Anda di halaman 1dari 232

GUGURNYA

SOSIALISME MARXISME
Filsafat Matrealisme dan Sosialisme dalam Kritik Ilmiah

Syamsuddin Ramadhan
Join: t.me/maktabahsyarikah
I. SOSIALISME DALAM PENGANTAR 3
II. SOSIALISME DAN AGAMA 10
III. DIALEKTIKA DAN PENAFIAN TERHADAP SANG PENCIPTA 18
IV. PARADIGMA PEMIKIRAN SOSIALIS 40
V. PANDANGAN SOSIALISME TENTANG ALAM SEMESTA 49
VI. APLIKASI PANDANGAN SOSIALISME TENTANG ALAM SEMESTA 66
VII. PANDANGAN SOSIALIS TERHADAP MASYARAKAT 98
VIII. SISTEM EKONOMI SOSIALISME 135
IX. BANTAHAN ATAS SISTEM EKONOMI SOSIALIS 141
X. MARHAENISME 149
XI. SOSIALISME & MARHAENISME DALAM TIMBANGAN AQLIY & NAQLIY 159
XII. SISTEM EKONOMI ISLAM 178
XIII. ISLAM SEBAGAI SISTEM KEHIDUPAN 189

2
-

Pada dasarnya sosialisme muncul sebagai bentuk penolakan dari


kapitalisme. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa, kapitalisme telah berimplikasi
buruk terhadap nasib kaum buruh Eropa pada abad ke 19.
Pada satu sisi, industrialisasi dengan kapitalisasinya telah mendorong
dengan pesat laju produksi barang dan jasa. Akan tetapi, industrialisasi juga
bertanggung jawab terhadap kesenjangan dan krisis sosial yang merugikan kaum
buruh. Upah kerja rendah, jam kerja panjang, eksploitasi tenaga anak dan
wanita, serta pabrik yang kurang --bahkan tidak-- memperhatikan keamanan kerja
dan kesejahteraan kaum buruh,1 telah mendorong para pemikir untuk meninjau
kembali paradigma dasar kapitalisme.
Muncul kemudian Robert Owen (1771-1858) di Inggris, Saint Simon (1760-
1825) dan Fourier (1772-1837) di Perancis. Mereka berusaha memperbaiki kondisi
buruk akibat sistem kapitalisme dan mulai menyerukan gagasan sosialisme. Namun
usaha mereka tidak dibarengi dengan tindakan nyata, maupun konsepsi nyata
mengenai tujuan dan strategi dari perbaikan itu. Akibatnya, teori-teori mereka
dianggap sebagai khayalan semata (sosialisme utopis), terutama oleh Marx dan
Engels.2
Karl Mark (1818-1883) dari Jerman, tampil ke depan. Ia juga mengecam
keadaan ekonomi dan sosial yang bobrok akibat diterapkannya sistem ekonomi
kapitalistik. Untuk mengubah kondisi masyarakat yang bobrok, Karl Mark
berpendapat bahwa masyarakat harus dirubah dengan perubahan radikal
(revolusioner) bukan dengan perubahan tambal sulam.3 Selanjutnya, Marx

1
Lihat Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik; ed.xvi; 1995; PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta,bab v, Komunisme dan Istilah Demokrasi dalam Terminologi Komunis; hal. 77-78.
Bandingkan pula dengan, ABC Dialektika Materialis; Leon Trotsky (1939); diterjemahkan dan
diedit oleh Anonim (Desember 1998) dari Leon Trotsky, The ABC of Materialist Dialectics
diterjemahkan sesuai teks dalam website In Defence of Marxism.
2
ibid, hal. 78. Lihat juga dalam pengantar (edisi Inggris yang ditulis oleh Engels) Manifesto Partai
Komunis, Karl Marx & Friedrich Engels (1848); Cetakan Ketiga Yayasan Pembaruan, Jakarta 1959.
Sedangkan buku aslinya adalah Manifesto of the Communist Party, Balai Penerbitan Bahasa Asing,
Moskow 1959, edisi bahasa Jerman Manifest der Kommunistischen Partei, Dietz Verlag, Berlin
1958, dan edisi bahasa Belanda Het Communistisch Manifest, Pegasus, Amsterdam 1948.
3
Paham Marxisme menyoroti kontradiksi-kontradiksi dalam sistem kapitalis yang muncul dari
individu yang secara rasional memaksimalkan kepentingan-kepentingan pribadi mereka, tanpa
memperhitungkan konsekuensinya bagi keadilan sosial dan kemakmuran masyarakat secara
keseluruhan. Maksimalisasi kepentingan individu, menurut thesis Marxis, mendorong produksi yang
berlebihan, kemudian diikuti oleh kontraksi ekonomi dan pengangguran. Para pekerja menjadi
semakin miskin dan kesenjangan antar kelas borjuis dan proletar atau kelas pekerja akhirnya akan
memicu suatu revolusi sosialis tanpa kelas yang berlandaskan persamaan dan solidaritas. [Robert

3
menyusun teori-teori sosial yang bertumpu pada hukum-hukum ilmiah. Ia
menamakan teori sosialnya dengan nama Sosialisme Ilmiah (Scientific Socialism),
untuk membedakan pahamnya dengan Sosialisme Utopis. Dalam menyusun teori-
teori sosialnya Mark banyak dipengaruhi oleh filsuf Jerman Hegel (1770-1831,
terutama filsafat Hegel tentang dialektika.4 Ia dan seorang kawan dekatnya,
Engels, menerbitkan berbagai macam karangan, salah satunya yang paling masyhur
adalah Manifesto Komunis dan Das Kapital.5
Walaupun Mark pada satu sisi menyerang konsep filsafat idealisme6, namun
pada sisi lain ia mengadopsi filsafat dialektika-nya Hegel untuk menjelaskan
perkembangan (evolusi) masyarakat. Di tangan Karl Mark, konsep dialektika
dijadikan sebagai pisau analisa sosial --terutama untuk menjelaskan kebobrokan
sistem kapitalisme--, karena di dalam proses dialektika tersebut terkandung unsur
yang lebih maju akibat dari proses dialektis tersebut. Unsur ini ia perlukan untuk
menjelaskan perkembangan masyarakat. Untuk melandasi teori sosialnya, Mark
merumuskan teori mengenai dialektika materialisme (dialectical materialism),
kemudian ia menggunakan teori ini untuk menganalisa sejarah perkembangan
masyarakat, yang ia sebut dengan materialisme historis (historical materialism).
Berdasar materialisme sejarah, Karl Mark menguraikan, bahwa kapitalisme akan
runtuh oleh revolusi yang digerakkan kaum proletar, untuk membuka jalan
terwujudnya masyarakat sosialis-komunis.
Salah satu ide pokok yang membangun sosialisme-komunisme adalah konsep
alienasi. Alienasi adalah suatu hubungan antara dua atau lebih orang atau bagian-
bagian dirinya, dimana orang itu terpisah dari, menjadi asing pada, atau
diasingkan dari, orang lain. Hal ini telah menjadi tema utama dalam literatur
modern, seperti The Stranger (1942) Alber Camus, Nausea (1938) dan No Exit

A. Isaak, International Political Economy (terj. Ekonomi Politik Internasional; pentj. Muhadi
Sugiono; ed.I, Juli 1995, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta]
4
Hegel berpendapat, bahwa apa yang dianggap kebenaran (truth) sebenarnya hanya merupakan
sebagian saja dari kebenaran itu. Kebenaran dalam keseluruhannya hanya dapat ditangkap oleh
pikiran melalui proses dialektik (proses dari thesis, anti thesis, ke sinthesis, kemudian dimulai lagi
dari permulaan), sampai kebenaran yang ditangkap sempurna. Ketika kebenaran menyeluruh itu
(absolute idea) tertangkap, maka putuslah rantai dialektika. Dengan demikian Hegel telah
mengenalkan jenis filsafat baru sebagai bantahan atas filsafat konvensional. Yakni, ia
mengenalkan, bahwa sesuatu yang mengandung sebuah kebenaran, maka pada dasarnya pada
sesuatu itu mengandung unsur kebalikannya juga. Lihat Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu
Politik; ed.xvi; 1995; PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,bab v, Komunisme dan Istilah
Demokrasi dalam Terminologi Komunis.Lihat pula dalam, ABC Dialektika Materialis, Leon Trotsky
(1939); Diterjemahkan dan diedit oleh Anonim (Desember 1998) dari Leon Trotsky, The ABC of
Materialist Dialectics diterjemahkan sesuai teks dalam website In Defence of Marxism.
5
Ibid, hal. 78
6
Filsuf Hegel yang pemikirannya banyak mempengaruhi Mark, adalah penganut madzhab Idealisme.
Mark menyerang madzhab idealisme, namun pada sisi lain ia juga banyak menyerap pemikiran
dari Hegel, salah satunya adalah filsafat dialektika

4
(1945) Jean Paul Sartre. Menurut Marx, kapitalisme akan membawa suatu
konsekuensi dimana suatu individu menjadi terpisah dari dirinya sendiri, keluarga,
teman dan pekerjaannya. Individu tidak menjadi individu yang utuh7. Menurut Marx
alienasi berhubungan erat dengan kepemilikan individu. Bentuk alienasi yang
paling pokok adalah alienasi buruh yang dijual bagaikan suatu benda. Seorang
buruh telah menjual tenaga, keahliannya, waktunya kepada orang lain. Sehingga
bisa dikatakan bahwa seorang buruh telah menjual sebagian besar dari hidupnya
kepada orang lain, atau karena orang lain --terutama pemilik modal-- telah
menguasai/memiliki buruh; sehingga berhak untuk "membeli" sebagian besar dari
kehidupan sang buruh --ini tercermin dari panjangnya waktu kerja buruh. Buruh
akhirnya benar-benar tidak memiliki arti diri yang utuh. Buruh benar-benar
teralienasi sehingga tidak dapat mengembangkan suatu hubungan yang lebih
manusiawi dengan orang lain dalam situasi yang sama. Inilah yang disebut oleh Karl
Marx sebagai manusia kapitalisme, yakni orang yang terpisah dari diri sendiri,
orang lain, dan pekerjaannya. Kondisi inilah yang hendak dirubah oleh Marx8.
Konsep dasar lain yang membangun sosialisme-komunisme adalah filsafat
materialisme. Secara umum Marx menyebutkan bahwa teori harus selalu dikaitkan
dengan dunia nyata (materi), dan sebaliknya. Menurutnya, perubahan-perubahan
yang terjadi dalam masyarakat lebih banyak disebabkan oleh perubahan-perubahan
faktor ekonomi. Masyarakat berevolusi sejalan dengan berevolusinya alat-alat
produksi. Walaupun ia menyerang madzhab Idealismenya Hegel, namun pokok-
pokok filsafat aliran Idealisme terlihat masih berpengaruh kuat pada teori-
teorinya. Marx hanya mengganti Absolute Spirit/Realitas Mutlak --yang oleh Hegel
disebut dengan Tuhan--, dengan materi. Menurut Hegel, eksistensi jiwa yang
mutlak ini secara bertahap akan semakin berkembang menjadi suatu tahap yang
lebih tinggi dari kemerdekaan manusia. Jiwa dan materi adalah dua hal yang tidak
bisa dipisahkan, keduanya saling terikat, saling bergantung, saling mempengaruhi,
walaupun menurut Hegel, jiwa lebih penting dari materi.9
Marx menyerang idealisme Hegel ini, dengan memaparkan penekanan kepada
materi --terutama hubungan-hubungan ekonomi, bukan pada ide. Dengan
menekankan kepada materi, Marx mengklaim bahwa pandangannya adalah ilmiah,
karena benda atau materi tunduk dengan analisa-analisa ilmiah. Dalam hubungan-
hubungan ekonomi pun berjalan sesuai dengan hukum materi, ia juga tunduk
dengan analisa-analisa ilmiah; Begitu pula sejarah, serta perubahan-perubahan
masyarakat semuanya tunduk dengan analisa ilmiah.

7
Lyman Tower Sargent; A.R. Henry Sitanggang (pentj); Ideologi-ideologi Politik Kontemporer
Sebuah Analisis Komparatif; 1987; Penerbit Erlangga; hal. 76-77
8
ibid.hal. 80
9
ibid, hal. 81

5
Sedangkan evolusi masyarakat diterangkan dalam dialektika sejarah. Untuk
memahami analisa Mark tentang sejarah, kita harus memahami terlebih dahulu
dialektika materialisme.

Materialisme Dialektis
Ada dua paradigma dasar yang diambil oleh Mark dari ajaran Hegel. Pertama,
gagasan mengenai dialektika, atau pertentangan antar segi-segi yang berlawanan.
Kedua, gagasan bahwa semua akan berkembang terus. Mark menolak anggapan
penganut aliran Idealisme yang menyatakan, bahwa dialektika hanya terjadi di
alam abstrak; yakni dalam pikiran manusia. Mark menyatakan bahwa dialektika
juga terjadi pada dunia kebendaan (materi).
Lahirlah kemudian konsep dialektika materialisme. Inti dari ajaran ini
adalah bahwa setiap benda atau keadaan (phenomenon) selain mengandung
kebenaran, pada saat yang sama ia memiliki lawanannya (opposite). Segi-segi yang
berlawanan dan bertentangan satu dengan yang lain disebut dengan kontradiksi.
Dari pertentangan-pertentangan ini akhirnya berakhir dengan kesetimbangan; atau
benda tersebut telah dinegasikan. 10
Berdasarkan hukum dialektik ini, akan terjadi gerak terus-menerus,
sehingga timbul suatu negasi yang lebih baru. Negasi baru akan menjadi thesa
baru, yang kemudian akan dicarikan anti thesanya, sampai muncul negasi-negasi
baru. Begitu seterusnya. Negasi baru, dinyatakan sebagai kemenangan atas negasi
lama, atau akibat terjadinya kontradiksi-kontradiksi dalam dirinya sendiri.
Sehingga, baik obyek (materi) atau fenomena melahirkan benih-benih kontradiksi
yang akan menjadi penghancur dirinya sendiri, yang kemudian diubah menjadi
obyek atau fenomena yang lebih maju dari yang lama. Dengan demikian, negasi,
lahir dari proses penghancuran atas negasi yang lama, yang dihasilkan dari
kontradiksi-kontradiksi intern. Obyek atau fenomena akan terus bergerak dari
arah yang rendah mutunya ke arah bentuk yang lebih tinggi mutunya. Dari yang
sederhana ke arah yang lebih kompleks, sampai tercapai wujud sempurna
(absolute) yang akan memutuskan rantai dialektis.

10
Bandingkan dengan ABC Dialektika Materialis, Leon Trotsky (1939), Diterjemahkan dan diedit
oleh Anonim (Desember 1998) dari Leon Trotsky, The ABC of Materialist Dialectics diterjemahkan
sesuai teks dalam website In Defence of Marxism. Lihat pula literatur mereka, semisal, Takdir
Historis bagi Doktrin Karl Marx, Vladimir Lenin (1913), diterbitkan dalam Pravda No. 50, 1 Maret
1913, diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh Stepan Apresyan (1963). Diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia oleh Anonim (November 1998), diterjemahkan dari teks dalam Marxists'
Internet Archive. Bandingkan pula dengan Ludwig Feuerbach dan Achir Filsafat Klasik Jerman,
Friedrich Engels,1888, terbit di Stuttgart dalam tahun 1888. Pada buku ini juga dimuat ide-ide
pokok mengenai dialektika materialis, keterpengaruhan terhadap pandangan-pandangan Hegel,
dll.

6
Materialisme Historis
Dialektika materialisme digunakan dasar oleh Marx untuk menerangkan
perkembangan masyarakat mulai dari masyarakat sederhana (feodal) menuju
masyarakat sosialis.11 Inilah sebenarnya yang disebut dengan Materialisme Historis
(historical materialism). Dalam Manifesto Partai Komunis, Karl Marx dan Friedrich
Engels (1848), menyebutkan pada bab I. Kaum Borjuis dan Kaum Proletar," Sejarah
dari semua masyarakat12: yang ada hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan
kelas. Orang-merdeka dan budak, patrisir dan plebejer13, tuan bangsawan dan
hamba, tukang-ahli14 dan tukang pembantu, pendeknya: penindas dan yang
tertindas, senantiasa ada dalam pertentangan satu dengan yang lain, melakukan
perjuangan yang tiada putus-putusnya, kadang-kadang dengan tersembunyi,
kadang-kadang dengan terang-terangan, suatu perjuangan yang setiap kali berakhir
dengan penyusunan-kembali masyarakat umumnya atau dengan sama-sama
binasanya kelas-kelas yang bermusuhan. Dalam zaman permulaan sejarah, hampir
di mana saja kita dapati suatu susunan rumit dari masyarakat yang terbagi menjadi
berbagai golongan, menjadi banyak tingkatan kedudukan sosial. Di Roma purbakala
terdapat kaum patrisir, kaum ksatria, kaum plebejer, kaum budak, dalam Zaman
Tengah kaum tuan feodal, kaum vasal, kaum tukang-ahli, kaum tukang-pembantu,
kaum malang, kaum hamba; di dalam hampir semua kelas ini terdapat lagi
tingkatan-tingkatan bawahan. Masyarakat borjuis modern yang timbul dari
runtuhan masyarakat feodal tidak menghilangkan pertentangan-pertentangan
kelas. Ia hanya menciptakan kelas-kelas baru, syarat-syarat penindasan baru,
bentuk-bentuk perjuangan baru sebagai ganti yang lampau.."15
Dengan hukum dialektikanya, Mark menganalisa perkembangan masyarakat
ditinjau dari perkembangan ekonomi -- perkembangan alat produksi--, mulai
masyarakat feodal, menuju masyarakat kapitalis, kemudian berakhir dengan
masyarakat ideal (sosialis). Walaupun di kemudian hari teori yang melandasi

11
Lihat Karl Marx dan Friedrich Engels (1848), Manifesto Partai Komunis, Cetakan Ketiga Yayasan
Pembaruan, Jakarta 1959.
12
Yang dimaksud dengan burjuasi adalah klas kaum Kapitalis modern, pemilik-pemilik alat-alat
produksi sosial dan pemakai-pemakai kerja upahan. Dengan proletariat dimaksudkan klas kaum
pekerja-upahan modern yang, karena tidak mempunyai alat-alat produksi sendiri, terpaksa
menjual tenaga kerja mereka untuk dapat hidup (Keterangan Engels pada edisi Inggris tahun
1888).
13
Kaum patrisir dan plebejer adalah klas-klas di Roma Kuno. Kaum patrisir adalah klas pemilik tanah
besar yang berkuasa, yang menguasai tanah dan negara. Kaum plebeyer (dari perkataan pleb -
rakjat jelata) adalah klas wargakota yang merdeka, tetapi tidak mempunyai hak penuh sebagai
wargakota. Untuk mengetahui klas-klas di Roma hingga soal yang sekecil-kecilnya lihatlah buku
Engels, Asal-usul Keluarga, Hak Milik Perseorangan dan Negara.
14
Tukang-ahli, yaitu seorang anggota penuh dari suata gilde, seorang ahli di dalam gilde, tetapi
bukan kepala gilde.(Keterangan Engels pada edisi Inggris tahun 1888).
15
Karl Marx dan Friedrich Engels (1848), Manifesto Partai Komunis, Cetakan Ketiga Yayasan
Pembaruan, Jakarta 1959

7
lahirnya masyarakat sosialis tidak berjalan sesuai dengan rancang bangun teori
Dialektika Sejarah, namun Mark berhasil menyakinkan pengikutnya bahwa
pertentangan kelas hanya bisa diakhiri dengan lahirnya masyarakat sosialis.16
Pada dialektika sejarah, Marx menempatkan keadaan ekonomi sebagai
"materi". Akibatnya, dialektika sejarah sering juga disebut dengan "analisa
ekonomi terhadap sejarah" (economic interpretation of history). Dengan hukum
dialektis, masyarakat berkembang dari satu kondisi, yakni masyarakat feodal,
menuju masyarakat dengan kondisi yang lebih maju (masyarakat kapitalis
kemudian menuju sosialis)17. Menurut Marx, perkembangan dialektis mula-mula
terjadi dalam basis (struktur bawah) dari masyarakat, yang kemudian
menggerakkan struktur di atasnya. Basis dari masyarakat itu bersifat ekonomis dan
terdiri dari dua aspek yaitu cara berproduksi (misalnya teknik dan alat-alat) dan
hubungan ekonomi (misalnya sistem hak milik, pertukaran (exchange), dan
distribusi barang). Di atas basis ekonomi berkembanglah struktur atas yang terdiri
dari kebudayaan, ilmu pengetahuan, konsep-konsep hukum, kesenian, agama, dan
ideologi. Sedangkan perubahan sosial politik disebabkan karena adanya perubahan
pada basis ekonomi yang dilatarbelakangi pertentangan, atau kontradiksi dalam
kepentingan-kepentingan terhadap tenaga-tenaga produktif. Sedangkan lokomotif
dari perkembangan masyarakat adalah pertentangan antar kelas sosial.18
Dengan hukum dialektis, masyarakat berevolusi dari masyarakat feudal
menuju masyarakat sosialis.` Pada masyarakat feodal, keadaan ekonomi masih
sangat sederhana. Alat-alat produksi juga masih sederhana. Hukum-hukum sosial
yang tumbuh di masyarakat feodalpun sangat sederhana. Dalam masyarakat
semacam ini, biasanya menganut sistem ekonomi tertutup. Pertukaran dilakukan
dengan barter barang. Dengan sistem ini, pada masyarakat feodal tidak dijumpai
sekelompok orang yang mendominasi pasar. Namun, pada saat produksi mengalami
surplus, alat-alat produksi mulai berkembang, dan munculnya exchanger (alat
tukar), masyarakat feodal berubah menuju masyarakat kapitalis. Ciri masyarakat
kapitalis, adalah adanya pemilik modal, dan pekerja (buruh). Kapitalis, adalah
orang yang memiliki modal produksi, sedangkan buruh adalah orang yang bekerja
pada suatu industri, atau bekerja pada pemilik modal. Gerak dialektis akan terus

16
Tukang-ahli, yaitu seorang anggota penuh dari suata gilde, seorang ahli di dalam gilde, tetapi
bukan kepala gilde.(Keterangan Engels pada edisi Inggris tahun 1888).
17
Ibid. hal. 81
18
Bandingkan dengan, Takdir Historis bagi Doktrin Karl Marx, Vladimir Lenin (1913), Diterbitkan
dalam Pravda No. 50, 1 Maret 1913. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh Stepan Apresyan
(1963). Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Anonim (November 1998).Diterjemahkan
dari teks dalam Marxists' Internet Archive

8
berjlan, hingga pada suatu titik, kaum proletar akan memenangkan dialektika itu
dengan membentuk masyarakat komunis.19
Marx berpendapat bahwa, perubahan masyarakat dari feodal menuju
kapitalis, hingga berakhir pada masyarakat komunis, adalah perubahan yang tidak
terhindarkan lagi. Ia berjalan dengan hukum dialektika sejarah. Dialektika sejarah
adalah hukum sosial, ia adalah takdir bagi masyarakat. Dalam mewujudkan
masyarakat komunis, kaum proletar memegang peranan penting, untuk merebut
kekuasaan dari tangan kaum kapitalis, dan mengambil alih seluruh alat produksi
melalui tahap transisi yang dinamakan diktatur proletariat, sebagai pintu gerbang
tercapainya masyarakat komunis. Mark berkata, "Between capitalist and
communist society lies the period of the revolutionary tranformation of the one
into the other. There corresponds to this also a political transition period in
which the state can be nothing but the revolutionary dictatorship of the
proletariat"20.(Antara masyarakat kapitalis dan komunis terdapat satu periode
transisi revolusioner dari masyarakat kapitalis menuju masyarakat komunis. Ini
sesuai dengan dengan adanya peralihan politik di mana sebuah negara tidak lain
tidak bukan adalah diktator revolusioner dari kaum proletar").
Menurut Mark, pertarungan antara kapitalis dengan proletar merupakan
pertentangan kelas yang terakhir, dan mengakhiri proses dialektis. Yakni
terbentuknya masyarakat komunis yang tidak mengenal adanya kelas (classes
society); dimana masyarakat dibebaskan dari keterikatannya dengan milik pribadi,
tidak ada eksploitasi, penindasan, dan paksaan. Namun anehnya, masyarakat
komunis yang demikian itu, menurut Marx harus dicapai dengan kekerasan dan
paksaan. Marx menyatakan, " Force is the midwife of every old society pregnant
with a new one" (Kekerasan adalah bidan untuk setiap masyarakat lama yang
hamil tua dengan masyarakat baru".21

19
op.cit. hal. 82
20
Vladimir. I. Lenin, State and Revolution, International Publishers, New York, 1932, hal. 71.
21
Prof. Miriam Busdiardjo, hal. 83.

9
-

Berdasarkan hukum dialektika materialisme dan dialektika sejarah, kaum


komunis menganggap bahwa agama merupakan salah satu faktor timbulnya
penindasan, layaknya kaum borjuis menindas kaum proletar. Lebih jauh dari itu,
penolakan terhadap eksistensi Tuhan, merupakan konsekuensi logis dari paham
materialisme yang mereka anut. Kaum komunis menganggap agama sebagai racun
masyarakat. Vladimir Lenin pernah menulis hubungan antara agama dengan
sosialisme. Ia menyatakan sebagai berikut, "Masyarakat yang ada saat ini
sepenuhnya didasarkan atas eksploitasi yang dilakukan oleh sebuah minoritas kecil
penduduk, yaitu kelas tuan tanah dan kaum kapitalis, terhadap masyarakat luas
yang terdiri atas kelas pekerja. Ini adalah sebuah masyarakat perbudakan, karena
para pekerja yang "bebas", yang sepanjang hidupnya bekerja untuk kaum kapitalis,
hanya "diberi hak" sebatas sarana subsistensinya. Hal ini dilakukan kaum kapitalis
guna keamanan dan keberlangsungan perbudakan kapitalis.
Tanpa dapat dielakkan, penindasan ekonomi terhadap para pekerja
membangkitkan dan mendorong setiap bentuk penindasan politik dan penistaan
terhadap masyarakat, menggelapkan dan mempersuram kehidupan spiritual dan
moral massa. Para pekerja bisa mengamankan lebih banyak atau lebih sedikit
kemerdekaan politik untuk memperjuangkan emansipasi ekonomi mereka, namun
tak secuil pun kemerdekaan yang akan bisa membebaskan mereka dari kemiskinan,
pengangguran, dan penindasan sampai kekuasaan dari kapital ditumbangkan.
Agama merupakan salah satu bentuk penindasan spiritual yang dimanapun ia
berada, teramat membebani masyarakat, teramat membebani dengan kebiasaan
mengabdi kepada orang lain, dengan keinginan dan isolasi. Impotensi kelas
tertindas melawan eksploitatornya membangkitkan keyakinan kepada Tuhan, jin-
jin, keajaiban serta jang sedjenisnya, sebagaimana ia dengan tak dapat disangkal
membangkitkan kepercayaan atas adanya kehidupan yang lebih baik setelah
kematian. Mereka yang hidup dan bekerja keras dalam keinginan, seluruh hidup
mereka diajari oleh agama untuk menjadi patuh dan sopan ketika di sini di atas
bumi dan menikmati harapan akan ganjaran-ganjaran surgawi. Tapi bagi mereka
yang mengabdikan dirinya pada orang lain diajarkan oleh agama untuk
mempraktekkan karitas selama ada di dunia, sehingga menawarkan jalan yang
mudah bagi mereka untuk membenarkan seluruh keberadaannya sebagai
penghisap dan menjual diri mereka sendiri dengaan tiket murah untuk menuju
surga. Agama merupakan candu bagi masyarakat. Agama merupakan suatu
minuman keras spiritual, di mana budak-budak kapital menenggelamkan bayangan

10
manusianya dan tuntutan mereka untuk hidup yang sedikit banyak berguna untuk
manusia.
Tetapi seorang budak yang menjadi sadar akan perbudakannya dan bangkit
untuk memperjuangkan emansipasinya ternyata sudah setengah berhenti sebagai
budak. Para buruh modern yang berkesadaran-kelas, digunakan oleh industri
pabrik skala besar dan diperjelas oleh kehidupan perkotaan yang merendahkan
kedudukan di samping prasangka-prasangka religius, meninggalkan surga kepada
para pastur dan borjuis fanatik, dan mencoba meraih kehidupan yang lebih baik
untuk dirinya sendiri di atas bumi ini. Proletariat sekarang ini berpihak pada
sosialisme, yang mencatat pengetahuan dalam perang melawan kabut agama, dan
membebaskan para pekerja dari keyakinan terhadap kehidupan sesudah mati
dengan mempersatukan mereka bersama guna memperjuangkan masa sekarang
untuk kehidupan yang lebih baik di atas bumi ini.
Agama harus dinyatakan sebagai urusan pribadi. Dalam kata-kata inilah
kaum sosialis biasa menyatakan sikapnya terhadap agama. Tetapi makna dari
kata-kata ini harus dijelaskan secara akurat untuk mencegah adanya
kesalahpahaman apapun. Kita minta agar agama dipahami sebagai sebuah
persoalan pribadi, sepanjang seperti yang diperhatikan oleh negara. Namun sama
sekali bukan berarti kita bisa memikirkan agama sepanjang seperti yang
diperhatikan oleh Partai. Sudah seharusnya agama tidak menjadi perhatian
negara, dan masyarakat religius seharusnya tidak berhubungan dengan otoritas
pemerintahan. Setiap orang sudah seharusnya bebas mutlak menentukan agama
apa yang dianutnya, atau bahkan tanpa agama sekalipun, yaitu, menjadi seorang
atheis, dimana bagi kaum sosialis, sebagai sebuah aturan. Diskriminasi diantara
para warga sehubungan dengan keyakinan agamanya sama sekali tidak dapat
ditolerir. Bahkan untuk sekedar penyebutan agama seseorang di dalam dokumen
resmi tanpa ragu lagi mesti dibatasi. Tak ada subsidi yang harus diberikan untuk
memapankan gereja, negara juga tidak diperbolehkan didirikan untuk masyarakat
religius dan gerejawi. Hal-hal ini harus secara absolut menjadi perkumpulan bebas
orang-orang yang berpikiran begitu, asosiasi yang independen dari negara. Hanya
pemenuhan seutuhnya dari tuntutan ini yang dapat mengakhiri masa lalu yang
memalukan dan keparat, saat gereja hidup dalam ketergantungan feodal pada
negara, dan rakyat Rusia hidup dalam ketergantungan feodal pada gereja yang
mapan, ketika di jaman pertengahan, hukum-hukum inquisisi (yang hingga hari ini
masih mendekam dalam hukum-hukum pidana dan pada kitab undang-undang kita)
ada dan diterapkan, menyiksa banyak orang untuk keyakinan maupun
ketidakyakinannya, memperkosa hati nurani orang-orang, dan menggabungkan
pemerintah yang enak dan pendapatan dari pemerintah, dengan dispensasi ini dan

11
itu yang membiuskan, oleh lembaga gereja. Pemisahan yang tegas antara lembaga
Negara dan Gereja adalah apa yang dituntut proletariat sosialis mengenai negara
modern dan gereja modern.
Revolusi Rusia harus memberlakukan tuntutan ini sebagai sebuah
komponen yang diperlukann untuk kemerdekaan politik. Dalam hal ini, revolusi
Rusia berada dalam sebuah posisi yang menyenangkan, karena ofisialisme yang
menjijikkan dari otokrasi feodal polisi berkuda telah menimbulkan ketidakpuasan,
keresahan, dan kemarahann bahkan di antara para pendeta. Serendah-rendahnya
dan sedungu-dungunya pendeta Orthodoks Rusia, mereka pun sekarang telah
dibangunkan oleh guntur keruntuhan tatanan abad pertengahan yang kuno di
Rusia. Bahkan mereka yang bergabung dalam tuntutan untuk kebebasan,
memprotes praktek-praktek birokratik dan ofisialisme, hal memata-matai
polisiyang sudah ditetapkan sebagai "pelayan Tuhan". Kita kaum sosialis harus
memberikan dukungan kita pada gerakan ini, mendukung tuntutan para pendeta
yang jujur dan tulus hati menuju ke tujuan mereka, membuat mereka meyakini
kata-kata mereka tentang kebebasan, menuntut bahwa mereka harus memutuskan
semua hubungan antara lembaga keagamaan dan kepolisian. Seperti juga bagi
Anda yang tulus hati, di tiap kasus Anda harus mempertahankan pemisahan antara
Gereja dengan Negara dan sekolah dengan Agama, sepanjang agama sudah
dinyatakan secara tuntas dan menyeluruh sebagai urusan pribadi. Atau Anda tidak
menerima tuntutan-tuntutan konsisten tentang kebebasan ini, dalam kasus
dimana Anda tetap terpikat dengan tradisi inkuisisi, dalam kasus dimana Anda
tetap berpegang teguh dengan kerja pemerintahan yang enak dan pendapatan dari
pemerintah, dalam kasus dimana Anda tidak percaya terhadap kekuatan spiritual
dari senjatamu dan melanjutkan untuk mengambil suap dari negara. Dan dalam
kasus itulah para pekerja berkesadaran-kelas di seluruh Rusia menyatakan perang
tanpa ampun terhadap Anda.
Sepanjang yang diperhatikan kaum sosialis proletariat, agama bukanlah
sebuah persoalan pribadi. Partai kita adalah sebuah asosiasi dari para pejuang
maju yang berkesadaran kelas, yang bertujuan untuk emansipasi kelas pekerja.
Sebuah asosiasi seperti itu tidak dapat dan tidak seharusnya mengabaikan adanya
kekurangan kesadaran- kelas, ketidaktahuan atau obscurantisme (isme kekaburan,
ketidakjelasan) dalam bentuk keyakinan-keyakinan agama. Kita menuntut
pembinasaan sepenuhnya terhadap Gereja dan dengannya mampu menerangi
kabut religius yang begitu ideologis dan dengan sendirinya senjata ideologis,
dengan sarana pers kita dan melalui kata dari mulut. Namun kita mendirikan
asosiasi kita, Partai Buruh Sosial-Demokrat Rusia, tepatnya untuk sebuah
perjuangan melawan setiap agama yang menina bobokan para pekerja. Dan bagi

12
kita perjuangan ideologi bukan sebuah urusan pribadi, namun persoalan seluruh
Partai, seluruh proletariat.
Jika memang demikian, mengapa kita tidak menyatakan dalam Program
kita bahwa kita adalah atheis? Mengapa kita tidak melarang orang-orang Kristen
dan para penganut agama Tuhan lainnya untuk bergabung dalam partai kita?
Jawaban terhadap pertanyaan ini akan memberikan penjelasan tentang
perbedaan yang cukup penting dalah hal persoalan agama yang ditampilkan oleh
para demokrat borjuis dan kaum Sosial-Demokrat.
Program kita keseluruhannya berdasar pada cara pandang yang ilmiah, dan
lebih jauh materialistik. Oleh karenanya, sebuah penjelasan mengenai program
kita secara amat perlu haruslah memasukkan sebuah penjelasan tentang akar-akar
historis dan ekonomis yang sesungguhnya dari kabut agama. Propaganda kita perlu
memasukkan propaganda tentang atheisme; publikasi literatur ilmiah yang sesuai
--dimana pemerintah feodal otokratis hingga saat ini telah melarang dan
menyiksa-- yang pada saat ini harus membentuk satu bidang dari kerja partai kita.
Kita sekarang mungkin harus mengikuti nasehat yang diberikan Engels kepada
kaum Sosialis Jerman: menterjemahkan dan menyebarkan literatur intelektual
Pencerahan Perancis abad ke-18 dan kaum atheis.
Namun bagaimanapun juga kita tidak boleh dan tidak patut untuk jatuh
dalam kesalahan menempatkan persoalan agama ke dalam sebuah abstrak,
kebiasaan yang idealistik, sebagai sebuah masalah "intelektual" yang tak
berhubungan dengan perjuangan kelas, seperti yang tidak jarang dilakukan oleh
kaum demokrat-radikal yang ada di antara kaum borjuis. Tentulah bodoh untuk
berpikir bahwa, dalam sebuah masyarakat yang berdasar pada penindasan tanpa
akhir dan merendahkan massa pekerja, prasangka-prasangka agama bisa
disingkirkan hanya melalui metode propaganda melulu. Inilah kesempitan cara
berpikir borjuis yang lupa bahwa beban agama yanng memberati kehidupan
manusia sebenarnya tak lebih adalah sebuah produk dan refleksi beban ekonomi
yang ada di dalam masyarakat. Tak satupun dari famplet khotbah, berapapun
jumlahnya, dapat memberi pencerahan pada kaum proletariat, jika ia tidak
dicerahkan dengan perjuangannya sendiri melawan kekuatan gelap dari
kapitalisme. Persatuan dalam perjuangan revolusioner yang sesungguhnya dari
kelas kaum tertindas untuk menciptakan sebuah sorgaloka di bumi, lebih penting
bagi kita ketimbang kesatuan opini proletariat di taman firdaus surga.
Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kita tidak dan tidak akan
menyatakan atheisme dalam program kita, itulah mengapa kita tidak akan dan
tidak akan melarang kaum proletariat yang tetap memelihara sisa-sisa prasangka
lama untuk menggabungkan diri mereka dengan Partai kita. Kita akan selalu

13
mengkhotbahkan cara pandang ilmiah, dan hal itu essensial bagi kita untuk
memerangi ketidakkonsistenan dari berbagai aliran "Nasrani". Namun bukan
berarti bahwa pada akhirnya persoalan agama akan dikembangkan menjadi
persoalan utama, sementara hal itu sudah tidak dipersoalkan lagi, atau bukan
pula berarti bahwa kita akan membiarkan semua kekuatan dari perjuangan
ekonomi dan politik revolusioner yang sesungguhnya untuk dipilah-pilah mengikuti
opini tingkat ketiga ataupun ide-ide yang tidak masuk akal. Karena hal ini akan
segera kehilangan semua arti penting politisnya, segera akan disapu bersih
sebagai sampah oleh perkembangan ekonomi.
Dimanapun kaum borjuis reaksioner hanya memperhatikan dirinya sendiri,
dan sekarang sudah mulai memperhatikan dirinya di Rusia, dengan menggerakkan
perselisihan agama --karenanya dalam rangka membelokkan perhatian massa dari
problem-problem ekonomi dan politik yang demikian penting dan fundamental,
pada saat ini diselesaikan dalam praktek oleh semua proletariat Rusia yang
bersatu dalam perjuangan revolusioner. Kebijaksanaan revolusioner yang
memecahbelahkan kekuatan kaum proletariat, dimana pada saat ini
manifestasinya muncul dalam program Black-Hundred, mungkin besok akan
menyusun bentuk-bentuk yang lebih subtil. Kita, pada setiap tingkat, akan
melawannya dengan tenang, secara konsisten dan sabar berkhotbah tentang
solidaritas proletarian dan cara pandang ilmiah --seorang pengkhotbah yang asing
pada apapun hasutan-hasutan perbedaan sekunder.
Kaum proletariat revolusioner akan berhasil dalam membentuk agama
menjadi benar-benar urusan pribadi, sejauh yang diperhatikan oleh negara. Dan
dalam sistem politik ini, bersih dari lumut-lumut abad pertengahan, kaum
proletariat akan keluar dan membuka pertarungan untuk mengeliminasi
perbudakan ekonomi, sumber yang murni dari segala omong kosong relijius
manusia. [Novaya Zhizn, No. 28. 3 Desember, 1905.Tertanda: N. Lenin.
Diterbitkan sesuai dengan teks yang dalam Novaya Zhizn]22
Inilah sikap mereka terhadap agama. Agama dipandang sebagai salah satu
penyebab penindasan, eksploitasi kelas, dan lebih jauh lagi penyebab munculnya
imajinasi-imajinasi non-produktif. Tidaklah heran jika kaum komunis menganggap
agama sebagai racun, dan harus dibinasakan keberadaannya --alias atheis.

22
Vladimir Lenin (1905), Sosialisme dan Agama, Vladimir Lenin (1905). Dari V. I. Lenin, Collected
Works, Edisi Bahasa Inggris yang ke-4, Progress Publishers, Moscow, 1972, Cetakan ke-3, halaman
83-87. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Anonim (1997). Diedit oleh Anonim
(Desember 1998)

14
Selain itu latar belakang Marx sendiri adalah pengikut aliran Promothean23,
yang menuntun dan membuat dirinya anti agama (atheis). Ide masyarakat
promothean, serta pandangan sosiolog humanistik, Saint Simon, dan juga Proudhon
telah mewariskan cara berpikir religius pada Marx, sebagaimana mitologi Yunani,
yang menganggap Tuhan itu berlaku kejam terhadap manusia24. Dalam desertasi
doktornya yang ditulis antara tahun 1840 dan 1841, yakni Difference between The
Democratican dan Epicurean Philosophy (Perbedaan Antara Filsafat Democritus dan
Epicurus), Mark menyatakan, "...Semua bukti mengenai eksistensi Tuhan justru
menunjukkan non eksitensinya..Bukti sebenarnya harus mempunyai karakter yang
berlawanan..karena dunia yang tidak dapat dipahami ada, maka Tuhan
ada..Dengan kata lain irrasionalitas adalah dasar bagi eksistensi Tuhan25.
Pandangan religius yang mempertentangkan humanisme dan theisme telah
memberikan corak kebudayaan yang anthroposentris pada dunia barat modern
(kapitalis dan marxis), yakni menjadikan manusia sebagai pusat kebudayaan. Selain
itu, pandangan yang sangat anthroposentrik ini mendorong mereka selalu
memusuhi hal-hal yang berbau religius (agama), seperti surga, neraka, malaikat,
roh, norma-norma estetik, human superior, supranatural dll. Pandangan yang
anthroposentrik cenderung membawa manusia ke arah materialisme. Materialisme
dijadikan sebagai kebudayaan, tujuan, serta ukuran-ukuran kehidupan manusia.26
Akan tetapi bila dikaji lebih mendalam, kritik Mark terhadap agama, lebih
didasarkan teori yang dinamakan "the alienating effect of religion" (efek alienasi
(pengasingan) dari agama). Walaupun kritik Mark terhadap agama sangat
dipengaruhi oleh pemikiran Feurbach --terutama kritik Feurbach terhadap
pemikiran Hegel mengenai jatidiri manusia--, namun Marx mampu memberi
kontribusi baru bagi kritik Feurbach. Secara ringkas dalam bukunya The Essence of
23
Berasal dari nama seorang dewa dari mitologi Yunani; Promotheus. Promotheus suatu saat
mengkhianati para dewa Yunani, dengan memberikan api ketuhanan kepada manusia. Akibatnya
para dewa merantai Promotheus karena telah mengkhianati mereka. Semua ini, didasarkan
kepada suatu keyakinan bahwa para dewa Yunani tidak menginginkan manusia dapat meraih
kedudukan sejajar dengan dewa, mereka ingin agar manusia terus berada dalam kegelapan.
24
Pandangan ini telah mengembangkan permusuhan antara manusia dengan Tuhan, termasuk
penyembahan terhadap Tuhan, sedangkan tataran humanistik harus mengembangkan suatu
doktrin pertentangan antara humanisme dan theisme (ajaran ke-Tuhanan). Pertentangan antara
humanisme dan theisme kemudian membangun pilar-pilar kebudayaan Barat (borjuis) dan Marxis
yang anthroposentris, dengan menolak segala hal yang berbau agama; surga, neraka, malaikat,
ruh kudus, dll
25
Difference between The Democratican and Epicurean Philosophy, ditulis sebagai desertasi doktor
pada tahun 1841.
26
Baik kapitalisme maupun sosialisme (komunisme) adalah paham yang menjadikan materi sebagai
pusat kesadaran manusia. Kapitalisme yang bersikap sekuleristik, telah mengebiri agama sebagai
aturan hidup (way of life). Sedangkan komunisme telah mencampakkan sama sekali agama,
mereka menjadikan manusia tidak ubahnya mesin-mesin produksi. Sehingga tidaklah berlebihan
bila baik kapitalisme maupun komunisme adalah paham yang menyeret manusia untuk
menyembah kepada materi.

15
Christianity (Esensi Kristenitas)27, Feurbach melakukan pembalikan pada hubungan
antara Kristus dengan Tuhan. Ia menyatakan bahwa Bapak (Tuhan) dilahirkan oleh
Anak (Kristus). Tuhan tidak memanifestasikan Kristus, tapi Kristuslah yang
memanifestasikan Tuhan. Ini menunjukkan bahwa kemanusiaanlah yang melahirkan
hal-hal yang bersifat imajiner. Kristus adalah humanitas yang real. Roh Kudus tidak
lain adalah jiwa manusia itu sendiri yang gagal mengenali eksistensi ketuhanan
dalam dirinya sendiri,kemudian mempersonifikasikannya dalam bentuk makhluk
metafisik, dan meletakkan apa yang ada dalam dirinya dalam suatu imajiner. Inilah
yang disebut dengan Mark sebagai efek alienasi dari agama. Maksudnya, humanitas
akan terwujud ketika manusia mampu menghindari dari alienasi terhadap dirinya
sendiri atau melepaskan dirinya dari hal-hal yang imajiner, maka ia akan
menemukan kesadaran homo homini deo (manusia yang menjadi Tuhan bagi
dirinya). Inilah dasar-dasar pandangan Marx tentang agama dan humanitas.28
Feurbach mengkritik gagasan Hegel yang menyatakan bahwa dibalik
aktivitas manusia terdapat roh semesta, yang secara substansial roh semesta
inilah menurut Hegel-- yang melatarbelakangi seluruh kesadaran, dan perilaku
manusia. Dengan kata lain, seluruh aktivitas manusia ada dalang dibaliknya
[yakni Tuhan]. Dalam hal ini, Feurbach menuduh Hegel telah melakukan
pemutarbalikkan terhadap fakta. Menurutnya, Hegel seakan menyatakan bahwa
Tuhanlah yang nyata [sejati], sedangkan manusia adalah yang maya.
Padahal,faktanya manusia adalah yang nyata, sedangkan Tuhan adalah yang maya
[semu]. Manusia bukanlah pikiran Tuhan, bahkan Tuhan sendirilah pemikiran
manusia.29 Feurbach menyatakan, bahwa pengetahuan iderawi adalah pengetahuan
yang tidak bisa dibantah, sedangkan Tuhan adalah pemikiran manusia yang bersifat
spekulatif. Anggapan bahwa Tuhan adalah ide, bukan realitas mutlak, merupakan
anggapan dasar yang digunakan Marx untuk mengkritik agama. Mark menyatakan,
Manusia yang membuat agama, bukan agama yang membuat manusia.

27
Tulisan Fouerbach, Das Wesen des Christentums (Hakekat Agama Kristen), terbit di Leipzig dalam
tahun 1841. Lihat pula tulisan Marx , Thesis Tentang Feurbach (terj), yang ia tulis pada musim
semi 1845
28
Untuk lebih jelasnya bacalah karangan Engels, Ludwig Feuerbach dan Akhir Filsafat Klasik
Jerman, yang terbit di Stuttgart dalam tahun 1888. Baca pula Vladimir Lenin (1905), Sosialisme
dan Agama ); dari V. I. Lenin, Collected Works, Edisi Bahasa Inggris yang ke-4, Progress
Publishers, Moscow, 1972, Cetakan ke-3, halaman 83-87. Diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia oleh Anonim (1997). Diedit oleh Anonim (Desember 1998). Baca pula tulisan Marx yang
ia tulis dalam musim semi 1845, Thesis Tentang Feurbach (terj); mula-mula diterbitkan oleh
Engels dalam 1888 sebagai lampiran pada edisi yang tersendiri dari karyanya Ludwig Feuerbach;
yang dicetak menurut naskah edisi tersendiri pada tahun 1888 dan diperiksa dengan manuskrip
Karl Marx.
29
Gagasan Feurbach ini digunakan sebagai dasar ilmiah atheisme. Di kemudian hari pemikiran
Feurbach banyak mempengaruhi Nieztche, Freud, dan Marx.

16
Walaupun Feurbach telah memberikan kontribusi pemikiran mendasar bagi
teori-teori Marx, namun Marx tetap mengkritik Feurbach. Menurut Marx, Feurbach
tidak konsisten dengan asumsi-asumsinya mengenai manusia dan agama. Feurbach
menyatakan, penderitaan adalah tempat lahirnya Tuhan. Menurut Marx, harusnya
Feurbach melanjutkan dengan sebuah pertanyaan, mengapa manusia bisa
melarikan dirinya menuju agama? Selanjutnya, mengapa manusia tidak berupaya
merealisasikan hakikatnya secara nyata, mengapa justru ia mewujudkannya dalam
dunia maya [agama]? Menurut Marx, kelemahan Feurbach disebabkan karena
manusia yang dibicarakannya adalah manusia maya, yang tidak memiliki eksistensi
nyata. Marx, menyatakan bahwa manusia nyata adalah manusia yang hidup dalam
suatu masa, dan ada di dalam masyarakat, dan negara. Oleh karena itu, Marx
menyatakan bahwa, sebab yang mendasari manusia melakukan pengasingan
terhadap dirinya sendiri harus dicari di dalam masyarakat.
Apabila manusia yang ada di masyarakat dan negara, hanya mampu
mengaktualisasikan hakekat dirinya pada hal-hal yang imajiner, maka sebab
alienasi ini mesti dicari di masyarakat dan negara. Alienasi itu terjadi, karena
struktur masyarakat yang ada mencegah manusia untuk mengaktualisasikan dirinya
secara nyata. Mark menandaskan bahwa agama hanyalah tanda keterasingan
manusia terhadap dirinya sendiri, bukan dasarnya. Dasar keterasingan manusia
terhadap dirinya sendiri adalah hal-hal yang menyebabkan penderitaan manusia.
Kritik terhadap agama, harus selalu dikaitkan dengan kritik terhadap masyarakat
dan negara, terutama struktur yang menyebabkan penderitaan manusia, dimana
penderitaan ini kemudian akan menyebabkan keterasingan manusia terhadap
dirinya [tempat lahirnya Tuhan].30

30
Asumsi Feurbach, manusia menciptakan Tuhan, bukan Tuhan menciptakan manusia berangkat
dari satu sudut pandang bahwa Tuhan itu adalah khayalan atau ide. Bukan menyakini bahwa
Tuhan itu adalah Realitas Mutlak, yang memiliki eksistensi sendiri yang tidak bergantung dengan
eksistensi manusia, bahkan eksistensi manusia merupakan refleksi dari eksistensi Tuhan. Asumsi
ini Tuhan adalah khayalan/ide-- menyebabkan ia berpikir bahwa Tuhan merupakan manifestasi
dari keterasingan manusia. Dengan demikian, letak kesalahan dasar dari ide alienasi diri terletak
pada asumsi dasarnya, yakni menganggap Tuhan sebagai ide. Padahal, Tuhan dalam tradisi
berpikir Islam merupakan realitas mutlak [wajib al-wujud], dimana keberadaan Tuhan dapat
didekati dengan akal manusia, dengan jalan mengamati alam semesta, kehidupan, dan manusia.
Feurbach begitu pula Mark, telah terjebak dalam empirisasi buta, sehingga berkesimpulan bahwa
yang maya [abstrak] muncul dari pengalaman inderawi. Padahal, tidak mesti sebuah realitas
inderawi harus bisa diempirisasi dalam uji laboratorium. Contohnya adalah nyawa.

17
( )

Pada dasarnya, pemikiran sosialisme-marxisme dibangun di atas apa yang


disebut dengan dialektika materialisme dan materialisme historis. Dialektika
materialisme merupakan paradigma dasar dari sosialisme termasuk di dalamnya
komunisme. Dinamakan dialektika materialisme, sebab ia adalah cara pandang
terhadap fenomena alam yang didasarkan pada prinsip pertentangan (dialektika).
Dengan kata lain, metodologi berfikir dialektis adalah mengkontradiksikan dan
mempertentangkan suatu pemikiran dengan jalan discourse, atau dialektika.
Dinamakan dialektika materialisme, karena, paham ini menganalisa dan
menggambarkan fenomena-fenomena alam sebagai materi belaka; atau didasarkan
pada paham materialisme.
Sedangkan materialisme historis merupakan perluasan dari dialektika
materialisme yang mencakup kajian terhadap kehidupan masyarakat.
Materialisme historis adalah pisau analisis yang digunakan untuk mengkaji
kehidupan masyarakat. Ringkasnya, materialisme historis adalah dialektika
materialisme yang digunakan untuk mengkaji masyarakat dan sejarah masyarakat.
Dialektika materialisme adalah gagasan yang beranjak dari filsafat
materialisme. Paham ini memandang kehidupan, manusia, dan alam semesta
merupakan materi yang mengalami evolusi internal. Tidak ada pencipta dan
makhluk. Yang ada hanyalah evolusi internal materi.
Paham materialisme, atau materialisme-marxisme bertumpu pada sebuah
pemikiran yang menyatakan, bahwa alam semesta beserta bagian-bagiannya
adalah materi. Berbagai macam fenomena alam merupakan refleksi keragaman
dari materi yang terus bergerak. Hubungan timbal balik (dialektis) diantara
fenomena-fenomena tersebut, serta keadaan fenomena satu dengan yang lain yang
terlihat timbal balik (dialektis) seperti yang telah ditetapkan oleh hukum
dialektika-- merupakan aturan baku bagi berevolusinya materi yang terus bergerak.
Alam semesta berevolusi mengikuti hukum pergerakan materi. Alam semesta
tidak membutuhkan apapun. Engels menyatakan, Paham materialisme berlaku
bagi seluruh paham tentang alam semesta, sebagaimana bahwa alam semesta
tidak perlu bersandar kepada unsur luar di luar materi. Untuk memperkuat
paham materialismenya, Lenin mengutip pendapat filosof Herokleitos31 yang
menyatakan bahwa, Alam semesta adalah satu. Alam semesta tidak diciptakan
oleh tuhan maupun manusia apapun. Apo akan terus ada, dan api akan terus
kekal. Api akan menyala dan padam mengikuti aturan tertentu. Selanjutnya
Lenin menyatakan,Wahai yang telah menunjukkan paham dialektika
materialisme.

31
Filosof Herokleitos adalah seorang filosof Yunani yang hidup pada tahun 540-480 SM. Ia pernah
menyatakan, bahwa alam semesta adalah satu dan berjumlah. Materi pertama dari alam adalah api.
[pentj]

18
Inilah paham materialisme, atau materialisme-marxisme. Paham ini
digambarkan dalam bentuk pertentangan (dialektik). Oleh karena itu, paham ini
disebut dialektika. Dialektika adalah kata yang diambil dari bahasa Yunani
(dialogue); yang bermakna debat dan diskusi. Pada awalnya, dialektika adalah
keahlian untuk mengungkap kebenaran dengan jalan diskusi. Sebagian filosof
masa-masa awal menganggap bahwa mendiskusikan pemikiran-pemikiran yang
kontradiktif merupakan cara terbaik untuk menemukan kebenaran. Selanjutnya,
cara berfikir dialektis yang digunakan untuk menganalisa fenomena-fenomena
alam diubah menjadi metodologi dialektik untuk memahami alam semesta.
Menurut metodologi dialektik, fenomena alam akan terus bergerak, terus berubah
dan bersifat kekal. Evolusi alam merupakan akibat dari evolusi dan pertentangan
internal yang terjadi pada alam. Dengan kata lain, evolusi alam adalah akibat
langsung dari pertentangan-pertentangan antara potensi-potensi kontradiktif yang
terkandung pada alam.
Dialektika materialisme menyatakan bahwa alam berevolusi mengikuti
hukum gerak materi. Materi tidak membutuhkan rohani. Materi adalah tunggal
dan tidak diciptakan oleh Tuhan. Pandangan semacam ini adalah pandangan yang
sangat salah. Materi yang terpahami dan terindera-- adalah sesuatu yang ada
secara pasti. Sebab, eksistensinya bisa ditangkap oleh indera. Sedangkan
bergantungnya materi --yang terpahami dan terinderakepada unsur di luar
materi, juga merupakan perkara yang pasti.
Bukti telah menunjukkan, bahwa materi tidak bisa berpindah dari satu
kondisi ke kondisi lain kecuali dengan bantuan sesuatu di luar materi. Api akan
membakar, jika ada materi lain yang memiliki potensi keterbakaran. Jika materi
lain itu tidak memiliki potensi keterbakaran, tentu api tidak bisa membakar materi
tersebut. Sebagian zat asam hanya bisa mencairkan unsur tertentu saja, namun ia
tidak bisa mencairkan unsur yang lain. Sebagian unsur hanya bisa bergabung
dengan unsur yang lain kemudian saling berinteraksi, namun ia juga tidak bisa
saling berinteraksi dengan unsur-unsur yang lain pula. Dua atom hidrogen ketika
bertemu dengan satu atom oksigen akan membentuk air (H2 O). Akan tetapi, agar
terbentuk air, harus bertemu dua atom hidrogen dengan satu atom oksigen dengan
perbandingan berat atom H:O = 2:1. Benda-benda ini tidak akan bisa berubah
pada sembarang kondisi. Ia juga tidak bisa berpindah dari satu kondisi ke kondisi
yang lain kecuali tunduk dengan aturan tertentu dan berada pada kondisi tertentu.
Materi lain tidak akan bisa berubah seperti itu, kecuali jika fenomenanya juga
berubah, materinya berbeda, atau jika mendapatkan perlakuan yang berbeda.
Walhasil, suatu materi pasti membutuhkan materi yang lain. Bahkan, materi itu
membutuhkan unsur-unsur dan kondisi-kondisi tertentu. Api tidak akan
membakar kecuali ada benda yang memiliki potensi terbakar. Artinya, api, hingga
ia bisa membakar , membutuhkan materi lain yang memiliki potensi terbakar. Zat
asam hanya bisa mencairkan unsur-unsur tertentu yang memiliki potensi
ketercairan, sampai terjadi proses pencairan. Unsur-unsur tidak bisa saling
bersatu dan berinteraksi kecuali ada unsur-unsur lain yang memiliki potensi saling
berinteraksi dan bersatu.
Walhasil, agar terjadi proses saling bersatu dan saling berinteraksi, setiap
unsur membutuhkan unsur-unsur lain yang memiliki potensi saling berinteraksi

19
dan bersatu. Agar terbentuk seberat air , harus ada pertemuan antara dua atom
hidrogen dengan satu atom oksigen dengan perbandingan berat 2:1. Artinya, 2
atom oksigen membutuhkan 1 atom oksigen agar terbentuk seberat air (H2O).
Walhasil, materi membutuhkan materi yang lain. Ini merupakan argumentasi
nyata yang menunjukkan bahwa materi terindera pasti membutuhkan sesuatu
yang lain; atau setiap materi pasti memiliki sifat butuh pada yang lain.
Tidak bisa dinyatakan, bahwa materi memang membutuhkan pada materi
yang lain, akan tetapi materi dalam keseluruhannya tidak membutuhkan pada yang
lain. Tidak bisa dinyatakan semacam itu. Sebab, telah terlihat dan terbukti
dengan sangat jelas bahwa setiap materi memiliki sifat butuh kepada yang lain .
Kenyataan ini bisa dirasakan, sehingga tidak perlu dibuat premis-premis filosofis
untuk menyatakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada agar menjadi ada. Tidak
bisa dinyatakan, bahwa api membutuhkan materi yang di dalamnya memiliki
potensi keterbakaran. Seandainya keduanya disatukan tentu keduanya tidak lagi
membutuhkan sesuatu yang lain. Ini hanyalah sekedar premis-premis filosofis
yang kosong. Faktanya, api dan materi tersebut pasti membutuhkan potensi
keterbakaran. Artinya, secara kasat mata, baik api dan materi tadi pasti
membutuhkan sesuatu yang lain. Hal ini bisa dicerap oleh salah satu panca indera,
atau bisa dipahami dengan akal. Kenyataan semacam ini merupakan kenyataan
yang bisa dijangkau oleh indera, sehingga ia bisa dipahami oleh akal. Walhasil,
sifat membutuhkan materi lain memang nyata dan ada.
Pertemuan api dan materi tersebut tidak akan menghasilkan materi lain
yang memiliki sifat tidak butuh dan sifat butuh pada yang lain. Kenyataan
semacam ini juga terjadi pada semua materi yang ada di alam semesta.
Pertemuan materi tidak akan menghasilkan materi apapun yang memiliki potensi
butuh atau tidak butuh pada yang lain. Oleh karena itu, butuh atau tidak
butuh pada yang lain bisa disaksikan pada materi yang bersifat tunggal. Di sisi
lain, tidak ada materi yang tersusun dari semua materi (benda) yang ada di alam
semesta ini; sehingga bisa dinyatakan bahwa materi tersebut tidak butuh atau
membutuhkan pada yang lain. Walhasil, jika dinyatakan, bahwa keseluruhan
materi yang ada di alam semesta ini memiliki sifat tidak butuh atau butuh pada
yang lain, sesungguhnya ini hanya merupakan upaya untuk memberikan sifat pada
sesuatu yang tidak ada; dan sama sekali tidak memberikan sifat pada sesuatu yang
ada.
Bukti bahwa semua materi membutuhkan materi yang lain, terdapat di
alam semesta ini. Dengan demikian, pernyataan kaum sosialis semacam ini tidak
perlu dibahas. Sebab, ini adalah pernyataan khayali yang tidak memiliki fakta
sama sekali.
Tidak bisa dinyatakan, bahwa tatkala materi butuh pada materi yang lain,
maka tidak secara otomatis materi itu membutuhkan Sang Pencipta. Sebab, bukti
hanya bisa menetapkan bahwa materi tersebut hanya butuh pada materi yang lain.
Namun, tidak membuktikan bahwa materi tersebut butuh pada sang pencipta.
Kenyataan bahwa segala sesuatu membutuhkan kepada yang lain, telah
membuktikan bahwa segala sesuatu itu memang membutuhkan sesuatu yang lain.
Tidak bisa dinyatakan pula, jika setiap bagian membutuhkan bagian yang
lain, maka keseluruhan bagian akan saling membutuhkan satu dengan yang lain.

20
Sehingga, keseluruhan materi tersebut hanya membutuhkan materi yang lain, dan
tidak menunjukkan secara mutlak, bahwa materi itu membutuhkan yang lain (Sang
Pencipta di luar materi). Tidak bisa dinyatakan demikian, sebab materi pasti
membutuhkan materi atau sesuatu yang lain, walaupun pada materi yang tunggal
di kehidupan dunia. Ini membuktikan bahwa tidak ada satupun materi di
kehidupan dunia ini yang tidak membutuhkan kepada yang lain secara mutlak.
Artinya, sesuatu itu pasti membutuhkan sesuatu yang lain, walaupun kepada
sesuatu yang bersifat tunggal di alam semesta ini. Dengan kata lain, semua ini
membuktikan bahwa segala sesuatu itu pasti memiliki sifat butuh kepada yang
lain. Misalnya, orang yang berjalan selangkah. Ini menunjukkan bahwa orang
tersebut memiliki sifat berjalan. Misalnya juga, orang yang mengucapkan
sepatah kalimat; ini membuktikan bahwa orang tersebut memiliki sifat
berbicara. Sifat membutuhkan yang lain, berjalan, berbicara, dan lain-lain
menunjukkan adanya jenis atau substansi tertentu. Sekali lagi, ini
membuktikan, bahwa di dalam materi terkandung sifat substantif yang ada
kenyataannya. Walhasil, dengan terbuktinya sifat butuh kepada yang lain pada
sesuatu yang bersifat tunggal --padahal sifat butuh kepada yang lain
menunjukkan adanya sifat, yang berarti menunjukkan adanya substansi yang eksis
(al-mahiyah)-- membuktikan adanya sifat membutuhkan pada yang lain pada
setiap benda yang ada di alam semesta ini. Oleh karena itu, butuhnya setiap
bagian pada bagian yang lain telah menunjukkan secara pasti, bahwa benda-benda
tersebut memiliki sifat membutuhkan kepada yang lain.
Semua ini adalah sesuatu yang bisa diraba dan dirasakan, jika dinisbahkan
kepada semua benda yang ada di muka bumi ini. Adapun, jika dinisbahkan
kepada alam semesta, manusia, dan kehidupan, sesungguhnya, alam semesta
merupakan kumpulan dari planet-planet. Setiap planet dari kumpulan planet-
planet itu berjalan sesuai dengan aturan tertentu, dimana dirinya tidak mampu
untuk merubah aturan tersebut. Aturan ini bisa saja merupakan bagian planet
tersebut, atau menjadi khasiat dari planet tersebut; atau ia adalah unsur lain di
luar planet. Tidak ada kemungkinan lain, selain tiga kemungkinan ini.
Kemungkinan pertama, bahwa aturan tersebut adalah bagian dari planet.
Hal ini adalah asumsi yang salah. Sebab, planet-planet tersebut berjalan dalam
koridor (aturan tertentu) yang tidak bisa dilampauinya. Aturan tersebut tidak
ubahnya dengan jalan. Jalan berbeda dengan orang yang berjalan. Aturan yang
ditempuh oleh planet, bukan sekedar aturan yang ditempuh oleh planet saja, akan
tetapi aturan itu telah mengikat planet untuk berjalan sesuai dengan ketentuan
aturan tersebut. Oleh karena itu, aturan tersebut tidak mungkin bagian dari
planet tersebut. Selain itu, gerak planet itu sendiri bukanlah bagian dari
substansi planet. Akan tetapi, ia adalah aktivitas dari planet. Walhasil, aturan
itu tidak mungkin merupakan bagian dari planet.
Adapun, kemungkinan kedua yang menyatakan, bahwa aturan itu
merupakan khasiat dari planet, maka asumsi ini adalah asumsi yang salah. Sebab,
aturan tersebut bukanlah gerak planet itu saja. Namun, gerak planet tersebut
telah tunduk dengan koridor tertentu. Permasalahannya tidak hanya gerak planet
semata, akan tetapi gerak planet dalam aturan tertentu. Aturan ini tidak sama
dengan khasiat melihat pada mata. Akan tetapi, khasiat melihat pada mata

21
tersebut tidak akan berfungsi, kecuali berada dalam kondisi tertentu. Ini tidak
ubahnya dengan perubahan air menjadi uap air. Perubahan air menjadi uap air
tidak akan pernah terjadi, kecuali berada pada derajat panas tertentu.
Permasalahannya bukan hanya gerak planet, atau khasiat melihat pada mata, atau
perubahan air , akan tetapi permasalahannya adalah gerak planet pada koridor
tertentu, penglihatan mata pada kondisi tertentu, serta perubahan air pada
derajat panas tertentu. Kondisi tertentu yang mengikat planet, mengikat mata,
dan juga mengikat air ini adalah aturan. Demikianlah, meskipun gerak itu muncul
dari khasiatnya, akan tetapi gerak benda itu tidak akan terjadi kecuali jika berada
dalam kondisi tertentu, dimana kondis tertentu ini bukan berasal dari khasiatnya
sendiri. Jika tidak seperti itu, tentu aturan tersebut termasuk bagian dari khasiat
benda untuk mengatur geraknya sendiri. Secara otomatis, benda bisa membuat
aturan lain, selama khasiat membuat aturan merupakan bagian dari khasiatnya.
Faktanya, benda tidak mampu melakukan hal semacam ini. Oleh karena itu,
aturan tersebut bukanlah bagian dari khasiat benda. Secara pasti, aturan ini bukan
khasiat dari benda. Walhasil, setiap benda pasti membutuhkan kepada yang
sesuatu yang lain. Dengan kata lain, alam semesta ini membutuhkan suatu aturan.
Tidak bisa dinyatakan, bahwa eksistensi planet yang bergerak dalam aturan
tertentu itu, adalah khasiat yang muncul dari interaksi planet-planet dengan
planet-planet yang lain dalam satu-kesatuan tubuh yang tidak bisa dipisah-
pisahkan dari keseluruhan tubuhnya. Selanjutnya, dari interaksi planet-planet ini
lahir suatu khasiat bergerak dalam aturan tertentu. Misalnya, hidrogen dan
oksigen saja memiliki khasiat. Jika keduanya berinteraksi , maka keduanya
memiliki khasiat lain; demikian juga planet. Tidak bisa dinyatakan seperti itu,
sebab, ketika hidrogen dan oksigen berinteraksi, ia akan membentuk benda lain;
selanjutnya benda lain itu memiliki khasiat yang lain pula; yaitu khasiat yang
dimiliki oleh benda lain itu (air), bukan khasiat yang dimiliki hidrogen dan
oksigen yang ada di alam semesta ini. Ini berbeda dengan planet. Pada kondisi
berdiri sendiri, planet-planet atau sebuah planet tidak memiliki khasiat apapun;
selanjutnya ia memiliki khasiat akibat berinteraksinya bagian-bagian planet dalam
tubuh yang satu.32 Bahkan, khasiat ini tetap menjadi khasiat bagi setiap planet
dalam kondisi berdiri sendiri; khasiat yang dimiliki oleh planet saja. Dua buah
planet itu tidak pernah berinteraksi, lalu membentuk satu saja organ tunggal.
Oleh karena itu, khasiat yang dimiliki oleh planet, bukan berasal dari pertemuan
dua buah planet atau berinteraksinya planet-planet dalam satu-kesatuan tubuh.
Sebab, interaksi planet-planet kemudian menghasilkan satu organ (planet) yang
lain, sama sekali tidak pernah terjadi.
Adapun mengenai kehidupan; kehidupan itu membutuhkan air dan udara.
Hal semacam ini merupakan fakta yang dapat diraba dan diindera. Sedangkan
manusia, ia butuh kepada kehidupan, butuh kepada makanan, dan lain sebagainya.

32
Planet terdiri dari bagian-bagian planet. Bila bagian-bagian itu berinteraksi, ia akan membentuk
planet. Dalam kondisi semacam ini, yakni pada saat bagian-bagian planet itu membentuk organ yang
mencakup keseluruhan bagian-bagiannya, maka planet memiliki khasiat tertentu. Tetapi, ketika
bagian-bagian itu terpisah-pisah, maka planet juga tidak akan memiliki khasiat lagi. [Lihat, pendapat
filosof Herokleitos yang menyatakan, bahwa alam semesta adalah satu-kesatuan [pentj

22
Ini juga merupakan fakta yang bisa diraba dan diindera. Walhasil, alam semesta,
kehidupan, dan manusia membutuhkan kepada yang lain secara pasti.
Tidak bisa dinyatakan, bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta --
yang membutuhkan kepada sesuatu yang lain--, merupakan karakter (bentuk) yang
dimiliki oleh organ yang satu. Semuanya adalah materi yang membentuk organ-
organ yang berbeda-beda. Akan tetapi, pada dasarnya ia adalah organ yang satu,
yakni materi. Materi hanya membutuhkan dirinya sendiri, dan tidak butuh kepada
yang lain. Walhasil, materi tidak membutuhkan kepada sesuatu yang lain. Tidak
bisa dinyatakan seperti, sebab materi hingga membentuk bentuk-bentuk yang
beragam, ia tidak akan mampu membentuk bentuk-bentuk yang lain, kecuali
dengan nisbah tertentu yang memaksa dirinya. Nisbah tertentu ini berasal dari
selain materi. Air hingga berubah menjadi uap air, ia membutuhkan derajat
tertentu, sampai ia berubah menjadi uap air. Telur hingga berubah menjadi anak
ayam ia membutuhkan derajat panas tertentu. Demikian seterusnya. Oleh karena
itu, materi tidak mungkin membentuk materi yang lain kecuali dengan nisbah
tertentu dan kondisi tertentu. Nisbah atau kondisi tertentu ini bukan berasal dari
materi. Jika tidak, tentu ia akan mampu menciptakannya (nisbah dan kondisi
tersebut) sekehendak dirinya, dan ia bisa memaksa nisbah dan kondisi tertentu
tersebut. Nisbah dan kondisi tertentu ini telah memaksa materi untuk tunduk
kepadanya. Ini menunjukkan bahwa nisbah dan kondisi tertentu tersebut bukan
berasal dari materi itu sendiri. Walhasil, materi membutuhkan nisbah dan kondisi
tertentu, hingga proses pembentukan materi lain bisa berjalan dengan sempurna.
Atas dasar itu, materi pasti membutuhkan kepada sesuatu yang lain, atau telah
terbukti bahwa materi itu memiliki sifat membutuhkan kepada yang lainnya.
Makna dari kata membutuhkan adalah diciptakan. Sebab, tatkala
materi membutuhkan kepada sesuatu yang lain, ini berarti bahwa , ia tidak akan
mampu menciptakan sesuatu dari ketiadaannya. Dengan kata lain, ia tidak akan
mampu menciptakan sesuatu yang ia butuhkan itu. Walhasil, materi bukanlah
sang pencipta (khaliq). Selama materi itu bukan pencipta (khaliq) maka ia adalah
makluk (diciptakan). Sebab, semua yang ada di alam semesta ini tidak akan keluar
dari dua kemungkinan saja, khaliq (pencipta) atau makhluk (diciptakan). Tidak
ada kemungkinan ketiga. Kebergantungan materi kepada yang lain, menunjukkan
bahwa materi itu tidak mungkin azali.33 Sebab, makna kata azali adalah tidak
bergantung kepada apapun. Sebab, jika dalam gerak dan perubahannya ia
membutuhkan kepada yang lain, tentu dalam penciptaannya (eksistensinya) ia
akan lebih bergantung kepada yang lain. Ini didasarkan pada kenyataan, jika
keberadaannya mesti membutuhkan kepada sesuatu yang lain, tentu sesuatu yang
lain itu ada sebelum keberadaan dirinya. Dengan demikian, materi itu tidaklah
azali. Maksud dari azali adalah tidak tergantung dan membutuhkan kepada yang
lainnya. Semampang materi masih membutuhkan kepada yang lain, maka ia tidak
azali. Jadi, materi adalah makhluk (diciptakan) secara pasti. Adalah perkara
yang pasti, bahwa semua benda yang bisa dirasakan dan diindera membutuhkan
kepada yang lain. Semua ini juga menunjukkan secara pasti bahwa materi itu

33
Makna dari azali adalah tidak berawal dan tidak berakhir. Keberadaannya tidak dibatasi oleh
waktu, dan tidak tergantung, atau membutuhkan kepada yang lain.

