Anda di halaman 1dari 3

SOSIAL-DEMOKRASI

Ada dua gagasan besar di dalam sejarah sosialisme yang menjadi titik tolak
berkembangnya gerakan sosialisme di dunia dan telah di formulasikan oleh Karl Marx yaitu,
pertama menumbuhkan perjuangan kelas dengan tujuan menjatuhkan kapitalisme secara
perlahan-lahan. kedua, menghidupkan kembali sosialisme secara perlahan yakni
mentranformasikan sosialis pada masyarakat dengan cara menjalankan peran negara yang
berazaskan demokrasi.

Ternyata dua gagasan di atas telah membawa dampak yang besar pada gerakan sosialis
yang ada di dunia, baik dalam kaitan sebagai praktik perpolitikan dan juga pada tataran wacana.
Penyimpangan dari dua gagasan tersebut telah melahirkan dua konsep yaitu sosial-demokrasi
dan Komunisme. Implikasi dari sosial-demokrasi lewat tataran penganutnya telah membawa
masyarakat dalam konteks masyarakat yang sosialis dan berlandaskan atas pluralisme, dimana
demokrasi dipandang sebagai suatu nilai yang menjadi dasar dan tujuan dari sosialisme.
Sementara penganut ajaran komunisme melihat bahwa sosialisme adalah suatu keniscayaan
sejarah yang dapat menegasikan kehendak mayoritas rakyat dalam konteks perkembangan
masyarakat menuju masyarakat sosialis.

Pada dasarnya perpolitikan di Indonesia mempunyai berbagai kekuatan politik yang


strategis dan perlu untuk disatukan, akan tetapi semuanya hanya dalam tataran ide yang belum
sepenuhnya dituangkan dalam bentuk pemerintahan. Dimana kekuatan-kekuatan nasionalis yang
semakin kehilangan ide kreatifitasnya dan semakin menghilang. Sedangkan kekuatan-kekuatan
kaum liberal yang semakin mengintensifkan diri pada politik imperialis semata, dimana semakin
berbahaya ketika kebebasan dalam segala hal tidak membawa dampak yang membawa
perubahan pada pertumbuhan hak-hak masyarakat baik dalam segi politik, sosial dan budaya,
ekonomi, pertahanan dan keamanan, agama serta pemerintahan. Kemudian kekuatan-kekuatan
Islam tercerai berai dengan adanya sikaf fanatisme terhadap suatu ajaran yang mengharuskan
dirinya terlibat pada gerakan-gerakan yang fundamentalis dan lebih cenderung berbuat
kekerasan. Dan sebagian lagi bertumpu pada kebiasaan yang konservatis dan ritualis semata dan
sebagian lagi terjatuh pada pengingkaran cita-cita sebagai warga negara.
Hal ini membawa kita kembali pada pemikiran dan gerakan sosial-demokrasi yang sudah
banyak dilupakan. Sejarah menjadi bagian yang menerangkannya dan telah banyak terbukti
pelaksanaan sosial-demokrasi diberbagai negara yang membuktikan bahwa sosial-demokrasi
telah berhasil menggalang kekuatan popularitas untuk menguasai dan menggunakan kekuasaan
yang didapat secara demokratis dalam rangka mengarahkan hegemoni pasar demi kepentingan
dan kebaikan bersama. Ketika peranan seperti itu hampir-hampir hilang dikerjakan oleh semua
kekuatan strategis di Indonesia, di sela-sela kemampuan produksi ideologi kapitalisme
menghasilkan kekayaan dan kemakmuran tetapi sekaligus disorganisasi sosial dan kesenjangan
ekonomi yang amat tajam, serta negara yang semakin dilemahkan karena instabilitas demokrasi,
maka teori sosial-demokrasi adalah sesuatu yang masuk akal.

