Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap bangsa di dunia ini selalu memiliki pijakan untuk berdiri. Pijakan
tersebut diibaratkan seperti pondasi pada sebuah bangunan. Jika suatu
bangunan memiliki pondasi yang tidak kuat, maka tidak menutup
kemungkinan bangunan itu akan mudah runtuh atau rusak saat sedikit saja
terkena gangguan. maka pondasi itu haruslah kuat dan kokoh. Demikianlah
pijakan itu yang kita kenal dengan sebutan ‘ideologi’. Idelogilah yang
dijadikan dasar atas berdirinya suatu negara, karena jika suatu bangsa/negara
tidak memiliki alasan dan tujuan mengapa negara itu dapat terbentuk, maka
negara tersebut akan mudah untuk dikolonialisme oleh bangsa lain dan akan
mudah goyah terombang-ambing bahkan bisa saja menjadi runtuh. Begitu
pentingnyalah suatu ideologi bagi suatu bangsa.
Berhubungan dengan ideologi, terdapat banyak sekali ideologi bangsa di
dunia ini, seperti contohnya Indonesia dengan ideologi Pancasilanya, negara-
negara yang menganut komunisme, sosialisme, dan ada pula liberalisme yang
mengedepankan hak asasi individunya. Liberalisme bisa dianggap salah satu
ideologi besar di dunia. Pengaruhnya pun terasa dalam perkembangan
berbagai paham utamanya pada masa-masa globalisasi seperti saat ini yang
mungkin tidak disadari secara langsung. Liberalisme yang terbentuk atas dasar
rasionalitas yang diciptakan para golongan intelektual ini kian memasuki
paham-paham yang ada melalui berbagai bidang bukan hanya ekonomi,
namun semakin merajalela pada berbagai dimensi kehidupan. Namun tidak
dapat dipungkiri bahwa setiap negara memiliki haknya masing-masing untuk
memilih paham yang mereka anut. Maka dari itu penulis menyusun makalah
ini yang berjudul “Ideologi Liberalisme” untuk mengetahui bagaimana
terbentuknya ideologi liberal ini dan apa yang menjadi kelebihan juga
kekurangan dari ideologi ini, perkembangannya, serta bagaimana ideologi ini
dapat memengaruhi negara-negara lain sampai pada dewasa ini.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar Ideologi Liberalisme?
2. Bagaimana sejarah Ideologi Liberalisme?
3. Bagaimana perbandingan antara Ideologi liberalosme klasik dengan
neoliberalisme?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui konsep dasar dari Ideologi Liberalisme
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah Ideologi Liberalisme
3. Untuk mengetahui perbandingan antara Ideologi Liberalisme klasik
dengan Neoliberalisme

2
BAB II

ISI

2.1. Konsep Dasar Ideologi Liberalisme


2.1.1. Pengertian Liberalisme
Liberalisme adalah ideologi, pandangan filsafat dan tradisi politik yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang
utama. Istilah ‘liberalisme’ diambil dari bahasa Latin yaitu liber, yang
mempunyai arti bebas atau merdeka. Secara umum, liberalisme mencita-
citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi
para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari
pemerintah dan agama. Liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya
dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern, liberalisme akan
dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-
sama mendasarkan kebebasan mayoritas (Sukarna, 1981).
Dalam hal ini dikatakan bahwa liberalisme adalah paham yang
memperbolehkan kebebasan dalam segala bidang bermasyarakat, seperti
bidang ekonomi, agama atau politik. Pada dasarnya liberalisme itu ingin
mencita-citakan pada masyarakatnya untuk mendapat kebebasan dalam
berpendapat atau tidak adanya pembatasan untuk pemerintah dan agama.
Secara tidak langsung paham ini mengemukakan bahwa dalam hidup ini ialah
tentang individu, karena setiap individu mempunyai kebebasan dalam bidang
ekonomi, agama dan politik (Sukarna, 1981).
2.1.2. Tokoh-Tokoh Liberalisme
1. Rene Descartes
Menurutnya untuk memperoleh pengetahuan yang terang dan jelas maka
terlebih dahulu kita harus meragukan segala sesuatu .
2. Benedictus de Spinoza
Spinoza telah membuktikan bahwa Tuhan, substansi dan penyebab dalam
dirinya, ketiga-tiganya ini identik.
3. John Locke 

3
Pemikiran Locke didasarkan pada premis semua pengetahuan datang dari
pengalaman. Ia berkata,  “Pengetahuan kita itu kita peroleh lewat intuisi.
Eksistensi Tuhan, akallah yang memberitahukannya kepada kita”.
4. David Hume
Hume menyatakan, sebagaimana Locke, bahwa semua pengetahuan
dimulai dari pengalaman indera sebagai dasar, kesan adalah basis
pengetahuan. 
5. Herbert Spencer 
Menurut Spencer, kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena atau
gejala-gejala. Memang benar di belakang gejala-gejala itu ada suatu dasar
absolute, tapi yang absolute itu tidak dapat kita kenal. 
6. Hobbes (1588 – 1679) berpandangan bahwa dalam ‘’State of Nature’’,
individu itu pada dasarnya jelek (egois), sesuai dengan fitrahnya. Namun,
manusia ingin hidup damai. Oleh karena itu mereka membentuk suatu
masyarakat baru, suatu masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat
perjanjian demi melindungi hak-haknya dari individu lain di mana
perjanjian ini memerlukan pihak ketiga (penguasa) (Deliar, 1998).

2.1.3. Negara-negara yang Menganut Ideologi Liberal


Liberalisme dianut oleh negara-negara di berbagai benua, seperti di
Benua Amerika diantaranya dianut oleh Amerika Serikat, Argentina, Bolivia,
Brazil, Cili, Cuba, Kolombia, Ekuador, Honduras, Kanada, Meksiko,
Nikaragua, Panama, Paraguay, Peru, Uruguay, Venezuela Aruba, Bahamas,
Republik Dominika, Greenland, Grenada, Kosta Rika dan Puerto Rico
Suriname. Liberlisme juga dianut oleh beberapa negara di benua Eropa yaitu
Albania, Armenia, Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Cyprus, Republik
Cekoslovakia, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani,
Hungaria, Islandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luxembourg, Macedonia,
Moldova, Netherlands, Norwegia, Polandia, Portugal, Romania, Rusia,
Serbia Montenegro, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Switzerland,
Ukraina dan United Kingdom Belarusia, Bosnia-Herzegovina, Kepulauan
Faroe, Georgia, Irlandia dan San Marino.  Sedangkan di benua Asia, negara
yang menganut ideologi liberal yaitu India, Iran, Israel, Jepang, Korea

