Anda di halaman 1dari 4

Teori kritis merupakan upaya sadar untuk memadukan teori dan praxis (tindakan).

Teori-
teori tersebut jelas normatif dan bertindak untuk mencapai perubahan kondisi yang dapat
mempengaruhi masyarakat, atau sebagaimana dikatakan Della Pollock dan J. Robert Cox dalam
“To read the world with an eye towards shaping it”. Penelitian kritis bertujuan untuk
mengungkapkan cara di mana kepentingan-kepentingan antar kelompok saling bersaing dan
berbenturan, serta di mana konflik diselesaikan untuk mendukung kelompok-kelompok tertentu
atas yang lain. Teori kritis oleh karena itu, sangat peduli terhadap kepentingan-kepentingan
kelompok marjinal (marginalized groups)

Pengertian Teori Kritis

Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max Hokheimer pada tahun 30-an. Awalnya teori
kritis berarti pemaknaan kembali gagasan-gagasan ideal modernitas berkaitan dengan nalar dan
kebebasan. Pemaknaan inidilakukan dengan mengungkap deviasi dari gagasan-gagasan ideal
tersebut dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan, dan institusi politik borjuis.
Untuk memahami pendekatan teori kritis, tidak bisa tidak, harus menempatkannya dalam konteks
idealisme Jerman dan kelanjutannya. Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel sebagai orang

terakhir dalam tradisi besar pemikiran filosofis yang mampu mengamankan pengetahuan

tentang manusia dansejarah. Namun, karena beberapa hal, pemikiran Marx mampu menggantikan
filsafat teoritis Hegel. Menurut Marx, hal ini terjadi karena Marx menjadikan filsafat sebagai
sesuatu yang praktis, yakni menjadikannyasebagai cara berpikir (kerangka pikir) masyarakat dalam
mewujudkan idealitasnya. Dengan menjadikan nalar sebagai sesuatu yang sosial dan menyejarah,
skeptisisme historis akan muncul untuk merelatifkan klaim-klaim filosofis tentang norma dan nalar
menjadi ragam sejarah dan budaya forma-forma kehidupan.

Dan dapat diartikan sebagai teori yang menggunakan metode reflektif dengan melakukan
kritik secaraterus-menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomiyang ada.
Teori kritis menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara nalar dan kehidupan sosial.
Dengan demikian, teori kritismenghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan
interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentangkebenaran, moralitas, dankeadilanyang secara
tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan tetap memertahankan penekanan terhadap
normativitas dalam tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan cara bacanyadalam konteks jenis
penelitian sosial empiris tertentu, yang digunakan untuk memahami klaim normatif itu dalam
konteks kekinian.
Tujuan dan Karakteristik Teori Kritis

Tujuan teori kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong
kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan cara
mengkritik secara terus menerusterhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang
ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan.

Ciri khas Teori kritis tidak lain ialah bahwa teori ini tidak sama dengan pemikiran filsafat
dan sosiologi tradisional. Singkatnya, pendekatan teori ini tidak bersifat kontemplatif atau
spektulatif murni. Pada titik tertentu, ia memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx,
sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Selain itu, tidak hanya mau menjelaskan,
mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau
mengubah. Pada dasarnya, esensi Teori kritis adalah konstruktisme, yaitu memahami keberadaan
struktur-stuktur sosial dan politik sebagai bagian atau produk dari intersubyektivitas dan
pengetahuan secara alamiah memiliki karakter politis, terkait dengan kehidupan sosial dan politik.

Teori kritis Karl Marx: Marxisme

Marxisme dianggap sebagai dasar pemikiran dari semua teori-teori yang ada dalam tradisi
kritis. Marxiesme (dengan M besar) berasal dari pemikiran Karl Marx, seorang ahli filsafat,
sosiologi dan ekonomi dan Friedrich Engels, sahabatnya. Marxisme beranggapan bahwa sarana
produksi dalam masyarakat bersifat terbatas. Ekonomi adalah basis seluruh kehidupan sosial. Saat
ini, kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini
adalah sistem ekonomi kapitalis.

Dalam masyarakat yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, profit merupakan faktor
yang mendorong proses produksi, dan menekan buruh atau kelas pekerja. Hanya dengan
perlawanan terhadap kelas dominan (pemilik kapital) dan menguasai alat-alat produksi, kaum
pekerja dapat memperoleh kebebasan. Teori Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of
Political Economy’ (kritik terhadap Ekonomi Politik).

Marx ingin membangun suatu filsafat praxis yang benar-benar dapat menghasilkan
kesadaran untuk merubah realitas, pada saat Marx hidup, yakni masyarakat kapitalis berkelas dan
bercirikan penghisapan. Teori Marx meletakkan filsafat dalam konteks yang historis, sosiologis dan
ekonomis. Teori Marx bukan sekedar analisa terhadap masyarakat. Teori Marx tidak bicara eonomi
semata tetapi ”usahanya untuk membuka pembebasan manusia dari penindasan kekuatan-kekutan
ekonomis”. (Sindhunata, 1983 : 42).
Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis yang mengutamakan profit, masing-masing
kapitalis beruang mati-matian untuk mengeruk untuk sebanyak mungkin. Jalan paling langsung
untuk mencapai sasaran itu adalah dengan penghisapan kerja kaum pekerja. Namun kaum pekerja
lama-lama memiliki kesadaran kelas dan melawan kaum kapitalis.