23
diciptakan oleh Pencipta. Tidak diragukan lagi, alam semesta pasti membutuhkan
kepada yang lain, dan ia adalah makhluk yang diciptakan oleh khaliq.
Sang Pencipta tersebut harus bukan makhluk, dan harus bersifat azali.
Benar, Pencipta bukanlah makhluk. Sebab, jika ia makhluk tentu ia tidak bisa
disebut sebagai khaliq (pencipta). Sebab, tidak ada wujud kecuali khaliq dan
makhluk , dan keduanya adalah sifat yang saling menjelaskan. Makhluk berbeda
dengan khaliq secara pasti. Oleh karena itu, salah satu sifat dari pencipta itu
adalah bukan makhluk. Selama ia bukan makhluk, maka ia adalah khaliq
(pencipta). Tidak bisa dinyatakan, bahwa ia adalah pencipta untuk sesuatu, akan
tetapi ia juga diciptakan oleh sesuatu. Sebab, topik permasalahannya bukanlah
benda-benda tertentu, semisal manusia, atau peralatan. Akan tetapi, topik
permasalahannya adalah makhluk dari sisi makhluk itu sendiri, bukan dari sisi
makhluk tertentu. Topik permasalahannya juga menyangkut pencipta (khaliq)
yang memiliki sifat mencipta dari ketiadaan. Tidak ada sesuatu apapun yang
berkedudukan sebagai pencipta sekaligus makhluk (diciptakan) pada saat yang
bersamaan. Walhasil, al-khaliq (pencipta) adalah selain dari makhluk.
Adapun, mengapa khaliq harus azali, sebab jika khaliq (pencipta) itu
berawal , tentu ia adalah makhluk. Sebab, keberadaannya diawali dengan batas
tertentu. Oleh karena itu, eksistensinya sebagai pencipta mengharuskan dirinya
azali. Sebab, jika ia azali, maka semua benda disandarkan (dinisbahkan)
kepadanya, dan ia tidak bergantung kepada apapun. Keazalian pencipta ini
merupakan maksud dari makna Allah , yakni Allah swt.
Selain itu, sesuatu yang bisa dijangkau oleh akal adalah; manusia,
kehidupan, dan alam semesta. Benda-benda ini terbatas. Walhasil ia adalah
makhluk. Manusia adalah terbatas. Sebab, manusia tumbuh dalam batas-batas
yang tidak bisa dilampuinya. Oleh karena itu, ia terbatas. Karena manusia
merupakan species yang terdiri dari individu-individu, maka setiap individu
manusia adalah terbatas. Tidak ada perbedaan antara individu satu dengan
individu yang lain dalam hal karakter kemanusiaannya. Apa yang berlaku pada
satu manusia juga berlaku bagi manusia yang lain. Seperti halnya, salah satu jenis
dari jenis-jenis yang ada. Misalnya, emas yang menjadi bagian dari logam mulia;
singa yang menjadi bagian dari hewan; atau buah apel yang menjadi bagian dari
species buah-buahan..demikian seterusnya. Apa yang berlaku pada species itu,
berlaku juga pada individu-individunya. Contoh sederhana yang bisa dilihat
adalah, individu manusia akan mengalami kematian. Walhasil, manusia mengalami
kematian. Walhasil, species manusia akan mengalami kematian secara pasti. Ini
menunjukkan bahwa, sepecies tersebut (manusia) adalah terbatas secara pasti.
Sekedar menyakini bahwa manusia itu mengalami kematian, artinya menyakini
juga bahwa manusia itu terbatas. Tidak bisa dinyatakan bahwa manusia individual
saja yang mati, akan tetapi species manusia tidaklah mengalami kematian.
Buktinya, pada setiap kurun milyaran manusia mengalami kematian, akan tetapi
pada kurun berikutnya diganti dengan manusia yang jumlahnya juga semakin
banyak. Oleh karena itu, dalam posisinya sebagai species (jenis) manusia tidak
mengalami kematian. Yang mengalami kematian adalah manusia sebagai individu.
Tidak bisa dinyatakan seperti itu. Sebab, species manusia tidak tersusun dari
sekumpulan individu-individu manusia, sehingga dikatakan bahwa individulah yang

24
mengalami kematian, sedangkan keseluruhannya tidak mati. Selanjutnya,
disimpulkan bahwa species manusia tidak mengalami kematian. Yang benar
adalah, manusia adalah substansi tertentu yang terrefleksi secara utuh dan
menyeluruh dalam individu-individu, tanpa ada perbedaan satu dengan yang lain.
Seperti halnya, air, minyak, gandum, dan semua species yang ada. Oleh karena
itu, penilaian yang diberikan kepada manusia tidak boleh dinisbahkan kepada
keseluruhannya, sebab species manusia tidak terdiri dari keseluruhannya.
Penilaian kepada manusia harus dinisbahkan kepada substansinya, atau kepada
speciesnya. Apa yang berlaku pada substansi yang ada dalam individu, juga
berlaku pada substansi yang ada di dalam jenis manusia secara keseluruhan,
meskipun jumlah individunya banyak. Substansi ini terkandung pada satu individu
saja, dan pada setiap individu. Individu yang tunggal akan mengalami kematian.
Ini berarti, species manusia akan mengalami kematian juga. Bukti di atas34 tidak
bisa digunakan untuk membuat sebuah kesimpulan. Sebab, bukti tersebut adalah
bukti yang tidak sesuai dengan kenyataan. Bukti di atas merupakan bukti bagi
keseluruhan manusia bukan bagi jenis manusia. Selain itu, bukti di atas adalah
bukti lemah untuk digunakan sebagai acuan penilaian. Sebab, ia bukan bukti bagi
jenis manusia. Tidakkah anda melihat, bahwa air yang ada di dalam uap air tidak
akan habis meskipun diambil dari uap air. Artinya, air itu tidaklah terbatas.
Demikian juga minyak bumi. Minyak bumi tidak akan habis meskipun ia diambil.
Ini menunjukkan bahwa bahwa minyak bumi tidaklah terbatas. Bukankah anda
juga melihat, bahwa gandum tetap bertambah jumlahnya, meskipun ia banyak
dikomsumsi. Jika kita melihat keseluruhannya --yang berarti tidak akan pernah
habis, padahal, fakta menunjukkan bahwa jenisnya telah habis. Ini berarti bahwa
ia akan habis. Spesies manusia yang terefleksi dalam individu tunggal, akan
mengalami kematian. Berarti, jenis (species) manusia dari sisi manusia itu sendiri
akan mengalami kematian. Walhasil, manusia itu terbatas.
Kehidupan juga terbatas. Sebab, penampakannya bersifat individual.
Orang yang memperhatikan kehidupan, akan berkesimpulan bahwa ia akan
berakhir dalam individu. Walhasil, kehidupan itu terbatas. Kehidupan yang ada
pada diri manusia tidak ubahnya dengan kehidupan yang ada pada hewan.
Kehidupan tidak berada di luar individu akan tetapi, ia berada di dalam individu.
Kahidupan bisa diindera, meskipun tidak bisa dirasakan. Indera bisa membedakan
antara kehidupan dengan kematian. Kehidupan merupakan sesuatu yang bisa
diindera. Ia berada dalam setiap entitas yang hidup. Penampakannya ditunjukkan
dengan adanya pertumbuhan dan pergerakan makhluk hidup. Ia berada di dalam
individu tunggal, baik keseluruhannya maupun sebagiannya, dan tidak berkaitan
dengan sesuatu apapun yang berbeda dengan dirinya, secara mutlak. Kehidupan
yang ada pada satu individu juga merupakan kehidupan yang ada pada individu
yang lain. Kehidupan adalah jenis yang terrefleksi pada individu-individu
sebagai manusia. Selama kehidupan akan berakhir pada individu tunggal, berarti
bahwa jenis kehidupan akan berakhir. Walhasil, kehidupan itu terbatas.

34
Maksudnya adalah bukti yang menyatakan, bahwa pada setiap kurun milyaran manusia mengalami
kematian, akan tetapi pada kurun berikutnya diganti dengan manusia yang jumlahnya juga semakin
banyak. Oleh karena itu, dalam posisinya sebagai species (jenis) manusia tidak mengalami
kematian

25
Alam semesta juga terbatas. Sebab, alam semesta tersusun atas partikular-
partikularnya. Setiap partikular terbatas. Kumpulan dari sesuatu yang terbatas,
pasti terbatas juga. Ini disebabkan karena, setiap partikular memiliki awal dan
akhir. Meskipun jumlah partikular sangat banyak, akan tetapi tetap saja ia akan
berakhir dengan keterbatasannya. Keterbatasan tidak diukur dengan jumlah
partikular, akan tetapi karena ia memiliki awal dan akhir. Bahkan, keterbatasan
telah terbukti hanya dengan adanya awal saja. Ketika telah terbukti bahwa
lebih dari satu partikular terbatas, secara otomatis keseluruhannya juga memiliki
keterbatasan. Sebab, sesuatu yang berasal dari keterbatasan, pasti hasilnya juga
akan memiliki sifat keterbatasan. Artinya, keseluruhan partikular pasti terbatas.
Walhasil, alam semesta ini terbatas. Manusia, kehidupan, dan alam semesta
terbatas secara pasti.
Bila sesuatu yang terbatas ini kita cermati, maka kita akan menyimpulkan
bahwa ia tidaklah azali. Jika tidak, tentu ia tidak akan terbatas. Sebab, sesuatu
yang bisa dirasakan dan diindera ini, ada yang memiliki awal sehingga ia tidak
azali--, ada juga yang tidak memiliki awal sehingga ia azali. Tatkala sesuatu yang
terbatas terbukti memiliki awal, maka ia tidak azali. Sebab, arti kata azali adalah
tidak memiliki awal. Ketika ia tidak memiliki awal, pasti ia tidak memiliki akhir
juga. Dalilnya, adanya akhir mengharuskan adanya awal. Sebab, tidak akan ada
permulaan bila tidak ada titik awal. Artinya, tatkala permulaan telah terbentuk
dari sebuah titik, harus ada juga titik akhir (penghabisan). Sama saja apakah itu
terjadi pada suatu zaman, tempat, atau benda, maupun yang lainnya. Kenyataan
ini merupakan sesuatu yang bisa diindera secara pasti. Demikian juga
silogismenya. Sebab, silogisme semacam ini ini lahir dari sesuatu yang bisa
diindera. Jika tidak berasal dari sesuatu yang bisa diindera, tentu ia tidak akan
menghasilkan silogisme. Oleh karena itu, setiap yang memiliki awal, pasti ia
memiliki akhir. Arti dari kata azali adalah tidak berawal dan berakhir. Dengan
kata lain, ia tidaklah terbatas. Sesuatu yang terbatas tidaklah azali. Keberadaan
alam semesta, kehidupan, dan manusia yang terbatas itu menunjukkan bahwa ia
tidak azali. Jika tidak, tentu ia tidak akan terbatas. Selama alam semesta,
kehidupan, dan manusia tidak azali, maka semuanya pasti diciptakan oleh Yang
Lain. Alam semesta, kehidupan, dan manusia pasti diciptakan oleh yang lainnya.
Sesuatu yang lain ini adalah Pencipta. Dengan kata lain, Ia adalah pencipta
alam semesta, kehidupan, dan manusia. Oleh karena itu, alam semesta ini
diciptakan oleh al-khaliq (pencipta), diciptakan oleh Yang Azali, dan diciptakan
oleh Allah swt. Jika demikian, alam semesta ini tidak berkembang berdasarkan
hukum gerak materialisme, akan tetapi, ia membutuhkan yang lain dan terbatas
secara pasti. Alam semesta ini tidaklah azali secara pasti. Walhasil, alam semesta
ini diciptakan oleh Yang Azali. Kata azali di sini, maknanya adalah Allah swt.
Tiga perkara berikut ini haruslah diperhatikan:
Pertama, preposisi yang menyatakan bahwa eksistensi (wujud) tidak akan
pernah keluar dari dua kemungkinan saja, pencipta (khaliq) dan yang dicipta
(makhluk), bukan sekedar premis filosofis, akan tetapi ia adalah kenyataan yang
bersifat pasti. Sebab, pernyataan tersebut bukan sekedar preposisi belaka, atau
sekedar susunan silogisme yang disusun berdasarkan sebuah preposisi; akan tetapi,
pernyataan tersebut mengandung bukti yang bisa diindera dan dilihat. Ada

26
bukti inderawi yang menunjukkan bahwa alam semesta, kehidupan, dan manusia
diciptakan oleh khaliq (pencipta). Selain itu, adanya makhluk yang diciptakan
oleh khaliq merupakan hal yang bisa dipahami berdasarkan pemahaman inderawi.
Selanjutnya, dengan bukti inderawi ini disusun preposisi di atas. Oleh karena itu,
preposisi di atas dihasilkan dari bukti (inderawi) bukan dari sekedar premis.
Dengan kata lain, kami tidak membuat kesimpulan terlebih dahulu bahwa
eksistensi (wujud) tidak akan pernah keluar dari khaliq (pencipta) atau makhluk
(yang diciptakan); yang terindera dan terlihat adalah makhluk sedangkan yang
tidak bisa diindera dan dilihat, adalah khaliq. Dengan kata lain, kami tidak
menetapkan preposisi terlebih dahulu, baru kemudian mencari bukti
pembenarannya, sehingga preposisinya dibenarkan oleh bukti. Akan tetapi, kami
telah menempatkan materi yang bisa diindera dan dilihat itu, sebagai topik
pembahasan. Selanjutnya kami membuat kesimpulan bahwa materi itu wujud
(ada) secara pasti. Bahkan ia adalah perkara yang bisa disaksikan dan diraba.
Selanjutnya, kami mendapatkan bukti bahwa materi tersebut membutuhkan
kepada yang lain, secara pasti. Ini berarti, materi tersebut membutuhkan kepada
pihak yang menciptakannya. Walhasil, materi adalah makhluk. Bukti telah
menunjukkan bahwa materi yang bisa diindera dan dilihat adalah diciptakan
(makhluk). Preposisi ini disusun berdasarkan kenyataan yang pasti, bukan
didasarkan atas premis semata. Dengan demikian, keberadaan makhluk telah
terbukti dengan pasti. Adanya makhluk membuktikan secara pasti, adanya
pencipta (khaliq). Kemungkinan, makhluk ini diciptakan oleh dirinya sendiri,
atau diciptakan oleh yang lain. Tidak ada kemungkinan yang ketiga secara pasti.
Preposisi ini bukanlah premis semata, akan tetapi kenyataan terindera yang
ditunjukkan oleh makhluk. Kemungkinan pertama, bahwa ia diciptakan oleh
dirinya sendiri, adalah kesimpulan yang salah. Walhasil, materi harus diciptakan
oleh sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain ini adalah khaliq. Dengan demikian,
keberadaan pencipta (khaliq) telah terbukti. Dengan kata lain, bukti bahwa
materi yang bisa diindera dan dilihat, diciptakan oleh khaliq --sedangkan sang
pencipta adalah selain makhluk-- telah menetapkan adanya al-khaliq (pencipta).
Berdasarkan bukti inderawi yang menunjukkan bahwa makhluk dan al-khaliq itu
ada dan bahwa pencipta adalah selain makhluk--, bisa dipahami dengan pasti
bahwa wujud itu (eksistensi ) tidak akan pernah keluar dari dua kemungkinan saja.
Sebagai khaliq atau sebagai makhluk. Walhasil, preposisi di atas bukan sekedar
premis filosofis, akan tetapi ia adalah kenyataan empiris yang bisa dibuktikan
dengan bukti inderawi yang menyakinkan.
Kedua, konteks membutuhkan kepada yang lain pada materi yang bisa
diindera dan dilihat, berbeda dengan konteks persyaratan-marxisme35. Sebab

35
Inilah yang disebut dengan persyaratan umum. Stalin pernah menyatakan, Dialektika berbeda
dengan metafisika. Dialektika tidak menganggap alam semesta sebagai akumulasi aksidental dan
fenomena yang terpisah-pisah, terisolasi, dan terlepas dari sebagian yang lain. Tetapi, ia
(dialektika) menganggap bahwa alam semesta sebagai satu keseluruhan yang kukuh yang di dalamnya
materi dan fenomena saling berhubungan secara organik, dan saling bergantung. Satu dengan yang
lain merupakan syarat bagi sebagian yang lain secara timbal balik. Persyaratan umum menyatakan,
bahwa setiap materi dan fenomena merupakan syarat bagi materi dan fenomena yang lain secara
timbal balik. [pentj].

27
konteks persyaratan-marxisme menyatakan, bahwa setiap benda dan fenomena
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Benda dan fenomena tidak
bisa dipisah-pisahkan. Setiap fenomena yang terjadi di alam tidak mungkin
dipahami, bila dilihat secara tunggal, atau terpisah dari fenomena-fenomena yang
melingkupinya. Sebab, setiap fenomena yang terjadi di tempat manapun, akan
sia-sia dan tidak bermakna jika dipandang secara terpisah dari syarat-syarat yang
melingkupinya, dan jika dipisahkan dari syarat-syarat tersebut. Setiap fenomena
yang terjadi di alam ini harus dipandang sebagai sebuah fenomena-fenomena yang
saling mencakup dan melingkupi. Menurut mereka, syarat adalah keterkaitan
benda satu dengan yang lainnya yang tidak bisa dipisahkan. Seluruh fenomena dan
setiap fenomena tunggal menjadi syarat bagi fenomena lainnya. Dengan kata lain,
setiap fenomena yang terjadi di alam ini, menjadi syarat bagi fenomena yang lain
secara timbal balik. Inilah makna dari persyaratan-marxisme. Persyaratan
ini menjelaskan adanya keterkaitan antara materi satu dengan yang lain. Satu
dengan yang lain saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Persyaratan ini tidak
menjelaskan adanya makna membutuhkan kepada yang lain serta semua hal yang
berhubungan dengan sifat membutuhkan kepada yang lain. Semua materi
yang ada di alam ini satu dengan lainnya saling berkaitan secara timbal balik. Satu
fenomena menjadi syarat bagi fenomena yang lain. Walhasil, sebuah sistem tidak
bisa dinilai kecuali jika penilaian itu didasarkan pada kondisi dasar yang
melahirkan sistem tersebut. Sesuatu tidak bisa dinilai kecuali berdasarkan asas
yang melingkupi sesuatu itu. Akan tetapi, jika materi yang ada di alam ini, satu
dengan yang lainnya dipisahkan , maka sistem itu masih mungkin untuk dipahami,
tanpa mengkaji kondisi, tempat dan masanya. Makna persyaratan atau
persyaratan marxisme hanya berhubungan dengan keterkaitan satu materi
dengan materi yang lain, dan tidak menjelaskan tentang kebergantungan sesuatu
dengan yang lain. Oleh karena itu, pemahaman tentang membutuhkan kepada
yang lain berbeda dengan pemahaman persyaratan marxisme. Sebab,
pemahaman tentang membutuhkan kepada yang lain hanya berhubungan
dengan ketidakmungkinan untuk tidak membutuhkan kepada yang lain.
Sedangkan, pemahaman tentang persyaratan marxisme berhubungan dengan
ketidakmungkinan untuk memisahkan satu materi dengan materi yang lainnya.
Ada yang menyatakan, bahwa makna keterkaitan satu materi dengan
materi yang lain secara timbal balik, dan makna bahwa satu materi menjadi
syarat bagi materi yang lain, adalah kebergantungan materi kepada yang lain.
Sesuatu yang melingkupi fenomena dan benda merupakan sesuatu yang dibutuhkan
oleh materi. Walhasil, materi tersebut membutuhkan kepada persyaratan
marxisme tersebut. Ini berarti, bahwa sifat membutuhkan kepada yang lain
tidak lain adalah persyaratan marxisme itu sendiri. Jawabnya adalah sebagai
berikut; Yang dimaksud dengan sifat membutuhkan kepada yang lain itu
berbeda dengan makna persyaratan marixisme, meskipun preposisi tentang
persyaratan marxisme ini dikaitkan dengan preposisi tentang sifat
membutuhkan kepada yang lain. Lebih jelasnya, kaum sosialis tidak
berpendapat, bahwa setiap benda membutuhkan kepada yang lain, akan tetapi
mereka berpendapat bahwa setiap benda saling berkaitan satu dengan yang lain
secara timbal balik. Keterkaitan ini merupakan syarat bagi materi. Mereka hendak

28
membuktikan keterpengaruhan materi satu dengan yang lain, bukan hendak
membuktikan bahwa materi satu dengan materi yang lain memiliki sifat
membutuhkan kepada yang lain. Akan tetapi, mereka menyepadankan pendapat
mereka dengan pendapat bahwa materi itu membutuhkan kepada sesuatu yang
lain. Padahal, pendapat mereka itu berbeda dengan pendapat bahwa materi itu
membutuhkan kepada sesuatu yang lain. Dengan kata lain, sifat membutuhkan
kepada yang lain disejajarkan dengan pendapat tersebut (persyaratan marxisme),
padahal pendapat tentang membutuhkan kepada sesuatu yang lain disimpulkan
dari persyaratan marxisme, bukan pendapat yang berdiri sendiri. Oleh karena
itu, pendapat orang-orang marxis ini bisa dijadikan sebagai argumentasi bahwa
fenomena dan materi di alam ini, tidak azali. Sebab, keterkaitan fenomena satu
dengan yang lain secara timbal balik --dimana setiap bagian fenomena menjadi
syarat bagi fenomena yang lain-- menunjukkan bahwa setiap bagian fenomena
membutuhkan kepada yang lain. Walhasil, setiap fenomena dan materi tidak azali,
karena ia membutuhkan kepada yang lain. Sebab, sesuatu yang azali tidak
membutuhkan kepada yang lain, karena ia tidak memiliki awal. Jika materi dan
fenomena membutuhkan kepada yang lain, berarti ia memiliki awal. Dengan kata
lain, ada materi dan fenomena lain sebelumnya. Oleh karena itu, fenomena dan
materi tidak azali. Bahkan, persyaratan marxisme ini bisa dijadikan argumentasi
bahwa fenomena-fenomena dan materi di alam ini tidaklah azali. Ini disebabkan
karena, fenomena dan materi membutuhkan sesuatu yang lain, berdasarkan
pengakuan mereka. Sesuatu yang membutuhkan kepada yang lain tidak mungkin
azali. Dengan demikian, tampak jelas bahwa makna persyaratan marxisme
berbeda dengan makna membutuhkan kepada sesuatu yang lain. Akan tetapi,
berdasarkan preposisi persyaratan atau persyaratan marxisme dinyatakan
bahwa segala sesuatu di alam ini membutuhkan kepada yang lain. Ini
menunjukkan secara pasti, bahwa materi tidaklah azali.
Selama marxisme percaya bahwa semua materi di alam ini membutuhkan
sesuatu yang lain -- ini berdasarkan pendapat mereka tentang persyaratan umum
, maka terbuktilah bahwa materi membutuhkan sesuatu di luar materi, bukan
sekedar membutuhkan dirinya sendiri. Pengakuan bahwa materi membutuhkan
sesuatu yang lain secara otomatis merupakan pangakuan juga bahwa materi
tidaklah azali dan diciptakan. Begitu terbukti bahwa materi itu membutuhkan
sesuatu yang lain, maka terbukti juga ia diciptakan oleh yang lain (di luar materi).
Hal ini bisa dibuktikan dengan pembuktian yang sangat mudah. Ketika materi
membutuhkan materi yang lain, atau membutuhkan batasan tertentu saat ia
bertautan dengan yang lain secara timbal balik dimana salah satu materi menjadi
syarat bagi materi yang lain, maka, semua ini terjadi berdasarkan aturan-aturan
tertentu dan nisbah tertentu, dimana salah satu materi tidak akan mempengaruhi
materi yang lain kecuali sesuai dengan aturan dan nisbah tertentu tersebut. Salah
satu dari dua materi yang berinteraksi tersebut tidak mungkin bisa keluar dari
aturan-aturan dan nisbah tertentu itu. Aturan-aturan dan nisbah tertentu ini telah
mengikat keduanya. Aturan-aturan ini bukan berasal dari keduanya, atau salah
satu dari keduanya. Sebab, seandainya ia berasal dari salah satu materi tersebut
tentu ia tidak bisa keluar dari aturan itu, dan tentu ia tidak bisa mengubahnya.
Seandainya aturan itu berasal dari keduanya, tentu dengan interaksinya, keduanya

29
mampu keluar dari aturan tersebut dan merubahnya. Faktanya, keduanya tunduk
dengan dan dipaksa untuk berjalan sesuai dengan aturan tersebut. Keduanya
mustahil untuk keluar dari atau merubah aturan tersebut. Ini menunjukkan;
bahwa nisbah tertentu ini telah memaksa keduanya. Nisbah tertentu ini juga
mengikat keduanya untuk berjalan sesuai dengan dirinya (nisbah tertentu).
Walhasil, kedua materi tersebut membutuhkan kepada sesuatu yang lain. Dengan
kata lain, materi yang bisa diindera dan dilihat membutuhkan kepada yang lain.
Air hingga ia berubah menjadi uap air, membutuhkan derajat panas tertentu.
Derajat panas ini bukan berasal dari air maupun panas itu sendiri, Jika tidak,
keduanya (air dan panas) tentu mampu untuk menciptakan derajat panas itu
sekehendaknya, dan keduanya secara bersama-sama juga mampu menciptakannya
sekehendaknya. Selain itu, keduanya pasti bisa memaksa derajat panas itu. Fakta
menunjukkan, bahwa keduanya mustahil untuk keluar dari derajat panas itu.
Bahkan, aturan ini telah memaksa keduanya. Ketertundukan keduanya terhadap
aturan menunjukkan bahwa aturan itu bukan berasal dari keduanya. Baik air
maupun panas, masing-masing maupun bersamaan membutuhkan derajat panas
tertentu sampai keduanya berubah menjadi uap air. Oleh karena itu, keduanya
juga membutuhkan pihak yang menciptakan derajat panas hingga terbentuk uap
air. Demikianlah, semua benda yang bisa diindera dan dilihat membutuhkan
kepada sesuatu di luar dirinya. Ini berarti, bahwa semua benda diciptakan oleh
pencipta yang berada di luar mereka. Inilah bukti tak terbantahkan lagi.
Kebergantungan materi baik dalam kondisi tunggal maupun kolektif kepada nisbah
dan kondisi tertentu, hingga membentuk atau menciptakan materi yang lain, atau
hingga terjadi perubahan di dalamnya, merupakan perkara pasti yang bisa diindera
dan disaksikan. Seluruh manusia pasti menyakini hal ini. Demikian juga,
kenyataan bahwa nisbah dan kondisi tertentu bukan berasal dari materi itu
sendiri, akan tetapi datang dari selain materi, merupakan perkara pasti yang bisa
dilihat dan disaksikan. Artinya, semua materi baik dalam keseluruhan maupun
partikularnya telah terbukti memiliki sifat membutuhkan kepada yang lain, dengan
pembuktian pasti yang didasarkan pada bukti inderawi. Oleh karena itu,
terbuktilah secara menyakinkan, bahwa materi yang bisa diindera dan dilihat
membutuhkan kepada yang lain. Ketika terbukti bahwa materi membutuhkan
kepada sesuatu yang lain, terbukti juga bahwa materi telah diciptakan oleh
pencipta. Kenyataan bahwa materi membutuhkan kepada yang lain menunjukkan
bahwa ia tidak azali. Sebab, sesuatu yang azali tidak mungkin membutuhkan
kepada yang lain. Tatkala materi membutuhkan kepada yang lain, maka ia tidak
mungkin azali. Selama materi tidak azali, maka ia diciptakan oleh pencipta. Oleh
karena itu, berdasarkan pendapat persyaratan marxisme malah menunjukkan
bahwa alam semesta ini membutuhkan kepada yang lain. Ini berarti bahwa alam
semesta diciptakan oleh pencipta. Semua ini menunjukkan bahwa doktrin
persyaratan marxisme sendiri merupakan pengakuan terhadap eksisten dari
pencipta. Walaupun, pendapat yang menyatakan bahwa semua materi dan
fenomena yang ada di alam semesta saling berkaitan satu dengan yang lain, tanpa
bisa dipisah-pisahkan adalah pendapat salah. Sebab, ada materi yang ada di alam
semesta ini yang berhubungan dengan materi yang lain, ada pula yang tidak
berhubungan dengan yang lain. Ada pula fenomena yang berhubungan dengan

30
fenomena yang lain, ada pula yang tidak. Namun demikian, kenyataan bahwa
semua materi membutuhkan kepada yang lain merupakan perkara yang pasti.
Tatkala materi telah terbukti memiliki sifat membutuhkan yang lain, maka ia
sudah cukup untuk membuktikan bahwa materi tidak azali; dan ia diciptakan oleh
pencipta (khaliq).
Ketiga, kesimpulan tentang keterbatasan alam semesta serta keazaliannya;
yakni kesimpulan bahwa alam semesta itu terbatas dan tidak azali, sama sekali
tidak didasarkan pada jargon-jargon definitif belaka. Ia juga tidak didasarkan
pada pembahasan tentang bahasa ataupun kamus-kamus kata. Akan tetapi, ia
adalah penjelasan dari sebuah fakta yang bisa diindera. Keterbatasan dan
keazalian tidak memiliki makna istilah sehingga bisa diberi definisi menurut istilah.
Bahkan, ia tidak memiliki makna bahasa yang bisa diungkapkan oleh sebuah lafadz.
Akan tetapi, ia adalah kenyataan tertentu, mirip dengan pembahasan tentang
pemikiran. Tatkala kami menyimpulkan bahwa alam semesta terbatas, pada
dasarnya kami tengah menjelaskan suatu fakta tertentu yang memiliki awal dan
akhir. Walhasil, yang dibahas adalah faktanya, bukan kata keterbatasannya.
Keberadaan alam semesta yang memiliki awal dan akhir telah dibuktikan dengan
bukti yang bersifat inderawi. Walhasil, pembuktian ini ditujukan kepada fakta
tertentu bukan kepada makna kata secara literal. Dengan kata lain, tatkala
dinyatakan bahwa alam semesta tersusun atas planet-planet seberapapun
banyaknya, dan alam tersusun atas planet-planet tersebut, maka setiap planet
berapapun jumlahnya adalah terbatas. Kumpulan dari sesuatu yang terbatas adalah
terbatas juga. Oleh karena itu, alam semesta ini terbatas. Tatkala disimpulkan
seperti itu, bukti tidak ditujukan pada kata keterbatasan, akan tetapi, itu
adalah bukti yang menunjukkan bahwa alam semesta ini memiliki awal dan akhir.
Sebab, alam semesta bergerak dari dan berakhir pada satu titik. Fakta ini menjadi
bukti bagi keterbatasan. Fakta ini, walaupun dinyatakan dengan bahasa Inggris,
Perancis, Rusia, ataupun Jerman, ia adalah bukti bagi keterbatasan alam semesta.
Oleh karena itu, kesimpulan mengenai keterbatasan bagi alam semesta dan bukti
yang menunjukkannya, bukan didasarkan pada jargon-jargon definitif , kajian
bahasa, maupun penjelasan-penjelasan kamus bahasa. Akan tetapi, ia adalah
penjelasan terhadap fakta dan bukti yang didasarkan pada kenyataan. Demikian
pula pendapat yang menyatakan bahwa alam semesta yang bisa diindera dan
dilihat ini tidak azali; ia bukan didasarkan pada jargon definitif, kajian
bahasa, maupun penjelasan pada kamus-kamus bahasa, akan tetapi, ia adalah
penjelasan terhadap suatu fakta dan bukti yang didasarkan pada fakta. Begitu
juga sebaliknya. Pendapat yang menyatakan, bahwa hal ini (al-khaliq) adalah
azali, sesungguhnya pendapat ini tidak untuk menjelaskan kata azali dari sisi
lafadz, akan tetapi ia adalah penjelasan bagi fakta sekaligus bukti yang didasarkan
pada fakta. Ia adalah penjelasan mengenai sesuatu yang tidak memiliki awal, atau
sesuatu yang tidak memiliki titik awal. Fakta semacam ini adalah azali. Yang
menjadi pokok pembahasan adalah fakta mengenai azali, serta bukti yang
didasarkan pada fakta tersebut. Sama saja apakah fakta azali ini disebutkan
dengan bahasa Arab, Inggris, Perancis, Rusia, atau Jerman. Topik yang
diperbincangkan bukanlah makna azali menurut lafadz bahasa, akan tetapi fakta
tertentu yang tidak akan berubah meskipun diungkapkan dengan bahasa yang

31
berbeda. Jika dinyatakan bahwa sesuatu yang terbatas tidaklah azali, karena ia
memiliki awal; sedangkan azali tidak memiliki awal. Sebab, makna azali adalah
sesuatu yang tidak memiliki awal. Jika dinyatakan seperti ini, tidak berarti bahwa
ia untuk menjelaskan makna dari kata azali menurut bahasa, sehingga ia [kata
azali] memiliki definisi atau pembahasan bahasa, atau untuk menjelaskan kamus-
kamus kata, akan tetapi dinyatakan seperti itu untuk menjelaskan fakta tertentu,
yakni sesuatu yang tidak memiliki awal. Fakta sesuatu yang terbatas adalah
sesuatu yang memiliki awal dan akhir. Sedangkan fakta sesuatu yang azali adalah
sesuatu yang tidak memiliki awal. Walhasil, fakta sesuatu yang terbatas berbeda
dengan fakta azali. Inilah maksud dari pernyataan kami, bahwa sesuatu yang
terbatas tidaklah azali. Oleh karena itu, kesimpulan di atas berasal dari suatu
fakta tertentu, buka dari makna literal suatu kata.
Tiga perkara di atas harus diperhatikan ketika mengkaji bukti mengenai
keberadaan pencipta, atau eksistensi dari Allah swt. Bahkan dengan
memperhatikan tiga perkara di atas, telah terbukti bahwa eksistensi alam semesta,
manusia, dan kehidupan adalah terbatas dan tidak azali. Perkara ini adalah
perkara yang sangat menyakinkan. Bukti mengenai masalah ini merupakan bukti
yang tidak bisa dibantah oleh seorangpun. Akan tetapi, ada sebagian orang yang
menyatakan, bahwa ini hanyalah kajian literal untuk sebuah kata yang memiliki
makna. Sehingga, ia tidak absah dijadikan bukti bagi eksistensi pencipta. Atas
dasar itu, harus ada penjelasan, bahwa perkara di atas adalah kajian terhadap
suatu fakta yang membuktikan bahwa alam semesta, manusia, dan kehidupan
memiliki awal dan akhir; dan ketiganya bukanlah sesuatu yang tidak memiliki awal.
Oleh karena itu, ketiganya diciptakan oleh pencipta. Kenyataan, bahwa materi
yang bisa diindera dan dilihat pasti membutuhkan kepada sesuatu yang lain,
merupakan perkara yang pasti. Bukti menganai hal ini adalah bukti yang tidak bisa
dibantah oleh seorang pun. Namun ada sebagian orang berpendapat, bahwa
kebergantungan materi kepada yang lain merupakan suatu hal yang benar ; orang-
orang sosialis sendiri juga mengakui hal ini, ketika mereka menyatakan tentang
persyaratan marxisme; akan tetapi, materi hanya membutuhkan kepada materi
yang lainnya, sehingga ia tidak absah dijadikan bukti untuk membuktikan
keberadaan pencipta. Oleh karena itu, harus dijelaskan kembali, bahwa
persyaratan marxisme yang dipaparkan oleh orang-orang sosialis berbeda
dengan sifat membutuhkan kepada yang lain. Ini didasarkan pada pendapat
mereka yang menyatakan bahwa alam ini berkembang mengikuti hukum gerak
materi; yakni bahwa materi tidak membutuhkan sesuatu yang lain. Akan tetapi,
ketika mereka mengajukan persyaratan marxisme, mereka mengingkari bahwa
alam membutuhkan kepada yang lain. Walhasil, persyaratan yang mereka
kemukakan itu berbeda dengan membutuhkan kepada yang lain. Akan tetapi,
berdasarkan persyaratan ini justru telah dinyatakan bahwa materi pasti
membutuhkan kepada yang lain. Ketika mengakui bahwa materi memiliki sifat
membutuhkan yang lain, sekaligus mengakui bahwa materi itu diciptakan.
Disamping itu, pendapat yang menyatakan bahwa alam semesta berevolusi
mengikuti hukum gerak materi, sama saja telah mengakui bahwa alam semesta

32
memiliki sifat membutuhkan kepada yang lain36. Ketika dinyatakan bahwa
materi membutuhkan kepada yang lain, maka ini merupakan pengakuan bahwa
materi tersebut telah diciptakan. Sebab, ketika suatu materi membutuhkan
kepada yang lain, sama artinya dengan, bahwa sesuatu itu tidak azali; dan pasti
diciptakan. Selain itu, pendapat yang menyatakan bahwa alam semesta
berkembang mengikuti hukum gerak materi, sama artinya bahwa alam semesta
tersebut membutuhkan hukum gerak materi tersebut. Hukum ini tidak muncul dari
dari materi itu sendiri. Sebab, materi tersebut tunduk dengan hukum tersebut. Ia
juga tidak mampu keluar dari hukum tersebut, dan mustahil baginya untuk
merubah aturan tersebut. Bahkan ia dipaksa untuk tunduk dengan aturan
tersebut, dimana ia tidak kuasa untuk keluar dari aturan tersebut, atau untuk
merubahnya. Walhasil, materi telah dipaksa oleh selain dirinya. Walhasil, materi
pasti membutukan pihak yang menciptakan aturan tersebut. Ia membutuhkan
kepada sesuatu di luar dirinya. Oleh karena itu, materi pasti membutuhkan
kepada sesuatu yang lain. Membutuhkan kepada sesuatu yang lain, sama artinya
bahwa ia diciptakan. Semua ini merupakan pengakuan bahwa alam semesta
diciptakan. Dengan kata lain, pendapat tentang persyaratan marxisme secara
langsung merupakan pengakuan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh pencipta.
Tatkala pendapat yang menyatakan, bahwa alam semesta membutuhkan kepada
yang lain, dan tidak kuasa untuk menciptakan sesuatu yang dibutuhkannya
merupakan perkara yang pasti, maka ini merupakan bukti tak terbantahkan oleh
seorang pun. Namun demikian, sebagian orang yang menyatakan, bahwa
keberadaan alam yang diciptakan ini tidak secara otomatis berarti di sana ada sang
penciptanya. Pernyataan yang menyatakan bahwa seluruh eksistensi tidak pernah
keluar dari pencipta dan makhluk, hanya sekedar premis belaka. Sehingga, ia
tidak absah untuk membuktikan eksistensi pencipta. Oleh karena itu, harus
dijelaskan bahwa eksistensi tidak pernah keluar dari dua kemungkinan, pencipta
atau makhluk, bukan sekedar premis belaka; akan tetapi, ia adalah kenyataan yang
menyakinkan. Sebab, telah terbukti bahwa alam semesta ini diciptakan oleh
pencipta. Dengan demikian, ini merupakan bukti adanya pencipta yang
menciptakan alam semesta ini. Hal semacam ini juga merupakan bukti yang bisa
membuktikan bahwa eksistensi tidak akan pernah keluar dari dua kemungkinan,
pencipta dan makhluk (yang diciptakan). Seluruhnya menunjukkan bahwa, tiga
perkara di atas harus diperhatikan secara seksama.
Keberadaan pencipta merupakan kenyataan hakiki yang bisa diraba dan
diindera; dimana jari bisa diletakkan di atasnya. Eksistensi yang dimiliki oleh
pencipta bisa diraba jari melalui penginderaan. Pencerapan terhadap eksistensi
pencipta merupakan pencerapan inderawi langsung, bukan pencerapan yang
didasarkan oleh premis-premis logika. Bahkan pencerapan terhadap keberadaan
pencipta, tidak ubahnya dengan pencerapan terhadap materi yang bisa diindera.

36
Maksudnya adalah, tatkala alam semesta berevolusi mengikuti hukum gerak materi, ini
menunjukkan bahwa alam semesta tunduk kepada hukum gerak materi. Dengan kata lain, alam
semesta secara pasti membutuhkan hukum gerak materi. Sebab, alam tidak akan bisa bergerak
tanpa adanya aturan atau hukum gerak materi. Semua ini menunjukkan, bahwa orang-orang sosialis
sendiri tanpa disadari telah mengakui, bahwa alam semesta ini membutuhkan kepada yang lain, yakni
suatu aturan tertentu [pentj].

33
Akan tetapi, tidak berarti bahwa dzat pencipta bisa diindera dan diraba, akan
tetapi hanya eksistensinya (keberadaannya) saja yang bisa diindera dan diraba.
Bukti untuk masalah ini sangatlah mudah-, meskipun juga sangat sulit. Adapun
mengapa sangat mudah, sebab, manusia yang hidup di dunia ini bisa membuktikan
hal-hal di atas pada dirinya sendiri, pada kehidupan yang terdapat dalam benda
hidup, dan pada semua materi yang ada di alam semesta yang terus berubah dan
bergerak dari satu kondisi ke kondisi yang lain. Manusia juga menyaksikan
keberadaan suatu benda, dan lenyapnya suatu benda. Ia juga bisa menyaksikan
keteraturan semua benda yang bisa dilihat dan dirabanya. Dari sini ia bisa
menyimpulkan --melalui pencerapan inderanya bahwa di sana pasti ada pencipta
yang menciptakan seluruh eksistensi yang bisa diindera dan dilihat tersebut.
Semua ini adalah perkara yang alami. Seseorang yang mendengarkan suara, bisa
saja ia menyangka bahwa suara itu adalah suara kapal terbang, mobil, gilingan,
atau benda yang lain. Akan tetapi ia yakin bahwa suara itu berasal dari suatu
benda. Selanjutnya, ia menyakini sesuatu yang berada di luar suara itu. Walhasil,
keberadaan sesuatu yang menghasilkan suara tersebut merupakan perkara pasti
bagi orang yang mendengarnya. Ada bukti inderawi yang menunjukkan eksistensi
benda tersebut. Ini merupakan bukti yang sangat mudah. Walhasil, keyakinan
terhadap eksistensi benda yang menghasilkan bunyi tersebut merupakan keyakinan
pasti yang didasarkan pada bukti yang menyakinkan. Keyakinan semacam ini
merupakan perkara yang alami, selama ada bukti inderawi yang bisa
membuktikannya. Demikian juga, tatkala manusia menyaksikan perubahan
materi, dan menyaksikan lenyapnya sebagian materi, dan munculnya materi yang
lain; serta menyaksikan keteraturan di dalamnya; maka ia menyakini bahwa semua
itu bukan berasal dari materi tersebut. Ia juga menyakini bahwa materi tidak
mungkin menciptakan dan melawan aturan tersebut. Selanjutnya, ia pasti
menyakini bahwa semua ini berasal dari selain materi-materi tersebut. Akhirnya,
ia pasti menyakini keberadaan pencipta yang menciptakan benda-benda tersebut.
Dialah (sang pencipta) yang akan merubah, melenyapkan, dan membuat aturan
tersebut. Walhasil, keberadaan sang pencipta --yang ditunjukkan oleh
keberadaan, perubahan, dan keteraturan materi-- merupakan perkara yang pasti,
bagi orang yang menyaksikan perubahan, keberadaan, pelenyapan, serta
keteraturan materi. Ada bukti inderawi melalui penginderaan langsungyang bisa
membuktikan keberadaan pencipta, dengan pembuktian yang sangat mudah. Oleh
karena itu, kenyakinan terhadap keberadaan pencipta yang menciptakan makhluk -
-yang mengalami pelenyapan, perubahan, dan ia tidak mampu menciptakan dan
menentang aturan tersebut--, adalah keyakinan pasti yang didasarkan pada bukti
yang menyakinkan. Oleh karena itu, suatu yang alami, tatkala orang
menyaksikan sesuatu yang bisa diindera dan dilihat, serta menyaksikan apa yang
terjadi pada dan di dalamnya dimana materi tidak mampu menciptakan dan
menentang aturan tersebutmaka ia akan berkesimpulan berdasarkan
penginderaan inibahwa pasti ada pencipta yang menciptakan keberadaan materi
yang bisa diindera dan dilihat tersebut. Ini adalah perkara umum yang bisa
dimengerti oleh semua orang tanpa ada pengecualian. Dengan demikian,
pengakuan terhadap eksistensi pencipta bersifat menyeluruh bagi semua umat
manusia di setiap masa. Perbedaan pendapat hanya berkisar pada keberjumlahan

34
pencipta atau keesaan pencipta (politheisme atau monotheismenya). Akan tetapi,
mereka sepakat terhadap keberadaan pencipta. Sebab, hanya berfikir sedikit saja
mengenai wujud yang bisa diinderanya, ia akan berkesimpulan bahwa wujud itu
diciptakan oleh pencipta, dan pasti ada pencipta. Walhasil, pembuktian akan
adanya pencipta merupakan pembuktian yang sangat mudah. Sebab, hal
semacam ini tidak bertentangan dengan pencerapan indera terhadap semua
eksistensi (wujud) yang bisa dijangkau oleh indera. Hanya dengan memperhatikan
bahwa alam semesta tidak mampu menciptakan dan menentang aturan tersebut,
bisa disimpulkan bahwa alam semesta pasti diciptakan oleh pencipta, sekaligus
membuktikan bahwa di sana ada pencipta yang telah menciptakan alam semesta.
Oleh karena itu, banyak ayat di dalam al-Quran yang mendorong untuk mengamati
seluruh eksistensi yang bisa dijangkau indera manusia, untuk membuktikan
eksistensi sang pencipta.
Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian
malam dan siang, adalah tanda bagi orang-orang yang berfikir. [Ali Imran:190]
Semua ini merupakan bukti menyakinkan bagi eksistensi pencipta.
Hendaknya, manusia memperhatikan bagaimana onta diciptakan, bagaimana langit
ditinggikan serta bagaimana gunung ditegakkan, niscaya ia akan memahami
keberadaan pencipta. Oleh karena itu, ketika Titov, salah seorang astronot Rusia,
mengadakan perjalanan ruang angkasa mengitari bumi, ia mengatakan bahwa
dirinya menyaksikan bumi tergantung di ruang angkasa tanpa disangga oleh sesuatu
apapun, baik dari bawah, atas, maupun sampingnya. Akan tetapi bumi tergantung
dengan sendirinya. Ia juga menyaksikan bahwa ruang angkasa tidak disangga oleh
apapun. Ia telah menceritakan peristiwa ini seperti yang pernah diungkapkan oleh
ahli-ahli agama. Dengan kata lain, ia telah menyimpulkan dari apa yang ia
saksikan itu; bahwa tidak mungkin bumi bisa tergantung di ruang angkasa tanpa
disangga sesuatu apapun; dan ia bisa bergerak mengelilingi angkasa tanpa ada
sesuatupun yang menyangganya. Sudah sangat jelas bahwa bumi tergantung
namun tidak terjatuh. Ini semua membuktikan bahwa pasti ada sesuatu yang
menyangga dan menahan bumi hingga tidak jatuh. Ini adalah bukti inderawi yang
disaksikan oleh Titov di bumi. Walhasil, ia adalah bukti yang sangat menyakinkan,
meskipun tidak terlalu sulit untuk dibuktikan. Demikian juga mengenai
pertanyaan manusia tentang penciptaannya dari air yang memancar;
pertanyaannya tentang apa (sperma) yang mereka pancarkan, apa yang mereka
tanam, dan apa yang mereka nyalakan; apakah mereka yang menciptakan anak
dari air yang memancar itu, , atau tanaman dari yang mereka tanam, atau, pohon
yang bisa menimbulkan api? Pasti mereka menjawab dan menyakini dengan pasti,
bahwa mereka bukanlah yang menciptakannya. Pasti ada pencipta di luar mereka
yang menciptakan semua itu. Berdasarkan bukti-bukti inderawi, akan bisa
mencermati proses penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal
yang berjalan di atas laut, air hujan, serta semua yang melata di muka bumi ini,
bertiupnya angin, dan mendung, untuk membuktikan bahwa semua ini pasti
diciptakan oleh pencipta. Semuanya adalah bukti menyakinkan bagi eksistensi
pencipta. Lebih dari itu, ini adalah bukti-bukti yang tidak terbantahkan lagi.
Bukti yang bisa dipahami dan diyakini seluruh manusia, dengan cara yang sangat
mudah. Tak seorangpun bisa membantahnya. Keberadaan pencipta bisa

35
dibuktikan berdasarkan bukti-bukti inderawi yang tangan bisa diletakkan di
atasnya. Untuk membuktikan hal semacam ini sangatlah mudah.
Adapun bukti tentang eksistensi pencipta dengan pembuktian yang agak
sulit (njlimet), ini disebabkan karena ada sebagian orang yang menolak bukti-bukti
sederhana di atas, lalu mempersulit dirinya dengan membahas sesuatu yang
sebenarnya sangat sederhana ini. Akhirnya mereka menemui perkara baru yang
justru semakin mempersulit dirinya. Mereka juga harus menyodorkan bukti-bukti
untuk membuktikan perkara-perkara baru ini. Oleh karena itu, sebagian orang di
abad modern ini berpendapat bahwa alam semesta ini terus mengalami perubahan
berdasarkan bukti-bukti inderawi. Kesimpulan semacam ini tidak bisa ditolak oleh
siapapun. Ini berarti, bahwa alam semesta adalah sesuatu yang baru, sebab,
sesuatu yang terus berubah pasti ia adalah baru. Selama alam semesta dianggap
sebagai sesuatu yang baru, maka ia adalah makhluki. Dengan kata lain,
keberadaannya telah diciptakan sebelum ada. Namun demikian, mereka
berpendapat bahwa yang mengalami perubahan adalah bagian-bagian yang
menyusun alam semesta. Sedangkan alam semesta secara keseluruhan tidak akan
pernah berubah. Alam semesta terus seperti semula dan tidak pernah berubah.
Kehidupan yang terus berada dalam materi hidup adalah kehidupan yang tidak
pernah berubah. Manusia sebagai manusia akan tetap langgeng, dan tidak akan
pernah berubah. Akhirnya mereka berkesimpulan bahwa alam semesta ini
bukanlah sesuatu yang baru, akan tetapi paling awal, azali dan tidak memiliki
awal. Oleh karena itu, alam semesta tidak diciptakan oleh pencipta. Dari sinilah,
sebagian orang di masa modern ini berpendapat bahwa fenomena-fenomena alam
yang sangat banyak itu seperti yang bisa dicerap oleh inderaterus mengalami
perubahan dari satu kondisi ke kondisi lain. Perpindahan dari satu kondisi ke
kondisi yang lain serta pergerakan terus-menerus ini bukan muncul dari materi itu
sendiri. Sebab, secara substantif dan jika berada dalam kondisi tunggal, materi
tidak mungkin mewujudkan pergerakan itu dan menolak pergerakan itu.
Sudah sewajarnya, berdasarkan kenyataan ini, mereka menyakini adanya kekuatan
lain yang sanggup mentransformasikan materi dari satu kondisi ke kondisi, serta
menggerakkannya. Dengan kata lain, mereka harusnya menyakini adanya pencipta
alam semesta ini. Akan tetapi, mereka berkesimpulan sebaliknya. Sebab, mereka
malah menyatakan bahwa alam semesta adalah materi . Mereka juga menyatakan
bahwa fenomena-fenomena alam yang banyak jumlahnya itu merupakan refleksi
dari keberagaman materi yang bergerak. Hubungan timbal balik antara
fenomena-fenomena alam, serta keterkaitan satu fenomena dengan fenomena
yang lain secara timbal balik adalah hukum dasar bagi evolusi materi yang terus
bergerak. Alam semesta berevolusi mengikuti hukum pergerakan materi.
Akhirnya mereka berkesimpulan bahwa, alam semesta secara keseluruhan tidak
membutuhkan sesuatu apapun. Oleh karena itu, alam semesta tidak
membutuhkan pencipta yang menciptakan alam semesta. Sebab, alam semesta
membutuhkan pada dirinya sendiri. Atas dasar ini, jelaslah bahwa pada masa lalu
maupun sekarang tidak ada satupun pengingkaran terhadap eksistensi pencipta.
Namun, pengingkaran terhadap eksistensinya muncul akibat penafsiran salah
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan bukti-bukti mengenai eksistensi
pencipta. Penafsiran yang salah ini mengakibatkan pengingkaran terhadap

36
keberadaan pencipta. Jika dinisbakan kepada zaman dahulu, kita akan
menemukan bahwa perubahan alam merupakan perkara yang tidak mungkin bisa
diingkari. Perubahan tidak hanya berlaku pada partikular-partikularnya, akan
tetapi juga pada keseluruhannya. Akan tetapi, perubahan ini tidak bermakna
bahwa substansi materinya berubah, akan tetapi ia berada dalam kondisi yang
terus berubah. Jeruk, tanaman pertanian, pohon, besi, manusia, hewan dan lain-
lain mengalami perubahan dari satu kondisi ke kondisi yang lain. Hal ini bisa
disaksikan dengan mata. Akan tetapi perubahannya tidak bermakna bahwa jeruk
bisa berubah menjadi pohon, atau pohon menjadi besi, atau menjadi tanaman
pertanian.dan seterusnya. Akan tetapi, perubahan hanya terjadi pada sifat dan
kondisinya. Sedangkan perubahan menjadi bentuk yang lain disebut dengan
pergantian. Pergantian bukan sebagai buktinya, akan tetapi adanya perubahan.
Atas dasar itu tidak benar jika dinyatakan, bahwa alam semesta secara
keseluruhan tidak mengalami perubahan. Salah juga bila dinyatakan bahwa alam
semesta akan terus langgeng tidak mengalami perubahan. Tidak benar , bahwa
manusia sebagai manusia tidak pernah berubah . Demikian juga tidak tepat jika
dinyatakan, bahwa kehidupan secara substantif tidak mengalami perubahan.
Alam semesta beserta isinya, alam, manusia dan kehidupan akan mengalami
perubahan. Alam semesta secara faktual terus mengalami perubahan. Ketika
alam bergerak maka ia akan terus berubah. Manusia terus mengalami perubahan
secara faktual. Perubahan dirinya dari bayi menuju pemuda, sampai menjadi
pikun adalah perubahan. Kehidupan juga mengalami perubahan secara faktual.
Adanya kehidupan yang tampak pada diri manusia, hewan, tanaman, dan pohon
merupakan bukti bahwa ia mengalami perubahan. Walhasil, ia mengalami
perubahan secara pasti. Oleh karena itu, pendapat yang mereka nyatakan bahwa,
alam semesta bukanlah sesuatu yang baru, telah tertolak. Sebab, alam semesta
baik secara keseluruhan, maupun secara partikular mengalami perubahan.
Bahkan, ia akan terus berubah. Setiap yang berubah adalah sesuatu yang baru.
Berarti, alam semesta adalah sesuatu yang baru . Oleh karena itu, alam semesta
tidaklah azali. Selama alam semesta tidak azali, maka ia diciptakan oleh
pencipta. Sebab, setiap yang bukan azali adalah makhluk (diciptakan).
Keberadaan alam semesta yang tidak azali itu cukup dibuktikan dengan
menyaksikan seluruh fenomena yang terjadi di dalamnya; mulai dari adanya
musim semi, musim panas, musim dingin, dan musim gugur; mengumpalnya awan,
jernihnya udara; halilintar, guruh, topan, dan angin sepoi-sepoi; kematian dan
kehidupan, serta berubahnya biji menjadi tanaman, hingga berubah menjadi
tanaman yang kering; perubahan biji menjadi pohon, menjadi kayu, dan akhirnya
menjadi kayu bakar; perubahan air menjadi uap air atau es; perubahan embrio
menjadi janin, anak , pemuda dan akhirnya menjadi tua renta yang pikun;
perubahan dari telur menjadi anak ayam, ayam jago, hingga menjadi makanan
yang dimakan manusia; serta semua hal yang terjadi di alam semesta baik secara
keseluruhan maupun sebagian-sebagiannya. Semua ini cukup untuk membuktikan
bahwa alam semesta secara keseluruhan adalah sesuatu yang baru . Semua
bagiannya adalah sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru berarti tidak azali.
Sebab, ia memiliki awal yang mengawalinya. Ini juga berarti bahwa ia diciptakan
oleh pencipta. Keberadaan alam semesta yang memiliki permulaan bermakna,

37
bahwa awalnya ia tidak ada kemudian diciptakan. Eksistensi alam yang diciptakan
dari ketiadaan memastikan adanya pencipta yang menciptakannya. Ini saja sudah
cukup untuk membuktikan keberadaan pencipta. Sebab, adanya makhluk yang
diciptakan pencipta, menunjukkan secara pasti adanya pencipta. Oleh karena
itu, pendapat sebagian orang di masa modern ini, yang menyatakan bahwa alam
semesta adalah azali wajib ditolak. Telah terbukti bahwa alam semesta
diciptakan oleh pencipta. Atas dasar ini, eksistensi pencipta telah terbukti.
Adapun jika dinisbahkan kepada pendapat sebagian orang di masa modern
ini, yakni pendapat yang dinyatakan oleh orang-orang sosialis, kami menemukan
bahwa persoalan yang menjadikan mereka ingkar (terhadap eksistensi pencipta)
adalah, mereka telah menyatakan bahwa hubungan-hubungan timbal balik antara
fenomena satu dengan fenomena yang lain, serta keterpautan fenomena satu
dengan yang lain secara timbal balik merupakan hukum dasar bagi evolusi materi
yang bergerak; dan alam semesta bergerak mengikuti hukum pergerakan materi.
Ini Inilah persoalan yang menjadikan mereka ingkar terhadap keberadaan pencipta.
Munculnya keruwetan pada diri mereka berasal dari penafsiran mereka terhadap
perubahan dan perpindahan dari satu kondisi ke kondisi lain yang terjadi alam;
serta penafsiran mereka terhadap keberadaan sebagian materi yang setelahnya
melenyap; serta ketiadaan sebagian benda yang setelahnya mewujud; atau
disebabkan karena penafsiran mereka terhadap terbentuknya materi dalam
berbagai bentuk yang berbeda-beda. Mereka menyatakan bahwa semua ini berasal
dari hukum materi, bukan berasal dari sesuatu di luar materi. Hukum pergerakan
materi merupakan hukum yang berpengaruh di alam semesta ini. Alam semesta
berevolusi mengikuti hukum pergerakan materi. Inilah permasalahan yang
menjadikan mereka mengingkari eksistensi pencipta. Oleh karena itu, yang harus
dilakukann adalah memecahkan keruwetan yang ada pada diri mereka. Dengan
kata lain, topik yang harus dibahas adalah hukum materi, bukan perubahan alam
semesta. Jika terbukti bahwa aturan ini bukan berasal dan bukan khasiat dari
materi, akan tetapi aturan yang berasal dari selain materi dan dari luar materi
yang telah memaksa materi; maka akan terbukti bahwa ada sesuatu di luar materi
yang telah berpengaruh pada materi. Dengan demikian, batillah pandangan
mereka, serta terurailah keruwetan pada diri mereka. Sebab, alam tidak
berjalan mengikuti hukum pergerakan materi, akan tetapi berjalan sesuai dengan
aturan yang dibuat oleh pembuat aturan tersebut suatu aturan yang telah
memaksa materi untuk tunduk kepadanya. Walhasil, tertolaklah pandangan kaum
sosialis, dan terurailah keruwetan mereka.
Aturan tersebut bukan berasal dari materi. Sebab, aturan tersebut
merupakan refleksi dari ketertundukan materi dalam nisbah dan kondisi tertentu.
Air hingga berubah menjadi uap air, atau menjadi es, harus sejalan dengan aturan
tertentu, atau sesuai dengan derajat panas tertentu. Pada mulanya, pemanasan
air tidak mempengaruhi kondisi air sebagai sebuah cairan. Akan tetapi ketika
pemanasan air ditingkatkan atau dikurangi, maka kondisi kesetimbangan cairan
menjadi berubah. Dalam satu kondisi ia bisa berubah menjadi uap air, dan pada
kondisi yang lain ia bisa berubah menjadi es. Derajat panas ini merupakan aturan
yang sejalan dengannya air akan berubah menjadi uap air atau berubah menjadi
es. Nisbah ini, yaitu panas dalam kadar tertentu untuk air dalam ukuran tertentu,

38
tidak mungkin berasal dari air. Sebab, seandainya ia berasal dari air, tentu sangat
mungkin bagi air untuk mengubah atau keluar dari aturan tersebut. Akan tetapi,
faktanya menunjukkan bahwa air tidak mampu untuk merubah dan keluar dari
aturan tersebut. Bahkan, ia harus tunduk dengan aturan tersebut. Ini
menunjukkan bahwa aturan tersebut bukan berasal dari air secara pasti. Aturan
ini juga tidak mungkin berasal dari panas. Buktinya, ia tidak mampu untuk
merubah, atau keluar dari derajat panas tersebut. Akan tetapi, ia tunduk dengan
aturan tersebut. Walhasil, aturan tersebut pasti bukan berasal dari panas.
Kesimpulannya, aturan tersebut bukan berasal dari materi.
Aturan tersebut bukan juga salah satu khasiat yang dimiliki oleh materi.
Sebab, aturan tersebut bukan bagian dari pengaruh-pengaruh yang dihasilkan oleh
materi, sehingga dinyatakan bahwa ia merupakan khasiat dari materi. Akan
tetapi, ia adalah sesuatu yang menundukkan materi dari luar materi. Pada kasus
perubahan air, aturan bukanlah khasiat dari air. Ia juga bukan khasiat dari panas.
Sebab, aturan tersebut tidak merubah air menjadi uap atau menjadi es, akan
tetapi ia merubah air dengan derajat panas tertentu untuk nisbah tertentu dari
air. Permasalahannya tidak terletak pada perubahannya, akan tetapi perubahan
dengan derajat panas tertentu bagi nisbah tertentu dari air. Ia tidak sama
dengan khasiat melihat pada mata. Akan tetapi, kemampuan (khasiat) melihat
tidak akan muncul kecuali berada pada kondisi tertentu. Inilah yang disebut
dengan aturan. Eksistensi mata yang bisa melihat merupakan bagian dari khasiat
mata. Akan tetapi, keberadaan mata tidak bisa melihat kecuali berada pada
kondisi tertentu, bukan termasuk khasiat dari mata. Akan tetapi , ia adalah
sesuatu di luar mata. Membakar adalah khasiat dari api. Akan tetapi kenyataan
bahwa api tidak bisa membakar kecuali dengan kondisi-kondisi tertentu , bukanlah
bagian dari khasiat api. Namun, ia adalah unsur lain di luar api. Walhasil, khasiat
benda berbeda dengan aturan yang ditempuh oleh materi. Sebab, khasiat adalah
sesuatu yang dimiliki dirinya sendiri, dan muncul dari materi. Misalnya, khasiat
melihat pada mata, membakar pada api, dan sebagainya. Akan tetapi,
hukum yang ditempuh oleh materi menunjukkan kenyataan sebagai berikut;
melihat tidak akan terjadi pada mata, kecuali berada pada kondisi tertentu.
Keberadaan membakar tidak akan terjadi pada api, kecuali berada pada kondisi
tertentu. Air tidak akan berubah menjadi uap air atau es kecuali pada kondisi
tertentu, dan seterusnya. Terbuktilah, bahwa hukum materi bukan bagian dari
khasiat materi, akan tetapi sesuatu yang berada di luar materi.
Tatkala terbukti, bahwa hukum tersebut bukan berasal dari materi, dan
bukan khasiat dari materi, maka ia pasti berasal dari luar materi. Materi
ditundukkan oleh bukan materi dan ia berada di luar materi. Akhirnya,
terbuktilah, ada sesuatu di luar materi yang mempengaruhi materi. Terbukti juga
kebathilan pandangan orang-orang sosialis.

39
Berikut ini adalah prinsip pertama dalam dialektika, yakni gagasan
mengenai pemikiran. Prinsip pertama ini menyatakan, Gerak pemikiran tidak
lain kecuali refleksi dari gerak fakta yang dipindahkan ke dalam otak.
Pemahaman tidak lain hanyalah refleksi dari alam semesta. Menurut paham
dialektika materialisme, pemikiran adalah refleksi fakta atas otak. Materi
mendahului pemikiran. Oleh karena itu, materi ketika terefleksi pada otak, maka
dengan refleksi ini lahirlah pemikiran. Semua perkara dibangun di atas materi.
Materi, bumi, alam semesta, dan kenyataan empirik adalah unsur pertama.
Sedangkan akal, pemahaman, dan penginderaan serta eksistensi roh (jiwa) adalah
unsur kedua. Definisi akal yang dinyatakan dengan , refleksi materi atas otak,
adalah definisi yang salah, bila dilihat dari dua sisi;
Pertama, sebenarnya tidak pernah terjadi refleksi antara materi dengan
otak. Otak tidak merefleksi atas materi, demikian juga sebaliknya. Materi tidak
merefleksi atas otak. Sebab, refleksi (pemantulan) adalah pantulan materi yang
direfleksikan dari sesuatu yang memantul. Refleksi pada sinar, misalnya, adalah
pantulan sinar ke arah sebaliknya. Jika cahaya matahari jatuh ke atas tembok,
maka cahaya itu akan menabrak tembok dan terpantul. Pemantulan ini disebut
dengan refleksi. Jika sinar mendatangi cermin, maka sinar akan terpantul dari
cermin. Refleksi adalah pemantulan materi atau potensi, dari sebuah organ.
Kenyataan seperti ini tidak terjadi pada otak maupun kenyataan empirik. Otak
tidak menabrak fakta, kemudian dipantulkan dari fakta. Fakta juga tidak
menabrak otak, kemudian dipantulkan dari otak. Walhasil, tidak ada refleksi
antara materi dengan otak secara mutlak. Oleh karena itu, pemikiran bukanlah
refleksi materi atas otak. Sebab, refleksi antara keduanya tidak pernah terjadi,
tidak akan terjadi, bahkan tidak mungkin terjadi sama sekali. Dalam kondisi
apapun, tidak akan terjadi refleksi dari fakta empirik atas otak. Materi ketika
berpindah ke dalam otak, tidak melalui proses refleksi, akan tetapi melalui
penginderaan. Pemindahan materi menuju otak melalui penginderaan, secara
otomatis akan menghasilkan penginderaan terhadap materi. Pemindahan materi
ke dalam otak via penginderaan bukanlah refleksi materi atas otak, bukan juga
refleksi otak atas materi. Akan tetapi, ia adalah penginderaan terhadap materi.
Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara mata, serta indera-indera yang lain.
Apa yang dihasilkan dari indera raba, penciuman, rasa, maupun pendengaran tidak
ada ubahnya dengan penginderaan yang dihasilkan oleh penglihatan. Dengan
demikian, yang terjadi adalah penginderaan terhadap materi, bukan refleksi
materi atas otak. Manusia bisa mengindera suatu materi melalui panca inderanya,
bukan melalui refleksi materi atas otaknya.
Apa yang terjadi pada penglihatan, juga bukan merupakan refleksi, akan
tetapi pembelokan. Sinar akan membelok di dalam mata, kemudian mata
mencitrakan gambar materi pada retina, bukan memantulkan dari luar.

40
Pembelokan berbeda dengan refleksi. Perbedaan antara pembelokan dengan
refleksi adalah; refleksi adalah memantulkan gambar ke luar, sedangkan
pembelokan adalah pencitraan gambar di dalam. Gambar yang terlihat di dalam
cermin merupakan pemantulan. Gambar akan tampak jika ada pantulan sinar
kepadanya. Selanjutnya gambar akan dicitrakan. Ketika tidak ada sinar maka
gambar itu tidak tampak. Pemantulan seperti ini terjadi pada sinar yang
mengenai organ yang tidak memiliki sifat meneruskan cahaya kepada organ. Oleh
karena itu, gambar tidak akan terlihat jika tidak ada pemantulan sinar. Pada
kondisi seperti ini yang terjadi adalah pemantulan pada sinar bukan pada gambar.
Sedangkan gambar adalah sesuatu yang dicitrakan. Oleh karena itu, tatkala
gambar seseorang atau materi tampak pada mata orang lain, maka semua ini
terlihat akibat adanya pemantulan sinar . Gambar-gambar tersebut tidak akan
tampak jika berada dalam kegelapan. Selain itu, ini juga bukan pemantulan
seseorang atau materi, akan tetapi pemantulan cahaya. Lebih dari itu,
pemantulan seseorang atau materi tidak akan menghasilkan penglihatan.
Jelaslah, bahwa gambar yang tampak di dalam cermin dan gambar yang tampak
pada mata orang lain adalah aktivitas pemantulan, bukan aktivitas pembelokan.
Yang mengalami pemantulan pada proses semacam ini adalah sinar yang mengenai
organ yang tidak memiliki kecenderungan untuk meneruskan cahaya kepadanya;
bukan gambar. Sedangkan penglihatan prosesnya bukan pemantulan, akan tetapi,
sinar datang yang dari materi diteruskan pada mata. Selanjutnya akan muncul
gambar di dalam retina mata, dan secara otomatis muncullah penglihatan.
Walhasil, proses pemindahan fakta ke dalam otak melalui penginderaan mata
bukanlah proses pemantulan, akan tetapi pembelokan (penerusan). Aktivitas
pemantulan (refleksi) dari sisi refleksi itu sendiri, tidak pernah terjadi pada
aktivitas berfikir dan tidak akan pernah terjadi. Dengan demikian definisi
pemikiran dalam dialektika adalah definisi yang salah dan bertentangan dengan
fakta.
Kedua, penginderaan saja tidak akan menghasilkan pemikiran, akan tetapi
hanya menghasilkan penginderaan belaka. Dengan kata lain, hanya menghasilkan
penginderaan terhadap fakta, tidak lebih. Penginderaan terhadap Zaid walaupun
dilakukan berjuta-juta kali hanyalah penginderaan terhadap Zaid. Meskipun jenis
penginderaannya banyak akan tetapi ia hanya menghasilkan penginderaan belaka,
dan tidak akan menghasilkan pemikiran secara mutlak. Akan tetapi, untuk
menghasilkan pemikiran, manusia harus memiliki maklumat sebelumnya yang akan
menafsirkan fakta yang telah dicerap oleh indera. Bila seseorang yang belum
memiliki satupun pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa Suryani, kita
sodori buku berbahasa Suryani. Kita akan mendapati, ia akan melihat dan meraba
buku itu. Meskipun penginderaan itu dilakukan jutaan kali, tetap saja ia tidak
akan mampu memahami satupun kata, hingga diberi maklumat tentang bahasa
Suryani, serta hal-hal yang berhubungan dengan Suryani. Setelah diberi
maklumat, secara otomatis ia akan mulai berfikir dan memahami buku itu.
Demikian pula, jika kita letakkan sepotong emas, tembaga, dan batu di hadapan
seorang anak yang memiliki penginderaan akan tetapi tidak memiliki satupun
maklumat, kemudian kita suruh ia mengerahkan seluruh penginderaannya untuk
mengindera benda-benda itu, maka ia tidak mungkin bisa memahaminya, meskipun

41
penginderaan itu dilakukan berulang-ulang kali. Akan tetapi, jika ia diberi
maklumat tentang benda-benda itu, kemudian ia disuruh mengindera benda-benda
itu, tentu ia akan mempergunakan maklumat-maklumat tersebut dan segera
memahami benda-benda itu. Meskipun umur anak ini semakin bertambah besar,
hingga mencapai 20 tahun, akan tetapi ia tidak diberi satupun maklumat, maka ia
akan tetap seperti semula. Ia hanya mengindera benda saja akan tetapi tidak bisa
memahaminya, meskipun otaknya semakin membesar. Sebab yang memahami
bukanlah otak, akan tetapi pengetahuan sebelumnya, bersama otak, dan fakta
yang diinderanya. Siswa-siswa yang berada di laboratorium tidak mungkin
memikirkan sesuatu yang ada di depannya, meskipun ia menginderanya dengan
berbagai macam penginderaan, berjuta-juta kali, selama mereka tidak diberi
maklumat tentang sesuatu itudan seterusnya. Sesungguhnya hanya dengan
penginderaan terhadap fakta saja tidak akan mungkin akan tercipta pemikiran
secara mutlak . Namun, agar tercipta sebuah pemikiran harus ada maklumat
sebelumnya yang akan menafsirkan sebuah fakta. Di samping penginderaan,
maklumat sebelumnya merupakan perkara yang harus ada agar tercipta sebuah
pemikiran atau pemahaman. Tanpa maklumat sebelumnya tidak akan tercipta
pemikiran secara mutlak.
Ini dari sisi pemikiran. Adapun dari sisi insting atau naluri, maka insting itu
lahir dari naluri dan kebutuhan jasmani. Pada dasarnya, insting dan naluri dimiliki
oleh manusia dan hewan. Jika apel dan batu disajikan berulang-ulang maka akan
diketahui bahwa apel bisa dimakan, sedangkan batu tidak. Begitu pula dengan
keledai. Keledai mengetahui bahwa rumput bisa dimakan sedangkan tanah tidak
bisa dimakan. Namun demikian, insting semacam ini bukanlah pemikiran maupun
pemahaman. Akan tetapi ia muncul dari naluri-naluri dan kebutuhan jasmani. Ia
ada pada hewan dan manusia. Oleh karena itu, pemikiran tidak akan muncul
kecuali jika ada maklumat sebelumnya, dan ada proses pemindahan fakta ke dalam
otak melalui penginderaan. Atas dasar itu, akal, pemikiran, atau pemahaman
adalah memindahkan fakta ke dalam otak melalui perantaraan indera, kemudian
fakta tersebut ditafsiri oleh maklumat sabiqah (pengetahuan sebelumnya).
Mereka menyatakan bahwa manusia purba (awal) telah berinteraksi dengan
materi, kemudian terjadi proses refleksi fakta melalui penginderaan. Akhirnya
mereka bisa memahami bahwa buah ini bisa dimakan sedangkan buah itu tidak
bisa. Selanjutnya ia bisa memahami bahwa binatang buas bisa melukainya;
sehingga, ia menjauhi binatang ini. Ia juga memahami bahwa binatang itu tidak
melukainya. Akhirnya, ia mempekerjakan dan menungganginya. Dengan
percobaan dan penginderaan, ia bisa memahami bahwa kayu bisa mengapung di
air. Selanjutnya ia menggunakan kayu itu untuk menyeberangi sungai. Ia juga
memahami bahwa tidur di gua bisa melindunginya dari hujan dan dingin. Akhirnya
mereka tinggal di dalam gua. Demikianlah, berdasarkan penginderaannya,
manusia purba bisa menilai sesuatu dan mengaturnya sesuai dengan penilaiannya,
atau sesuai dengan pemikirannya. Ini menunjukkan bahwa pemikiran adalah
pemindahan fakta ke dalam otak melalui penginderaan tanpa membutuhkan
keberadaan maklumat sebelumnya. Jawab atas statement itu adalah sebagai
berikut; apa yang terjadi pada manusia purba adalah sesuatu yang tidak diketahui
dan ghaib. Jadi, selama yang kita maksud pemikiran dan proses berfikir adalah

42
hal-hal yang terjadi pada manusia modern, maka sesuatu yang tidak diketahui
tidak boleh dianalogkan dengan sesuatu yang diketahui. Sesuatu yang ada juga
tidak boleh dianalogkan dengan sesuatu yang tidak ada. Yang benar adalah
sebaliknya, yaitu menganalogkan sesuatu yang tidak diketahui dengan sesuatu yang
diketahui, sesuatu yang tidak ada dianalogkan dengan sesuatu yang ada. Walhasil,
kita tidak boleh menganalogkan manusia yang ada dihadapan kita dan sudah kita
kenal dengan manusia purba yang tidak ada dan tidak kita kenal, untuk
mengetahui definisi pemikiran manusia sekarang. Kita bisa menganalogkan
manusia purba dengan manusia sekarang untuk mengetahui definisi pemikiran dan
pemahaman manusia sekarang, serta pemikiran dan pemahaman manusia purba.
Oleh karena itu, pernyataan di atas adalah pernyataan yang sangat keliru.
Adapun mengenai sejarah yang mengungkap tentang manusia purba, atau
sebagaimana yang dinyatakan oleh manusia modern, ia hanya mengungkap tentang
makanan manusia purba, dan penggunaan perkakas dari batu untuk mengupas
buah, untuk berburu ikan, membuat rumah, serta untuk mengusir binatang buas.
Keterangan ini seandainya benar, maka keterangan ini hanya berhubungan dengan
pemenuhan terhadap naluri mereka dan tidak berhubungan dengan pemikiran.
Dengan kata lain, ia hanya berhubungan dengan insting , tidak berhubungan
dengan pemahaman. Dengan cara sekedar mengindera, atau mengulang-ulang
penginderaannya, maka semua hal yang berhubungan dengan naluri-naluri hanya
akan menghasilkan insting. Dari proses pengulang-ulangan penginderaan akan
diketahui bahwa buah ini bisa dimakan, dan bagaimana cara mendapatkannya.
Akan diketahui pula binatang yang bisa melukai, dan bagaimana cara
menghadapinya. Ia akan memahami bahaya hujan dan dingin, dan bagaimana
berlindung dari hujan dan dingin; yakni dengan cara masuk ke dalam gua atau
membuat rumah. Semua ini terjadi dengan cara penginderaan dan pengulang-
ulangan penginderaan. Kenyataan seperti ini terjadi pada hewan dan manusia.
Percobaan pada kera dan setandan pisang adalah percobaan yang sangat terkenal.
Setandan pisang digantung di langit-langit kamar. Di bawah langit-langit itu
diletakkan sebuah kursi dan tongkat. Selanjutnya, kera dimasukkan ke dalam
kamar itu. Kera melihat setandan pisang dan mencoba meraihnya dengan
berbagai cara. Akan tetapi ia tidak bisa mencapai pisang. Ia berputar-putar di
kamar, kemudian menemukan kursi. Ia perhatikan sejenak, kemudian ia naik ke
atas kursi dan berusaha menjangkau pisang . Namun ia tetap tidak mampu
menjangkau pisang. Ia berputar-putar di dalam kamar, dan akhirnya menemukan
sebuah tongkat. Selanjutnya ia berusaha meraih pisang dengan tongkat itu. Akan
tetapi ia tetap tidak bisa meraih pisang. Akhirnya, ia naik ke atas kursi dan
dengan tongkat di tangannya ia berusaha menjangkau pisang . Setelah pisang itu
jatuh ke lantai , ia segera turun dari kursi dan memakan pisang. Demikianlah, ia
telah mempergunakan kursi dan tongkat , sehingga ia bisa menjangkau pisang. Apa
yang dilakukan kera ini bukanlah pemikiran, akan tetapi insting yang berhubungan
dengan naluri-naluri dan pemenuhannya. Hal ini cukup dilakukan dengan cara
mengindera fakta dan mengulang-ulang penginderaan tersebut. Percobaan di
atas mirip dengan percobaan tentang dua ekor tikus yang mencuri telor.
Percobaan ini juga merupakan percobaan yang sangat terkenal. Dua ekor tikus
ketika hendak mencuri telor dari suatu tempat yang berlubang. maka seekor tikus

43
tidur di atas punggungnya (telentang). Tikus yang lain berusaha mendorong telor,
dan meletakkannya di atas perut tikus yang tidur itu. Selanjutnya ia
mencengkeram telor itu dengan dua tangan dan kakinya. Tikus yang lain menarik
ekor tikus yang tidur itu hingga berhasil membawa pergi telor dan meletakkan
telor itu di luar. Selanjutnya ia masuk lagi ke dalam lubang untuk mengambil telor
yang lain..dan seterusnya. Walaupun ini adalah pekerjaan yang sangat sulit
tidak sederhana, namun ia terjadi secara langsung. Namun demikian, ini bukanlah
pemikiran, akan tetapi hanyalah insting yang berhubungan dengan naluri-nalurinya.
Keterangan-keterangan yang diketengahkan mengenai kehidupan manusia purba
terkategori sebagai insting, bukan pemikiran. Di samping itu, definisi sebuah
pemikiran harus bersifat pasti, tidak boleh meragukan. Sebab, definisi pemikiran
ini akan digunakan sebagai asas segala sesuatu, dan di atasnya akan dibangun
pengaturan terhadap fenomena dan materi. Walhasil, bukti yang membangun
pemikiran harus yakin, tidak skeptis dan samar. Semua keterangan tentang
manusia purba hanya disebutkan dalam sejarah. Sejarah bersifat skeptis tidak
menyakinkan. Walhasil, ia tidak boleh dijadikan bukti untuk mendefinisikan
sesuatu yang menyakinkan. Definisi akal, pemikiran dan pemahaman harus
diambil dari bukti-bukti yang lebih tinggi daripada riwayat-riwayat sejarah. Semua
memahami, sejauh mana keotentikan sejarah, perkakas serta materi-materi yang
telah menjadi fosil; untuk mendiskripsikan pemikiran manusia purba serta untuk
mendefinisikan pemikiran manusia modern. Akkan tetapi, semua itu tidak bisa
diterima oleh akal. Sesuatu yang lebih tinggi daripada sejarah tidak boleh
disandarkan sekedar kepada dokumen-dokumen sejarah maupun fosil-fosil
manusia. Akan tetapi, yang menjadi topik kajian haruslah manusia modern yang
bisa diindera dan disaksikan. Selanjutnya, dari pembahasan mengenai manusia
modern ini disarikan definisi mengenai pemikiran. Jika kita memperhatikan dan
menyaksikan tanda-tanda dan pengaruh-pengaruh yang tampak pada diri manusia,
kemudian dikaji berdasarkan kondisi-kondisi dan variabel-variabel yang beragam,
maka kita akan mendapatkan kesimpulan baku yang tidak akan berubah secara
mutlak; bahkan akan menjadi sesuatu yang menyakinkan. Setelah itu, kita susun
definisi akal, pemikiran, dan pemahaman. Dengan demikian, kita telah
mendapatkan hakikat yang menyakinkan.
Kadang-kadang dinyatakan bahwa, ada seseorang yang melihat seseorang,
namun ia tidak bercakap-cakap dengan orang itu. Orang itu juga tidak memiliki
satupun maklumat sabiqah tentang orang itu. Kemudian orang itu pergi selama
bertahun-tahun. Akan tetapi, ia melihat orang itu, dan segera mengenalinya.
Pada kasus ini, seseorang bisa memberikan sebuah justifiksi (penilaian) terhadap
seseorang hanya sekedar dengan melihat kembali orang yang pernah ia lihat
bertahun-tahun sebelumnya. Jawab atas fakta di atas adalah sebagai berikut;
Sebenarnya, proses penginderaan terhadap fakta itu terjadi di dalam otak,
kemudian muncul rekaman di dalam otak. Jika sesuatu itu diperlihatkan sekali
lagi melalui penginderaan yang sama, maka manusia akan kembali menginderanya
seperti kondisi semula. Selanjutnya ia mengetahui bahwa orang tersebut adalah
orang yang pernah ia lihat; dan ia bisa bersikap sesuai dengan penginderaan
kembali ini. Misalnya, di hadapan bayi diletakkan sebuah lampu yang apinya
diperbesar, hingga suhunya panas sekali. Bayi itu disuruh untuk menyentuhnya.

