menerus.9

2. Definisi Sosialisme

8
Ramlan Surbakti, Op. Cit., hlm. 48.
9
Rabiatul Adawiah, “Perspektif Beberapa Ideologi Tentang Ekonomi (Sebuah Kajian
Filsafat Ekonomi)”. Jurnal Sudi Ekonomi. Vol 3 No.2, 2012, h. 178.

14
Secara etimologi, istilah sosialisme atau dalam bahasa Inggris disebut dengan
istilah socialism berasal dari bahasa Perancis, yaitu “sosial” yang berarti
“kemasyarakatan”. Secara historis, istilah sosialisme pertama kali muncul di
Perancis sekitar tahun 1830. Umumnya sebutan itu dikenakan bagi aliran atau
pandangan yang masing-masing hendak mewujudkan masyarakat yang
berdasarkan pada hak milik bersama terhadap alat-alat produksi, dengan maksud
agar produksi tidak lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau lembaga
perorangan atau swasta yang hanya memperoleh laba, semata-mata untuk
melayani kebutuhan masyarakat.

Sosialisme, di dalam Encyclopedia of Social History di definisikan sebagai


“sebuah istilah yang mengacu pada sebuah pergerakan atau sebuah teori
organisasi sosial yang menginginkan kepemilikan atau pengontrolan secara
bersama-sama terhadap produksi dan distribusi. Sosialisme, pertama kali muncul
sebagai reaksi atas berkembangnya industrialisme dan kapitalisme pada abad 19-
20. Kebanyakan dari teoritisi sosialisme menyarankan pentingnya kerja sama,
perencanaan, dan kepemilikan publik, untuk melawan kompetisi dan pencarian
laba individual sebagaimana digagas oleh kapitalisme”. Salah satu ciri khas dari
pemikiran sosialisme adalah pengendalian harta dan produksi serta kekayaan oleh
kelompok. 10

6. CITA-CITA DAN NILAI-NILAI AJARAN SOSIALISME

Berikut adalah objek material yang menjadi bahasan dalam sosialisme yang
dirangkum dalam pandangan pokok, nilai-nilai, serta cita-cita ajaran sosialisme11 :

1. Sosialisme beranggapan bahwa pemilikan bersama merupakan cara hidup


yang paling baik, dengan sedikit hak milik atau tidak ada hak milik sama
sekali.
2. Sosialisme tidak menyukai adanya hak milik pribadi karena hak milik
pribadi membuat manusia egois dan menghancurkan keselarasan
masyarakat yang alami.
10
Reno Wikandaru dan Budhi Cahyo, Op. Cit., h. 116-117.
11
Ibid, h. 123-124.

15
3. Sosialisme menyerukan persamaan hak bagi semua lapisan, golongan, dan
kelas masyarakat dalam menikmati kesejahteraan, kekayaan dan
kemakmuran.
4. Tugas negara adalah mengamankan sebanyak mungkin faktor produksi
untuk kesejahteraan seluruh rakyat, dan bukan terpusat pada kesejahteraan
pribadi.
5. Sosialisme menganggap bahwa kapitalisme memiliki sifat yang jahat,
yaitu: kapitalisme menghasilkan sistem kelas, kapitalisme adalah sistem
yang tidak efisien, serta kapitalisme merusak sifat manusia karena
cenderung membuat orang berlaku kompetitif, tamak, egois, dan kejam.
6. Nilai-nilai utama dalam sosialisme adalah kesamaan, kerja sama, dan kasih
sayang.
7. Produksi dilakukan atas dasar kegunaan dan bukan untuk mencari
keuntungan semata-mata.
8. Persaingan yang kompetitif digantikan dengan perencanaan.
9. Setiap orang bekerja demi komunitas dan memberi kontribusi pada
kebaikan bersama sehingga muncul kepedulian terhadap orang lain.

Sosialisme berusaha untuk merealisasikan gagasan di atas dalam level realitas


melalui berbagai tindakan, baik tindakan politik maupun tindakan ekonomi, dalam
bentuk sistem ekonomi sosialis. Dari keseluruhan paham sosialisme ini dapat
disimpulkan antara lain sebagai berikut:

a. Semua orang adalah bersaudara;


b. Pengaturan sama rata sama rasa;
c. Perbedaan kelas kaya dan miskin dihapuskan;
d. Kaum buruh tani dikelola dalam partai sosialis.12

12
Rabiatul Adawiah, Op. Cit., h. 184.

16
BAB III
STUDI KASUS
“Mengapa Aksi Demonstrasi di Indonesia Identik dengan Bakar-Bakar
di Tengah Jalan?”
Artikel ini telah tayang di Kompas.com 
Penulis Dandy Bayu Bramasta | Editor Sari Hardiyanto KOMPAS.com
Pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja berbuntut panjang. Sejumlah
elemen mulai dari buruh hingga mahasiswa di sejumlah daerah turun ke jalan
menentang pengesahan tersebut. Mereka menilai UU Cipta Kerja tersebut bakal
merugikan buruh dan pekerja. Aksi unjuk rasa menyampaikan pendapat yang
awalnya berjalan tertib, lantas berubah menjadi ricuh. Hal itu terjadi di sejumlah
daerah.  Aksi membakar ban, lempar batu, hingga tembakan gas air mata untuk
membubarkan massa pun terlihat di sejumlah daerah. Muncul pertanyaan,
mengapa aksi demontrasi di Indonesia selalu identik dengan aksi bakar
membakar?