Yang akan terjadi menurut ramalan Marx adalah penghisapan ekonomi dengan cara
penciptaan kebutuhan-kebutuhan artifisial (palsu) lewat kepandaian teknologi kaum kapitalis. Oleh
karena itu kaum kapitalis monopolis ditandai dengan kemajuan teknologi yang luar biasa. Dengan
difasilitasi teknologi, tidak lagi terjadi penghisapan pekerja oleh majikan di sebuah perusahaan,
tetapi penghisapan ekonomi ”si miskin” oleh ”si kaya” di luar jam kerja, di luar institusi ekonomi.
Kapitalisme dapat menimbun untung karena nilai yang diberikan oleh tenaga kerja secara gratis, di
luar waktu yang sebenarnya diperlukan untuk memproduksi suatu pekerjaan, Inilah salah satu kritik
ekonomi politik kapitalisme Marx.

Tanggapan saya terhadap Marxisme

Karl Marx selaku orang dibalik pemikiran Marxisme yang orang lain juga artikan sebagai
Sosialisme atau Komunisme (meskipun banyak pula yang beranggapan bahwa Marxisme berbeda
dengan Sosialisme dan Komunisme) merupakan orang kelahiran Jerman (kita tau pula bahwa
Jerman menggunakan ideologi Marx untuk melawan Kapitalis Sekutu). Pemikiran Marx didasari
dari kehidupannya yang banyak melihat penindasan terhadap buruh oleh penguasa (kapitalis). Oleh
sebab itu timbul kritisi terhadap kaum kapitalis yang dianggapnya oleh Marx semena-mena. Berkat
kritisi tersebut pula, Marx mendapat dukungan dari seluruh buruh di dunia dan menjadikan
pemikiran Marx yang pro buruh itu sebagai ideology Sosialis-Komunis.

Jadi kritisi seseorang, dapat menjadi ideology yang banyak didukung oleh banyak orang di
zaman itu. Hal tersebut karena kritisi tersebut sesuai dengan hal “bobrok” yang terjadi di zaman itu.
Berkat kritisi dari Marx, timbul perlawanan buruh terhadap kaum kapitalis. Perlawanan itu
membuat kapitalis tidak bisa “langsung” semena-mena. Kita bisa belajar dari Marx bahwa kita
harus kritis terhadap hal “bobrok” yang terjadi disekitar kita. Akan banyak dukungan terhadap
suatu hal yang mengkritisi kebobrokan yang merugikan banyak pihak. Namun, kita harus kritis
sedalam mungkin. Apakah hal itu benar-benar bobrok? Atau hanya ilusi kita saja? Jika memang
bobrok, apa solusinya?

Selama ini, orang mengkritisi tanpa memberi solusi yang nyata. Hal seperti itulah yang akan
menjadi “masuk telinga kanan keluar telinga kiri”. Jadi kita harus kritis serta dapat memberi solusi
yang nyata agar kritisi kita dapat diterima banyak orang.
. Namun, apakah kritisi yang berbuah ideology Marxisme merupakan ideology yang ideal?
Kita tau bahwa negara yang paling menerapkan Sosialis-komunis ialah Uni Soviet (sekarang pecah
dan salah satu yang besar ialah Rusia). Adapula Tiongkok, Korea Utara, Kuba, laos, dan Vietnam.
Belajar dari sejarah Uni Soviet, bisa dikatakan bahwa Sosialis-komunis bukan ideology yang ideal.
Buktinya Uni Soviet yang pecah menjadi beberapa negara akibat ketidakadilan yang dirasakan
beberapa daerah pinggiran. Latar belakang terbentuknya ideology itu pada dasarnya baik. Namun,
penerapannya yang menyimpang dari latar belakang ideology itu sendiri. Tiongkok memang
menerapkan social-komunis. Namun hanya sebatas dalam system pemerintahannya. System
ekonomi Tiongkok sudah tidak murni social-komunis. Sudah ada sentuhan kapitalis didalamnya.
Itu menurut pendapat saya. Belajar mengkritisi.

Lalu apa solusinya? Ideology apa yang ideal? Menurut saya, banyak ideology yang
sebenarnya “baik”. Semua itu tergantung orang-orang yang menerapkan ideology “baik” itu.
Selama diperuntukkan untuk kesejahteraan bersama (adil), dan tidak melakukan penyimpangan
yang dapat merusak “kebaikan” ideology itu, maka ideology itu dapat diterapkan dengan ideal.

Anda mungkin juga menyukai