44
Tentu, tangannya akan terbakar. Setelah beberapa lama, lampu itu kembali
disodorkan di hadapan bayi, kemudian ia disuruh untuk menyentuhnya; pasti ia
akan menolaknya. Sebab, penginderaan terhadap lampu itu terulang kembali, dan
ia memahami bahwa lampu bisa membakar tangannya bila ia menyentuhnya.
Demikian juga, seseorang yang pernah anda lihat, kembali anda lihat; maka anda
akan segera mengenalinya kembali. Pengetahuan semacam ini bukan pemikiran,
akan tetapi, hanya sekedar penginderaan kembali. Oleh karena itu, jika anda
hanya melihat orang itu saja, namun anda tidak pernah mendengar suaranya, maka
anda tidak akan mengenalinya jika anda berbicara dengannya. Anda juga tidak
akan mengenalinya jika anda menyentuhnya. Anda tidak akan mengenalinya
kecuali dengan menyaksikannya. Sebab, penginderaan kembali tidak akan
terjadi pada laki-laki itu, akan tetapi terjadi pada penginderaan yang dinisbahkan
kepada laki-laki itu. Jika kondisinya sesuai dengan apa yang pernah ia saksikan,
maka akan terjadi proses penginderaan kembali. Adapun tindakan anda
terhadap orang itu, jika itu berhubungan dengan naluri-naluri, semisal takut,
makan, serta mempertahankan diri dan yang lain-lain, maka tindakan anda itu
didasarkan pada pengulangan penginderaan tersebut. Persis seperti bayi yang
menyentuh api lampu yang sangat panas. Adapun hal-hal yang tidak berhubungan
dengan naluri-naluri, maka penginderaan kembali itu tidak akan pernah terjadi.
Sebab, jika dinisbahkan kepada hal-hal yang berkaitan dengan naluri-naluri, maka
hal itu tidak melahirkan pemikiran. Akan tetapi, yang terjadi hanyalah
penginderaan kembali saja. Penginderaan, pengulangan penginderaan, dan
penginderaan kembali tidak membentuk pemikiran, akan tetapi hanya
membentuk penginderaan belaka, tidak lebih. Pengetahuan yang terjadi hanyalah
refleksi dari dari pengetahuan yang didapat melalui penginderaan saja. Tindakan
yang dihasilkan hanyalah tindakan yang berhubungan dengan naluri-naluri. Semua
ini bukanlah pemikiran. Akan tetapi penginderaan belaka, atau insting belaka.
Ada pula yang menyatakan, bahwa kadang-kadang ada seseorang yang
diberi kendaraan yang bermasalah, dimana ia tidak memiliki maklumat sabiqah
tentang kendaraan tersebut. Kemudian ia disuruh untuk memperbaiki dan
mengendarainya. Kemudian, orang itu mengambil kendaraan tersebut, dan
melakukan berbagai macam percobaan. Dari percobaan-percobaan itu akhirnya ia
berhasil memperbaiki dan mengendarai kendaraan itu. Ia berhasil memperoleh
pemikiran tanpa membutuhkan maklumat sabiqah. Jawabnya adalah,
sesungguhnya orang tersebut memiliki maklumat yang sangat banyak. Kemudian,
ia mengkaitkan berbagai macam percobaan yang dilakukannya dengan fakta yang
tengah dihadapinya dan dengan maklumat yang ia miliki, sampai muncul maklumat
yang bisa menjelaskan cara memperbaiki dan mengendarai kendaraan tersebut.
Berdasarkan maklumat yang bisa menjelaskan kendaraan tersebut, akhirnya ia
mendapatkan sebuah pemikiran. Walhasil, contoh ini tidak bisa digunakan sebagai
contoh. Sebab, orang itu telah memiliki maklumat. Contoh yang bisa digunakan
adalah bayi yang tidak memiliki maklumat apapun, atau seorang laki-laki yang
tidak memiliki satupun maklumat yang bisa membantu dirinya untuk menciptakan
maklumat-maklumat yang dapat menjelaskan sebuah fakta. Misalnya, orang Arab
yang dimasukkan ke dalam laboratorium. Selanjutnya, ia dibiarkan melakukan
percobaan. Atau, seorang ahli bahasa yang dimasukkan ke dalam reaktor atom.

45
Kemudian ia disuruh untuk membuat bom hidrogen. Dengan demikian, mereka
tidak memiliki maklumat, sehingga mereka tidak akan mendapatkan suatu
pemikiran. Inilah contoh-contoh yang relevan, bukan orang yang memiliki
maklumat yang memungkinkan dirinya untuk menggunakannya.
Atas dasar itu, telah terbukti secara menyakinkan, bahwa pemikiran tidak
akan pernah tercipta kecuali dengan adanya maklumat sabiqah yang
memungkinkan dirinya menafsirkan sebuah fakta. Sedangkan fakta saja, maka
tidak mungkin hanya melalui penginderaan sajamenghasilkan pemikiran apapun.
Meskipun, penginderaan bisa saja melahirkan insting yang berhubungan dengan
naluri-naluri. Penginderaan juga bisa menghasilkan proses penginderaan
kembali, yang memungkinkan dirinya mengenali kembali apa yang pernah
diinderanya. Namun, penginderaan saja sama sekali tidak menghasilkan
penilaian terhadap sesuatu. Denga kata lain, penginderaan saja tidak akan
menghasilkan pemikiran apapun. Walhasil, definisi yang paling benar mengenai
pemikiran adalah,Pemindahan fakta ke dalam otak melalui penginderaan,
kemudian fakta itu ditafsirkan oleh maklumat sabiqah yang ada di dalam otak.
Di sini tidak dibahas apakah fakta mendahului pemikiran, atau pemikiran
yang mendahului fakta. Sebab, topik yang dibahas bukan mana yang mendahului
yang lain, pemikiran atau fakta. Yang dibahas hanyalah apa definisi pemikiran itu,
bukan mana yang mendahului dan mana yang terakhir. Jika dinyatakan bahwa
pemikiran itu ada sebelum fakta, atau pemikiran itulah yang menciptakan fakta
sebagaimana pendapat Hegel,37 maka ini adalah pernyataan yang salah. Kesalahan
bisa dilihat dari sisi, bahwa pemikiran adalah penilaian atas suatu fakta. Penilaian
terhadap fakta tidak akan pernah terjadi kecuali fakta itu telah ada tatkala
terjadi proses penilaian. Walhasil, fakta harus ada tatkala terjadi proses
berfikir. Dengan demikian, fakta bukanlah yang menciptakan pemikiran, akan
tetapi ia harus ada ketika ada pemikiran, atau ia ada ketika terjadi aktivitas
berfikir terhadap fakta. Tidak akan ada aktivitas berfikir kecuali ada fakta yang
maujud ketika ada proses berfikir. Oleh karena itu tidak akan tercipta pemikiran
kecuali ada fakta baginya. Selama tidak ada fakta baginya, maka ia tidak bisa
disebut sebagai pemikiran secara mutlak. Akan tetapi, ia adalah khayalan dan
utopia belaka. Adapun, jika yang dimaksud Hegel adalah Pencipta Yang
menciptakan fakta dari ketiadaan; dan Ia ada sebelum fakta, maka pernyataan
Hegel di atas benar. Sebab, fakta adalah sesuatu yang baru, sedangkan Pencipta
adalah azali. Pastinya, pencipta itu mendahului fakta. Faktanya, Hegel tidak
menyatakan seperti itu, akan tetapi yang dimaksud Hegel adalah pemikiran, proses
berfikir. Dengan demikian, pernyataan Hegel di atas adalah pernyataan yang
salah.

37
Ahli-ahli filsafat dunia selalu mengkategorisasikan filsafat ke dalam dua aliran besar; (1) Idealisme,
(2) Materialisme. Padahal, kedua aliran filsafat itu tidak sepenuhnya bisa diterima. Kaum muslim
memiliki metodologi berfikir sendiri, yang berbeda dengan aliran idealisme maupun materialisme.
Hegel adalah pendiri filsafat Idealisme. Filsafat ini menyatakan bahwa pemikiran ada sebelum fakta,
dan fakta itu ada karena ada pemikiran. Gerak dialektika, kata Hegel, adalah dialektika dalam ide
atau pemikiran. Sedangkan, filsafat materialisme menyatakan bahwa benda (fakta) mendahului
pemikiran. Faktalah yang menciptakan pemikiran, roh dan gagasan, bukan sebaliknya.

46
Jika dinyatakan bahwa fakta mendahului pemikiran, dan akal tidak lain
kecuali adalah hasil dari materi yang paling tinggi, sebagaimana pendapat Engels,
maka pernyataan ini juga salah. Kesalahan bisa dilihat dari sisi, bawa pemikiran
adalah memberikan justifikasi (penilaian) kepada fakta. Penilaian (justifikasi)
tidak akan terjadi kecuali ada maklumat sebelumnya tentang fakta tersebut.
Maklumat ini merupakan bagian penting dalam pemikiran, hingga terjadi proses
berfikir. Walhasil, keberadaan pemikiran sangat tergantung kepada keberadaan
maklumat sebelumnya. Pembahasan mengenai, apakah pemikiran mendahului
fakta atau setelah fakta, harus dikembalikan kepada maklumat sebelumnya
sebagai faktor penting bagi terciptanya pemikiran. Apakah maklumat
sebelumnya itu mendahului fakta atau ada setelah fakta? Sebab, maklumat
sebelumnya adalah pemikiran itu sendiri. Pembahasan terlebih dahulu harus
ditujukan kepada maklumat sebelumnya; selama telah terbukti bahwa pemikiran
tidak akan tercipta kecuali dengan adanya maklumat sebelumnya.
Maklumat ini belum pasti ada sebelum fakta. Bisa jadi ia ada sebelum
fakta, atau setelah fakta. Sebab, jika terbukti bahwa materi adalah azali, maka
maklumat sebelumnya pasti ada setelah fakta. Secara otomatis bisa disimpulkan,
bahwa maklumat itu ada setelah materi. Berarti, pemikiran dan akal itu ada
sesudah fakta. Adapun jika terbukti bahwa materi tidak azali, akan tetapi
diciptakan oleh pencipta, secara otomatis keberadaan maklumat pertama
(pengetahuan primer) bagi pemikiran pertama, harus ada sebelum materi.
Maklumat ini pasti harus berasal dari pihak yang menciptakan materi. Berarti,
Allah swt adalah pihak yang menyampaikan maklumat primer. Maklumat primer ini
mendahului pemikiran pertama yang terjadi pada sebuah eksistensi. Selanjutnya,
pemikiran ini memaknai fakta dan memberikan justifikasi. Agar terjadi proses
berfikir, harus ada maklumat; dan agar pemikiran pertama terjadi, harus ada
malumat yang eksis sebelum pemikiran pertama. Dalam kondisi bagaimanapun,
pemikiran tidak akan pernah terjadi sebelum adanya maklumat tentang suatu
fakta. Walhasil, maklumat pertama bagi pemikiran pertama pasti ada sebelum
keberadaan fakta. Sebab, jika maklumat itu ada sesudah fakta, tentu akan terjadi
pemikiran meskipun tanpa maklumat sebelumnya. Dengan kata lain, pemikiran
pertama bisa terjadi tanpa maklumat sebelumnya, akan tetapi cukup berdasarkan
fakta saja. Bila demikian, agar terjadi sebuah pemikiran tidak perlu lagi maklumat
sebelumnya. Kesimpulan semacam ini adalah kesimpulan yang salah. Sebab,
tidak akan terjadi pemikiran tanpa adanya maklumat sebelumnya. Oleh karena
itu, maklumat pertama bagi pemikiran pertama, harus ada sebelum keberadaan
materi (fakta). Ini disebabkan karena, pernyataan yang menyatakan bahwa
keberadaan maklumat pertama bagi pemikiran pertama ada sebelum materi, telah
menafikan adanya pemikiran awal yang mendahuluinya. Atas dasar itu, ketika
terbukti bahwa materi diciptakan oleh pencipta, maka maklumat pertama bagi
pemikiran pertama harus terjadi sebelum materi. Penetapan bahwa pemikiran
tidak terwujud kecuali dengan adanya maklumat sebelumnya, juga telah
menetapkan bahwa maklumat pertama bagi pemikiran pertama harus terjadi
sebelum materi.
Adapun mengenai pemikiran-pemikiran yang muncul setelahnya, yakni,
maklumat sabiqah yang ada pada pemikiran-pemikiran tersebut, dan yang tercipta

47
karena adanya maklumat sebelumnya; maka pemikiran-pemikiran yang tercipta
setelah pemikiran pertama, boleh jadi maklumat sabiqah yang telah melahirkan
pemikiran tersebut telah ada sebelum materi, namun bisa juga ada setelah materi.
Dalam kondisi seperti ini, tidak bisa dipastikan bahwa maklumat-maklumat
tersebut terjadi setelah materi. Buktinya, hipotesa yang mendahului asumsi dan
ujicoba pasti mengandung maklumat-maklumat sebelumnya mengenai materi yang
hendak diuji coba. Setelah dilakukan ujicoba, materi kemudian diberi justifikasi
(hukum) berdasarkan maklumat-maklumat sebelumnya. Oleh karena itu, tidak
bisa dipastikan bahwa pemikiran itu ada setelah materi. Bahkan dalam kondisi
apapun, masalah ini [lebih dahulu mana antara pemikiran dengan materi, ]
bukanlah hal yang harus dibahas untuk menetapkan definisi pemikiran. Yang perlu
dibahas adalah materi itu sendiri, apakah ia azali atau diciptakan; dengan kata
lain, apakah alam semesta, manusia dan kehidupan itu azali ataukah diciptakan
oleh pencipta, bukan membahas mana yang lebih dahulu, materi atau pemikiran.
Oleh karena itu, pembahasan seperti ini bukan topik yang harus diperbincangkan.

48
Pandangan-pandangan kaum sosialis terhadap alam semesta bisa
disimpulkan dalam empat point. Pertama, bumi merupakan satu-kesatuan yang
kokoh dimana semua benda dan fenomena satu dengan yang lain saling berkaitan
secara pasti. Kedua, alam semesta tidak dalam kondisi diam, akan tetapi ia terus
berkembang, dan berubah. Ketiga, gerak evolusi adalah perkembangan yang
mengantarkan dari perubahan-perubahan menuju perubahan-perubahan lainnya
dengan perubahan yang sangat cepat dan tiba-tiba. Keempat, setiap benda dan
fenomena memiliki potensi pertentangan-pertentangan internal (dialektika
internal). Keempat point di atas telah memberikan gambaran jelas mengenai
pendapat-pendapat mereka tentang alam semesta yang sejalan dengan dialektika
materialisme.
Berkaitan dengan point pertama, mereka menyatakan, Sesungguhnya
dialektika tidak menganggap alam semesta sebagai suatu materi yang terpisah-
pisah; atau menganggap bahwa suatu fenomena dengan fenomena yang lain saling
terpisah, atau salah satu fenomena terpisah dan lepas dari fenomena yang lain,
akan tetapi, dialektika menganggap bahwa alam semesta merupakan satu-
kesatuan yang kokoh, dimana setiap benda dan fenomena saling berhubungan;
satu dengan yang lain saling bergantung. Bahkan, satu benda dan fenomena
menjadi syarat bagi yang lain secara timbal balik. Oleh karena itu, mereka
menganggap bahwa suatu fenomena yang ada di alam semesta ini tidak mungkin
bisa dipahami jika dilihat secara terpisah dengan fenomena yang melingkupinya.
Dengan kata lain, setiap fenomena yang ada di alam semesta ini, akan terjatuh
kepada kesia-siaan dan ketidakberartian, jika ia dipandangan secara terpisah dari
syarat-syarat yang melingkupinya; dan jika dipisahkan dari syarat-syarat ini.
Sebaliknya, suatu fenomena bisa dipahami dan dijelaskan, jika ia dilihat dari
keterkaitannya dengan syarat-syarat yang melingkupinya. Artinya, fenomena bisa
dipahami jika ia dilihat sebagaimana yang telah ditetapkan dan dijelaskan oleh
fenomena-fenomena yang melingkupinya. Ini menunjukkan bahwa gerak matahari
berkaitan erat dan tidak bisa dipisah-pisahkan dengan gerak planet yang
melingkupinya. Ini juga berarti bahwa manusia berkaitanerat dan tidak mungkin
dipisahkan dengan negeri di mana ia tinggal. Pendapat itu juga memiliki arti,
bahwa kehidupan yang ada di setiap entitas hidup berhubungan erat dengan
entitas-entitas hidup yang melingkupinya. Manusia, hewan, dan tumbuhan
berhubungan erat dan tidak mungkin dipisahkan lagi. Sesuatu tidak mungkin
dipahami kecuali dengan fenomena-fenomena yang melingkupinya. Dengan juga
sebaliknya, fenomena tidak mungkin dipahami kecuali dengan benda-benda yang
melingkupinya. Walhasil, benda-benda dan fenomena-fenomena harus dipahami
dengan benda-benda dan fenomena-fenomena yang melingkupinya; bukan
dipahami berdasarkan substansinya.

49
Adapun mengenai point kedua, mereka tidak menganggap alam semesta
dalam kondisi diam, stagnan, tak bergerak, dan ternegasikan, akan tetapi mereka
menganggapnya dalam kondisi terus bergerak dan berubah; terus berubah menuju
kondisi yang baru dan terus berkembang tanpa pernah putus-putus. Di alam
semesta akan terus ada sesuatu yang lahir dan berkembang, ada yang luluh dan
binasa. Oleh karena itu, fenomena-fenomena yang ada tidak cukup dilihat
berdasarkan hubungan satu fenomena dengan fenomena yang lain; atau dilihat
berdasarkan pembentukan fenomena satu dengan yang lain, akan tetapi ia juga
harus dilihat dari sisi pergerakan, perubahan, dan perkembangannya; dan juga
harus dilihat dari sisi penampakannya dan apa yang tersembunyi di dalamnya.
Engels menyatakan, Alam semesta tersusun dari bagian-bagian yang paling kecil
hingga organ-organ yang paling besar. Mulai dari butir-butir pasir, hingga
matahari, dari protolast hingga manusia, semuanya terus bergerak dalam [gerak]
perkembangan dan pelenyapan, pada batas yang tidak pernah putus. Semuanya
terus-menerus bergerak dalam pergerakan dan perubahan tanpa ada akhirnya
(abadi). Engels juga berkata,Pada tingkat pertama, yang harus dilihat adalah
benda dan refleksi rasionalnya; dari sisi hubungannya secara timbal balik,
silsilahnya, pegerakannya, dan juga dari sisi kemunculan dan pelenyapannya.
Artinya, semua yang ada di alam semesta ini --mulai dari butir pasir hingga
matahari, dari benih awal manusia hingga manusia-- harus dilihat, tidak hanya
keterkaitannya dengan yang lain tanpa bisa dipisahkan; namun, disamping itu , ia
harus dilihat sebagai benda yang hidup dalam pergerakan hidup dan kebinasaan.
Ini berarti, bahwa matahari harus dilihat dengan pergerakannya. Matahari harus
dilihat sebagai materi yang terus berubah dan berkembang. Di dalamnya ada
atom-atom yang binasa, dan ada pula atom-atom yang lahir. Demikian juga
manusia dan kehidupan. Semua harus dilihat berdasarkan hubungan dirinya
dengan pergerakannya, serta hubungannya dengan pergerakan atom-atom yang
masih hidup dan yang mengalami kebinasaan.
Adapun point ketiga, mereka tidak menganggap bahwa gerak evolusi
merupakan gerak pertumbuhan sederhana dimana di dalamnya tidak terjadi
perubahan-perubahan kuantitatif menuju perubahan-perubahan yang bersifat
kualitatif. Bahkan, mereka menganggap bahwa gerak evolusi adalah
perkembangan dari perubahan-perubahan kualitatif yang rendah dan tersembunyi
menuju perubahan-perubahan yang jelas dan mendasar, atau menuju perubahan-
perubahan yang bersifat kualitatif. Perubahan-perubahan kualitatif ini bukanlah
perubahan yang terjadi secara bertahap, akan tetapi ia adalah perubahan yang
sangat cepat dan tiba-tiba, dan akan terjadi lompatan-lompatan dari suatu kondisi
ke kondisi yang lain. Perubahan-perubahan ini bukanlah sesuatu yang mungkin
terjadi, akan tetapi ia adalah perubahan yang pasti terjadi. Perubahan-
perubahan tersebut merupakan hasil dari tumpukan-tumpukan perubahan
kuantitatif yang tidak terindera dan terjadi secara bertahap. Dengan kata lain,
perubahan-perubahan kuantitatif yang terjadi pada air ketika berinteraksi dengan
panas adalah perubahan-perubahan kuantitatif. Perubahan semacam ini adalah
perubahan yang tidak terindera, dan terjadi secara bertahap. Akan tetapi, ketika
ia mencapai titik yang kritis, atau mencapai kondisi tertentu, maka akan terjadi
perubahan kualitatif yang bertumpuk-tumpuk. Lalu, berubahlah air menjadi uap

50
air. Walhasil, terjadilah perubahan dari satu kondisi ke kondisi yang lain.
Perubahan ini bukan hanya mungkin terjadi, akan tetapi ia harus terjadi. Oleh
karena itu, kaum sosialis menganggap bahwa masalah yang harus diperhatikan
adalah memahami gerak evolusi, bukan dari sisi pergerakannya yang bersifat
sikluistik, atau replikasi-replikasi sederhana dari dirinya sendiri; akan tetapi dari
sisi pergerakan yang progresif; serta perpindahan dari kondisi kualitatif yang
sederhana menuju kondisi kualitatif yang baru; serta perkembangan dari keadaan
yang sederhana menuju keadaan yang rumit, dari kualitas rendah menuju kualitas
tinggi. Artinya, gerak evolusi tidak boleh dilihat sebagai gerak yang di dalamnya
terjadi aktivitas hidup dan kebinasaan saja, atau terjadi aktivitas kemenjadian dan
kemelenyapan saja, akan tetapi ia harus dilihat bahwa kebinasaan dan kehidupan,
atau kemenjadian dan kemelenyapan, hanya akan terjadi pada secara progresif.
Perubahan ini kemudian mentransformasikan materi dari satu kondisi ke kondisi
lain yang berbeda dengan kondisi pertama dan lebih baik dari pada bentuk
pertama. Oleh karena itu, pergerakan materi tersebut bersifat progresif dan
berkualitas tinggi. Bukan sekedar pergerakan sikluistik yang berjalan dengan
sendirinya, akan tetapi ia adalah pergerakan yang mentransformasikan materi dari
satu kondisi ke kondisi lain yang lebih baik. Demikian seterusnya. Engels
mengatakan, Sesungguhnya, alam semesta merupakan alat uji bagi dialektika.
Pendapat ini berkonsekuensi logis pada kesimpulan, bahwa ilmu-ilmu alam
sekarang ini menghasilkan --berdasarkan alat uji inipengetahuan-pengetahuan
baru yang melimpah ruah. Setiap hari, penemuan-penemuan baru akan terus
bertambah. Ilmu-ilmu pengetahuan ini telah menjelaskan bahwa alam semesta
telah menimbulkan pengaruh dalam bentuk dialektika, bukan dalam bentuk
metafisika. Alam semesta tidak bergerak secara sikluistik dimana substansinya
tetap tidak berubah dan terus berulang-ulang secara abadi; akan tetapi alam
semesta memiliki sejarah yang faktual. Berhubungan dengan masalah ini kita
harus mengingat Darwin yang telah memberikan pukulan telak pada pemahaman
metafisika mengenai alam semesta. Buktinya, para ahli organ --beserta
derivatnyatelah membuktikan bahwa semua makhluk hidup yang ada sekarang
ini, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan, dan manusia, merupakan hasil dari
evolusi yang terjadi jutaan tahun yang lalu. Engels telah menerangkan bahwa
perubahan-perubahan kuantitatif akan berubah menjadi perubahan-perubahan
kualitatif dalam gerak dialektis. Mereka menyatakan, Di dalam fisika dinyatakan
bahwa setiap perubahan adalah perpindahan dari kuantitatif menuju kualitatif.
Perubahan ini adalah hasil dari perubahan menyeluruh pada gerak kuantitatif --
bagaimanapun bentuknya. Sama saja apakah perubahan tersebut berhubungan
dengan organ tubuhnya dari dalam, atau dari luar menuju dirinya. Pemanasan
air misalnya, pada mulanya tidak memberikan pengaruh terhadap kondisinya
sebagai benda cair. Akan tetapi jika pemanasan air ditambah atau dikurangi
maka kondisi kesetimbangan zat cair itu akan berubah . Selanjutnya pada salah
satu kondisi, air akan berubah menjadi uap air, dan pada kondisi yang lain ia akan
berubah menjadi es. Kita juga bisa menyaksikan bahwa elemen bola lampu
membutuhkan arus yang memiliki kekuatan tertentu agar bola lampu itu menyala.
Kita juga menyaksikan bahwa setiap logam pasti memiliki titik leleh. Setiap
benda cair yang diberi tekanan tertentu akan membeku atau mendidih. Semua itu

51
tergantung pada kadar yang kita toleransikan, serta media yang kita gunakan
untuk mendapatkan derajat panas yang sesuai. Kita juga bisa menyaksikan bahwa
setiap gas memiliki titik didih. Ini berarti bahwa gas bisa diubah menjadi cairan
jika diletakkan pada tekanan dan pendinginan tertentu. Titik-titik konstan
sebagaimana disebutkan dalam fisika, pada umumnya bukanlah titik-titik konstan
yang menghantarkan pertambahan gerak atau pengurangan gerak menuju
terjadinya perubahan kualitatif di organ apapun. Artinya, titik-titik itu adalah
titik-titik yang akan merubah kuantitas menuju kualitas. Dengan kata lain,
pertambahan atau pengurangan gerak adalah perubahan kuantitatif. Berapa
jumlah panas, bukanlah kualitas. Berapa kadar air, juga bukan kualitas. Akan
tetapi, kondisi yang menjadi air berada dalam keadaan cair, uap, dan es adalah
kualitas. Oleh karena itu, perubahan kuantitatif akan berubah menjadi
perubahan kualitatif. Sedangkan titik-titik perpindahan kualitatif dari satu kondisi
satu ke kondisi yang lain adalah titik-titik baku atau titik-titik konstan. Titik baku
atau titik konstan ini merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan
dari kuantitatif menuju kualitatif; atau dari air menuju uap air atau es.
Saat berbicara tentang kimia Engels menyatakan, Bisa dinyatakan, bahwa
ilmu kimia adalah ilmu perubahan kualitatif yang muncul di dalam senyawa-
senyawa dari perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif. Di masanya, Hegel
juga telah mengetahui hal ini. Perhatikan oksigen: Jika kita menambahkan satu
buah atom oksigen pada dua atom oksigen, maka kita akan mendapatkan senyawa
baru, yakni ozon. Ozon memiliki perbedaan yang sangat nyata dengan oksigen
biasa dalam hal aroma serta sifat-sifatnya. Lalu, apa yang akan kita katakan
tentang susunan oksigen yang beram dengan karbon, atau dengan belerang!?
Setiap susunan oksigen akan membentuk senyawa yang kualitasnya berbeda
dengan senyawa yang memiliki susunan atom yang berbeda. Engels ingin
menerangkan dengan pendekatan fisika dan kimia, bahwa perubahan dzat yang
terjadi di alam semesta ini adalah perpindahan suatu benda dari satu kondisi ke
kondisi lain yang lebih baik daripada kondisi awal, dari kuantitatif menuju
kualitatif, dari kualitatif menuju kualitatif dengan perantaraan kuantitatif .
Penambahan satu bagian dari dua atom menjadi tiga buah atom akan menghasilkan
kualitas lain yang berbeda dengan kualitas pertama. Demikian juga di dalam
fisika; penambahan panas di dalam air akan merubahnya menjadi uap air. Semua
ini menunjukkan bahwa gerak evolusi yang terjadi di alam semesta bukanlah gerak
sederhana yang berputar putar di sekitar dirinya sendiri, akan tetapi ia adalah
gerakan kesengajaan yang mentransformasikan penambahan atau pengurangan
kuantitas menuju kondisi lain.
Adapun point keempat menyatakan, bahwa seluruh benda dan fenomena
yang ada di alam semesta ini mengandung pertentangan internal (dialektika
internal). Sebab, semua benda dan fenomena memiliki sisi positif dan sisi
negatif, dahulu dan sekarang. Benda maupun fenomena memiliki unsur-unsur
kemelenyapan dan perkembangan (evolusi). Pertentangan-pertentangan ini akan
terus berjuang; mulai dari perjuangan antara yang lama dengan yang baru, yang
mati dan yang lahir, dan antara yang binasa dengan yang berkembang. Ini adalah
potensi internal yang akan mendorong terjadinya perubahan-perubahan kuantitatif
menuju perubahan kualitatif. Perpindahan air menjadi uap air atau es dengan

52
jalan menambah atau mengurangi panas tidak akan terjadi secara sempurna
dengan perantaraan keteraturan atom-atom yang ada di dalam benda, akan tetapi
perpindahan itu akan terjadi dengan sempurna dengan jalan pertentangan atom
satu dengan atom yang lain. Ini berarti, bahwa perpindahan air menjadi uap air
terjadi dengan perantaraan dialektika (pertentangan). Perbenturan yang terjadi
antara atom-atom yang ada di dalam benda adalah faktor yang menyebabkan
terjadinya perpindahan. Ini arti dari pernyataan yang menyatakan bahwa semua
benda dan fenomena di alam semesta ini mengandung pertentangan-pertentangan,
atau mengandung atom-atom positif dan atom-atom negatif. Perbenturan yang
terjadi antara satu atom dengan atom yang lain akan menghasilkan dari
perbenturan tersebutperpindahan (evolusi). Inilah yang disebut dengan
pertentangan-pertentangan (dialektika). Oleh karena itu, metode dialektika
mengakui bahwa gerak evolusi dari kualitas rendah menuju kualitas tinggi tidak
akan terjadi melalui evolusi-evolusi bertahap dan teratur. Akan tetapi, gerak
evolusi hanya akan terjadi melalui munculnya pertentangan-pertentangan yang
terjadi pada benda-benda dan fenomena-fenomena. Lenin menyatakan, Arti
khusus dari kata dialektika adalah kajian-kajian mengenai pertentangan-
pertentangan yang terjadi dalam substansi benda itu sendiri. Ia juga berkata,
Evolusi adalah pertentangan-pertentangan.

Kesatuan Alam Semesta : Bantahan Atas Point Pertama


Berikut ini adalah ringkasan pendapat-pendapat kaum sosialis tentang alam
semesta. Alam semesta adalah satu-kesatuan menyeluruh yang tidak bisa dipisah-
pisahkan. Alam semesta dalam kondisi terus berkembang dan bergerak
Perubahan-perubahan tersebut akan mentransformasikan dari perubahan-
perubahan kuantitatif menuju perubahan-perubahan kualitatif, dari kondisi yang
rendah menuju kondisi yang berkualitas tinggi. Perubahan-perubahan tersebut
akan terjadi secara sempurna melalui proses dialektika. Proses dialektika pasti
terjadi dalam setiap benda dan fenomena. Dengan ungkapan lain, perubahan-
perubahan tersebut harus ditempuh melalui kontraksi sisi-sisi yang saling
berlawanan. Empat point di atas, semuanya adalah pernyataan yang sangat salah
. Empat point di atas hanyalah premis-premis serta analogi general yang tidak
disokong oleh fakta.
Point pertama hanyalah premis semata. Sesungguhnya alam semesta ini
merupakan kumpulan dari planet-planet dan sistem yang ditempuh oleh planet.
Bila dinisbahkan kepada planet bumi dimana kita hidup, maka ia adalah gambaran
dari aturan-aturan yang ditempuh oleh bumi, serta semua kecenderungan-
kecenderungan hidup yang ada di dalamnya, bersama dengan bumi dan benda yang
ada di atasnya. Alam semesta, yang terdiri dari benda-benda dan aturan-
aturannya merupakan satu-kesatuan yang kokoh bila ditinjau dari sisi alam
semesta secara menyeluruh serta dari sisi bumi dan seluruh planet secara
keseluruhan. Adapun jika ditinjau dari setiap planet dan dari sisi substansi planet
bumi sendiri, maka benda-benda dan aturan-aturan yang ada di bumi memiliki
kekhususan tersendiri dan tidak berhubungan dengan benda-benda dan aturan-
aturan yang ada di planet lain. Bahkan, ditinjau dari sisi ini, semua benda dan

53
aturan yang ada di permukaan bumi terpisah dari yang lainnya. Semua yang ada di
permukaan bumi ini hidup dalam kondisi yang hanya berhubungan dengan benda-
benda dan aturan-aturan yang ada di dalamnya saja. Meskipun demikian, ia tetap
berjalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan umum yang ada di alam semesta.
Demikian juga, jika dilihat dari masing-masing benda, maka benda-benda dan
aturan-aturan yang berada di bumi juga terpisah-pisah dengan benda-benda dan
aturan-aturan yang lainnya. Setiap benda memiliki aturan-aturan tertentu dan
tidak berhubungan dengan benda yang lain. Meskipun demikian, semua benda
yang ada di bumi tetap berjalan sesuai dengan aturan-aturan bumi dan aturan-
aturan alam semesta. Semua ini berhubungan dengan substansi planet dan bumi
sendiri. Setelah dilakukan perjalanan di ruang hampa, maka semuanya tampak
jelas dalam bentuk yang bisa diraba--, dan membuktikan adanya keterputusan
aturan; yakni tatkala manusia bisa mencapai tempat yang lepas dari gravitasi
bumi. Tatkala ia sudah mencapai ruang hampa, maka ia sama sekali tidak
terpengaruh oleh gravitasi bumi. Sebab, tatkala manusia berada dalam titik yang
melampaui gravitasi dua buah planet atau lebih maka, dirinya seakan-akan keluar
dari gravitasi bumi. Sehingga, aturan-aturan bumi tidak lagi berpengaruh bagi
dirinya. Ini menunjukkan bahwa, bumi memiliki aturan-aturan tertentu yang
tidak berhubungan sama sekali dengan aturan-aturan yang berada di planet-planet
selain bumi. Bumi berjalan dengan sendirinya, meskipun ia juga memiliki
aturan-aturan lain yang berhubungan dengan planet-planet lain. Setiap planet
berhubungan dengan planet lain dengan aturan-aturan tertentu. Namun
demikian, setiap planet juga terpisah dengan planat yang lain berdasarkan aturan-
aturan yang menjadikan mereka terpisah satu dengan yang lain. Walhasil,
berhubungan dengan benda-benda dan fenomena-fenomena yang terjadi di muka
bumi ini, maka tampak jelas bahwa krisis yang terjadi di Iran sama sekali tidak
berpengaruh terhadap Irak. Pada satu sisi, dua ekor ikan laut tidak akan
memberikan pengaruh kepada yang lain. Apa yang terjadi pada hewan tidak akan
memberikan pengaruh kepada manusia. Hewan berjalan dengan empat kakinya,
namun ia tidak memiliki pemikiran. Hewan hidup hanya sekedar untuk memenuhi
potensi hidup yang muncul dari naluri-naluri dan kebutuhan-kebutuhan
jasmaninya. Berbeda dengan manusia. Manusia berjalan dengan dua kakinya. Ia
menggunakan kedua tangan sesuai dengan fungsi yang berbeda dengan kedua
kakinya. Manusia memiliki akal. Perilakunya di kehidupan dunia ini harus sejalan
dengan pemahamannya, bukan sesuai dengan naluari-naluri maupun kebutuhan
jasmaninya saja. Benda-benda mati memiliki sifat yang berbeda dengan benda-
benda hidup. Benda-benda mati tidak memerlukan nutrisi. Benda-benda hidup
membutuhkan nutrisi. Benda-benda mati tidak bisa mengindera, sedangkan
sebagian benda-benda hidup ada yang bisa mengindera. Benda-benda mati tidak
memiliki potensi hidup; baik naluri maupun kebutuhan jasmani. Semua makhluk
hidup memiliki potensi hidup , baik naluri maupun kebutuhan jasmani.
Selanjutnya manusia akan berjalan dengan dirinya sendiri di kehidupan ini, sesuai
dengan aturan-aturan yang satu. Akan tetapi kehidupan dan interaksi-interasinya
berjalan sesuai dengan sistem aturan yang berbeda-beda. Manusia berhak
memilih aturan, pemikiran-pemikiran dan kehidupan yang ia kehendaki. Ia tidak
berhubungan dengan alam semesta dengan hubungan yang bersifat paksaan. Alam

54
semesta bukanlah pihak yang mengatur kehidupannya, akan dia sendiri yang
mengatur kehidupannya secara bebas. Oleh karena itu, point pertama (dari
pendapat kaum sosialis.pentj) hanyalah premis belaka. Tatkala mereka
menyaksikan bahwa alam semesta berdiri sendiri dengan kokoh karena berjalan
sesuai dengan aturan-aturan tertentu; begitu juga planet bumi yang berdiri kokoh
karena berjalan sesuai dengan aturan tertentu; mereka menyatakan bawa alam
semesta berdiri dengan kokoh. Mereka lupa bahwa hal ini karena ia dilihat secara
keseluruhan. Dengan kata lain, alam semesta dilihat dari sisi keseluruhannya;
atau ditinjau dari keseluruhan benda. Adapun jika ditinjau dari sisi benda-benda
tertentu , maka benda-benda itu memiliki sifat yang berbeda dan terpisah dengan
benda-benda yang lain. Bumi memiliki sifat yang berbeda dengan Venus, terpisah
dan tidak berhubungan sama sekali. Masing-masing memiliki aturan-aturan sendiri.
Besi berbeda dengan air raksa, terpisah dan tidak berhubungan sama sekali dengan
air raksa. Masing-masing berjalan sesuai dengan aturan-aturan tertentu, walaupun
keduanya sama-sama logam. Manusia berbeda dengan hewan, tidak berhubungan
sama sekali. Sebab, masing-masing terikat dengan aturan-aturan tertentu,
walaupun keduanya adalah hewan. Demikian seterusnyaKeterkaitan seluruh
benda yang menjadi bagian-bagian alam semesta dengan semua benda yang ada di
dalamnya sama sekali tidak pernah ada. Yang ada hanyalah kerterkaitan secara
umum saja.
Alam semesta adalah kumpulan dari planet-planet dan manusia. Manusia
adalah hewan yang berbicara. Kehidupan adalah sesuatu yang ada di dalam
makluk hidup. Ia adalah bagian dari alam semesta. Bila dilihat sebagai unsur
pembentuk alam semesta secara keseluruhan, maka satu benda dengan benda yang
lain saling berhubungan. Manusia hidup di alam semesta. Berarti, manusia
berhubungan erat dengan alam semesta dan kehidupan. Akan tetapi, kehidupan
tidak berkaitan dengan manusia. Demikian juga alam, ia tidak berkaitan dengan
kehidupan dengan keterkaitan yang bersifat paksaan. Kehidupan hanya ada di
dalam diri manusia, hewan, burung, serangga-serangga, pohon, tumbuh-tumbuhan
dan lain-lain. Semuanya hidup di alam semesta. Oleh karena itu mereka berkaitan
dengan alam semesta. Akan tetapi, alam semesta tidak berhubungan dengan
makhluk-makhluk hidup ini. Manusia juga tidak berkaitan dengan makhluk-
makhluk tersebut dengan pola keterkaitan yang bersifat memaksa. Kumpulan-
kumpulan planet yang membentuk alam semesta, satu dengan yang lain saling
berkaitan. Sebab, mereka akan membentuk alam semesta. Akan tetapi, dari sisi
keseluruhan sifat dan semua hal yang berhubungan dengan dirinya sendiri, bumi
tidak berhubungan dengan venus, dan matahari tidak berhubungan dengan
merkurius secara pasti. Dengan demikian, seluruh eksistensi yang terindera, satu
dengan yang lain saling berkaitan, bila ditinjau dari sisi keseluruhannya; atau bila
ditinjau dari bahwa mereka adalah penyusun alam semesta. Bila bumi dilihat
dengan karakter kemenyeluruhannya, atau bila diasumsikan bahwa ia adalah
planet, maka bumi berkaitan dengan matahari. Demikian juga manusia. Bila ia
dilihat dengan sifat keseluruhannya, atau bila ia dilihat sebagai manusia, maka
dirinya berkaitan dengan bumi, matahari dan kehidupan. Kehidupan, jika dilihat
dari sifatnya yang menyeluruh, atau dari sisi bahwa ia adalah kehidupan, maka ia
terikat dengan alam semesta dan manusia. Walhasil, eksistensi terindera dengan

55
sifat kemenyeluruhannya sebagai bagian dari alam semesta, manusia dan
kehidupan satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Akan tetapi, bila dilihat
dengan karakternya sebagai keseluruhan bagian yang akan membentuk
keseluruhan, maka setiap bagian terpisah dengan bagian yang lain. Namun, bila
dilihat dari sisi keseluruhan, maka satu dengan yang lain saling berkaitan. Bila
dilihat dari kekhususan-kekhususan yang dimiliki oleh setiap bagian, maka setiap
bagian terpisah dengan bagian lain. Oleh karena itu, keterkaitan hanya terjadi
bila dilihat dari sisi keseluruhannya. Akan tetapi, jika dilihat berdasarkan
kenyataan, bahwa masing-masing memiliki khasiat-khasiat tertentu dan aturan
aturan tertentu, maka keseluruhan bagian dari alam semesta, manusia, dan
kehidupan saling terpisah dan tidak berkaitan satu dengan yang lain.
Selain itu, setiap eksistensi yang bisa diindera tidak selalu berkaitan dengan
dengan yang lain. Dengan kata lain, setiap benda tidaklah meliputi (mencakup)
setiap benda yang lain. Kadang-kadang, suatu benda mencakup suatu benda, akan
tetapi tidak mencakup benda yang lain. Benda-benda yang melingkupi dirinya
tidak secara otomatis menjadi syarat bagi eksistensi benda lain . Kadang-kadang
ada benda-benda yang menjadi syarat bagi kelangsungan benda lain, kadang-
kadang ada yang tidak. Manusia dilingkupi oleh cahaya dan udara. Salah satu
syarat kehidupan manusia adalah air dan nutrisi. Akan tetapi, manusia tidak
memiliki hubungan sama sekali dengan Venus dan Mars. Logam tembaga bukanlah
bagian dari syarat kehidupan manusia. Demikian pula air raksa. Tidak ada sesuatu
yang hidup tanpa keberadaannya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa manusia
terkait dengan benda-benda tertentu yang ada di alam semesta ini. Akan tetapi,
ia juga tidak terkait dengan benda-benda lain. Benda-benda yang saling berkaitan
dan melingkupi benda yang lain kadang-kadang menjadi syarat vital bagi
kehidupannya; namun ada pula yang tidak menjadi syarat vital bagi kehidupannya.
Contoh kecil masalah ini bisa disaksikan pada hewan, planet, benda-benda mati,
serta benda-benda yang lainnya. Ini berarti, bahwa tidak semua eksistensi
berkaitan satu dengan yang lain. Selama tidak ada saling keterkaitan maka suatu
eksistensi bukanlah bagian dari eksistensi yang lain. Oleh karena itu, eksistensi
tersebut bukanlah faktor yang menyusun dan menjadi bagian eksistensi yang lain.
Asumsi yang menyatakan, bahwa alam semesta adalah satu-kesatuan dan setiap
bagian dari alam semesta itu saling bergantung satu dengan yang lainnya adalah
asumsi yang bertentangan dengan apa yang terjadi di alam semesta ini. Asumsi itu
juga bertentangann dengan fakta keseluruhan eksistensi yang bisa dipahami dan
diindera di alam semesta ini.
Meskipun air adalah syarat kehidupan bagi manusia, akan tetapi manusia
bukanlah syarat bagi eksistensi air, sebagai air. Walaupun udara melingkupi
manusia, akan tetapi manusia tidak melingkupi udara. Ada atau tidak adanya
manusia bukanlah syarat bagi eksistensi udara. Contoh yang lain dalam masalah
ini adalah hewan, matahari, gunung dan sebagainya. Sesungguhnya, benda-benda
yang didalamnya saling berkaitan, tidak bisa disimpulkan bahwa benda-benda
tersebut juga saling berkaitan38. Setiap benda yang saling berkaitan tidak

38
Maksudnya, setiap benda yang berkaitan dengan benda lain, tidak secara otomatis bahwa benda
tersebut menjadi syarat bagi keberadaan (kelangsungan) benda yang lain.

56
secara otomatis akan menopang eksistensi benda yang lain. Juga tidak bisa
dinyatakan bahwa suatu benda tidak mungkin dipahami [bila tidak dikaitkan
dengan benda-benda yang melingkupinya.pentj], akan tetapi substansi suatu benda
bisa saja dipahami secara terpisah dari benda-benda yang berkaitan dengannya.
Manusia bisa dipahami meskipun terpisah dengan air. Walaupun manusia meliputi
air, akan tetapi air bisa dipahami secara terpisah dari manusia. Matahari juga
bisa dipahami meskipun terpisah dari manusia. Tumbuhan juga bisa dipahami
meskipun terpisah dari udara. Demikian seterusnya.Oleh karena itu, pernyataan
yang menyatakan bahwa suatu benda tidak mungkin dipahami bila dilihat secara
terpisah dengan benda-benda yang melingkupinya adalah pernyataan yang salah.
Manusia dilingkupi oleh planet-planet, seperti bumi, matahari, dan benda-
benda mati, seperti gunung, dan sungai. Ia juga diliputi oleh benda-benda hidup
seperti tumbuh-tumbuhan, burung-burung. Namun demikian, faktor yang
menetapkan substansi manusia adalah hakekat kemanusiaannya; bukan ditentukan
oleh bumi, matahari, gunung, sungai, tumbuh-tumbuhan, dan burung-burung yang
melingkupi dirinya. Substansi dirinya tidak berkaitan dengan negeri yang ia
tempati. Bahkan, ia adalah pihak yang akan merubah kondisi suatu negeri menuju
suatu kondisi yang ia kehendaki; sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-
orang yang melakukan perbaikan-perbaikan secara revolusioner. Kadang-kadang
ia merubah kondisi suatu negara, kemudian berpindah ke negara lain. Oleh karena
itu, manusia tidak berkaitan sama sekali --dengan keterkaitan yang tidak mungkin
dipisahkan-- dengan benda-benda yang melingkupi dirinya. Bahkan, secara pasti ia
terpisah dengan benda-benda yang melingkupi dirinya. Lebih dari itu, ia bisa
melakukan apa saja sekehendak hatinya. Dengan demikian, pendapat yang
menyatakan, bahwa keberadaan benda-benda dan fenomena-fenomena ditentukan
oleh benda-benda dan fenomena-fenomena yang melingkupi dirinya merupakan
pendapat yang salah. Sebab, fakta menunjukkan, bahwa keberadaan benda-benda
dan fenomena-fenomena ditentukan oleh substansinya sendiri, bukan ditentukan
oleh keberadaan benda-benda yang melingkupi dirinya. Keseluruhan paparan di
atas telah membuktikan kesalahan point pertama [pendapat kaum sosialis].

Doktrin Alam Semesta Yang Terus Bergerak: Bantahan Atas Point Ketiga
Adapun point kedua, benar bahwa alam semesta terus mengalami
perubahan. Namun tidak benar jika dinyatakan bahwa setiap benda mengandung
dua perkara kontradiktif secara bersamaan, kelahiran dan kebinasaan. Dengan
kata lain, tidak benar bahwa segala sesuatu selalu mengandung potensi untuk
melahirkan sesuatu yang baru. Ada sesuatu yang perubahannya menghasilkan
kondisi yang baru. Ada sesuatu yang lahir dan mati. Misalnya, tanaman dan
pemuda. Akan tetapi, ada juga sesuatu yang di dalamnya tidak ada kelahiran dan
kematian. Misalnya, air, batu, dan benda-benda tak hidup. Ada pula benda yang
perkembangannya berada dalam kondisi kebinasaan. Misalnya, pohon yang
dimusnahkan dan seorang kakek yang pikun. Propaganda yang menyatakan bahwa
semua benda yang ada di alam semesta ini mengalami kelahiran dan evolusi adalah
propaganda yang sangat salah. Demikian juga propaganda yang menyatakan
bahwa segala sesuatu pasti mengalami proses tumbuh dan melenyap adalah

57
propaganda bathil yang mengingkari realitas benda-benda yang ada di alam
semesta ini. Bahkan, kaum sosialis sendiri menyatakan bahwa awalnya benda
berada dalam kondisi kesetimbangan (konstan dan ternegasikan). Kenyataan yang
menunjukkan bahwa semua benda terhenti dalam kebinasaan bukanlah sesuatu
yang penting dan mendasar untuk dikaji. Yang terpenting dan mendasar untuk
dikaji adalah ungkapan yang menyatakan bahwa setiap benda pasti mengalami
proses kelahiran dan perkembangan. Berhubungan dengan masalah ini, maka
asumsi tersebut tidak berlaku bagi sekelompok benda yang berhenti melakukan
evolusi. Asumsi itu hanya berlaku pada benda-benda yang terus melakukan evolusi.
Hal ini merupakan pengakuan yang sangat jelas dari mereka bahwa ada benda yang
lahir dan ada pula benda yang mengalami kebinasaan yakni dengan terbentuknya
benda yang selalu baru. Namun demikian, ada juga benda-benda yang mengalami
kebinasaan, yakni terhenti pada kebinasaan. Ini merupakan kenyataan benda-
benda yang ada di alam semesta ini. Jelaslah, bahwa pernyataan yang
menyatakan bahwa semua benda yang ada di alam semesta ini terus bergerak
dengan kelahiran dan kemelenyapannya adalah pernyataan batil yang
bertentangan dengan fakta. Walhasil, tampak jelas kerusakan [endapat kaum
sosialis pada point kedua.

Perubahan Menuju Tingkat Yang Lebih Baik : Bantahan Atas Point Ketiga
Dalam point ketiga, tidak benar jika dinyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada benda-benda adalah perubahan dari tingkat yang rendah menuju ke
tingkat yang lebih tinggi. Pernyataan ini hanyalah premis semata. Perubahan
tidak bisa didefinisikan dengan perpindahan dari satu kondisi ke kondisi yang lebih
baik, ataupun perpindahan dari kondisi yang baik menuju kondisi yang buruk. Akan
tetapi, perubahan adalah perubahan itu sendiri. Tiaak ada pengertian yang lain.
Perubahan kadang-kadang terjadi dari satu kondisi menuju kondisi yang lebih baik,
kadang-kadang menuju kondisi yang lebih buruk . Pada benda-benda tak hidup,
perubahan-perubahannya terjadi secara berbeda-beda. Proses pembusukan roti
merupakan perpindahan dari kondisi yang baik menuju kondisi yang buruk.
Remuknya bebatuan merupakan perpindahan dari kondisi yang baik menuju kondisi
yang buruk. Demikian juga perubahan-perubahan yang terjadi pada benda-benda
hidup, misalnya manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan juga terjadi secara
berbeda-beda. Bayi yang berada dalam masa pertumbuhan, adalah perpindahan
dari kondisi baik menuju kondisi yang lebih baik. Demikian juga pertumbuhan
tanaman pertanian, serta pertumbuhan hewan-hewan yang masih kecil. Akan
tetapi perpindahan manusia dari pemuda menuju kakek yang pikun, adalah
perpindahan dari kondisi yang baik menuju kondisi yang buruk. Oleh karena itu,
perubahan-perubahan itu terjadi pada benda tak hidup dan benda-benda hidup.
Perubahan adalah sekedar perpindahan dari suatu kondisi ke kondisi lain, tanpa
memperhatikan perpindahan menuju yang baik maupun buruk. Namun,
pernyataan kaum sosialis yang menyatakan bahwa setiap benda akan mengalami
evolusi yang berarti bahwa setiap benda akan mengalami perpindahan menuju ke
arah yang lebih baikadalah pernyataan yang sangat salah. Padahal, yang terjadi
sesungguhnya hanyalah perubahan belaka; bisa menuju ke arah yang lebih baik,
atau menuju ke arah yang lebih buruk. Selanjutnya, perpindahan telah

58
menciptakan suatu kondisi dimana di dalamnya terjadi perpindahan dari masa lalu.
Perpindahan juga melahirkan suatu kondisi dimana di dalamnya terjadi
perpindahan menuju ke arah yang baru (modern). Jika perpindahan atau
perkembangan yang terjadi di dalam benda adalah perpindahan menuju ke arah
yang lebih baik, maka setiap benda akan terus baru dan lebih baik daripada benda
yang lama. Akan tetapi, telah terbukti secara faktual, bahwa pendapat ini adalah
pendapat yang bathil. Sesungguhnya yang terjadi pada benda-benda hanyalah
perubahan semata. Kadang-kadnag perubahan itu menuju ke arah yang lebih baik,
kadang-kadang malah menuju ke arah yang lebih buruk. Pendapat yang
menyatakan bahwa pergerakan selalu progresif dan maju, sedangkan perubahan
adalah kesengajaan menuju ke arah yang lebih baik, merupakan pendapat yang
jelas-jelas batil. Air, yang sering digunakan argumentasi untuk membuktikan
pandangan-pandangan mereka, malah mengingkari pandangan-pandangan mereka.
Ketika air berubah menjadi uap air, maka ia bisa dicairkan kembali atau
didinginkan kembali. Proses ini menyebabkan uap air kembali kepada kualitasnya
semula, yakni kembali menjadi air. Ini bukanlah perubahan yang progresif; juga
bukan perubahan menuju ke arah yang lebih baik, akan tetapi kembali kepada
bentuk dasar. Oleh karena itu, sesuatu yang baru tidak mesti lebih baik, atau
lebih buruk. Demikian juga, sesuatu yang lama tidak mesti selalu buruk , dan
sesuatu yang baru tidak mesti selalu baik. Sesuatu yang baru tidak berarti bahwa
ia adalah baik atau buruk. Akan tetapi, ia hanyalah sesuatu yang baru saja, tidak
lebih dari itu. Masa lalu tidak berarti bahwa ia adalah sesuatu yang buruk atau
baik, akan tetapi ia hanya masa lalu saja, tidak lebih dari itu. Tua renta yang
pikun adalah baru, sedangkan pemuda adalah masa lalu. Jamur yang menempel
pada roti adalah baru, sedangkan, sedangkan roti yang steril dari jamur adalah
masa lalu. Adonan adalah masa lalu, sedangkan roti adalah baru. Nutfah adalah
masa lalu, sedangkan bayi adalah baru. Demikianlah, jutaan benda yang
mengalami perubahan, semuanya tidak bergerak secara progressif (maju) maupun
mundur. Akan tetapi, kadang-kadang terjadi perubahan yang maju (progressif).
Misalnya air yang berubah menjadi uap air, anak yang berkembang menjadi
pemuda, bibit yang berkembang menjadi pohon, adonan yang berubah menjadi
roti, elemen bolam yang bersinar, dan lain sebagainya. Kadang-kadang
perubahan benda bergerak mundur. Misalnya, ketika uap air berubah menjadi air,
dan pemuda berubah menjadi pikun, pohon tua yang ditebang atau tertimpa
kerusakan, roti ketika terkena jamur, serta elemen bolam ketika kehilangan arus
dengan kekuatan tertentu, maka ia akan segera padam, dan lain sebagainya. Oleh
karena itu, pergerakan hanyalah pergerakan. Perubahan hanyalah perubahan
semata. Ia tidak bisa disifati dengan progresif dan mundur. Sebab, progresif
bukanlah khasiat yang dimiliki oleh pergerakan dan perubahan. Oleh karena itu,
keduanya tidak boleh dijadikan sifat bagi pergerakan dan perubahan. Oleh karena
itu, pendapat yang menyatakan, bahwa perubahan akan terjadi secara progresif
dan maju adalah pendapat salah yang bertentangan dengan fakta pergerakan dan
perubahan. Demikian juga, jutaan benda yang mengalami perubahan, semuanya
tidak mengalami perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Kadang-kadang
perubahannya menuju ke arah yang lebih baik; kadang-kadang menuju ke arah
yang lebih buruk . Tak seorangpun ragu, bahwa pemuda lebih baik daripada tua

59
renta yang pikun. Roti yang steril lebih baik daripada roti yang berjamur.
Kehidupan lebih baik daripada kematian. Rumput yang menghijau lebih baik
daripada rumput yang kering. Sumur minyak penuh lebih baik daripada sumur
yang sudah kosong dari minyak. Benda-benda semacam ini mengalami perubahan
menuju ke arah yang lebih buruk, bukan menuju lebih baik. Pendapat yang
menyatakan bahwa perubahan akan terjadi menuju ke arah yang lebih baik adalah
pendapat dusta. Sebab, perubahannya menuju ke arah yang lebih buruk. Namun
demikian, ini juga tidak menunjukkan bahwa perubahan hanya bergerak menuju ke
arah yang lebih buruk. Sebab, kadang-kadang ada perubahan yang menuju ke arah
yang lebih baik. Tak seorangpun meragukan bahwa pemuda itu lebih baik
daripada anak kecil. Pohon itu lebih baik daripada bibit. Roti lebih baik daripada
adonan. Anak kecil lebih baik daripada nutfah. Anak ayam lebih baik daripada
telur. Benda-benda semacam ini, perubahannya menuju ke arah yang lebih baik.
Akan tetapi, ini tidak menunjukkan bahwa perubahan itu pasti menuju ke arah
yang lebih baik. Semua contoh dan fakta mengenai benda seluruhnya
menunjukkan, bahwa perubahan kadang-kadang menuju ke arah yang lebih baik,
kadang-kadang menuju ke arah yang lebih buruk. Keberadaan suatu benda,
apakah baik atau buruk tidak ditetapkan berdasarkan perubahannya, dan tidak
berhubungan dengan keberadaannya baru atau lama, akan tetapi berkaitan dengan
substansinya. Sama saja, apakah benda itu lama ataupun baru.
Perubahan dari kondisi yang baik menuju kondisi yang buruk tidak hanya
terjadi pada kondisi pembalikan saja, sehingga dikatakan, bahwa telah terjadi
proses pembalikan. Pembalikan juga ada di dalam kajian Marxisme, terutama
dalam kajian-kajian yang dinamakan dengan kembali kepada bentuk semula.
Namun demikian, perubahan kadang-kadang terjadi dengan cara pembalikan.
Contohnya adalah, tatkala uap air kembali menjadi air. Namun demikian,
perubahan suatu benda kadang-kadang bukan pembalikan menuju ke bentuk
semula akan tetapi menuju ke bentuk lain yang berbeda dengan bentuk pertama.
Pada proses pembalikan seperti ini, perubahannya kadang-kadang menuju ke arah
yang lebih buruk. Misalnya, perubahan dari pemuda menuju orang tua yang pikun.
Oleh karena itu, evolusi bila didefinisikan sebagai proses pembaruan dan
perpindahan menuju ke arah yang lebih baik, maka evolusi bukanlah sifat lazim
bagi benda-benda yang ada di alam semesta ini. Akan tetapi, sifat yang lazim
bagi alam dan semua benda adalah perubahan saja; baik perubahan menuju
keadaan yang lebih maju atau keadaan yang lebih baik, atau perubahan menuju ke
arah belakang, disebut juga dengan pembalikan, atau perubahan menuju kondisi
lain yang pada awalnya tidak ada, yaitu menuju kondisi yang lebih buruk.
Perubahan yang terjadi pada benda tidak mesti mentransformasikan
dirinya kepada bentuk lain (terjadi benda baru.pentj) yang berbeda dengan bentuk
awal. Akan tetapi, kadang-kadang perubahan bisa menstransformasikan suatu
benda menuju ke bentuk lain yang berbeda dengan bentuk awal, kadang-kadang
bentuknya tetap, meskipun terjadi perubahan pada substansi benda awal, akan
tetapi benda awal itu tetap tidak berubah. Bahkan, ia mustahil untuk dirubah,
meskipun di dalamnya mengandung unsur-unsur perubahan. Misalnya, proses
kimiawi bisa saja mengubah benda secara total hingga menjadi benda lain yang
berbeda dengan keadaan semula. Contohnya adalah bukti yang disodorkan oleh

60
Engels,Jika kita memperhatikan oksigen, kemudian kita gabungkan satu bagian
atom oksigen dengan oksigen (O2) maka kita akan mendapatkan senyawa baru
yakni azon (O3). Ozon memiliki sifat yang sangat berbeda dengan oksigen biasa,
baik dari sisi aroma, dan pengaruhnya. Akan tetapi, ada banyak contoh perubahan
yang mustahil menghasilkan benda lain yang substansinya berbeda dengan bentuk
awal. Contohnya, besi dengan perlakuan apapun tidak mungkin berubah menjadi
emas. Dengan proses apapun, kuda tidak mungkin berubah menjadi onta. Nutfah
laki-laki (sperma) dengan perlakuan apapun tidak mungkin diubah menjadi bayi,
jika ditempatkan pada kera, kuda, onta betina, maupun makhluk hidup lain. Ia
bisa menjadi laki-laki jika ditempatkan pada wanita. Batu dengan perlakuan
apapun tidak akan berubah menjadi makhluk hidup. Demikian seterusnya, ada
banyak bukti yang menunjukkan bahwa ada benda yang mustahil berubah menjadi
benda lain yang substansinya berbeda dengan bentuk awalnya. Oleh karena itu,
pendapat yang menyatakan bahwa tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan, dan (apalagi)
manusia adalah hasil dari proses evolusi yang terjadi jutaan tahun yang lalu,
merupakan pendapat salah yang mengingkari kenyataan. Jika campuran tanah,
udara dan air ditimbunkan di sekitar ranting kayu, maka beberapa tahun kemudian
ia akan berubah menjadi pohon. Sesungguhnya biji gandum sejak manusia
mengenal gandum hingga sekarang, substansi dan bentuk tanamannya tidak
pernah berubah. Kambing, sejak manusia mengenal hewan ini hingga sekarang,
sifat-sifat hewan dan substansinya juga tidak pernah berubah. Manusia, baik laki-
laki maupun perempuan tidak pernah mengalami perubahan yang lebih buruk baik
dalam hal kemanusiaan, kehewanan, potensi hidup, serta khasiat otaknya (yakni
khasiat al-ribthi= kemampuan untuk mengkaitkan informasi). Adapun mengenai
besar kecilnya biji gandum; besar kecilnya kambing; besar kecilnya manusia, besar
kecilnya tengkorak dan tulang manusia; maka semua ini adalah perubahan-
perubahan dalam hal bentuk, bukan pada substansinya. Perubahan itu terjadi
secara pasti. Perubahan kadang-kadang terjadi pada ukuran dan bentuk tubuh.
Akan tetapi , perubahan tidak mungkin terjadi pada substansinya. Dengan
demikian, perubahan kadang-kadang terjadi dan menghasilkan benda lain.
Kadang-kadang perubahan tersebut tidak menghasilkan benda baru meskipun di
dalam benda tersebut terkandung unsur-unsur perubahan. Oleh karena itu,
pendapat yang menyatakan bahwa benda-benda yang ada di alam semesta ini
berbeda dengan benda-benda yang ada sebelumnya merupakan pendapat yang
sangat salah. Oleh karena itu, pendapat Darwin yang menyatakan, bahwa dunia
organ beserta familinya sebagaimana yang terdapat di dunia saat ini-- merupakan
produk dari proses evolusi yang terjadi jutaan tahun silam; atau dengan kata lain,
bahwa alam sekarang berbeda dengan alam purba (pertama) jutaan tahun
sebelumnya. Substansi besi, air, tanah, udara, dan benda-benda lain tidak pernah
berubah, meskipun masa sudah berlalu sekian lama. Onta, kuda, kambing,
domba, dan hewan-hewan lainnya, substansinya tidak pernah berubah, meskipun
masa sudah berjalan sekian tahun lamanya. Sejak keberadaan manusia diketahui
berada di atas permukaan bumi, manusia adalah manusia itu sendiri. Substansi
yang ada di dalam dirinya tidak pernah berubah menuju ke arah yang lebih rendah.
Alam semesta memang berubah. Akan tetapi, hal tertsebut tidak berarti bahwa

61
perubahan benda yang ada di alam semesta ini, mesti mengeluarkan dirinya dari
substansi yang membentuk dirinya.
Semua ini menunjukkan dengan jelas bahwa evolusi yang mereka artikan
dengan pergerakan progresif dan maju, yang mentransformasikan suatu benda dari
kondisi yang lebih rendah menuju kondisi yang lebih tinggi, dari kondisi baik
menuju lebih baik, atau dari kondisi buruk menuju kondisi yang lebih baik; atau
perubahan yang mentransformasikan suatu benda ke arah terbentuknya benda lain;
maka evolusi dengan makna seperti ini bukanlah khasiat dari perubahan, dan juga
bukan unsur terpenting yang harus terjadi. Alam semesta memang berubah . Akan
tetapi, evolusi yang terjadi pada alam semesta ini berbeda dengan evolusi yang
mereka maksud. Evolusi yang mereka maksud tidak pernah terjadi pada benda
secara pasti. Oleh karena itu, propaganda yang menyatakan bahwa perubahan
menuju ke arah yang lebih tinggi merupakan kemestian bagi sebuah perubahan dan
sesuatu yang tidak bisa dilepaskan lagi dari perubahan; serta propaganda yang
menyatakan bahwa perubahan semacam itu pasti akan terjadi pada benda, adalah
propaganda sesat dan mengingkari fakta. Oleh karena itu, point ketiga telah
terbukti kesalahannya.

Pertentangan Internal (Dialektika Internal) : Bantahan Atas Point Keempat


Point keempat, tidak benar jika dinyatakan, bahwa setiap benda dan
fenomena yang ada di alam semesta ini pasti mengandung unsur-unsur yang saling
bertentangan (dialektika internal.[penjt) Pernyataan ini tidak lain hanyalah
premis belaka. Sebab, telah terbukti dengan sangat menyakinkan, bahwa tidak
ada satupun benda yang di dalamnya terkandung sifat hidup dan kematian secara
bersama-sama39 (maksudnya pada waktu, kondisi dan keadaan yang sama.pentj).
39
Secara ringkas dialektika materialisme menyatakan bahwa semua benda yang ada di dalam ini
memiliki dua sifat yang bertentangan secara bersamaan. Dengan kata lain, inti dari ajaran ini
adalah, setiap benda atau keadaan (phenomenon) selain mengandung kebenaran, pada saat yang
sama ia memiliki lawanannya (opposite). Segi-segi yang berlawanan dan bertentangan satu dengan
yang lain ini disebut kontradiksi. Dari pertentangan-pertentangan ini akan berakhir dengan
kesetimbangan; atau benda tersebut telah dinegasikan.
Mao Tse Tung menyatakan,Hukum dialektis pada benda, atau hukum pertentangan pada
saat yang bersamaan dalam sebuah benda adalah hukum terpenting dalam dialaktika.
Kenyataan malah menunjukkan sebaliknya. Tidak ada satupun benda di alam semesta ini
yang memiliki dua sifat bertentangan dalam satu waktu dan satu keadaan. Bahkan prinsip umum
pengetahuan menyatakan bahwa tidak ada pertentangan dalam satu benda atau fenomena dalam
satu waktu dan satu keadaan. Sedangkan pertentangan benda satu dengan benda yang lain,
kemudian menghasilkan interaksi bukanlah sesuatu yang harus dibicarakan
Adapun sanggahan terhadap prinsip kedua ini adalah sebagai berikut :
Pertama. Berdasarkan penjelasan Engels mengenai gerak evolutif, kita bisa mengajukan
sebuah negasi, Berarti dalam kondisi dan waktu yang sama ada benda di alam semesta ini yang
mengalami gerak evolusi dan tidak melakukan gerak evolusi. Walhasil, asumsi yang menyatakan
bahwa semua benda di alam ini melakukan evolusi gerak terus-menerus tidaklah benar dan tidak
pasti. Sebab, pada saat yang sama benda itu melakukan gerak evolusi pada saat yang sama ia tidak
melakukan evolusi gerak.
Kedua. Pergerakan manusia dari zygot, bayi, hingga menjadi manusia dewasa membutuhkan
fase, kondisi dan waktu yang berbeda-benda. Oleh karena itu, kita tidak mungkin mengatakan

62
Ini saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa setiap benda tidak mengandung
unsur-unsur yang saling bertentangan (pertentangan). Juga, adanya benda yang
lahir, mati binasa, dan kemudian ada, tidak berarti bahwa ini adalah pertentangan
yang telah lazim. Organ hidup, mengandung sel-sel yang baru lahir (hidup), ada
pula sel-sel yang mati. Namun demikian, hal ini sama sekali tidak menunjukkan
adanya pertentangan di dalam organ hidup. Selain itu, pada benda yang tidak
hidup, di dalamnya terjadi proses kebinasaan, akan tetapi tidak terjadi proses
kelahiran (hidup), atau tidak akan terjadi proses penciptaan (wujud). Oleh karena
itu, apa yang disebut dengan dialektika (pertentangan) bukanlah sifat yang lazim
bagi benda-benda dan fenomena-fenomena. Adapun jika dinisbahkan kepada
benda-benda tak hidup, maka tampak jelas, bahwa air jika dibiarkan sebagaimana
mestinya, maka ia akan berkurang. Namun, ia tidak akan pernah bertambah. Di
dalamnya sama sekali tidak terkandung sisi-sisi positif dan negatif. Dengan kata
lain, di dalamnya tidak pernah terjadi pertentangan-pertentangan (dialektika).
Pasir jika dibiarkan sebagaimana adanya, maka di dalamnya tidak akan terlihat
pertentangan-pertentangan. Pertentangan juga tidak tampak pada fenomena-
fenomena. Aktivitas jual beli hanya bisa terjadi jika tidak ada pertentangan-

bahwa sifat-sifat tersebut saling bertentangan. Sebab ia terjadi pada waktu dan kondisi yang
berbeda. Contohnya adalah sebagai berikut: Manusia, ketika bayi sangat mudah percaya.
Manusia, ketika dewasa tidak mudah percaya. Dua pernyataan itu tidak bertentangan, meskipun
sama-sama membicarakan tentang manusia. Sebab, masing-masing memiliki masanya sendiri yang
berbeda dengan masa yang lainnya.
Ketika manusia baru mencapai fase zygot, zygot tidak memiliki bisa memahami pengetahuan
apapun. Akan tetapi, zygot memiliki potensi untuk mengetahui pengetahuan apapun. Pada kondisi
semacam ini, penafian dan penetapan pada dua statement di atas bukanlah perkara yang kontradiktif
(bertentangan). Sebab, preposisi pertama hanya menafikan sifat-sifat tahu pada zygot, sedangkan
preposisi kedua tidak menetapkan adanya sifat tahu pada zygot, akan tetapi menetapkan
kemungkinannya. Jadi dua pernyataan tersebut bukanlah pernyataan yang bertentangan.
Pertentangan hanya akan terjadi jika penafian dan penetapannya memiliki kondisi dan
keadaan yang sama. Dengan kata lain, pertentangan akan ter jadi jika subyeknya sama, kondisinya
sama, dan waktunya juga terjadi secara bersamaan. Misalnya, pernyataana pertama menyatakan,
Air itu mendidih pada suhu 100 C. Pernyataana kedua menyatakan, Air tidak mendidih pada
suhu 100 C. Dua preposisi ini saling bertentangan.
Kontradiksi tidak akan terjadi pada keadaan yang berbeda dan subyek yang berbeda.
Perhatikan contoh di bawah ini:
Pertama. Empat adalah genap. Tiga bukan genap. Dua preposisi ini tidak
bertentangan, sebab subyeknya berbeda.
Kedua. Preposisi pertama menyatakan,Manusia pada saat bayi, cepat percaya. Preposisi
kedua menyatakan, Manusia, ketika muda tidak mudah percaya. Dua preposisi ini bukanlah
preposisi yang bertentangan, sebab waktu dan kondisinya berbeda.
Ketiga. Preposisi pertama, menyatakan, Seorang bayi secara aktual tidak mengetahui.
Seorang bayi memiliki potensi untuk mengetahui, yakni ia mungkin mengetahui. Dua preposisi ini
juga tidak bertentangan, sebab preposisi pertama hanya menafikan sifat tahu pada bayi. Sedangkan
preposisi kedua tidak menetapkan adanya sifat tahu tersebut, akan tetapi hanya menetapkan
kemungkinannya, yakni potensi bayi dan kesiapannya untuk mengetahui.
Demikianlah, anda telah dijelaskan kesalahan prinsip kedua dari teori sosialisme-marxisme
ini.