Simbol Tertentu

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono


mengatakan, aksi membakar barang seperti ban bekas atau barang lainnya adalah
suatu simbol tertentu. Simbol tersebut ditujukan kepada semua publik dan pihak
yang didemo bahwa permasalahan yang disuarakan sudah membara. "Bakar-
bakaran dalam demo itu merupakan sebuah simbol yang ditunjukkan ke publik
dan semua orang bahwa masalah itu sudah membara," kata Drajat saat dihubungi
Kompas.com, Rabu (14/10/2020).

Bentuk Perlawanan

Atau dengan kata lain, lanjutnya, masalah itu sudah besar dan menyala atau
membara seperti api yang dibakar tadi. Menurutnya, ada satu peringatan di balik
pembakaran tersebut yakni sebagai peringatan bahwa siapa saja terutama pihak
yang didemo, akan terbakar dan hangus hingga habis. "Ini suatu simbol yang
dipakai sebagai sebuah bentuk ikatan untuk perlawanan terhdap pihak yang

17
didemo," paparnya. Aksi bakar-bakar tersebut juga dijadikan simbol semangat
bahwa mereka sudah sampai pada titik yang serius. "Tidak sekedar menyuarakan
pendapat, diterima atau tidak diterima lalu pulang. Tidak sekedar loncat-loncat,
tetapi bakar-bakar tadi bisa diibaratkan mereka sudah di level puncak," imbuhnya.
Oleh sebab itu, untuk menggambarkan adanya demo yang serius dan besar,
biasanya dibakarlah barang seperti ban dan membuat gejolak api yang tinggi.
Drajat mengungkapkan, demo dengan membakar ban sudah terjadi sejak lama,
khususnya di kota-kota besar. "Demo dengan bakar ban dari dulu biasa terjadi di
kota-kota, khususnya di tengah jalan raya. Ini cara efektif melumpuhkan jalur
transportasi di kota dan sekaligus bagus untuk menarik perhatian orang di jalan,"
pungkasnya.

18
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan studi kasus yang telah dilansir dari media berita kompas.com,
terdapat sebuah topik yang tertarik untuk dibahas oleh para pemakalah, yakni
terkait dengan aksi rusuh setiap demonstrasi. Untuk demonstrasi saat ini, kami
akan membahas terkait demonstrasi RUU Cipta Kerja karena disesuaikan dengan
waktu dan maksud yang sudah tercantum pada studi kasus yang kami berikan.
Sebelum membahas terperinci lebih jauh, kami akan menjelaskan secara singkat
terlebih dahulu sebagai pengantar menuju pembahasan. Awal mulanya, aksi
penolakan oleh sebagian besar mahasiswa dan kaum buruh ini dilandasi oleh
ketidaksepakatan terkait RUU Cipta Kerja, sehingga dengan adanya beberapa
rancangan yang menurut beberapa pihak merugikan masyarakat. Maka muncullah
gerakan demonstrasi terkait RUU Cipta Kerja dari berbagai kalangan dan juga
berbagai daerah. Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas terkait unjuk
rasa yang berakhir rusuh tersebut.

Aksi bakar-membakar pasca demonstrasi mengandung perhatian bagi


masyarakat, tentunya ada yang bersikap pro-kontra. Namun, dalam hal ini kami
mengamati bahwa lebih banyak netizen yang tidak setuju terhadap perlakuan
tersebut dikarenakan aksi tersebut bernilai sangat merugikan bagi masyarakat.
Misalnya, mengganggu aktivitas umum, merusak fasilitas negara yang nantinya
akan digunakan oleh masyarakat, terlebih lagi akan mengganggu mereka yang
ingin menggunakan transportasi publik. Jika dilihat berdasarkan tiga pandangan
yaitu, liberalisme, kapitalisme, dan sosialisme tentu akan mendapatkan suatu
gagasan baru.

Pertama, dalam pandangan liberalisme. Aksi ricuh pasca demonstrasi


mengarah pada pandangan tersebut. Pasalnya, aksi demonstrasi yang berakhir
ricuh dengan membakar ban atau fasilitas umum lainnya dinilai terlalu berlebihan
atau terlalu bebas, walaupun terdapat makna yang mendalam bagi mereka, seperti
yang sudah disebutkan dalam media kompas.com bahwa hal tersebut memiliki arti
bahwa emosi mereka sudah membara dan sebagai bentuk penolakan, tetapi tidak

19
ada yang membenarkan bahwa segala masalah harus diselesaikan dengan
kekerasan. Kita menganut Pancasila, yang mana sesuai dengan sila ke-3, yakni
persatuan Indonesia. Hal tersebut menandakan bahwa kesatuan masyarakat di
negara kita sudah dipertanyakan. Tentu, kita disini melihat dari berbagai sisi,
bukan hanya pada satu sisi. Namun, hal tersebut dinilai lebih banyak
mengakibatkan efek negatif dibanding positifnya, yang kemudian aksi ricuh
tersebut merugikan banyak pihak.

