Anda di halaman 1dari 7

TEORI STUKTURAL NEO MARXIS,

FENIMISME,DAN ANALISIS ANTI RASIS

1. Teori Stuktural Neo Marxis


i. Neo Marxis

Neo Marxisme adalah sebuah aliran yang berkembang di abad ke 20 yang


mengingatkan kepada awal tulisan Marx sebelum dipengaruhi oleh Engels. Aliran ini
memusat pada idealisme dialektika dibanding fahaman materialisme dialektika
yang menolak determinisme ekonomi awal Marx. Fahaman Neomarxis tidak
mengamalkan perubahan secara evolusi. Menurut teori ini, transformasi boleh
berlaku secara perlahan. Fahaman neomarxis memusatkan pada suatu revolusi
psikologis bukan fizik, yang bermakna bahwa perubahan ide yang datang dari jiwa
seseorang lebih penting daripada perubahan secara fisik. Neo Marxisme adalah
aliran pemikiran Marx yang menolak penyempitan dan reduksi ajaran Karl Marx
oleh Engels. Ajaran Marx yang dicoba diinterpretasikan oleh Engels ini adalah
bentuk interpretasi yang kemudiannya dikenali sebagai Marxisme. Marxisme Engels
ini adalah versi interpretasi yang digunakan oleh Lenin. Interpretasi Lenin nanti
pada akhirnya berkembang menjadi Marxisme-Leninisme atau yang lebih dikenal
dengan Komunisme.

Asumsi Dasar Neo Marxis

Asumsi neomarxisme mengenai manusia pada dasarnya adalah sama dengan asumsi
dasar dari Marxisme. Namun ada beberapa penambahan yaitu karakteristik
manusia tidaklah bersifat tetap dan esensial.perhatian utama manusia adalah sosial
dan sejarah. Karakteristik manusia dikondisikan oleh berbagai bentuk dari
organisasi sosial, ekonomi, dan politik yang ada. Tetapi yang diasumsikan oleh
neomarxisme adalah sistem internasional yang terpilah berdasarkan kelas. Yaitu
kelas kapitalis-eksploiter dalam marxisme adalah borjuis dan kelas negara dunia
ketiga atau negara periphery dalam marxisme adalah proletar yang menjadi obyek
eksploitasi karena memiliki sumber daya alam yang tidak dimiliki oleh negara
bermodal kapital. Neo-marxisme juga terkenal dengan teori dependensi atau
ketergantungan, Teori ini juga memiliki warisan pemikiran dari neo-marxisme.
Keberhasilan Revolusi RRC dan Kuba telah membantu tersebarnya perpaduan baru
pemikiran-pemikiran Marxisme di universitas-universitas di Amerika Latin, yang
kemudian menyebabkan lahirnya generasi baru, yang dengan lantang menyebut
dirinya sendi dengan Neo Marxists, neomarxisme mengkritik bentuk
ketergantungan yang tampak dalam pembangunan kapitalis yang terjadi di dunia
ketiga. Para borjuis di negara-negara kaya bisa mengeksploitasi negara miskin
dengan mendorong negara dunia ketiga untuk mengembangkan perusahaan
terbuka dan terlibat dalam perdagangan bebas, sehingga negara kaya bisa
mengeksploitasi baik kekayaan alam maupun tenaga kerjanya. Neo-Marxisme lebih
mendukung dependensi sosialis yang lebih desentralis dan demokratis dalam sistem
internasional. Dengan demikian negara masih merupakan aktor yang sangat penting
untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya, selain itu neo-marxisme juga percaya,
bahwa negara Dunia Ketiga telah matang untuk melakukan revolusi sosialis Tujuan
dari Neomarxis adalah mengupayakan pertumbuhan, pemerataan dan juga otonomi
nasional. Peran negara dalam perspektif Neo Marxis ini bersifat primer, dan usaha
ditujukan untuk menghadapi kapitalis dunia. Sifat dari sistem internasional lebih
cenderung merugikan si lemah. Hambatan yang dihadapi dalam pencapaian tujuan
ialah hambatan struktural dimana kapitalisme internasional dituduh sebagai
penyebab kemerosotan Dunia Ketiga. Untuk mencapai stabilitas menurut
Neomarxisme adalah dengan mengadakan suatu revolusi menentang sistem
kapitalis internasional. Kelemahan terjadi ketergantugan antara negara yang kuat
(leading sector) dengan negara yang miskin (legging sectors) dimana perspektif ini
cenderung untuk berfokus pada masalah pusat dan modal internasional sebagai
penyebab kemiskinan dan keterbelakangan, daripada masalah pembentukan klas-
klas local

Kelemahan Neo Marxis


Adanya ketergantugan antara negara yang kuat (leading sector) dengan negara yang
miskin (legging sectors) dimana perspektif ini cenderung untuk berfokus pada
masalah pusat dan modal internasional sebagai penyebab kemiskinan dan
keterbelakangan, daripada masalah pembentukan klas-klas lokal.
Kelebihan Neo Marxis
Perspektif Neo-Marxis/ Depedencia , Bertujuan untuk mengupayakan pertumbuhan,
pemerataan dan juga otonomi nasional. Peran negara dalam perspektif Neo Marxis
ini bersifat primer, dan usaha ditujukan untuk menghadapi kapitalis dunia. Sifat dari
sistem internasional lebih cenderung merugikan si lemah.