63
pertentangan di dalamnya atau jika tidak ada pertentangan dalam menyepakati
perjanjiannya. Aktivitas sholat bisa terselenggara meskipun tidak ada
pertentangan-pertentangan di dalamnya. Walhasil, seruan yang menyatakan
bahwa pertentangan merupakan kemestian bagi semua benda dan fenomena,
adalah seruan salah yang sangat menyesatkan. Jika sisi-sisi saling bertentangan,
dan tidak terjadi kompromi (kesesuaian) diantara keduanya, maka terjadilah
perbenturan-perbenturan. Secara otomatis perbenturan ini akan menghasilkan apa
yang dinamakan dengan dialektika pada organ hidup dan masyarakat. Akan tetapi,
jika terjadi kompromi atau kesesuaian diantara sisi-sisi yang saling bertentangan,
maka lenyaplah pertentangan-pertentangan tersebut. Misalnya, terhentinya
pemanasan pada air, sebelum dirinya mulai berubah menjadi uap air, tidak akan
menyebabkan terjadinya pertentangan-pertentangan; dan tidak akan terjadi
perubahan. Contoh yang lain adalah, pekerja yang dicukupi upahnya lebih dari
yang dibutuhkannya, tidak akan melahirkan perbenturan dengan pemilik
pekerjaan. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa pertentangan-
pertentangan itu pasti akan terjadi, merupakan pendapat yang salah. Sebab,
pertentangan-pertentangan tidak mesti terjadi pada seluruh benda dan
masyarakat. Walhasil, point keempat telah terbukti kesalahannya.

Berdasarkan bantahan-bantahan terhadap empat point di atas, maka


terbuktilah kesalahan pendapat-pendapat kaum sosialis mengenai alam semesta.
Lebih dari itu, terbuktilah kesalahan pendapat mereka mengenai evolusi [yakni
evolusi menurut definisi mereka]; dimana mereka menyatakan bahwa evolusi
merupakan perkara pasti bagi benda dan fenomena. Mereka menganggap alam
semesta sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Artinya, setiap
benda yang ada di alam semesta saling berkaitan dengan benda yang lain. Apa
yang menimpa suatu benda akan berpengaruh kepada benda yang lain. Semua
benda yang ada di alam semesta ini terus bergerak dan berevolusi. Dalam
pergerakan itu ada benda yang muncul dan ada pula yang lenyap; ada benda yang
lahir, ada benda yang mati. Pergerakan tersebut adalah pergerakan yang bersifat
progresif dan maju, sedangkan perubahannya adalah perubahan menuju ke kondisi
yang lebih baik. Setiap benda yang ada di alam semesta ini mengandung
pertentangan-pertentangan internal. Sebab, semua benda berjuang diantara
kehidupan dan kebinasaan (pada saat yang bersamaan), kelahiran dan
kemusnahan. Pertarungan antara sisi-sisi yang saling bertentangan ini disebut
dengan evolusi. Oleh karena itu, Lenin menyatakan, Evolusi adalah perjuangan
sisi-sisi yang saling bertentangan. Artinya, evolusi terjadi pada seluruh alam
semesta. Walhasil, selama mereka berpendapat bahwa, Semua benda yang ada
di alam semesta ini terus bergerak dengan pergerakan yang progresif (maju), dan
akan terus berubah menuju ke kondisi yang lebih baik; dan semua benda yang ada
di alam semesta ini terus berubah -- dimana di dalamnya ada yang lahir dan ada
yang mati--; dan alam semesta merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa dipisah-
pisahkan, dan setiap benda yang ada di dalamnya saling berkaitan dengan yang
lain, maka di alam semesta ini pasti akan berlangsung pertarungan antara sisi-sisi
yang saling bertentangan. Oleh karena itu, berdasarkan pertentangan-
pertentangan ini, alam semesta pasti akan berpindah dari satu kondisi menuju ke

64
kondisi yang lebih baik dan akan menuju ke satu kondisi yang berbeda dengan
keadaan semula. Inilah yang disebut dengan evolusi. Dengan kata lain, evolusi
yang terjadi di alam semesta merupakan sebuah kemestian dan pasti akan terjadi.
Kesalahan pendapat di atas tampak jelas baik dari sisi keseluruhan maupun dari sisi
partikular-partikularnya. Pertentangan bukanlah kemestian bagi seluruh benda.
Ada benda yang di dalamnya tidak terjadi pertentangan-pertentangan. Contohnya
adalah, tambang-tambang. Ada pula fenomena-fenomena yang di dalamnya tidak
terjadi pertentangan-pertentangan; misalnya, jual beli yang didasarkan pada
keridloan. Untuk menolak kebenaran point-point yang lain, bisa dibuktikan hanya
dengan penjelasan ini saja, yakni evolusi bukanlah kemestian bagi alam semesta.
Selain itu, perpindahan suatu benda menuju ke arah yang lebih baik, atau berubah
menjadi benda lain yang berbeda dengan benda pertama, juga bukan sesuatu yang
pasti terjadi pada seluruh benda. Ada benda-benda yang berpindah menuju ke
kondisi yang lebih buruk. Misalnya, seorang pemuda yang berubah menjadi tua
renta nan pikun. Ada pula, benda-benda yang konstan tidak pernah berubah. Ia
tidak pernah berubah menjadi benda lain yang berbeda dengan kondisi awalnya.
Oleh karena itu, pada benda-benda semacam ini tidak terjadi proses evolusi.
Dengan demikian, terbuktilah bahwa evolusi pada alam semesta bukan perkara
yang pasti terjadi. Juga, perubahan suatu benda tidak secara otamatis
mengakibatkan adanya benda yang lahir dan ada juga yang mati. Sebab, hal
tersebut bukanlah khasiat dari perubahan. Selama tidak terjadi proses
pemunculan dan pemusnahan; hidup dan mati; atau kelahiran dan
kebinasaan, maka di dalamnya juga tidak akan terjadi pertentangan-
pertentangan. Di dalamnya juga tidak terjadi pertarungan antara sisi-sisi yang
saling bertentangan. Dengan ungkapan lain, di dalamnya tidak terjadi proses
evolusi. Sebab, evolusi adalah pertarungan sisi-sisi yang saling bertentangan.
Dengan demikian, terbuktilah bahwa evolusi bukanlah perkara yang pasti bagi alam
semesta. Semua benda yang ada alam semesta ini, satu dengan yang lainnya juga
tidak saling berkaitan; dimana satu benda akan mempengaruhi benda yang lain.
Fakta menunjukkan bahwa penduduk bumi tidak tidak dipengaruhi oleh planet
Mars. Penduduk Siberia tidak dipengaruhi oleh penduduk Brazil. Seandainya di
dalam benda atau salah satu bagian dari alam semesta ini terjadi pertarungan
antara sisi-sisi yang saling bertentangan, tidak secara pasti hal itu juga terjadi
pada benda-benda lain atau bagian lain dari alam semesta ini. Oleh karena itu,
terbuktilah bahwa evolusi, berdasarkan definisi mereka, yakni perpindahan menuju
ke arah yang lebih baik, atau menuju kondisi yang berbeda dengan kondisi semula,
tidak pasti terjadi di alam semesta ini. Kini, terbuktilah kesalahan pandangan
mereka mengenai alam semesta.

65
Aplikasi Paradigma Pertama : Fenomena Alam Yang Saling Berkaitan
Kaum sosialis tidak hanya menyodorkan pendapat-pendapat mereka
mengenai alam semesta dan kemestian evolusi pada alam semesta. Bahkan,
mereka telah menundukkan kajian terhadap kehidupan dan sejarah masyarakat, di
bawah pendapat-pendapat tersebut, atau tunduk di bawah pemikiran dialektika.
Mereka menyatakan, bahwa di alam semesta ini tidak ada satupun peristiwa yang
terpisah; dan semua fenomena saling berkaitan dan mempengaruhi fenomena-
fenomena yang lain secara timbal balik. Lebih jelasnya, semua aturan
kemasyarakatan dan pergerakan masyarakat di dalam sejarah, tidak bisa dikaji
dari sisi keadilan abadi, atau dari sisi adanya pemikiran lain yang telah ditetapkan
sebelumnya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian besar ahli sejarah--. Akan
tetapi, kita harus mengkajinya berdasarkan kondisi-kondisi yang melahirkan aturan
dan pergerakan masyarakat.
Tuntutan-tuntutan untuk mendirikan republik-borjuasi pada masa
pemerintahan kekaisaran misalnya masyarakat borjuasi yang ada di Rusia pada
tahun 1905 -- merupakan sesuatu yang bisa dipahami, sesuai, dan benar-benar
revolusioner. Sebab, republik-borjuasi sendiri merupakan sebuah langkah maju.
Akan tetapi, tuntutan untuk mendirikan republik-demokrat-borjuasi pada masa Uni
Sovyet adalah tuntutan yang bodoh, sekaligus langkah mundur yang bertentangan
dengan revolusi. Sebab, republik borjuasi adalah langkah mundur jika dinisbahkan
kepada republik-sovyet. Semua hal berhubungan erat dengan kondisi, tempat,
dan zamannya. Dengan cara seperti ini, mereka berusaha menerapkan point
pertama dari pandangan mereka.
Inilah ringkasan aplikasi point pertama dari pendapat mereka; yakni alam
semesta merupakan satu-kesatuan (keseluruhan) yang tidak bisa dipisah-pisahkan
untuk mengkaji kehidupan di dalam masyarakat. Dengan kata lain, mereka ingin
menundukkan kajian tentang kehidupan dan sejarah masyarakat di bawah point
pertama dari pendapat mereka mengenai alam semesta. Pendapat ini salah total.
Fakta menunjukkan bahwa semua perkara yang ada di alam semesta ini memiliki
sifat-sifat dan aturanaturan tertentu yang berbeda dengan yang lainnya. Bumi
berbeda dengan bulan, terpisah dan tidak saling berhubungan secara pasti. Sebab,
keduanya memiliki aturan-aturannya yang bersifat khusus. Besi berbeda dengan
air raksa. Keduanya tidak berkaitan sama sekali. Sebab, keduanya memiliki
aturan-aturannya yang bersifat khusus; meskipun keduanya sama-sama logam.
Manusia berbeda dengan hewan, tidak berkaitan secara pasti. Sebab, keduanya

66
memiliki aturan-aturannya yang bersifat khusus; meskipun keduanya adalah
hewan. Keterkaitan semua benda dengan bagian-bagian alam semesta dan benda-
benda yang melingkupinya secara pasti, sama sekali tidak pernah terwujud. Yang
ada hanyalah keterkaitan yang bersifat umum saja. Secara substantif, manusia
memiliki kebebasan untuk memilih jalan dan langkah-langkah hidupnya. Ia bebas
menempuh kehidupannya sesuai dengan aturan-aturan yang dipilihnya dan terpisah
dari semua benda yang ada di alam semesta ini. Bila dilihat dari sisi ini, manusia
sama sekali tidak berkaitan dengan apapun secara mutlak. Bahkan, individu-
individu manusia berkuasa untuk memisahkan dirinya dengan individu-individu lain
dalam menentukan jalan dan langkah-langkah hidupnya. Dalam menetapkan jalan
hidupnya, manusia sama sekali tidak berhubungan dengan alam semesta. Oleh
karena itu, seluruh aturan dan pergerakan kemsyarakatan tidak dilahirkan oleh
kondisi-kondisi setempat. Akan tetapi, ia dilahirkan oleh pemikiran-pemikiran
yang berhubungan dengan kehidupan. Selanjutnya terbentuklah sebuah aturan
kehidupan, kemudian baru terjadi pergerakan. Jika pemikirannya berubah maka
aturan kehidupannya pun turut berubah. Demikian seterusnya.Suatu negara,
negara Islam misalnya, adalah negara yang menerapkan aturan Islam. Aturan
pemerintahannya berjalan sesuai dengan sistem Khilafah. Selanjutnya, kaum
kristen-kapitalis berhasil mengalahkan aturan ini. Kemudian mereka menerapkan
pemikiran-pemikiran kapitalisme dan menerapkan aturan kapitalisme. Jika
pemikiran-pemikiran masyarakat berubah, kemudian diterapkan kepada mereka
pemikiran-pemikiran Islam, maka mereka akan kembali kepada aturan Islam dan
berjalan sesuai dengan sistem khilafah. Hal ini bukanlah perkara aneh, mengada-
ada dan bertentangan dengan kenyataan. Perkara ini berkesesuaian dengan fakta.
Fakta menunjukkan, bahwa setiap umat menempuh kehidupannya sejalan dengan
pemikiran yang ada pada diri mereka. Eropa Timur saat terjauh dari tekanan
pemerintahan sosialis-marxis, maka ia kembali kepada pemikiran-pemikiran
kapitalisme, dan mengikuti sistem liberalisme. Hal ini bukanlah perkara yang
menyalahi kenyataan, akan tetapi sejalan dengan kenyataan. Setiap bangsa
menjalankan kehidupannya sesuai dengan pemikiran-pemikiran yang ada pada
mereka. Bahkan, Rusia yang berjalan sesuai dengan sistem sosiali-marxis sangat
khawatir dengan kembalinya pemikiran-pemikiran kapitalisme. Oleh karena itu, ia
berusaha melawan pemikiran ini dengan tangan besi. Sebab, mereka yakin, jika
pemikiran kapitalisme mendominasi Rusia, maka tidak ragu lagi sistem sosialis-
marxis akan roboh, dan tempatnya akan digantikan oleh sistem kapitalisme.
Dengan demikian, tatkala dinyatakan, bahwa benda-benda dan aturan-aturan yang
ada di alam semesta dan setiap bagian dari bagian alam semesta merupakan satu-
kesatuan (keseluruhan) yang kokoh, tidak berarti bahwa setiap bagian tidak
memiliki aturan-aturan yang berbeda dengan aturan-aturan keseluruhannya; atau
tidak memiliki pergerakan lain selain pergerakan keseluruhannya. Kenyataan
membuktikan bahwa setiap bagian dari alam semesta pasti memiliki aturan-aturan
dan gerakan-gerakan tertentu. Dengan aturan-aturan dan gerakan-gerakan
khususnya, setiap benda berbeda dan tidak berkaitan dengan benda yang lain;
walaupun keduanya terikat dengan keseluruhan alam semesta dan aturan-
aturannya. Manusia berbeda dengan semua bagian dari alam semesta. Sebab ia
memiliki aturan-aturan dan pergerakan-pergerakan tertentu. Manusia bisa

67
menguasai benda-benda dan fenomena-fenomena pada ranah yang sangat luas. Ia
berkuasa untuk memilih aturan-aturan yang ia kehendaki. Ia juga bebas
melakukan gerakan-gerakan yang ia ingini. Walaupun demikian, ia juga tunduk
dengan aturan-aturan tertentu, misalnya detak-detak jantung. Ia juga terikat
dengan aturan-aturan umum yang ada di alam semesta yang terindera ini. Oleh
karena itu, ia tidak bisa menentukan keseluruhan perilakunya di alam semesta. Ia
juga tidak bisa menentukan perjalanan benda-benda yang lain, Mars misalnya.
Dengan demikian, seruan yang menyatakan bahwa semua fenomena saling
berkaitan, dan satu dengan lainnya saling menentukan secara timbal balik, adalah
seruan yang batil. Lebih-lebih lagi, seruan yang menyatakan bahwa manusia
dipaksa untuk menempuh kehidupannya, merupakan seruan yang batil. Bila
pendapat yang menyatakan bahwa manusia bebas memilih aturan yang ia
kehendaki dianggap sebagai pendapat aneh yang bertentangan dengan kenyataan,
maka anggapan tersebut adalah anggapan yang mengingkari kenyataan. Manusia
terpisah dari sebagian benda dan fenomena yang ada di alam semesta ini. Pada
ranah yang ia bisa memilih, manusia bebas untuk memilih aturan yang ia
kehendaki.
Ini dari satu sisi. Dari sisi yang lain, tuntutan untuk mendirikan republik-
demokratik di Rusia pada zaman kekaisaran tahun 1905 tidak bisa dianggap
sebagai kemajuan, atau langkah maju. Sebab tuntutan itu berkaitan dengan
kondisi kekaisaran yang diruntuhkan dengan revolusi. Akan tetapi, langkah itu bisa
dikatakan sebagai langkah maju jika aturan republik-demokratik lebih baik
daripada aturan kekaisaran, bukan ditentukan oleh kondisi dari fenomena-
fenomena dan alam semesta. Tuntutan untuk menuju aturan yang maju atau
terbelakang harus dikembalikan kepada aturan itu sendiri, bukan kepada kondisi-
kondisi, fenomene-fenomena, dan alam semesta. Tuntutan untuk mendirikan
republik-demokratik pada masa Uni Sovyet tidak bisa dianggap sebagai tuntutan
aneh, terbelakang, bertentangan dengan revolusi, dan dianggap sebagai langkah
mundur. Dengan alasan, tuntutan ini tidak sesuai dengan kondisi di Uni Sovyet yang
telah maju. Selain itu tuntutan tersebut bertentangan dengan kemajuannya.
Tuntutan itu bisa dianggap terbelakang jika aturan republik-demokratik tidak bisa
melampaui kemajuan masyarakat, atau berada diantara keterbelakangan dan
kemajuan umat. Keterbelakangan suatu tuntutan tidak boleh didasarkan kepada
kondisi yang melingkupi Uni Sovyet. Bukti untuk masalah ini adalah Jerman
Timur. Jerman Timur ketika diatur sesuai dengan aturan sekarang ini, Jerman
Timur kembali menjadi terbelakang. Rakyat banyak yang menderita di bahwa
sistem tersebut. Akhirnya banyak rakyat Jerman Timur yang lari dari negaranya.
Bulgaria merasakan, jika di negaranya diterapkan republik-demokratik , maka ia
akan mengalami kemajuan . Padahal, sistem yang ada di dalamnya adalah sistem
yang didirikan oleh Uni Sovyet. Ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa maju
atau terbelakangnya sebuah aturan tidak bisa dikembalikan kepada kondisi-kondisi,
fenomena-fenomena dan alam semesta. Akan tetapi, ia harus dikembalikan
kepada aturan itu sendiri. Jika aturan yang diadopsi oleh umat melahirkan
ketinggian berfikir dan kemajuan materi, maka ia adalah aturan yang maju. Akan
tetapi, jika aturan tersebut memperlambat kebangkitan berfikir umat dan
kemajuan materi, atau mencegah kebangkitan dan kemajuan umat, maka ia adalah

68
aturan yang terbelakang; tanpa perlu melihat lagi kondisi-kondisi, fenomena-
fenomena serta alam semesta.
Dengan demikian, aplikasi point pertama dari pendapat mereka mengenai
alam semesta -- yang kemudian mereka gunakan untuk mengkaji kehidupan
masyarakat--, jelas-jelas terlihat kesalahannya. Kesalahannya bisa dilihat dari
dua sisi; pertama, mereka telah menyatakan bahwa alam semesta adalah satu-
kesatuan (keseluruhan) yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Ini berarti bahwa
manusia terkait dengan benda-benda yang ada disekitarnya; misalnya, gunung,
sungai dan planet dengan keterkaitan yang menyebabkan benda-benda tersebut
bisa menentukan manusia dan perilakunya. Kenyataan telah mengingkari pendapat
ini. Benda-benda yang melingkupi manusia bukanlah faktor yang menentukan
perilakunya. Akan tetapi, yang menentukan perilaku manusia adalah mafahim
yang terdapat di dalam dirinya. Dengan demikian, tampak jelas tidak adanya
keterkaitan suatu benda dengan benda yang lain dengan suatu keterkaitan yang
menjadikan satu benda bisa menentukan benda yang lain secara timbal balik.
Kedua, mereka telah mengkaitkan alam semesta sebagai keseluruhan (satu-
kesatuan) dengan kehidupan masyarakat. Kemudian mereka membuat sebuah
kesimpulan, bahwa kondisi merupakan faktor yang melahirkan suatu aturan.
Dengan kata lain, aturan akan terbentuk berdasarkan kondisi yang melahirkannya.
Kehidupan masyarakat berjalan sesuai dengan kondisi, dan aturannya merupakan
produk dari kondisi tertentu. Fakta telah mengingkari pendapat ini. Kehidupan
masyarakat adalah sistem interaksi yang terjadi diantara manusia. Unsur yang
menentukan interaksi-interaksi adalah mafahim yang mereka miliki. Jika kita
diskusikan, sesungguhnya manusia memang berkaitan dengan matahari, gunung,
sungai, dan benda-benda lain di alam semesta ini. Akan tetapi, keterkaitan
tersebut tidak boleh dikaitkan dengan interaksi yang terjadi diantara manusia.
Sebab, benda-benda yang ada di alam semesta ini sama sekali tidak memiliki
hubungan dalam mengatur interaksi manusia. Akan tetapi, yang menentukan
terjadinya interaksi adalah kepentingan (mashlahat) yang hendak di raih oleh
manusia. Benda-benda lain, sama sekali bukanlah topik yang berhubungan dengan
interaksi-interaksi manusia. Benda-abenda tersebut adalah masalah tersendiri,
dan bukan esensi yang harus dibahas. Keberadaannya sama sekali tidak
menentukan interaksi-interaksi [yang terjadi diantara umat manusia). Oleh
karena itu, keterkaitan yang terjadi antara benda-benda (yang ada di alam
semesta ini) tidak bisa dikaitkan dengan interaksi-interaksi yang terjadi diantara
manusia. Bahkan sama sekali tidak bisa dikaitkan. Begitu pula mengenai
fenomena. Fenomena satu tidak menentukan fenomena yang lain secara timbal
balik, akibat adanya keterkaitan antara fenomena-fenomena tersebut. Walhasil,
mengkaitkan kehidupan yang ada tengah-tengah masyarakat dengan keterkaitan
yang terjadi pada fenomena-fenomena dan benda-benda (yang ada di alam
semesta ini) merupakan suatu kesalahan.
Adapun pendapat mereka yang menyatakan, bahwa semua hal berhubungan
erat dengan kondisi-kondisi, tempat, dan masanya; dan tuntutan kepada aturan
tertentu dianggap sebagai langkah maju pada suatu kondisi, dan sebagai langkah
mundur pada kondisi yang lain; maka fenomena yang terjadi di Eropa sekarang ini
sudah cukup untuk menjelaskan kesalahan pandangan kaum sosialis INI. Di Eropa

69
sekarang ini, telah diterapkan aturan pasar bebas dan aturan pasar bersama.
Negara.., Sverige, Norge, Osterriech, Denmark, Swis, dan Portugal mengadopsi
aturan tertentu yang diberi nama dengan sistem pasar bebas. Jerman, Perancis,
Italia, Belanda, Belgia, dan Luxemburg mengadopsi suatu aturan yang disebut
dengan aturan pasar bersama. Walaupun, zaman, tempat, dan kondisi yang ada di
negara-negara tersebut adalah sama, akan tetapi, setiap negara dari negara-
negara gabungan tersebut telah terikat dengan aturan tertentu, yang berbeda
dengan aturan yang mengikat negara-negara lain. Tuntutan terhadap aturan
apapun tidak bisa dianggap sebagai langkah mundur atau maju. Akan tetapi,
setelah aturan-aturan itu diterapkan, jelaslah, bahwa aturan pasar bersama telah
memberikan dampak kemajuan materi yang sangat mencengangkan bagi enam
negara-negara di atas. Apakah kemajuan aturan ini disebabkan karena kondisi,
tempat dan zaman; atau disebabkan karena pemikiran-pemikiran yang terkandung
dalam aturan tersebut? Tujuh negara yang mengadopsi aturan pasar bebas
akhirnya berusaha masuk ke dalam aturan pasar bersama dan meninggalkan aturan
pasar bebas. Lalu, apakah tidak adanya kemajuan materi dalam aturan pasar
bebas bisa dianggap sebagai sebuah kemunduran; dengan alasan pasar bebas
merupakan langkah mundur jika dikaitkan dengan kondisi-kondisi yang ada di
negara-negara tersebut; ataukah karena aturan pasar bebas tidak berhasil
(menciptakan kemajuan), sehingga tujuah negara tersebut berusaha untuk
merubahnya? Bukankah ini merupakan bukti empirik, bahwa kondisi sama sekali
tidak berpengaruh signifikan bagi sebuah aturan? Bukankah kemajuan sebuah
aturan tidak diukur dengan kesesuaiannya dengan kondisi? Bukankah kemunduran
suatu aturan juga tidak diukur dengan pertentangannya dengan alam semesta?
Akan tetapi, bukankah faktor yang menentukan baik atau buruknya sebuah aturan
adalah pemikiran-pemikiran yang membentuk aturan tersebut?

Aplikasi Paradigma Kedua : Alam Semesta Yang Terus Bergerak


Di atas telah dijelaskan aplikasi untuk gagasan point pertama (keterkaitan
alam semesta). Adapun dari sisi aplikasi point kedua, mereka telah menyatakan,
bahwa alam akan terus bergerak dan berevolusi . Lenyapnya yang lama dan
lahirnya yang baru adalah aturan bagi evolusi. Walhasil, tidak ada satupun aturan
kemasyarakatan bersifat tetap. Tidak ada aturan kemasyarakatan yang tidak
memiliki kecenderungan untuk berubah. Tidak ada kaedah-kaedah abadi bagi
kepemilikan khusus dan harta benda. Tidak ada pemikiran-pemikiran abadi
mengenai ketertundukan para petani kepada tuan-tuan tanah. Tidak ada
ketertundukan kaum buruh kepada kaum kapitalis. Lebih dari itu, sistem sosialis
sangat mungkin mengganti kedudukan sistem kapitatalis, sebagaimana sistem
kapitalis telah mengganti posisi sistem feodal.
Pendapat ini dibangun di atas pendapat mereka mengenai alam semesta.
Mereka telah menyatakan bahwa alam semesta akan terus melakukan perubahan
dan akan ada benda-benda yang lahir dan binasa. Oleh karena itu, aturan juga
akan mengalami perubahan. Dengan kata lain, perubahan aturan harus terjadi.
Akan ada aturan yang lahir, dan ada pula aturan yang lenyap. Pendapat semacam
ini salah total. Benar, alam semesta akan terus mengalami perubahan. Akan
tetapi, ini tidak berarti, bahwa selama alam semesta berubah, maka aturan juga

70
pasti mengalami perubahan. Sebab, suatu aturan bisa saja berubah, bisa saja
tidak berubah. Dari satu sisi, perubahan aturan sama sekali tidak berhubungan
dengan perubahan alam semesta. Dari sisi yang lain, apa yang berhubungan
dengan alam semesta dan benda-benda yang ada di alam semesta, tidak mesti
berhubungan dengan aturan. Kadang-kadang, perubahan benda-benda yang ada di
alam semesta disebabkan karena unsur-unsur tertentu. Contohnya, perubahan
tanah menjadi batu. Perubahan tanah menjadi batu sama sekali tidak berkaitan
dengan kualitas tanah dan jual beli batu. Oleh karena itu, perubahan aturan tidak
berhubungan dengan perubahan benda-benda. Unsur-unsur yang menyebabkan
terjadinya perubahan benda tidak bisa dikaitkan dengan aturan-aturan yang ada di
masyarakat. Demikian juga sebaliknya. Unsur-unsur yang menyebabkan
perubahan aturan yang ada di dalam masyarakat, tidak bisa dikaitkan dengan
benda-benda. Keterkaitan antara perubahan aturan dengan perubahan alam
semesta, tidak memiliki arah yang jelas. Oleh karena itu, pendapat yang
menyatakan bahwa aturan harus berubah karena alam juga pasti berubah, adalah
pendapat yang salah. Benar, sebuah aturan bisa saja mengalami perubahan.
Sama saja, apakah benda-bendanya berubah atau tetap seperti kondisi semula.
Aturan bisa saja berubah; dan ini bukanlah sesuatu yang salah. Yang salah adalah,
menyatakan bahwa aturan harus berubah karena alam juga berubah. Keduanya
adalah pernyataan yang salah. Sebab, perubahan alam semesta sama sekali tidak
berhubungan dengan perubahan aturan.
Kekonstanan atau perubahan aturan bukanlah pokok yang harus dibahas.
Kekonstanan dan perubahan bukanlah topik yang harus dikaji dalam aturan.
Sebab, aturan adalah solusi (pemecahan) atas fenomena-fenomena dan benda-
benda. Pandangan terhadap aturan harusnya tidak diarahkan pada kekonstanan
atau perubahannya, akan tetapi pada baik atau buruknya. Aturan yang
membolehkan kepemilikan adalah aturan lama. Sedangkan aturan yang
menghapuskan kepemilikan adalah aturan baru. Tidak bisa dinyatakan bahwa
lenyapnya yang lama dan munculnya yang baru merupakan aturan bagi evolusi.
Aturan yang membolehkan kepemilikan karena ia adalah aturan lama--, maka ia
harus dilenyapkan. Lenyapnya yang lama akan memunculkan aturan yang
menghapuskan kepemilikan. Tidak bisa dinyatakan seperti itu. Sebab, fakta telah
menunjukkan bahwa aturan yang membolehkan kepemilikan tetap ada dan tidak
berubah. Sedangkan aturan yang berusaha menghapus kepemilikan lahir karena
adanya pemikiran-pemikiran baru mengenai penghapusan kepemilikan. Aturan
tersebut tidak lahir karena aturan yang lama telah musnah, kemudian lahir aturan
yang baru. Aturan perang adalah aturan lama, sedangkan aturan perdamaian dan
gencatan senjata adalah aturan baru. Tidak bisa dinyatakan bahwa aturan
perang, karena ia adalah aturan lama, maka ia harus dimusnahkan, kemudian akan
lahir aturan perdamaian dan gencatan senjata. Tidak bisa dinyatakan seperti itu,
sebab, aturan perang itu tetap ada dan memiliki fakta. Sedangkan, aturan
perdamaian dan gencatan senjata hanya sekedar pemikiran-pemikiran dan
pandangan-pandangan belaka. Aturan kekebalan diplomatik adalah aturan lama.
Namun demikian, tidak ada aturan yang menyelisihinya. Tidak bisa dinyatakan
bahwa ia adalah aturan lama yang harus dimusnahkan dan diganti dengan aturan
yang baru. Sebab, faktanya, aturan ini tetap ada dan tidak ada aturan sesudahnya

71
yang menentangnya. Oleh karena itu, pandangan kepada aturan tidak boleh
diarahkan kepada kekonstanan atau perubahannya, akan tetapi, harus diarahkan
kepada layak atau ketidaklayakannya. Aturan tidak boleh dikaji berdasarkan
kekonstanan dan perubahannya. Aturan harus dikaji berdasarkan kelayakan dan
ketikdaklayakannya (baik dan buruknya bagi masyarakat). Aturan jika dilihat dari
sisi aturan itu sendiri tidak sama dengan roti yang berjamur, atau adonan yang
berubah menjadi roti. Aturan juga tidak sama dengan bayi yang berubah menjadi
pemuda, atau pemuda beranjak menjadi tua. Aturan adalah pemecahan-
pemecahan (solusi) bagi suatu fakta. Oleh karena itu, bila dilihat dari sisi
kemestian perubahan pada alam semesta dan ketidakstabilan (konstan) alam
semesta, maka apa yang berkaitan dengan alam semesta tidak bisa dikaitkan
dengan aturan. Bahkan, aturan sama sekali tidak berhubungan dengan alam
semesta. Oleh karena itu, tidak bisa dinyatakan, Karena alam semesta tidak
stabil akan tetapi terus berubah, maka tidak ada aturan yang stabil (konstan)
Juga tidak bisa dinyatakan, Karena alam semesta tidak stabil dan terus berubah,
maka tidak ada pemikiran-pemikiran yang terus stabil dan tidak pernah berubah.
Sebab, kestabilam (kekonstanan) dan perubahan bukan topik yang harus dikaji di
dalam sistem. Keduanya adalah topik yang harus dikaji di alam semesta.
Perubahan yang terjadi di alam semesta tidak bisa dikaitkan dengan aturan.
Aturan tidak berhubungan dengan alam semesta, sehingga perubahan alam
semesta pasti akan berakibat kepada perubahan aturan. Demikianlah, tiga hal ini
telah menolak dan menggugurkan pendapat tersebut. Dalil yang paling penting
dalam masalah ini adalah realitas dari aturan dan pemikiran. Ada aturan yang
tidak pernah berubah, meskipun ia adalah aturan lama (kuno). Misalnya, aturan
kekebalan diplomatik, persenjataan, dan spionase terhadap musuh. Ada pula
pemikiran-pemikiran yang belum berubah, meskipun ia adalah pemikiran yang
sangat kuno. Misalnya, pemikiran bahwa matahari adalah sumber cahaya, 1+ 1 =
2, dan manusia tidak bisa hidup tanpa adanya nutrisi. Seandainya perubahan
aturan-aturan dan pemikiran-pemikiran merupakan perkara yang pasti, tentu tidak
akan ada satupun aturan dan pemikiran yang tidak berubah; sebab tidak ada
satupun di alam semesta ini yang tidak berubah. Seandainya aturan berhubungan
dengan alam semesta, tentu saja tidak mungkin ada satupun aturan dan pemikiran
yang tidak berubah. Dengan alasan, tidak ada satupun benda di alam semesta ini
yang tidak berubah. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa ada sebagian
aturan yang tidak berubah. Ada pula sebagian pemikiran yang tidak berubah . Ini
menunjukkan bahwa pendapat yang menyatakan bahwa aturan-aturan dan
pemikiran-pemikiran harus berubah, adalah pendapat yang salah. Selain itu,
pendapat yang menyatakan bahwa aturan-aturan dan pemikiran-pemikiran
berkaitan erat dengan alam semesta, dari sisi kestabilan dan perubahannya, juga
merupakan pendapat yang salah.
Benar, banyak aturan yang mengalami perubahan. Banyak pula pemikiran
yang mengalami perubahan. Aturan yang menjadikan raja dan keturunannya
memiliki hak ketuhanan yang suci telah berubah. Aturan ini telah berubah dan
digantikan dengan aturan yang menjadikan rakyat memiliki hak untuk
menyerahkan kekuasaan kepada siapa saja yang ia kehendaki.untuk menjadi
penguasa. Aturan kekasairan yang memberikan keistimewaan-keistimewaan

72
kepada pusat kekaisaran di atas wilayah-wilayah bagian yang lain, telah berubah
dan diganti dengan aturan yang memberikan kesamaan hak dan kewajiban di
seluruh wilayah-wilayah bagian. Aturan rasialisme yang memberikan
keistimewaan kepada ras-ras tertentu, misalnya ras kulit putih telah berubah dan
diganti dengan aturan anti rasialisme. Akan tetapi perubahan ini terjadi bukan
karena alam telah berubah. Perubahan terjadi karena aturan-aturan dan
pemikiran-pemikiran tersebut tampak kerusakannya dan sudah tidak layak lagi
memecahkan persoalan-persoalan manusia. Akhirnya, aturan-aturan itu berubah
dan diagntikan dengan aturan yang mereka anggap sebagai pemecahan terbaik bagi
persoalan-persoalan mereka. Perubahan aturan-aturan dan pemikiran-pemikiran
tersebut bukan disebabkan karena perubahan aturan adalah suatu kemestian. Dan
juga bukan karena aturan-aturan dan pemikiran-pemikiran tersebut berkaitan
dengan alam semesta, sehingga ketika alam semesta berubah maka aturannya juga
mesti berubah. Perubahan aturan-aturan dan pemikiran-pemikiran tersebut
disebabkan karena masyarakat melihatnya sudah tidak layak lagi untuk
memecahkan persoalan-persoalan mereka. Akhirnya, aturan-aturan dan
pemikiran-pemikiran tersebut berubah. Oleh karena itu, adanya perubahan pada
aturan-aturan dan pemikiran-pemikiran tidak bisa dijadikan bukti bahwa
perubahan aturan-aturan dan pemikiran-pemikiran merupakan sebuah kemestian.
Adanya perubahan aturan dan pemikiran juga tidak dijadikan dalil bahwa
keduanya berhubungan dengan alam semesta yang terus mengalami perubahan.
Kadang-kadang, terjadinya perubahan aturan disebabkan karena perubahan
fakta-fakta. Oleh karena itu, aturan ini dibuat untuk memecahkan fakta tertentu.
Ketika fakta tersebut berubah, akan muncul fakta baru. Akhirnya, aturan tersebut
tidak layak lagi bagi fakta yang baru. Dalam kondisi seperti ini dibutuhkan aturan
lain yang berbeda dengan aturan pertama. Oleh karena itu, perubahan suatu
aturan mengikuti perubahan fakta. Perubahan semacam ini kadang-kadang terjadi
pada hukum-hukum yang bersifat parsial, kadang-kadang terjadi pada hukum-
hukum yang bersifat umum. Contohnya, perasan anggur merupakan fakta
tertentu. Fakta ini kemudian dipecahkan dengan hukum tertentu; yakni, boleh
meminum, menjual, dan mengedarkannya. Selanjutnya, perasan anggur ini
berubah menjadi khamer. Dengan demikian, ketika faktanya berubah dibutuhkan
aturan lain yang berbeda dengan aturan pertama. Fakta tersebut harus
dipecahkan dengan aturan lain yang berbeda dengan aturan pertama, yakni haram
hukumnya meminum, menjual, dan mengedarkannya. Oleh karena itu, suatu
hukum bisa berubah karena perubahan fakta. Contoh lain adalah, ketika
duabangsa berada dalam kondisi perang secara langsung, maka di sana ada fakta
hubungan tertentu diantara kedua bangsa tersebut. Oleh karena itu, di sana ada
fakta hukum tertentu, yakni halalnya darah, harta, dan tanah musuhnya.
Kemudian, kedua bangsa itu menandatangi perjanjian damai, bertetanggaan yang
baik, dan perjanjian keamanan umum. Fakta hubungan keduanya telah berubah,
sehingga ia butuh aturan lain yang berbeda dengan aturan yang pertama; yakni
penghormatan terhadap perjanjian, penghentian sengketa, serta penjagaan
terhadap harta dan tanah mereka. Demikianlah, hukum kadang-kadang berubah
karena perubahan fakta. Akan tetapi, perubahan ini tidak terjadi karena
perubahan pada aturan merupakan sebuah kemestian. Juga bukan karena alam

73
terus mengalami perubahan. Akan tetapi, perubahan terjadi karena fakta yang
hendak dipecahkan oleh aturan telah berubah. Fakta tersebut bukanlah alam
semesta. Juga bukan karena fakta merupakan sesuatu yang harus berubah, akan
tetapi karena aturan tersebut dibuat untuk memecahkan sebuah fakta. Selama
faktanya kembali tidak ada, maka tidak ada tempat lagi bagi aturan yang hendak
memecahkannya.
Akan tetapi, adanya perubahan aturan jika fakta telah berubah dan jika
aturan itu sudah tampak kesalahannya, hanya akan terjadi sejalan dengan
pemikiran-pemikiran yang dibawa oleh masyarakat yang melakukan perubahan
terhadap aturan tersebut. Jika pemikiran-pemikiran tersebut melihat bahwa
aturan lama tidak layak lagi untuk memecahkan fakta yang baru, maka terjadilah
perubahan aturan. Akan tetapi, jika pemikiran-pemikiran tersebut tidak melihat
seperti itu, namun melihat bahwa aturan lama tetap layak untuk memecahkan
fakta-fakta baru, maka tidak akan terjadi perubahan aturan. Misalnya, perasan
anggur oleh sebagian masyarakat tidak dipandang bahwa perubahannya menjadi
khamer membutuhkan aturan baru yang berbeda dengan aturan semula. Oleh
karena itu, mereka tetap memakai aturan semula; khamer boleh diminum, dijual,
dan diedarkan. Namun, sebagian masyarakat berpendapat bahwa perubahan
realitas perasan anggur, menjadikan aturan pertama tidak lagi layak (sesuai) bagi
fakta baru tersebut. Oleh karena itu, harus ada aturan baru yang layak untuk
memecahkan fakta baru tersebut. Contohnya, penjajahan bangsa-bangsa lemah
dipandang oleh seluruh dunia sebagai aturan yang rusak. Ada opini dunia yang
melawan penjajahan bangsa-bangsa lemah. Negara-negara kapitalisme
memandangnya sebagai aturan yang baik. Oleh karena itu, negara-negara kapitalis
tetap mempertahankan aturan tersebut (imperialisme), meskipun ada tekanan dari
dunia internasional. Ia tetap bersikukuh untuk tidak merubah aturan tersebut.
Mereka hanya merubah uslub-uslubnya (cara-caranya) saja. Setelah melakukan
penjajahan dengan pasukan militer dan peperangan, mereka merubahnya dengan
cara memberikan pinjaman-pinjaman dan bantuan-bantuan. Sistem
imperialisme tetap tidak berubah meskipun telah tampak jelas kerusakannya. Ia
tetap dipertahankan meskipun ada tekanan internasional. Dengan demikian,
selama pemikiran-pemikiran kapitalisme tidak dicabut dari pemimpin-pemimpin
negara-negara kapitalis, maka sistem imperialisme tidak mungkin berubah selama
negara-negara kapitalis tadi memiliki kekuatan untuk melakukan hal itu
(penjajahan). Perubahan aturan hanya akan terjadi jika ada pemikiran-pemikiran
yang mengharuskan adanya perubahan aturan pada diri manusia yang hendak
mengubahnya. Perubahan aturan tidak akan terjadi secara pasti, dan tidak
terjadi karena alam telah mengalami perubahan. Perubahan aturan juga tidak
akan terjadi ketika fakta menghendaki terjadinya perubahan aturan yakni ketika
aturan itu tampak kerusakannya, atau ketika fakta yang dihukumi telah berubah.
Orang yang mengkaji fakta-fakta yang terjadi sejak adanya manusia, akan
menyaksikan, bahwa tatkala manusia hendak mengadopsi suatu aturan yang
berbeda dengan aturan semula, maka terjadinya perubahan aturan tersebut tidak
didasarkan pada perubahan alam semesta, atau karena perubahan benda-benda
dan fenomena-fenomena. Akan tetapi, perubahan aturan hanya akan terjadi
ketika ada perubahan pemikiran-pemikiran yang terkandung di dalam aturan-

74
aturan tersebut, serta adanya perubahan perasaan yang bangkit pada dirinya.
Misalnya, terjadinya perubahan aturan berhala, dan kemudian diganti dengan
aturan Islam. Terjadinya perubahan benda-benda dan fenomena-fenomena hanya
menuntut adanya suatu pemecahan baru bagi benda-benda dan fenomena-
fenomena baru tersebut. Ia sama sekali tidak menuntut adanya perubahan aturan.
Sebab, aturan adalah sekumpulan pemecahan yang disandarkan kepada pemikiran
menyeluruh terhadap alam semesta, manusia dan kehidupan, sebagaimana halnya
tiga ideologi berikut: Islam, kapitalisme, dan sosialisme-marxisme. Kadang-
kadang ada aturan yang tidak disandarkan kepada pemikiran menyeluruh. Akan
tetapi, keseluruhan aturannya saling berkaitan, dan memberikan sudut pandang
dan metodologi tertentu. Misalnya, Jepang. Perubahan benda-benda dan
fenomena-fenomena tidak akan mengubah aturannya. Yang dibutuhkan hanyalah
adanya pemecahan-pemecahan terhadap benda-benda dan fenomena-fenomena
baru tersebut. Oleh karena itu, masyarakat berpegang teguh dengan aturan yang
mengatur hidupnya. Bisanya, sebuah aturan hanya memuat garis-garis besarnya
saja. Sedangkan fenomena-fenomena akan selalu baru, dan benda-benda akan
mengalami perubahan. Perubahan fenomena dan benda tidak berarti bisa
mengubah garis-garis besarnya. Akan tetapi bermakna, harus ada solusi bagi
fenomena-fenomena dan benda-benda baru tersebut yang digali dari garis-garis
besar aturannya. Jika tidak mungkin ditemukan satu solusi baru dari garis-garis
besarnya, sebagaimana halnya dalam sistem kapitalisme dan sistem hukum barat,
maka mereka akan membuat pemecahan-pemecahan baru; dan berupaya
menafsirkan garis-garis besar aturannya untuk disesuaikan dengan pemecahan-
pemecahan baru tersebut. Setelah dilakukan penakwilan-penakwilan dan
penafsiran-penafsiran maka akan muncul satu solusi yang menjadi bagian dari
sistem globalnya. Demikian seterusnya..Perubahan aturan tidak akan terjadi
kecuali jika pemikiran-pemikirannya berubah, bukan fenomena-fenomena dan
benda-bendanya. Pemikiran-pemikiran yang diemban oleh masyarakat serta
perasaan yang bangkit pada dirinya adalah faktor yang akan menentukan
perubahan aturan, meskipun realitas-realitasnya tetap tidak berubah sebagaimana
adanya. Pemikiran dan perasaan adalah faktor yang akan melahirkan sebuah solusi
untuk memecahkan realitas-realitas dan benda-benda baru tersebut, di mana
solusi ini diambil dari aturan-aturan globalnya. Pemikiran dan perasaan yang ada
pada diri manusia merupakan faktor yang akan menentukan perubahan-perubahan
aturan, karena adanya perubahan-perubahan realitas-realitas dan benda-benda.
Dengan demikian, seluruh perubahan, baik perubahan pada aturan sendiri, atau
pada solusi yang digali dari aturan tersebut untuk memecahkan fakta-fakta dan
benda-benda baru; atau perubahan solusi-solusi karena perubahan fakta-fakta,
hanya bersumber dari pemikiran-pemikiran dan perasaan, bukan bersumber dari
yang lain. Perubahan aturan tidak disebabkan karena perubahan alam semesta,
dan juga bukan karena adanya perubahan fakta-fakta dan benda-benda. Walhasil,
tidak ada perubahan aturan --untuk mengganti aturan lainnya-- yang didasarkan
pada perubahan alam semesta atau perubahan fenomena-fenomena dan benda-
benda. Persoalan utama dalam aturan adalah pemikiran-pemikiran yang diemban
oleh masyarakat dan masyrakat yang tumbuh pada diri mereka. Jika pemikiran
dan perasaannya berubah maka aturannya juga turut berubah. Jika pemikiran dan

75
perasaannya tidak berubah maka aturannya pun juga tidak akan berubah, dan
tetap kekal abadi selama masyarakat masih mengemban pemikiran-pemikiran dan
perasaan-perasaan tersebut. Oleh karena itu, yang terpenting bukan
digantikannya aturan (sistem) kapitalisme dengan aturan (sistem) sosialisme-
marxisme , atau sebaliknya; akan tetapi, yang terpenting adalah aturan akan
digantikan dengan aturan lain karena dua sebab saja. Pertama, jika pemikiran-
pemikiran dan perasaan-perasaan mengalami perubahan. Kedua, jika ada
kekuataan fisik dan pemikiran yang lebih besar daripada kekuatan masyarakat.
Kemudian kekuataan itu yang berhasil memaksakan aturannya kepada masyarakat.
Akhirnya, aturan masyarakat tersebut berubah. Selain dua kondisi itu, tidak akan
terjadi perubahan sistem secara mutlak.
Oleh karena itu , sebuah kesalahan menyatakan, bahwa aturan mengalami
perubahan karena alam semesta juga mengalami perubahan. Demikian juga,
statement yang menyatakan bahwa perubahan aturan merupakan sebuah
kemestian adalah statement yang sangat keliru. Juga merupakan salah
menyatakan, bahwa tidak ada aturan yang tetap (konstan), dan aturan (sistem)
sosialisme merupakan aturan yang akan mengganti aturan (sistem) kapitalisme.
Kadang-kadang ada yang menyatakan bahwa kemestian perubahan pada
aturan merupakan kemestian bagi interaksi. Kemestian perubahan pada aturan
bukanlah takdir alamiah. Kemestian interaksi adalah kemestian yang terjadi
dengan sebuah kekuatan, atau dengan sebuah aktivitas, dengan aktivitasnya
subyek, dan tidak terjadi secara alami. Kemestian perubahan pada aturan adalah
siklus tersembunyi yang mengharuskan adanya campur tangan manusia. Artinya,
perubahan pada aturan adalah perubahan yang tersembunyi di dalam aturan. Akan
tetapi, aturan tidak akan berubah dari dirinya sendiri secara alami, akan tetapi
harus ada campur tangan manusia. Dengan kata lain, harus ada usaha untuk
menciptakan perubahan tersebut. Oleh karena itu, tidak terjadinya perubahan
pada sebagian aturan pada kondisi-kondisi tertentu tidak bertentangan dengan
pandangan (yang dimaksud pandangan di sini adalah pandangan sosialisme-
marxisme.pentj). Pandangan tidak menyatakan bahwa perubahan terjadi secara
alami, akan tetapi perubahan terjadi karena aktivitas subyek. Akan tetapi,
keberadaan aturan yang memiliki kecenderungan berubah itu merupakan sebuah
kemestian. Jawab atas pernyataan itu adalah sebagai berikut; Kaum sosialis
telah menyatakan bahwa musnahnya yang lama dan lahirnya yang baru adalah
aturan bagi evolusi. Oleh karena itu, perubahan aturan yang lama akan disertai
dengan munculnya aturan baru . Keduanya juga merupakan aturan evolusi bagi
aturan. Adapun pernyataan yang menyatakan bahwa perubahan tersebut
hanyalah sesuatu yang tersembunyi (terkandung) di dalam aturan, bukan
perubahan yang terjadi secara langsung. Agar aturan itu bisa berubah harus ada
campur tangan manusia . Hal ini merupakan penjelasan mereka mengenai
kemestian perubahan. Dengan kata lain mereka menafsirkan kemestian
perubahan dengan pengertian, bahwa aturan memiliki kecenderungan untuk
berubah; dan aturan tidak mengalami perubahan secara langsung [dari dirinya
sendiri]. Dengan penafsiran seperti ini, maka pandangan mereka pun juga salah.
Adapun jika dinisbahkan kepada keberadaan perubahan yang tersembunyi di dalam
aturan; dengan kata lain, aturan akan berubah dari satu kondisi tertentu menuju

76
ke kondisi yang di dalamnya ada kecenderungan perubahan. Faktanya, ada
beberapa aturan yang dari dahulu hingga sekarang tidak pernah mengalami
perubahan. Aturan yang mengatur peperangan dan para utusan atau duta besar
diantara negara-negara adalah aturan yang bersifat tetap. Keduanya adalah
aturan lama, dan langgeng (tetap). Seandainya perubahan pasti menyebabkan
munculnya kecenderungan (perubahan) di dalam aturan tersebut, tentu akan
terjadi perubahan pada dua aturan tersebut. Akan tetapi, faktanya, tidak terjadi
perubahan pada kedua aturan tersebut. Oleh karena itu, adanya kemestian
perubahan yang terkandung di dalam suatu aturan bukanlah asumsi yang benar.
Sebab, perubahan yang tersembunyi di dalam suatu aturan tidak mesti ada di
dalam setiap aturan. Ada aturan yang di dalamnya tidak mungkin terjadi
perubahan, atau di dalamnya tidak terjadi kecenderungan untuk berubah.
Seandainya kemestian interaksi, dengan kata lain, bahwa setiap aturan memiliki
potensi (tersembunyi) untuk berubah, pasti, akan terjadi perubahan aturan.
Sebab, musnahnya yang lama dan lahirnya yang baru merupakan sebuah
kemestian. Bila ini berlaku, maka, pada suatu saat, aturan yang mengatur
peperangan dan duta-duta besar pasti akan menuju kepada siklus kemestian
perubahan ketentuan semacam ini, didasarkan pada kemestian interaksi yang
telah mereka nyatakan. Akan tetapi, dalam aturan-aturan tersebut tidak terdapat
potensi perubahan tersebut, baik pada aturan tentang peperangan dan duta-duta
ebsar. Oleh karena itu, kemestian interaksi sama sekali tidak pernah terjadi.
Ini dari satu sisi. Dari sisi yang lain, aturan (sistem) kadang-kadang berujud
pemikiran yang digunakan untuk memecahkan persoalan, kadang-kadang juga
berujud pemikiran yang menjelaskan metodologi untuk menerapkan pemikiran-
pemikiran yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Setiap waktu,
dua unsur itu memiliki kecenderungan untuk berubah karena campur tangan
manusia. Aturan sama sekali tidak pernah menuju suatu kondisi yang di dalamnya
tersembunyi unsur perubahan; seperti halnya ketika derajat panas air ditambah
atau dikurangi. Pada dasarnya aturan memiliki kecenderungan berubah dengan
campur tangan manusia, bukan ketika ia beranjak dari satu kondisi ke kondisi lain.
Sosialisme yang diterapkan di Rusia juga memiliki kecenderungan untuk berubah
jika masyarakat di sana mengemban pemikiran-pemikiran Islam. Bisa dipastikan
mereka akan merngubah sosialisme dan menggantinya dengan Islam. Kapitalisme
yang diterapkan di Jerman barat, jika berhasil dikalahkan oleh Rusia; dan di sana
diterapkan sistem sosialisme-marxisme, maka masyarakat di sana pasti akan
merubah kapitalisme dan diganti dengan paham sosialisme-marxisme. Oleh
karena itu, aturan (sistem) memiliki kecenderungan untuk berubah.
Kecenderungan perubahan di dalam sistem (aturan) merupakan perkara alami.
Akan tetapi, perubahan tersebut tidak terjadi secara pasti, sebagaimana
perubahan yang terjadi di alam semesta. Perubahan aturan tidak mesti terjadi
ketika ia telah mencapai suatu derajat tertentu, sebagaimana yang terjadi di
dalam air. Dengan kata lain, perubahan bukanlah sesuatu yang tersembunyi di
dalam aturan, sehingga ia akan berubah ketika mencapai batas tertentu. Akan
tetapi, kecenderungan perubahan di dalam semua aturan datang dari sisi
pemikiran-pemikiran yang diterapkan di dalam realitas kehidupan, atau datang
dari manusia yang menerapkan pemikiran-pemikiran yang berbeda dengan

77
pemikiran sebelumnya. Oleh karena itu, kemestian interaksi tidak pernah
terwujud di dalam realitas kehidupan dan aturan.
Kadang-kadang, terjadinya perubahan aturan disebabkan karena perubahan
fakta-fakta. Oleh karena itu, aturan ini dibuat untuk memecahkan fakta tertentu.
Ketika fakta tersebut berubah, akan muncul fakta baru. Akhirnya, aturan tersebut
tidak layak lagi bagi fakta yang baru. Dalam kondisi seperti ini dibutuhkan aturan
lain yang berbeda dengan aturan pertama. Oleh karena itu, perubahan suatu
aturan mengikuti perubahan fakta. Perubahan semacam ini kadang-kadang terjadi
pada hukum-hukum yang bersifat parsial, kadang-kadang terjadi pada hukum-
hukum yang bersifat umum. Contohnya, perasan anggur merupakan fakta
tertentu. Fakta ini kemudian dipecahkan dengan hukum tertentu; yakni, boleh
meminum, menjual, dan mengedarkannya. Selanjutnya, perasan anggur ini
berubah menjadi khamer. Dengan demikian, ketika faktanya berubah dibutuhkan
aturan lain yang berbeda dengan aturan pertama. Fakta tersebut harus
dipecahkan dengan aturan lain yang berbeda dengan aturan pertama, yakni haram
hukumnya meminum, menjual, dan mengedarkannya. Oleh karena itu, suatu
hukum bisa berubah karena perubahan fakta. Contoh lain adalah, ketika
duabangsa berada dalam kondisi perang secara langsung, maka di sana ada fakta
hubungan tertentu diantara kedua bangsa tersebut. Oleh karena itu, di sana ada
fakta hukum tertentu, yakni halalnya darah, harta, dan tanah musuhnya.
Kemudian, kedua bangsa itu menandatangi perjanjian damai, bertetanggaan yang
baik, dan perjanjian keamanan umum. Fakta hubungan keduanya telah berubah,
sehingga ia butuh aturan lain yang berbeda dengan aturan yang pertama; yakni
penghormatan terhadap perjanjian, penghentian sengketa, serta penjagaan
terhadap harta dan tanah mereka. Demikianlah, hukum kadang-kadang berubah
karena perubahan fakta. Akan tetapi, perubahan ini tidak terjadi karena
perubahan pada aturan merupakan sebuah kemestian. Juga bukan karena alam
terus mengalami perubahan. Akan tetapi, perubahan terjadi karena fakta yang
hendak dipecahkan oleh aturan telah berubah. Fakta tersebut bukanlah alam
semesta. Juga bukan karena fakta merupakan sesuatu yang harus berubah, akan
tetapi karena aturan tersebut dibuat untuk memecahkan sebuah fakta. Selama
faktanya kembali tidak ada, maka tidak ada tempat lagi bagi aturan yang hendak
memecahkannya.
Akan tetapi, adanya perubahan aturan jika fakta telah berubah dan jika
aturan itu sudah tampak kesalahannya, hanya akan terjadi sejalan dengan
pemikiran-pemikiran yang dibawa oleh masyarakat yang melakukan perubahan
terhadap aturan tersebut. Jika pemikiran-pemikiran tersebut melihat bahwa
aturan lama tidak layak lagi untuk memecahkan fakta yang baru, maka terjadilah
perubahan aturan. Akan tetapi, jika pemikiran-pemikiran tersebut tidak melihat
seperti itu, namun melihat bahwa aturan lama tetap layak untuk memecahkan
fakta-fakta baru, maka tidak akan terjadi perubahan aturan. Misalnya, perasan
anggur oleh sebagian masyarakat tidak dipandang bahwa perubahannya menjadi
khamer membutuhkan aturan baru yang berbeda dengan aturan semula. Oleh
karena itu, mereka tetap memakai aturan semula; khamer boleh diminum, dijual,
dan diedarkan. Namun, sebagian masyarakat berpendapat bahwa perubahan
realitas perasan anggur, menjadikan aturan pertama tidak lagi layak (sesuai) bagi

78
fakta baru tersebut. Oleh karena itu, harus ada aturan baru yang layak untuk
memecahkan fakta baru tersebut. Contohnya, penjajahan bangsa-bangsa lemah
dipandang oleh seluruh dunia sebagai aturan yang rusak. Ada opini dunia yang
melawan penjajahan bangsa-bangsa lemah. Negara-negara kapitalisme
memandangnya sebagai aturan yang baik. Oleh karena itu, negara-negara kapitalis
tetap mempertahankan aturan tersebut (imperialisme), meskipun ada tekanan dari
dunia internasional. Ia tetap bersikukuh untuk tidak merubah aturan tersebut.
Mereka hanya merubah uslub-uslubnya (cara-caranya) saja. Setelah melakukan
penjajahan dengan pasukan militer dan peperangan, mereka merubahnya dengan
cara memberikan pinjaman-pinjaman dan bantuan-bantuan. Sistem
imperialisme tetap tidak berubah meskipun telah tampak jelas kerusakannya. Ia
tetap dipertahankan meskipun ada tekanan internasional. Dengan demikian,
selama pemikiran-pemikiran kapitalisme tidak dicabut dari pemimpin-pemimpin
negara-negara kapitalis, maka sistem imperialisme tidak mungkin berubah selama
negara-negara kapitalis tadi memiliki kekuatan untuk melakukan hal itu
(penjajahan). Perubahan aturan hanya akan terjadi jika ada pemikiran-pemikiran
yang mengharuskan adanya perubahan aturan pada diri manusia yang hendak
mengubahnya. Perubahan aturan tidak akan terjadi secara pasti, dan tidak
terjadi karena alam telah mengalami perubahan. Perubahan aturan juga tidak
akan terjadi ketika fakta menghendaki terjadinya perubahan aturan yakni ketika
aturan itu tampak kerusakannya, atau ketika fakta yang dihukumi telah berubah.
Orang yang mengkaji fakta-fakta yang terjadi sejak adanya manusia, akan
menyaksikan, bahwa tatkala manusia hendak mengadopsi suatu aturan yang
berbeda dengan aturan semula, maka terjadinya perubahan aturan tersebut tidak
didasarkan pada perubahan alam semesta, atau karena perubahan benda-benda
dan fenomena-fenomena. Akan tetapi, perubahan aturan hanya akan terjadi
ketika ada perubahan pemikiran-pemikiran yang terkandung di dalam aturan-
aturan tersebut, serta adanya perubahan perasaan yang bangkit pada dirinya.
Misalnya, terjadinya perubahan aturan berhala, dan kemudian diganti dengan
aturan Islam. Terjadinya perubahan benda-benda dan fenomena-fenomena hanya
menuntut adanya suatu pemecahan baru bagi benda-benda dan fenomena-
fenomena baru tersebut. Ia sama sekali tidak menuntut adanya perubahan aturan.
Sebab, aturan adalah sekumpulan pemecahan yang disandarkan kepada pemikiran
menyeluruh terhadap alam semesta, manusia dan kehidupan, sebagaimana halnya
tiga ideologi berikut: Islam, kapitalisme, dan sosialisme-marxisme. Kadang-
kadang ada aturan yang tidak disandarkan kepada pemikiran menyeluruh. Akan
tetapi, keseluruhan aturannya saling berkaitan, dan memberikan sudut pandang
dan metodologi tertentu. Misalnya, Jepang. Perubahan benda-benda dan
fenomena-fenomena tidak akan mengubah aturannya. Yang dibutuhkan hanyalah
adanya pemecahan-pemecahan terhadap benda-benda dan fenomena-fenomena
baru tersebut. Oleh karena itu, masyarakat berpegang teguh dengan aturan yang
mengatur hidupnya. Bisanya, sebuah aturan hanya memuat garis-garis besarnya
saja. Sedangkan fenomena-fenomena akan selalu baru, dan benda-benda akan
mengalami perubahan. Perubahan fenomena dan benda tidak berarti bisa
mengubah garis-garis besarnya. Akan tetapi bermakna, harus ada solusi bagi
fenomena-fenomena dan benda-benda baru tersebut yang digali dari garis-garis

79
besar aturannya. Jika tidak mungkin ditemukan satu solusi baru dari garis-garis
besarnya, sebagaimana halnya dalam sistem kapitalisme dan sistem hukum barat,
maka mereka akan membuat pemecahan-pemecahan baru; dan berupaya
menafsirkan garis-garis besar aturannya untuk disesuaikan dengan pemecahan-
pemecahan baru tersebut. Setelah dilakukan penakwilan-penakwilan dan
penafsiran-penafsiran maka akan muncul satu solusi yang menjadi bagian dari
sistem globalnya. Demikian seterusnya..Perubahan aturan tidak akan terjadi
kecuali jika pemikiran-pemikirannya berubah, bukan fenomena-fenomena dan
benda-bendanya. Pemikiran-pemikiran yang diemban oleh masyarakat serta
perasaan yang bangkit pada dirinya adalah faktor yang akan menentukan
perubahan aturan, meskipun realitas-realitasnya tetap tidak berubah sebagaimana
adanya. Pemikiran dan perasaan adalah faktor yang akan melahirkan sebuah solusi
untuk memecahkan realitas-realitas dan benda-benda baru tersebut, di mana
solusi ini diambil dari aturan-aturan globalnya. Pemikiran dan perasaan yang ada
pada diri manusia merupakan faktor yang akan menentukan perubahan-perubahan
aturan, karena adanya perubahan-perubahan realitas-realitas dan benda-benda.
Dengan demikian, seluruh perubahan, baik perubahan pada aturan sendiri, atau
pada solusi yang digali dari aturan tersebut untuk memecahkan fakta-fakta dan
benda-benda baru; atau perubahan solusi-solusi karena perubahan fakta-fakta,
hanya bersumber dari pemikiran-pemikiran dan perasaan, bukan bersumber dari
yang lain. Perubahan aturan tidak disebabkan karena perubahan alam semesta,
dan juga bukan karena adanya perubahan fakta-fakta dan benda-benda. Walhasil,
tidak ada perubahan aturan --untuk mengganti aturan lainnya-- yang didasarkan
pada perubahan alam semesta atau perubahan fenomena-fenomena dan benda-
benda. Persoalan utama dalam aturan adalah pemikiran-pemikiran yang diemban
oleh masyarakat dan masyrakat yang tumbuh pada diri mereka. Jika pemikiran
dan perasaannya berubah maka aturannya juga turut berubah. Jika pemikiran dan
perasaannya tidak berubah maka aturannya pun juga tidak akan berubah, dan
tetap kekal abadi selama masyarakat masih mengemban pemikiran-pemikiran dan
perasaan-perasaan tersebut. Oleh karena itu, yang terpenting bukan
digantikannya aturan (sistem) kapitalisme dengan aturan (sistem) sosialisme-
marxisme , atau sebaliknya; akan tetapi, yang terpenting adalah aturan akan
digantikan dengan aturan lain karena dua sebab saja. Pertama, jika pemikiran-
pemikiran dan perasaan-perasaan mengalami perubahan. Kedua, jika ada
kekuataan fisik dan pemikiran yang lebih besar daripada kekuatan masyarakat.
Kemudian kekuataan itu yang berhasil memaksakan aturannya kepada masyarakat.
Akhirnya, aturan masyarakat tersebut berubah. Selain dua kondisi itu, tidak akan
terjadi perubahan sistem secara mutlak.
Oleh karena itu , sebuah kesalahan menyatakan, bahwa aturan mengalami
perubahan karena alam semesta juga mengalami perubahan. Demikian juga,
statement yang menyatakan bahwa perubahan aturan merupakan sebuah
kemestian adalah statement yang sangat keliru. Juga merupakan salah
menyatakan, bahwa tidak ada aturan yang tetap (konstan), dan aturan (sistem)
sosialisme merupakan aturan yang akan mengganti aturan (sistem) kapitalisme.
Kadang-kadang ada yang menyatakan bahwa kemestian perubahan pada
aturan merupakan kemestian bagi interaksi. Kemestian perubahan pada aturan

80
bukanlah takdir alamiah. Kemestian interaksi adalah kemestian yang terjadi
dengan sebuah kekuatan, atau dengan sebuah aktivitas, dengan aktivitasnya
subyek, dan tidak terjadi secara alami. Kemestian perubahan pada aturan adalah
siklus tersembunyi yang mengharuskan adanya campur tangan manusia. Artinya,
perubahan pada aturan adalah perubahan yang tersembunyi di dalam aturan. Akan
tetapi, aturan tidak akan berubah dari dirinya sendiri secara alami, akan tetapi
harus ada campur tangan manusia. Dengan kata lain, harus ada usaha untuk
menciptakan perubahan tersebut. Oleh karena itu, tidak terjadinya perubahan
pada sebagian aturan pada kondisi-kondisi tertentu tidak bertentangan dengan
pandangan (yang dimaksud pandangan di sini adalah pandangan sosialisme-
marxisme.pentj). Pandangan tidak menyatakan bahwa perubahan terjadi secara
alami, akan tetapi perubahan terjadi karena aktivitas subyek. Akan tetapi,
keberadaan aturan yang memiliki kecenderungan berubah itu merupakan sebuah
kemestian. Jawab atas pernyataan itu adalah sebagai berikut; Kaum sosialis
telah menyatakan bahwa musnahnya yang lama dan lahirnya yang baru adalah
aturan bagi evolusi. Oleh karena itu, perubahan aturan yang lama akan disertai
dengan munculnya aturan baru . Keduanya juga merupakan aturan evolusi bagi
aturan. Adapun pernyataan yang menyatakan bahwa perubahan tersebut
hanyalah sesuatu yang tersembunyi (terkandung) di dalam aturan, bukan
perubahan yang terjadi secara langsung. Agar aturan itu bisa berubah harus ada
campur tangan manusia . Hal ini merupakan penjelasan mereka mengenai
kemestian perubahan. Dengan kata lain mereka menafsirkan kemestian
perubahan dengan pengertian, bahwa aturan memiliki kecenderungan untuk
berubah; dan aturan tidak mengalami perubahan secara langsung [dari dirinya
sendiri]. Dengan penafsiran seperti ini, maka pandangan mereka pun juga salah.
Adapun jika dinisbahkan kepada keberadaan perubahan yang tersembunyi di dalam
aturan; dengan kata lain, aturan akan berubah dari satu kondisi tertentu menuju
ke kondisi yang di dalamnya ada kecenderungan perubahan. Faktanya, ada
beberapa aturan yang dari dahulu hingga sekarang tidak pernah mengalami
perubahan. Aturan yang mengatur peperangan dan para utusan atau duta besar
diantara negara-negara adalah aturan yang bersifat tetap. Keduanya adalah
aturan lama, dan langgeng (tetap). Seandainya perubahan pasti menyebabkan
munculnya kecenderungan (perubahan) di dalam aturan tersebut, tentu akan
terjadi perubahan pada dua aturan tersebut. Akan tetapi, faktanya, tidak terjadi
perubahan pada kedua aturan tersebut. Oleh karena itu, adanya kemestian
perubahan yang terkandung di dalam suatu aturan bukanlah asumsi yang benar.
Sebab, perubahan yang tersembunyi di dalam suatu aturan tidak mesti ada di
dalam setiap aturan. Ada aturan yang di dalamnya tidak mungkin terjadi
perubahan, atau di dalamnya tidak terjadi kecenderungan untuk berubah.
Seandainya kemestian interaksi, dengan kata lain, bahwa setiap aturan memiliki
potensi (tersembunyi) untuk berubah, pasti, akan terjadi perubahan aturan.
Sebab, musnahnya yang lama dan lahirnya yang baru merupakan sebuah
kemestian. Bila ini berlaku, maka, pada suatu saat, aturan yang mengatur
peperangan dan duta-duta besar pasti akan menuju kepada siklus kemestian
perubahan ketentuan semacam ini, didasarkan pada kemestian interaksi yang
telah mereka nyatakan. Akan tetapi, dalam aturan-aturan tersebut tidak terdapat

81
potensi perubahan tersebut, baik pada aturan tentang peperangan dan duta-duta
ebsar. Oleh karena itu, kemestian interaksi sama sekali tidak pernah terjadi.
Ini dari satu sisi. Dari sisi yang lain, aturan (sistem) kadang-kadang berujud
pemikiran yang digunakan untuk memecahkan persoalan, kadang-kadang juga
berujud pemikiran yang menjelaskan metodologi untuk menerapkan pemikiran-
pemikiran yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Setiap waktu,
dua unsur itu memiliki kecenderungan untuk berubah karena campur tangan
manusia. Aturan sama sekali tidak pernah menuju suatu kondisi yang di dalamnya
tersembunyi unsur perubahan; seperti halnya ketika derajat panas air ditambah
atau dikurangi. Pada dasarnya aturan memiliki kecenderungan berubah dengan
campur tangan manusia, bukan ketika ia beranjak dari satu kondisi ke kondisi lain.
Sosialisme yang diterapkan di Rusia juga memiliki kecenderungan untuk berubah
jika masyarakat di sana mengemban pemikiran-pemikiran Islam. Bisa dipastikan
mereka akan merngubah sosialisme dan menggantinya dengan Islam. Kapitalisme
yang diterapkan di Jerman barat, jika berhasil dikalahkan oleh Rusia; dan di sana
diterapkan sistem sosialisme-marxisme, maka masyarakat di sana pasti akan
merubah kapitalisme dan diganti dengan paham sosialisme-marxisme. Oleh
karena itu, aturan (sistem) memiliki kecenderungan untuk berubah.
Kecenderungan perubahan di dalam sistem (aturan) merupakan perkara alami.
Akan tetapi, perubahan tersebut tidak terjadi secara pasti, sebagaimana
perubahan yang terjadi di alam semesta. Perubahan aturan tidak mesti terjadi
ketika ia telah mencapai suatu derajat tertentu, sebagaimana yang terjadi di
dalam air. Dengan kata lain, perubahan bukanlah sesuatu yang tersembunyi di
dalam aturan, sehingga ia akan berubah ketika mencapai batas tertentu. Akan
tetapi, kecenderungan perubahan di dalam semua aturan datang dari sisi
pemikiran-pemikiran yang diterapkan di dalam realitas kehidupan, atau datang
dari manusia yang menerapkan pemikiran-pemikiran yang berbeda dengan
pemikiran sebelumnya. Oleh karena itu, kemestian interaksi tidak pernah
terwujud di dalam realitas kehidupan dan aturan.
Benar, sebuah aturan jika telah tampak kerusakannya, maka ia akan segera
mengalami perubahan. Juga, jika fakta yang dipecahkan dengan sebuah aturan
mengalami perubahan, maka aturannya juga akan mengalami perubahan. Akan
tetapi, perubahan semacam ini tidak didasarkan pada kemestian interaksi; atau
perubahan aturan dari satu kondisi ke kondisi lain [karena potensi perubahan yang
ada di aturan tersebut telah mencapai suatu kondisi tertentu.pentj]. Perubahan
aturan hanya akan terjadi, karena aturan tersebut diadopsi untuk memecahkan
atau memperbaiki [fakta yang ada.pentj]. Jika suatu aturan itu telah tampak
kerusakannya, maka akan muncul aturan yang lebih baik, dan aturan yang lebih
baik akan menggantikan aturan yang rusak. Perubahan aturan juga disebabkan
karena, aturan tersebut diadopsi untuk memecahkan fakta tertentu. Namun, fakta
tersebut kemudian berubah, sehingga aturan tersebut tidak dipakai lagi. Pada
kondisi seperti ini, faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan aturan, adalah
kelayakan dan ketidaklayakan suatu aturan untuk memecahkan fakta tertentu.
Bukan disebabkan karena evolusi maupun kemestian interaksi. Dari sini jelaslah,
bahwa aturan tidak akan berubah karena ia memiliki potensi perubahan yang
tersembunyi di dalam dirinya; Selanjutnya, dibutuhkan campur tangan manusia

82
untuk membangkitkan potensi yang tersembunyi itu; atau kemestian evolusinya;
Kemudian, setelah ada campur tangan manusia, maka keluarlah perubahan
tersebut dari persembunyiannya, kemudian beranjak menuju perubahan secara
langsung. Akan tetapi, faktor yang menyebabkan perubahan aturan adalah
pemikiran-pemikiran yang digunakan untuk memecahkan realitas tertentu. Jika
kerusakan pemikiran-pemikiran telah tampak, maka pemikiran-pemikiran tersebut
akan diganti dengan pemikiran atau aturan yang lebih baik. Begitu juga
sebaliknya, jika fakta yang dipecahkan dengan aturan tertentu mengalami
perubahan, dan muncul fakta baru yang berbeda, maka perubahan fakta ini akan
mendorong terjadinya perubahan pemikiran-pemikiran atau aturan-aturannya.
Selanjutnya, ia akan diganti dengan pemikiran-pemikiran dan aturan-aturan lain
yang akan diterapkan pada realitas yang baru tersebut. Oleh karena itu, pendapat
mengenai kemestian interaksi dan kemestian evolusi jelas-jelas telah tampak
kesalahannya. Sangatlah mungkin, ada aturan yang bersifat abadi dan tidak
pernah mengalami perubahan, bila aturan tersebut telah terbukti kebaikannya dan
tidak mengandung kerusakan sama sekali. Akan tetapi, juga sangat mungkin ada
aturan yang akan mengalami perubahan, jika telah tampak kerusakannya.
Walhasil, pendapat yang menyatakan bahwa aturan pasti (mutlak) mengalami
perubahan adalah pendapat yang sangat-sangat batil.