Kedua, terkait dengan Pandangan kapitalisme, yang ingin dikatakan bahwa


sesuai dengan pandangan kapitalisme adalah justru RUU Cipta Kerja yang
menganggap bahwa pemilik modal ialah yang berkuasa dibandingkan para buruh.
Singkatnya, seperti pihak yang berhak menentukan waktu bekerja para buruh
adalah hanya pemilik modal, sementara buruh hanya patuh menerima peraturan
tanpa adanya musyawarah terbuka, dan juga tidak ada batasan kontrak selesai
yang membuat pelaku usaha terus-menerus menggunakan pegawai kontrak. Hal
tersebut sangat jelas bahwa lebih menguntungkan para pemilik modal
dibandingkan para buruh yang belum memiliki status tetap dalam perusahaan
tersebut. Jadi, pandangan kapitalisme ini lebih mengarah pada isi yang termaktub
dalam RUU Cipta Kerja, bukan bagaimana berlangsungnya aksi bakar-membakar
pada saat demonstrasi.

Ketiga, dalam Paandangan sosialisme mengacu pada sikap masyarakat yang


saling membantu untuk menolak permasalahan tersebut. Seperti yang kita
ketahui bahwa nilai-nilai ajaran sosialisme adalah menyerukan persamaan hak
bagi semua lapisan, golongan, dan kelas masyarakat dalam menikmati
kesejahteraan, kekayaan dan kemakmuran. Hal tersebut, sesuai dengan sikap
yang diambil oleh beberapa kalangan seperti mahasiswa dan kaum buruh yang
ikut turun ke jalan dalam menyerukan kebenaran. Demonstrasi merupakan
sebuah sikap sosialisme. Oleh karena itu, sosialisme hadir untuk mewujudkan
kemakmuran bersama melalui usaha kolektif, krena dalam sosialisme,
kebebasan individu dikesampingkan dan akan diganti dengan mengutamakan

20
pemerataan kesejahteraan bersama. Paham ini mengacu pada hidup besama
dalam kedamaian.

21
BAB III
PENUTUP
Dalam masyarakat modern, liberalisme, kapitalisme, dan sosialisme akan
dapat tumbuh dalam sistem demokrasi. Antara demokrasi sama-sama
mendasarkan kebebasan mayoritas. Ketiga ideologi tersebut berkembang dalam
masing-masing suatu negara. Namun, dalam hakikatnya ketiga pemahaman
tersebut tidak dianut oleh bangsa Indonesia, konsep ideologi politik dan dasar
negara yang mengarah pada tatanan hidup bermasyarakat dan bernegara bagi
bangsa Indonesia adalah Pancasila. Semua masyarakat sudah mengakui bahwa
negara kita berprinsip dan sudah berpegang teguh dengan berlandaskan Pancasila
dalam kehidupan sehari-harinya.

Mengenai pandangan tentang liberalisme, kapitalisme, dan sosialisme


diartikannya sebagai sesuatu tatanan pemikiran dan keyakinan seseorang atas
identitas, terlebih peran-peran pribadi dalam berkehidupan. Ketika membicarakan
hal ini, Oleh karenanya, ketiganya yang dipahami dalam pemikiran merupakan
satu bentuk perusakan keberagamaan umat beragama. Pengaruh lain yang begitu
membahayakan mengenai hal itu, ketika kesesatan justru diajarkan dan
disistematisasikan diberlakukan. Mulai dari tendensi keilmuan, parameter,
kebenaran serta sejumlah sisi yang dipolitisasi. Jika demikian, mau tidak mau
mereka yang ada didalamnya, sedikit atau banyak terjadi kejadian kisruh yang
lainnya.

1. Saran
Beberapa saran dari kami:
1. Kami menghimbau agar para pembaca memahami isi makalah ini sebaik-
baiknya sehingga dapat mengamalkan dengan ilmu yang dimilikinya.
2. Kami berharap agar pembaca dapat memberikan krtitik dan saran yang
membangun mengenai makalah ini, karena penulis meyakini bahwa
makalah ini masih jauh dari kata “sempurna”, karena keterbatasan
kemampuan penulis. Serta kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

22
DAFTAR PUSTAKA

Adawiah, Rabiatul. (2012). Perspektif Beberapa Ideologi Tentang Ekonomi


(Sebuh Kajian Filsafat Ekonomi). Jurnal Studi Ekonomi. Vol. 3 (No. 2).

Agustiati. (2005). Sistem Ekonomi Kapitalis. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Fisip Unpad. Vol. 1 (No. 2).

Aida, Ridha. Liberalisme dan Komunitarianisme : Konsep tentang Individu dan


Komunitas. Jurnal Universitas Negeri Padang. Vol. IV (No. 2).

Surbakti, Ramlan. (1992). Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grafindo.

Wikandaru, Reno dan Budhi Cahyo. Landasan Otologis Sosialisme. Jurnal


Filsafat. Vol. 26 (No. 1).

Anda mungkin juga menyukai