4
Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand, Turki Myanmar, Kamboja, Hong Kong,
Malaysia dan Singapura (Humaira, 2014).
2.1.4. Liberalisme dalam berbagai Bidang
Kedahsyatan pengaruh paham Liberalisme menyebar hampir ke
seluruh global dan tentunya juga memberikan pengaruh pada berbagai aspek
dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Wujud dari pengaruh paham
Liberalisme tersebut, antara lain sebagai berikut (Syifa, 2017):
a. Bidang Politik
Pengaruh paham Liberalisme dalam bidang politik ditandai dengan
munculnya paham demokrasi dan nasionalisme nan menyebar di berbagai
negara. Akibat dari kemunculan demokrasi dan nasionalisme ini, antara lain
memberikan suntikan semangat buat meraih kemerdekaan bagi bangsa nan
masih terjajah, mulai diberlakukan PEMILU (Pemilihan Umum) buat
memilih anggota parlemen dimana pemilihnya ialah dari seluruh anggota
masyarakat.
b. Bidang Ekonomi
Pengaruh paham Liberalisme dalam bidang ekonomi ditandai dengan
munculnya sistem perekonomian liberal nan menghendaki perdagangan
bebas serta menolak campur tangan pemerintah.
c. Bidang Agama
Pengaruh paham Liberalisme dalam bidang agama ditandai dengan
adanya kebebasan beragama bagi tiap individu tanpa ada paksaan atau
tekanan dari pihak manapun buat memeluk suatu agama tertentu.
d. Bidang Pers
Pengaruh paham Liberalisme dalam bidang pers ditandai dengan adanya
kebebasan berekspresi dan berkarya bagi artis serta kebebasan bagi wartawan
buat menulis dan memuat warta apapun nan benar-benar diketahuinya.
e. Bidang Sosial
Pengaruh paham Liberalisme dalam bidang sosial ditandai dengan adanya
emansipasi wanita serta penyetaraan gender nan menempatkan wanita sejajar
dengan pria serta mendapatkan kesempatan nan sama dalam berbagai hal,
seperti pendidikan dan karir.

5
2.1.5. Ciri Ciri Ideologi Liberalisme
Ciri-ciri Ideologi Liberal
1. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
2. Masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh.
3. Kebebasan berbicara,dan kebebasan pers.
4. Kekuasaan terhadap kekuasaan yang lain merupakan hal yang buruk.
(Ramlan Subakti, 1992 hlm .43).
Dari ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa ideologi liberal benar-benar
menagnut kebebasan akan hak-hak individu, dimana hak-hak tersebut
meliputi hak politk,ekonomi,sosial. Masyarakat yang mennganut ideologi
liberal dapat mensuarakan poendapatnya dengan bebas. Demokrasi
merupakan sesuatu yang amat penting di dalam negara yang menganut
ideologi liberal seperti Amerika walaupun Indonesia yang bukan negara
liberal juga menganut paham demokrasi. Ideologi Liberal terkadang juga
memiliki dampak yang buruk dimana kebebasan yang terlalu berlebihan bagi
masyarakat. Liberalisme tidak dicpitakan dari orang-orang biasa namun lahir
dari golongan ilmiah yang ingin menambah pengetahuan pada masa abad
pertengahan.
2.1.6. Kelebihan dan Kekurangan Ideologi Liberalisme
Keunggulan Ideologi Liberal
1. Menumbuhkan kreatifitas masyarakat.
2. Individu bebas mengolah sumber daya yang dimiliki, sehingga dapat
mengembangkan diri.
3. Timbul Persaingan untuk maju sehingga menumbuhkan ekonomi.
4. Kontrol sosial dalam pers sehingga pemerintah dapat terkontrol segala
kegiatanya.
5. Kebebasan politik di dalam masyarakat sehingga terjadi persamaan
golongan. (Ramlan, 1992, hlm.46)
Kekurangan demokrasi liberal
1. Timbul persaingan yang tidak sehat karena kebebasan karena
persaingan.
2. Kebeasan Pers yang berlebihan menimbulkan gejolak dalam masyarakat

6
3. Eksploitasi manusia, karena di sini berasas kebeasan maka masyarakat
menganggap ekploitasi manusia merupakan hak kebebasan mereka
4. Politik yang tidak sehat, terkadang politik dalam demokrasi liberal
menghalalkan segala cara karena paham kebebasan
5. Monopoli terhadap laum miskin. (Ramlan, 1992, hlm.47)
Ideologi liberal memiliki kelebihan dan kekuranaga. Salah satu kelebihan
dari demokrasi liberal adalah kebebasan pers dan politik yang luar biasa,
sehingga masyarakat dapat bebas menentukan hak dan pilihanya, selain itu
masyarakat dapat mengembangkan potensi yang dimiliki dirinya sehingga
timbul persaingan untuk memnajukan negara. rata-rata negara yang
menganutn ideologi liberal memiliki tingkat kemajuan yang sangat tinggi
seperti Amerika Serilat , dan negara-negara di Eropa Barat. Salah satu bukti
kebebasan politik.
Namun negara dengan demokrasi liberal juga memiliki kekurangan
seperti kebebasa pers yang terlalu berlebihan sehingga banyak berita-berita
yang dibuat oleh media yang menimbulkan konflik dalam masyarakat, selain
itu dunia politik di negara yang menagnut paham ideologi liberal memiliki
kegiatan politik yang tidak sehat karena kebebasan tersebut membuat para
aktor politik bebas melakukan apapun yang diiinginkanya untuk mencapai
tujuan. Dalam ideologi liberal juga membuat persaingan yang tidak sehat
karena dalam ideologi liberal masyarakat bebas dalam pengembangan
ekonomi maka orang-orang dengan dana modal yang tinggi dapat menguasai
orang-orang biasa.
2.2. Sejarah Ideologi Liberalisme
Sejarah liberalisme dimulai dari zaman Renaissance, sebagai reaksi
terhadap ortodoksi religius. Saat itu kekuasaan gereja mendominasi seluruh
aspek kehidupan manusia. Semua aturan kehidupan ditentukan dan berada
dibawah otonomi gereja. Hasilnya, manusia tidak memiliki kebebasan dalam
bertindak, otonomi individu dibatasi dan bahkan ditiadakan. Kondisi ini
memicu kritik dari berbagai kalangan, yang menginginkan otonomi individu
dalam setiap tindakan dan pilihan hidup. Otonomi individu dipahami sebagai
keterbebasan dari determinasi dan intervensi eksternal, berupa pembatasan,