Aplikasi Paradigma Ketiga: Perpindahan Menuju Yang Lebih Baik


Adapun dari sisi penerapan point ketiga [pendapat mereka] pada
masyarakat, kaum sosialis telah menyatakan itupun jika benar--, bahwa
perpindakan dari perubahan kuantitatif menuju perubahan kualitatif akan terjadi
dengan sangat cepat, dan ia adalah aturan evolusi. Revolusi yang digerakkan oleh
kelas-kelas yang tertindas adalah perkara yang alami dan tidak bisa dihindari lagi.
Lebih-lebih lagi, perpindahan dari sistem kapitalisme menuju sistem sosialisme,
dan terbebasnya kelas buruh dari penindasan kapitalis, terjadi tidak dengan
perubahan yang lambat dan gradual, akan tetapi terjadi dengan perubahan
kualitatif pada sistem kapitalisme saja. Dengan kata lain perubahannya akan
terjadi dengan jalan revolusi.
Pendapat ini jelas-jelas salah. Mereka telah membuat analog pada point
ini. Sebab, mereka telah menganalogkan apa yang terjadi pada sebagian organ,
dengan pergerakan-pergerakan alam semesta dan pergerakan masyarakat. Tidak
diragukan lagi, ini adalah cara berfikir analog. Seorang anak diberi jeruk,
kemudian ia merasakan rasa masamnya. Kemudian mereka membuat analog
semua jeruk pada kemasamannya. Air akan berubah menjadi uap air jika berada
dalam kondisi tertentu. Akan tetapi, ia akan berubah menjadi es jika berada
dalam kondisi yang berbeda. Kemudian, peristiwa ini dianalogkan dengan alam
semesta secara keseluruhan. Mereka juga mengalanogkan hal ini dengan
masyarakat. Ini adalah fakta dari cara berfikir analog. Alam semesta dan
masyarakat tidak bisa dianalogkan dengan perubahan air menjadi uap air atau es.
Kesalahan analognya bis diterangkan sebagai berikut; air, meskipun ia adalah
organ, kadang-kadang ia terpengaruh oleh panas yang sampai kepadanya. Akan

83
tetapi, ini tidak berarti bahwa panas sebagai panas itu sendiri-- akan merubah
semua benda dari suatu kondisi ke kondisi lain. Air akan berubah dengan cepat
ketika ia sampai pada titik kritis, juga tidak berarti bahwa msyarakat akan berubah
sangat cepat dengan suatu revfolusi, ketika ia telah sampai pada suatu titik kritis.
Sebab, masyarakat terdiri dari manusia dan interaksi-interasi. Perubahan
masyarakat akan terjadi dengan perubahan pemikiran-pemikirannya, bukan dengan
cara revolusi-revolusi atau pergolakan-pergolakan. Adalah sebuah kesalahan,
menganalogkan tabiat-tabiat manusia dengan tabiat-tabiat benda mati. Sebab
keduanya jelas-jelas sangat berbeda dan bertolak belakang. Oleh karena itu,
perpindahan masyarakat dari satu kondisi ke kondisi lain dengan cara yang sangat
cepat, atau adanya perpindahan yang disebabkan oleh adanya pergolakan-
pergolakan, bukanlah sesuatu yang penting. Sistem kapitalisme muncul di Eropa
dan Amerika dengan cara yang bertahap, bukan tiba-tiba. Pergolakan orang-orang
Eropa dengan orang kulit Hitam di Afrika yang terjadi beratu-ratus tahun tidak
menyebabkan transformasi masyarakat apapun. Bahkan pergolakan-pergolakan itu
sama sekali tidak melahirkan revolusi-revolusi. Adapun, upaya-upaya
membebaskan memerdekakan diri yang terjadi di Afrika akhir-akhir ini , hanya
muncul dari pemikiran-pemikiran yang bersumber dari engara-negara besar,
seperti Amerika, dan Rusia. Sama sekali, bukan berasal dari masyarakat Afrika
sendiri. Tidak berapa lama, di Afrika tumbuh pemikiran tentang kemerdekaan dan
pembebasan diri. Kemudian mereka melakukan aktivitas diplomasi untuk
melawan kaum imperialisme yang terakhir. Oleh karena itu, perubahan yang
terjadi pada air sama sekali tidak berhubungan dengan perubahan yang terjadi di
masyarakat.. Walhasil, menganalogkan perubahan-perubahan yang terjadi pada
sebagian senyawa --yang telah dijelaskan oleh ilmu-ilmu alam dengan
masyarakat, merupakan penganalogkan yang sangat salah. Sebab, keduanya
sama sekali tidak memiliki kemiripan. Lebih-lebih lagi, fakta masyarakat telah
menunjukkan dengan jelas bahwa metode untuk merubah masyarakat tidak
berjalan sesuai dengan metode tertentu sebagaimana perubahan-perubahan yang
terjadi pada benda-benda mati. Selama analogi umum ini telah terbukti
kesalahan, maka perubahan dari sisi perubahan itu sendiri pasti juga tidak akan
terjadi. Dengan kata lain, perubahan masyrakat tidak mesti terjadi. Sebab,
terjadinya revolusi bukan sesuatu yang bersifat pasti. Selain itu, terjadinya
transformasi karena adanya revolusi juga bukan sesuatu hal yang bersifat pasti.
Revolusi kadang-kadang terjadi, kadang-kadang tidak. Revolusi kadang-kadang
menyebabkan terjadinya proses transformasi masyarakat, kadang-kadang tidak.
Dengan demikian, lahirnya revolusi belum tentu menyebabkan terjadinya
transformasi masyarakat. Sebab perubahan yang terjadi pada benda-benda
(senyawa-senyawa) yang berjalan sesuai dengan ilmu alam-- sama sekali tidak bisa
dikaitkan dengan masyarakat.
Benar, , adanya pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan yang
mendominasi di tengah-tengah bangsa atau masyarakat akan menyebabkan bangsa
dan masyarakat tersebut mengalami perubahan dari kondisi ke kondisi lain, dari
satu aturan ke aturan lain secara pasti. Akan tetapi, perubahan tersebut sama
sekali tidak sama dengan perubahan yang terjadi pada fenomena-fenomena alam
semesta. Perubahan masyarakat adalah sebuah fenomena yang terjadi dengan

84
kesengajaan. Dengan kata lain, ia adalah fenomena yang direkayasa. Sebab,
jika tidak ,tentu pemikiran-pemikiran dan perasaan itu tidak akan tersebar. Ini
bukanlah peristiwa yang alami, dan tidak terjadi dengan cara alami. Akan tetapi,
fenomena ini terjadi dengan pergerakan yang disengaja dan direkayasa.
Kemestian bukan terletak pada perubahannya, akan tetapi pada perubahannya jika
pemikiran-pemikiran dan perasaan telah mendominasi bangsa dan masyarakat.
Tersebarnya pemikiran dan perasaan tidak terjadi secara alami dan pasti. Oleh
karena itu perubahan bangsa atau masyarakat dari suatu kondisi ke kondisi lain,
atau dari satu aturan ke aturan yang lain, tidak terjadi secara alami dan pasti.
Kaum sosialis tidak pernah menyatakan bahwa perubahan masyarakat akan terjadi
ketika pemikiran-pemikiran dan perasaan telah mendominasi suatu bangsa, akan
tetapi mereka menyatakan bahwa terjadinya revolusi yang digerakkan oleh kelas-
kelas tertindas akan menyebabkan terjadinya perubahan dari sistem kapitalisme
menuju sistem sosialisme secara pasti dan tidak bisa dihindari lagi. Mereka juga
tidak pernah menyatakan bahwa jika terjadi revolusi maka akan terjadi proses
transformasi. Akan tetapi, mereka hanya menyatakan, bahwa terjadinya revolusi
merupakan perkara yang pasti dan tidak bisa dihindari lagi. Pernyataan ini salah
total. Sebab, terjadiny revolusi dari kelas-kelas yang tertindas bukanlah sebuah
kemestian. Penganalogkan masyarakat dengan alam semesta dan benda-benda
yang mengalami perubahan secara pasti, kemudian disimpulkan bahwa masyarakat
pasti mengalami perubahan adalah analogi yang sangat salah. Sebab, perubahan
yang ada di dalam masyarakat bukan sesuatu yang bersifat pasti, seperti halnya
perubahan yang terjadi pada senyawa-senyawa dan alam semesta. Oleh karena
itu menganalogkan perubahan yang terjadi pada benda-benda mati dengan
manusia dan masyarakatnya merupakan kesalahan yang sangat fatal. Kaedah
analog hanya bisa diterapkan kepada manusia atau masyarakat ketika ada bagian-
bagian yang sama antara manusia dan masyarakatnya dengan benda-benda mati.
Ini dari satu sisi. Dari sisi yang lain, perubahan-perubahan yang terjadi di
alam semesta bukanlah pergerakan yang maju dan progresif, atau perpindahan dari
kualitas yang lebih rendah menuju ke kualitas yang lebih tinggi. Akan tetapi, ia
hanya sekedar perubahan saja. Kadang-kadang ada perubahan yang progresif
(menuju ke depan), kadang-kadang ada perubahan menuju ke belakang
(pembalikan). Benar, perubahan adalah perpindahan dari kondisi yang lama
menuju kondisi yang baru. Akan tetapi, kondisi yang baru ini tidak mesti berada
dalam kondisi yang progresif dan berjalan pada jalan yang tinggi. Kadang-kadang
kondisi yang baru lebih baik daripada kondisi lama, akan tetapi kadang-kadang
kondisi lama lebih baik. Kadang-kadang perpindahannya menuju ke belakang,
tidak ke depan. Oleh karena itu, penerapan pandangan-pandangan Darwin dan
teori evolusi pada masyarakat telah terbukti kerusakannya. Sebab, topik dari
pandangan Darwin adalah aspek fisiologi pada individu-individu makhluk hidup.
Penerapan pandangan ini pada masyarakat manusia adalah penerapan sisi fisiologi
pada sisi lain yang bukan fisiologi. Realitas masyarakat adalah satu hal, sedangkan
realitas yang diterangkan oleh pandangan Darwin adalah hal yang lain. Oleh
karena itu, penerapan salah satunya kepada yang lain merupakan sebuah
kesalahan, tidak ragu lagi. Atas dasar itu, adanya arah perubahan yakni
perpindahan dari satu kondisi ke kondisi lain menuju yang lebih baik , bukanlah

85
sesuatu yang penting. Kadang-kadang, perubahan menuju ke arah yang lebih
baik, kadang-kadang menuju ke arah yang lebih buruk. Dalam kajian marxisme
mengenai apa yang disebut dengan pembalikan (penyimpangan), kaum sosialis
sendiri telah menyatakan bahwa sistem yang terbelakang sangat mungkin berdiri di
atas sistem yang maju. Realitas masyarakat-masyarakat yang ada di dunia ini juga
menunjukkan dengan jelas, bahwa perubahan-perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat belum tentu merupakan perpindahan dari kualitas lebih rendah menuju
kualitas lebih tinggi, dan menuju ke depan. Akan tetapi, kadang-kadang terjadi
perpindahan ke arah yang lebih tinggi, kadang-kadang menuju ke arah yang lebih
rendah. Dengan diutusnya Rasullah saw, masyarakat Jazirah Arab berpindah
menuju kondisi yang lebih tinggi. Akan tetapi, ketika penerapan Islam di Jazirah
Arab buruk, maka mereka kembali terpuruk ke belakang. Ketika sistem Islam telah
luruh, maka Jazirah terbagi-bagi menjadi beberapa negara yang terpuruk dalam
keterbelakangan. Masyarakat Amerika Utara, ketika berada dalam kekuasaan
penjajah, mereka menjadi masyarakat yang mundur. Akan tetapi, ketika mereka
berhasil melepaskan diri dari penjajahan, maka mereka menjadi masyarakat yang
tinggi. Akan tetapi, ketika di sana ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat,
pada saat yang sama, masyarakat yang ada di Amerika Latin tetap dalam
kemunduran, dan tetap disibukkan dengan perlawanan-perlawanan dan revolusi-
revolusi. Masyarakat Iran, ketika berada dalam kekuasaan kekhilafahan
Abbasiyah, menjadi masyarakat yang tinggi. Akan tetapi, ketika Iran memisahkan
diri dari tubuh Daulah Islamiyyah, mereka kembali menjadi terbelakang.
Demikianlah, puluhan contoh mengenai realitas masyarakat-masyarakat
menunjukkan dengan jelas, bahwa perubahan-perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat-masyarakat tidak selalu merupakan perubahan maju (progresif) dan
menuju ke arah yang lebih baik. Akan tetapi, kadang-kadang menuju ke arah yang
lebih baik, kadang-kadang menuju ke arah yang lebih buruk. Oleh karena itu,
pergerakan perpindahan masyarakat dari satu kondisi ke kondisi yang lain bukanlah
pergerakan progresif atau maju. Perpindahan di dalam masyarakat dari satu
kondisi ke kondisi lain bukanlah perpindahan dari perubahan-perubahan kuantitatif
yang lambat, menuju perubahan kualitatif yang tiba-tiba dan sangat cepat. Akan
tetapi, perubahan itu tidak lain hanyalah sekedar perpindahan dari satu kondisi ke
kondisi lain. Kadang-kadang menuju ke arah yang maju, kadang-kadang ke arah
belakang. Kadang-kadang perpindahan terjadi karena adanya revolusi
sebagaimana yang berlangsung di Amerika Utara ketika membebaskan diri dari
penjajahan dan Rusia ketika kekaisaran Rusia ditumbangkan dan diganti dengan
sosialisme. Kadang-kadang perpindahan terjadi karena berkembangnya ilmu dan
pengetahuan, sebagaimana yang terjadi di Rusia dan USA setelah perang dunia
kedua. Kadang-kadang perpindahan terjadi dalam bentuk yang gradual,
sebagaimana yang terjadi di Eropa. Kadang-kadang terjadi secara tiba-tiba,
sebagaimana yang terjadi di jazirah Arab ketika Islam diyakini dan diemban
sebagai risalah ke seluruh penjuru dunia. Kadang-kadang menuju ke arah yang
lebih rendah dan berlangsung secara gradual, sebagaimana yang terjadi pada
masyarakat Islam pada kurun 19 M. Kadang-kadang menuju ke arah yang lebih
rendah secara tiba-tiba, sebagaimana yang terjadi di Jerman Timur ketika dikuasai
oleh kaum sosialis. Oleh karena itu, point ketiga tentang point pandangan

86
dialektika yang terjadi di alam semesta telah terbukti kesalahannya. Jika
perpindahan air dari kondisi beku menuju cair, kemudian menjadi gas dianggap
sebagai pergerakan yang maju dan progresif, maka perpindahan uap air menuju
air, kemudian menjadi es dianggap sebagai pergerakan ke belakang dan muncur.
Padahal, kedua perubahan itu terjadi sejalan dengan aturan-aturan alam semesta.
Ada sebagian gerakan maju dan progresif di alam semesta yang tidak sesempurna
sebagian pergerakan mundur dan pergerakan berbalik. Jika demikian, atas dasar
apa mereka menyatakan, bahwa arah perubahan yang terjadi di alam semesta,
hanya perubahan menuju ke arah yang maju dan progresif?
Oleh karena itu, aturan yang diterapkan manusia di atas fenomena-
fenomena dan benda-benda adalah pemikiran-pemikiran itu sendiri. Baik dan
buruknya suatu aturan tidak ditentukan oleh lama atau barunya aturan tersebut,
akan tetapi ditentukan oleh benar atau tidaknya aturan tersebut. Satu ditambah
satu sama dengan dua adalah pemikiran kuno. Akan tetapi, kekunoannya tidak
memberikan dampak apapun. Manusia harus menutup auratnya adalah pemikiran
kuno. Namun, kekunoaannya tidak menjadikan pemikiran ini salah. Munculnya
bantuan-bantuan ekonomi merupakan pemikiran baru. Meskipun ia pemikiran
baru tidak berarti ia adalah pemikiran yang baik. Bantuan-bantuan ekonomi yang
berlimpah telah menyebabkan kemunduran perekonomian, bahkan bisa
membahayakan suatu negara. Kelompk nudies adalah pemikiran baru. Meskipun
baru bukan berarti ia adalah pemikiran yang baik. Demikian
seterusnya.Seandainya kita diskusikan, sesungguhnya alam semesta yang
bergerak dari sederhana menuju rumit, dan yang kualitas paling rendah menuju
kualitas paling tinggi, tidak bisa dianalogkan dengan masyarakat. Sebab, faktor
yang menyebabkan perpindahan masyarakat dari satu kondisi ke kondisi lain adalah
pemikiran. Pemikiran dianggap baik jika pemikiran itu benar, dan dianggap tidak
baik jika pemikiran itu salah. Baik dan buruknya masyarakat ditentukan oleh
pemikiran yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, di
dalam masyarakat tidak ada perpindahan menuju ke arah yang lebih baik secara
pasti, akan tetapi hanya akan terjadi perpindahan dari satu kondisi ke kondisi lain
saja, tidak lebih. Perpindahan itu kadang-kadang baik, kadang-kadang buruk.
Walhasil, ini juga telah menunjukkan kesalahan aplikasi point ketiga bagi
masyarakat.
Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan, bahwa perubahan-perubahan
yang terjadi di dalam masyarakat adalah perubahan-perubahan dari kondisi yang
paling rendah menuju kondisi yang paling tinggi, adalah pendapat yang salah.
Sebab, perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat hanyalah perubahan
belaka. Demikian pula pernyataan yang menyatakan bahwa perubahan-perubahan
yang terjadi di masyarakat adalah perubahan-perubahan yang berlangsung secara
tiba-tiba merupakan pendapat yang keliru. Sebab, perubahan kadang-kadang
terjadi secara tiba-tiba, kadang-kadang secara gradual. Pendapat yang
mengatakan bahwa dalam kondisi penindasan pasti akan lahir revolusi-revolusi,
juga pendapat yang batil. Sebab, kadang-kadang kekuatan kaum penindas lebih
besar, sehingga ia bisa menghentikan jalannya revolusi, seperti yang terjadi di
Hongaria. Kadang-kadang ada penindasan yang sangat kuat sehingga menimbulkan

87
kehinaan dan keputusasaan untuk melepaskan diri dari penindasan; seperti yang
terjadi pada sebagian negara-negara Afrika. Lebih-lebih lagi, perubahan dari
kapitalisme menuju sosialisme. Perubahan dari kapitalisme menuju sosialisme
juga belum tentu terjadi. Sebab, kadang-kadang tidak terjadi penindasan
terhadap kaum buruh yang mendorong mereka untuk melakukann revolusi;
sebagaimana yang terjadi USA sekarang ini. Kadang-kadang terjadi penindasan,
akan tetapi tidak terjadi upaya untuk melepaskan diri dari penindasan tersebut.
Hal ini sebagaimana yang terjadi di Iran. Pergerakan-pergerakan yang ada di Iran
tidak akan digerakkan oleh masyarakat Iran, akan tetapi oleh antek-antek
Amerika. Tidak ada satupun bukti yang menunjukkan bahwa pihak yang menggagas
revolusi Iran adalah masyarakat Iran. Oleh karena itu, aplikasi point ketiga bagi
masyarakat telah terbukti kesalahannya.

Aplikasi Paradigma Keempat : Pertentangan Internal (Dialektika Internal)


Dalam mengaplikasikan point keempat pada kehidupan masyarakat, mereka
telah menyatakan itupun jika benar--, bahwa evolusi bakal terjadi karena
pertentangan-pertentangan internal dan pertarungan antara kekuatan penindas.
Semua terjadi berdasarkan prinsip pertentangan-pertentangan. Tujuan dari
pertarungan, atau pertentangan-pertentangan ini adalah kemenangan atas
kekuatan penindas. Perjuangan kelas proletariat merupakan fenomena alami dan
tidak bisa dihindarkan lagi. Pertentangan-pertentangan sistem kapitalisme tidak
seharusnya disembunyikan, akan tetapi harus ditonjolkan dan dijelaskan dengan
gamblang. Pertarungan kelas tidak seharusnya diciptakan, akan tetapi ia harus
dilakukan sampai ujung penghabisan. Oleh karena itu, politik borjuasi harus
berjalan sepenuh hati, bukan dengan cara damai yang mengkompromikan antara
kepentingan proletariat dengan kepentingan borjuasi. Selain itu, politik borjuasi
tidak boleh berjalan dengan cara saling pengertian, yakni memasukkan unsur
kapitalisme ke dalam sosialisme.
Pendapat ini didasarkan pada pandangan mereka yang menyatakan bahwa
semua benda dan fenomena yang ada di alam semesta ini mengandung unsur-unsur
pertentangan internal. Aplikasi pandangan ini terhadap masyarakat menghasilkan
suatu kesimpulan bahwa setiap masyarakat mengandung pertentangan-
pertentangan internal. Sebagaimana bahwa semua benda dan fenomena yang ada
di alam semesta ini mengandung sisi positif dan negatif, lama dan baru, dan juga
mengandung unsur-unsur yang akan mati dan akan lahir, demikian juga
masyarakat. Setiap masyarakat mengandung sisi posistif dan negatif, lama dan
baru, serta mengandung unsur-unsur yang akan mati dan lahir. Selain itu,
perjuangan sisi-sisi yang saling bertentangan pada setiap benda dan fenomena
alam, yakni perjuangan antara yang lama dan baru, perjuangan antara yang akan
mati dan akan lahir , merupakan potensi internal bagi gerak evolusi. Sebab,
evolusi adalah perjuangan sisi-sisi yang saling bertentangan. Begitu pula
masyarakat. Perjuangan sisi-sisi yang bertentangan yang terjadi di dalam
masyarakat merupakan potensi internal untuk menggerakkan evolusi di dalam
masyarakat. Dengan kata lain, perjuangan sisi-sisi yang saling bertentangan yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat adalah perkara yang pasti. Adanya

88
pertentangan-pertentangan di dalam masyarakat merupakan perkara yang pasti.
Kesimpulannya, hanya ada satu jalan untuk merubah masyarakat, yakni
menonjolkan sisi-sisi yang saling bertentangan ini dan menggerakkan perjuangan
kelas.
Semua pernyataan di atas keliru total. Propaganda yang menyatakan
bahwa semua benda yang ada di alam semesta, di dalamnya ada sesuatu yang akan
lahir dan akan mati, merupakan propaganda batil dan mengingkari kenyataan.
Propaganda di atas hanyalah sekedar premis filsafat belaka. Sesungguhnya, di
alam semesta ini ada sesuatu yang lahir dan mati, seperti halnya tanaman
pertanian dan pemuda-pemuda. Ada pula sesuatu yang mati akan tetapi tidak ada
sesuatu yang lahir; seperti halnya benda-benda mati, cahaya, gravitasi, dan semua
benda tak hidup. Air jika dibiarkan saja sebagaimana adanya, kadang-kadang ia
akan menyusut dan tidak pernah bertambah. Di dalamnya juga tidak terkandung
sisi posistif dan negatif, dan juga tidak terjadi pertentangan-pertentangan. Pasir
jika dibiarkan begitu saja, maka tidak tampak pertentangan-pertentangan pada
dirinya. Seandainya kita sepakat bahwa perjuangan antara yang akan lahir dan
yang akan mati benar-benar ada, maka pada contoh benda-benda tak hidup di atas
sama sekali tidak terjadi perlawanan-perlawanan di dalamnya. Oleh karena itu,
di dalamnya juga tidak terjadi pertentangan-pertentangan. Oleh karena itu,
pendapat yang menyatakan bahwa setiap masyarakat mengandung potensi
pertentangan internal telah tampak kebatilannya. Bukti yang paling jelas adalah
masyarakat non muslim yang ada di India. Ia adalah masyarakat mati dan tidak
ada satupun pengaruh bagi kehidupan di sana. Sejak masyarakat India
ditinggalkan oleh pemerintahan Islam dan pemerintahan Inggris hingga sekarang
ini, ia tetap menjadi masyarakat stagnan dan mati yang tidak pernah mengalami
perubahan, pergerakan, dan pergantian. Oleh karena itu, dalam setiap
masyarakat tidak mengandung unsur-unsur yang saling bertentangan. Di dalam
masyarakat tidak ada perjuangan diantara sisi yang saling berlawanan. Semua ini
sudah cukup untuk menangkis point ini dari sisi dasarnya.
Selain itu, seandainya kita menyetujui adanya pertentangan-pertentangan
pada semua benda yang ada di alam semesta ini, maka jika pertentangan-
pertentangan ini bisa dilenyapkan, gagallah pengaruh dari pertentangan-
pertentangan tersebut. Selain itu, jika pertentangan itu bisa dihilangkan, maka
hasil-hasil dari aktivitas pertentangan itu mungkin untuk perbaiki kembali.
Magnet akan menarik sepotong besi dari kutub manapun. Akan tetapi, jika besi ini
anda ubah menjadi magnet, maka magnet tidak akan mampu menariknya lagi,
kecuali dari kutub yang berlawanan. Dengan kata lain, jika kutub magnet yang
berhadapan dengan sepotong besi sama-sama positif, maka magnet itu tidak besi
menarik sepotong besi yang telah menjadi magnet tadi. Kecuali, jika kutub-kutub
magnet tersebut saling berlawanan. Jika ular berhasil mematuk manusia, maka
pengaruh racunnya akan dimusnahkan (digagalkan) di dalam plasma darah. Zat-
zat asam akan kehilangan pengaruh keasamannya jika direaksikan dengan zat
penyangga. Asam belerang misalnya, jika bereaksi dengan kerosin, maka ia akan
mencairkan kerosin. Akan tetapi, jika zat asam direaksikan dengan sodium
hedrokside (NaOH), maka sifat keasamannya akan lenyap . Oleh karena itu, jika
anda melemparkan sepotong kerosin ke dalam asam belerang (H2SO4) yang telah

89
direaksikan dengan sodium hidrokside, maka ia tidak bisa lagi mencairkan
kerosine. Jika anda mengambil daun bunga matahari yang berwarna biru,
kemudian mencelupkannya ke dalam zat asam, maka warnanya akan berubah
menjadi merah. Akan tetapi, jika setelah itu saat ia masih berwarna merah ia
dicelupkan ke dalam larutan penyangga (buffer), maka warna akan kembali kepada
semula, yakni biru. Demikian seterusnya. Dengan larutan penyangga,
musnahlah pengaruh keasaman, dan dengan asam juga pengaruh zat buffer akan
lenyap. Minyak ketika dituangkan di atas air, maka ia tidak akan bercampur.
Sebab, keduanya memiliki sifat yang saling bertentangan. Akan tetapi, jika di
dalamnya dituangkan sodium hidrokside maka lenyapnya pertentangan diantara
keduanya, dan keduanya bisa bersatu. Besi jika bereaksi dengan air (kelembaban)
dan oksigen maka akan terjadi korosi. Akan tetapi, jika pada susunan besi itu
diberi sejumlah tertentu zat karbon, maka ia akan berubah menjadi baja yang
tidak akan berkarat meskipun bereaksi dengan kelembaban dan oksigen. Artinya,
dengan penambahan karbon maka musnahlah pengaruh korosi. Pertemuan sperma
dan sel telur akan mengantarkan kepada kehamilan. Kehamilan ini bisa saja
dimusnahkan dengan cara memasukkan materi tertentu ke dalam rahim wanita
yang bisa menghentikan aktivitas kehamilan ini, atau materi yang bisa membunuh
pertumbuhan janin. Demikianlah, pertentangan yang terjadi di antara dua benda
bisa saja dihilangkan. Demikian juga terjadinya produk baru dari hasil
pertentanganjuga bisa dihambat (dimusnahkan). Oleh karena itu,
pertentangan-pertentangan yang terjadi di alam semesta bukan kejadian yang
pasti terjadi. Sebab, pertentangan bisa dihentikan sebelum ia terjadi.
Selain itu, penganalokan masyarakat dengan alam semesta, serta
pengkaitan apa yang terjadi di alam semesta dengan masyarakat, merupakan
tindakan yang salah. Sebab, benda-benda yang ada di alam semesta tersusun dari
senyawa-senyawa, sedangkan masyarakat tersusun dari interaksi-interaksi yang
terjadi diantara manusia. Penganalogkan masyarakat dengan benda-benda yang
ada di alam semesta merupakan analogi yang keliru. Sebab, unsur-unsur yang
menyusun keduanya tidaklah sama. Lebih dari itu, pengkaitan apa yang terjadi di
alam semesta dengan masyarakat merupakan tindakan yang sangat salah. Sebab,
salah satu faktor yang mempengaruhi benda-benda yang ada di alam semesta
adalah panas dan kelembaban. Sedangkan salah satu unsur yang berpengaruh bagi
masyarakat adalah pemikiran-pemikiran dan perasaan. Oleh karena itu, sudah
sangatlah jelas bahwa dua sisi tersebut memiliki perbedaan yang sangat besar.
Di samping itu, perpindahan benda dari kondisi yang paling rendah menuju
kondisi yang lebih tinggi seperti halnya, perpindahan bibit tanaman menjadi
pohon, hingga anak kecil menjadi pemuda di dalam suatu habitat, sama sekali
tidak dipengaruhi tanaman-tanaman lain, anak kecil yang lain yang berada di
habitat kedua. Ini berbeda dengan masyarakat. Pada masyarakat yang saling
berhubungan dan berkaitan, maka transformasi masyarakat dari satu kondisi ke
kondisi lain tentu akan memberikan pengaruh kepada kondisi masyarakat satu
dengan yang lain. Sebab faktor yang menstransformasikan benda-benda yang ada
di alam semesta ini dari satu kondisi ke kondisi yang lain adalah nutrisi, air, udara,
dan lain-lain. Akan tetapi perubahan tersebut hanya akan mengenai benda itu
saja [benda yang mengalami transformasi saja.pentj] dan tidak berpengaruh

90
kepada benda yang lain. Berbeda dengan masyarakat. Faktor yang
mentransformasikan masyarakat dari satu kondisi ke kondisi yang lain adalah
pemikiran dan perasaannya. Pemikiran dan perasaan adalah faktor-faktor yang
akan mengubah kondisi masyarakat dengan cara yang sangat mencengangkan.
Selain itu, ia akan membakar seluruh halangan yang menghalagi proses perubahan.
Jika di dalam masyarakat tumbuh suatu pemikiran, maka masyarakat akan segera
berbalik menuju masyarakat lain dengan sangat epat, radikal dan mencengangkan.
Selanjutnya perubahan tersebut akan memberikan pengaruh kepada masyarakat.
Kadang-kadang perubahan tersebut akan mengembalikannya menuju
keterbelakangan, kadang-kadang akan mendorongnya menuju ke arah kemajuan
dan progresifitas. Penganalogkan masyarakat dengan benda-benda yang ada di
alam semesta, dan pengkaitan apa yang berpengaruh kepada benda dengan
masyarakat telah tampak jelas, bahwa ia adalah analogi salah dan tidak pada
tempatnya. Seandainya kita sepakat bahwa pertentangan-pertentangan yang
terjadi pada benda-benda alam semesta memang ada, akan tetapi, pertentangan-
pertentangan yang terjadi di dalam masyarakat bukanlah sesuatu yang pasti terjadi
(signifikan). Artinya, seandainya kita sepakat, bahwa memang ada pertentangan
antara yang akan lahir dengan yang akan mati di dalam tanaman atau tumbuh-
tumbuhan atau pemuda, akan tetapi itu tidak berarti, ada juga pertarungan antara
buruh dan majikan, penjual dan pembeli, petani dengan tuan tanah, atau antara
pemilik dan penyewa. Sebab, organ penyusun tumbuhan atau tanaman
pertanian, dan organ penyusun pemuda sangat berbeda dengan interaksi-interaksi
yang terjadi antara buruh dengan majikan, penjual dengan pembeli, petani dengan
tuan tanah, atau antara pemilik dengan penyewa. Tidak ada satupun alasan yang
mendorong terjadinya pertentangan-pertentangan di dalam interaksi-interaksi
manusia, hanya dengan alasan, ada pertentangan-pertentangan yang terjadi pada
benda-benda yang ada di alam semesta. Ini saja sudah cukup untuk menolak
pendapat yang menyatakan bahwa perjuangan kelas proletariat merupakan sebuah
kemestian.
Seandainya kita mendiskusikan bahwa di dalam masyarakat memang telah
terjadi pertentangan-pertentangan, maka perjuangan antara unsur-unsur yang
saling bertentangan itu bukanlah sesuatu yang mesti terjadi. Sebab, kadang-
kadang akan terjadi proses kompromi antara pihak-pihak yang saling bersengketa
itu, sehingga pertentangan itu bisa disudahi. Seandainya kepentingan buruh kita
akui bertentangan (berlawanan) dengan kepentingan pemilik kerja, kepentingan
penjual berlawanan dengan kepentingan pembeli; kepentingan petani berlawanan
dengan kepentingan tuan tanah; serta kepentingan penyewa berlawanan dengan
kepentingan, sesungguhnya pertentangan diantara kelompok-kelompok itu belum
tentu terjadi. Sebab, sangat mungkin dibuat suatu aturan yang mengatur
interaksi-interaksi tersebut, sehingga pertentangan-pertentangan diantara
kelompok-kelompok itu bisa dihilangkan dan kepentingan-kepentingan diantara
keduanya bisa dikompromikan. Hal ini pernah terjadi di dalam masyarakat Islam
sepanjang 10 abad yang lalu. Di dalam masyarakat Islam tidak ditemukan satupun
pertentangan-pertentangan yang disebabkan karena perbenturan kepentingan
dalam interaksi-interaksi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sebab,
hukum-hukum Islam yang berfungsi memberikan solusi terhadap interaksi-interaksi

91
tersebut telah berhasil mepenyapkan pertentangan-pertentangan yang terjadi.
Oleh karena itu, pertentangan-pertentangan tidak terjadi di dalam masyarakat
Islam. Selain itu, buruh-buruh yang berada di negara kapitalis, misalnya, di AS,
mereka berada di dalam kondisi lebih baik daripada buruh-buruh yang ada di Uni
Sovyet. Tidak ada perjuangan kelas proletariat di sana. Lalu, bagaimana bisa
dinyatakan bahwa terjadinya perjuangan kelas proletariat merupakan perkara yang
pasati terjadi. Fakta sejarah dan fakta empiris telah menolak pendapat tersebut.
Bahkan, realitas kehidupan yang terjadi di antara masyarakat telah menolak
pendapat ini dari asasnya. Pada dasarnya, jika arah-arah pertentangan berhasil
dikompromikan, maka pertentangan-pertentangan tersebut bisa dihilangkan,
sehingga pertentangan tersebut batal terjadi. Contohnya, jika buruh dicukupi
kebutuhannya, tentu tidak akan terjadi benturan dengan majikan. Pernyataan
yang menyatakan, bahwa terjadinya pertentangan merupakan sebuah kemestian
adalah pendapat yang salah. Sebab, pertentangan bukanlah kemestian bagi
masyarakat.
Kaum sosialis sendiri pernah menyatakan suatu pernyataan yang
menunjukkan bahwa perbenturan-perbenturan bisa saja dikompromikan sehingga
tidak terjadi lagi pertentangan-pertentangan. Mereka menyatakan bahwa politik
perdamaian (kompromi), yang berarti mengkompromikan kepentingan proletariat
dengan kepentingan borjuasi; serta politik saling pengertian, yang berarti
memasukkan unsur kapitalisme; keduanya sama sekali tidak boleh diikuti. Pada
dasarnya pendapat ini telah mengakui bahwa politik kompromi antara kepentingan
proletariat dengan kepentingan borjuasi bisa saja diikuti; sehingga, pertentangan-
pertentangan tidak terjadi lagi. Ini merupakan pengakuan bahwa terjadinya
pertentangan-pertentangan di tengah-tengah masyarakat bukanlah perkara yang
pasti. Sebab, seandainya pertentangan-pertentangan tersebut merupakan
kemestian, tentu tidak mungkin ada kompromi antara kepentingan buruh dengan
kepentingan pemilik kerja. Akan tetapi, selama kompromi antara sisi-sisi yang
saling berbenturan merupakan perkara yang mungkin, maka tatkala kompromi itu
benar-benar terjadi secara langsung , tentu dalam kondisi semacam ini
pertentangan-pertentangan tersebut tidak mungkin terjadi lagi. Oleh karena itu,
ada suatu masyarakat yang di dalamnya tidak terdapat sisi-sisi yang saling
bertentangan. Demikianlah, pendapat yang menyatakan bahwa di tengah-tengah
masyarakat pasti terjadi pertentangan-pertentangan merupakan pendapat yang
salah.
Orang yang mengkaji secara mendalam pendapat-pendapat kaum sosialis,
pasti akan sampai kepada sebuah kesimpulan pasti dan tidak membutuhkan
penafsiran lagi. Oleh karena itu, mereka berusaha mencegah agar pertentangan-
pertentangan ini tidak lenyap. Dengan kata lain, mereka terus berusaha
mencegah terwujudnya suatu masyarakat yang di dalamnya tidak ada
pertentangan-pertentangan. Untuk itu, mereka menyerukan untuk menghindari
terjadinya kompromi antara sisi-sisi yang saling bertentangan, agar tidak tercipta
suatu masyarakat yang di dalamnya tidak terjadi pertentangan-pertentangan.
Tidak cukup dengan itu saja, mereka bahkan bersikeras untuk menonjolkan
pertentangan-pertentangan jika pertentang-pertentangan itu memang ada. Oleh
karena itu, mereka menyatakan, pertentangan-pertentangan sistem kapitalisme

92
tidak boleh disembunyikan, bahkan ia harus ditonjolkan dan ditampakkan.
Perjuangan kelas tidak boleh luruh, akan tetapi ia harus diperjuangkan hingga
batas akhir. Pernyataan mereka ini justru menunjukkan bahwa adanya
pertentangan-pertentangan di dalam masyarakat bukanlah perkara yang pasti,
akan tetapi ia harus diciptakan dengan suatu gerakan yang disengaja. Harus ada
upaya untuk mencegah agar pertentangan-pertentangan itu tidak lenyap dan luruh.
Bahkan, pertentangan-pertentangan itu harus ditonjolkan dan ditampakkan.
Perjuangan kelas harus dilakukan hingga batas akhir, sampai di dalam masyarakat
terjadi pertentangan-pertentangan. Walhasil, terjadinya pertentangan-
pertentangan di dalam masyarakat bukanlah perkara yang pasti , bukan pula
perkara yang alami, akan tetapi ia adalah aktivitas rekayasa yang lahir dari
aktivitas tertentu. Selama aktivitas ini tidak dilakukan maka pertentangan-
pertentangan itu juga tidak akan pernah terjadi. Ini saja sudah cukup untuk
membantah pendapat tentang kemestian perjuangan kelas, kemestian perbenturan
antara buruh dengan kapitalis, dan kemestian perbenturan antara sosialisme
dengan kapitalisme.
Selain itu, adanya perbedaan pendapat mendasar antara pemimpin-
pemimpin sosialis di USSR dengan pemimpin-pemimpin sosialis di Cina juga telah
membuktikan bahwa terjadinya perjuangan di antara kelas-kelas yang berlawanan
bukanlah perkara yang pasti. Dengan kata lain, ini telah menghancurkan
pandangan mereka mengenai kemestian adanya pertentangan-pertentangan di
dalam masyarakat. Pemimpin sosialis di USSR memilih garis politik yang berusaha
mengkompromikan kepentingan USSR dengan kepentingan AS, serta membina sikap
saling pengertian antara Rusia dengan AS. Ini berarti ada kompromi antara sisi-sisi
yang saling bertentangan dan tidak terjadinya pertentangan-pertentangan di
masyarakat internasional. Pemimpin sosialis Cina, menolak dan menentang keras
garis politik seperti ini. Mereka tetap menyerukan pentingnya menonjolkan
pertentangan antara kepentingan-kepentingan blok-blok militer sosialis dengan
kepentingan blok-blok militer kapitalis untuk mewujudkan pertentangan-
pertentangan di dunia internasional. Perbedaan pendapat diantara mereka telah
menunjukkan bahwa pada dasarnya mereka semua menyakini bahwa terwujudnya
pertentangan-pertentangan di dalam masyarakat internasional membutuhkan
suatu aktivitas dan harus mengikuti garis politik yang bisa menciptakan perjuangan
diantara blok-blok militer tersebut, dan menolak adanya kompromi diantara blok-
blok tersebut. Para pemimpin Rusia tidak menginginkan terciptanya perjuangan
ini, dan mereka berusaha menjadikan dunia internasional sebagai masyarakat yang
di dalamnya tidak ada pertentangan-pertentangan. Upaya ini mereka lakukan
dengan cara mengkompromikan antara kepentingan sosialisme di Rusia dengan
kepentingan kapitalis di Amerika. Pendapat ini telah menggugurkan pendapat
mengenai kemestian adanya pertentangan-pertentangan di masyarakat.
Jika pertentangan antara umat manusia merupakan perkara yang pasti,
karena terdapatnya berbagai macam pertentangan; ini berarti bahwa
pertentangan-pertentangan tersebut harus terjadi pada semua hal. Dengan kata
lain, pertentangan-pertentangan harus terjadi antara buruh dengan pemilik kerja,
pengupah dengan orang yang diupah. Padahal, pertentangan-pertentangan
tersebut kadang-kadang terjadi kadang-kadang tidak. Terjadinya pertentangan-

93
pertentangan sama sekali tidak penting, bahkan tidak berfaedah sama skeali. Apa
yang disebut dengan perjuangan kelas yang lahir dari pertentangan-pertentangan,
sama sekali tidak terjadi secara alami. Bahkan, ia bukanlah sebuah kemestian.
Namun, perjuangan akan lahir jika ada mafhum tentang perjuangan. Jika mafhum
perjuangan tidak muncul, maka perjuangan juga tidak akan muncul. Oleh karena
itu, sangat salah menyatakan, bahwa evolusi akan terjadi dengan lahirnya
pertentangan-pertentangan internal. Sebab, yang terjadi hanyalah perubahan
saja, bukan evolusi yang bermakna perpindahan menuju kondisi yang lebih baik.
Selain itu, pertentangan-pertentangan bukanlah perkara yang lazim terjadi pada
semua hal. Begitu pula seruan yang menyatakan, bahwa perjuangan kaum buruh
melawan pemilik kerja merupakan perkara yang tidak bisa dihindari lagi, adalah
seruan yang sangat salah. Sebab, kadang-kadang terjadi perjuangan kaum buruh
melawan pemilik kerja, kadang-kadang tidak. Selain itu, apa yang dinamakan
dengan pertentangan-pertentangan bukanlah kemestian bagi masyarakat. Oleh
karena itu, point keempat, bila dilihat dari sisi aplikasinya bagi masyarakat
merupakan pandangan yang salah dan bertentangan dengan kenyataan.

Dengan demikian, point keempat telah tampak kesalahannya. Aplikasi


pendapat tersebut bagi masyarakat juga jelas-jelas tampak kekeliruannya.
Kokohnya alam semesta tidak berarti bahwa semua benda yang ada di dalamnya
saling berkaitan dengan keterkaitan yang bersifat umum dan pasti. Apa yang
dinamakan dengan aturan-aturan evolusi sama sekali tidak pernah ada
kenyataannya. Yang ada hanyalah keseluruhan alam semesta. Aturan-aturan
khusus yang terdapat pada setiap bagian dari alam semesta, dan yang terdapat
pada setiap benda yang terkandung di dalam alam semesta, semuanya berjalan di
atas batas-batas tertentu. Aturan-aturan umum dan khusus ini bukanlah aturan-
aturan evolusi. Keberadaan fenomena dan benda yang mengalami perubahan
tidak berarti bahwa keduanya akan berubah dari kondisi yang paling rendah
menuju kondisi yang paling tinggi. Ini juga tidak berarti bahwa perubahan benda
mengharuskan adanya perubahan aturan (sistem). Perubahan yang terjadi di
dalam air, dari kuantitatif menuju kualitatif secara tiba-tiba tidak berarti, bahwa
perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat berlangsung secara tiba-tiba.
Juga tidak berarti bahwa adanya revolusi-revolusi merupakan hal yang tidak bisa
dihindari lagi. Adanya pertentangan diantara masyarakat, karena beragamnya
pertentangan-pertentangan mereka, tidak berarti bahwa pertentangan-
pertentangan yang terjadi di dalam masyarakat merupakan sebuah kemestian.
Ini juga tidak berarti, bahwa pertentangan yang terjadi antara pekerja dengan
pemilik kerja merupakan sebuah keharusan. Oleh karena itu, kajian dialektika
bagi alam semesta, serta aplikasinya bagi masyarakat merupakan kekeliruan yang
sangat fatal. Manusia tatkala menjalani hidup, serta menetapkan aturan yang
akan mengatur kehidupannya, ia tidak dipaksa untuk menjalani semua itu
berdasarkan aturan yang ditempuh oleh alam semesta. Akan tetapi, ia menjalani
hidupnya secara bebas dna bisa memilih aturan yang ia ketahui. Ia berhak
mengatur apa yang disebut dengan alam semesta berdasarkan aturan yang
dipilihnya. Selanjutnya ia akan memperlakukannya sesuka hatinya. Tidak ada
satupun yang bisa memaksa dirinya dalam menentukan pemikiran-pemikirannya,

94
aturan-aturan hidupnya, pandangan-pandangan politiknya, serta realitas-realitas
politiknya. Akan tetapi, ia bebas memiliki secara mutlak. Tak ada satupun orang
yang bisa memaksa dirinya dalam menentukan hal-hal ini secara mutlak.
Ini adalah fakta pandangan dialektika terhadap pemikiran dan aplikasinya di
tengah-tengah masyarakat; serta pandangannya terhadap alam semesta serta
apliklasinya di tengah-tengah masyarakat. Semuanya adalah pandangan yang
salah. Pandangan itu tidak lain hanyalah premis-premis asumtif , serta analog-
general. Bahaya-bahaya yang terkandung di dalam pandangan mereka mengenai
manusia dan masyarakat adalah, pandangan ini telah menjadikan manusia sebagai
bagian dari alam semesta tanpa memperhatikan lagi kehidupan yang ada di dalam
dirinya, serta ciri khas yang membedakan dirinya dengan hewan, yakni akal.
Pandangan ini telah mendefinisikan akal dengan refleksi-refleksi fakta atas otak;
dan menyatakan kehidupan aqliyyah (berakal) dengan definisi, refleksi-refleksi
fakta-fakta empirik, atau refleksi dari wujud-wujud. Pandangan ini sama sekali
tidak pernah membedakan antara manusia dengan hewan. Pandangan ini juga
tidak pernah membuat suatu ukuran untuk membedakan otak manusia dengan otak
hewan, dari sisi bahwa otak manusia memiliki kemampuan untuk mengkaitkan
maklumat dengan fakta. Pandangan ini telah terjatuh dari mengukur kemampuan
manusia berdasarkan --kemampuannya untuk mengkaitkan maklumat satu dengan
maklumat yang lain kepada terciptanya fakta-fakta baru yang tidak pernah ada
sebelumnya. Pandangan ini telah melupakan bahwa asumsi yang mendahului
hipotesa-hipotesa dan aksioma-aksioma, adalah pemikiran-pemikiran yang diajukan
oleh manusia berdasarkan proses pengkaitan satu pemikiran dengan pemikiran lain,
dimana fakta pemikiran tersebut belum tercerap oleh inderanya. Dengan kata
lain, kadang-kadang fakta pemikiran tersebut adalah sesuatu yang sebelumnya
tidak ada , tapi ingin diadakan. Tidak diragukan lagi, pandangan ini telah menyia-
menyiakan pentingnya nilai akal bagi kehidupan; dan menjadikan fakta sebagai
nilai yang paling penting. Selain itu, ia dialektika telah menjadikan manusia
menjalani hidupnya sesuai dengan aturan-aturan alam semesta saja, tanpa melihat
bahwa manusia memiliki aturan-aturan khusus yang hanya berhubungan dengan
dirinya sendiri: dengan wujud dan kehidupannya. Dialektika juga tidak pernah
melihat bahwa fakta telah menunjukkan dengan jelas bahwa manusia melakukan
atau meninggalkan apapun berdasarkan pilihannya sendiri, dan ia bisa menentukan
metode dan jalan hidupnya secara bebas berdasarkan pilihannya sendiri. Benar,
dialektika sama sekali tidak memperhatikan hal ini, dan ia telah menjadikan
manusia tunduk dengan aturan-aturan alam semesta dalam semua hal, termasuk
metode dan jalan hidupnya. Tidak diragukan lagi, pandangan ini telah menyalahi
fakta yang terdapat pada aturan-aturan alam semesta dan manusia; ia juga
menyalahi fakta yang terdapat pada hidup dan kehidupan manusia. Dialektika
telah menafikan sifat manusia yang berbeda dengan alam semesta dan kehidupan
lainnya, bahkan ia telah menjadikan manusia menjadi bagian dari alam semesta,
seperti halnya planet-planet. Bahkan pandangan ini telah menjadikan manusia
menjadi salah satu bagian dari bumi, seperti besi, tanah dan sebagainya. Padahal
manusia berbeda dengan alam semesta dan kehidupan. Meskipun, tubuhnya
merupakan bagian dari alam semesta, dan kehidupannya tidak ubahnya dengan
kehidupan yang ada pada makhluk hidup lainnya, akan tetapi ia diberi akal dan

95
khasiat-khasiat lain yang menyebabkan ia terpisah dari alam semesta dan
kehidupan. Hingga akhirnya, ia menjadi unsur ketiga di dalam wujud. Sebab,
wujud yang bisa dindera tidak hanya alam semesta saja, bukan hanya alam
semesta dan kehidupan saja, akan tetapi wujud yang bisa diindera adalah, alam
semesta, kehidupan, dan manusia.
Inilah pandangan dialektika terhadap manusia. Adapun pandangan
dialektika terhadap masyarakat, maka pandangan ini menganggap masyarakat tak
ubahnya dengan pergerakan yang terjadi di alam semesta yang dihasilkan dari
pertentangan-pertentangan atau perjuangan kelas-kelas yang saling berlawanan.
Dialektika menganggap alam semesta sebagai satu-kesatuan kokoh, dan
menjadikan manusia sebagai bagian dari alam semesta. Dialektika juga
menganggap bahwa pergerakan alam semesta adalah pergerakan evolusi; dengan
makna perpindahan dari kondisi yang paling rendah menuju kondisi yang paling
tinggi. Dialektika juga menjadikan manusia berjalan di tengah-tengah masyarakat
secara terpaksa, sesuai dengan perjalanan (aturan) alam semesta, dan ia tidak
memiliki hak untuk melawannya. Menurut dialektika, alam semesta adalah pihak
yang menciptakan masyarakat, agar manusia hidup di dalamnya sesuai dengan apa
yang menciptakannya. Manusia bukanlah pihak yang menciptakan masyarakat yang
dikehendakinya. Menurut dialektika, kehidupan manusia adalah refleksi dari
perjuangan antara kelas-kelas yang berlawanan. Perubahan-perubahan yang
terjadi di masyarakat merupakan perpindahan menuju kondisi yang paling baik.
Tidak diragukan lagi, pandangan ini telah bertentangan dengan fakta. Pada
dasarnya,.manusia hidup di dalam dua daerah; pertama, daerah yang menguasai
dirinya; kedua, daerah yang dikuasainya. Daerah yang menguasai manusia adalah
daerah yang didalamnya berlaku aturan-aturan wujud (sunnatullanh). Di dalam
daerah ini, alam semesta dan kehidupan berjalan sesuai dengan aturan-aturan
tertentu yang tidak bisa diselisihinya. Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas yang
menimpa manusia di dalam daerah ini bukan berasal dari kehendaknya. Di dalam
daerah ini manusia dipaksa, dan ia sama sekali tidak bisa memilih. Manusia
datang di dunia ini bukan atas kehendaknya. Ia akan meninggalkan kehidupan
dunia juga bukan atas kehendaknya. Ia tidak bisa keluar dari aturan alam semesta.
Daerah semacam ini bukanlah masyarakat maupun daerah yang akan menjadi
masyarakat. Pada topik semacam ini, ia sama sekali tidak berhubungan
masyarakat. Adapun daerah yang dikuasai oleh manusia, ia adalah daerah dimana
manusia berjalan sesuai dengan aturan yang dipilihnya secara bebas. Pada daerah
semacam ini, di dalamnya terjadi perbuatan-perbuatan yang bersumber dari
manusia atau yang mengenai dirinya sejalan dengan kehendaknya. Manusia
berjalan, makan, minum dan bepergian, atau tidak melakukan perbuatan-
perbuatan tersebut kapanpun ia suka. Ia mengerjakan atau meninggalkan
perbuatan-perbuatan secara bebas. Masyarakat, pembentukannya, aturan dan
perubahannya, kehidupan dan perjalanannya, semuanya terjadi di dalam daerah
ini. Manusia adalah pihak yang menguasai alam semesta, atau atas benda-benda
dan aturan-aturannya, kemudian dimanfaatkan untuk dirinya sendiri. Bukan alam
semesta yang menguasai dirinya. Ia hidup secara bebas sesuai dengan pilihannya,
bukan dipaksa. Bahkan ia bisa membuat aturan yang dikehendakinya. Ia adalah
pihak yang menciptakan masyarakat. Bukan alam semesta yang menciptakan

96
masyarakat. Kehidupannya dipenuhi dengan perjuangan antara sisi-sisi yang
bertentangan, dan kompromi-kompromi antara sisi-sisi yang saling berkesesuaian.
Bukan hanya perjuangan saja. Kadang-kadang ia (masyarakat) akan berpindah
menuju ke kondisi yang paling baik, sebagaimana yang terjadi pada bangsa Arab
ketika mereka menjadi kaum muslim. Kadang-kadang ia berpindah menuju ke
kondisi yang paling buruk, sebagaimana kondisi kaum muslim ketika meninggalkan
Islam di seluruh kehidupannya. Semua ini menunjukkan bahwa dialektika
materialisme beserta derivatnya telah terbukti salah total.

97
Ide dialektika sejarah telah terbukti salah dari sisi dasarnya, dan dari sisi
apa yang disebut dengan karakter-karakter produksi. Kesalahan pandangan itu
berasal dari pandangan dasar mereka mengenai masyarakat. Kaum sosialis telah
mendefinisikan masyarakat sebagai kumpulan dari kondisi geografis, pertumbuhan
dan kerapatan penduduk dan cara-cara produksi. Inilah tiga unsur yang akan
menyusun masyarakat.
Akan tetapi, kaum sosialis telah menafikan pengaruh dari dua faktor dari
tiga faktor penyusun masyarakat di atas. Dengan kata lain, mereka menafikan
kondisi geografis dan pertumbuhan penduduk sebagai faktor yang memiliki
kekuatan untuk menentukan bentuk masyarakat. Cara-cara produksi hanyalah
satu-satunya faktor yang menentukan bentuk dari masyarakat. Oleh karena itu,
mereka menyatakan bahwa kekuatan mendasar yang bisa menentukan bentuk
masyarakat, karakter sistem kemasyarakatan, dan evolusi masyarakat dari satu
sistem ke sistem yang lain hanyalah cara-cara produksi. Atas dasar itu,
masyarakat tersusun dari tiga unsur, akan tetapi unsur yang menentukan bentuk
masyarakat hanyalah satu unsur saja, yakni cara-cara produksi kebutuhan-
kebutuhan materi.
Pemaknaan masyarakat seperti ini sangat salah, dan menyalahi fakta
masyarakat yang ada di dunia ini. Sebab, masyarakat tersusun atas manusia,
pemikiran-pemikiran, perasaan, dan aturan. Masyarakat sama sekali tidak disusun
oleh kondisi geografis maupun alat-alat produksi.
Penjelasannya adalah sebagai berikut; masyarakat adalah kumpulan
manusia yang melakukan interaksi-interaksi terus-menerus (langgeng). Bila
manusia ditambah manusia lagi ditambah manusia lagi, dan seterusnyaakan
membentuk komunitas. Dengan kata lain, kumpulan dari manusia tersebut akan
membentuk komunitas. Jika di tengah komunitas ini lahir interaksi-interaksi yang
bersifat terus-menerus, mereka akan tumbuh menjadi masyarakat. Namun, jika di
tengah-tengah mereka tidak tumbuh interaksi yang bersifat terus-menerus maka
mereka akan tetap menjadi komunitas. Masyarakat tidak akan terbentuk, kecuali
diantara mereka telah tumbuh interaksi-interaksi. Faktor yang menjadikan
kumpulan manusia bisa membentuk suatu masyarakat adalah interaksi langgeng
(terus-menerus) yang tumbuh diantara mereka. Interaksi-interaksi ini terlahir
karena masing-masing orang ingin meraih dan kepentingan mereka. Walhasil,

98
mashlahat (kepentingan) adalah faktor yang menciptakan interaksi. Tanpa ada
mashlahat tidak akan ada interaksi. Manusia, tatkala ingin mewujudkan
kemashlahatannya ia membutuhkan manusia yang lain. Dari sinilah muncul
interaksi-interaksi. Akan tetapi, apakah sesuatu itu dianggap mashlahat atau
mafsadat ditentukan oleh mafhum manusia atas mashlahat. Jika seseorang
memandang bahwa perkara ini mashlahat, maka akan muncul suatu interaksi.
Jika perkara ini dipandang tidak mashlahat maka tidak akan lahir interaksi.
Seorang muslim memandang bahwa ketika ia menjual sapi kepada seorang nashrani
maka ia akan mendapatkan kemashlahatan. Lalu, muncullah interaksi diantara
keduanya. Akan tetapi, tatkala seorang muslim memandang bahwa menjual babi
kepada seorang nashrani bukanlah suatu kemashlahatan, tentu ia tidak akan
menjual babi berapapun harganya kepada orang nashrani tersebut. Akhirnya,
diantara mereka tidak terjadi interaksi. Faktor yang menetapkan hal ini
mashlahat atau tidak adalah pemahaman seseorang terhadap sesuatu tersebut;
apakah sesuatu itu mashlahat atau tidak. Walhasil, mafhum adalah faktor yang
menentukan kemashlahatan. Lebih dari itu, mafhum adalah faktor yang akan
membentuk interaksi. Di sisi yang lain, mafaahim (bentuk jamak dari mafhum)
adalah makna-makna yang terkandung dalam suatu pemikiran. Oleh karena itu,
pemikiran-pemikiran adalah faktor yang akan menciptakan interaksi-interaksi.
Akan tetapi, pemikiran-pemikiran ini tidak cukup hanya dimiliki oleh salah satu
pihak saja, sedangkan pihak yang lain tidak memiliki pemikiran ini. Jika
pemikiran ini tidak muncul pada kedua belah pihak, maka interaksi diantara
mereka juga tidak akan lahir. Jika salah satu pihak memandang bahwa perkara ini
mengandung mashlahat, sedangkan pihak yang lain tidak, maka tidak akan mungkin
muncul interaksi diantara keduanya. Diantara keduanya tidak akan muncul
interaksi kecuali jika kedua belah pihak memandang bahwa ini adalah mashlahat.
Secara otomatis akan tercipta sebuah interaksi. Adapun sebelum proses ini
terjadi, maka tidak akan mungkin tercipta interaksi. Oleh karena itu, kesatuan
pemikiran diantara manusia merupakan syarat mutlak untuk terciptanya interaksi
diantara mereka. Namun demikian, kesatuan pemikiran saja tidak cukup untuk
melahirkan interaksi-interaksi. Akan tetapi, harus ada kesatuan perasaan, atau
bahwa mashlahat ini harus disepakati oleh kedua belah pihak agar tercipta sebuah
interaksi. Jika salah satu pihak tidak menyetujui sementara pihak yang lain tidak
menyetujui, tentu tidak akan tercipta interaksi. Tetapi, keduanya harus
menyatukan perasaan tatkala memandang kemashlahatan tersebut. Keduanya
harus menyatakan perasaan gembira, marah, sedih, dan duka, serta perasaan-
perasaan lainnya, selain harus menyatukan pemikiran-pemikirannya. Kesatuan
pemikiran dan perasaan merupakan sebuah keharusan agar tercipta interaksi-

99
interaksi diantara umat manusia. Namun, kesatuan pemikiran dan perasaan saja
tidak cukup untuk menciptakan suatu interaksi diantara manusia. Akan tetapi,
harus ada kesatuan aturan yang mereka gunakan untuk mengatur kepentingan-
kepentingan tersebut. Jika salah seorang berpendapat bahwa kepentingan
tersebut harus diatur dengan begini, akan tetapi yang lain memandang bahwa
kepentingan tersebut harus dipecahkan dengan cara yang berbeda dengan
pendapat pihak pertama, maka diantara keduanya juga tidak akan tercipta sebuah
interaksi. Interaksi tidak akan tercipta kecuali jika kedua belah pihak sepakat
dengan cara pengaturan kepentingan mereka. Dengan kata lain, jika keduanya
menyepakati aturan yang mereka gunakan untuk mengatur kepentingan mereka,
maka secara otomatis akan tercipta suatu hubungan.
Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa masyarakat adalah
kumpulan dari manusia yang saling berinteraksi secara langgeng. Interaksi ini
akan lahir jika diantara mereka muncul kesatuan pemikiran, perasaan dan aturan.
Masyarakat adalah manusia beserta pemikiran-pemikiran, perasaan, dan aturan
yang tumbuh diantara mereka. Oleh karena itu, masyarakat tersusun dari
manusia, pemikiran-pemikiran, perasan dan aturan. Meskipun dalam kenyataannya
masyarakat adalah kumpulan dari manusia yang melakukan interaksi secara terus-
menerus, akan tetapi asas pembentuk masyarakat adalah pemikiran-pemikiran,
perasaan dan aturan. Dengan demikian warna-warni masyarakat sangat
ditentukan oleh corak pemikiran, perasaan dan aturannya; meskipun semuanya
adalah manusia yang terus melakukan interaksi (hubungan) secara langgeng. Dari
sini bisa didefinisikan bahwa masyarakat adalah manusia, pemikiran-pemikiran,
perasaan dan aturan. Sebab, keempat ini merupakan unsur pembentuk
masyarakat. Masyarakat tidak bisa didefinisikan dengan sekumpulan manusia yang
melakukan interaksi secara terus-menerus. Sebab, meskipun interaksi terus-
menerus merupakan fakta yang tampak, akan tetapi ia bukan fakta yang hakiki.
Sebab, interaksi itu muncul dari kesatuan pemikiran, perasaan dan aturan.
Walhasil, pemikiran-pemikiran , perasaaan, dan aturan adalah realitas yang hakiki
bagi masyarakat, bukan interaksi yang dihasilkan dari pemikiran-pemikiran,
perasaan dan aturan. Ini adalah realitas masyarakat yang bisa dibuktikan baik
dengan cara mengamatinya saja, meneliti secara mendalam, atau setelah
dilakukan proses analisa kepada unsur-unsur pembentuk masyarakat. Semua cara
itu akan menghasilkan kesimpulan yang sama . Walhasil, definisi masyarakat
menurut kaum sosialis, bahwa masyarakat tersusun dari kondisi geografis,
pertumbuhan dan kerapatan penduduk, serta cara-cara produksi telah
bertentangan dengan realitas, dan merupakan definisi yang salah total.

100
Ini jika dilihat dari pertentangan definisi masyarakat [menurut kaum
sosialis] dengan realitas masyarakat sendiri. Adapun dari sisi kesalahan pemikiran-
pemikiran yang terkandung di dalam definisi tersebut, maka mereka telah merubah
perkataan mereka, ini adalah definisi masyarakat, dengan kata ini adalah
syarat-syarat kehidupan materi bagi masyarakat. Mereka terus mengulang-ulang
perkataan ini, dengan menyatakan bahwa definisi ini telah mencakup semua unsur
alam semesta yang meliputi masyarakat, atau kondisi geografis yang menjadi salah
satu penyusun syarat-syarat terpenting bagi masyarakat. Sedangkan pertumbuhan
dan kerapatan penduduk mereka masukkan ke dalam mafhum syarat-syarat
kehidupan materi bagi masyarakat. Adapun cara-cara poduksi adalah di dalam
kumpulan syarat-syarat kehidupan materi bagi masyarakat. Pendapat ini,
semuanya salah.
Adapun jika dikaitkan dengan alam semesta yang meliputi masyarakat,
serta pertumbuhan dan kerapatan penduduk, maka anggapan mereka bahwa
keduanya adalah unsur pembentuk dan penyusun masyarakat, atau sebagai syarat
kehidupan materi bagi masyarakat telah terbukti kesalahannya. Mereka sendiri
telah menyatakan, bahwa keduanya bukanlah faktor yang menentukan bentuk
masyarakat, dan keduanya sama sekali tidak berpengaruh dalam menentukan
corak masyarakat. Artinya, keduanya bukan bagian dari penyusun masyarakat.
Sesungguhnya jika ia memang bagian dari sesuatu pasti ia akan memberikan
pengaruh, dan jika ia adalah bagian dari penyusun sesuatu, maka ketiadaannya
pasti akan mempengaruhi sesuatu tersebut. Dan selama keduanya (kondisi
geografis serta pertumbuhan dan kerapatan penduduk) tidak menentukan bentuk
masyarakat dan tidak memberikan pengaruh dalam menentukan bentuk
masyarakat, maka keduanya bukan termasuk syarat kehidupan materi bagi
masyarakat. Kesimpulan ini didasarkan kepada pernyataan mereka sendiri. Oleh
karena itu, anggapan bahwa keduanya termasuk bagian dari syarat-syarat
[kehidupan materi bagi masyarakat.pentj], merupakan anggapan yang salah.
Selain itu, apa yang disebut dengan alam semesta, atau kondisi geografis,
sebenarnya secara alami ia ada di seluruh permukaan bumi. Kondisi geografis
Rusia ada di Rusia, kondisi geografis Amerika ada di Amerika. Ada juga kondisi
geografis kutub utara yang tidak dihuni manusia. Sama saja apakah kondisi
geografis itu ada masyarakatnya atau tidak. Sama saja, apakah di dalamnya ada
masyarakat kapitalis atau masyarakat sosialis. Kondisi geografis Rusia sendiri
sudah ada sejak zaman kekaisaran Rusia. Ia juga ada ketika zamannya sosialisme-
marxisme. Dalam dua keadaan itu, kondisi geografis di Rusia tetap tidak berubah.
Padahal, masyarakat Rusia telah mengalami perubahan yang mendasar dan radikal.
Ini membuktikan bahwa kondisi geografis bukanlah bagian dari pembentuk dan

101
penyusun masyarakat. Ia juga bukan merupakan bagian dari syarat-syarat
kehidupan materi bagi masyarakat. Benar, masyarakat manusia harus memiliki
daerah geografis, tempat untuk membangun masyarakatnya. Tanpa ada tempat
tertentu maka tidak akan tergambar corak masyarakat tertentu. Akan tetapi,
kondisi geografis (tempat) sama sekali tidak menentukan corak masyarakat yang
berdiri di atasnya. Buktinya, di dalam tempat yang sama masyarakat telah
mengalami perubahan , akan tetapi kondisi geografis sama sekali tidak pernah
berubah. Tidak ada keraguan lagi, bahwa tempat (kondisi geografis) tertentu
merupakan sebuah keharusan bagi masyarakat, akan tetapi ia tidak dikategorikan
sebagai unsur-unsur yang akan menentukan jenis masyarakat. Selain itu, karena
keberadaannya adalah sesuatu yang alami, maka ia tidak dikategorikan sebagai
salah satu pembentuk dan penyusun masyarakat. Pertumbuhan dan kerapatan
penduduk juga tidak berhubungan sama sekali dengan unsur-unsur pembentuk dan
penyusun masyarakat. Akan tetapi, unsur yang memiliki hubungan dengan
masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat, adalah manusia itu sendiri.
Manusia di sini adalah manusia dengan asumsi sebagai manusia itu sendiri, bukan
pertumbuhan dan kerapatannya. Sebab, pertumbuhan atau kerapatan penduduk
sama sekali tidak berhubungan dengan pembentuk dan penyusun masyarakat.
Daerah yang berpenduduk 200 orang akan membentuk masyarakat yang satu, jika
ada kesatuan pemikiran-pemikiran, perasaan, dan aturannya. Negara yang
berpenduduk 200 juta orang akan membentuk masyarakat yang satu, jika ada
kesatuan pemikiran-pemikiran, perasaan, dan aturannya. Ketika Kairo
penduduknya berjumlah 1 juta orang, maka segera membentuk masyarakat yang
satu. Ketika penduduknya menjadi 4 juta tetap saja ia membentuk masyarakat
yang satu. Faktanya, masalah pertumbuhan dan kerapatan penduduk bukan
merupakan bagian dari masyarakat. Akan tetapi, yang menjadi bagian dari
masyarakat adalah manusia dengan sifatnya sebagai manusia, tanpa memandang
lagi pertumbuhan dan kerapatannya.
Ini jika dinisbahkan kepada kondisi geografis dan pertumbuhan penduduk.
Adapun jika dinisbahkan kepada cara-cara produksi, mereka telah menyatakan
bahwa cara-cara produksi adalah salah satu syarat kehidupan materi bagi
masyarakat. Mereka mendefinisikan cara-cara produksi dengan manusia, alat-alat
produksi, dan pengetahuan tentang fungsi-fungsi alat produksi. Ketiga unsur ini,
dua sisi akan membentuk cara-cara produksi. Sedangkan satu sisi yang lain akan
membentuk hubungan produksi. Pendapat ini salah. Adapun jika dinisbahkan
kepada manusia, maka tidak diragukan lagi bagi ia adalah bagian dari masyarakat
tanpa perlu komentar lagi. Tanpa ada batas minimal sejumlah manusia, tidak
mungkin tercipta suatu masyarakat. Manusia adalah asas bagi terwujudnya suatu

102
masyarakat. Manusia adalah unsur mendasar bagi terwujudnya masyarakat. Akan
tetapi, tidak bisa dinyatakan bahwa ia adalah bagian dari cara-cara produksi.
Manusia adalah pihak yang menciptakan alat-alat produksi. Ia juga yang
menciptakan dengan dirinya sendiri, pengetahuan mengenai fungsi-fungsi alat-alat
produksi, atau keahlian khusus. Manusia adalah pihak yang menciptakan interaksi-
interaksi diantara mereka. Akan tetapi, hal-hal ini bukanlah bagian dari manusia,
dan manusia juga bukan menjadi bagiannya. Manusia bersama materi-materi tadi
sama sekali tidak akan membentuk kesatuan materi yang tersusun dari bagian-
bagian tersebut. Oleh karena itu, manusia bukanlah bagian dari cara-cara
produksi. Bahkan, manusia sendiri adalah asas bagi terwujudnya masyarakat.
Sebab, realitas masyarakat adalah kumpulan dari manusia yang membentuk
interaksi terus-menerus, yang muncul dari kesatuan pemikiran-pemikiran,
perasaan, dan aturan yang ada pada diri mereka.
Adapun mengenai alat-alat produksi, sesungguhnya ia tidak memiliki
pengaruh bagi terciptanya masyarakat, maupun dalam menentukan coraknya. Ada
daerah yang di dalamnya tidak ada alat-alat produksi. Sebab, penduduknya
terisolasi dari luar, seperti halnya penduduk-penduduk yang terpencil dan
terisolasi. Akan tetapi, mereka tetap bisa membentuk suatu masyarakat. Selain
itu, alat-alat produksi yang ada di Rusia tidak berbeda dengan alat-alat produksi
yang ada di Amerika, baik indurti maupun pabriknya, akan tetapi masyarakat
Rusia berbeda dengan masyrakat Amerika. Ini merupakan bukti inderawi yang
membuktikan bahwa alat-alat produksi bukanlah termasuk bagian dari penyusun
dan pembentuk masyarakat; atau menurut definisi mereka, alat-alat produksi tidak
termasuk syarat kehidupan materi bagi masyarakat. Kehidupan materi bagi
masyarakat tetap bisa terwujud tanpa keberadaannya. Keberadaannya di tengah-
tengah masyarakat tidak menentukan corak masyarakat, sehingga ia bisa
dibedakan dengan masyarakat yang lain. Oleh karena itu, menganggap alat
produksi termasuk bagian penyusun masyarakat, atau merupakan salah satu syarat
kehidupan materi bagi masyarakat adalah suatu kesalahan.
Benar, masyarakat manusia sejak zaman permulaan, membutuhkan alat-
alat produksi yang digunakan untuk berburu, bercocok tanam, membangun
industri, dan lain-lain. Masyarakat apapun pasti membutuhkan alat-alat produksi.
Akan tetapi, alat-alat produksi tidak memberikan corak tertentu bagi masyarakat.
Setiap manusia misalnya menghirup udara, meminum air, dan mengkonsumsi
makanan. Keberadaan benda-benda semacam ini adalah sesuatu yang telah ada
secara alami. Akan tetapi, benda-benda ini sama sekali tidak menentukan
kepribadian manusia, atau menjadikan wajah, roman, maupun bentuk tubuhnya
berbeda dengan manusia yang lain. Demikian juga alat-alat produksi. Alat-alat

103
produksi adalah benda yang ragamnya sangat banyak dan akan terus ada di tengah-
tengah masyarakat sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, ia tidak dijadikan
topik pembahasan untuk mendefinisikan masyarakat, serta untuk menjelaskan
penyusun-penyusunnya. Yang dijadikan topik pembahasan adalah unsur-unsur yang
akan membentuk masyarakat tertentu yang berbeda dengan masyarakat-
masyarakat lain. Unsur-unsur tersebut bukanlah alat-alat produksi, akan tetapi
pemikiran-pemikiran, perasaan, dan aturan. Alat-alat produksi tidak memiliki
hubungan sama sekali dengan kajian mengenai masyarakat, dari sisi keberadaannya
sebagai masyarakat yang berbeda dengan masyarakat-masyarakat lain. Sebab,
meskipun alat-alat produksi merupakan unsur vital bagi kehidupan , dan
keberadaannya merupakan perkara yang alami sesuai dengan kebutuhan manusia,
akan tetapi ia, seperti halnya air dan udara, bukanlah faktor yang membentuk
manusia dan menjadikan manusia berbeda dengan manusia yang lainnya. Demikian
pula alat-alat produksi. Ia tidak membentuk masyarakat dan menjadikan suatu
masyarakat berbeda dengan masyarakat yang lainnya. Oleh karena itu, alat-alat
produksi bukanlah bagian dari masyarakat.
Sedangkan pengetahuan-pengetahuan mengenai produksi atau
pengetahuan-pengetahuan mengenai fungsi-fungsi alat produksi; sesungguhnya
dengan mengkaji ilmu pengetahuan dan teknologi saja akan terbukti kesalahan
asumsi mereka, bahwa ia merupakan bagian dari penyusun masyarakat. Tidak
adanya ilmu pengetahuan dan teknologi pada diri manusia tidak akan menjadi
kendala bagi mereka dan tidak menghalangi mereka untuk menciptakan suatu
masyarakat. Selain itu, pengetahuan yang ada di Rusia sama dengan pengetahuan
yang ada di Amerika. Akan tetapi, masyarakat di Rusia berbeda dengan
masyarakat Amerika. Lebih dari itu, teknologi serta ilmu-ilmu lainnya (science)
adalah pengetahuan-pengetahuan universal yang tidak akan berbeda meskipun
berada dalam masyarakat apapun. Ia juga tidak akan berbeda meskipun diadopsi
oleh manusia yang berlainan. Dengan demikian, ilmu dan teknologi tidak
berhubungan sama sekali dengan pembentukan maupun penentuan corak
masyarakat. Perdana Menteri USSR Kruscev menyatakan, Harus dilakukan
pencermatan terhadap cara-cara kapitalisme dalam mengembangkan
produksinya. Bahkan ia sering mengatakan, Harus banyak mengambil manfaat
dari sistem kapitalisme dalam mengembangkan produksinya. Pernyataan ini
menunjukkan bahwa fakta telah mendorong kaum sosialis untuk mengakui bahwa
pengetahuan bukanlah unsur pembentuk masyarakat.
Sedangkan hubungan-hubungan produksi, sesungguhnya faktor yang
membentuk dan menyusun masyarakat adalah hubungan-hubungan kontinu yang
terjadi diantara mereka, bukan hubungan-hubungan produksi saja. Interaksi,

104
sebagaimana akan terbentuk tatkala manusia melakukan produksi, ia juga akan
terbentuk ketika mereka saling melakukan jual-beli, bekerja, wakalah, kifalah,
hibah, syufah, syirkah dan sebagainya. Manusia akan membentuk interaksi ketika
muncul kepentingan (mashlahat) diantara mereka. Sama saja, apakah
kemashlahatan itu berhubungan dengan produksi, distribusi, hubungan suami isteri,
hubungan anak, pertetanggaan, kasih sayang, dan lain-lain. Interaksi-interaksi
(hubungan-hubungan) lebih umum dibandingkan dengan hubungan produksi. Oleh
karena itu, merupakan sebuah kesalahan, menganggap hubungan-hubungan
produksi sebagai satu-satunya unsur yang membentuk masyarakat. Akan tetapi,
anggapan ini harus memasukkan seluruh hubungan-hubungan kontinu [tidak hanya
hubungan produksi saja.pentj]. Ini dari satu sisi. Dari sisi yang lain, bila
interaksi-interaksi dianggap sebagai bagian penyusun masyarakat, sesungguhnya ini
hanyalah anggapan atas fakta yang tampak saja. Akan tetapi fakta hakikinya
menunjukkan bahwa interaksi-interaksi tersebut lahir dari pandangan terhadap
mashlahat. Yang menjadi hakekat adalah unsur-unsur yang menciptakan
interaksi-interaksi, bukan interaksi-interaksi itu sendiri. Dengan demikian, paham
materialisme sejarah yang telah menjadikan hubungan-hubungan produksi sebagai
satu-satunya bagian penyusun masyarakat, atau sebagai syarat kehidupan materi
bagi masyarakat, jelas-jelas telah tampak kesalahannya.
Ini dari sisi definisi masyarakat, atau syarat-syarat kehidupan materi bagi
masyarakat. Adapun dari sisi apa yang dinamakan dengan khasiat-khasiat produksi,
maka keseluruhan pendapat ini salah total. Pendapat ini hanya dibangun
berdasarkan premis-premis belaka. Tiga khasiat ini menganggap bahwa produksi
akan terus dalam kondisi berubah dan tumbuh. Perubahan cara-cara produksi pasti
akan menyebabkan perubahan aturan masyarakat dan keluarganya; serta
perubahan pemikiran-pemikiran kemasyarakatan, pendapat-pendapat, dan dasar-
dasar politik. Cara terjadinya evolusi dan perubahan tersebut adalah sebagai
berikut; evolusi produksi dan perubahan-perubahannya diawali dengan perubahan
dan berevolusinya kekuatan produksi dan alat-alat produksi. Perubahan dan
evolusi ini akan diikuti dengan perubahan dan berevolusinya hubungan-hubungan
produksi. Sebab, pada awalnya kekuatan produksi yang ada di tengah-tengah
masyarakat mengalami perubahan dan evolusi. Dengan segera perubahan-
perubahan ini diikuti dengan perubahan hubungan-hubungan produksi diantara
manusia, yakni perubahan hubungan-hubungan ekonomi mereka. Dengan cara
seperti ini, terjadi perpindahan menuju sistem yang baru. Dalam proses seperti ini,
kekuatan produksi baru dan hubungan-hubungan produksi tidak lahir dari luar
masyarakat lama, akan tetapi ia lahir dari jantung sistem lama. Namun demikian,
pada mulanya ia tampak dengan bentuk yang sangat kuat, dan tetap kuat, hingga

105
kekuatan produksi ini mencapai batas kematangannya; dan dengan segera menjadi
kegiatan sadar dan kejam, yang mengharuskan adanya sebuah revolusi. Inilah
ringkasan tentang karakter produksi menurut mereka. Pandangan ini, tidak
diragukan salah total, dan hanya sekedar premis belaka. Untuk memahami
kesalahan pandangan ini dengan pemahaman yang mendalam, sudah seharusnya
khasiat (karakter) produksi ini dijelaskan secara rinci, satu demi satu.