Marxisme dan Neo Marxisme

ii. Marxisme

Apa itu yang disebut sebagai marxisme Marxisme adalah suatu paham ekonomi
dan sosial berdasarkan ide politik dan ekonomi dari Karl Marx dan Frederich
Engels. Marxisme adalah sistem sosialisme dimana kepentingan yang dominan ialah
pada kepemilikan publik, yaitu produksi, distribusi dan tukar-menukar proses jual
beli. Ekonomi lebih ditonjolkan dalam paham ini dan politik berada dalam posisi
kedua karena politik sebagian besar ditentukan oleh konteks sosial-ekonomi,
sehingga kelas sosial yang dominan di ekonomi, secara otomatis juga dominan
dalam politik. Sifat hubungan ekonominya adalah konfliktual, dimana antar negara
dapat saling mencari maximum profit seluas-luasnya dan diperbolehkan
menjatuhkan negara lain. Pada marxisme, publik dibagi menjadi dua golongan,
dimana kaum borjuis yang berperan sebagai pemilik alat produksi, serta kaum
proletar (buruh) yang berperan sebagai tenaga kerja / penggerak produksi. Bisa
dikatakan bahwa aktor dari Marxisme itu ialah kedua kelas tersebut, borjuis dan
proletar (dengan kelas borjuis sebagai pemegang kendali). Elemen dasar Marxisme
dalam buku Dictionary of International Relations diantaranya :

a. Semua sejarah (dalam Marxisme) adalah sejarah dari perjuangan


kelas antara kelas yang berkuasa dan kelas yang menentang.
b. Kapitalisme membangkitkan adanya pertentangan kelas, antara kelas
borjuis dan proletar dengan kelas borjuis sebagai pemegang kendali.
c. Kapitalisme menggunakan perang untuk semakin memanjangkan
umur.
d. Sosialisme, yang menghancurkan kelas, juga harus menghancurkan
perang.
e. Ketika suatu negara telah lemah, begitu pula politik internasional.
(Evans & Newnham.1998)

Karl Marx melihat bahwa kapitalisme tidak sepenuhnya buruk meskipun


perekonomian kapitalis yang notabene dikendalikan oleh kaum borjuis bersifat
eksploitatif terhadap buruh. Karena Marx melihat bahwa sistem feodalisme yang
justru mencerminkan eksploitasi buruh yang parah. Dalam feodalisme, seolah-olah
buruh adalah budak, sehingga harus mau mendedikasikan hidupnya pada majikan,
sedangkan lain halnya dengan kapitalisme dimana para buruh masih diberi
penghargaan atas kerjanya dengan melalui upah. Meskipun tidak sebanding antara
tenaga yang dijual dengan imbalan yang diperoleh, Marx percaya bahwa kapitalisme
yang menciptakan ketidakmerataan kelas pada akhirnya justru akan membawa
jalan bagi revolusi sosial dimana alat-alat produksi akan ditempatkan dalam kontrol
sosial bagi keuntungan kaum proletar dan menciptakan masyarakat sosialis seperti
cita-cita Marx. Marxisme mengutamakan sebuah kebebasan, artinya sebuah
independensi dimana tiap-tiap individu dapat bebas berpegang pada pendiriannya
berkenaan dalam proses produksi, sebagai contoh, kaum proletar bebas menjual
keterampilan bekerjanya kepada kaum borjuis dengan harapan mendapatkan upah
yang terbaik.

2. Fenimisme

Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau


kesamaan dan keadilan hak dengan lelaki.
Gelombang feminisme di Amerika Syarikat bermula selepas terbitnya buku
The Feminine Mystique yang ditulis oleh Betty Friedan di tahun 1963. Buku ini
ternyata memberi impak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk
organisasi wanita bernama National Organization for Woman (NOW) pada tahun
1966. Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Fredman berhasil mendorong
Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan boleh menikmati suasana kerja
yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang
sama, dan Equal Right Act (1964) yang mana kaum perempuan mempunyai hak
memilih secara penuh dalam segala bidang

Pada tahun 1967 terbentuklah Student for a Democratic Society (SDS) yang
mengadakan konvensyen nasional di Ann Arbor kemudian dilanjutkan di Chicago
pada tahun yang sama. Dari sinilah muncul kelompok "feminisme radikal" dengan
membentuk Women´s Liberation Workshop yang lebih dikenal dengan singkatan
"Women´s Lib". Women´s Lib memperjelas bahawa peranan kaum wanita dalam
hubungannya dengan kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika
Syarikat tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Pada tahun 1968
kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya "Miss America Pegeant" di
Atlantic City yang mereka anggap sebagai "pelecehan terhadap kaum wanita dan
komersialisasi tubuh perempuan". Gema ´pembebasan kaum wanita´ ini kemudian
mendapat sambutan di mana-mana di seluruh dunia.