7
pemaksaan atau berbagai bentuk ancaman dan manipulasi, dalam melakukan
tindakan. Menurut liberalisme, individu adalah pencipta dan penentu
tindakannya. Dengan konsep seperti ini, maka kesuksesan dan kegagalan
seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh tindakan-tindakannya dan
pilihan-pilihan terhadap tindakan tersebut. Intinya, manusia memiliki
kebebasan dalam hidupnya, manusia adalah pribadi yang otonom (Ahida,
2005).
Dalam perkembangannya, ada dua corak liberalisme, liberalisme yang
dipelopori oleh John Locke dan liberalisme yang dipelopori oleh Jean
Jacques Rousseau. John Locke berpendapat bahwa kebebasan yang menjadi
nilai dasar liberalisme dipahami sebagai ketidakhadiran intervensi eksternal
dalam aktivitas-aktivitas individu. Kebebasan adalah hak properti privat.
Karenanya, pemerintah bersifat terbatas (minimal) terhadap kehidupan
warganya. Untuk itu harus ada aturan hukum yang jelas dan lengkap dalam
menjamin kebebasan sebagai hak properti privat ini. Corak liberalisme ini
kemudian mendasari dan menginspirasi munculnya libertarianisme yang
dipelopori oleh Alexis de Tocqueville, Friedrich von Hayek dan Robert
Nozick (Ahida, 2005).
Di sisi lain Rousseau berpendapat bahwa pemerintah harus tetap
berfungsi menjamin terlaksananya kebebasan individu dalam masyarakat.
Corak liberalisme ini selanjutnya mendasari dan menginspirasi munculnya
liberalisme egalitarian, dengan tokohnya antara lain John Rawls dan Ronald
Dworkin. Liberalisme ini berusaha menyatukan ide kebebasan dan kesamaan
individu dalam masyarakat. Pemerintah dibutuhkan untuk meredistribusikan
nilai-nilai sosial dalam melaksanakan dan mencapai kebebasan dan kesamaan
individu-individu dalam masyarakat (Ahida, 2005).
Perbedaan terpenting antara liberalisme dan libertarianisme adalah
pandangan tentang kebebasan individu. Menurut libertarianisme, kebebasan
yang menjadi hak individu merupakan satu bentuk properti privat, tidak
seorang pun atau apa pun yang dapat merampas dan mencabutnya dari
seseorang tanpa dianggap telah melanggar hak orang tersebut. Seperti
libertarianisme, liberalisme juga mengutamakan kebebasan. Kebebasan

8
menurut liberalisme tidak dapat dikorbankan untuk nilai yang lain, untuk
nilai ekonomi, sosial dan politik. Kebebasan hanya dapat dibatasi dan
dikompromikan ketika ia konflik dengan kebebasan dasar yang lain yang
lebih luas. Karenanya, kebebasan menurut liberalisme bukan sesuatu yang
absolut, kebebasan hanya dapat dibatasi demi kebebasan itu sendiri (Ahida,
2005).
Konsep otonomi individu dalam pandangan liberalisme tidak hanya
berupa kebebasan individu dalam bertindak dan memilih cara hidup yang
baik. Namun, juga untuk mengkritisi, merevisi dan bahkan meninggalkan
nilai dan cara hidup yang telah dipilihnya. Karena menurut liberalisme, siapa
pun dapat keliru dalam pilihan hidupnya. Tindakan seperti ini bebas
dilakukan oleh siapa pun jika nilai dan pilihan hidupnya semula tidak lagi
tampak berharga untuk dikejar dan tidak lagi sesuai dengan nilai yang mereka
yakini saat ini. Dengan demikian, otonomi individu tidak harus ditundukkan
oleh keanggotaannya pada suatu kelompok, seperti kelompok agama, etnis
dan sebagainya. Mereka bebas untuk tetap berada atau menarik diri dari
kelompoknya (Ahida, 2005).
Setiap orang bebas memilih konsep tentang hidup yang baik, meskipun
sangat berbeda dengan nilai dan pilihan hidup anggota komunitas yang lain.
Namun, konsep tersebut tidak boleh melanggar prinsip keadilan. Orang-orang
dengan konsep hidup yang berbeda-beda akan saling menghormati, bukan
karena hal ini mempromosikan satu cara hidup bersama. Namun, karena
mereka mengakui bahwa tiap-tiap orang memiliki klaim pertimbangan
yang sama. Tidak ada tugas khusus yang ditetapkan komunitas terhadap
individu. Tidak ada kelompok atau praktek sosial tertentu yang memiliki
kewenangan di luar penilaian dan kemungkinan penolakan individu. Tidak
ada yang “ditetapkan untuk seseorang” atau tidak ada yang berwewenang
memberikan penilaian terhadap seseorang selain nilai yang ditetapkan oleh
orang tersebut (Ahida, 2005).
Pengakuan terhadap otonomi atau kebebasan individu dalam bertindak
mengindikasikan adanya pengakuan terhadap pluralitas dalam masyarakat.
Kebebasan dan kesamaan perlakuan terhadap individu dalam bertindak dan

9
memilih cara hidup akan menghasilkan pluralitas nilai dan pilihan hidup.
Setiap orang bebas untuk bertindak dan memilih cara hidup yang baik
menurutnya. Pengakuan terhadap pluralitas tindakan dan pilihan hidup
mendapat perlakuan yang sama. Untuk menjamin tercapainya kesamaan
perlakuan tersebut, maka liberalisme mengemukakan ide netralitas negara
(Ahida, 2005).
Pemerintah menurut liberalisme harus bersikap netral terhadap konsep
apa pun tentang hidup yang baik, yang dianut dan dipilih oleh warganya.
Pemerintah tidak boleh memberikan prioritas pada satu nilai di atas nilai yang
lain, atau tidak menyokong dan mengabaikan salah satu nilai yang ada.
Liberalisme menganggap bahwa intervensi pemerintah untuk menyokong
salah satu nilai atau pilihan hidup dan mengabaikan nilai atau pilihan hidup
yang lain, melanggar dan membatasi otonomi individu, yang menjadi nilai
liberalisme (Ahida, 2005).
Ide netralitas negara tidak membenarkan adanya tindakan atas dasar
superioritas atau inferioritas intrinsik dari berbagai konsep tentang kehidupan
yang baik. Tidak boleh ada tindakan yang secara sengaja atau tidak sengaja
berusaha mempengaruhi penilaian-penilaian orang tentang nilai dari berbagai
konsep yang berbeda ini. Kebebasan sebagai nilai yang esensial dalam
kehidupan manusia akan terancam dengan adanya pemaksaan suatu
pandangan khusus tentang kehidupan yang baik pada setiap orang (Ahida,
2005).
Netralitas negara yang bertujuan untuk menjamin kebebasan dan
kesamaan individu dalam masyarakat, dengan sendirinya mendorong
berkembangnya cara hidup yang bernilai dan mendorong tersingkirnya cara-
cara hidup yang tidak bernilai. Netralitas negara terhadap pluralitasnilai
tersebut dengan sendirinya menyeleksi nilai-nilai yang ada, mana yang tetap
bertahan dan diminati banyak orang atau tersingkir karena tidak menarik
minat orang (Ahida, 2005).
Kegagalan sosialisme dan marxisme dalam mengatasi konflik pada
masyarakat seperti terlihat di Uni Soviet dan negara-negara lain di dunia
menjadikan liberalisme sebagai konsep yang dominan saat ini. Namun, ini

10
tidak berarti liberalisme menjadi satu ideologi yang tanpa cacat. Cacat inilah
yang dilihat oleh komunitarianisme dan memunculkannya dalam bentuk
kritik terhadap liberalisme. Komunitarianisme mengkritik nilai-nilai
liberalisme yang dianggap tidak sensitif terhadap keanggotaan pada satu
kelompok, terutama kelompok kultural, yang menjadi perdebatan sengit
dalam filsafat politik saat ini (Ahida, 2005).
2.3. Perbandingan Ideologi Liberalisme Klasik dengan NeoLiberalisme
2.3.1. Liberalisme Klasik