16

Kaum sosialis menyatakan, bahwa karakter produksi yang pertama adalah ia


tidak akan berhenti lama pada satu titik tertentu. Ia dalam kondisi terus berubah
dan berkembang. Perubahan ini berarti perubahan pada cara-cara produksi.
Perubahan cara-cara produksi akan melahirkan perpindahan masyarakat dari
aturan satu ke aturan yang lain. Perubahan cara-cara produksi akan menyebabkan
dalam bentuk yang pasti perubahan sistem masyarakat dan keluarganya,
pemikiran-pemikiran kemasyarakatan, pendapat-pendapat dan dasar-dasar
politiknya. Sebab, perubahan cara-cara produksi akan menyebabkan leburnya
seluruh sistem kemasyarakatan dan politik menjadi leburan yang baru. Manusia
dalam berbagai level evolusi membutuhkan berbagai macam alat-alat produksi.
Oleh karena itu, mereka hidup dalam kehidupan yang berbeda-beda. Masyarakat
nomaden pertama memiliki cara-cara produksi sendiri. Budak juga memiliki cara
produksi lain. Para pembegal juga memiliki cara produksi yang lain lagi. Demikian
seterusnya. Cara berproduksi pada kelompok-kelompok tersebut berbeda satu
dengan yang lain. Oleh karena itu, aturan interaksi masyarakat, kehidupan
aqliyyah, pendapat-pendapat serta asas-asas politik di masa pengembara berbeda
dengan masa perbudakan; masa perbudakan berbeda dengan masa pembegal.
Demikianlah, aturan interaksi manusia, kehidupan aqliyyah, pendapat-pendapat
dan asas-asas politik mereka berbeda-beda tergantung pada alat-alat produksinya.
Pada dasarnya, substansi masyarakat, pemikiran-pemikiran dan pandangan-
pandangannya, pendapat-pendapat dan asas-asas politiknya ditentukan oleh alat-
alat produksi yang ada di tengah-tengah masyarakat. Ini bermakna, bahwa sejarah
evolusi masyarakat adalah sejarah evolusi dari produksi, sejarah alat-alat produksi
yang digunakan di sepanjang kehidupan, dan sejarah evolusi kekuatan produksi
dan hubungan-hubungan produksi diantara manusia. Cara untuk mempertahankan
hidup akan melahirkan pemikiran. Oleh karena itu, kita tidak boleh mengkaji
kunci yang bisa menyingkap aturan-aturan masyarakat yang ada di dalam benak
manusia, atau pada pendapat-pendapat dan pemikiran-pemikiran tentang
masyarakat. Akan tetapi, kita harus mengkajinya di dalam alat-alat produksi yang

106
mendominasi masyarakat di setiap siklus sejarah. Dengan kata lain, kita harus
mengkajinya di dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, ilmu
sejarah yang paling penting adalah kajian dan penelitian tentang aturan-aturan
produksi, aturan-aturan evolusi kekuatan produksi , hubungan-hubungan produksi,
dan aturan-aturan evolusi ekonomi masyarakat. Semuanya harus diilhami dari
aturan-aturan evolusi produksi dan aturan-aturan evolusi ekonomi masyarakat.
Walhasil, sumber dasar bagi pemikiran, pendapat-pendapat politik, sistem sosial,
dan asas-asas politik adalah aturan-aturan evolusi kekuatan produksi dan
hubungan-hubungan produksi. Dengan kata lain, asas pemikiran adalah aturan-
aturan evolusi ekonomi. Ini adalah karakter produksi yang pertama menurut
mereka. Di dalam paham tersebut ada tiga point penting. Pertama, produksi
akan terus berubah dari satu kondisi ke kondisi lain dalam bentuk yang pasti. Ia
selalu dalam kondisi berubah dan tumbuh. Yang mereka maksud dengan produksi
di sini adalah alat-alat produksi. Kedua, perubahan kekuatan produksi, yakni
teknologi yang digunakan untuk melakukan proses produksi, selain akan merubah
hubungan-hubungan produksi, ia secara pasti akan menyebabkan perubahan
aturan, perubahan pemikiran-pemikiran, pendapat-pendapat, dan asas-asas politik
yang ada di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, untuk memahami sistem yang
diterapkan di tengah-tengah masyarakat, ia tidak bisa dikaji di dalam kitab-kitab
perundangan-undangan, pemikiran-pemikiran pada pemikir dan para pembuat
hukum, akan tetapi ia harus dikaji di dalam alat-alat produksi dan pengetahuan
yang digunakan untuk melakukan produksi yaitu keahlian. Ia juga harus dikaji di
dalam hubungan-hubungan yang terjadi di antara manusia tatkala melakukan suatu
produksi. Ini adalah point-point penting yang bisa ditarik dari karakter produksi.
Bila dikaji secara mendalam, maka seluruh pandangan ini telah tampak
kesalahannya.
Adapun jika dikaitkan dengan point pertama, maka perubahan pada apa
yang disebut dengan cara-cara produksi bukanlah sebuah kemestian. Kadang-
kadang ia bisa berubah kadang-kadang tidak. Bukti yang paling sederhana adalah
dunia Islam ketika masa kekhilafahan Utsmaniyyah. Masa pemerintahan dinasti
Utsmaniyyah ini kira-kira berlangsung selama 400 tahun. Akan tetapi, di
dalamnya tidak pernah terjadi perubahan, baik pada alat-alat produksinya,
pengetahuan-pengetahuan yang digunakan untuk melakukan produksi atau
keahlian, dan hubungan-hubungan yang terjadi diantara manusia. Seandainya apa
yang dinamakan dengan cara-cara produksi selalu dalam kondisi berubah secara
pasti, tentu dunia Islam akan berpindah dari satu kondisi ke kondisi lain. Padahal
hal ini tidak pernah terjadi. Selain itu, Rusia sendiri ketika berada di zaman
kekaisaran, kondisi ini tetap berlangsung hingga beberapa kurun. Tidak disebutkan

107
bahwa di dalamnya terjadi perubahan-perubahan, baik pada alat-alat produksi,
pengetahuan mengenai produksi, atau keahlian, dan juga pada hubungan-hubungan
produksinya. Eropa yang pernah mengalami sendiri revolusi industri, dan
perubahan-perubahan alat-alat produksi, serta pengetahuan-pengetahuan produksi
yang digunakan untuk melakukan proses produksi, akan tetapi dua perkara
tersebut tidak pernah mengalami perubahan-perubahan dalam bentuk yang pasti
dan dalam bentuk yang alami pun. Dalam beberapa kurun, ia masih tetap dalam
kondisi semula. Di dalamnya tidak terjadi perubahan-perubahan. Akan tetapi,
ketika terjadi kebangkitan ilmu pengetahuan dan muncul penemuan-penemuan
baru, lahirlah revolusi industri dan terjadilah perubahan. Ini semua merupakan
bukti yang jelas bahwa perubahan atas apa yang dinamakan dengan cara-cara
produksi bukanlah sebuah kemestian. Selain itu, ia tidak berada dalam kondisi
yang selalu berubah dan tumbuh.
Adapun kesalahan yang terkandung di dalam point kedua adalah, mereka
telah menjadi alat-alat produksi dan pengetahuan-pengetahuan atau keahlian,
serta hubungan produksi sebagai sumber dari aturan, pemikiran-pemikiran,
pendapat-pendapat, serta asas-asas politik. Mereka menyatakan, bahwa
perubahan cara-cara produksi , atau alat-alat produksi, keahlian, dan hubungan-
hubungan produksi akan berlangsung secara pasti. Dari sinilah terletak
kesalahannya. Pada dasarnya, alat-alat produksi diciptakan oleh pemikiran-
pemikiran dan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya, bukan alat produksi yang
menciptakan pemikiran-pemikiran. Alat-alat produksi bukanlah faktor yang
mendorong lahirnya pemikiran-pemikiran, akan tetapi pengetahuan-
pengetahuanlah, yang menciptakan dan menemukan alat-alat produksi. Di Eropa,
revolusi tidak didorong oleh alat-alat produksi, akan tetapi didorong oleh
penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan alat-alat produksi baru.
Penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan tersebut melahirkan sebuah
kebangkitan dan inovasi-inovasi alat-alat produksi. Sedangkan keahlian yang
digunakan untuk melakukan proses produksi tidak dihasilkan dari eksperimen alat
maupun kebiasaan-kebiasaan di dalam kerja, akan tetapi ia adalah pengetahuan-
pengetahuan yang menjelaskan kesalahan-kesalahan eksperimen dan kebiasaan-
kebiasaan. Keahlian muncul dengan cara mempertentangankan eksperimen
dengan kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itu, keahlian adalah pengetahuan-
pengetahuan yang terpisah dan ia tidak didapatkan dari alat-alat maupun
pengunaan-penggunaan alat saja. Akan tetapi, keahlian itu kadang-kadang
muncul sebelum menggunakan alat, dan kadang-kadang ia telah muncul sebelum
alat itu ada. Pengetahuan seperti ini hanya berlaku khusus untuk pengetahuan-
pengetahuan tertentu dan sama sekali tidak berhubungan dengan aturan-aturan,

108
dan pendapat-pendapat politik. Bukti yang paling jelas dalam masalah ini telah
menunjukkan bahwa ahli atom di Rusia, Amerika, dan negara-negara lain, serta
ahli-ahli geografi yang ada di setiap negara sama sekali tidak berhubungan dengan
sistem negara, pemikiran-pemikiran, pendapat-pendapat dan asas-asas politik
yang ada di tengah-tengah masyarakat. Mereka tidak memberikan pengaruh
sedikitpun pada aturan, pemikiran-pemikiran, pendapat-pendapat dan asas-asas
politik , baik mereka sendiri, maupun pengetahuan yang mereka miliki.
Kenyataan ini telah menolak pernyataan yang menyatakan bahwa pengetahuan-
pengetahuan yang digunakan untuk melakukan proses produksi --atau keahlian--
merupakan sumber bagi aturan-aturan dan pemikiran-pemikiran, pendapat-
pendapat, dan asas-asas politik yang ada di tengah-tengah masyarakat. Akan
tetapi, pengetahuan-pengetahuan harus berjalan sesuai dengan aturan, bukan
sebagai sumber bagi aturan. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan
merupakan obyek bagi pemberlakuan aturan, bukan sumber bagi aturan. Pola
interaksi-interaksi yang ada di Rusia berjalan sesuai dengan aturan tertentu.
Ketika kaum sosialis berhasil mengambil alih kekuasaan dan berusaha menerapkan
sosialisme, mereka mengatur interaksi-interaksi yang ada di Rusia berjalan sesuai
dengan aturan-aturan mereka. Aturan-aturan mereka diadopsi dari Mark, atau
dari seorang pemikir, bukan berasal dari alat-alat produksi maupun hubungan-
hubungan produksi yang ada di Rusia. Sebelum ditaklukkan Islam, negeri Syam
misalnya, mengatur hubungan-hubungan diantara mereka dengan aturan tertentu.
Ketika kaum muslim berhasil menaklukkan Syam, dan menerapkan aturan Islam,
maka mereka melakukan interaksi-interaksi sesuai dengan aturan Islam. Islam
adalah ajaran yang diturunkan kepada Mohammad saw di Mekah dan Madinah.
Islam tidak diadopsi dari alat-alat produksi maupun interaksi-interaksi yang
dilakukan oleh masyarakat yang ada di negeri Syam. Walhasil, interaksi-interaksi
(yang terjadi di antara manusia.pentj) merupakan obyek bagi penerapan aturan
bukan sumber aturan. Oleh karena itu, alat-alat produksi dan keahlian, atau
pengetahuan-pengetahuan produksi bukanlah sumber bagi pemikiran-pemikiran
dan aturan-aturan masyarakat. Interaksi-interaksi yang terjadi di antara umat
manusia adalah obyek penerapan dari aturan-aturan dan pemikiran-pemikiran,
bukan sebagai sumber bagi aturan-aturan dan pemikiran-pemikiran. Dari sini
jelaslah, bahwa apa yang dinamakan dengan cara-cara produksi, bukanlah sumber
bagi aturan-aturan (sistem), pemikiran-pemikiran pendapat-pendapat dan asas-
asas politik yang ada di dalam masyarakat. Selama cara-cara produksi bukanlah
sumber dari hal-hal tersebut di atas, maka perubahan cara-cara produksi sama
sekali tidak akan menyebabkan perubahan aturan, pemikiran-pemikiran, pendapat-
pendapat, dan pendapat-pendapat politik yang ada di dalam masyarakat.

109
Selain itu, apa yang dinamakan dengan cara-cara produksi tersusun dari dua
bagian; pertama, kekuatan masyarakat yang produktif , atau manusia, alat-alat
produksi, dan pengetahuan-pengetahuan yang digunakan untuk melakukan
produksi. Kedua, hubungan-hubungan produksi. Hubungan-hubungan produksi di
sini adalah aturan yang dijalankan oleh masyarakat. Sebab, interaksi-interaksi
yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pasti harus berjalan di atas aturan-
aturan tertentu. Walhasil, arti dari perkataan mereka,Perubahan cara-cara
produksi akan menyebabkan secara pasti perubahan aturan, adalah, adanya
perubahan kekuatan produksi dan perubahan aturan yang mengatur interaksi-
interaksi (yang terjadi diantara manusia), akan menyebabkan perubahan aturan
secara pasti. Pernyataan yang menyatakan perubahan cara-cara produksi akan
menyebabkan perubahan aturan yang ada di dalam masyarakat, bermakna,
bahwa perubahan cara-cara produksi akan menyebabkan terjadinya perubahan
hubungan-hubungan produksi. Selama hubungan-hubungan produksi merupakan
bagian dari cara-cara produksi sebagaimana yang mereka nyatakan--, maka
perubahan hubungan-hubungan produksi akan menyebabkan terjadinya perubahan
hubungan-hubungan produksi. Dengan kata lain, perubahan sesuatu akan
menyebabkan perubahan sesuatu itu sendiri. Seandainya mereka menyatakan
bahwa perubahan kekuatan produksi akan menyebabkan terjadinya perubahan
aturan yang mengatur interaksi-interaksi (diantara manusia), tentunya aturan
masyarakat juga akan mengalami perubahan secara menyeluruh, sebagaimana yang
dijelaskan pada karakter ketiga. Namun, asumsi ini salah. Sebab, perubahan
aturan interaksi dan perubahan kekuatan produksi tidak akan menyebabkan
terjadinya perubahan aturan. Jika yang dimaksud adalah, bahwa kapak dan alat
penggiling tepung serta serta sistem feodal telah hilang, maka ia akan diganti
dengan traktor, pabrik, dan sistem kapitalisme. Oleh karena itu, akan terjadi
perubahan menuju sistem baru dan interaksi baru. Jawab atas pernyataan ini
adalah, bahwa perubahan interaksi-interaksi ini sesungguhnya adalah perubahan
aturan (sistem) itu sendiri. Bila interaksi itu tetap berlangsung maka aturannya
(sistem) juga tidak akan mengalami perubahan. Ketika pabrik berproduksi secara
individual dalam karakternya sebagai alat-alat yang kecil--, maka ia akan
melahirkan suatu interaksi yang bersifat individual. Selanjutnya pabrik mengalami
perubahan. Ia berkembang menjadi pabrik yang besar dan melakukan produksi
secara massal. Jika interaksi individual masih tetap dan tidak berubah,
sebagaimana halnya di Amerika Serikat, maka yang mengatur interaksi tersebut
adalah sistem kapitalisme. Jika interaksi individualnya berubah menjadi interaksi
komunal, sebagaimana halnya di Rusia, maka tetap saja sistem sosialisme yang
mengatur interaksi-interaksi tersebut. Lalu, bagaimana bisa dinyatakan, bahwa

110
perubahan cara-cara produksi atau perubahan kekuatan produksi dan hubungan-
hubungan produksi bisa mengantarkan perubahan aturan (sistem) atau perubahan
interaksi?40 Kekuatan produksi mengalami perubahan di Rusia dan Amerika secara
bersama-sama. Di kedua negara tersebut terjadi perubahan alat-alat produksi dan
pengetahuan-pengetahuan produksi (keahlian). Akan tetapi hanya interaksi yang
ada di Rusia saja yang mengalami perubahan; dari interaksi yang bersifat individual
menjadi interaksi yang bersifat komunal. Sedangkan interaksi yang ada di
Amerika tetap saja berujud interaksi yang bersifat individual. Walhasil, pendapat
mereka yang menyatakan bahwa perubahan cara-cara produksi akan menyebabkan
perubahan aturan (sistem) secara pasti adalah pendapat yang salah. Sebab,
aturan tidak mengalami perubahan dengan berubahnya interaksi-interaksinya.
Akan tetapi, perubahan interaksi hanya bisa terjadi jika aturan-aturan yang
mengatur interaksi tersebut mengalami perubahan. Dengan demikian, pendapat
ini adalah pendapat yang lemah dan kacau. Semua ini telah membuktikan
kebatilan pendapat point kedua mengenai karakter pertama. Perubahan apa
yang dinamakan dengan cara-cara produksi, tidak akan menyebabkan terjadinya
perubahan aturan. Pola interaksi-interaksi hanya akan berubah jika aturannya
turut berubah. Sedangkan alat-alat produksi dan keahlian sama sekali tidak
berhubungan dengan perubahan aturan.
Adapun mengenai point ketiga, yang mereka maksudkan adalah ilmu
sejarah. Artinya, dari peralatan-peralatan pecah belah dan tembikar, serta alat-
alat lain yang kita temukan dalam sejarah, kita bisa memahami peradaban orang-
orang yang membuat peralatan-peralatan tersebut. Kita juga bisa memahami
aturan kehidupan dan pemikiran-pemikiran mereka. Pendapat ini benar sebagian
tapi tidak secara keseluruhan. Artinya, kita tidak bisa memahami aturan-aturan
dan peradabannya secara sempurna [hanya dengan melihat pecahan tembikar
saja.pentj]. Kita hanya bisa memahami sesuatu sekadar dengan apa yang
diberikan oleh alat-alat itu saja. Kita tidak bisa mengetahui peradabannya secara
menyeluruh kecuali dari buku-buku fiqh dan perundangan-undangan, dan dari
riwayat-riwayat sahih yang bersambung kepada pemikiran pemikiran,
perundangan-undangan, dan aturan-aturan. Dengan kata lain, suatu peradaban
tidak mungkin bisa dipahami secara lengkap kecuali dari otak manusia, dan dari
pendapat-pendapat masyarakat dan pemikiran-pemikirannya, atau dari pemikiran-
pemikiran dan pemikir-pemikir itu sendiri. Akan tetapi, pengertian semacam ini,
dalam kondisi apapun tidak berhubungan dengan penciptaan aturan, akan tetapi ia

40
Menurut kaum sosialis, perubahan alat-alat produksi akan menyebabkan terjadinya perubahan
aturan. Faktanya, perubahan alat-produksi yang ada di Amerika Serikat sama sekali tidak mengubah
pola interaksi mereka yang bersifat individual. Oleh karena itu, perubahan alat-alat produksi sama
sekali tidak berhubungan dengan perubahan aturan atau sistem.

111
hanya jalan untuk memahami sejarah. Maksud mereka (kaum sosialis) bukan
seperti ini. Akan tetapi maksud mereka adalah, bahwa manusia telah membuat
aturan-aturan mereka dari alat-alat produksi yang dikuasainya. Ketika alat-alat
produksi ini berubah, maka berubahlah aturan-aturan mereka. Ini menunjukkan
bahwa kehidupan ekonomi masyarakat adalah faktor yang akan melahirkan suatu
aturan. Sebab, alat-alat produksi adalah unsur yang menunjukkan aturan yang
digunakan oleh manusia. Pandangan ini jelas-jelas salahnya. Kesalahan bisa
dilihat dari dua sisi. Pertama, adanya manusia yang menggunakan semisal,
tembikar, atau alat-alat pecah belah dari tanah liat, berwarna putih dan merah,
baik yang dibakar di atas api atau tidak, sama sekali tidak menunjukkan bahwa
aturan kehidupan dan pemikiran-pemikiran mereka bersumber (diadopsi) dari
peralatan-peralatan seperti ini. Akan tetapi, hanya menunjukkan bahwa
pemahaman merekalah yang telah meripta peralatan-peralatan tersebut.
Peralatan-peralatan itu seandainya menunjukkan, maka ia hanya akan
menunjukkan jenis pemikiran dan aturan tertentu, bukan menunjukkan bahwa
aturan dan pemikiran-pemikiran tersebut diambil dari peralatan-peralatan itu.
Manusia, yakni manusia yang ada di masa lalu maupun sekarang terus berfikir,
kemudian berusaha menuangkan pemikirannya untuk menciptakan peralatan-
peralatan tersebut; kemudian menggunakannya. Bukan peralatan-peralatan yang
mengajarinya bagaimana cara membuatnya dan bagaimana cara menggunakannya.
Orang-orang Arab yang tidak memiliki informasi mengenai penggunaan-penggunaan
suatu peralatan, tidak akan bisa membedakan antara piring yang digunakan untuk
mewadahi makanan dengan pispot yang digunakan untuk tempat buang air kecil.
Jika dua peralatan ini diberikan kepada mereka, tentu mereka akan menggunakan
keduanya untuk tempat makanan dan tempat untuk memerah susu kambing.
Tidak terlintas di dalam pemikirannya bahwa ia menggunakan suatu peralatan
tidak pada tempatnya, kecuali bila mereka diberi informasi. Peralatan-peratalan
tidak akan menunjukkan kepada seseorang tentang bagaimana cara
menggunakannya, walaupun ia bisa menunjukkan sebagian peradaban dan cara-
cara hidup manusia. Alat-alat tidak akan menunjukkan jalan hidup kepada
seseorang, meskipun ia bisa menunjukkan cara-cara yang manusia bisa hidup di
atasnya. Di sini adalah perbedaan, antara peralatan yang bisa menunjukkan
sebagian peradaban dan cara-cara hidup manusia, dengan peralatan yang menjadi
sumber bagi aturan dan pemikiran-pemikiran manusia. Dengan demikian,
pendapat yang menyatakan bahwa, kehidupan ekonomi masyarakat adalah sumber
bagi aturan yang mengatur kehidupan masyarakat, merupakan pendapat yang telah
terbukti kesalahannya.

112
Kedua, walaupun jumlah perkakas-perkakas dan peralatan-peralatan sangat
banyak dan banyak jenisnya, akan tetapi ia tidak mungkin bisa memberikan
gambaran sempurna tentang peradaban yang dihuni oleh manusia, serta sistem
aturan yang mengatur kehidupannya. Ia hanya bisa menunjukkan sebagian kecil
dari peradaban, pemikiran-pemikiran, dan aturan-aturannya. Meskipun jumlahnya
sangat banyak dan beragam, benda-benda tetap tidak bisa memberikan gambaran
sempurna. Oleh karena itu, peninggalan-peninggalan sejarah tidak mengungkap
kehidupan ekonomi secara lengkap dan sempurna. Lebih dari itu, ia tidak bisa
mengungkapkan semua pemikiran yang mendominasi di tengah-tengah masyarakat
serta seluruh aturan yang diterapkan pada saat itu. Walhasil, aturan yang
mengatur kehidupan masyarakat, sumbernya bukanlah alat-alat produksi.
Meskipun alat produksi bisa menunjukkan salah satu fakta sejarah, akan tetapi
itupun juga tidak secara sempurna. Ia hanya menunjukkan sebagian pemikiran dan
hukum. Dalam kondisi bagaimanapun, alat-alat produksi bukanlah sumber bagi
aturan dan pemikiran. Lebih dari itu, aturan tidak diadopsi dari alat-alat
produksi. Aturan-aturan hanya bisa dimengerti dari kitab-kitab fiqh, perundang-
undangan, serta riwayat-riwayat sahih yang berkaitan dengan pemikiran-pemikiran
hukum. Ini adalah kenyataan. Sesungguhnya, tidak ada seorangpun yang
menggali aturan-aturan, perundangan-perundangan, pemikiran-pemikiran,
pendapat-pendapat, serta asas-asas politiknya dari peninggalan-peninggalan
sejarah, dari peralatan-peralatan modern, maupun dari perkakas yang sering
digunakan. Akan tetapi, semua itu diagali dari pemikiran-pemikiran itu sendiri dan
dari para pemikirnya.
Uni Sovyet sendiri ketika mengadopsi pemikiran dan sistem sosialisme,
dirinya tidak pernah merujuk kepada peninggalan-peninggalan sejarah yang
mengilhamkan sebuah sistem aturan kepadanya; atau merujuk kepada perkakas-
perkakas yang sering mereka gunakan; kemudian dari perkakas-perkakas itu
diadopsi pemikiran-pemikiran dan sistem aturan. Akan tetapi, mereka
mengadopsi pemikiran-pemikiran tersebut dari buku-buku dan diskusi-diskusi.
Dengan kata lain, ia mengadopsi pemikiran dan sistem tersebut dari dan melalui
para pemikirnya. Walhasil, point ketiga telah terbukti kesalahannya. Pendapat
yang menyatakan bahwa, kehidupan ekonomi merupakan sumber dari aturan yang
mengatur masyarakat, adalah pendapat yang telah terbukti kesalahannya. Lebih
dari itu, kehidupan ekonomi ternyata tidak memberikan gambaran sempurna
sistem aturan yang mengatur masyarakat. Dengan batilnya point ketiga, maka
batillah karakter yang pertama.

113
17

Adapun mengenai karakter produksi yang kedua, sesuai dengan pendapat


kaum sosialis dinyatakan, bahwa evolusi produksi dan perubahan-perubahannya
selalu dimulai dengan berubahnya dan berevolusinya kekuatan produksi.
Perubahan dan evolusi alat-alat produksi selalu mendahului yang lainnya. Sebagai
unsur terbesar produksi, kekuatan produksi merupakan pencetus pergerakan dan
revolusi. Syarat-syarat yang menentukan bentuk masyarakat adalah: manusia,
alat-alat produksi, pengetahuan mengenai produksi atau keahlian, dan hubungan-
hubungan manusia ketika melakukan produksi. Manusia, alat-alat produksi, dan
pengetahuan mengenai produksi adalah kekuatan produksi. Inilah unsur-unsur
yang lebih dahulu mengalami perubahan. Akan tetapi pada batas tertentu, alat-
alat produksi adalah unsur yang paling awal mengalami perubahan. Pada
mulanya, kekuatan produksi yang ada di tengah-tengah masyarakat mulai
mengalami perubahan dan evolusi. Perubahannya segera diikuti dengan
perubahan-perubahan pada hubungan-hubungan produksi diantara manusia, atau
hubungan ekonomi mereka.
Akan tetapi, sudah selayaknya untuk diketahui, bahwa perubahan memang
selalu diawali dengan perubahan alat-alat produksi. Namun, ini tidak berarti
bahwa hubungan-hubungan produksi tidak memberikan pengaruh bagi evolusi
kekuatan produksi. Atau hal ini tidak berhubungan dengan evolusi kekuatan
produksi. Fakta telah menunjukkan bahwa hubungan produksi, meskipun
evolusinya berhubungan dengan evolusi kekuatan produksi, akan tetapi, siklus
hubungan produksi sangat berpengaruh bagi evolusi kekuatan produksi;
mempercepat atau memperlambatnya. Akan tetapi, perubahan selalu dimulai oleh
kekuatan produksi, pada batas tertentu oleh alat-alat produksi. Selanjutnya,
perubahannya akan diikuti oleh perubahan hubungan-hubungan produksi.
Atas dasar itu, hubungan-hubungan produksi tidak mungkin tertinggal dalam
waktu yang lama dari pertumbuhan kekuatan produksi, dan ia akan tetap berada
dalam kondisi bertentangan dengan pertumbuhan tersebut. Sebab, kekuatan
produksi, yaitu manusia, alat-alat produksi, dan pengetahuan-pengetahuan
produksi, tidak akan bisa berevolusi dengan evolusi yang sempurna kecuali bila
hubungan-hubungan produksi sejalan dengan karakter dan kondisi kekuatan
produksi, dan bila hubungan-hubungan produksi bisa memperlebar areal evolusi
secara bebas. Oleh karena itu, walaupun hubungan-hubungan produksi
tertinggal dari evolusi kekuatan produksi, akan tetapi perkara ini harus segera
dihentikan dan ia secara langsung akan berhenti-- dengan cara menyesuaikan
keduanya dengan level evolusi kekuatan produksi. Jika bisa berkesesuaian, maka

114
karakter kekuatan produksi ini akan saling bertautan (bersatu). Jika tidak, maka
kesatuan yang terkumpul dalam sistem produksi akan menyebabkan terjadinya
perbenturan antara kekuatan produksi dengan hubungan-hubungan produksi hingga
keduanya terpisah. Hal ini akan menyebabkan terputusnya seluruh produksi dan
hancurnya kekuatan produksi.
Dua contoh yang paling gamblang untuk menggambarkan kesesuaian dan
ketidaksesuaian antara hubungan-hubungan produksi dengan level evolusi kekuatan
produksi, adalah Uni Sovyet dengan negara-negara kapitalis. Ekonomi sosialisme
yang ada di Uni Sovyet dimana kepemilikan komunal terhadap alat-alat produksi
berada dalam kondisi yang berkesesuaian dengan karakter interaksi pada aktivitas
produksi; dan dimana tidak ada eksploitasi-eksploitasi ekonomi dan kehancuran
kekuatan produksi merupakan contoh kesesuaian yang sempurna antara
hubungan-hubungan produksi dengan karakter kekuatan produksi. Di negara-
negara kapitalis --dimana, kepemilikan khusus kapitalisme terhadap alat-alat
produksi sangat bertentangan dengan karakter interaksi terhadap aktivitas
produksi, atau dengan karakter kekuatan produksi-- akan ada eksploitasi-
eksploitasi ekonomi yang bisa digunakan sebagai contoh untuk menggambarkan
adanya pertentangan dan perlawanan antara hubungan-hubungan produksi dengan
karakter kekuatan produksi. Eksploitasi-eksploitasi ekonomi yang menyebabkan
kehancuran kekuatan produksi adalah produk dari pertentangan-pertentangan
tersebut. Oleh karena itu, pertentangan tersebut merupakan asas ekonomi yang
akan menggerakkan revolusi masyarakat, untuk menghancurkan hubungan-
hubungan produksi lama, dan membangun interaksi-interaksi baru yang sesuai
dengan karakter kekuatan produksi. Oleh karena itu, kekuatan produksi , yaitu
manusia, alat-alat produksi, dan pengetahuan-pengetahuan produksi tidak hanya
sebagai unsur-unsur produksi yang mencetuskan pergerakan dan revolusi saja, akan
tetapi ia juga sebagai unsur pokok dalam evolusi produksi. Sebab, evolusi
kekuatan produksi pasti akan diikuti evolusi hubungan-hubungan produksi.
Kekuatan produksi harus ada, sebagaimana hubungan-hubungan produksi.
Perubahan hubungan-hubungan produksi harus selalu mengikuti perubahan
kekuatan produksi. Kemestian semacam ini merupakan faktor yang bisa
menciptakan pertentangan diantara keduanya. Dengan kata lain, pertentangan
antara kekuatan produksi dengan hubungan-hubungan produksi akan melahirkan
suatu revolusi yang akan menghancurkan hubungan-hubungan produksi lama yang
bertentangan dengan kekuatan produksi; kemudian diciptakan hubungan-hubungan
produksi baru yang sesuai dengan karakter kekuatan produksi. Dari sini tampak
jelas, bagaimana evolusi kekuatan produksi menjadi faktor yang akan
menyebabkan terjadinya evolusi hubungan-hubungan produksi; berikutnya ia akan

115
melahirkan revolusi yang akan mengubah satu sistem menuju sistem yang lain.
Sesuai dengan evolusi dan perubahan pada kekuatan masyarakat produktif, maka
perubahan dan evolusi hubungan-hubungan produksi diantara manusia, atau
hubungan-hubungan ekonomi mereka harus mengalami perubahan. Jika
perubahan ini tidak terjadi dan muncul pertentangan diantara keduanya, maka
akan lahir suatu revolusi . Selanjutnya, ia (revolusi) akan menyebabkan terjadinya
evolusi pada interaksi-interaksi, dan akan segera diakhiri dengan cara
menyesuaikan keduanya dengan level evolusi kekuatan produksi.
Sejarah telah menetapkan lima jenis hubungan-hubungan produksi yang
paling mendasar, yakni; sistem sosialisme tingkat pertama, budak, sistem feodal,
sistem kapitalisme, dan sistem sosialisme.
Di dalam sistem sosialisme tingkat pertama, kepemilikan kolektif terhadap
alat-alat produksi merupakan asas bagi hubungan-hubungan produksi. Lalu
berdasarkan asas ini, terbentuklah karakter kekuatan produksi di masa itu.
Perkakas-perkakas batu, busur, dan anak panah yang muncul berikutnya tidak
memberikan toleransi kepada manusia untuk melakukan perjuangan secara
individual melawan kekuatan alam semesta dan hewan-hewan buas. Mereka
dipaksa untuk bekerja sama dalam bentuk serikat , jika ingin mendapatkan buah-
buahan di hutan-hutan atau berburu ikan. Jika tidak, mereka akan mati atau
dimangsa oleh binatang-binatang buas. Kerja sama (kolektif) menyebabkan
kepemilikan terhadap alat-alat produksi dan produk-produknya juga bersifat
kolektif. Dengan demikian, dalam masyarakat seperti ini tidak ada mafhum
(pemikiran) tentang kepemilikan khusus (individu) terhadap alat-alat produksi,
kecuali sebagian alat-alat produksi yang terdiri dari persenjataan untuk
mempertahankan diri dari hewan buas. Walhasil, di dalam masyarakat seperti ini
tidak ada modal dan kelas-kelas.
Di dalam sistem perbudakan, kepemilikan para pemilik budak terhadap
alat-alat produksi dan kerja, merupakan asas bagi hubungan-hubungan produksi.
Hubungan-hubungan produksi seperti ini telah membentuk kekuatan produksi di
masa itu. Di tengah-tengah masyarakat, muncul peralatan-peralatan logam,
pemeliharaan ternak, pemeliharaan tanaman pertanian, dan berbagai mata
pencaharian lainnya. Di tengah-tengah masyarakat juga lahir pembagian kerja
untuk produksi diantara kelompok-kelompok yang beragam tersebut. Di tengah-
tengah mereka juga lahir pertukaran produk-produk diantara individu-individu dan
masyarakat, serta kemungkinan tertumpuknya kekayaan pada sebagian kecil
masyarakat. Di tengah-tengah mereka juga muncul penimbunan alat-alat produksi
di tangan sekelompok kecil masyarakat. Kondisi seperti ini telah menjadikan
mayoritas harus tunduk kepada minoritas. Dalam sistem seperti ini, sudah tidak

116
ada lagi kerja kolektif yang secara bebas bisa dilakukan oleh seluruh anggota
masyarakat ketika melakukan proses produksi. Sudah tidak ada lagi kepemilikan
kolektif terhadap alat-alat produksi dan produk-produk. Sebab, kedudukannya
telah diganti dengan kepemilikan individual. Akhirnya di dalam masyarakat ada
orang yang kaya dan miskin, penanam modal dan pencari modal. Ada manusia
yang memiliki keseluruhan hak, namun ada juga manusia yang tidak memiliki hak
sama sekali. Perjuangan kelas diantara mereka tidak bisa dihindarkan lagi.
Dalam sistem feodal, kepemilikan aristokrat terhadap alat-alat produksi
dan kemungkinannya untuk memperjualbelikan pekerja, merupakan asas bagi
hubungan-hubungan produksi. Disamping ada kepemilikan aristokrat, ada juga
kepemilikan petani dan pekerja individual yang terdiri dari alat-alat produksi dan
perekonomian individual yang digunakan untuk melakukan kerja mandiri.
Hubungan-hubungan produksi seperti ini membangun kekuatan produksi di masa
itu. Pada saat itu, perbaikan besi tuang dan perataan besi, penggunaan tungku
api dan alat-alat tenun sudah umum dilakukan di tengah-tengah masyarakat.
Pertanian, perkebunan, pabrik minuman keras dan industri minyak terus
mengalami perkembangan. Lahirlah manufaktur (seluruh pekerja melakukan
kerja serentak [atau melakukan satu pekerjaan] untuk memproduksi perkakas-
perkakas yang mereka perlukan) dan bengkel-bengkel pekerja. Kekuatan
produksi baru ini menuntut pekerja untuk melahirkan inovasi dan penciptaan
produksi. Kekuatan produksi baru ini juga menuntut adanya perasaaan untuk
selalu mencipta produksi dan pentingnya melakukan kerja. Jika tidak, maka pihak
aristokrat akan memecatnya, dan akan digantikan oleh orang lain yang memiliki
perekonomian individual dan alat-alat produksi, dan orang yang serius dalam
bekerja. Di dalam sistem ini, kepemilikan khusus (individu) terus mengalami
perkembangan. Akan tetapi, investasi yang ada pada sistem ini kira-kira sama
kejamnya dengan yang ada di sistem perbudakan. Hampir-hampir, sudah tidak ada
lagi kemewahan hidup kecuali sangat sedikit. Terjadilah perjuangan kelas antara
pekerja dengan aristokrast (feodalis). Perjuangan kelas antara penanam modal
dan pencari modal bisa dianggap sebagai karakter mendasar dari sistem feodal.
Dalam sistem kapitalisme, kepemilikan kaum kapitalis terhadap alat-alat
produksi adalah asas bagi hubungan-hubungan produksi. Kaum buruh yang diupah
tidak bisa diperjualbelikan diantara mereka. Kaum buruh memiliki kebebasan-
kebebasan individual. Akan tetapi mereka tidak bisa memiliki alat-alat produksi.
Sekedar untuk bertahan hidup, kaum buruh harus menjual kemampuan kerjanya
kepada kapitalis, atau berusaha mendapatkan investasi. Akan tetapi, disamping
ada kepemilikan kapitalis terhadap alat-alat produksi, ada pula kepemilikan petani
dan pekerja khusus terhadap alat-alat produksi. Hubungan produksi semacam ini

117
akan membentuk karakter produktif di masa itu. Pabrik-pabrik dan pekerja-
pekerja raksasa yang terbuat dari mesin telah menggantikan manufaktur dan
bengkel-bengkel pekerja. Investasi-investasi modal yang dilakukan oleh kapitalis
raksasa yang menggunakan ilmu-ilmu pertanian dan mesin-mesin pertanian telah
mengganti kaum kepemilikan-kepemilikan aristokrat yang bercocok tanam dengan
menggunakan alat-alat para petani tingkat pertama. Kekuatan produksi baru ini
menuntut pekerja harus memiliki pengetahuan dan kecerdasan lebih, dan memiliki
kemampuan cukup untuk memahami alat-alat produksi agar ia bisa
mempergunakannya sebaik mungkin. Jika tidak, kaum kapitalis akan memecat
mereka dan menggantikannya dengan orang yang memiliki pengetahuan cukup
untuk membantu kaum kapitalis dalam mengoperasikan alat-alat tersebut sebaik
mungkin. Akan tetapi, keberhasilan kaum kapitalis dalam meningkatkan kuantitas
produksi barang-barang dan menurunkan harga barang-barang, justru telah
meningkatkan persaiangan yang sangat tajam dan keras. Kondisi ini
menyababkan sebagian besar pemilik modal kecil dan menengah berada diambang
kehancuran dan kebinasaan. Akhirnya, kebanyakan mereka menjadi buruh-buruh,
dan martabat mereka turun ke titik yang rendah. Akibatnya, pengendalian
(produksi) barang-barang industri telah meminta korban yang tidak masuk akal.
Dengan memegang kendali distribusi dan pengaturan produksi, serta dengan
keberhasilannya dalam mengakumulasi jutaan buruh di pabrik-pabrik dan tempat-
tempat kerja raksasa, kaum kapitalis berhasil menciptakan aktivitas produksi
dalam karakter kolektif. Akibatnya, kepemilikan alat-alat produksi bersifat
individual. Oleh karena itu, kaum kapitalis telah mengingkari kaedah-kaedah
mereka sendiri. Sebab, karakter kolektif bagi aktivitas produksi menuntut adanya
kepemilikan kolektif terhadap alat-alat produksi. Sementara itu, kepemilikan
alat-alat produksi tetap menjadi kepemilikan individual kaum kapitalis. Kondisi
semacam ini sama sekali tidak sesuai dengan karakter kolektif bagi aktivitas
produksi. Kondisi akan mendorong terjadinya pertentangan-pertentangan dan
revolusi. Sebab, hubungan-hubungan produksi, yaitu kepemilikan individu tidak
berkesesuaian dengan kondisi kekuatan produksi yaitu, produksi kolektif. Bahkan
di dalamnya sudah masuk unsur-unsur yang saling bertentangan yang tidak bisa
dihindari lagi. Dengan demikian, jelaslah bahwa di dalam punggung kapitalisme
sendiri tersimpan sebuah revolusi yang akan mendorong kepemilikan sosialistik
menggantikan posisi kepemilikan kapitalistik terhadap alat-alat produksi. Ini
berarti, bahwa perjuangan kelas adalan perbenturan yang sangat keras antara
pemilik modal dengan pencari modal, dan ini adalah karakter khas dari sistem
kapitalisme. Evolusi hubungan-hubungan produksi akan mengikuti evolusi kekuatan
produksi dan evolusi alat-alat produksi yang ada di tengah-tengah masyarakat.

118
Perubahan dan evolusi pada kekuatan produksi akan terjadi dengan sangat cepat
atau sampai terjadi perubahan dan evolusi pada hubungan-hubungan produksi.
Karl Marx menyatakan, Hubungan-hubungan kemasyarakatan saling berhubungan
dan berkaitan erat dengan kekuatan produksi. Ketika masyarakat berada dalam
kekuatan produksi baru, mereka akan segera merubah cara-cara produksi mereka.
Ketika mereka merubah cara-cara produksi mereka, atau dengan berubahnya cara-
cara untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, maka berubahlah seluruh
hubungan-hubungan kemasyarakatan mereka. Penggilingan yang digerakkan
dengan angin akan menciptakan masyarakat feodal bagi anda. Sedangkan
penggilingan yang digerakkan oleh uap, akan menciptakan masyarakat kapitalis-
industrialis bagi anda. Ia juga menyatakan, Gerakan pertumbuhan yang
berlangsung di dalam kekuatan produksi akan terjadi secara terus-menerus.
Gerakan penghancuran yang berlangsung di dalam hubungan-hubungan
kemasyarakatan juga akan terjadi secara terus-menerus. Pergerakan di dalam
pemikiran juga akan terjadi secara terus-menerus. Tidak ada satupun yang tetap
(stabil), kecuali pergerakan itu sendiri.
Inilah kesimpulan pendapat-pendapat mereka tentang produksi yang
tercantum di dalam point kedua. Pendapat ini, seluruhnya hanyalah premis-
premis filsafat belaka; mengingkari sejarah dan fakta. Pendapat ini salah total
dan tidak mengandung kebenaran sedikitpun. Pendapat mereka yang
menyatakan, bahwa evolusi dan perubahan produksi selalu dimulai dari perubahan
dan berevolusinya kekuatan produksi, adalah pendapat yang salah. Ketika Islam
datang, ia adalah sistem yang berbeda dengan sistem yang diterapkan di tengah-
tengah masyarakat. Interaksi Islam berbeda dengan interaksi yang ada di tengah-
tengah masyarakat. Namun, setelah negara Islam kuat dan terjadi penaklukan-
penaklukan, maka dimulailah kemajuan-kemajuan materi. Alat-alat produksi dan
keahlian --atau yang dinamakan dengan pengetahuan-pengetahuan produksi--
mulai mengalami perubahan. Rusia ketika berhasil digulingkan oleh partai sosialis,
negara mulai berubah; hubungan-hubungan masyarakat pun mulai mengalami
perubahan; setelah itu negara baru melakukan perbaikan-perbaikan dan
pengubahan-pengubahan terhadap alat-alat produksi tersebut. Dilaporkan bahwa
Lenin pernah diminta untuk membeli traktor-traktor pertanian dari barat untuk
memperbaiki sistem pertanian mereka. Tujuannya, agar mereka bisa bertani
dengan cara-cara yang lebih modern. Namun, Lenin menolak permintaan ini. Ia
menyatakan, bahwa kita harus memproduksi traktor-traktor, kemudian ia kita
gunakan untuk memperbaiki sistem pertanian kita. Dua contoh ini menunjukkan
dengan sangat gamblang, bahwa perubahan-perubahan masyarakat pasti akan
dimulai dari perubahan-perubahan interaksi-interaksinya. Selanjutnya, setelah

119
terjadi perubahan interaksi, akan terjadi perubahan kekuatan produksi. Demikian
juga pendapat mereka yang menyatakan bahwa hubungan-hubungan produksi
sangat mempengaruhi evolusi kekuatan produksi, mempercepat atau
memperlambatnya, adalah pendapat yang salah. Sesungguhnya, apa yang
dinamakan dengan kekuatan produksi sama sekali tidak mempengaruhi perbaikan
masyarakat, atau akan meningkatkan level interaksi yang ada di tengah-tengah
masyarakat. Akan tetapi, faktor yang akan memperbaiki masyarakat dan akan
meningkatkan level interaksi yang ada di tengah-tengah masyarakat adalah ilmu-
ilmu dan pengetahuan-pengetahuan. Oleh karena itu, jika dinisbahkan kepada
manusia, maka unsur yang bisa menciptakan industri dan penemuan-penemuan
adalah ilmu pengetahuan, bukan aturan yang diterapkan di tengah-tengah
masyarakat. Adapun, jika dinisbahkan kepada apa yang dinamakan dengan
pengetahuan-pengetahuan produksi, atau keahlian, sudah sangat jelas bahwa
hubungan-hubungan produksi sama sekali tidak berhubungan dengan perbaikan
masyarakat. Benar, aturan yang digunakan untuk mengatur interaksi-interaksi
yang ada di masyarakat kadang-kadang justru menghalangi kemajuan ilmu
pengetahuan. Kadang-kadang ia memberikan tempat bagi ilmu pengetahuan,
sehingga ilmu pengetahuan mengalami kemajuan. Akan tetapi, aturan atau
interaksi apapun tidak memiliki andil sama sekali dalam menentukan baik (atau
buruknya.pentj) industri dan penemuan-penemuan. Ia juga tidak memiliki andil
dalam mengangkat level pengetahuan-pengetahuan produksi, atau keahlian-
keahlian. Misalnya, ketika agama Nashrani mendominasi masyarakat Eropa pada
abad pertentangan, atau ketika di sana didominasi oleh aturan-aturan yang
menghalangi kemajuan ilmu dan teknologi, maka kemajuan alat-alat produksi dan
pengetahuan-perngetahuan produksi menjadi terhambat. Akan tetapi, aturan-
aturan ini berhasil dihancurkan maka science tersebar dengan cepat,. Akhirnya,
ilmu-ilmu dan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat, sehingga
melahirkan revolusi industri. Ketika Islam diterapkan pada bangsa yang telah
maju, seperti Persia dan Romawi, Islam memberikan ruang kepada ilmu dan
penemuan-penemuan. Pengetahuan-pengetahuan pun mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Akibatnya, alat-alat produksi semakin meningkat kualitasnya. Akan
tetapi, Islam sebagai sebuah aturan yang mengatur interaksi-interaksi, sama sekali
tidak memberikan pengaruh bagi ilmu pengetahuan, mempercepat atau
memperlambatnya. Ketika terjadi revolusi industri di Eropa, kaum muslim berada
dalam suatu kondisi, di mana banyak unsur-unsur terselubung yang telah
mencengkeram otak kaum muslim. Akhirnya, mereka salah dalam memahami
Islam. Kaum muslim malah menghalang-halangi kemajuan pengetahuan dan
revolusi industri. Akibatnya, mereka telah menghambat kemajuan alat-alat

120
produksi dan pengetahuan-pengetahuan produksi. Kondisi semacam ini tidak
disebabkan oleh sistem dan aturan-aturannya, ataupun dari pemikiran-pemikiran
yang terkandung di dalam aturan-aturan tersebut, akan tetapi disebabkan oleh
kemunduran pemikiran. Dengan kata lain, pemikiran-pemikiran yang digunakan
untuk mengatur interaksi-interaksi telah diubah oleh pemikiran-pemikiran yang
menghambat ilmu-ilmu dan penemuan-penemuan. Oleh karena itu, aturan
(sistem) sama sekali tidak mempengaruhi kekuatan produksi. Ia juga tidak
mempengaruhi alat-alat dan pengetahuan-pengetahuan produksi. Bukti yang
paling mudah adalah, kemajuan ilmu-ilmu dan penemuan-penemuan di Rusia dan
Amerika dewasa ini, sama sekali tidak dipengaruhi oleh aturan (sistem) yang
diterapkan di sana. Aturan sama sekali tidak menentukan kemajuan atau
kemunduran ilmu dan penemuan. Akan tetapi, maju atau mundurnya ilmu-ilmu
dan penemuan-penemuan ditentukan oleh kemajan ilmu-ilmu itu sendiri, tidak
yang lain. Pendapat yang menyatakan bahwa evolusi alat-alat produksi pasti
diikuti oleh perubahan hubungan-hubungan produksi, adalah pendapat yang jelas,
akan tetapi bertentangan dengan fakta dan jelas-jelas salahnya. Dalam
penjelasan-penjelasan mereka sendiri, mereka telah menolak pendapat semacam
ini. Adapun penolakan mereka terhadap pendapat tersebut, terlihat sangat jelas
ketika mereka menjelaskan karakter kedua dari produksi. Mereka telah berkata,
Kekuatan produksi tidak bisa mengalami perubahan secara sempurna kecuali
ketika hubungan-hubungan produksi berkesesuaian dengan karakter dan kondisi
kekuatan produksi. Jika tidak terjadi kesesuaian antara hubungan-hubungan
produksi dengan level evolusi kekuatan produksi, maka akan terjadi pertentangan
yang terhimpun dalam sistem produksi, antara kekuatan produksi dan hubungan-
hubungan produksi; sehingga menyebabkan bahaya. Kondisi ini akan
menyebabkan terjadinya kegoncangan dalam produksi. Artinya, pernyataan ini
telah menunjukkan, bahwa perubahan interaksi-interaksi belum tentu diikuti
dengan perubahan kekuatan produksi. Sebab, kadang-kadang terjadi
ketidaksesuaian, maka kesatuan itu akhirnya terurai. Walhasil, kemestian [bahwa
perubahan interaksi pasti diikuti dengan perubahan kekuatan produksi) telah
digugurkan oleh pendapat mereka sendiri. Sebab, pengertian pernyataan mereka
di atas adalah, perubahan interaksi kadang-kadang diikuti dengan perubahan
kekuatan produksi , kadang-kadang malah timbul suatu goncangan (perubahan
interaksi tidak diikuti dengan perubahan kekuatan produksi,pentj). Pernyataan
ini telah menggugurkan kemestian (bahwa perubahan interaksi pasti diikuti dengan
perubahan kekuatan produksi). Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan,
bahwa perubahan dan evolusi hubungan-hubungan produksi pasti akan diikuti oleh
perubahan dan evolusi kekuatan produksi, adalah pendapat yang tidak benar,

121
berdasarkan penjelasan mereka sendiri. Tidak bisa dinyatakan, bahwa terjadinya
kegoncangan ini diakibatkan oleh pertentangan-pertentangan yang akhirnya
menyebabkan terjadinya perpindahan menuju interaksi-interaksi (hubungan-
hubungan) yang baru. Sebab, penjelasan mereka tidak bertentangan dengan
propaganda mereka. Mereka sendiri pernah membincangkan terjadinya
keconcangan-kegoncangan; dan mereka yakin bahwa kegoncangan-kegoncangan ini
akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam interaksi-interaksi
secara pasti. Tidak bisa dinyatakan seperti itu, sebab secara prinsip mereka
telah menyatakan bahwa evolusi produksi pasti diikuti oleh perubahan hubungan-
hubungan produksi. Kemestian telah menyatakan, bahwa perubahan interaksi
pasti diikuti dengan perubahan kekuatan produksi. Ini adalah prinsip dasar dari
pendapat mereka. Artinya, ia tidak mungkin bertentangan. Akan tetapi, di
dalam penjelasan mereka dinyatakan, bahwa sesungguhnya jika tidak terjadi
kesesuaian antara hubungan-hubungan produksi dengan level evolusi kekuatan
produksi, maka akan terjadi kegoncangan di dalam produksi. Mereka telah
menetapkan, bahwa kegoncangan-kegoncangan tersebut pasti akan terjadi secara
berturut-turut. Terjadinya kegoncangan-kegoncangan yang terjadi berturut-turut
itu akan menyebabkan perubahan interaksi-interaksi. Kesimpulan mantiqnya
adalah, evolusi produksi akan menyebabkan terjadinya perubahan interasi-
interaksi secara pasti. Kegoncangan-kegoncangan yang terjadi berturut-turut
hanyalah asumsi-asumsi semata. Kadang-kadang pertentangan-pertentangan bisa
dihapuskan sehingga tidak terjadi kegoncangan-kegoncangan yang berturut-turut,
bahkan kadang-kadang sama sekali tidak terjadi kegoncangan. Dengan demikian,
pendapat yang menyatakan bahwa evolusi kekuatan produksi akan menyebabkan
terjadinya perubahan interaksi-interaksi adalah pendapat batil. Sebab, pendapat
ini disandarkan kepada kemestian terjadinya kegoncangan-kegoncangan berturut-
turut. Padahal, ia (kegoncangan-kegoncangan berturut-turut) belum tentu terjadi.
Dengan demikian, semua hal yang berhubungan dengan kegoncangan tersebut,
juga belum tentu (pasti) terjadi. Atas dasar itu, penjelasan mereka yang
menerangkan, bahwa kekuatan produksi tidak akan mampu melakukan evolusi
kecuali ketika terjadi kesesuaian antara hubungan-hubungan produksi dengan level
kekuatan produksi; bermakna, bahwa evolusi produksi tidak pasti diikuti dengan
perubahan hubungan-hubungan produksi. Sebab, kadang-kadang terjadi
kegoncangan, kadang-kadang tidak. Demikian juga, penjelasan mereka yang
menyatakan, bahwa kegoncangan-kegoncangan yang terjadi berturut-turut akan
menyebabkan terjadinya perubahan interaksi secara pasti; bermakna, bahwa jika
kegoncangan-kegoncangan berturut-turut tidak terjadi, maka tidak akan terjadi
pula perubahan interaksi-interaksi. Kegoncangan yang terjadi secara berturut-turut

122
bukanlah sebuah kemestian, bahkan kadang-kadang terjadi kesesuaian diantara
keduanya (yakni, antara hubungan-hubungan produksi dengan level evolusi
kekuatan produksi.pentj). Oleh karena itu, evolusi produksi tidak mesti
menyebabkan terjadinya perubahan interaksi-interaksi (aturan). Dengan
demikian, berdasarkan penjelasan mereka sendiri, maka poin di atas telah tampak
kesalahannya. Bukti yang menunjukkan bahwa pendapat di atas tidak benar ;
karena pertentangannya dengan fakta adalah; sesungguhnya sekitar 6 abad, kaum
muslim terus berada dalam kemajuan materi, di samping tetap berada dalam
ketinggian berfikir. Alat-alat produksi yang mereka gunakan juga mengalami
perubahan. Akan tetapi, sistem kemasyarakatan mereka, pemikiran-pemikiran,
pendapat-pendapat serta asas-asas politiknya tidak pernah mengalami perubahan.
Semuanya tetap dalam kondisi seperti semula. Ini menunjukkan, bahwa perubahan
alat-alat produksi tidak berpengaruh terhdap sistem (aturan). Selain itu,
interaksi-interaksi mereka ketika mereka masih berada di Jazirah Arab, dimana
peralatan-peralatan mereka masih sangat sederhana, tidak pernah berubah,
walaupun mereka berhasil menaklukkan Persia dan Romawi yang menggunakan
alat-alat yang lebih tinggi dan modern. Berikutnya, alat-alat mereka mengalami
perbaikan, namun interaksi-interaksi (aturan) tetap seperti kondisi semula, dan
tidak pernah berubah. Perubahan dan evolusi alat-alat produksi tidak pernah
diikuti dengan perubahan interaksi-interaksi, dan terjadinya kegoncangan-
kegoncangan. Sejak abad ke 19 masehi, di Amerika, alat-alat produksi terus
mengalami pertumbuhan dan perkembangan, akan tetapi aturan dan pemikiran-
pemikiran kemasyarakatan, pendapat-pendapat, dan asas-asas politik mereka tidak
pernah berubah. Bahkan, di sana tetap diberlakukan sistem aturan, pemikiran-
pemikiran, dan pendapat-pendapat kapitalisme; serta lembaga-lembaga
demokrasi. Di samping itu, perubahan alat-alat produksi yang terjadi secara luas
di Amerika tidak diikuti dengan perubahan dalam hubungan-hubungan produksi.
Bahkan, hubungan-hubungan itu tetap tidak berubah seperti semula. Hubungan-
hubungan kapitalistik tetap tidak lenyap.
Mereka telah memberikan sebuah asumsi, bahwa sejarah telah menetapkan
lima jenis hubungan-hubungan produksi yang paling mendasar. Di dalamnya, alat-
alat produksi terus mengalami evolusi-evolusi, yang kemudian diikuti oleh
berevolusinya hubungan-hubungan produksi. Kondisi ini telah menyebabkan
terjadinya perpindahan menuju ke sistem aturan yang baru. Masyarakat akan
berpindah dari sosialisme tingkat pertama menuju sistem budak. Selanjutnya,
dari sistem budak berpindah menuju ke sistem feodal. Dari sistem feodal
berpindah menuju sistem kapitalisme. Dari sistem kapitalisme akan berpindah ke
sistem sosialisme. Asumsi-asumsi ini telah mengingkari fakta dan sejarah.

123
Faktanya, alat-alat produksi yang ada negara-negara Eropa Timur tidak berbeda
dengan alat-alat produksi yang ada di Eropa Barat. Akan tetapi, hubungan-
hubungan produksi yang ada di negara-negara Eropa Timur berbeda dengan yang
ada Eropa Barat. Sistem aturan yang ada di negara-negara Eropa Timur berbeda
dengan sistem aturan yang ada di negara-negara Eropa Barat. Lalu, apa yang
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan? Apakah perubahan negara-negara
Eropa Timur dari sistem kapitalisme menuju sistem sosialisme, atau lebit tepatnya,
menuju sistem Demokrasi Rakyat disebabkan karena berevolusinya alat-alat
produksi, atau karena penguasaan Rusia Sosialis atas negara-negara itu?
Faktanya, alat-alat produksi yang ada di Rusia sama persis dengan alat-alat
produksi yang ada di Inggris. Namun demikian, hubungan-hubungan produksi yang
ada di Rusia berbeda dengan Inggris. Aturan masyarakat yang ada di Rusia berbeda
dengan aturan masyarakat yang ada di Amerika. Lalu, mengapa hubungan-
hubungan produksi di Inggris tidak mengalami perubahan mengikuti evolusi alat-
alat produksi? Apakah evolusi alat-alat produksi yang ada di Rusia lebih dahulu
dibandingkan dengan evolusi hubungan-hubungan produksinya, ataukah partai
sosialis terlebih dahulu menguasai pemerintahan, lalu ia mengubah interaksi-
interaksi yang ada di sana. Setelah itu baru dilakukan perbaikan-perbaikan alat-
alat produksi, sehingga hubungan-hubungan produksinya turut mengalami
perubahan. Walhasil, perubahan interaksi-interakasi terjadi lebih dahulu
dibandingkan perubahan-perubahan alat-alat produksi. Fakta ini sudah cukup
untuk menolak karakter produksi kedua . Tidak hanya itu saja, fakta ini sudah
cukup untuk menggugurkan karakter ketiga dari produksi. Sesungguhnya,
interaksi-interaksi yang terjadi diantara umat manusia sama sekali tidak
dipengaruhi oleh alat-alat produksi ataupun yang dinamakan dengan kekuatan
produksi. Perbaikan-perbaikan alat-alat produksi justru mengikuti kemajuan ilmu
pengetahuan. Interaksi-interakasi akan mengalami perubahan dari satu kondisi ke
kondisi yang lain mengikuti perubahan pandangan hidup mengenai kehidupan.
Orang yang mengamati secara mendalam kondisi dunia sejak berakhirnya perang
dunia ke II hingga sekarang, ia akan berkesimpulan bahwa kemajuan ilmu dan
adanya penemuan-penemuan baru telah mengalami kemajuan spektakuler yang
melampaui seluruh kemajuan yang telah dicapai sejak ribuan tahun yang lalu.
Dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari 18 tahun, ilmu pengetahuan
telah mengalami lompatan kemajuan yang sangat luar biasa. Seandainya
hubungan-hubungan produksi mengalami perubahan dan evolusi, sejalan dengan
perubahan-perubahan dan evolusi-evolusi yang terjadi pada kekuatan produksi,
tentu sejarah bisa dibagi menjadi puluhan tingkatan berdasarkan hubungan-
hubungan produksi yang terjadi. Ini jika dibandingkan dengan pembagian sejarah

124
menjadi lima tingkatan berdasarkan hubungan-hubungan produksi yang terjadi
pada masa-masa sebelumnya untuk mendirikan pemerintahan sosialis di Rusia.
Sebab, perubahan dan kemajuan yang terjadi dewasa ini tidak bisa dianalogkan
dengan kemajuan yang terjadi sebelumnya. Akan tetapi, fakta telah
menunjukkan bahwa hubungan-hubungan produksi, atau dengan kata lain sistem
aturan yang mengatur interaksi-interaksi (masyarakat) tidak mengalami perubahan
sedikitpun. Sistem aturan sosialisme tetap bercokol di Rusia sebagaimana adanya,
dan tidak mengalami perubahan. Padahal, Rusia telah berubah secara radikal dari
negara yang tidak memiliki persenjataan nuklir, hingga menjadi sentral negara
super power di dunia. Sistem aturan kapitalisme tetap bercokol di Amerika
sebagaimana adanya, dan tidak mengalami perubahan. Padahal, pada saat perang
dunia ke II, Amerika meskipun sudah memiliki persenjataan nuklir, akan tetapi ia
tetap saja berada dalam kondisi yang belum maju. Akan tetapi, Amerika
mengalami perubahan radikal hingga ia berhasil mengirimkan manusia untuk
berkeliling di orbit bumi, dam mengirimkan kendaraan (satelit-satelit) ke Mars dan
bulan. Amerika berusaha mengikuti jejak Rusia, dan berusaha untuk
mendahuluinya. Kemajuan ilmu pengetahuan di dunia negara ini sama sekali tidak
diikuti dengan perubahan atau evolusi hubungan-hubungan produksi. Fakta
semacam ini telah menolak pendapat mereka yang menyatakan, bahwa perubahan-
perubahan dan evolusi-evolusi yang terjadi pada kekuatan masyarakat produktif
akan selalu diikuti dengan perubahan-perubahan dan evolusi-evolusi pada
hubungan-hubungan produksi yang ada di tengah-tengah masyarakat. Jika fakta
telah membuktikan bahwa tidak terjadi satupun perubahan maupun evolusi pada
hubungan-hubungan produksi sejak 18 tahun lamanya, walaupun telah terjadi
kemajuan pada alat-alat produksi dan pengetahuan-pengetahuan produksi atau
yang dinamakan dengan kekuatan masyarakat produktif melebihi apa yang terjadi
pada ribuan tahun yang lalu. Ini bermakna, bahwa pendapat di atas [perubahan
kekuatan produksi akan menyebabkan terjadinya perubahan pada hubungan-
hubungan produksi] sama sekali tidak pernah terjadi di dalam sejarah. Dengan
demikian, fakta telah menolak pendapat yang menyatakan, bahwa sejarah terbagi
menjadi lima tingkatan berdasarkan hubungan-hubungan produksi. Fakta juga
membantah seluruh karakter produksi yang ketiga.
Adapun penolakan sejarah terhadap pendapat mereka bisa dijelaskan
sebagai berikut. Alam semesta berpindah dari sosialisme tingkat pertama menuju
sistem budak; dari sistem budak berpindah menuju sietem feodal; dari sistem
feodal berubah menjadi sistem kapitalis; dari sistem kapitalis berubah menuju
sistem sosialisme. Sejarah telah menunjukkan dengan jelas mengenai
perpindahan Rusia --yang saat itu sistemnya lebih dekat dengan sistem feodal

125
menuju sistem kapitalisme-sosialisme, serta tidak berpindahnya Eropa yang
kapitalis-industrialis itu dari sistem kapitalisme hingga sekarang ini. Sejarah juga
telah menggambarkan dengan jelas mengenai, perpindahan sistem feodal Cina
menuju sistem sosialisme, serta tidak berpindahnya Amerika yang industrialis itu
hingga sekarang. Sejarah juga menuturkan, bahwa perpindahan Jerman Timur
menuju sosialisme hanya disebabkan karena ia berhasil dikuasai oleh Rusia.
Sementara itu Jerman Barat tidak pernah berpindah dari kapitalisme hingga
sekarang. Padahal, keduanya sama-sama negara kapitalis-industrialis. Bukti
sejarah ini sudah cukup untuk menolak karakter kedua mengenai produksi.
Sesungguhnya, alat-alat produksi yang ada di Eropa mengalami kemajuan-
kemajuan kualitas, sedangkan di Rusia pada saat itu belum. Alat-alat produksi
yang ada di Amerika telah mengalami kemajuan dalam waktu yang relatif singkat.
Sedangkan alat-alat produksi yang ada di Cina masih sangat ketinggalan. Di sisi
yang lain, di Rusia terjadi perubahan-perubahan hubungan-hubungan produksi,
sedangkan di Eropa sama sekali tidak terjadi perubahan. Di Cina juga terjadi
perubahan hubungan-hubungan produksi, sedangkan di Amerika sama sekali tidak
terjadi perubahan. Alat-alat produksi dan pengetahuan-pengetahuan produksi
yang ada di seluruh Jerman mengalami kemajuan. Tidak ada perbedaan antara
apa yang dinamakan dengan Jerman Timur dengan Jerman Barat. Akan tetapi
perubahan hubungan-hubungan produksi hanya terjadi di Jerman Timur, sedangkan
di Jerman Barat tidak. Ini semakin memperkuat, bahwa tidak ada hubungan
antara perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan alat-alat produksi dan
perngetahuan-pengetahuan produksi dengan perubahan hubungan-hubungan
produksi. Kenyataan sejarah juga semakin mengukuhkan bahwa perpindahan dari
satu sistem menuju sistem lain atau apa yang mereka sebut dengan perpindahan
dari satu fase ke fase lain-- sama sekali tidak diakibatkan karena adanya
perubahan-perubahan alat-alat produksi. Oleh karena itu, pendapat yang mereka
nyatakan, bahwa sejarah itu terbagi menjadi lima fase, adalah pendapat yang
hanya didasarkan pada asumsi-asumsi belaka, bahkan hanya didasarkan pada
khayalan belaka. Dengan demikian, karakter kedua produksi telah tampak
kesalahannya.