Pada 1975, "Gender, development, dan equality" sudah dicanangkan sejak


Konferensi Perempuan Sedunia Pertama di Mexico City tahun 1975. Hasil penelitian
kaum feminis sosialis telah membuka wawasan gender untuk dipertimbangkan
dalam pembangunan bangsa. Sejak itu, arus pengutamaan gender atau gender
mainstreaming melanda dunia.

Memasuki era 1990-an, kritik feminisme memasuki dalam institusi sains yang
merupakan salah satu struktur penting dalam masyarakat moden.
Termarginalisasinya peranan wanita dalam institusi sains dianggap sebagai impak
dari karakteristik patriarkal yang menempel erat dalam institusi sains. Tetapi, kritik
kaum feminis terhadap institusi sains tidak berhenti pada masalah termarginalisasi
peranan perempuan. Kaum feminis telah berani masuk dalam wilayah epistemologi
sains untuk membongkar ideologi sains yang sangat patriarkal. Dalam kacamata
eko-feminisme, sains moden merupakan representasi kaum laki-laki yang dipenuhi
nafsu eksploitasi terhadap alam. Alam merupakan representasi dari kaum
perempuan yang lemah, pasif, dan tak berdaya. Dengan relasi patriarkal demikian,
sains modern merupakan refleksi dari sifat maskulinitas dalam memproduksi
pengetahuan yang cenderung eksploitatif dan destruktif.
Berangkat dari kritik tersebut, tokoh feminis seperti Hilary Rose, Evelyn Fox Keller,
Sandra Harding, dan Donna Haraway menawarkan suatu kemungkinan
terbentuknya genre sains yang berlandas pada nilai-nilai perempuan yang
antieksploitasi dan bersifat egaliter. Gagasan itu mereka sebut sebagai sains feminis
(feminist science).

3. Anti Rasis

Pengertian Rasisme sebagai Proses Rasisme memiliki dimensi yang luas dan
tidak sekedar sesuatu yang berhubungan dengan aspek SARA. Seperti diungkap
oleh Fairchild (1991) bahwa:
A recurrent feature of the social sciences has been efforts to prove that there are
inherited racial and gender differences these efforts, although earlier debunked,
become reincarnated under different guises

Rasisme telah bermetamorfosa dalam berbagai bentuk berbeda saat ini. Tidak
hanya sebagai sentimen rasial antar suku bangsa, rasisme bahkan terjadi dalam
lingkup internal suatu ras, suatu golongan, bahkan suatu komunitas bisnis.
Today, the word racism is used more broadly to apply to racially unfair and
discriminatory beliefs, actions, desires, projects, persons, groups, social
institutions, and practices”(Garcia, p. 1436) .

Rasisme sendiri secara umum adalah pendirian yang memperlakukan orang


lain secara berbeda dengan memberikan judgment nilai berdasarkan
karakteristik ras, sosial, dan kondisi mental tertentu yang merujuk pada self
Dalam ethnicity and racism(1990), Paul Spoonley merumuskan rasisme ke dalam
wilayah yang lebih sempit dengan memproblematisir konsep ras. Ia meyakini
bahwa ras merupakan konsepsi kolonialiasme yang tumbuh berbarengan dengan
semangat ekspansi wilayah bangsa Eropa. Spoonley melacak kemunculan rasisme
secara historis ketika bangsa Eropa berhadapan dengan keragaman manusia yang
mereka temui di tanah jajahan.

Keragaman itu lebih cenderung dimaknai sebagai keberbedaan. Sejarah, demikian


Spoonley, menunjukkan bahwa rasisme pada akhirnya muncul akibat kemalasan
bangsa Eropa untuk mengenal orang lain yang berbeda darinya. Kemalasan ini
terwujud dalam upaya bangsa Eropa, yang berkulit putih, mengklasifikasi
keragaman manusia yang ditemuinya berdasarkan karakteristik fisik. Di Indonesia
barangkali pemisahan konseptual antara pribumi dengan priyayi dapat dianggap
berangkat dari kolonialisme dan berujung pada rasisme.

Istilah rasisme sendiri pertama kali digunakan sekitar tahun 1930-an, ketika
istilah tersebut diperlukan untuk menggambarkan “teori-teori rasis” yang dipakai
orang – orang Nazi (Fredricksen, 2005). Kendati demikian, bukan berarti jauh-jauh
hari sebelum itu bentuk rasisme tidak ada. Dalam bukunya,
Racism: A Short History, Fredricksen (2005) menulis: … orang-orang Afrika sub-
sahara diklaim terlahir sebagai budak karena kutukan (biblikal) dari dosa yang
telah diperbuat Ham. Akibat dari dosa Ham itu, orang-orang Afrika diklaim telah
ditakdirkan sebagai ras budak. Klaim itu anehnya terus diakui kebenarannya dan
kemudian menjadi justifikasi rasisme.

Maka dari ketiga teori tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa saling keterkaitan
dalam hal sosioli masyarakat dan yang mgkin baik diterapakan adalah teori Neo
Marxis.

Anda mungkin juga menyukai