Dalam konsep Liberalisme, individu merupakan pencipta dan penentu


tindakannya. Dengan konsep seperti ini, maka kesuksesan dan kegagalan
seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh tindakan-tindakannya dan
pilihan-pilihan terhadap tindakan tersebut. Intinya, manusia memiliki
kebebasan dalam hidupnya, manusia adalah pribadi yang otonom. Liberlisme
klasik dipelopori oleh beberapa ahli, salah satunya adalah konsep Liberalisme
yang dipelopori oleh John Locke yang berpendapat bahwa kebebasan yang
menjadi nilai dasar liberalisme dipahami sebagai ketidakhadiran intervensi
eksternal dalam aktivitas-aktivitas individu. Kebebasan adalah hak properti
privat. Dalam konsep ini John Locke mengatakan bahwa pemerintah harus
bersifat terbatas terhadap warga negaranya sehingga diperlukan hukum yang
jelas dan lengkap untuk menjamin kebebasan setiap individu. Liberalime
klasik yang dipelopori oleh John Locke ini berpandangan bahwa kebebasan
tidak dapat dikorbankan untuk nilai yang lain, seperti ekonomi, sosial, dan
politik. Kebebasan hanya bisa dibatasi dan dikompromikan ketika ia konflik
dengan kebebasan dasar yang lain yang lebih luas. Oleh karena itu, kebebasan
menurut liberalisme bukan sesuatu yang absolut, kebebasan hanya dapat
dibatasi demi kebebasan itu sendiri.
Liberalisme klasik memandang bahwa konsep otonomi individu tidak
hanya berupa kebebasan individu dalam bertindak dan memilih cara hidup
yang baik, namun setiap warga negara diberi kebebasan untuk mengkritisi,
merevisi, dan bahkan meninggalkan nilai dan cara hidup yang telah dipilihnya,
hal ini disebabkan karena adanya pemikiran bahwa siapapun dapat keliru
dalam pilihan hidupnya. Tindakan seperti ini bebas dilakukan oleh siapa pun

11
jika nilai dan pilihan hidupnya semula tidak lagi tampak berharga untuk
dikejar dan tidak lagi sesuai dengan nilai yang mereka yakini saat ini. Dengan
demikian, otonomi individu tidak harus ditundukkan oleh keanggotaannya
pada suatu kelompok, seperti kelompok agama, etnis dan sebagainya. Mereka
bebas untuk tetap berada atau menarik diri dari kelompoknya. Setiap orang
diberi kebebasan untuk memilih konsep yang menurutnya baik, meskipun
pilihan tersebut berbeda dengan nilai dan pilihan yang di[ih oleh orang lain.
Namun kebebasan yang mereka pilih tidak boleh bertentangan dengan prinsip
keadilan. . Orang-orang dengan konsep hidup yang berbeda-beda akan saling
menghormati, bukan karena hal ini mempromosikan satu cara hidup bersama.
Namun, karena mereka mengakui bahwa tiap-tiap orang memiliki klaim
pertimbangan yang sama. Adanya pengakuan terhadap kebebasan setiap
individu ini menghasilkan pluralitas dalam masyarakat. Kebebasan dan
kesamaan perlakuan masyarakat dalam bertindak dan memilih cara hidup
tentu akan menghasilkan masyarakat yang pluralis baik dalam hal nilai
maupun dalam pilihan hidup. Pengakuan terhadap pluralitas tindakan dan
pilihan hidup mendapat perlakuan yang sama. Untuk menjamin tercapainya
kesamaan perlakuan tersebut, maka liberalisme mengemukakan ide netralitas
negara (Aida, 2005, hlm. 95-97).
Dalam konsep Liberlisme pemerintah harus bersikap netral terhadap
konsep apa pun mengenai pilihan yang dipilih oleh masyarakat. Pemerintah
tidak boleh memberikan prioritaskan terhadap satu nilai yang dianggapnya
paling tepat untuk masyarakat dan mengabaikan nilai yang dipilih oleh
masyarakatnya. Ide netralitas negara tidak membenarkan adanya tindakan atas
dasar superioritas atau inferioritas intrinsik dari berbagai konsep tentang
kehidupan yang baik. Tidak boleh ada tindakan yang secara sengaja atau tidak
sengaja berusaha mempengaruhi penilaian-penilaian orang tentang nilai dari
berbagai konsep yang berbeda ini. Kebebasan sebagai nilai yang esensial
dalam kehidupan manusia akan terancam dengan adanya pemaksaan suatu
pandangan khusus tentang kehidupan yang baik pada setiap orang. Netralitas
negara yang bertujuan untuk menjamin kebebasan dan kesamaan individu
dalam masyarakat, dengan sendirinya mendorong berkembangnya cara hidup

12
yang bernilai dan mendorong tersingkirnya cara-cara hidup yang tidak
bernilai. Netralitas negara terhadap pluralitas nilai tersebut dengan sendirinya
menyeleksi nilai-nilai yang ada, mana yang tetap bertahan dan diminati
banyak orang atau tersingkir karena tidak menarik minat orang (Aida, 2005,
hlm. 97-98).
Dilihat dari penjelasan diatas dapat dikataka bahwa Liberlisme Klasik
merupakan kebebasan yang diberikan individu dalam menentukan pilihan nilai
yang dianggap baik untuk dirinya. Kebebasan dalam Liberlaisme tidak hanya
terpaku pada kebebasan salah satu nilai saja seperti nilai ekonomi, sosial,
maupun agama. Namun dalam konsep Liberalisme Klasik memandang bahwa
kebebasan merupakan pilihan yang bebas dalam menentukan nilai-nilai yang
dianggap baik untuk dirinya. Peran pemerintah dalam konsep Liberalisme
Klasik ini adalah bersikap netral terhadap pilihan nilai yang dipilih
masyarakat. Tidak boleh pemerintah mengintervensi pilihan yang sudah
dipilih masyarakat. Pemerintah juga dilarang membatasi dan mendoktrin nilai-
nilai yang dianggap baik oleh pemerintah kepada masyarakat. Karena baik
buruknya nilai akan terlihat sendirinya seiring dengan perkembangan hidup
masyarakat, sehingga masyarakat akan merasakan sendiri apakah nilai yang
dipilihnya tepat atau tidak. Adanya pembatasan peran pemerintah dalam
mengintervensi pilihan nilai yang dipilih masyarakat memunculkan ide
netralitas negara, yaitu pemerintah harus bersikap netral pada pilihan yang
dipilih oleh masyarakat, dimana pemerintah tidak boleh memprioritaskan
salah satu nilai yang dianggap paling baik oleh masyarakat.
2.3.2. Neo Liberalisme