Dalam perkembangan historisnya, pengertian sosial-demokrasi memang seringkali


memunculkan kekacauan dengan gagasan-gagasan tentang sosialisme-demokratik, sosialisme
kerakyatan, atau jenis-jenis sosialisme kanan seperti neo-sosialisme sampai sosialisme nasional.
Latar belakang sejarahnya yang berasal dari Eropa Barat & Utara, dimana pemikiran dan tradisi
gerakan sosial-demokrasi muncul dari perselisihan para pemikir Marxis, yaitu mengenai
bagaimana sebenarnya menjalankan proyek peralihan dari kapitalisme menuju sosialisme. Dalam
pandangan Marxisme yang ortodoks, peralihan menuju sosialisme akan terjadi begitu
kapitalisme tidak bisa bertahan lagi akibat kontradiksi-kontradiksi internalnya sendiri.
Sedangkan yang menjadi tugas kaum Marxis itu adalah mengintensifkan krisis internal
kapitalisme melalui konflik antar kelas dan revolusi sosial. Pergerakan mereka tidak berorientasi
pada perjuangan demokratik, dan juga demokrasi parlementer ataupun presidensil. Adapun para
tokoh yang mengadopsi pemikiran tersebut seperti, Rosa Luxemberg, Leon Trotsky dan Karl
Kautsky, yang cenderung kepada pemikiran sosialisme revolusioner.

Eduard Bernstein dalam hal ini menganggap bahwa perjuangan demokratik melalui
mekanisme parlementer untuk merebut negara, merupakan suatu cara yang diperlukan untuk
mentransformasikan kapitalisme menuju sosialisme. Pandangan Bernstein inilah yang membuat
Adam Przeworski (1988) melihat gerakan sosial-demokrasi sebagai jalan parlementer menuju
sosialisme. Penekanannya adalah pada revisionisme demokratik dan sosialisme yang lebih
evolusioner ketimbang revolusioner1.

1
AE Priyono, paper yang disampaikan pada diskusi di Reform Institute, Jakarta, 9/9/09.
Pada awal sosial-demokrasi secara resmi dikeluarkan dari gerakan kiri internasional
pasca Perang Dunia Kedua, telah terjadi pembentukan suatu negara kesejahteraan, dengan
contoh utamanya di negara-negara Skandinavia. Elemen-elemen doktrinal ajaran revisionisme
demokratik Bernstein – yakni the primacy of politics, class alliance, dan relative autonomy of
state – tetap masih dipertahankan dengan berbagai variasi, baik yang dikerjakan oleh partai-
partai politik sosial-demokrasi maupun berbagai organisasi gerakan sosialnya. Kini kita mewarisi
sebuah pandangan umum mengenai sosial-demokrasi sebagai “jalan ketiga,” di luar sosialisme
dan kapitalisme. Jika sosialisme dianggap sebagai kritik terhadap kapitalisme, maka sosial
demokrasi merupakan kritik terhadap sosialisme sekaligus kapitalisme.

Kita menghendaki bahwa sosial-demokrasi adalah penolakan terhadap kekerasan


revolusioner kiri akan tetapi sekaligus penerimaan sebagian atas demokrasi borjuis. Ini yang
memunculkan pandangan miring dari kalangan kiri bahwa sosial-demokrasi tak lain hanyalah
sebuah varian kapitalisme yang memberi peran sosial besar pada negara. Meskipun demikian,
masih merupakan kenyataan tak terbantahkan bahwa posisi ideologisnya tetaplah berada di
tengah-tengah antara Marxisme dan liberalisme.

Akhirnya sosial-demokrasi harus diarahkan pada penggarapan secara cermat dan tekun
mengenai perlunya sebuah teori politik mengenai sosial-demokrasi yang bukan sekadar
menyajikan gambaran tentang model-model negara kesejahteraan sosial. Intinya adalah
bagaimana melakukan perincian ulang mengenai kontribusi yang bisa diberikan oleh prinsip-
prinsip sosial-demokrasi berupa jaminan sosial, keadilan ekonomi, dan partisipasi politik dapat
menjadikan kualitas demokrasi yang berlaku secara aktual di suatu tatanan politik tertentu. Maka
dalam hal ini gerakan sosial-demokrasi harus lebih didasarkan pada perspektif mengenai
demokrasi sosial, dalam kompetisi abadinya dengan demokrasi liberal dan demokrasi libertarian.

Anda mungkin juga menyukai