18

Adapun karakter produksi ketiga, sebagaimana pendapat kaum sosialis


dinyatakan bahwa, kekuatan produksi baru serta hubungan-hubungan produksi yang
diterapkan di tengah-tengah masyarakat, tidak lahir dari luar masyarakat lama
setelah kehancurannya. Akan tetapi, ia lahir dari jantung sistem yang lama itu

126
sendiri. Ia bukan produk dari aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar dan
terencana, akan tetapi ia lahir secara tiba-tiba, dan terlepas dari kesadaran dan
kehendak manusia. Hal ini disebabkan oleh dua sebab. Pertama, manusia tidak
memiliki kebebasan untuk memilih alat-alat produksi. Ketika memasuki sebuah
kehidupan, setiap generasi akan mendapatkan kekuatan produksi dan hubungan-
hubungan produksi yang diciptakan oleh kerja generasi sebelumnya. Setiap
generasi baru, pada awalnya, akan menerima setiap kekuatan dan hubungan-
hubungan produksi yang telah tersedia di ranah produksi; dan akan
mengakumulasikannya, agar ia bisa memproduksi kebutuhan-kebutuhan
materinya.
Kedua: tatakala manusia melakukan perbaikan alat-alat produksi -- padahal
alat-alat produksi adalah salah satu unsur dari kekuatan produksi--, mereka tidak
menyadari implikasi-implikasi kemasyarakatan yang ditimbulkan dari perbaikan-
perbaikan alat-alat produksi ini. Mereka tidak memahaminya, bahkan tidak
terlintas sama sekali di benak mereka. Mereka hanya memikirkan kepentingan-
kepentingan mereka sehari-hari, kemudahan pekerjaan mereka, dan manfaat-
manfaat praktis yang bisa mereka dapatkan secara langsung.
Misalnya, ketika kaum kapitalis Rusia membuat kesepakatan-kesepakatan
dengan kaum kapitalis lain untuk membangun industri raksasa baru yang dilengkapi
dengan alat-alat produksi, mereka tidak pernah tanpa menyentuh kekaisaran,
dengan membiarkan petani-petani diperas habis-habisan oleh tuan-tuan tanah
raksasa, sesungguhnya mereka tidak mengetahui implikasi-implikasi
kemasyarakatan yang akan ditimbulkan oleh pertumbuhan raksasa pada kekuatan
produksi tersebut. Kaum kapitalis tidak pernah memikirkan hal itu. Mereka juga
tidak menyadari dan memahami bahwa ini adalah lompatan-lompatan penting
(kritis) bagi kekuatan produksi yang ada di tengah-tengah masyarakat, yang akan
menyebabkan terakumulasinya kekuatan masyarakat baru. Akumulasi ini akan
memudahkan kaum proletariat untuk bersatu dengan para petani, dan
menggerakkan revolusi sosialisme. Semua keinginan kaum kapitalis adalah
memperluas produk-produk industri pada batas yang maksimal, menjaga dominasi
mereka di pasar-pasar internal yang lebih besar dan luas, melakukan penimbunan-
penimbunan produksi, meraih keuntungan ekonomi nasional sebesar-besarnya.
Sekiranya kegiatan-kegiatan mereka dilakukan secara sadar, tentunya batas-batas
kepentingan mereka sehari-hari mampu melampaui kerja yang terencana. Karl
Marx menyatakan, Ketika masyarakat melakukan produksi secara kolektif untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka, mereka akan membentuk suatu interaksi
tertentu yang terlepas dari kehendak mereka. Hubungan-hubungan produksi ini
berkesesuaian dengan derajat tertentu dari evolusi kekuatan produksi materi

127
mereka. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa perubahan hubungan-hubungan
produksi dan perpindahan dari hubungan-hubungan produksi lama menuju yang
baru, keduanya terjadi dalam garis linier tanpa ada pertentangan-pertentangan
dan goncangan-goncangan, akan tetapi sebaliknya. Perpindahan ini biasanya akan
membalikkan hubungan-hubungan produksi secara revolusioner, dan dengan
terbentuknya hubungan-hubungan baru menggantikan hubungan-hubungan produksi
yang lama. Evolusi kekuatan produksi dan perubahan-perubahan hubungan-
hubungan produksi akan terjadi pada fase tertentu dalam bentuk yang tiba-tiba
dan terlepas dari kehendak manusia. Akan tetapi hal ini tidak berlangsung kecuali
hanya sesaat saja, yakni hingga terbentuknya kekuatan produksi pada tingkat yang
cukup matang untuk segera melakukan evolusi. Ketika kekuatan produksi baru
telah matang , maka ia akan mengubah hubungan-hubungan produksi yang ada dan
kelas-kelas yang menjadi penghalang sekaligus beban yang tidak bisa disingkirkan
dari jalan, kecuali dengan kegiatan sadar yang dilakukan oleh kelas-kelas baru,
dengan kerja yang radikal, atau dengan cara revolusi. Hal itu tampak pada siklus
luar biasa yang dimainkan oleh pemikiran-pemikiran masyarakat baru, lembaga-
lembaga politik baru, kekuasaan politik baru yang menyerukan untuk menghapus
hubungan-hubungan produksi lama dan melenyapkannya dengan kekuatan.
Berdasarkan pertentangan antara kekuatan produksi baru dan hubungan-hubungan
produksi lama, dan atas dasar kebutuhan-kebutuhan masyarakat lama, dan atas
dasar kebutuhan-kebutuhan masyarakat ekonomi baru, maka akan lahir pemikiran-
pemikiran kemasyaratakan baru. Pemikiran-pemikiran baru ini akan mengatur
masyarakat dan kebiasaan-kebiasaannya.. Pemikiran-pemikiran baru ini juga akan
menyatukan masyarakat di dalam pasukan politik baru, dan akan melahirkan
penguasa revolusioner baru yang akan membantu dirinya untuk menghancurkan
sistem lama di medan hubungan-hubungan produksi, menghapuskannya dengan
kekuatan, dan agar sistem yang baru bisa berkuasa di dalamnya.
Demikianlah, kegiatan manusia yang sadar akan menggantikan langkah
evolusi yang tiba-tiba, dan revolusi akan menggantikan evolusi damai. Revolusi
akan menggantikan evolusi gradual. Karl Marx menyatakan, Ketika masyarakat
melakukan produksi kolektif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya,
mereka membentuk hubungan-hubungan tertentu yang terlepas dari kehendak
mereka.. Hubungan-hubungan produksi ini berkesesuaian dengan level tertentu
dari evolusi kekuatan produksi materi mereka. Akumulasi dari hubungan-
hubungan produksi ini akan menyusun konstruks ekonomi masyarakat; yakni asas
faktual yang mendasari konstruks politik, yang berkesesuaian dengan bentuk-
bentuk tertentu dari kesadaran kemasyarakatan. Cara-cara produksi kehidupan
materi akan menentukan interaksi kehidupan sosial, politik dan pemikiran dengan

128
gambaran yang umum. Kesadaran manusia bukanlah faktor yang menentukan
kehidupan mereka, akan tetapi, justru sebaliknya. Kehidupan sosial mereka
merupakan faktor yang menentukan pemahaman mereka. Ketika kekuatan
masyarakat dalam memproduksi materi telah mencapai derajat tertentu di dalam
evolusinya, maka ia akan masuk di dalam pertentangan-pertentangan melawan
hubungan-hubungan produksi yang ada, atau melawan hubungan-hubungan
kepemilikan ini berbeda dengan pengungkapan-pengungkapan hak untuk ituyang
pada saat itu digerakkan oleh kekuatan produksi masyarakat. Setelah interaksi-
interaksi ini memiliki bentuk-bentuk akibat adanya evolusi kekuatan produksi,
maka interaksi-interaksi tersebut terikat pada kekuatan-kekuatan tersebut.
Secara otomatis, tatkala masa revolusi sosial telah terbuka, maka perubahan
sendi-sendi ekonomi akan menggoncangkan seluruh bangunan dalam bentuk yang
bertentangan, cepat dan lambat.
Inilah kesimpulan dari pendapat yang telah dikemukakan oleh kaum sosialis
pada karakter ketiga. Bila pendapat ini dikaji dengan mendalam, terbuktilah
bahwa ini adalah pendapat salah yang bertentangan dengan fakta, dan berlawanan
dengan apa yang terjadi di Rusia sendiri. Kesalahan pendapat ini bisa dibuktikan,
bahwa sesungguhnya tidak ada hubungan antara alat-alat produksi dan
pengetahuan-pengetahuan produksi dengan kekuatan produksi. Artinya, tidak ada
hubungan natara apa yang dinamakan dengan kekuatan masyarakat produksi
dengan aturan yang mengatur interaksi-interaksi masyarakat. Masing-masing tidak
saling berhubungan, dan mempengaruhi yang lain. Perubahan salah satunya tidak
akan diikuti oleh perubahan yang lainnya. Kadang-kadang interaksi-interaksi
tersebut mengalami perubahan dan perbaikan, tanpa diserta dengan adanya
perubahan atau perbaikan pada kekuatan produksi masyarakat. Dengan kata lain,
kadang-kadang aturan yang mengatur interaksi-interaksi yang ada di tengah-tengah
masyarakat mengalami perubahan menuju aturan yang lebih baik, dalam kondisi di
dalamnya tidak ada perubahan atau perbaikan alat-alat produksi dan pengetahuan-
pengetahuan produksi; sebagaimana yang terjadi pada Islam. Sesungguhnya,
Islam telah merubah kehidupan bangsa Arab dan interaksi-interaksi mereka dengan
perubahan yang radikal dan menyeluruh menuju ke arah kemajuan yang luar biasa.
Akan tetapi, di sana sama sekali tidak terjadi perubahan apapun, baik perubahan
pada alat-alat produksi maupun pengetahuan-pengetahuan produksi. Diantara
keduanya [kekuatan produksi dengan hubungan-hubungan produksi] juga tidak
pernah terjadi kesesuaian dan ketidaksesuaian. Oleh karena itu tidak bisa
dinyatakan, bahwa kekuatan produksi dan hubungan-hubungan produksi tidak lahir
dari luar masyarakat lama setelah kehencurannya, akan tetapi lahir dari jantung
sistem lama itu sendiri. Tidak bisa dinyatakan seperti itu. Sebab, sebab

129
pernyataan itu bertentangan dengan fakta. Sesungguhnya masyarakat jahiliyah
lama tidak pernah melahirkan interaksi-interaksi baru Islam. Akan tetapi, ia
(Islam) lahir dari luar masyarakat jahiliyah, kemudian Islam datang dan
menghapuskan keberadaannya. Masalah ini sama sekali tidak berhubungan dengan
dengan alat-alat produksi dan pengetahuan-pengetahuan produksi . Selain itu,
masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih alat produksi dan pengetahuan-
pengetahuan produksi yang dikehendakinya. Mereka tidak dipaksa untuk menerima
apa yang telah diciptakan oleh nenek moyangnya. Mereka juga tidak dipaksa untuk
menerima sebagian alat-alat produksi, pengetahuan-pengetahuan produksi, dan
sistem aturan. Akan tetapi, mereka memiliki kebebasan untuk memilih. Oleh
karena itu, kemajuan materi terjadi pada alat-alat produksi dan pengetahuan-
pengetahuan produksi. Sebab, seandainya mereka dipaksa untuk menerima alat-
alat produksi yang ada di depan mereka, tentu tidak akan terjadi kemajuan dan
perbaikan (alat-alat produksi dan pengetahuan-pengetahuan produksi). Dengan
demikian, masyarakat berhak untuk melakukan pilihan, dan sama sekali tidak
dipaksa. Di samping itu, upaya-upaya mereka untuk memperbaiki alat-alat
produksi dan pengetahuan-pengetahuan produksi hanya akan lahir dari sebuah
kesadaran dan pemahaman. Perbaikan terhadap alat-alat dan pengetahuan-
pengetahuan produksi ini disebabkan karena mereka menganggap bahwa alat-alat
dan pengetahuan-pengetahuan produksi tersebut sudah tidak layak lagi, sehingga
harus dilakukan upaya perbaikan. Sedangkan kesadaran atau ketidaksadaran
mereka terhadap implikasi yang ditimbulkan dari perbaikan alat dan pengetahuan
produksi ini terhadap hubungan-hubungan produksi, sama sekali tidak berkaitan
dengan topik yang dipermasalahkan. Ketidaksadaran atau kesadaran akan
implikasinya, juga bukan karena mereka mengabaikan atau tidak memahami
pengaruh tersebut. Dengan kata lain, apa yang dinyatakan oleh kaum sosialis,
bahwa masyarakat tidak akan menyadari implikasi-implikasi sosial yang
ditimbulkan dari perbaikan-perbaikan alat-alat produksi , adalah pendapat yang
tidak benar. Sesungguhnya, perbaikan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap
alat-alat produksi sama sekali tidak disebabkan karena mereka mengabaikan atau
tidak memahaminya, sebegaimana kata orang sosialis, akan tetapi karena masalah
ini memang bukan topik yang seharusnya dibahas. Dengan kata lain, perubahan
sistem aturan adalah suatu masalah yang tidak berhubungan dengan topik
perbaikan alat-alat dan pengetahuan-pengetahuan produksi. Sebab, keduanya
tidak memiliki hubungan sama sekali. Perbaikan alat-alat produksi dan
pengetahuan-pengetahuan produksi hanya berkaitan dengan ilmu-ilmu dan
penemuan-penemuan. Sedangan sistem aturan atau menurut istilah mereka
interaksi-interaksi hanya berhubungan dengan pemikiran-pemikiran dan sudut

130
pandang kehidupan. Oleh karena itu, masyarakat ketika melakukan perbaikan
pada alat-alat produksi, dimana ia (alat-alat produksi) merupakan salah satu unsur
kekuatan produksi; atau melakukan perbaikan pada pengetahuan-pengetahuan
produksi atau keahlian, mereka sama sekali tidak pernah berfikir bahwa semua ini
berhubungan dengan aturan yang mengatur kehidupan mereka atau interaksi
menurut istilah mereka. Sebab, fakta telah menunjukkan bahwa, kemajuan salah
satunya sama sekali tidak berhubungan dengan kemunduran yang lainnya. Oleh
karena itu, wajar saja jika masyarakat tidak memperhatikan hal ini. Adapun
pendapat mereka kaum sosialisyang menyatakan, bahwa masuknya perkakas
logam, yakni revolusi pada produksi, akhirnya akan menyebabkan terjadinya
perpindahan dari sistem sosialisme tingkat pertama menuju sistem budak. Ketika
anggota masyarakat sosialisme tingkat pertama melakukan perbaikan-perbaikan
peralatan-peralatan mereka, kemudian berpindah dari perkakas batu menuju
perkakas logam, mereka tidak menyadari dan memahami hal itu; bahkan sama
sekali tidak terlintas di benar mereka. Pendapat yang menyatakan bahwa sistem
budak lahir dari adanya perbaikan-perbaikan perkakas batu menjadi perkakas
logam, adalah pendapat yang didasarkan pada asumsi dan khayalan saja.
Perkakas-perkakas logam telah ada sejah ribuan tahun yang lalu, sedangkan sistem
budak pernah mendominasi dunia hingga puluhan tahun lamanya. Sistem budak
tidak pernah lenyap dari muka bumi ini hanya karena perkakas batu berubah
menjadi perkakas logam. Ketika sistem budak lenyap dari dunia ini, saat itu dunia
sedang mengalami revolusi industri dan munculnya industri-industri raksasa. Akan
tetapi, lenyapnya sistem budak disebabkan karena munculnya pemikiran-pemikiran
baru yang menginginkan dihapuskannya sistem itu. Pihak yang menghapuskan
perbudakan internasional dan melakukan upaya untuk menghapuskan sistem itu
adalah negara-negara imperialis. Penghapusan perbudakan di sini, bukan untuk
menghapuskan sistem perbudakannya, akan tetapi hanya mengubah dari
perbudakan individu menjadi perbudakan bangsa. Pendapat yang menyatakan,
bahwa masyarakat yang hidup di fase sosialisme tingkat pertama tidak memahami
bahwa perbaikan-perbaikan perkakas mereka dari perkakas batu menjadi perkakas
logam akan menyebabkan terjadinya implikasi sosial, yakni munculnya sistem
budak, adalah pendapat yang bertentangan dengan kenyataan. Pendapat ini
hanyalah asumsi dan khayalan belaka. Demikian juga pernyataan mereka yang
menyatakan, bahwa kaum kapitalis Rusia ketika membangun industri-industri
raksasa di Rusia, mereka tidak memahami implikasi sosial yang akan ditimbulkan
oleh industri-industri raksasa ini; yakni terjadinya akumulasi kekuatan buruk dan
pertama dan terjadinya revolusi sosialis yang akan menerapkan sistem sosialisme;
adalah pendapat yang bertentangan dengan fakta dan hanya berwujud asumsi

131
belaka. Pembangunan industri-industri raksasa tidak akan mengakibatkan
terakumulasinya kekuatan buruh dan petani; serta terjadinya revolusi sosialisme.
Buktinya, industri-industri raksasa ini telah berdiri di Eropa, Amerika, sebelum
berdiri di Rusia. Akan tetapi, hal ini tidak mengakibatkan terakumulasinya kaum
buruh dan petani; serta tidak mengakibatkan terjadinya revolusi sosialisme.
Revolusi yang terjadi di Rusia sendiri tidak diakibatkan karena berdirinya industri-
industri raksasa. Adanya industri-industri raksasa ini sama sekali tidak berhubungan
dengan revolusi yang terjadi di sana. Bahkan ia tidak berkaitan sama sekali
dengan lahirnya sistem sosialisme di Rusia. Semua ini menunjukkan dengan jelas,
bahwa pendapat mereka yang menyatakan, bahwa perubahan kekuatan produksi
serta alat-alat produksi yang terjadi di dalam sistem yang lama akan semakin
menonjol dan terlepas dari kesadaran manusia, akan tetapi perbaikan-perbaikan
yang mereka lakukan terhadap kekuatan produksi akan mengantarkan kepada
perubahan sistem. Pendapat semacam ini salah, bertentangan dengan fakta, dan
mengingkari kenyataan dan fakta-fakta sejarah. Pendapat ini juga bertentangan
dengan apa yang terjadi di Rusia sendiri. Perubahan yang terjadi di Rusia
disebabkan karena, para penguasa sosialis berusaha mengubah hubungan-hubungan
produksi yang ada di sana, bukan disebabkan karena berubahnya alat-alat produksi
. Bahkan, perubahan itu dilakukan oleh penguasa baru dengan jalan
menghancurkan aturan lama dengan kekuatan. Alat-alat produksi yang ada di
Rusia dan di Cina, sebelum terjadinya revolusi sosialisme yakni ketika keduanya
masih berada di jaman feodal sama persis dengan alat-alat produksi ketika
meletus revolusi. Pada dasarnya, revolusi yang terjadi di Rusia, adalah revolusi
untuk menghancurkan sistem lama kemudian dibentuk sistem yang baru. Sebab,
mereka memiliki pemikiran-pemikiran tertentu yang harus diterapkan melalui
tangan besi. Ini menunjukkan dengan jelas, bahwa perubahan interaksi-interaksi
terjadi sebelum berlangsungnya perubahan-perubahan alat-alat produksi.
Sesungguhnya, perubahan yang terjadi di Rusia berlangsung dengan cara kekuatan.
Perubahan alat produksi terjadi setelah diterapkannya sistem baru, bukan ketika
sistem lama masih ada. Ini membuktikan bahwa asumsi mereka benar-benar telah
salah.
Sedangkan pendapat mereka yang menyatakan, bahwa perubahan
hubungan-hubungan produksi serta perpindahan dari hubungan-hubungan produksi
lama menuju hubungan-hubungan produksi baru, pada mulanya terjadi secara tiba-
tiba, kemudian akan terjadi secara revolusioner; juga bertolak belakang dengan
revolusi sosialisme sendiri. Sebenarnya, pemikiran-pemikiran sosialisme mulai
muncul pada pertengahan pertama kurun ke 19, sedangkan seruan untuk
melakukan revolusi sudah dilakukan sejak awal. Pada tahun 1905 terjadi suatu

132
revolusi akan tetapi gagal. Selanjutnya muncul revolusi Pebruari pada tahun 1917,
akan tetapi juga gagal. Selanjutnya muncul lagi revolusi di Cesena I pada tahun
1917, dan berhasil; yakni perubahan kekuatan pada hubungan-hubungan produksi.
Akan tetapi, faktor yang menyebabkan revolusi adalah berkembangnya pemikiran-
pemikiran revolusi yang mendorong meletusnya revolusi, akan tetapi kemudian
gagal. Sementara itu, perubahan-perubahan pada hubungan-hubungan produksi
sama sekali belum pernah terjadi. Namun, setelah revolusi Cesena I yang terjadi
pada tahun 1917 berhasil, kaum sosialis berusaha merebut kunci-kunci kekuasaan
untuk melakukan perubahan terhadap hubungan-hubungan produksi, bukan dengan
kekuatan, akan tetapi melalui penguasa-penguasa negara yang memerintah dengan
tangan besi.
Selain itu, Jepang telah membangun industri-industri besar sebelum perang
dunia ke II, dan di sana terjadi pertumbuhan alat-alat produksi yang sangat luar
biasa. Akan tetapi, hal itu sama sekali tidak menyebabkan terjadinya perubahan
pada hubungan-hubungan produksi, tidak dengan cara kekuatan maupun revolusi.
Akan tetapi, hubungan-hubungan produksi di Jepang tetap tidak mengalami
perubahan. Ini adalah bukti yang bisa membantah propaganda-propaganda bahwa
lahirnya industri-industri raksasa di Rusia telah menyebabkan terakumulasinya
kekuatan produksi baru dengan bentuk yang kuat, kemudian kekuatan ini berbalik
menjadi kekuatan revolusioner. Sebab, seandainya hal ini yang benar-benar
terjadi di Rusia, tentu hal yang sama juga akan terjadi di negara-negara selain
Rusia, seperti Jepang misalnya. Akan tetapi, hal itu tidak pernah terjadi secara
mutlak. Semua ini menunjukkan, bahwa revolusi yang terjadi di Rusia tidak
disebabkan karena lahirnya industri-industri raksasa, akan tetapi disebabkan
karena, pemikiran-pemikiran yang diadopsi oleh partai telah mengakumulasi
sejumlah kekuatan untuk menggulingkan kekuasaan. Inilah fakta yang sebenarnya
terjadi. Oleh karena itu, pendapat ini telah terbukti kesalahannya.
Seluruh paparan di atas telah menjelaskan, bahwa perubahan dan
perbaikan alat-alat produksi sama sekali tidak menyebabkan perubahan interaksi-
interkasi, tidak dalam bentuk yang pasti maupun tidak pasti. Satu dengan yang
lain tidak berkaitan sama sekali. Dalam masalah ini, bukti sejarah telah
membuktikan, bahwa, perubahan-perubahan alat-alat produksi pada diri kaum
muslim telah terjadi dalam beberapa kurun. Namun demikian, interaksi-
interaksinya sama sekali tidak berubah sebagaimana semula. Bukti faktual untuk
masalah ini juga menunjukkan, bahwa perubahan-perubahan alat-alat produksi d
Amerika, Jepang, dan negara-negara Eropa tidak diikuti dengan perubahan pada
interaksi-interaksi sosialnya. Jika point ini telah gugur, maka gugur pula
materialisme-sejarah dan karakter-karakter produksi. Sebab, seluruh pendapat di

133
atas dibangun di atas point ini. Ini bisa dimengerti, sebab, menurut mereka,
perubahan selalu dimulai dari alat-alat produksi. Perubahan ini akan diikuti oleh
perubahan hubungan-hubungan produksi agar ia berkesesuaian dengan perubahan
alat produksi. Ketidaksesuaiannya akan menyebabkan terjadinya pertentangan-
pertentangan. Pertentangan-pertentangan ini akan melahirkan perjuangan sisi-sisi
yang saling berlawanan. Secara otomatis akan terjadi perubahan untuk
menyesuaikan hubungan-hubungan produksi dengan alat-alat produksi. Inilah garis
perjalanan menurut mereka. Jika telah terbukti bahwa alat-alat produksi sama
sekali tidak berkaitan dengan hubungan-hubungan produksi, maka kesesuaian-
kesesuaian, pertentangan-pertentangan, dan perjuangan sisi-sisi yang saling
berlawanan yang dibangun di atasnya hanya menjadi khayalan dan angan-angan
belaka. Sebab, semua ini tidak pernah ada di dalam kenyataan. Walhasil, seluruh
pandangan mereka telah gugur dengan sangat menyakinkan. Selain itu, dari sisi
aturan juga telah terbukti dengan sangat menyakinkan bahwa alat-alat produksi
tidak mempengaruhi dan terpengaruh oleh hubungan-hubungan produksi.
Walhasil, materialisme sejarah adalah pandangan yang keliru, sekedar asumi,
bahkan hanya sekedar angan-angan dan khayalan belaka.

134
Kemunculan sistem ekonomi sosialis bermula dari gagalnya sistem kapitalis
mendistribusikan barang dan jasa di tengah-tengah masyarakat. Kegagalan pada
aspek distribusi ini mengakibatkan terjadinya berbagai bentuk penindasan,
eksploitasi, kemiskinan, jurang kesenjangan yang semakin melebar antara si kaya
dan miskin, serta menumpuknya berbagai macam problem social41.
Kondisi seperti ini mendorong Marx untuk memformulakan gagasan-gagasan
sosialisme-komunisme-nya sebagai wujud penolakan terhadap sistem Kapitalisme.
Secara umum, sistem ekonomi sosialis memiliki konsep dasar sebagai
berikut.
Pertama, mewujudkan kesamaan secara riil (equality). Kedua, penghapusan
kepemilikan individu (private property), baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Ketiga; mengatur produksi dan distribusi secara kolektif.42
Dari sisi pewujudan kesamaan secara riil, terdapat perbedaan pendapat
pada aliran sosialisme. Ada sekelompok aliran yang disebut dengan "kesamaan
pemanfaatan". Yaitu, kesamaan yang berhubungan dengan apa-apa yang dapat
dimanfaatkan. Aliran ini berpendapat bahwa, setiap individu akan diberi sesuatu
yang sama, sebagaimana yang lain.
Ada pula sekelompok yang disebut dengan "kesamaan kemampuan", yakni
pembagian kerja harus didasarkan pada kemampuan masing-masing orang, dan
pembagian produksi didasarkan pada kebutuhan individu.43
Ada juga, aliran yang disebut dengan "kesamaan alat-alat produksi, ditinjau
dari sisi bahwa benda (materi) pada kenyataannya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan setiap individu; sehingga mutlak mengikuti kaedah distribusi, "Masing-
masing sesuai dengan kekuatannya (kemampuannya), dan masing-masing
mendapatkan sesuai dengan kerjanya (aktivitas).44
Sedangkan dari aspek penghapusan kepemilikan individu (private property)
mereka berbeda pendapat. Ada yang menyatakan bahwa kepemilikan individu

41
Walaupun pada kenyataannya, sistem ekonomi sosialis tidak kalah bobroknya dengan sistem
ekonomi kapitalis. Ini terlihat dengan gagalnya, Sovyet, dan negara-negara Eropa Timur untuk
membangun perekonomian ideal sebagaimana yang dianggit oleh para ekonom sosialis.
42
Taqiyyuddin al-Nabhani, Nidzam al-Iqtishadiy fi al-Islaam (Sistem Ekonomi Dalam Islam), ed. IV,
1990, Daar al-Ummah, Beirut, hal. 42
43
ibid. hal. 42. Aliran ini (kesamaan suyu'iyah) mendasarkan pembagian ini dengan suatu kaedah,
"Setiap orang (akan diberi pekerjaan) sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya; dan masing-
masing akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-masing. Lihat pula
karangan 'Abd al-Rahman al-Maalikiy, al-Siyaasat al-Iqtishaadiyyah al-Mitsla, 1963,tanpa
penerbit, hal. 21-22.
44
Ibid. hal. 42

135
harus dihapus secara total. Ini yang disebut dengan aliran Komunisme. Aliran lain,
menyatakan bahwa kepemilikan individu yang harus dihapuskan adalah
kepemilikan yang berhubungan dengan barang-barang produktif, atau disebut
dengan capital (modal). Dengan demikian aliran ini menghapuskan kepemilikan
individu pada barang-barang yang dapat menghasilkan faktor produksi, semisal,
tanah, rel, industri, pertambangan, rumah yang disewakan, pabrik, dll. Namun,
mereka masih mentolerir kepemilikan terhadap barang-barang yang bersifat
konsumtif. Begitu pula kepemilikan rumah yang sekedar untuk tempat tinggal
(bukan untuk disewakan). Aliran ini disebut dengan Sosialis-Kapitalis. Ada pula
aliran yang disebut dengan Sosialis-Pertanian. Aliran ini berpendapat bahwa
kepemilikan individu yang harus dihapuskan hanya menyangkut kepemilikan tanah
pertanian, tidak lebih dari itu. Ada pula yang menyatakan bahwa, "Dilihat dahulu
setiap hal yang didalamnya terdapat kepentingan umum yang bisa merubah
kepemilikan khusus (individu) kepada kepemilikan umum. Dan membatasi para
pemilik dalam banyak hal agar negara (pembuat undang-undang), membuat
batasan-batasan tertinggi untuk sewa dan batas terendah terhadap upah. Namun,
pekerja dibiarkan mendapatkan modal dan sebagainya." Aliran inilah yang disebut
dengan Sosialis Negara.45
Dari sisi penentuan sarana yang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan
tujuan-tujuan, dalam aliran sosialisme terjadi perbedaan pendapat. Ada aliran
yang beranggapan bahwa kebebasan para pekerja, dan tenaga kerja, sebagai alat
untuk mewujudkan masyarakat komunis. Semisal dengan cara memperbanyak
kerja, dan merusak alat produksi, dan menyebarkan etos kerja di kalangan
pekerja, serta persiapan-persiapan lainnya, sehingga pada suatu titik,
perekonomian terhenti sama sekali, yang mengakibatkan runtuhnya sistem
ekonomi kapitalis. Sedangkan Sosialis Marxisme, berpendapat bahwa hukum evolusi
sosial sudah cukup untuk menghancurkan sistem ekonomi yang ada. Sedangkan
Sosialis Negara, berpendapat bahwa undang-undang-lah sebagai cara untuk
menerapkan pemikiran-pemikiran dan sistem sosialisme. Mereka berasumsi bahwa
dengan adanya undang-undang itu maka akan terjaga kepentingan masyarakat
umum serta perbaikan kondisi pekerja.46
Mereka juga berbeda pendapat dalam melihat institusi yang akan
mengendalikan proyek-proyek dalam sistem sosialisme. Sosialis Kapitalis
berpendapat bahwa pengendalian proyek --produksi dan distribusi-- diserahkan
kepada negara. Sedangkan aliran yang lain berpendapat bahwa pengendalian

45
Ibid. hal. 43.
46
Ibid, hal. 43

136
distribusi diserahkan kepada sekelompok pekerja yang terorganisis di bawah
komando pemimpin-pemimpin mereka.47
Teori Mark yang sangat berpengaruh adalah teori mengenai nilai (value).
Walaupun sebenarnya teori tentang nilai yang dikemukakan Mark diambil dari teori
tentang nilai ini dari pemikir Kapitalis, namun kecerdikan Mark adalah, ia
menggunakan teori nilai tersebut untuk menyerang konsep ekonomi kapitalis.
Adam Smith --bapak ekonomi Kapitalis- mendefiniskan nilai sebagai berikut, "Nilai
barang apapun tergantung pada tenaga yang dicurahkan untuk menghasilkan
barang tersebut. Karena itu, nilai barang yang proses produksinya menghabiskan
waktu dua jam tentu melebihi nilai barang yang produksinya membutuhkan waktu
satu jam".48 Kemudian Richardo, mencoba menjelaskan teori usaha tersebut, dan
ia mendefinisikan nilai sebagai berikut, "Yang menentukan nilai barang tersebut
bukan semata-mata kadar usaha yang secara langsung dikorbankan untuk
menghasilkannya, tetapi juga pada usaha yang telah dikorbankan sebelumnya
untuk menghasilkan alat-alat dan perlengkapan-perlengkapan yang digunakan
dalam proses produksi.49
Karl Marx mengambil teori nilai Richardo tersebut untuk menyerang
pemilikan individu sistem Kapitalis. Marx menyatakan, bahwa sumber satu-satunya
nilai adalah usaha yang dikorbankan untuk memproduksi suatu barang. Kapitalis
telah membeli tenaga kerja para buruh dengan harga sebatas kebutuhan hidup
pekerja, sedangkan pekerja mencurahkan tenaganya untuk memproduksi barang,
yang harga barang tersebut nilainya jauh lebih tinggi dari upah yang diberikan
kepada mereka. Karl Marx menyebut hal ini sebagai surplus labour and value (nilai
lebih tenaga kerja). Yakni perbedaan antara upaah riil yang diterima buruh,
dengan apa yang diproduksi oleh buruh. Marx menilai bahwa selama ini hak
pekerja (nilai lebih tadi), telah dirampas oleh pemilik modal atau pemilik kerjaan
dengan bersembunyi dibalik apa yang dinamakan pendapatan, laba, manfaat modal
(capital utility), yang sebelumnya tidak pernah ada.
Sedangkan untuk menerapkan pemikiran-pemikirannya Marx menyakini
bahwa dengan materialisme sejarah (historical materialism). Dalam Manifesto
Partai Komunis, Karl Marx dan Friedrich Engels (1848), menyebutkan pada bab I.
Kaum Borjuis dan Kaum Proletar," Sejarah dari semua masyarakat50: yang ada

47
Ibid, hal. 43.
48
Lihat, Taqiyyuddin, Nidzam al-Iqtishaadiy fi al-Islaam, ed. iv, 1990, Daar al-Ummah, Beirut; hal.
44.
49
Ibid, hal. 44.
50
Yang dimaksud dengan borjuasi adalah klas kaum Kapitalis modern, pemilik-pemilik alat-alat
produksi sosial dan pemakai-pemakai kerja upahan. Dengan proletariat dimaksudkan klas kaum
pekerja-upahan modern yang, karena tidak mempunyai alat-alat produksi sendiri, terpaksa

137
hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas. Orang-merdeka dan budak,
patrisir dan plebejer51, tuan bangsawan dan hamba, tukang-ahli52 dan tukang
pembantu, pendeknya: penindas dan yang tertindas, senantiasa ada dalam
pertentangan satu dengan yang lain, melakukan perjuangan yang tiada putus-
putusnya, kadang-kadang dengan tersembunyi, kadang-kadang dengan terang-
terangan, suatu perjuangan yang setiap kali berakhir dengan penyusunan-kembali
masyarakat umumnya atau dengan sama-sama binasanya kelas-kelas yang
bermusuhan.... Masyarakat borjuis modern yang timbul dari runtuhan masyarakat
feodal tidak menghilangkan pertentangan-pertentangan kelas. Ia hanya
menciptakan kelas-kelas baru, syarat-syarat penindasan baru, bentuk-bentuk
perjuangan baru sebagai ganti yang lampau.."53. Marx berasumsi bahwa perubahan
masyarakat kapitalis menunju masyarakat sosialis (komunis), akan berjalan
mengikuti hukum dialektika --(materialisme historis), tanpa ada intervensi dari
manapun.
Dengan demikian dalam merubah masyarakat, Marx mempercayakan penuh
kepada materialisme historis. Secara ringkas pandangan Mark dapat diringkas
sebagai berikut, " Sistem masyarakat apapun, sebenarnya akibat dari suatu kondisi
ekonomi, dimana satu-satunya sebab perubahan-perubahan tersebut dikembalikan
pada satu hal, yakni perjuangan kelas (classes struggle). Dimana tujuan dari
classes struggle ini adalah memperbaiki kondisi ekonomi. Sejarah telah
menunjukkan bahwa kelas yang tertindas, atau kelas yang lebih dominan
jumlahnya akan terus berjuang, yang di akhirnya akan dimenangkan oleh kelompok
tertindas, dan dominan tersebut. Inilah yang disebut dengan teori evolusi sosial.54
Pada masa dahulu, perjuangan kelas dilakukan oleh kelas budak terhadap
kelas orang-orang yang merdeka. Kemudian antara kelas orang terpandang dengan
kelas orang awam. Setelah itu kelas terpandang dengan petani, kemudian antara
kelas pemimpin formal dengan kelas pemimpin non-formal dalam masyarakat
majemuk. Tahap akhir dari perjuangan menunjukkan bahwa kelas yang dominan

menjual tenaga kerja mereka untuk dapat hidup (Keterangan Engels pada edisi Inggris tahun
1888).
51
Kaum patrisir dan plebejer adalah klas-klas di Roma Kuno. Kaum patrisir adalah klas pemilik tanah
besar yang berkuasa, yang menguasai tanah dan negara. Kaum plebeyer (dari perkataan pleb -
rakjat jelata) adalah klas wargakota yang merdeka, tetapi tidak mempunyai hak penuh sebagai
wargakota. Untuk mengetahui klas-klas di Roma hingga soal yang sekecil-kecilnya lihatlah buku
Engels, Asal-usul Keluarga, Hak Milik Perseorangan dan Negara.
52
Tukang-ahli, yaitu seorang anggota penuh dari suata gilde, seorang ahli di dalam gilde, tetapi
bukan kepala gilde.(Keterangan Engels pada edisi Inggris tahun 1888).
53
Karl Marx dan Friedrich Engels (1848), Manifesto Partai Komunis, Cetakan Ketiga Yayasan
Pembaruan, Jakarta 1959
54
Lihat Taqiyyuddin,Nidzam al-Iqtishaadiy fi al-Islaam, hal. 45. Lihat pula Karl Marx dan
Friederich Engels, Manifesto Partai Komunis, cet.iii, Yayasan Pembaruan, Jakarya, 1959.

138
jumlahnya (yakni kaum tertindas) akan menang. Namun kelompok yang menang ini
pada perkembangan berikutnya akan menjadi penindas-penindas baru. Pergerakan
ini mengikuti hukum dialektika, dimana negasi lama akan menjadi sinthesa baru,
kemudian dicarikan antithesanya, kemudian dari proses dialektika muncul negasi
baru, akibat kontradiksi intern.55
Namun sejak revolusi Perancis, perjuangan kelas telah berubah. Yakni
perjuangan antara kelas menengah (borjuis) dengan kelas para pekerja (proletar),
dimana yang menang akan menjadi pengendali atas proyek-proyek perekonomian
dan menjadi pemilik modal atau menjadi kelompok konservatif. Dengan cara inilah
kelas proletar bangkit melawan kelas borjuis, dimana menurut Marx, konfrontasi
ini dikembalikan pada satu sebab, yakni faktor ekonomi56.
Pertentangan kelas ini terjadi, karena kaedah kepemilikan tidak berjalan
sebagaimana kaedah produksi. Pada suatu saat produksi tidak mungkin dilakukan
dengan sendirian --ekonomi kuno--, namun kini produksi telah melibatkan individu-
individu lain (bersifat kolektif). Masing-masing individu bekerja sama untuk
melakukan proses produksi. Namun pada saat yang sama, sistem kepemilikan tidak
berubah (-- menjadi kolektif), namun tetap menjadi kepemilikan individu. Sistem
kepemilikan tidak berubah seiring dengan perubahan sistem produksi. Dimana hal
ini mengakibatkan kaum proletar tidak mungkin memiliki modal, walaupun
kenyataannya ia ikut berproduksi. Ia tetap berada di bawah kelas kapitalis ,
padahal kaum kapitalis tidak pernah ikut secara langsung proses produksi. Namun
kaum kapitalis terus menghisap kerja kaum proletar, dengan memberikan upah
sebatas keperluan pokok pekerja.57
Lahirlah kemudian teori surplus labour and value (nilai lebih tenaga kerja).
Marx mendasari teori ini pada suatu kenyataan, yakni perbedaan antara upah riil
buruh dengan nilai usaha para pekerja. Nilai usaha para pekerja ini telah dirampok
oleh kaum kapitalis, padahal menurut Marx, nilai usaha para pekerja yang
menghasilkan laba produksi, adalah hak para pekerja bukan hak kapitalis.58
Oleh karena itu, Marx berasumsi bahwa perjuangan kelas akan terus terjadi
sampai sistem kepemilikan sama dengan sistem produksi. Atau dengan sederhana,

55
Untuk lebih jelasnya mengenai hukum evolusi sosial, baca Manifesto Partai Komunis, Karl Marx
dan F. Engels, pada bab I. Kaum Borjuis dan Kaum Proletar, dan lihat pula bab II; Kaum Proletar
dengan Kaum Komunis
56
Ibid. Lihat pula Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Nidzam al-Iqtishaadiy fi al-Islaam; ed.iv, 1990, Daar
al-Ummah, Beirut, hal. 45-57.
57
Ibid, 45-47.
58
Ibid, 45-47.

139
sampai kepemilikan menjadi kepemilikan kolektif. Perjuangan kelas ini akan
dimenangkan oleh kaum proletar, dengan mengikuti hukum evolusi sosial.59
Dialektika masyarakat akan terus berjadi, dimana sistem lama akan
dihancurkan, kemudian dibangun di atas puing-puing itu sistem baru. Dimana
sistem yang ada akan mengalami kehancuran menurut hukum dialektika sejarah
(interpretasi sejarah terhadap ekonomi). Bila kelas borjuis pernah menang
melawan kelas kaum terpandang, dan menjadi pengendali kegiatan perekonomian
(termasuk didalamnya modal). Akan tetapi pada fase berikutnya dominasi borjuis
akan direbut oleh kaum proletar.
Berakhirnya kelas borjuis oleh kelas pekerja (proletar), dijelaskan dengan
teori akumulasi modal (law of capital accumulation.60 Teori secara ringkas
menjelaskan berkurangnya jumlah pemilik modal, dan terus bertambahnya jumlah
pekerja. Ini bisa terjadi ketika terjadi apa yang disebut dengan akumulasi modal
pada sejumlah pabrik. Ketika itu terjadi persaingan bebas, yang berakibat produk
yang dihasilkan akan berlimpah, sehingga kuantitas produk akan melampui jumlah
konsumen dari kalangan pekerja --disebabkan upah mereka yang tidak mencukupi.
Peristiwa inilah oleh Marx diklaim sebagai penyebab terjadinya krisis ekonomi.
Dimana krisis ekonomi ini akan berdampak habisnya kekayaan pada sebagian
pemilik modal. Akibatnya pemilik modal yang kehabisan modalnya akan masuk ke
dalam kelas pekerja. Krisis inilah sebagai pintu gerbang menuju masyarakat
sosialis. Dimana, masyarakat sosialis adalah rantai terakhir dari proses dialektika
sejarah (evolusi sejarah).
Dengan demikian, secara ringkas sistem ekonomi Sosialisme -termasuk
komunisme-, semua berusaha mewujudkan kesamaan (equality) secara riil diantara
individu.

59
Lihat, Teori Marx, tentang Materialisme Historis, yang menjelaskan perubahan-perubahan sistem
masyarakat akibat ekonomi. Pada dialektika sejarah Marx menempatkan keadaan ekonomi sebagai
"materi". Sehingga dialektika sejarah, sering juga disebut dengan "analisa ekonomis terhadap
sejarah" (economic interpretation of history). Dengan hukum dialektis, masyarakat berkembang
dari satu kondisi, yakni masyarakat feodal, menuju masyarakat dengan kondisi yang lebih maju
(masyarakat kapitalis kemudian menuju sosialis).
60
Sebenarnya teori Law of Capital Accumulation, yang diajarkan oleh Marx diadopsi dari konsep
ekonomi Kapitalis. Yakni, terjadinya penggabungan pergerakan modal dan kerja dari berbagai
industri atau pabrik. Proses ini terjadi ketika ada sebagian pabrik yang sudah besar (kapitalis
raksasa), ada sebagian pabrik yang masih kecil. Fenomena tidak berimbang ini --karena ada
persaingan bebas-- akan mengakibatkan jumlah pabrik yang sama produksinya akan berkurang
karena telah terjadi sentralisasi produksi. Katakanlah bila dalam satu daerah dahulu terdapat 10
pabrik, maka pabrik itu bisa tinggal menjadi 4 atau lima saja, sementara pabrik yang lain bisa
dimusnahkan. Dengan teori ini Marx ingin mengungkapkan bahwa krisis akibat persaingan bebas,
akan menghasilkan jumlah kapitalis akan berkurang, sedangkan jumlah pekerja akan berkurang.
Lebih lanjut, lihat penjelasan mengenai Law of Capital Accumulation

140
Karl Mark telah memberikan kontribusi besar dalam membangun teori-teori
mengenai sistem ekonomi sosialis. Bahkan dalam sejarah teori Karl Mark telah
membangun imperium besar dunia saat itu yakni Sovyet (yang kemudian runtuh
pada tahun 1991).
Teori Mark yang sangat berpengaruh adalah teori tentang nilai (value).
Pada dasarnya teori ini diambil dari hali ekonomi kapitalis, kemudian teori ini
digunakan oleh Mark untuk menyerang sistem kapitalis. Adam Smith
mendefiniskan nilai (value) sebagai," Nilai barang apaun amat tergantung kepada
usaha yang dicurahkan untuk menghasilkannya. Karena itu nilai barang yang
prosesnya menghabiskan waktu dua jam tentu melebihi nilai barang yang proses
produksinya tidak membutuhkan waktu kecuali satu jam". Setelah Adam Smith,
David Ricardo berusaha menjelaskan teori usaha tersebut di atas. Dalam
mendefinisikan nilai, Ricardo mengatakan; Yang menentukan nilai barang itu
bukan semata-mata kadar usaha yang secara langsung dikorbankan untuk
menghasilkannya, tetapi juga pada usaha yang telah dikorbankan sebelumnya
untuk menghasilkan alat-alat dan perlengkapan yang dipergunakan dalam proses
produksi. Kesimpulannya bahwa Ricardo sangat mempercayai bahwa nilai suatu
barang sangat tergantungkepada biaya produksinya. Dimana biaya ini dapat
dikembalikan kepada satu unsur saja, yakni usaha.
Karl Mark menggunakan teori Ricardo ini untuk menyerang kepemilikan
individu pada sistem ekonomi kapitalis. Karl Mark berpendapat bahwa sumber
satu-satunya bagi nilai adalah usaha yang dikorbankan untuk menghasilkan barang.
Dimana, dalam sistem kapitalis pemilik modal telah membeli tenaga kerja dengan
upah yang tidak lebih sekedar untuk dapat mempertahankan hidupnya agar bisa
bekerja. Kemudian pekerja tersebut mencurahkan segenap tenaganya untuk
menghasilkan barang yang nilainya jauh melebihi upah yang diberikan kepada
pekerja tersebut. Karl Mark membedakan antara apa yang dihasilkan oleh pekerja
dengan upah riil yang diberikan kepada pekerja tersebut atau disebut dengan nilai
lebih tenaga kerja (surplus labor and value). Bahwa para pemolok modal dan
pemilik kerjaan merampas hak-hak pekerja atas nama pendapatan, laba, manfaat
modal (capital utility) yang sebelumnya belum pernah diakui.
Karl Mark berpendapat bahwa aliran Sosialis sebelumnya dalam upaya
untuk memenangkan pemikirannya mereka bersandar kepada metode-metode yang
alami. Yakni bertumpu kepada sifat dasar manusia yang mencintai keadilan dan
keberpihakannya kepada orang-orang yang ditindas. Dengan cara demikianlah
mereka dapat meraih kemenangan dari para penguasa, dan kaum borjuis dan kelas
atas sehingga sistem sosialis dapat diterapkan. Namun Karl Mark tidak
menjelaskan aliran sosialisnya dengan model tersebut, namun Karl Mark
membangun pemikirannya dengan berpijak kepada pandangan filsafat
materialisme historis atau yang disebut dengan teori dialektika. Mark

141
berpendapat bahwa masyarakat akan tegak dengan sempurna apabila diterapkan
undang-undang perekonomian serta sesuai dengan hukum dialektika dalam
masyarakat, tanpa adanya intervensi dari pihak pembuat hukum atau pihak yang
membangun.
Sosialisme Karl Mark ini kemudian disebut dengan Sosialisme Ilmiah, untuk
membedakan dari aliran-aliran sosialis sebelumnya; sosialisme utopia.
Pokok-pokok pandangan Mark dapat diringkas sebagai berikut;
Sistem masyarakat sampai kapanpun, sebenarnya merupakan akibat dari
kondisi ekonomi, dimana perubahan-perubahan yang dialami oleh sistem tersebut
semata dikembalikan kepada perjuangan kelas (class struggle) dalam rangka
memperbaiki kondisi ekonominya. Sejarah telah mencatat bahwa pertentangan
kelas akan selalu berakhir pada kemenangan bagi kelas yang lebih dominan
jumlahnya atau lebih buruk kondisi sosialnya daripada kelas atas. Inilah yang
disebut dengan Evolusi Sosial. Dalam perjalanan sejarahnya pertentangan kelas
memang pernah terjadi; semisal pertentangan antara kelas orang merdeka dengan
budak, kelas feodal dengan kelas awam. Setiap perjuangan itu akan berakhir
dengan kemenangan pada pihak-pihak yang teraniaya. Akan tetapi setelah
kemenangan tercapai kelas orang yang ditindas tadi akan menjelma menjadi kelas
orang yang menindas, sebagai tindakan konservatif.
Sejak Revolusi Perancis, perjuangan ini bisa menjadi perjuangan kelas
menengah (borjuis) dengan kelas para pekerja (proletar). Di mana yang unggul
pasti akan menjadi pengendali proyek-proyek perekonomian dan menjadi pemilik
modal. Dengan cara ini kemudian kelas pekerja (proletar) bangkit. Dimana kelas
proletar tidak memiliki modal (capital), namun jumlahnya lebih dominan
dibandingkan dengan kelas borjuis. Oleh karena itu akan terjadi pertentangan
terus menerus antara kepentingan-kepentingan yang ada, karena disebabkan untuk
meraih posisi-posisi ekonomi.
Hal tersebut bisa terjadi karena pada saat itu sistem produksi tidak lagi
berjalan sesuai dengan sistem kepemilikan. Karena mekanisme produksi tidak
akan berjalan sendirian, artinya bahwa seorang pelaku ekonomi tidak mungkin
akan melakukan aktivitas ekonomi dengan sendirian sebagaimana jaman dahulu,
namun kini para pelaku ekonomi dituntut berperilaku ekonomi secara kolektif.
Masing-masing individu bekerja sama. Sementara itu sistem kepemilikan tidak
pernah berubah karena perubahan sistem produksi tersebut (kolektif). Sementara
itu sistem kapitalis bahkan menjadikan kepemilikan individu tersebut sebagai asas
dasar sistem ekonomi tersebut. Implikasinya bahwa kelas pekerja (proletar) --
padahal dia ikut terlibat dalam proses produksi-- tetap tidak dapat memiliki modal
dan tetap saja di bawah belas kasihannya para pemilik modal, dimana mereka
(pemilik modal) tidak melibatkan diri secara langsung dalam proses produksi. Pada
saat yang sama para kapitalis telah mendominasi dan mengeksploitasi para pekerja
dan memberikan upah kepada para pekerja dengan upah yang pas-pasan. Seorang
pekerja dipaksa untuk menerimanya, karena tidak memiliki kecuali usaha yang
telah dilakukannya. Maka perbedaan antara nilai orang yang berproduksi dengan
upah kerja --inilah yang disebut Karl Mark dengan sebutan nilai lebih tenaga kerja
(surplus labor and value) --itu bisa menghasilkan laba. Sedangkan laba itu

142
dinikmati oleh pada kapitalis, padahal yang adil adalah bahwa laba tersebut
dinikmati oleh para pekerja.
Pertentangan kelas (dialektika) ini akan tetap ada sampai antara sistem
kepemilikan dengan sistem produksi menjadi seimbang, atau dengan kata lain
bahwa kepemilikan tersebut menjadi kepemilikan bersama (colective property).
Ketika pertentangan tersebut secara kontinu berlangsung maka hasil akhir
dari perjuangan tersebut akan dimenangkan oleh kaum proletar karena mengikuti
hukum evolusi sosial. Sebab kelas pekerja adalah kelas tertindas dan paling
dominan kuantitasnya. Sedangkan bagaimana cara kelas proletar mencapai
kemenangannya, termasuk apa sebab-sebab kemenangan mereka dinyatakan oleh
evolusi sosial.
Dengan demikian akumulasi modal kini telah beralih kepada kelas proletar.
Inilah oleh ekonom sosialis disebut dengan hukum akumulasi modal (Law of Capital
Accumulation) dan persaingan bebas. Dengan hukum ini jumlah pemilik modal
menjadi kurang dan jumlah pekerja akan terus meningkat. Sebagaimana
persaingan bebas telah menyebabkan melimpahnya produk secara berlimpah
sehingga jumlah produk tersebut melebihi apa yang mampu dibeli oleh konsumen
dari kelangan pekerja, karena mereka tidak mendapatkan upah yang tidak
mencukupi, maka hal ini menyebabkan adanya krisis ekonomi, yang berakibat
sebagian orang --karena asalnya kaya-- berkurang atau habis kekayaannya,
kemudian mereka masuk dalam kelas pekerja. Dengan demikian makin lama
sistem kapitalis bertahan maka akan semakin menumpuk krisis-krisis ekonomi.
Mark meramalkan bahwa suatu saat akan terjadi krisis yang sangat parah, dan akan
mampu merobohkan sistem kapitalis. Lalu di atas deskrontruksi sistem kapitalis
tersebut terekontruksi sistem sosialis.
Mark, berpendapat bahwa berdirinya Sosialis itu adalah babak akhir dari
evolusi historis,karena ketika itu Sosialis menghancurkan kepemilikan individu dan
tidak ada lagi seruan untuk menghancurkan sistem Sosialis.
Sebenarnya Law of Capital Accumulation yang diajarkan oleh Mark berasal
dari ajaran Kapitalis. Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut; bahwa ada
gerakan perubahan yakni menggabungkan antara kerja dengan modal dari satu
perusahaan ke perusahaan lain, ketika salah satu perusahaan tersebut membesar
sementara yang lain masih kecil. Hal inilah yang menjelaskan terjadinya capital
accumulation (akumulasi modal) dalam produksi. Suatu saat akan terjadi bahwa
perusahaan-perusahaan telah berkurang, pada saat yang bersamaan borjuis yang
bekerja pada perusahaan telah berkurang, karena telah ada sentralisasi produksi
pada perusahaan besar. Semisal sebelumnya ada 10 pabrik maka pada fase
berikutnya pabrik tersebt bisa menyusut menjadi 4 atau 5 pabrik besar saja,
sementara pabrik yang lain bisa dimusnahkan.
Sedangkan prinsip persaingan bebas yang diajarkan Karl Mark, sebenarnya
mirip dengan kebebasan berusaha yang diajarkan oleh para ekonom kapitalis.
Yaitu bahwa setiap orang memiliki hak untuk berusaha, memproduksi apa saja
yang diinginkan sekehendaknya.
Sedangkan berbagai krisis ekonomi yang dikatakan oleh Karl Mark, hal
tersebut sebenarnya dimaksudkan bagi setiap gejolak yang muncul secara tiba-tiba

143
yang bisa mempengaruhi keseimbangan ekonomi (economic equilibrium). Bisa jadi
karena surplus produksi daripada konsumsi, atau sebaliknya.
Sedangkan krisis umum yang terjadi secara periodik bisa muncul dalam
bentuk gejolak yaang sangat hebat yang dapat mengguncangkan keseluruhan sendi-
sendi ekonomi. Krisis umum periodik ini bisa jadi muncul; pertama; bersifat
umum, yakni krisis tersebut bisa menimpa seluruh aspek kegiatan ekonomi, atau
sebagian besar kegiatan ekonomi. Krisis ini terjadi pada sebuah negara, kemudian
menjalar kepada negara lain. Kedua; bersifat periodik, yakni bahwa krisis tersebut
bisa terjadi setiap saat secara periodik. Ketiga; adalah melimpahnya produksi,
karena pemilik perusahaan menghadapi masalah besar ketika akan melakukan
transaksi terhadap produk-produknya, sehingga jumlah penawaran (supply)
bertambah melebihi jumlah permintaan (demand) dalam banyak produk, akibatnya
terjadi krisis.
Karl Mark berpendapat, bahwa krisis tersebut dapat menyebabkan sebagian
orang kehilangan kekayaannya. Sehingga jumlah pemilik modal semakin
berkurang, sedangkan jumlah pekerja semakin bertambah. Inilah krisis besar yang
dapat menghancurkan sistem tersebut --kapitalis.
Inilah secara ringkas kemunculan Sosialisme termasuk di dalamnya
Komunisme. Dari sini terlihat bahwa sistem Sosialis berupaya menciptakan apa
yang disebut kesamaan (equality) secara riil pada individu. Lihat berbagai aliran
Sosialis dalam mendefinisikan aspek kesamaan (equality) dan dalam hal apa
equality tersebut mungkin bisa dilakukan.
Sementara bila penghapusan pemilikan secara parsial itu melalui
mekanisme pembatasan kekayaan tertentu --yakni melarang individu untuk
memiliki sesuatu dan membiarkan untuk memiliki yang lain, maka hal ini pun perlu
dilihat. Apabila karakter kekayaan tersebut sengaja diciptakan untuk
dimanfaatkan secara kolektif, sedangkan kalau dikuasai oleh individu akan
membawa dampak kesengsaraan individu atau komunitas lain secara pasti maka
larangan kepemilikan --individu-- terhadap kekayaan semacam ini adalah hal yang
wajar. Semisal, udara, laut, sungai, jalan umum, dan lain-lain. Pelarangan ini
berkaitan dengan karakter dari kekayaan itu sendiri. Sehingga sebenarnya tidak
ada masalah, apabila kekayaan tersebut dilarang untuk dimiliki oleh seorang saja,
sementara yang lain tidak.
Adapun karakter kekayaan yang tidak mengharuskan semacam itu, maka
harus dilihat; apabila karakter kekayaan tersebut memang tidak mungkin dimiliki
oleh individu kecuali mengakibatkan kesengsaraan kepada individu atau kelompok
lain, seperti air, dan sumber alam yang tidak mungkin habis, maka melarang
kepemilikan pada kekayaan semacam itu sebenarnya tidak ada masalah.
Sedangkan kekayaan yang tidak memiliki karakter seperti tersebut di atas amaka
pelarangan untuk memiliki kekayaan semacam itu adalah hal yang tidak boleh
terjadi.
Sedangkan cara penghapusan kepemilikan pada sistem Sosialis sebenarnya
ditempuh dengan cara pemberangusan bukan dengan mekanisme tertentu.

144
Begitu adanya konsep dialektika untuk menciptakan kesetimbangan antara
produksi dengan konsumsi, atau untuk mengatur produksi dan distribusi; yakni
dengan cara menciptakan keguncangan, kerusuhan akan menimbulkan dampak
negatif dalam masyarakat. Dengan demikian cara ini --menciptakan dialektika--
merupakan cara-cara yang tidak manusiawi. Dan bisa jadi karena bisa jadi para
kapitalis --pemilik modal-- mampu meredam dengan cara memberikan fasilitas-
fasilitas terbaik kepada para pekerja, agar para pekerja tidak merasakan dominasi
dan eksploitasi atas diri mereka.
Oleh karena itu untuk mengatur produksi dan konsumsi harus dilakukan
dengan menciptakan undang-undang dan pemecahan-pemecahan (solving) yang
benar. Sedangkan pada sistem Sosialis untuk mengatur keseimbangan antara
produksi dan konsumsi terkadang dilakukan dengan menciptakan dialektika
(pertentangan), ada kalanya dengan menciptakan undang-undang yang tidak
didasarkan kepada pijakan yang kokoh.`
Inilah letak kesalahan mendasar pada sistem Sosialis. Sedangkan kesalahan
Sosialis-Marxis bisa dijelaskan sebagai berikut; pertama, teori tentang nilai yang
dikemukakan oleh Karl Mark, yakni yang menyatakan bahwa sumber satu-satunya
nilai ditentukan semata-mata oleh usaha yang dikorbankan untuk memproduksinya.
Hal ini disebabkan karena usaha yang dikorbankan merupakan salah satu bentuk
sumber dari nilai barang, dan bukan satu-satunya sumber nilai.
Sebab ternyata ada hal-hal lain yang dapat dijadikan sumber penentuan
terhadap nilai; yakni materi, kebutuhan terhadap jasa. Kedua, bahwa pernyataan
Karl Mark yang mendefinisikan bahwa sistem masyarakat terbentuk sebagai akibat
kondisi ekonomi, yakni bahwa pertentangan-pertentangan dalam masyarakat untuk
memperjuangkan kelas, dapat dikembalikan kepada satu hal yakni untuk
memperbaiki kondisi ekonomi mereka. Masyarakat yang terbentuk dengan model
semacam ini sebenarnya dibangun berdasarkan suatu teori yang bersifat asumtif,
dan tidak terwujud dalam realitas pembentukan masyarakat. Hal ini terlihat di
Sovyet. Bahwa ketika Sovyet berproses menjadi negara Sosialis bukan disebabkan
karena ada pertentangan kelas sehingga kemudian sistem Sosialis tercapai, namun
terjadi karena ada coup (pengambil-alihan) berdarah yang dilakukan oleh
sekelompok orang sehingga mereka mampu menghancurkan struktur konservatif,
baru kemudian diterapkan sistem Sosialis. Sehingga teori class struggle secara
empirik tidak pernah terwujud. Begitu pula di Cina; hal ini disebabkan mayoritas
penduduk Cina adalah petani, bukan industri. Sedangkan yang terjadi di Inggris,
Jerman atau negara-negara kapitalis disana memang terjadi transformasi dengan
mengikuti hukum dialektika.
Ketiga, yakni konsep tentang Evolusi Sosial --atau economic determinism--,
bahwa sistem ekonomi harus dihapuskan dengan ketertundukan pada undang-
undang perekonomian. Kelas borjuislah pertama-tama yang menang atas orang
terpandang, lalu kelas inilah sebagai pemilik dari kekayaan. Kemudian suatu saat
borjuis meninggalkan kelasnya, dan masuklah para pekerja --inilah yang dikenal
dengan Law of Capital Accumulation. Kesalahannya bahwa teori tentang
sentralisasi produksi yang dibangun berdasarkan pertambahan jumlah pekerja dan
menyusutnya jumlah pemilik modal adalah teori yang absurd. Karena ada batas
yang tidak mungkin dilalui oleh sentralisasi produksi sehingga sampai pada batas

145
tertentu harus berhenti. Dengan demikian dialektika yang digambarkan oleh Mark
adalah sesuatu yang absurd. Sebab telah terjadi akumulasi antara faktor-faktor
produksi yang sifatnya terpisah-pisah sampai pada batas yang menjadi patokan dan
batasan yang tidak mungkin dilalui.
Ketika pertentangan tersebut secara kontinu berlangsung maka hasil akhir
dari perjuangan tersebut akan dimenangkan oleh kaum proletar karena mengikuti
hukum evolusi sosial. Sebab kelas pekerja adalah kelas tertindas dan paling
dominan kuantitasnya. Sedangkan bagaimana cara kelas proletar mencapai
kemenangannya, termasuk apa sebab-sebab kemenangan mereka dinyatakan oleh
evolusi sosial.
Dengan demikian akumulasi modal kini telah beralih kepada kelas proletar.
Inilah oleh ekonom sosialis disebut dengan hukum akumulasi modal (Law of Capital
Accumulation) dan persaingan bebas. Dengan hukum ini jumlah pemilik modal
menjadi kurang dan jumlah pekerja akan terus meningkat. Sebagaimana
persaingan bebas telah menyebabkan melimpahnya produk secara berlimpah
sehingga jumlah produk tersebut melebihi apa yang mampu dibeli oleh konsumen
dari kelangan pekerja, karena mereka tidak mendapatkan upah yang tidak
mencukupi, maka hal ini menyebabkan adanya krisis ekonomi, yang berakibat
sebagian orang --karena salnya kaya-- berkurang atau habis kekayaannya,
kemudian mereka masuk dalam kelas pekerja. Dengan demikian makin lama
sistem kapitalis bertahan maka akan semakin menumpuk krisis-krisis ekonomi.
Mark meramalkan bahwa suatu saat akan terjadi krisis yang sangat parah, dan akan
mampu merobohkan sistem kapitalis. Lalu di atas deskrontruksi sistem kapitalis
tersebut terekontruksi sistem sosialis.
Mark, berpendapat bahwa berdirinya Sosialis itu adalah babak akhir dari
evolusi historis, karena ketika itu Sosialis menghancurkan kepemilikan individu dan
tidak ada lagi seruan untuk menghancurkan sistem Sosialis.
Sebenarnya Law of Capital Accumulation yang diajarkan oleh Mark berasal
dari ajaran Kapitalis. Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut; bahwa ada
gerakan perubahan yakni menggabungkan antara kerja dengan modal dari satu
perusahaan ke perusahaan lain, ketika salah satu perusahaan tersebut membesar
sementara yang lain masih kecil. Hal inilah yang menjelaskan terjadinya capital
accumulation (akumulasi modal) dalam produksi. Suatu saat akan terjadi bahwa
perusahaan-perusahaan telah berkurang, pada saat yang bersamaan borjuis yang
bekerja pada perusahaan telah berkurang, karena telah ada sentralisasi produksi
pada perusahaan besar. Semisal sebelumnya ada 10 pabrik maka pada fase
berikutnya pabrik tersebt bisa menyusut menjadi 4 atau 5 pabrik besar saja,
sementara pabrik yang lain bisa dimusnahkan.
Sedangkan prinsip persaingan bebas yang diajarkan Karl Mark, sebenarnya
mirip dengan kebebasan berusaha yang diajarkan oleh para ekonom kapitalis.
Yaitu bahwa setiap orang memiliki hak untuk berusaha, memproduksi apa saja
yang diinginkan sekehendaknya.
Sedangkan berbagai krisis ekonomi yang dikatakan oleh Karl
Mark,sebenarnya adalah setiap gejolak yang muncul secara tiba-tiba yang bisa
mempengaruhi keseimbangan ekonomi (economic equilibrium). Bisa jadi karena
surplus produksi daripada konsumsi, atau sebaliknya.

146
Sedangkan krisis umum yang terjadi secara periodik bisa muncul dalam
bentuk gejolak yang sangat hebat yang dapat mengguncangkan keseluruhan sendi-
sendi ekonomi. Krisis umum periodik ini bisa jadi muncul; pertama; bersifat
umum, yakni krisis tersebut bisa menimpa seluruh aspek kegiatan ekonomi, atau
sebagian besar kegiatan ekonomi. Krisis ini terjadi pada sebuah negara, kemudian
menjalar kepada negara lain. Kedua; bersifat periodik, yakni bahwa krisis tersebut
bisa terjadi setiap saat secara periodik. Ketiga; adalah melimpahnya produksi,
karena pemilik perusahaan menghadapi masalah besar ketika akan melakukan
transaksi terhadap produk-produknya, sehingga jumlah penawaran (supply)
bertambah melebihi jumlah permintaan (demand) dalam banyak produk, akibatnya
terjadi krisis.
Karl Mark berpendapat, bahwa krisis tersebut dapat menyebabkan sebagian
orang kehilangan kekayaannya. Sehingga jumlah pemilik modal semakin
berkurang, sedangkan jumlah pekerja semakin bertambah. Inilah krisis besar yang
dapat menghancurkan sistem tersebut --kapitalis.
Inilah secara ringkas kemunculan Sosialisme termasuk di dalamnya
Komunisme. Dari sini terlihat bahwa sistem Sosialis berupaya menciptakan apa
yang disebut kesamaan (equality) secara riil pada individu. Lihat berbagai aliran
Sosialis dalam mendefinisikan aspek kesamaan (equality) dan dalam hal apa
equality tersebut mungkin bisa dilakukan, untuk mengatur perolehan harta
diantara individu-individu dalam masyarakat.
Sementara bila penghapusan pemilikan secara parsial itu melalui
mekanisme pembatasan kekayaan tertentu --yakni melarang individu untuk
memiliki sesuatu dan membiarkan untuk memiliki yang lain, maka hal ini pun perlu
dilihat. Apabila karakter kekayaan tersebut sengaja diciptakan untuk
dimanfaatkan secara kolektif, sedangkan kalau dikuasai oleh individu akan
membawa dampak kesengsaraan individu atau komunitas lain secara pasti maka
larangan kepemilikan --individu-- terhadap kekayaan semacam ini adalah hal yang
wajar. Semisal, udara, laut, sungai, jalan umum, dan lain-lain. Pelarangan ini
berkaitan dengan karakter dari kekayaan itu sendiri. Sehingga sebenarnya tidak
ada masalah, apabila kekayaan tersebut dilarang untuk dimiliki oleh seorang saja,
sementara yang lain tidak.
Adapun karakter kekayaan yang tidak mengharuskan semacam itu, maka
harus dilihat; apabila karakter kekayaan tersebut memang tidak mungkin dimiliki
oleh individu kecuali mengakibatkan kesengsaraan kepada individu atau kelompok
lain, seperti air, dan sumber alam yang tidak mungkin habis, maka melarang
kepemilikan pada kekayaan semacam itu, sebenarnya tidak ada masalah.
Sedangkan kekayaan yang tidak memiliki karakter seperti tersebut di atas maka
pelarangan untuk memiliki kekayaan semacam itu adalah hal yang tidak boleh
terjadi.
Sedangkan cara penghapusan kepemilikan pada sistem Sosialis sebenarnya
ditempuh dengan cara pemberangusan bukan dengan mekanisme tertentu.
Begitu pula adanya konsep dialektika untuk menciptakan kesetimbangan
antara produksi dengan konsumsi, atau untuk mengatur produksi dan distribusi;
yakni dengan cara menciptakan keguncangan, kerusuhan akan menimbulkan
dampak negatif dalam masyarakat. Dengan demikian cara ini --menciptakan

147
dialektika-- merupakan cara-cara yang tidak manusiawi. Dan bisa jadi karena bisa
jadi para kapitalis --pemilik modal-- mampu meredam dengan cara memberikan
fasilitas-fasilitas terbaik kepada para pekerja, agar para pekerja tidak merasakan
dominasi dan eksploitasi atas diri mereka.
Oleh karena itu untuk mengatur produksi dan konsumsi harus dilakukan
dengan menciptakan undang-undang dan pemecahan-pemecahan (solving) yang
benar. Sedangkan pada sistem Sosialis untuk mengatur keseimbangan antara
produksi dan konsumsi terkadang dilakukan dengan menciptakan dialektika
(pertentangan), ada kalanya dengan menciptakan undang-undang yang tidak
didasarkan kepada pijakan yang kokoh.
Inilah letak kesalahan mendasar pada sistem Sosialis. Sedangkan kesalahan
Sosialis-Marxis bisa dijelaskan sebagai berikut; pertama teori tentang nilai yang
dikemukakan oleh Karl Mark, yakni yang menyatakan bahwa sumber satu-satunya
nilai ditentukan semata-mata oleh usaha yang dikorbankan untuk memproduksinya.
Hal ini disebabkan karena usaha yang dikorbankan merupakan salah satu bentuk
sumber dari nilai barang, dan bukan satu-satunya sumber nilai. Sebab ternyata ada
hal-hal lain yang dapat dijadikan sumber penentuan terhadap nilai; yakni materi,
kebutuhan terhadap jasa.
Kedua, pernyataan Karl Mark yang menyatakan, bahwa sistem masyarakat
terbentuk sebagai akibat kondisi ekonomi; yakni pertentangan-pertentangan dalam
masyarakat untuk memperjuangkan kelas disebabkan karena satu hal saja yakni
untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka. Masyarakat yang terbentuk dengan
model semacam ini sebenarnya dibangun berdasarkan suatu teori yang bersifat
asumtif, dan tidak terwujud dalam realitas pembentukan masyarakat. Hal ini
terlihat di Sovyet. Bahwa ketika Sovyet berproses menjadi negara Sosialis bukan
disebabkan karena ada pertentangan kelas sehingga kemudian sistem Sosialis
tercapai, namun terjadi karena ada coup (pengambil-alihan) berdarah yang
dilakukan oleh sekelompok orang sehingga mereka mampu menghancurkan struktur
konservatif, baru kemudian diterapkan sistem Sosialis. Sehingga teori class
struggle secara empirik tidak pernah terwujud. Begitu pula di Cina; hal ini
disebabkan mayoritas penduduk Cina adalah petani, bukan industri. Sedangkan
yang terjadi di Inggris, Jerman atau negara-negara kapitalis disana memang terjadi
transformasi dengan mengikuti hukum dialektika.
Ketiga, yakni konsep tentang Evolusi Sosial --atau economic determinism--,
bahwa sistem ekonomi harus dihapuskan dengan ketertundukan pada undang-
undang perekonomian. Kelas borjuislah pertama-tama yang menang atas orang
terpandang, lalu kelas inilah sebagai pemilik dari kekayaan. Kemudian suatu saat
borjuis meninggalkan kelasnya, dan masuklah para pekerja --inilah yang dikenal
dengan Law of Capital Accumulation. Kesalahannya bahwa teori tentang
sentralisasi produksi yang dibangun berdasarkan pertambahan jumlah pekerja dan
menyusutnya jumlah pemilik modal adalah teori yang absurd. Karena ada batas
yang tidak mungkin dilalui oleh sentralisasi produksi sehingga sampai pada batas
tertentu harus berhenti. Dengan demikian dialektika yang digambarkan oleh Mark
adalah sesuatu yang absurd. Sebab telah terjadi akumulasi antara faktor-faktor
produksi yang sifatnya terpisah-pisah sampai pada batas yang menjadi patokan dan
batasan yang tidak mungkin dilalui.

148
Ide Marhaenisme dicetuskan oleh Dr. Soekarno, pada tanggal 4 Juli 1927.61
Kata marhaen sendiri diambil oleh Dr. Soekarno dari nama seorang petani bernama
Marhaen di daerah Priangan. Istilah marhaen ini kemudian dipakai sebagai simbol
masyarakat miskin, dan bangsa Indonesia yang menderita atau sengsara.62
Ide marhaenisme sebenarnya bukanlah sebuah ide yang sama sekali baru.
Ide pokok yang mendasari marhaenisme adalah marxisme,63 walaupun terdapat
perbedaan dalam falsafahnya, terutama berkenaan dengan pengakuan terhadap
ke-Tuhanan. Marxisme menolak sama sekali agama, bahkan agama dikatakan
sebagai candu masyarakat, minuman keras spiritual, dan salah satu penyebab
timbulnya penindasan dan eksploitasi kelas64. Sedangkan Marhaenisme masih
mengakui agama (Tuhan), walaupun sebatas ber-Tuhan secara kebudayaan.65 Ini

61
Lihat pengantar dari Panitia Lima Saudara, Buku Dasar-dasar Pokok Marhaenisme, oleh Ali
Sastroamidjojo, Juli, 1961, Jakarta. Panitia Lima Saudara adalah panitia yang ditunjuk oleh
keputusan konggres PNI ke 9, di Solo; untuk menyusun doktrin Marhaenisme. Adapun orang-orang
yang duduk dalam Panitia Lima Saudara itu adalah, Suwirjo, Sajuti Melik, Osa Maliki, Roeslan
Abdulgani, dan Ali Sastroamidjojo (ketua).
62
Panitia Lima Saudara, Buku Dasar-dasar Pokok Marhaenisme, Juli, 1961, Jakarta; hal. 17. Di
dalam buku ini disebutkan bahwa .."Marhaen meliputi unsur-unsur, tani, buruh-tani, pedagang
kecil yang melarat, dan semua kaum melarat lainnya yang dimelaratkan oleh sistem (stelsel)
kapitalisme-kolonialisme dan feodalisme
63
Ibid. hal. 82-85. Sehingga Dr. Soekarno menyatakan, "Orang tidak akan dapat mengerti
Marhaenisme, jika ia tidak mempelajari dan mengerti Marxisme." Dengan demikian pengaruh
Marxisme sangat dominan dalam Marhaenisme, walaupun para penggagasnya menyebut
Marhaenisme sendirisebagai merupakan suatu asas dan cara perjuangan "Marxisme" di Indonesia,
yang disesuaikan dengan kondisi serta kepribadian masyarakat Indonesia.
64
Vladimir Lenin (1905), Sosialisme dan Agama, Vladimir Lenin (1905). Dari V. I. Lenin, Collected
Works, Edisi Bahasa Inggris yang ke-4, Progress Publishers, Moscow, 1972, Cetakan ke-3, halaman
83-87. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Anonim (1997). Diedit oleh Anonim
(Desember 1998). Lihat perlakuan sinis mereka terhadap agama. Lenin mengatakan, "Agama
merupakan salah satu bentuk penindasan spiritual yang dimanapun ia berada, teramat membebani
masyarakat, teramat membebani dengan kebiasaan mengabdi kepada orang lain, dengan
keinginan dan isolasi. Impotensi kelas tertindas melawan eksploitatornya membangkitkan
keyakinan kepada Tuhan, jin-jin, keajaiban serta jang sedjenisnya, sebagaimana ia dengan tak
dapat disangkal membangkitkan kepercayaan atas adanya kehidupan yang lebih baik setelah
kematian. Mereka yang hidup dan bekerja keras dalam keinginan, seluruh hidup mereka diajari
oleh agama untuk menjadi patuh dan sopan ketika di sini di atas bumi dan menikmati harapan
akan ganjaran-ganjaran surgawi. Tapi bagi mereka yang mengabdikan dirinya pada orang lain
diajarkan oleh agama untuk mempraktekkan karitas selama ada di dunia, sehingga menawarkan
jalan yang mudah bagi mereka untuk membenarkan seluruh keberadaannya sebagai penghisap dan
menjual diri mereka sendiri dengaan tiket murah untuk menuju surga. Agama merupakan candu
bagi masyarakat. Agama merupakan suatu minuman keras spiritual, di mana budak-budak kapital
menenggelamkan bayangan manusianya dan tuntutan mereka untuk hidup yang sedikit banyak
berguna untuk manusia.
65
op.cit, hal.76-77.

149
juga terlihat dari hubungan antara Marhaenisme dengan Pancasila66 yang
dikemukakan oleh Dr. Soekarno, terutama butir ke-lima tentang keTuhanan.
Pancasila oleh Marhaenisme diambil sebagai pandangan hidupnya. Melihat
hubungan ini, maka Marhaenisme masih mengakui agama sebagai dasar pandangan
hidupnya, walaupun marhaenisme sendiri telah tegas menempatkan masalah
ketuhanan sebatas ber-tuhan secara kebudayaan67.
Dari sisi filsafat, persamaan antara marhaenisme dengan marxisme adalah
keduanya dilandasi satu pemikiran bahwa di dunia ini yang paling primer adalah
materi. Ide semacam ini berasal dari Marxisme, dimana dengan ide ini, lahir
kemudian konsep dialektika materialisme, materialisme sejarah, serta doktrin-
doktrin cabang lainnya. Tampaknya, konsep dialektika materialisme ini juga
diadopsi oleh Soekarno untuk menyusun Marhaenisme.68 Bahkan saking
berpengaruhnya Marxisme ini, hampir semua gagasan perjuangan Marhaenisme
berjalan menurut doktrin Marxisme.69 Walaupun kemudian filsafat Marhaen
menambahkan Tuhan, sebagai kekuatan di atas materi.70 Namun bila dicermati,

66
Adapun Pancasila yang dimaksud di sini adalah Pancasila sebagaimana yang termuat dalam pidato
Presiden Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Yang isinya adalah (1), Kebangsaan Indonesia, (2)
Internasionalisme --atau peri-kemanusiaan, (3), Mufakat --atau demokrasi, (4) Kesejahteraan
Sosial, (5) Ketuhanan yang Maha Esa. Yang ini bisa diperas menjadi tiga sila (trisila)--yakni
marhaenisme-marxisme yang diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi Indonesia, dan dapat
diperas lagi menjadi eka sila , yakni gotong royong antar semua kekuatan yang progresif
revolusioner berporoskan nasakom. Menurut Ismaun, Pancasila menurut versi orde lama digali
oleh Bung Karno. Alat penggalinya adalah (metode analisa) historis-materialisme (komponen
filsafat marxisme). (Pelita, 27 Agustus 1981).
67
op.cit, hal.76-77
68
op.cit, hal. 67.
69
Di lihat dari berbagai aspek sulit dibedakan antara Marxisme dengan Marhaenisme, kecuali sikap
terhadap ke-Tuhanan. Dalam berbagai aspek, Marhaenisme tidak lebih adalah cara perjuangan
untuk mewujudkan masyarakat sosialis (komunis) berdasar konteks sosiologis masing-masing
negara. Korelasi yang kuat antara Marxisme dan Marhaenisme ini terlihat pada bab 6 Kesimpulan,
buku Dasar-dasar Pokok Marhaenisme, yang menyatakan pengaruh Marxisme begitu kuat dalam
mengkontruksi Marhaenisme. Soekarno menegaskan, "orang tidak akan dapat mengerti
Marhaenisme jika ia tidak mempelajari dan mengerti Marxisme". Lebih lanjut kaum marhaenis,
menyatakan bahwa Marhaenisme tidak lebih adalah ajaran tentang asas dan cara perjuangan --
sosialis-marxis-- di Indonesia dan untuk rakyat Indonesia dan sesuai dengan kondisi kepribadian
masyarakat Indonesia. Bahkan Soekarno pernah menyatakan bahwa Marhaenisme adalah suatu
ajaran untuk mewujudkan masyarakat sosialis, sesuai dengan keadaan bangsa (nasionalisme) dan
kepribadian masing-masing bangsa.(lihat hal. 83-84). Soekarno juga mengklaim bahwa
Marhaenisme mempunyai keuniversalan konsep. Artinya Marhaenisme bisa juga diterapkan pada
negara-negara lain, tidak hanya di Indonesia. Atau dengan ringkas Marhaenisme adalah suatu
paham untuk mewujudkan masyarakat Sosialis --yakni Sosialis Ilmiah (Marxisme), sesuai dengan
batasan nation, dan kepribadian suatu nation (bangsa). Lihat pada pengantar buku Dasar-Dasar
Pokok Marhaenisme, oleh Soekarno, pada hal. 9-13.
70
Falsafah marhaenisme adalah materi dan kebathinan. Dua-duanya adalah unsur yang tidak bisa
dipisahkan. Bahkan mempunyai hubungan implikatif. Materi bisa mempengaruhi kekuatan bathin,
dan sebaliknya. Lihat, Panitia Lima Saudara, Dasar-dasar Pokok Marhaenisme, Juli, 1961,
Jakarta; hal. 71-74. Filsafat materi dan kebathinan ini diambil dari paradigma pokok marxisme

150
pelekatan unsur ke-Tuhanan ini lebih banyak ditujukan agar konsep Marxisme bisa
diterapkan di Indonesia dan bisa diterima oleh masyarakat Indonesia yang sosio-
religius. Sebab, secara ideologis, pelekatan unsur ke-Tuhanan ini sangat
kontradiktif dengan ide dialektika materialism dan materialisme historis. Sebab,
bila Marhaenisme mengadopsi teori dialektika materialisme dan materialisme
sejarahnya Marx, maka konsekuensinya ia harus menafikan Tuhan. Ini didasarkan
pada kenyataan bahwa, berdasarkan hukum dialektika materialisme dan
materialisme sejarah, agama harus dihancurkan dan seseorang harus atheis.
Sehingga pelekatan ke-Tuhanan dalam filsafat Marhaenisme, bertujuan agar
konsep masyarakat sosialis-marxis bisa terwujud di Indonesia. Dengan kata lain,
pelekatan unsure ketuhanan dalam falsafahnya, lebih bersifat politis.71
Dari satu sisi marhaenisme ingin benar-benar mengadopsi marxisme --atheis,
namun pada satu sisi mereka melihat kondisi sosiologis Indonesia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai religiusitas.

DASAR-DASAR MARHAENISME
Marhaenisme adalah ajaran Dr. Soekarno, yang bisa diartikan sebagai teori
(asas) politik sekaligus asas perjuangan. Sebagai asas (teori) politik , marhaenisme
didefinisikan sebagai suatu teori yang menghendaki susunan masyarakat dan
negara yang dalam segala hal menghendaki keselamatan kaum marhaen,72 yang
meliputi pengertian; sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Sosio-nasionalisme, adalah nasionalisme masyarakat, yakni nasionalisme
yang mencari selamatnya seluruh masyarakat dan yang bertindak menurut wet-wet
masyarakat . Sedangkan yang dimaksud dengan sosio-demokrasi --sebagai
konsekuensi dari nasionalisme -- adalah demokrasi yang berdiri dengan kedua
kakinya di dalam masyarakat. Sosio-demokrasi bukan untuk sekelompok kecil
masyarakat akan tetapi untuk kepentingan seluruh masyarakat.
Adapun, Marhaenisme sebagai suatu asas perjuangan, dapat diterangkan
dengan hukum evolusi masyarakat-nya Marx. Sebagaimana telah diterangkan dalam
hukum materialisme-sejarah, bahwa masyarakat mengalami evolusi akibat

(pandangan tentang materinya), serta kenyataan sosiologis rakyat Indonesia yang religius (tentang
kebathinan-nya).
71
Ini terlihat dari Pengantar Soekarno pada buku Dasar-dasar Pokok Marhaenisme; yang tepatnya
pengantar Soekarno pada saat Konferensi Besar GMNI Seluruh Indonesia di Kaliurang pada tanggal
18-22 Pebruari 1959.
72
Panitia Lima Saudara, Buku Dasar-dasar Pokok Marhaenisme, Juli, 1961, Jakarta; hal. 16-17.
Sedangkan yang dimaksud dengan kaum marhaen adalah "...Marhaen meliputi unsur-unsur, tani,
buruh-tani, pedagang kecil yang melarat, dan semua kaum melarat lainnya yang dimelaratkan
oleh sistem (stelsel) kapitalisme-kolonialisme dan feodalisme.