Bagaimana pengertian Neo Liberalisme? Kata Neo dalam


neoliberalisme sebenarnya menunjuk kepada bangkitnya kembali bentuk
aliran ekonomi liberalisme lama yang cikal bakalnya dipicu oleh karya Adam
Smith yang menumental, The Wealth of Nations, di tahun 1976. Filsuf moral
asal Inggris itu, yang juga bapak mazhab ekonomi klasik atau yang lebih
populer disebut dengan perumus kapitalisme modern, mempropagandakan
pentingnya penghapusan intervensi negara atau pemerintah dalam mekanisme
ekonomi. Sebagai gantinya Smith, menganjurkan agar Pemerintah

13
membiarkan mekanisme pasar bekerja dengan logikanya sendri, melakukan
deregulasi, serta menghilangkan segala bentuk hambatan (tarif dan nontarif)
dan restriksi (Al Muchtar, 2016, hlm 78-79).
Kompetisi dan kekuatan individu yang bekerja dalam mekanisme
pasar akan menciptakan keteraturan ekonomi. Smith menggunakan teorinya
tentang “tangan-tangan tersembunyi” (invisible hand) yang menurutnya bakal
mengatur dan mengorganisir seluruh relasi dan kehidupan ekonomi dan juga
mendorong setiap individu untuk mencari sebanyak-banyaknya keuntungan
ekonomi. (Khudori, Neoliberalisme menumpas petani, Yoyakarta, Resisr
Book, 2004, Hal 16) Bagaimana kebangkitan ideologi Neo liberalisme?
Dapat dijelaskan bahwa kelahiran Neoliberalisme krisis ekonomi yang
melanda dunia pada tahun 1970-an meruntuhkan asumsi-asumsi sosialisme
demokrasi yang diusung oleh Keynes. Krisis yang terjadi ditengarai muncul
sebagai akibat dari intervensi negara yang terlalu jauh dalam urusan ekonomi.
Intervensi yang sedianya ditujukan untuk menjamin kesejahteraan sosial
justru telah menimbulkan inefisiensi dan menyebabkan krisis. Dalam kondisi
semacam ini, para pemikir liberal berupaya mengembalikan doktrin
liberalisme kepada liberalisme klasik ala Adam Smith dan David Ricardo
yang percaya unregulated market akan meningkatkan efisiensi dan
mendorong pertumbuhan dan menghasilkan kemakmuran global. Meskipun
demikian, kebangkitan pemikiran liberalisme klasik (neo classical economy)
atau yang kemudian lebih dikenal sebagai neoliberalisme memiliki sejumlah
perbedaan mendasar dengan liberalisme klasik. Liberalisme klasik ala Adam
Smith klasik menentang bentuk-bentuk monopoli baik oleh negara maupun
kelompok bisnis Namun dalam pandangan liberalisme klasik peran negara
tetap dibutuhkan terutama untuk menciptakan lingkungan yang dapat
menjamin hak-hak individu. Sementara neoliberal berada pada posisi yang
lebih ’mencurigai’ peran negara sehingga dari segi apa pun kekuasaan negara
perlu tetap dikontrol (Al Muchtar, 2016, hlm 78-80).
Bagaimana paham dasar dari Neoliberalism ini dapat dijelaskan
bahwa bisa dikatakan merupakan ideologi yang berisi cara pandang dalam
bidang ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan. Atas pandangan ini

14
Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal
mengacu pada filosofi ekonomi politik yang mengurangi atau menolak
campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik. Sedangkan
pendekatannya dengan menggunakan pada metode pasar bebas, pembatasan
yang sedikit terhadap perilaku bisnis dan hak-hak milik pribadi, Bagaimana
keunggulan? Ternyata dalam prakteknya Neoliberalisme melalui ekonomi
pasar bebas berhasil menekan intervensi pemerintah. Untuk meningkatkan
efisiensi korporasi, neoliberalisme berusaha keras untuk menolak atau
mengurangi kebijakan hak-hak buruh seperti upah minimum, dan hak-hak
daya tawar kolektif lainnya. Bagaimana latar pemikiran filsafatnya?
Neoliberalisme bertolak belakang dengan sosialisme, proteksionisme, dan
environmentalisme. Secara domestik, ini tidak langsung berlawanan secara
prinsip dengan poteksionisme, tetapi terkadang menggunakan ini sebagai alat
tawar untuk membujuk negara lain untuk membuka pasarnya. Kelemahannya
dapat membawa dampak negatif dimana Neoliberalisme sering menjadi
rintangan bagi dunia bisnis untuk meujudkan keadilan kesejahteraan
masyarakat. Di samping itu lainnya mengabaikan mendukung hak-hak buruh
dan keadilan sosial yang seharusnya menjadi prioritas terbesar dalam
hubungan internasional (Al Muchtar, 2016, hlm 80-81).
Aktualisasinya tampak bahwa Neoliberalisme dianggap dari tindak
lanjut imperialisme (penjajahan) atau biasa disebut neoimperialisme. Hal ini
disebabkan karena penjajahan dengan model peperangan dan memakan
senjata sudah tidak dapat lagi diterima, dan akan mudah menimbulkan
perlawanan dari negeri terjajah. Sehingga diperlukan konsep lain agar,
penjajah tetap bisa menguasai dan mengendahkan ekonomi di Negara lemah.
Dulu liberalisme melakukan penjajahan memakai senjata, namun sekarang
memakai cara dan instrument yang tidak tampak dan halus (Al Muchtar,
2016, hlm 81).
Perlu diketahui bahwa pada prinsipnya bagaimana Negara maju dan
kaya membuat cara agar tetap mendapat keuntungan yang lebih banyak dari
perkembangan Negara miskin (Negara berkembang). Sedangkan Inti dari
penjajahan tetap pada penguasaan ekonomi, di mana negeri yang terjajah

15
memberikan keuntungan sebesar-besar kepada Negara penjajah. Prakteknya
dengan menggunakan instrumen lain seperti hutang (bunga hutang yang
harus dibayar) atau liberalisasi perdagang. Di mana Negara miskin dan
berkembang sudah pasti akan kalah dalam persaingan, sehingga hanya
menjadi negara konsumen. Rakyat di negara miskin atau berkembang bekerja
keras untuk mendapatkan uang agar bisa membeli produk-produk yang
ditawarkan oleh Negara penjajah Dalam tulisan yang berjudul Memahami
Neoliberlisme, Sebuah Riview Singkat Dias Prasongko, Apa itu
Neolibemlisme? Dikemukakan bahwa Dalam teori ekonomi politik,
neoliberalisme merupaknn paham yang mengemukakan kebendaan manusia
bisa sangat menguntungkan dan bermanfant ketika kita membuka ruang
terhadap setiap orang untuk mengembangkan dirinya melalui kompetisi yang
bebas (Al Muchtar, 2016, hlm 81-82).
Selanjutnya dikemukakan bahwa kompetisi yang bebas tersebut dalam
melaksanakan persaingan bebas melalui mekanisme pasar bebas. Dalam hal
ini neoliberalisme memiliki ciri private property right keberadaan pasar
bebas sempurna dan perdagangan bebas. Keberadaan pasar disini diyakini
mampu untuk mengurus dirinya sendiri, sehingga ia tidak membutuhkan
campur tangan dari Negara. Oleh sebab itu, menurut Giersch (dikutip oleh
Baswir, 2009: 2 dalam (Al Muchtar, 2016, hlm 82)) pelaksanaan kebijakan
ekonomi neoliberal ini memiliki tujuan untuk pengembangan kebebasan
individu untuk bersaing secara bebas-sempurna dipasar. Dan Kepemilikan
pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui. Dikemukakan ciri dari
neoliberalisme (Wibowo, 2009 dalam (Al Muchtar, 2016, hlm 82)). sebagai
berikut;
1. Dalam logika neoliberalisme, mekanisme pasar dibutuhkan untuk
menciptakan efisiensi dan efektifitas.
2. Dalam melaksanakan mekanisme pasar tersebut, tentunya dibutuhkan
aturan-atutan yang mampu menyokong keberaadaa mekanisme pasar agar
tetap berada pada jalur yang benar.

16
3. Dibutuhkanlah institutional framework merupakan seperangkat aturan
yang dikelola melalui suatu organisaional untuk menjaga agar pasar bebas
yang sempurna bisa terlaksana dan bebas dari distorsi oleh Negara.
Bagaimana perkembangan pernikiran neoliberalisme? Perkembangan
Pemikiran Liberalisme berakar pada tradisi pemikiran liberal yang
rnenempatkan individualisme, rasionalitas, kebebasan, dan equality sebagai
nilai-njlai yang paling mendasar. Asurnsi-asurnsi Dasar Liberalisme sebagai
berikut;
1. lndividualisme: manusia sebagai individu merupakan hal yang paling
mendasar dalam pandangan kaum liberal. Karena hakekat manusia
merupakan makhluk yang penuh damai dan mempunyai kemauan bekerja
sama, kompetitif secara konstruktif, dan rasional.
2. Equality: setiap individu lahir setara. Namun setiap individu mempunyai
kemampuan dan kemauan yang berbeda-beda. Karenanya kaum liberal
percaya akan adanya ‘equality of opportunity’ yang memberikan setiap
individu kesempatan yang sama untuk mewujudkan potensi mereka
masing masing.
3. kebebasan: kebebasan individu untuk mencapai apa yang terbaik bagi
dirinya perlu mendapat jaminan. kebebasan individu tersebut dijzimin
malalui mekanisme pasar (invisible hand-Adam Smith)
4. Peran negara minimalis: peran negara yang kuat dan aktif dapat
mengancam kebebasan individu karenanya campur tangan negara dalam
pasar akan merugikan masyarakat.
5. Kaum Liberal memandang ketegangan laten antara egara dan pasar
merupakan kontlik antara penindasan dan kebebasan, kekuasaan dan hak
individu, dogma otokratik dan logika rasional. Sumber: Heywood, 2002
dan Mas’oed, 1998, dalam (Al Muchtar, 2016, hlm 83-84)
Bagaimana kaitannya dengan peran negara?
Kaitannya dengan peran negara. neoliberalisme, negara diharuskan untuk
memberikan jaminan terhadap hak kebebasan individu melalui peraturan-
peratumn yang jelas. Ditegaskannya bahwa hak-hak kebebasan yang dimiliki

17
setiap individu, seperti kebebasan berpendapat, bertindak, berekspresi dan
memilih harus dilindungi.
Dengan demikian negara wajib melakukan monopoli dalam hal ini bisa
melalui kekerasan untuk mempertahankan kebebasan tersebut. Dalam
konteks logika neoliberisme. Negara harus melindungi kebebasan individu
sama halnya pada paham dasar liberalisme yang menentang absolutisme pada
masa kelahirannya. Peraturan dalam hal ini bisa mengambil contoh yakni
berupa peraturan bagi setiap individu berhak untuk melaksanakan
perdagangan bebas melalui mekanisme Pasar bebas, memberikan pajak yang
ringan, dan menciptakan stabilitas politik. Selain itu, Negara dalmn hal ini
hanya boleh bertindak untuk memberikan dan meyediakan fasilitas kepada
para pengusaha swasta dari lokal sampai global (Wibowo, 2009 dalam (Al
Muchtar, 2016, hlm 85)). Disamping itu, Negara tidak boleh memberikan
intervensi terhadap keberadaan pasar, untuk mencegah distorsi dan
inefisiensi. Dengan demikinn, secara teori, neoliberalisme mengubah relasi
Negara dengan warganegra menjadi produsen dan konsumen. Diyakininya
bahwa neoliberalisme merupakan satu-satunya jalan menuju kemakmumn
dunia. Di sisi lain, neoliberalisme juga menjadi sasaran kritik dan dituding
sebagai sumber kehancuran dan degradasi berbagai aspek kehidupan.
Bagaimana neoliberalisme hubungannya dengan demokrasi? Menurut paham
ini demokrasi dianggap sebuah hambatan bahkan ancaman. Dinilai dapat
menganggap bahwa demokrasi dapat mengacam bagi terbentuknya dan
keberlangsungan pasar bebas. Sebab demokrasi dapat memberikan
keleluasaan kepada pemerintah pihak pelaku bisnis lain di luar pasar untuk
melakukan tindakan yang bertentangan dengan penciptaan pasar bebas
sehingga mengancam hak-hak dan kebebasan individu. Menurut paham ini
demokmsi dapat memberikan ruang bagi mengintervensi melalui peraturan-
peraturan yang tidak berpihak pada individu (Al Muchtar, 2016, hlm 85-56).
Di samping itu, keberadaan demokrasi dianggap sebagai barang yang
mahal. Demokrasi hanya mungkin ada keti ka keberadaan kelas menengah
yang sudah sangat kuat untuk menciptakan stabilitas politik. Sedangkan
keberadaan neoliberalisme harus disokong oleh para elit bisnis dan ahli

18
dalam pemerintahan. Mereka lebih menyukai pla-pola yang lebih teknokrasi
melalui proses peradilan dari pada melalui mekanisme demokrasi melalui
saluran parlemen yang cenderung berbelit-belit dan tidak efisien. Bagaiman
aktualisasi kebijakan ekonomi yang mencerminkan aktualisasi dari pada
neoliberalisme, dikemukakan oleh Sumber: Mas’oed: 2002 p. 5 7 sebagai
berikut:
1. Price Decontrol: Penghapusan kontrol atas harga komoditi, faktor
produksi, dan mata uang.
2. Final Discipline: Pengurangan defisit anggaran pemerintah atau bank
sentral ke tingkat yang bisa dibiayai tanpa memakai inflationary
financing.
3. Public Expenditure Priorities: Pengurangan belanja pemerintah, dan
pengalihan belanja dari bidang-bidang yang secara politis Sensitif, seperti
administrasi pemerintahan, pertahanan, subsidi yang tidak terarah, dan
berbagai kegiatan yang boros ke pembiayan infrastruktur, kesehatan
primer masyarakat, dan pendidikan.
4. Tax Reform: Perluasan basis perpajakan, perbaikan administrasi
perpajakan, mempertajam insentif bagi pembayar pajak, pengurangan
penghindaran dan manipulasi aturan pajak, dan pengenaan pajak pada
asset yang ditaruh di luar negeri.
5. Financial Liberalization: Tujuan jangka pendeknya adalah untuk
menghapus pemberian tingkat bunga bank khusus bagi peminjam
istimewa dan mengenakan tingkat bunga nominal yang 1ebih tinggi dari
tingkat inflasi. Tujuan jangka-panjangnya adalah penciptaan tingkat
bunga bank berdasar pasar demi memperbaiki efisiensi alokasi kapital.
6. Excange rates: Untuk meningkatkan ekspor dengan cepat, negara-negara
berkembang memerlukan tingkat nilai tukar matauang yang tunggal dan
kompetitif.
7. Trade Liberalization: Pembatasan perdagangan luar negeri melalui kuota
(pembatasan secara kuantitatif) harus diganti tarif (bea cukai), dan secara
progresif mengurangi tarif sehingga mencapai tingkat yang rendah dan
seragam (kira-kira 10% sampai 20%).

19
8. Domestic Savings: Penerapan disiplin fiscal/APBN, pengurangan belanja
Pemerintah, reformasi perpajakan, dan liberalisasi finansial sehingga
sumberdaya negara bisa dialihkan sektor-sektor privat dengan
produktivitas tinggi, dimana tingkat tabungannya tinggi, Model
pertumbuhan neo-klasik sangat menekankan pentingnya tabungan dan
pembentukan kapital bagi pembangunan ekonomi secara cepat.
9. Foreign Direct Ivestment: Penghapusan hambatan terhadap masuknya
perusahaan asing. Perusahaan asing harus boleh bersaing dengan
perusahaan nasional secara setara; tidak boleh ada pilih-kasih.
10. Privatization: Perusahaan negara harus diswastakan.
11. Deregulation: Penghapusan peraturan yang menghalangi masuknya
perusahaan baru ke dalam suatu bidang bisnis dan yang membatasi
persaingan; kecuali kalau pertimbangan keselamatan atau perlindungan
lingkungan hidup mengharuskan pembatasan itu.
12. Property Rights: Sistem hukum yang berlaku harus bisa menjamin
perlidungan hak milik atas tanah, kapital, dan bangunan (Al Muchtar,
2016, hlm 86-88).
2.3.3. Perbandingan Ideologi Liberalisme Klasik dengan
NeoLiberalisme
1. Asumsi Dasar Filosofis mengenai Kemanusiaan
Liberalisme yang merupakan antitesis dari realisme berangkat dari
asumsi dasar tentang pandangan positif tentang manusia. Ide dan asumsi
dasar liberalisme adalah keyakinan terhadap kemajuan yang dibawa oleh
modernitas. Pandangan positif atas sifat manusia, bahwa manusia
memiliki akal dan pikiran; fitrah manusia adalah “baik”. Penyelesaian
masalah-masalah internasional melalui aksi sosial yang lebih kolaboratif
dan kooperatif daripada konfliktual. Perang adalah masalah internasional
yang memerlukan usaha kolektif atau multilateral; bukan tidak
terhindarkan dan sering dapat dicegah dengan menghapuskan lembaga
yang mendorongnya (Jackson & Sorensen, 2005, p. 139 dalam (Perwira,
2012).

20
Sedangkan perspektif neoliberalisme tidak terlalu
mempermasalahkan human nature tapi lebih melihat manusia dari hasil
perbuatannya. Bahwa manusia terkadang bisa memiliki sifat yang baik,
namun di saat yang lain, manusia bisa menjadi jahat. Neoliberalisme juga
berbeda dengan liberalisme dalam kadar ‘keutopiaannya’ karena
neoliberalisme tidak seidealis liberalisme klasik. Neoliberalisme
mengadopsi nilai-nilai dasar liberalisme klasik dengan berbagai
penyempurnaan dalam kerangka behavioralisme. Konstruksi ilmiah yang
ditekankan oleh kaum behavioralis mengakibatkan aliran ini sudah lebih
’realis’ dengan menerima bahwa tidak semua manusia itu baik
(Liberalisme dan Neoliberalisme, 2009 dalam (Perwira, 2012).
2. Sistem Internasional
Sistem internasional bukanlah suatu inti dari sudut pandang liberal.
Liberalisme melihat bahwa sistem internasional bukanlah suatu struktur
tapi sebuah proses dimana terjadi interaksi dari beberapa bagian yang
berbeda dan dimana banyak aktor belajar dari interaksi. Konsep dari
sistem internasional memiliki pengertian normatif, seperti sebuah arena
dan proses untuk berinteraksi secara positif. Pada buku Power and
Interdependence, ahli politik, Robert Keohane dan Joseph Nye
menggambarkan bahwa sistem internasional adalah sistem yang
independen di mana aktor-aktor sensitif tehadap pengaruh dan mudah
menyerang untuk saling bereaksi satu sama lain (Liberalisme dan
Neoliberalisme, 2009 dalam (Perwira, 2012).
Institusi neoliberalisme melihat bahwa sistem internasional adalah
anarki ketika setiap negara anggota beraksi menurut kepentingannya
sendiri. Mereka melihat produk dari interaksi antara para aktor sebagai
potensi positif (Liberalisme dan Neoliberalisme, 2009 dalam (Perwira,
2012). Selain itu, perlu adanya hierarki yang didukung oleh aturan-aturan
dan hukum internasional (Perwita & Yani, 2005, p. 27 dalam (Perwira,
2012). Meskipun sistem internasional masih memiliki karakter anarkis,
sifatnya dapat lebih dikonseptualisasikan sebagai anarki yang tertib dan
sistem secara keseluruhan sebagai “masyarakat anarkis” karena kerja

21
sama, bukan konflik, sering hasil yang dapat diamati dalam hubungan
antar negara.
3. Tujuan Utama
Tujuan utama dari liberalisme adalah pembentukan kepentingan
bersama dari tiap-tiap individu. Oleh karenanya, Bentham menegaskan
bahwa liberalisme terfokus pada hukum internasional yang menjadi
landasan kepentingan rasional negara-negara konstitusional dalam
membentuk kebijakan luar negerinya (Jackson & Sorensen, 2005, p. 142
dalam (Perwira, 2012). Organisasi internasional akan meletakkan
hubungan antarnegara pada landasan institusional yang kuat dan
interdependensi akan menimbulkan suatu proses kemajuan yang
mengubah perang dan penggunaan kekuasaan semakin diabaikan, kerja
sama, dan perdamaian yang akan dicapai melalui hubungan internasional
yang kooperatif (Jackson & Sorensen, 2005, p. 58 dalam (Perwira, 2012).
Kepentingan selain keamanan seperti ekonomi dan isu sosial juga
dipertimbangkan.
Neoliberalisme melihat kerjasama dan konflik sebagai fokus
perhatian. Pilar utama kerja sama neoliberalisme menekankan pada kerja
sama internasional, perdagangan bebas, dan industrialisasi. Kaum
neoliberalis lebih menekankan pada isu-isu ekonomi dan politik yang
bersifat kooperatif dibanding konflik. Baik liberalis maupun neoliberalis
sama-sama memfokuskan agendanya pada kerja sama, interdependensi,
legitimasi organisasi internasional, dan penyelenggaraan perdagangan
bebas (Setiawan, 2008 dalam (Perwira, 2012).
4. Aktor Hubungan Internasional
Aktor yang dalam teori liberalisme ini adalah state dan non-state.
Hal ini dikarenakan teori liberalisme menganggap individu sebagai aktor
non-state bisa berusaha untuk memakmurkan dirinya sendiri. Sedangkan
negara bertindak sebagai pengawas dan pembuat aturan-aturan untuk
semua tindakan yang dilakukan oleh individu agar tidak terjadi suatu
penyelewengan (Liberalisme dan Neoliberalisme, 2009 dalam (Perwira,

22
2012). Liberalisme menantang asumsi yang ada bahwa negara bangsa
hanya satu-satunya aktor penting dalam politik dunia.
Neoliberalisme berusaha memperbarui liberalisme dengan
menerima bahwa negara adalah aktor kunci dalam hubungan
internasional, tetapi tetap berpendapat bahwa aktor non-negara (NSAs)
dan organisasi-organisasi antar pemerintah (IGOs) juga memiliki peranan
penting. Seperti ditekankan oleh perspektif institusionalis neoliberal,
aktor-aktor non-negara memainkan peranan penting dalam kerja sama
internasional yang menjadi karakter Tatanan Ekonomi Internasional
Liberal (Perwira, 2012).
5. Stabilitas dan Kedamaian Internasional
Kant berpendapat bahwa perdamaian adalah keadaan normal;
perdamaian dapat terus-menerus (Burchill, 2005, p. 58 dalam (Perwira,
2012). Damai menurut liberalisme adalah keadaan hakikat semua negara.
Damai yang dimaksud tidak hanya berarti ketiadaan perang seperti yang
terjadi pada Perang Dingin tetapi damai berarti adanya kerja sama dalam
suatu harmoni.
Pandangan liberal berasumsi bahwa perdamaian dunia bisa
terwujud, jika hanya manusia bisa menyelidiki kapasitas-kapasitas alasan
mengapa manusia berbagi sumber daya yang dimiliki, untuk digunakan
dalam penentuan mekanisme yang paling efektif dalam pembentukan
pemerintahan dunia. Karenanya, international law harus dibuat untuk
mengatur international exchanges (Liberalisme dan Neoliberalisme, 2009
dalam (Perwira, 2012). Hans Kóchler menyatakan bahwa hak-hak asasi
manusia adalah dasar legitimasi hukum internasional.
Dalam tulisannya mengenai liberalisme, Walt mengulas mengenai
perkembangan teori democratic peace. Teori ini berpendapat, meskipun
demokrasi tampak “mensponsori” perang namun ia jarang melakukan
peperangan di antara negara. Karena norma-norma demokrasi menentang
penggunaan kekerasan sesama mereka (Perwira, 2012).
Teoritisi stabilitas hegemoni merupakan salah satu konsep yang
ditawarkan neoliberalisme dalam menjaga stabilitas internasional. Konsep

23
ini membedakan definisi hegemoni dengan menekankan kapasitas
kekuatan militer untuk mengendalikan tatanan dunia dan kapasitas
kekuatan ekonomi untuk menentukan dan mendikte aturan yang
mengendalikan perdagangan, keuangan dan investasi internasional. Selain
stabilitas hegemoni, dikenal juga konsep complex interdependence. Holsti
menyebutkan, interdependensi kompleks sebagai sebuah “holistik”,
konsepsi sistem yang melukiskan politik dunia sebagai jumlah interaksi
banyak bagian dalam “masyarakat global” (Perwira, 2012).

24
BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan
Liberalisme adalah paham yang memperbolehkan kebebasan dalam
segala bidang bermasyarakat, seperti bidang ekonomi, agama atau politik.
Pada dasarnya liberalisme itu ingin mencita-citakan pada masyarakatnya
untuk mendapat kebebasan dalam berpendapat atau tidak adanya pembatasan
untuk pemerintah dan agama. Dari ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa
ideologi liberal benar-benar menagnut kebebasan akan hak-hak individu,
dimana hak-hak tersebut meliputi hak politk,ekonomi,sosial. Masyarakat yang
mennganut ideologi liberal dapat mensuarakan poendapatnya dengan bebas.
Ideologi liberal memiliki kelebihan dan kekuranagan.
Salah satu kelebihan dari demokrasi liberal adalah kebebasan pers dan
politik yang luar biasa, sehingga masyarakat dapat bebas menentukan hak dan
pilihanya. Namun negara dengan demokrasi liberal juga memiliki kekurangan
seperti kebebasa pers yang terlalu berlebihan sehingga banyak berita-berita
yang dibuat oleh media yang menimbulkan konflik dalam masyarakat.
Liberalisme yang merupakan antitesis dari realisme berangkat dari
asumsi dasar tentang pandangan positif tentang manusia. Ide dan asumsi dasar
liberalisme adalah keyakinan terhadap kemajuan yang dibawa oleh
modernitas. Sedangkan perspektif neoliberalisme tidak terlalu
mempermasalahkan human nature tapi lebih melihat manusia dari hasil
perbuatannya

25
DAFTAR PUSTAKA

Ahida, R. (2005). Liberalisme dan Komunitarianisme. [online]. diakses dari


download.portalgaruda.org.article. (22 November 2017).
Aida, Ridha (2005). Liberalisme Dan Komunitarianisme: Konsep Tentang
Individu Dan Komunitas. DEMOKRASI Vol. IV No. 2, hlm. 95-105
Al Muchtar. (2016). Ideologi pancasila. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.

Humaira. (2014). Macam-macam ideologi beserta negara penganutnya. [online].


Diakses dari: https://yunialhumaira.wordpress.com/2014/06/03/macam-
macam-ideologi-beserta-negara-penganutnya-semester-1/. (2 November
2017)
Noer, Deliar. 1998. Pemikiran Politik di Negeri Barat. Jakarta: Penerbit Mizan.
Perwira, P. (2012). Teori Hubungan Internasional Liberalisme dengan Neo
Liberalisme. [Online]. Tersedia: http://putrinyaperwira-
fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-64021-Teori%20Hubungan
%20Internasional-Liberalisme%20dan%20Neoliberalisme.html. [4
November 2017]
Ramlan, S.(1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Pt Grasindo.
Syifa. (2017). Pengaruh paham liberalisme dalam berbagai bidang. [online].
Diakses dari: https://www.binasyifa.com/869/06/27/pengaruh-paham-
liberalisme-dalam-berbagai-bidang.htm. (2 November 2017)
Sukarna. 1981. Ideologi : Suatu Studi Ilmu Politik. Bandung: Penerbit Alumni.

26

Anda mungkin juga menyukai