151
perubahan faktor-faktor ekonomi --terutama alat-alat produksi, Marhaenisme
kemudian mengadopsi konsep ini (dialektika materialisme dan materialisme
sejarah Marx) untuk menerangkan perubahan-perubahan masyarakat, serta cara
untuk memenangkan perjuangan kelas --terutama di Indonesia. Ilustrasi
sederhananya sebagai berikut;
Masyarakat akan terus berkembang mulai dari masyarakat sederhana
sampai ke masyarakat modern, feodal menjadi kapitalis, kemudian berakhir pada
masyarakat sosialis. Bila diamati gerak perubahan masyarakat ini disebabkan oleh
satu hal, yakni perjuangan kelas, akibat dari kontraksi-kontraksi ekonomi yang
terjadi dalam intern masyarakat. Dimana kelas penindas (ditempatkan sebagai
thesa), akan melakukan dialektika dengan kelas tertindas (sebagai antithesa),
sampai kelas tertindas berhasil merebut hak-haknya, atau hancurnya dua kelas
tersebut, kemudian di atas puing-puing itu dibangun kelas atau masyarakat baru.
Kelas atau masyarakat baru ini tidak lama kemudian, akan ditempatkan sebagai
thesa baru, yang selanjutnya akan dicarikan antithesanya. Kemudian terjadi
dialektika lagi, sampai terwujud apa yang disebut masyarakat ideal. Marx,
menyakini bahwa masyarakat terakhir atau masyarakat ideal (pemutus dialektika)
adalah masyarakat sosialis. Dengan demikian selama di dalam masyarakat terdapat
kelas, maka kontradiksi-kontradiksi intern akan terjadi terus menerus, sampai
kontradiksi-kontradiksi itu berakhir; yakni dengan lenyapnya kelas dalam
masyarakat.73
Konsep dialektika materialisme dan materialisme sejarah-nya Mark,
kemudian diterapkan untuk melihat keadaan masyarakat Indonesia yang selalu
dalam posisi tertindas. Mulai dari penindasan yang dilakukan zaman kolonialisme
Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Namun lebih khusus bahwa kelahiran
kelompok Marhaenis merupakan anti thesa dari kolonialisme Belanda (thesa). Pada
saat itulah terdapat kekuatan perubahan (dialektis) pada kelompok marhaen. Cara
untuk mengungkapkan kekuatan kaum marhaen inilah yang kemudian dirumuskan
dalam asas perjuangan Marhaenisme.74 Walaupun Soekarno juga mengakui bahwa

73
Namun pertanyaannya, apakah di Indonesia akan melalui tahap masyarakat kapitalis? Sebab bila
konsisten dengan teori Marx, maka masyarakat sosialis akan tercapai ketika tercipta masyarakat
kapitalis --sesuai dengan hukum materialisme sejarah--. Menurut paham Marhaenisme,
terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia tidak harus melewati fase masyarakat kapitalis.
Soekarno menamakan teori ini dengan nama "fase sprong theory". [lihat ibid. hal 24-25]. Pendapat
senada juga dikemukakan oleh Ernesto Guevera, komunis dari Kuba. Ia mengatakan, " It's not
necessary to weak fo fullfillment condition a revolution, because the focus of insurection can
creat them" [hal.25]
74
Ibid. hal. 17-18. Dengan demikian Marhaenisme sebagai asas perjuangan, tidak lebih adalah teori
untuk merubah masyarakat, termasuk penjelasan mengenai massa aksi, dan bagaimana cara kaum
marhaen (elemen perubahan) merebut kekuasaan dan haknya atas kolonialisme (elemen
establishment). Dimana, bila kita cermati maka marhaenisme sebagai asas (teori) perjuangan

152
terwujudnya sosialisme di Indonesia tidak sepenuhnya berjalan sesuai dengan
hukum materialisme historisnya Karl Mark. Sebab, perjuangan menuju masyarakat
sosialis menurut Soekarno tidak harus melalui fase masyarakat Kapitalis, namun
bisa langsung mencapai masyarakat sosialis. Theory ini dinamakan fase sprong
theory.75 Meski ini bukan sepenuhnya ide murni Soekarno, karena teori-teori
perjuangan kaum sosialis-komunis telah mengalami banyak interpretasi, yang bila
diamati sangat melenceng dari perjuangan "ideal teoritis" sebagaimana ajaran
Mark. Asumsi penting, mengapa kaum komunis internasional --terutama Sovyet
saat itu-- perlu melakukan formulasi baru terhadap perjuangan komunis; lebih
banyak disebabkan karena banyak negara-negara baru yang tidak memenuhi syarat
terbentuknya diktatur proletariat sebagai fase transisi menuju masyarakat komunis
--bila konsisten berjalan sesuai dengan teori ideal-nya Marx. Pada ajaran Marx,
diktatur proletariat akan terbentuk ketika di dalam masyarakat terdapatborjuasi
(dalam sistem kapitalisme), namun kenyataannya, negara-negara yang baru
merdeka dari imperialisme, tidak terdapat kaum borjuis, jumlah pabriknya sedikit,
dan kebanyakan penduduknya adalah petani. Inilah yang mendorong ditelurkannya
"ide-ide semacam sprong theory". Kemudian theory ini diadopsi oleh Soekarno.
Kalau dicermati "fase sprong theory" ini, bermula pada akhir tahun 1959-an
ketika kaum komunis meninjau kembali hubungannya dengan negara-negara baru
di Asia dan Afrika yang telah mendapatkan kemerdekaan setelah perang dunia II
usai. Munculnya revolusi borjuis demokratik (bourgeois democratic revolutions),
yang akan meluas menjadi revolusi proletar ternyata tidak pernah terwujud. Maka
pola perebutan kekuasaan langsung sebagaimana ajaran Lenin ditegaskan kembali
pada bulan Pebruari 1948 dalam konferensi Calcutta, yang dihadiri berbagai negara
Asia (termasuk Indonesia) ternyata gagal. Ini disebabkan karena golongan
nasionalis cukup mendapat dukungan rakyat. Kegagalan beberapa percobaan
perebutan kekuasaan, dan tidak terwujudnya revolusi proletar di negara-negara
Asia mendorong kaum komunis untuk melahirkan konsep-konsep baru dalam hal
strategi internasional komunisme untuk kerjasama dengan golongan nasionalis
setempat. Hal ini juga mempengaruhi perubahan sikap politik negara-negara
komunis, terutama Sovyet, terhadap negara-negara baru.76

tidak lebih hanyalah menyadur dialektika materialisme dan materialisme historis-nya Marxis,
untuk memenangkan pertentangan kelas, sampai tidak ada kelas, terwujudnya masyarakat ideal --
dalam hal ini menurut Marhaenisme adalah terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia. [lihat hal.
18]
75
Ibid, hal.24.
76
Lihat Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik; ed.xvi; 1995; PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta; hal. 91.

153
Perubahan konsep ini lebih didasarkan pada asumsi bahwa kemenangan
komunis bisa dicapai dengan "transmisi damai", yakni melalui saluran-saluran yang
sah, dan bekerja sama dengan kekuatan borjuasi yang ada. Konsep ini pertama kali
dikenalkan oleh Khrushcev dalam konggres Partai Komunis di Sovyet ke -20 tahun
1956. Konsep ini kemudian diterima pada konggres ke-64 Partai Komunis di Moskow
pada tahun 1957. Keputusan ini disetujui oleh negara-negara komunis yang hadir,
termasuk China. Walaupun China menyebarkan memorandum yang menyatakan,
bahwa transisi damai ini hanyalah taktik sementara, namun dalam jangka panjang
tetap harus dilakukan penghancuran sistem negara lama.77
Pada tahun 1960, dalam pertemuan 81 partai komunis di Moskow, gagasan
Khrushchev diformulasikan lebih rinci. Kemudian dicetuskan pola baru, yakni
negara demokrasi nasional (national democratic state). Demokrasi nasional
dianggap sebagai tahap dalam suatu perkembangan negara demokrasi borjuis
(national bourgeois) menjadi demokrasi rakyat sebagai suatu bentuk dikatatur
proletariat78.
Pada sisi lain menunjukkan bahwa politik luar negeri negara-negara baru
(merdeka) cenderung anti-imperalis. Hal ini tentunya sangat menguntungkan kaum
komunis, terutama untuk kepentingan komunis internasional. Biasanya negara-
negara baru (merdeka) tersebut jumlah buruh sangat sedikit sedangkan jumlah
yang menonjol adalah kaum agraris. Ini terlihat dengan sedikitnya jumlah industri,
atau ada akan tetapi tidak berkembang. Pada kasus negara-negara yang demikian
ini, dianjurkan untuk menggunakan taktik front persatuan nasional (united front
tactics) dengan golongan tani, intelegensia, dan borjuasi nasional di bawah
pimpinan golongan komunis.79
Namun pada akhirnya konsep demokrasi nasional juga dirasa tidak realistis.
Faktanya, beberapa negara yang tadinya dianggap matang untuk terbentuknya
demokrasi nasional, ada yang tidak memperlihatkan kemajuan ke arah demokrasi
rakyat. Kini kaum komunis harus meninjau kembali konsep demokrasi nasional,
serta sikap mereka terhadap borjuasi yang membatasi ruang gerak, bahkan
menutup sama sekali, partai-partai komunis setempat.
Adaptasi ini mengakibatkan dilepaskannya gagasan-gagasan yang sangat
pokok yaitu peranan mutlak partai komunis dan pertentangan kelas. Kini mereka
mencetuskan apa yang disebut demokrasi revolusioner. Dikatakan, " transisi ke
arah jalan non-kapitalis (yang berarti perkembangan komunis tanpa melalui tahap

77
Ibid, hal. 91-92.
78
George A. Von Stackelberg, The Soviet Concept of the Revolutionary Democratic State and its
Political Significance; Bulletin (Munich: Institute for the Study of the USSR), XIII; April 1966; hal. 4
79
op.cit; hal.92

154
kapitalisme) dapat dicapai dibawah pimpinan kaum demokrat yang revolusioner
dan tidak di bawah pimpinan kaum buruh saja." (transition to the non-capitalist
road can be achieved under the leadership of the revolutionary democrats and not
under that the working class).80
Namun Cina menolak konsep demokrasi revolusioner, dan mengecap mereka
sebagai revisionis. Mereka menekankan bahwa aliansi antara kaum buruh dan tani,
dibawah pimpinan partai komunis dengan penggunaan jalan kekerasan revolusioner
untuk meruntuhkan pimpinan yang reaksioner, merebut kekuasaan,
menghancurkan mesin negara lama, dan mendirikan diktatur proletariat".81
Dengan demikian sprong theory, secara konsepsi mirip dengan apa yang
disebut dengan konsep demokrasi revolusioner. Dalam rinciannya Soekarno
menjelaskan, bahwa tahapan revolusi akan melalui tiga fase penting; (1)
nasionalisme demokrat; (2) sosialisme demokrat; (3) sosialisme Indonesia. Pada
fase (1) semua elemen progresif (buruh dan tani) dipersatukan, semua potensi
nasional disatukan (nation and character building) untuk menyingkirkan penghalang
revolusi. Pada fase (2), membangun landasan dasar sosialisme; setelah fase kedua
ini selesai maka siap memasuki fase (3), yakni sosialisme Indonesia.82
Dari sini terlihat bahwa Marhaenisme yang diajarkan oleh Soekarno
merupakan adopsi komunis, yang kemudian mengalami perubahan-perubahan pada
tataran konsepsinya. Hal ini terlihat bahwa penjelasan Soekarno mengenai 3 fase
revolusi Marhaenisme sangat dipengaruhi bahkan menjiplak dari ide Khrushchev,
mulai konsep demokrasi nasional dengan taktik front persatuan nasional-nya
(united front tactics), yakni menyatukan golongan progresif (golongan tani,
intelegensia, dan borjuasi nasional di bawah pimpinan golongan komunis, sampai
dengan konsep demokrasi revolusioner-nya. Yang menyatakan pencapaian
masyarakat sosialis tanpa melalui fase masyarakat kapitalis --bandingkan dengan
sprong theory-nya Soekarno. Walaupun di kemudian hari terbukti bahwa akhirnya
komunis tetap menggunakan gaya aslinya, revolusioner dengan jalan kekerasan.83

FILSAFAT MARHAENISME
Pada dasarnya kebendaan dan kebathinan adalah intisari dari filsafat
Marhaenisme.84 Kebendaan diadopsi dari konsep dasar Marxisme tentang materi.
Mereka berasumsi bahwa seluruh perjuangan kelas, kemelaratan, kemiskinan, dan

80
John J. Taylor, The Maoist Revolutionary Mode in Asia, Current Scence, March 7, 1971, hal. 11
81
Stackelberg; op.cit, hal. 13
82
Panitia Lima Saudara, Buku Dasar-dasar Pokok Marhaenisme, Juli, 1961, Jakarta; hal.25
83
Lihat penjelasan mengenai perubahan-perubahan taktik kaum komunis, serta terjadinya
interpretasi baru terhadap ajaran Marxisme.
84
Ibid, hal. 74

155
ketertindasan, dapat dikembalikan kepada satu sebab, yakni harta benda
(materi).85 Adanya kelas-kelas masyarakat diukur karena perbedaan dalam
distribusi, dan kepemilikan harta benda. Dengan demikian faktor harta benda,
dapat mempengaruhi pemikiran manusia, bahkan menentukannya. Dengan
demikian berdasarkan konsep dialektika materialisme-nya Marx ini, maka dapat
dimengerti bahwa pusat segala sesuatu di dunia ini adalah materi.
Namun demikian keyakinan Marxisme seperti itu, bertolak belakang dengan
keyakinan masyarakat Indonesia, yang menyakini bahwa ada unsur di luar benda
(materi) yang memiliki kekuatan, yakni Tuhan. Maka Tuhanlah yang menentukan
kekuatan lahir dan bathin. Dengan unsur ini maka manusia Indonesia mampu
merasakan penderitaan hidupnya akibat penindasan imperialis.
Marhaenisme menyatakan bahwa, benar, bahwa yang menyebabkan
perasaan penderitaan itu ialah penindasan, terutama berupa serba kebendaan
(materi). Namun serba benda tidak mungkin menimbulkan reaksi apa-apa kalau
rakyat tidak memiliki kekuatan kebathinan yang mampu menimbulkan kesadaran
gerakan massa untuk meraih tujuan kekayaan serba benda kaum imperialis dan
merubah kondisi materi kaum Marhaen.86
Dengan demikian kekuatan bathin dapat mempengaruhi kekuatan benda,
begitu pula, bahwa kekuatan benda dapat mempengaruhi kelemahan bathin
menjadi kuat. Dua hal ini tidak mungkin dipisahkan. Sehingga filsafat Marhaen
adalah kebathinan dan kebendaan.87

KESIMPULAN
Marhaenisme adalah model perjuangan kaum sosialis-marxis di Indonesia.
Terutama setelah komunis internasional, waktu itu, melihat kendala-kendala yang
bersifat teoritis pada model perjuangan komunis ideal ketika diterapkan pada
negara-negara yang baru merdeka dari imperialisme. Kaum komunis internasional
(terutama Sovyet saat itu) mendapatkan bahwa sebagian besar negara-negara baru
tersebut, tidak memenuhi syarat terbentuknya diktatur proletariat sebagai bentuk
transisi menuju masyarakat komunis, sebagaimana konsep ideal anggitan Marx. Ini
disebabkan negara-negara yang baru merdeka terutama di Asia dan Afrika tidak
mungkin terbentuk borjuasi, disebabkan mayoritas mereka (80%) adalah petani,
sedangkan jumlah sangat pabrik sedikit. Dengan demikian, mereka mencoba
melakukan interpretasi terhadap ajaran Marx mengenai terbentuknya diktatur
proletariat. Marx dalam teorinya menitikberatkan aliansi kaum buruh untuk

85
Lihat penjelasan di muka mengenai Dialektika Materialisme dan Materialisme Sejarah
86
Panitia Lima Saudara, Buku Dasar-dasar Pokok Marhaenisme, Juli, 1961, Jakarta; hal.74
87
Ibid, hal. 74

156
membentuk dikatatur proletariat. Padahal di negara-negara yang baru merdeka
dari imperialisme mayoritas penduduknya adalah petani (agrikultur). Sebagian
pemikir komunis akhirnya memformulasikan beberapa model perjuangan dalam
hubungan antara komunis internasional dengan negara-negara yang baru merdeka.
Kemudian dirumuskan negara demokrasi nasional (national democratic state).
Demokrasi nasional dianggap sebagai tahap dalam suatu perkembangan negara
demokrasi borjuis (national bourgeois) menjadi demokrasi rakyat sebagai suatu
bentuk dikatatur proletariat.
Sementara untuk, memberikan model perjuangan komunis pada negara-
negara agraris, dimana jumlah buruh sedikit, dianjurkan untuk menggunakan taktik
front persatuan nasional (united front tactics) dengan menggalang kekuatan
golongan tani, intelegensia, dan borjuasi nasional di bawah pimpinan golongan
komunis.
Namun pada akhirnya konsep demokrasi nasional juga dirasa tidak realistis.
Beberapa negara yang tadinya dianggap matang untuk terwujudnya demokrasi
nasional, tidak memperlihatkan kemajuan ke arah demokrasi rakyat. Akhirnya
mereka meninjau kembali konsep demokrasi nasional, serta sikap mereka terhadap
borjuasi yang membatasi ruang gerak, bahkan menutup sama sekali, partai-partai
komunis setempat.
Adaptasi ini mengakibatkan konsep-konsep pokok komunisme yaitu peranan
mutlak partai komunis dan pertentangan kelas mengalami banyak penafsiran yang
bersifat sosio-adaptif. Mereka kemudian mencetuskan apa yang disebut demokrasi
revolusioner. Dikatakan, " transisi ke arah jalan non-kapitalis (yang berarti
perkembangan komunis tanpa melalui tahap kapitalisme) dapat dicapai dibawah
pimpinan kaum demokrat yang revolusioner dan tidak di bawah pimpinan kaum
buruh saja." (transition to the non-capitalist road can be achieved under the
leadership of the revolutionary democrats and not under that the working class).
Walaupun beberapa negara komunis sangat menentang gagasan-gagasan
"moderat" tersebut. Semisal China sangat menolak konsep demokrasi revolusioner.
Karena konsep ini telah merevisi pokok-pokok paradigma Marxisme. China tetap
menekankan terwujudnya aliansi antara antara kaum buruh dan tani, dibawah
pimpinan partai komunis dengan penggunaan jalan kekerasan revolusioner untuk
meruntuhkan pimpinan yang reaksioner, merebut kekuasaan, menghancurkan
mesin negara lama, dan mendirikan diktatur proletariat.
Namun, model perjuangan kaum komunis di negara-negara baru merdeka
akhirnya juga mempengaruhi mereka untuk memformulasikan ajaran-ajaran baru,
untuk memberikan label ideologi pada perjuangan kaum komunis pada masing-
masing negara. Di Indonesia kemudian muncul paham Marhaenisme. Walaupun

157
semula marhaenisme hanyalah sekedar model perjuangan kaum sosialis-komunis di
Indonesia, akhirnya harus bersinkretis dengan ajaran-ajaran lainnya, yang
terkadang ajaran ini sangat kontradiktif dengan paham sosialis-komunisme.
Misalnya, marhaenisme akhirnya mengadopsi agama (walaupun sebatas ber-agama
secara kebudayaan) untuk membangun paradigma filosofi ajarannya. Padahal bila
kita telusur, agama dengan sosialis-marxisme saling bertentangan, dan tidak
mungkin disatukan. Karena penolakan terhadap agama (atheis) merupakan
paradigma dasar sosialis-marxis, sementara agama juga berposisi sebagai
paradigma dasar masyarakat Indonesia yang religius. Melihat ini, maka Soekarno
akhirnya melakukan upaya sinkretisasi agama dengan marxisme. Lahirlah kemudian
konsep Marhaenisme, nasakom dll.
Sedangkan paradigma-paradigma perjuangan Marhaenisme, seluruhnya
dibangun di atas dasar model perjuangan sosialis-marxisme. Begitu kuatnya
pengaruh marxisme terhadap marhaenisme, sehingga untuk mengetahui
marhaenisme harus mengetahui pula marxisme. Bahkan Soekarno menegaskan,
"...orang tidak akan dapat mengerti Marhaenisme jika ia tidak mempelajari dan
mengerti Marxisme.."[sebagaimana dilansir dalam, Dasar-dasar Pokok
Marhaenisme, oleh Panitia Lima Saudara].

158
,

Dasar pijakan dari paham Sosialisme-Komunisme adalah filsafat


materialisme. Mereka memandang bahwa alam, manusia, dan kehidupan adalah
materi. Materi adalah asal dari sesuatu. Evolusi materi akan mengeksistensikan
materi lain. Atau mereka menerangkan bahwa materi tercipta karena proses
dialektika dalam materi, yang mengikuti hukum thesa-antithesa - sinthesa -
pelenyapan - menjadi. Berdasar hal ini sama sekali tidak ada sesuatu di luar
materi. Dengan demikian mereka menganggap bahwa materi adalah azali (tidak
bisa hancur). Bahkan materi itulah yang mengeksistensikan Tuhan yang imajiner.
Hegel menyatakan, "Tuhan adalah Realitas Mutlak sinthesis antara ada dan tidak
ada dalam menjadi". Bahkan Marx menyatakan bahwa agama adalah candu bagi
masyarakat, mempercayai Tuhan harus melampaui fase irrasional terlebih dahulu.
Teori Marx ini kemudian "mendapatkan" pembenaran dari ilmu-ilmu fisika
dan biologi, terutama, evolusi materi, dan terwujudnya materi-materi yang lain.
Walaupun "verifikasi ilmiah" terhadap kebenaran ajaran sosialisme-komunisme ini
lebih tepat dikatakan sebagai "pemaksa-samaan" terhadap teori-teori mereka,
dengan meletakkan kenyataan-kenyataan empirik tersebut pada premis-premis
dialektik. Semisal, ketika mereka menerangkan prinsip pelenyapan-dalam me
njadi", dalam peristiwa evolusi antara sperma dan ovum. Mereka meletakkan
kenyataan empirik ini (sperma dan ovum) untuk mewakili thesa dan anti-thesa-nya.
Ketika sperma (thesa) dan ovum (antithesa), tidak melakukan dialektika, maka
tidak akan terwujud "materi" yang lain, namun ketika sperma dan ovum
bersinthesa maka akan -menjadi- zygot, dimana peristiwa ini akan dibarengi
dengan -pelenyapan-, yakni hilangnya sifat sperma dan ovum menjadi sifat dan
bentuk yang sama sekali baru.
Tentunya pandangan ini sangat bertentangan dengan Islam. Islam
memandang bahwa dibalik alam, kehidupan, dan manusia ada yang menciptakan,
yakni al-Khaliq al-Mudabbir. Materi tidaklah azali, bukan sebagaimana yang
diutarakan oleh kaum sosialis-komunis. Benar, bahwa interaksi antar materi akan
menimbulkan materi yang baru, akan tetapi sekedar interaksi antara materi saja
tidak otomatis mewujudkan materi lain, dan tidak sepenuhnya kemudian dibarengi
dengan pelenyapan sifat dari mater-mater awal. Sebagaimana air (H2O) adalah

159
interaksi antara oksigen dengan hidrogen. Sekedar interaksi antara oksigen dan
hidrogen tidak kemudian secara langsung menghasilkan air (H2O), akan tetapi
mutlak dalam interaksi itu adalah aturan yang memaksa materi itu untuk
terwujudnya air. Bila satu atom oksigen berinteraksi dengan satu atom hidrogen,
maka interaksi antar oksigen dan hidrogen tidak otomatis menghasilkan air. Namun
interaksi itu, hingga terwujudnya air, harus berjalan sesuai dengan hukum
perbandingan 1:2 (satu oksigen dengan 2 hidrogen), yang tentunya hukum
perbandingan ini bukanlah "mater", namun mutlak ada dalam interaksi antara
materi. Dengan demikian ada sesuatu bukan materi, dalam hubungan peng-
eksistensian materi.
Selain itu, oksigen dan hidrogen tidaklah lenyap sama sekali. Namun lebih
tepatnya adalah "interaksi yang kokoh antara oksigen dan hidrogen", yang ketika
keduanya terangkai dengan "aturan-aturan baku" membentuk dua-hidroksi oksigen
(air). Mengapa demikian? Bukankah oksigen dan hidrogen bisa diambil kembali
dengan jalan memutus ikatan hidrogen dengan oksigen? Dengan demikian pada
hakekatnya ia tidak "lenyap" sama sekali, karena baik oksigen maupun hidrogen
dapat diperoleh kembali dengan memecahkan ikatan dua-hidroksi oksigen.
Pertanyaannya, bagaimana kemunculan aturan ini, dan siapa yang mencipta
hukum perbandingan ini? Apakah muncul dengan tiba-tiba? Siapa yang mencipta
materi awal? Inilah pertanyaan yang mustahil dijawab dengan jawaban "kebetulan"
atau "tiba-tiba", namun mutlak dijawab dialah sang Khaliq al-Mudabbir (Sang
Pencipta dan Pengatur).
Dalam al-Quran banyak disebutkan ayat-ayat mengenai penciptaan alam
semesta. Sebagaimana firman Allah swt, artinya;
"Hai manusia sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-
orang sebelummu agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap...(2:21-22)
"Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu, dan
Dia berkehendak menciptakan langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit! Dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu". (2:29).
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam
dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu
Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala
jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi; sungguh terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum
yang memikirkan". (2:164).

160
"Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa,
Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik, bertasbihlah kepada-Nya apa yang
ada di langit dan bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
(59:24).
"Sesungguhnya Dialah Yang menciptakan (makhluq) dari permulaan dan
menghidupkannya (kembali)" (85:13)
Dan masih banyak ayat-ayat lain yang menunjukkan pengertian bahwa
alam, kehidupan, dan manusia ada penciptanya, yakni al-Khaliq al-Mudabbir (Allah
SWT).
Dengan demikian doktrin sosialisme-komunisme adalah paham kufur dan
sesat. Paham ini telah menyeret manusia kepada atheis (mulhid), dan
menempatkan materi sebagai sesembahannya. Padahal baik secara 'aqliy maupun
naqliy terbukti bahwa eksistensi al-Khaliq adalah suatu keniscayaan terhadap
eksistensi alam, manusia, dan kehidupan. Dengan mencurahkan segenap
pemikiran, maka akan didapatkan suatu konklusi yang memuaskan bahwa dibalik
alam semesta, manusia, kehidupan ada Yang Mengatur dan Mencipta. Alam mater
yang saling bergantung tidak mungkin terwujud tanpa ada sesuatu yang
Independent (tidak tergantung kepada mater yang ada di dunia ini). Alam adalah
terbatas. Ia adalah rangkaian dari berbagai mater, yang satu dengan yang lain
saling bergantung, sehingga membentuk bangunan raksasa bernama alam semesta.
Dengan demikian masing-masing terbatas oleh yang lain. Untuk memutus,
kebergantungan-kebergantungan ini mutlak harus ada sesuatu yang tidak
bergantung pada yang lain, ia independent, Dialah yang mencipta tidak tergantung
kepada yang lain, bahkan Dia adalah tempat bergantung. Dialah al-Khaliq al-
Mudabbir, Allah swt.
Dengan ajaran sosialisme-komunisme yang mulhid (atheis) itu, merupakan
ajaran yang bertolak belakang dengan Islam. Sedangkan orang-orang tidak beriman
kepada Allah, terkategori orang-orang kafir yang akan kekal di neraka selama.
Sebagaimana firman Allah swt,
"Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik
(akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah
seburuk-buruk makluk" (98:6).
Dengan demikian dialektika materialisme yang membangun keseluruhan
bangunan sosialisme-komunisme merupakan pemikiran yang bersifat asumtif, dan
tidak pernah terwujud dalam realitas. Sehingga apa yang diungkapkan oleh Marx,
baik apakah itu dialektika materialisme ataupun materialisme sejarah adalah ide
khayali, tidak pernah terrealisasi dalam kehidupan. Adapun pembenaran-
pembenaran yang dilakukan oleh Marx & Engels, terhadap konsep dialektika,

161
dengan mengetengahkan verifikasi ilmiah, konsep gerak dan lain-lain, hanyalah
verifikasi ilmiah yang dipaksakan, bahkan tidak korelatif sama sekali dengan ajaran
mereka.
Adapun hukum evolusi sosial yang mengikuti hukum materialisme sejarah &
dialektika materialisme, tidak terlihat sama sekali dalam kenyataan. Bahkan
perkembangan masyarakat sama tidak sekali tidak berjalan berdasar hukum evolusi
sosial. Sebagai contoh, terbentuknya masyarakat komunis di Rusia dan di Cina,
tidak berjalan sesuai dengan hukum evolusi sosial. Karena pada dua negara
tersebut mayoritas penduduknya adalah petani, bukan buruh pabrik. Sehingga
tidak tergambar sedikitpun perjuangan kelas yang dilakukan oleh kaum buruh atas
kaum borjuis. Atau terwujudnya masyarakat komunis di dua negara tersebut tidak
melampui fase masyarakat kapitalis sebagaimana hukum evolusi sosial. Yang ada
hanyalah coup --perebutan kekuasaan dengan jalan kekerasan-- yang dilakukan
oleh beberapa orang (bukan buruh), untuk menerapkan sistem komunis di sana.
Begitu pula apabila kita melihat perubahan masyarakat dari feodal menuju
kapitalis, dan seterusnya, sama sekali tidak mengikuti hukum evolusi anggitan
Mark.
Kesimpulannya, bahwa teori-teori yang dikemukakan Marx, apakah
Dialektika materialisme atau materialisme sejarah, adalah teori-teori asumtif yang
eksistensinya tidak pernah ada dalam kenyataan. Dengan demikian seluruh
pemikiran yang dibangun dari konsep dialektika materialisme telah gugur, dengan
gugurnya paradigma dasarnya.
Adapun paradigma Islam tentang peraturan dan masyarakat adalah sebagai
berikut. Islam telah menjadikan al-Quran dan Sunnah sebagai satu-satunya sumber
hukum. Aturan ini tidak pernah berubah, dan tidak mengalami evolusi. Tidak
sebagaimana paham sosialisme-komunisme, yang menyatakan bahwa aturan bisa
berevolusi karena berevolusi alat-alat produksi. Ketika alat-alat produksi masih
belum maju maka akan terbentuk masyarakat feodal, maka aturan-aturan yang
diberlakukan juga aturan feodal. Namun ketika alat produksi berevolusi lebih
maju, menjadi mesin, pabrik maka masyarakat feodal berubah menjadi masyarakat
kapitalis. Aturan yang diterapkan dalam masyarakat juga aturan kapitalis.
Demikian seterusnya sampai terbentuk masyarakat sosialis dengan aturan sosialis-
nya.
Islam telah menetapkan bahwa aturan yang benar bukan muncul dari
manusia, atau dari evolusi materi, namun harus berasal dari al-Khaliq al-
Mudabbir, yakni Allah swt. Karena yang mengetahui problem manusia secara
esensial adalah Allah swt bukan manusia. Dengan demikian aturan itu mutlak harus
datang dari Allah swt. Allah swt berfirman, "

162
"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, Dia menerangkan yang
sebenarnya, dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik" (6:57)
Adapun manusia tidak akan mungkin mengetahui hakekat dari
perbuatannya. Sebagaimana firman Allah,
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu mencintai sesuatu , padahal ia amat buruk bagimu, Allah
Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui". (2:216)
Islam juga melarang umatnya untuk berhukum dengan aturan kufur (hukum
non Islam). Bahkan memberikan label kepada mereka dengan sebutan kafir, fasiq,
dan dzalim. Sebagaimana firman Allah,
"Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali" (An Nisa' : 117),
"Dan barangsiapa tidak berhukum dengan apa-apa yang telah diturunkan
Allah, maka mereka termasuk orang-orang kafir" (Al Maidah : 44),
"Dan barangsiapa tidak berhukum dengan apa-apa yang telah diturunkan
Allah, maka mereka termasuk orang-orang yang dzolim" (Al Maidah :45),
"Dan barangsiapa tidak berhukum dengan apa-apa yang telah diturunkan
Allah, maka mereka termasuk orang-orang yang fasiq". (Al Maidah : 47),
"Dan apa-apa yang diperintahkan Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa-
apa yang dilarang oleh Rasul maka tinggalkanlah" (Al Hasyr:7),
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada
Allah dan RasulNya agar mereka berhukum (mengadili) diantara mereka ialah
ucapan," Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah termasuk orang
yang patuh." (An Nur :51),
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran
, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah memperturutkan
hawa nafsu." (Al Maidah :48).

Dengan demikian aturan dalam Islam diambil dari al-Quran (wahyu), bukan
diambil berdasarkan evolusi alat produksi. Aturan Islam tidak akan pernah berubah
sepanjang masa. Bahkan Islam datang untuk merubah adat-istiadat, pemikiran,
ajaran, ataupun ide-ide yang sesat --termasuk sosialisme-komunisme-
marhaenisme, kemudian diganti dengan ajaran Islam.

163
Walhasil Islam adalah agama sempurna, dan agama yang diridloi oleh Allah
swt. Pemikiran, ide, agama, dan keyakinan-keyakinan selain Islam adalah tertolak.
Sebagaimana firman Allah, '
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya; dan dia adi akherat termasuk orang-
orang yang merugi" (3:85)
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
kucukupkan ni'matKu kepadamu, dan telah Kuridloi Islam sebagai agama bagimu".
(5:3).
"Dan Kami telah menurunkan kepadamu (Mohammad) al-Kitab untuk
menjelaskan segela sesuatu, dan sebagai petunjuk , rahmat, dan khabar gembira
bagi orang muslimin" (al-Nahl:89)

Ayat di atas selain menunjukkan bahwa Islam sebagai diin yang sempurna
juga menunjukkan bahwa Islam adalah sebuah sebuah mabda' ("ideologi"). Sifat ini
terlihat bahwa Islam adalah suatu agama yang mengatur seluruh perikehidupan
manusia. Islam mengatur ekonomi, politik, sosial, dan seluruh sendi kehidupan.
Islam, dengan al-Quran dan Sunnah, membangun seluruh hukum, ide-ide, dan
pemikiran-pemikiran. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah qaidah fikriyyah yang
membangun seluruh pemikiran cabang. Sifat yang demikian mencerminkan bahwa
Islam adalah sebuah mabda'. Sifat Islam sebagai mabda' juga terlihat bahwa Islam
juga telah menjelaskan bagaimana cara melaksanakan ajaran Islam (pola
operasional), serta menjelaskan bagaimana cara menjaga 'aqidah Islam, dan
menjelaskan pula bagaimana Islam disebarkan ke seluruh penjuru alam.
Sebagaimana firman Allah swt,
"Dan tidaklah Kami mengutus engkau Mohammad kecuali untuk seluruh
manusia, sebagai khabar gembira dan peringatan, akan tetapi sebagian besar
manusia tidak mengetahui" (al-Saba':28).
Kesimpulannya paham sosialisme-komunisme adalah ajaran sesat yang
bertentangan dengan mabda' (ideologi) Islam.

Bathilnya Marhaenisme
Seluruh bangunan Marhaenisme yang ditegakkan di atas ajaran sosialisme-
komunisme (marxisme) adalah ajaran yang sesat dan bertentangan dengan Islam88.

88
Dengan gugurnya konsep dasar sosialisme-komunisme, maka seluruh bangunan yang ditegakkan
atas dasar sosialisme-komunisme telah gugur dan terlihat kebathilannya. Dengan demikian,
seluruh ide sosialisme-komunisme yang diadopsi oleh Marhaenisme, juga terbukti kesalahannya.
Tinggal, menjelaskan kebathilan mengenai sinkritisasi agama, dan penempatan ke-Tuhanan
sekedar ber-Tuhan secara kebudayaan. Konsep ke-Tuhanan secara kebudayaan, akan berimplikasi
memandang agama sejauh pada pengertian budaya. Tentunya pemahaman semacam ini akan

164
Demikian pula sinkritisasi dengan agama --dengan menempatkan ber-Tuhan secara
kebudayaan-- adalah ajaran yang sesat dan bertolak belakang dengan aqidah Islam.
Karena Islam telah menempatkan keimanan kepada Allah dengan sepenuh-penuh
keimanan, bukan sekedar aspek budaya.
Keimanan kepada Allah swt, adalah keimanan yang disandarkan kepada 'aql,
bukan sekedar keyakinan yang bersifat dogmatis, atau sekedar kebudayaan. Iman
sendiri adalah pembenaran yang bersifat pasti, --sedangkan kepastian tidak akan
mungkin tercapai bila tidak -- berkesesuaian dengan fakta, dan dibangun di atas
suatu argumen (dalil).-89 Imam al-Ghazali, menyatakan,"Iman adalah pembenaran
yang pasti yang tidak ada keraguan maupun perasaan bersalah yang dirasakan oleh
pemeluknya."90 Imam al-Nasafiy, berpendapat, "Iman adalah pembenaran hati
sampai pada tingkat kepastian dan ketundukan."91 Imam Ibnu Katsir
menjelaskan,"Iman yang telah ditentukan oleh syara' dan diserukan kepada kaum
muslimin adalah berupa i'tiqad (keyakinan), ucapan, dan perbuatan. Begitulah
pendapat sebagian besar imam-imam madzhab. Bahkan menurut Imam Syafi'iy,
Ahmad bin Hanbal,dan Abu Ubaidah, pengertian ini sudah menjadi suatu ijma'.
(kesepakatan)".92 Imam Ibnu Mandzur menyatakan, "Tokoh ahli bahasa Azujaj,
telah membatasi pengertian iman dengan menempatkan sikap ketundukan,
kepatuhan, serta kesediaan untuk menerima syari'at Islam. Dalam hal ini termasuk
apa-apa yang disampaikan Rasulullah saw (sunnah). Ia diyakini dan diimannya
dibenarkan di dalam hati. Karenanya, siapa saja yang bersikap demikian, ia adalah
seorang mukmin dan muslin yang tidak ragu-ragu lagi terhadap imannya. Juga
orang itu telah beranggapan bahwa pelaksanaan semua kewajiban itu adalah suatu
keharusan tanpa diselipi sedikitpun rasa ragu. Allah swt berfirman, "....dan kamu
sekali-kali tidak akan percaya kepada kami..."93 Arti iman adalah tashdiq
(pembenaran). Dalam kitab al-Tahdzib, disebutkan bahwa iman adalah asal kata
dari amana - yu'minu- iimaanaan, yang artinya ia seorang mu'min. Dalam hal ini
ahli bahasa sepakat bahwa iman berarti tashdiq (pembenaran). Perhatikan firman
Allah swt, " Orang-orang Arab Badui itu berkata, "Kami telah beriman. Katakanlah

menjatuhkan pemeluk -Marhaenisme-- bahwa agama hanyalah sekedar budaya, dan lebih dari itu
semua agama adalah benar (filsafat perenial). Ini bisa kita lihat ketika terjadi hujatan kaum
muslimin atas Megawati (putri Soekarno) yang melakukan kegiatan ritual ala Hindu di Bali, maka
buru-buru tokoh PDI menyatakan bahwa Megawati melakukan ritual ala Hindu bukan berarti ia
berubah menjadi pemeluk agama Hindu, tapi sekedar melakukan ritual kebudayaan.
89
Lihat Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz.I, ed.iv, 1994, Daar al-Ummah,
Beirut-Libanon, hal. 29
90
Imam Al-Ghazali, Iljaam al-'Awam 'an 'Ilm al-Kalaam, hal. 112
91
Imam al-Nasafiy, Al-'Aqaaid al-Nasafiyyah, hal. 27-43
92
Imam Ibnu Katsiir, Tafsir Ibnu Katsir, jilid.I, hal. 40
93
Al-Quran, Yusuf:17.

165
(kepada mereka); kamu belum beriman.Tetapi katakanlah, "Kami telah
tunduk."9495 Selanjutnya Imam Ibnu Mandzur, menjelaskan, "Pembahasan ini
memerlukan penjelasan agar orang-orang paham. Juga perlu dijelaskan sampai
tingkat mana seorang muslim tidak tergolong mu'min lagi. Islam itu dapat
diartikan sebagai penampakan ketundukan dan menerima apa yangdisampaikan
Rasulullah saw. Dengan Islam, jiwa seseorang dapat diselamatkan (tidak dapat
dibunuh semena-mena). Apabila iman telah dinampakkan dan dibenarkan di dalam
hati, maka itulah iman yang sebenarnya, dan orang tersebut dikatakan telah
memiliki iman. Ia adalah seorang muslim sekaligus mkmin. Orang tersebut
tergolong orang mukmin yang beriman kepada Allah swt dan RasulNya tanpa
keraguan secuilpun. Ia mengetahui bahwa pelaksanaan fardlu (kewajiban) adalah
suatu keharusan. Berjihad dengan jiwa dan hartanya adalah suatu kewajiban
tanpa terkandung keraguan sedikitpun di dalamnya. Dengan demikian, orang
seperti ini telah digolongkan sebagai mukmin yang sebenar-benarnya,
sebagaimana firman Allah swt, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu lagi; dan mereka berjihad
dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang
benar."96 Yaitu orang berkata bahwa dirinya adalah orang yang mukmin, dan
mereka adalah orang-orang yang jujur. Akan tetapi bagi siapa saja yang telah
menampakkan sikap bersedia menerima syari'at (Islam) namun hanya untuk
menjauhkan diri dari bahaya, maka orang seperti ini dilihat dari dzahirnya adalah
muslim, tetapibathinnya belum membenarkan (belum beriman). Orang-orang yang
demikian dikatakan (boleh mengatakan), "aku telah masuk Islam". Sebab, iman
mengharuskan para pemeluknya membenarkan dan menerima Islam, Begitu pula
jika seseorang berkata,"aku telah beriman kepada Allah swt, atau seseorang
mengatakan "aku telah beriman dengan ini dan itu". maka maksudnya adalah aku
telah membenarkannya (beriman). Oleh karena itu Allah swt telah mengeluarkan
orang-orang dari keimanan yang sebenarnya sebagaimana yang tercantum dalam
firmanNya, "Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu..."97. Maksudnya
kalian belum percaya, tetapi kalian telah masuk Islam yang tujuannya untuk
menyelamatkan diri dari kebinasaan. Dengan demikian, bagi seseorang mukmin
yang menyembunyikan keyakinannya, sama saja dengan seorang mukmin yang
menampakkan keyakinannya. Sebab seorang muslim sempurna adalah yang
menampakkan ketaatan terhadap sesuatu yang diyakininya (yang berasal dari

94
Al-Quran, al-Hujurat :14
95
Ibnu Mandzur, Kitab Lisaan al-'Arab
96
Al-Quran, al-Hujurat:15
97
Al-Quran, al-Hujurat:14

166
Allah swt). Sedangkan seorang mukmin yang menampakkan keislamannya hanya
untuk menyelamatkan diri, pada hakekatnya bukanlah seorang mukmin. Tetapi
hukumnya adalah terhadap apa yang nampak, yaitu sebagai seorang muslim. ?"98
Imam Nawawi, menyatakan, "Ahli Sunnah dari kalangan ahli hadits, para fuqaha,
dan ahli kalam, telah sepakat bahwa seseorang dikategorikan muslim apabila
orang tersebut tergolong sebagai ahli kiblat (melakukan sholat). Ia tidak kekal di
dalam neraka, hal ini tidak akan didapati kecuali seseorang telah beriman di
dalam hatinya terhadap dienul Islam secara pasti tanpa keraguan sedikitpun, dan
ia mengucapkan dua kalimat syahadat."99
Dengan demikian menurut ahlu sunnah dari jumhur muhaditsin, fuqaha, dan
ahli kalam, seseorang yang amalnya diterima oleh Allah swt adalah bukan sekedar
orang yang berhasil mengucapkan dua kalimat syahadat saja dan menampakkan
keimanannya karena ada paksaan.
Selain itu, keimanan harus diperoleh dengan jalan berfikir, bukan taqlid
(ikut-ikutan), bahkan menganggap beragama sebagai suatu budaya (kebudayaan).
Al-Quran dengan tegas mencela orang-orang yang bertaqlid kepada tokoh atau
nenek moyang mereka dalam urusan agama tanpa menggunakan pikiran.
Sebagaimana firman Allah, " (Dan) mereka berkata, "Ya Rab kami, sesungguhnya
kami telah mentaati para pemimpin dan pembesar kamu lalu mereka menyesatkan
kami dari jalan yang benar."100 Firman Allah, "Bahkan mereka berkata,
"Sesungguhnya kami mendapati pada bapak kami menganut suatu agama dan
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dengan
mengikuti jejak mereka. Dan demikianlah bahwa Kami tidak mengutus sebelum
kamu seorang pemberi peringatanpun di suatu negeri, melainkan orang-orang yang
hidup mewah di negeri itu berkata, "Sesungguhnya kami mendapati pada bapak
kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak
mereka. (Rasul itu) berkata, : Apakah (kamu akan mengikutinya juga), sekalipun
aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada
apa yang kami dapati yang dianut oleh bapak-bapak kalian?"101 Firman Allah, "Dan
apabila dikatakan pada mereka, "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah."
Mereka menjawab, "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa-apa yang telah kami
dapati dari nenek moyang kami." (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu pun dan tidak mendapat
petunjuk?102"

98
Ibnu Mandzur, Kitab Lisaan al-'Arab.
99
Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, jilid I, hal. 49
100
Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, jilid I, hal. 49
101
Al-Quran, al-Dzukruf:22-24
102
Al-Quran, al-Baqarah:170

167
Inilah ayat-ayat yang mengandung celaan bagi orang yang taqlid dalam
masalah 'aqidah (ikut-ikutan). Termasuk di dalamnya beriman atau menganggap
agama (ber-Tuhan) sebagai kebudayaan. Sungguh ini adalah kesesatan yang nyata.
Sehingga sikap seorang muslim sejati adalah melandasi aqidahnya dengan argumen
yang kuat, bukan sekedar mengikuti budaya nenek moyang. Al-Quran
menyebutkan, "Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? Katakanlah,
"Tunjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar." 103
"Apakah mereka mengambil Tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah,
"Tunjukkanlah hujjahmu (argumen)! (Al-Quran ) ini adalah peringatan bagi orang-
orang yang bersamaku dan peringatan bagi orang-orang sebelumku. Sebenarnya,
kebanyakan mereka tidak mengetahui yang haq. Karenanya mereka berpaling."104
"Katakanlah, " Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga
kamu dapat mengemukakannya kepada Kami? Kamu tidak mengikuti sesuatu
melainkan persangkaan belaka, dan tidak lain kamu hanya berdusta,"105
Dengan demikian dalam urusan agama (ushul al-diin) seseorang harus
mengetahui dengan dirinya sendiri, dan ia dilarang untuk bertaqlid dalam hal-hal
'aqaaid. Imam Al-'Aamidi, berpendapat, "Tidak boleh taqlid dalam masalah-
masalah ushul yang berkaitan dengan aqidah seseorang terhadap wujud
(eksistensi) Allah swt. Juga terhadap apa boleh dan apa yang tidak boleh; apa
yang wajib dan apa yang mustahil bagi-Nya".106
Adapun argumentasi dari Imam Al-'Aamidi, pertama; "Bahwasanya
mengamati adalah merupakan suatu kewajiban, sedangkan dalam hal taqlid unsur
mengamati akan ditinggalkan. Hal ini tidak diperbolehkan. Dalil tentang wajibnya
pengamatan adalah firman Allah swt, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-
orang yang berakal".107 Berkaitan dengan ayat tersebut Rasulullah saw bersabda,
"Celakalah orang yang membaca (ayat ini) tanpa memikirkan isinya terhadap
sesuatu yang dianjurkan bagi manusia untuk memikirkannya..." Sabda Rasul
tersebut mengingatkan kepada orang-orang yang tidak melakukan
pengamatan/berpikir terhadap apa yang ada di sekitarnya. Hal ini menunjukkan
kewajiban berpikir. Alasan kedua, bahwasanya para 'ulama salaf telah sepakat
(ijma') tentang wajibnya mengetahui Allah swt terhadap apa yang jaiz bagiNya
dan yang tidak. Alasan ketiga , bahwasanya bertaqlid dalam urusan aqidah adalah
hal yang tidak diakui oleh syara'. Hal ini tidak diperbolehkan. Akan tetapi (kami =

103
Al-Quran, al-Naml:64
104
Al-Quran, al-Anbiyaa':24
105
Al-Quran, al-An'aam:148
106
Imam Al-Amini, Al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, jilid IV, hal. 300
107
Al-Quran, Ali Imron:190

168
Al-'Aamidi) telah mengecualikannya dalam hal wajibnya seorang muqallid 'aami
bertaqlid kepada mujtahid (dalam urusan hukum). Ayat-ayat al-Quran yang mulia
telah mencela orang-orang yang bertaqlid buta. Hal ini mencakup urusan aqidah
dan hukum. Sebab, taqlid seperti ini telah disebutkan dalam firman Allah swt,
"Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti
jejak mereka."108
Kata "atsarihim" --lihat teks asli al-Dzukruf:22) termasuk jama' mudlof yang
digolongkan ke dalam 'aam (umum). Begitu pula kata "maa" yang terdapat dalam
surat al-Baqarah:170, tergolong pula dalam lafadz umum. Dalam kaedah ushul,
disebutkan "al-'umuum yabqa fi 'umuumihi ma lam yarid daliil al-takhshish".
Umum tetap dalam keumumannya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan.
Sedangkan dalil yang mentakhshish (mengkhususkan) keumuman ayat-ayat tersebut
adalah hal-hal furu' (cabang) termasuk masalah hukum-hukum 'amaliah praktis,
maupun ide-ide terperinci mengenai 'aqidah yang menjadi perselisihan para
'ulama.
Selain itu, berpikir menyangkut masalah aqidah adalah mudah, karena dalil-
dalil berkenaan dengan aqidah sangat jelas (tidak perlu ijtihad).109 Imam Ahmad
menyatakan, "Tanda yang menunjukkan dangkalnya ilmu seseorang, bahwa ia
bertaqlid kepada orang lain dalam masalah aqidah".110
Kesimpulannya, konsep ke-Tuhanan secara budaya dalam ajaran
Marhaenisme adalah ide bathil, dan bertentangan secara diametrikal dengan
aqidah Islam. Apabila dalam asasnya sudah bathil dan rusak, maka seluruh
bangunan marhaenisme yang dibangun berdasar asas ini adalah bertentangan
dengan Islam.
Islam, memerintahkan kepada kaum muslimin untuk mengimani eksistensi
al-Khaliq dengan pembenaran yang bersifat pasti, tanpa ada keraguan, kemudian
keimanan itu dimanifestasikan dengan melaksanakan seluruh ketentuan Allah
swt.111 Keimanan kepada eksistensi al-Khaliq adalah keimanan yang dibangun
berdasarkan 'aqal, bukan karena budaya atau doktrin nenek moyang.

108
Al-Quran, Al-Dzukruf:22
109
Lihat dan bandingkan dengan perkataan Imam Ibnu Jauzi dalam kitab, "Talbis Iblis", hal. 82,
"Sesungguhnya dalil menyangkut aqidah adalah sangat jelas (tidak memerlukan ijtihad). Hal ini
tidak sulit diketahui oleh orang yang berakal.
110
Ibid, hal. 82.
111
Lihat hadits riwayat Imam Thabarani, "Al-iimaan ma'rifat fi qalb wa qaulu bi al-lisaan, wa 'amal
bi al-arkaan (Iman itu ma'rifat di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dikerjakan dengan
rukun-rukun tertentu).

169
Adapun filsafat marhaenisme yang ditegakkan di atas materi dan
kebathinan, pada hakekatnya membuat penganutnya terjatuh kepada kesyirikan.
Sehingga filsafat materi dan kebathinan ini adalah filsafat yang bertolak belakang
dengan aqidah Islam. Padahal pilar Islam dibangun dengan aqidah Islam. Bukan
gabungan antara materi dan kebathinan.
'Aqidah Islamiyyah adalah beriman kepada Allah, Malaikat-malaikatNya,
Kitab-Kitab SuciNya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan Qadla' dan Qadar baik
buruknya dari Allah.112 Sedangkan makna iman, adalah pembenaran yang bersifat
pasti, tanpa ada keraguan. Iman kepada wujud Allah tidak hanya sebatas faktor
kebathinan, atau sebatas budaya, namun keyakinan akan wujud Allah, mewajibkan
kaum muslimin percaya akan wahdaniyyah khaliq, dengan pembenaran yang
bersifat pasti tanpa ada sedikitpun keraguan. Namun perlu diketahui, bahwa ketika
seorang bersyahadat menyatakan keimanannya, maka syahadat I, sebenarnya
bukan sekedar bersyahadat terhadap wahdaniyyah al-khaliq semata, namun
maknanya adalah tidak ada yang disembah kecuali Allah yang wajib al-wujud. Oleh
karena itu, pengetahuan eksistensi Allah tidaklah cukup dalam wahdaniyyah, tapi
harus tercakup wahdaniyyah khaliq, dan wahdaniyyah ma'buud, karena makna dari
la ilaha illa al-Allah, adalah la ma'buud illa al-Allah. Dengan demikian syahadat
seorang muslim bahwa tidak ada ilah( sesembahan) kecuali Allah, mengharuskan
secara pasti untuk hanya beribadat Allah dan beribadah semata kepada Allah.
Dengan demikian pembahasan mengenai syahadat berhubungan erat dengan
penetapan masalah ushuluddin (pokok-pokok agama). Pokok-pokok apa yang
seharusnya diyakini oleh kaum muslimin terhadap apa yang ia bersaksi atasnya,
dan apa yang ia yakini. Inilah yang membedakan pokok-pokok ajaran Islam dengan
Marhaenisme.
Adapun lafadz syahadat I, la ilaha illa al-Allah bermakna la ma'buud illa al-
Allah. "La" pada kalimat tersebut adalah "la nafiyata li jinsi" (huruf yang
menafikan segala macam jenis). Sedangkan dalam kalimat itu, yang dinafikan
adalah segala macam jenis "ilah" (sesembahan). Huruf, "illa" adalah huruf istisna
(pengecualian), yang mengecualikan Allah dari segala macam jenis Ilah. Bentuk
kalimat semacam ini adalah kalimat manfi (negatif) lawan dari kalimat positif
(mutsbat). Kata "illa" berfungsi mengitsbatkan (mempositifkan) kalimat manfi
(negatif). Sedangkan itsbat sesudah manfi berfaedah kepada makna al-hasru
(pembatasan), dan ta'kid (menguatkan). Dengan demikian makna dari kalimat "la
ilaha illa al-Allah" adalah "tiada sesembahan yang benar-benar disebut sesembahan

112
Lihat Taqiyyuddin al-Nabhani, Al-'Aqidah al-Islamiyyah; dalam "Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah,
juz.I, ed.iv, 1994; Daar al-Ummah; hal. 29.

170
kecuali Allah." Atau ringkasnya, kalimat "la ilaha, baik secara bahasa maupun
syar'iy berarti "la ma'buud" (tidak ada yang diibadahi ), sedangkan illa al-Allah,
berarti, "Dzat wajib al-wujud, yakni Allah swt".
Adapun makna 'ibadah adalah ketaatan yang sempurna dari seorang hamba
terhadap tuannya dalam setiap persoalan. Sedangkan Islam, mempunyai arti
penyerahan diri kepada Allah, tunduk kepadaNya, membenarkan kalamNya, dan
terikat dengan seluruh perintahNya. Dengan demikian keimanan yang pasti bukan
sekedar percaya terhadap keberadaan rabb, atau mengakui sifat-sifat Allah sebagai
Dzat Pencipta, dan Pemberi Rezeki, dan Pengatur alam semesta, namun juga
pembenaran terhadap berita dari Allah dan terikat terhadap perintah-Nya. Karena
percaya terhadap eksistensi rabb, sifat-sfait Allah sebagai Dzat Pencipta, Pengatur
alam semesta, juga diakui oleh orang-orang kafir dan musyrik sebelum Islam, akan
tetapi pernyataan itu tidak bermanfaat untuk menyelamatkan mereka dari
kekufuran dan kemusyrikan. Sebagaimana firman Allah, " Katakanlah kepunyaan
siapakah bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahyui? Mereka
akan menjawab,"Kepunyaan Allah. Maka apakah kamu tidak ingat? Katakanlah,
"Siapakah yang mempunyai langit yang tujuh dan yang mempunyai 'Arsy yang
agung? Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah." Katakanlah, "Maka apakah
kamu tidak bertaqwa? Katakanlah, "Siapakah yang di tanganNya berada kekuasaan
atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tidak ada yang dapat melindungi dari
(adzab)Nya, jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab, "Kepunyaan Allah.
Maka dari jalan manakah kamu ditipu? Sebenarnya Kami telah membawa
kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang
berdusta."113
"Katakanlah," Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi,
atau siapakah yang kuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan dan siapakah
yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala
urusan? Maka mereka akan menjawab, "Allah". Maka katakanlah, "Mengapa kamu
tidak bertaqwa (kepadaNya)? Maka itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya,
maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakan
kamu dipalingkan (dari kebenaran)?114
"Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang
menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan? Tentu mereka
kan menajwab, "Allah, mak abetapa mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang
benar)115

113
Al-Quran, al-Mu'minun;84-90
114
Al-Quran, al-Yunus;31-32
115
Al-Quran, al-Ankabut:61

171
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir juga mengakui
keberadaan Tuhan. Namun keyakinan semacam ini tidaklah menyelamatkan
mereka dari kekafiran. Dengan demikian ridlo menjadikan Allah sebagai satu-
satunya Rabb, termanifestasi pada pengakuan terhadap perkara kauniy dan syar'iy
kepada Allah , dan menetapkan Allah sebagai satu-satunya Dzat dalam dua perkara
tersebut, yakni ridlo terhadap sunnatullah dan syari'at Allah. Ini disebabkan karena
perkara penciptaan dan kekuasaan merupakan kekhususan rububiyyah.
Allah berfirman,
"Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanya hak Allah. Maha Suci Allah
Tuhan semesta alam".116
"Yang telah menciptakan saku, dan Dialah yang menunjuki aku.."117
"Sucikanlah Tuhanmu yang Maha Tinggi, yang menciptakan, dan
menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar dan memberi
petunjuk"118
Juga terdapat ayat-ayat yang mengandung pengertian kekuasaan atas
kauniy dan syar'iy.
"Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah"119.
"Sesungguhnya perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya,"Jadilah!" Maka terjadilah".120
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. dan adalah mereka
menyakini ayat-ayat Kami."121
Ayat tersebut di atas menunjukkan dengan jelas, bahwa sejak manusia
tercipta tidak ada yang menyangkal eksistensi Allah sebagai Pencipta alam
semesta, berarti mereka mengakui kekuasaan kauniy. Namun mereka menentang
eksistensi Allah sebagai Syaari' (Pembuat syari'at)/kekuasaan syar'iy.
Dengan demikian tidak akan tercapai makna la ilaha illa al-Allah, yaitu
tauhid rububiyyah kecuali dengan hanya menjadikan Allah semata sebagai Pencipta
dan Penguasa alam dan syara'. Konsekuensi dari keyakinan semacam ini,
mengharuskan untuk menjadikan Allah swt sebagai Pemilik kedaulatan tertinggi
dan sebagai Pencipta syara' secara mutlak. Dialah yang menghalalkan dan
mengharamkan, bukan manusia. Manusia akan jatuh dalam kemusyrikan dan
kekafiran jika mereka mengikuti selain syari'at dari Allah swt. Firman Allah, "

116
Al-Quran, al-A'raf:54
117
Al-Quran, al-Syu'araa':78
118
Al-Quran, al-A'la"1-3
119
Al-Quran, al-A'raf:54
120
Al-Quran, al-Yasin:52
121
Al-Quran, al-Sajdah:24

172
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya, rahib-rahib mereka sebagai
tuhan selain Allah, dan al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan Yang Maha Esa."122
Ketika ayat ini turun, Adiy bin Hatim berkata kepada Rasulullah saw,
"Sesungguhnya mereka tidak menyembah kepada rahib-rahib tersebut. Lalu Rasul
berkata, "Memang benar. Akan tetapi sesungguhnya mereka (rahib-rahib) telah
mengharamkan apa yang dihalalkan dan menghalalkan apa yang diharamkan, lalu
orang-orang itu mengikuti (rahib-rahib) mereka. Demikianlah mereka menyembah
kepada rahib-rahib mereka." (HR. Ahmad, Tirmidzi)
Ini menunjukkan bahwa keridloan terhadap rububiyyah akan terwujud
dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya Pencipta dan Pengatur alam
semesta, sekaligus menetapkan Allah sebagai Penguasa dan Penentu syara', serta
menerima segala hal yang dibawa oleh Rasulullah saw. Dengan demikian penolakan
terhadap kekuasaan syar'iy sama artinya dengan penolakan terhadap kekuasaan
kauniy. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Bahkan berserakan ayat yang
menunjukkan pengertian ini. Semisal firman Allah, "
"Menetapkan hukum itu adalah hak Allah. Dia telah memerintahkan agar
kamu tidak menyembah sesuatu selain Dia"123
"Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang
mensyari'atkanuntuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah.?"124
Jelaslah, bahwa ridlo terhadap rububiyyah berarti ridlo terhadap Allah
sebagai al-Haakim dan menerima petunjuk dan syari'at yang dibawa oleh Rasul-
Nya. Penolakan hal ini sama artinya menolak terhadap rububiyyah. Allah
berfirman, "
"Sesungguhnya agama yang diridloi di sisi Allah hanyalah Islam"125.
"Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima(agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang
merugi.126
Dengan demikian manisfestasi iman dalam hati kaum muslimin, adalah
dengan tunduk dan patuh dengan seluruh syari'at Islam. Ketertundukan kepada
syari'at Islam, menjadikan seorang muslim melihat halal dan haram berdasarkan al-
Quran dan Sunnah, bukan dengan ukuran-ukuran lain. Aturan untuk mengatur
seluruh aktivitas hidup manusia wajib dibangun atas dasar aqidah Islam, bukan

122
Al-Quran, al-Taubah:31
123
Al-Quran, al-Yusuf:40
124
Al-Quran, al-Syuraa:21
125
Al-Quran, Ali Imron:19
126
Al-Quran, Ali Imron:85

173
berdasarkan evolusi alat-alat produksi, atau sinthesis antara kebathinan dan materi
sebagaimana aqidah kaum Marhaenis.
Selain itu konsep ke-Tuhanan sebatas ber-Tuhan secara kebudayaan, akan
menjatuhkan kepada pemeluk aqidah Marhaenisme pada pemahaman, bahwa
semua agama adalah benar. Sebagaimana ajaran para pengikut setia filsafat
perenial,127 yang mempunyai pandangan bahwa semua agama yang ada di dunia ini
sebenarnya sama. Masing-masing mempunyai kebenaran yang sama pada tataran
gnosis (ma'rifat), walaupun pada tataran empirik -penyembahan berbeda.
Tentunya pandangan semacam ini sangat bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran
yang qath'iy.
Islam menolak agama, ide-ide; atau keyakinan yang bertentangan dengan
Islam. Islam berpandangan bahwa ajaran agama, atau ideologi-ideologi yang
bertentangan Islam adalah ide kufur dan tidak akan pernah diridloi oleh Allah swt.
Sebagaimana firman Allah, artinya;
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) daripadanya; dan dia di akherat termasuk orang-orang
yang merugi128"
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
kucukupkan ni'matKu kepadamu, dan telah Kuridloi Islam sebagai agama
bagimu".129

Untuk lebih jelas pertentangan Islam dengan ide perenialisme, dalam al-
Quran disebutkan tentang kebobrokan ide-ide selain Islam. Semisal konsep
trinitasnya kafir Kristen, bahwa Allah punya anak, serta agama-agama, atau adat-
istiadat yang rusak dan bertentangan dengan Islam,
"Sungguh telah kafir, mereka yang mengatakan , "Tuhan itu ialah Isa
al Masih anak Maryam." padahal Isa telah berkata," Hai Bani Israil, hendaklah
kamu memperhambakan diri kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu sekalian.
Oleh karena itu siapa yang mempersekutukan Allah, maka ia tidak
diperkenankan oleh Allah masuk surga, dan tempat kembalinya adalah neraka.
Dan bagi orang-orang yang lalim itu tidak ada penolongnya."130

127
Perenial berasal dari kata pereni yang bermakna keabadian. Pencetus filsafat ini mula-mula
adalah Agustinus Stoicus (sekitar abad 14). Kemudian diikuti oleh semisal; Leibniz, Sayyed Hossen
Nashr, Ananda Cooraswamy, dll. Inti ajaran ini adalah, bahwa semua agama yang ada di dunia ini
pada hakekatnya menyembah Realitas Mutlak yang sama. Namun bentuk empirik untuk
"kehadiran" sang Realitas Mutlak dalam dunia empirik berbeda-beda. Atau pada sisi gnosis
(ma'rifat) semua agama bisa didekati, bahkan dijustifikasi mempunyai akar yang sama.
128
Al-Quran, Ali Imron:85
129
Al-Quran, al-Maidah:3
130
Al-Quran, al-Maidah:72

174
"Sungguh telah kafir mereka yang mengatakan bahwa Tuhan itu ketiga dari
yang tiga padahal Tuhan itu hanya satu (Maha Esa). Jika mereka belum mau
berhenti berkata demikian, tentulah mereka yang kafir itu akan mendapat siksa
yang sangat pedih".131
"Katakanlah: "Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang
kalian sembah. Dan kamupun tidak akan menyembah apa yang aku sembah"132.
"Mereka (orang-orang kafir) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci
Allah, bahkan apa yang ada dilangit dan di muka bumi adalah kepunyaan Allah;
semua tunduk kepadaNya133'
"Dan di antara manusia ada yang mendewa-dewakan selain daripada Allah,
dan mencintainya sebagaimana mencintai Rabb, lain dengan orang-orang yang
beriman mereka lebih mencintai kepada Allah. Kalau orang lalim tersebut tahu
waktu melihat azab Allah, niscaya mereka sadar bahwa sesungguhnya semua
kekuatan itu milik Allah dan Allah amat pedih siksa-Nya.134"
"Tiap ummat mempunyai cara peribadatan sendiri, janganlah kiranya
mereka membantahmu dalam hal ini. Ajaklah mereka ke jalan Rabbmu. Engkau
berada di atas jalan yang benar". Kalau mereka membantahmu juga,
katakanlah, Allah tahu apa yang kalian kerjakan. Rabb akan memutuskan apa
yang kami perselisihkan di hari akhir. Apa mereka tidak tahu bahwa Allah
mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Semua itu ada di dala
pengetahuan-Nya, semua itu bagi Allah sangat mudah. Mereka menyembah
selain Allah tanpa keterangan yang diturunkan oleh Allah, tanpa dasar ilmu.
Mereka orang-orang yang berdosa itu tidak punya pembela.135
"Dan mereka berkata," Tuhan Yang Maha Pemurah itu mempunyai
anak". Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat
muungkar. Hampir saja langit pecah lantaran ucapan itu, bumi belah dan
gunung-gunung runtuh. Karena mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Pemurah
mempunyai anak. Dan tidaklah pantas Tuhan Yang Maha Pemurah itu
mempunyai anak. Tidak ada seorang pun yang ada di langit dan di bumi, kecuali
akan datang kepada Tuhan Pemurah selaku seorang hamba."136
"Kata Nuh lagi, "Ya Tuhan, mereka tidak mau menurut kepadaku. Yang
mereka turut adalah orang-orang yang kekayaannya dan anak-anak buahnya hanya
menambah kerugian saja. Mereka bersiasat dengan liciknya. Kata mereka,"Jangan

131
Al-Quran, al-Maidah:73
132
Al-Quran, al-Kaafiruun:1-3
133
Al-Quran, al-Baqarah:116
134
Al-Quran, al-Baqarah:165
135
Al-Quran, al-Hajj:67-71
136
Al-Quran, al-Maryam:88-93

175
kamu tinggalkan dewa-dewa itu. Jangan kami tinggalkan dewa Wad, dewa Sawu,
dewa Yaghuts, dewa Ya'uq, dewa Nashr". Berhala-berhala itu sudah banyak
menyesattkan manusia. Biarlah mereka bertambah sesat.137"
"Kata orang-orang yang berada dalam neraka kepada penjaga-penjaga
Jahannam, "Tolong mintalah keringanan sedikit dari adzab nereka ini barang satu
hari saja kepada Tuhanmu". Kata penjaga," Bukankah kamu dulu sudah kedatangan
para Rasul dengan membawa keterangan yang nyata?" Jawab mereka, "Benar ada."
Kata penjaga,"Mohonlah kamu sendiri." Permohonan orang kafir itu akan sia-sia
saja".138
"Apakah kamu tahu orang-orang yang menentang firman-firman
Kami,bagaimanakah mereka bisa dibelokkan demikian rupa? Yaitu mereka yang
membohongkan kitab suci, membohongkan rasul-rasul yang Kami utus dengan
membawa kiab-kitabn suci itu. Nanti mereka akan tahu. Mereka akan diseret
dengan rantai dan dengan leher terbelenggu."139
"Hampir saja langit runtuh (lantaran Kemahabesaran Allah), dan Malaikat-
malaikat bertasbih dengan memuji Allah, sertta memintakan ampun bagi
penduduk bumi. Sungguh Tuhan Maha Pengampun, Maha penyayang. Orang-orang
yang mendewakan selain dari Allah, maka Allah Mahawaspada terhadap mereka.
Dan engkau tidak diwajibkan mengawasi mereka.140"
Sedangkan pelaksanaan syari'at atau bentuk-bentuk peribadatan (atau
hukum-hukum yang mengatur kehidupan manusia) Allah telah menjelaskan di
dalam Al Quran. Melaksanakan seluruh aturan Allah swt, merupakan kewajiban
bagi setiap kaum muslim. Bahkan pelaksanaan terhadap hukum-hukum syara'
merupakan perwujudan iman kepada Allah swt. Apabila seseorang tidak mengakui,
menyakini, dan melaksanakan aturan-aturan Allah maka orang tersebut telah
kufur. Karena Allah senantiasa menyandarkan keimanan dengan amal sholeh (atau
pelaksanaan hukum syara'). Firman Allah,"
"Dan apa-apa yang diperintahkan Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa-
apa yang dilarang oleh Rasul maka tinggalkanlah."141
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada
Allah dan RasulNya agar mereka berhukum (mengadili) diantara mereka ialah
ucapan," Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah termasuk orang
yang patuh."142

137
Al-Quran, al-Nuh:21-24
138
Al-Quran, al-Mukmin:49-50
139
Al-Quran, al-Mukmin:69-71
140
Al-Quran, al-Syura:5-6
141
Al-Quran, al-Hasyr : 7
142
Al-Quran, al-Nuur:51

176
"Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalam orang-orang mukmin. Kami
biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami
masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali."143
"Dan barangsiapa tidak berhukum dengan apa-apa yang telah diturunkan
Allah, maka mereka termasuk orang-orang kafir."144
"Dan barangsiapa tidak berhukum dengan apa-apa yang telah
diturunkan Allah, maka mereka termasuk orang-orang yang dzolim.145"
"Dan barangsiapa tidak berhukum dengan apa-apa yang telah diturunkan
Allah, maka mereka termasuk orang-orang yang fasiq".146
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa
kebenaran ,membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu, maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
memperturutkan hawa nafsu.147"
Marhaenisme yang dibangun oleh ajaran Marxisme adalah ajaran yang
bertentangan dengan Islam. Begitu pula filsafat hasil sinkretisasi Marxisme dengan
agama --materi dan kebathinan-- , merupakan filsafat yang bertentangan secara
diametrikal dengan aqidah Islam. Dengan demikian seluruh ajaran yang bersumber
dari Marhaenisme merupakan ajaran yang bathil. Terbukti secara 'aqliy dan naqliy
konsep Marhaenisme yang diadopsi dari Marxisme adalah ideologi yang bersifat
asumtif dan tidak pernah terwujud dalam realitas empirik.

143
Al-Quran, al-Nisaa':117
144
Al-Quran, al-Maidah:44
145
Al-Quran, al-Maidah:45
146
Al-Quran, al-Maidah:47
147
Al-Quran, al-Maidah:48

177
Dr. Samih Athif Az-Zain dalam kitab Al Islam Khuthutun 'Aridhah: Al
Iqtishad, Al Hukm, al-Ijtima', [Islam; Garis-garis Besar Tentang: Ekonomi,
Pemerintahan, dan Masyarakat] telah menjelaskan pandangan filosofis Islam
mengenai ekonomi. Dalam pandangan Islam ekonomi ditegakkan untuk
mewujudkan sebesar-besarnya kesejahteraan manusia, bukan untuk kesejahteraan
individu-individu tertentu, atau individu-individu yang tidak terikat dengan norma
dan etika Islam. Dengan kata lain, ekonomi dalam perspektif Islam diperuntukkan
bagi seluruh manusia dan masyarakat bukan bagi individu dan kelompok
masyarakat tertentu. Islam tidak memisahkan antara apa yang wajib ada bagi
masyarakat dengan upaya mewujudkan kesejahteraan manusia, bahkan
menjadikan dua hal tersebut saling berhubungan dan berkaitan satu dengan yang
lain. Islam memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat secara
bersamaan. Ketika Islam mengatur masalah masyarakat, ia juga memperhatikan
kepentingan-kepentingan individu. Sebaliknya, ketika Islam mengatur kepentingan
individu, ia juga memperhatikan pula kepentingan masyarakat.
Sebagai contoh, bila Islam mengharamkan memproduksi dan mengkonsumsi
minuman keras (miras) atau seks bebas, pengharaman terhadap barang dan jasa
tersebut tidak dipandang sekadar sebagai masalah individu serta bagaimana
memenuhi kebutuhan dan keinginan individu-individu tersebut terhadap minuman
keras atau seks bebas itu, akan tetapi dipandang sebagai masalah manusia yang
hidup di tengah masyarakat. Oleh karena itu, barang dan jasa semacam itu tidak
dianggap sebagai barang dan jasa yang memiliki nilai ekonomis. Pandangan ini
didasarkan pada satu prinsip bahwa Islam bertujuan mewujudkan ketentraman
hidup bagi masyarakat dan manusia secara keseluruhan, bukan sekedar memenuhi
kebutuhan [individu-individu tertentu] yang akan mengorbankan ketentraman dan
kebahagiaan masyarakat; serta menjadikan perolehan kebahagiaan sebagai nilai
ekonomi tertinggi yang hendak diwujudkan oleh manusia (28 : 77). Atas dasar ini,
falsafah ekonomi Islam selalu dikaitkan dengan perintah dan larangan-larangan
Allah swt. Yakni, dengan menghubungkan gagasan-gagasan yang menjadi dasar
untuk mengatur individu dan masyarakat, serta menjadikan perilaku-perilaku
ekonomi sesuai hukum Islam. Hukum syara adalah bingkai dan koridor yang
mengatur seluruh perilaku ekonomi kaum muslim. Dengan demikian, pandangan
seorang muslim terhadap ekonomi harus selalu didasarkan pada sebuah gagasan
prinsip, yakni, menjadikan ekonomi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah.
Untuk mewujudkan gagasan-gagasan tersebut, menurut Dr Husain Abdullah
dalam bukunya Dirasaat fi al-Fikr al-Islamiy, sistem ekonomi dalam Islam

178
ditegakkan di atas tiga asas utama, Pertama, konsep kepemilikan (al milkiyah);
Kedua, pemanfaatan kepemilikan (al-tasharuf fil al-milkiyah), Ketiga, distribusi
kekayaan di antara masyarakat (tauzi'u al-tsarwah bayna al-naas). Masing-masing
akan diuraikan secara rinci sebagai berikut;

III.3.1. KONSEP KEPEMILIKAN (AL-MILKIYAH)


Islam memiliki pandangan yang khas tentang harta. Bahwa harta pada
hakekatnya adalah milik Allah (24 : 33). Harta yang dimiliki manusia,
sesungguhnya merupakan pemberian dari Allah (57 : 7). Kata rizq artinya
pemberian (a'tha). Atas dasar ini, kepemilikan atas suatu barang yang artinya ada
proses perpindangan kepemilikan harus selalu didasarkan pada aturan-aturan
Allah swt. Seseorang tatkala hendak memiliki sepeda motor, maka cara untuk
mendapatkan kepemilikan sepeda motor tersebut harus didasarkan pada aturan-
aturan Allah swt, misalnya, dengan membeli, atau diberi hadiah, atau dengan
cara-cara lain yang dibenarkan oleh hukum Islam.
Pandangan di atas berbeda dengan paham kapitalisme -- yang menganggap
harta adalah milik manusia. Pandangan ini menghasilkan sebuah aksioma harta
adalah milik manusia, maka manusia bebas untuk mengupayakannya, bebas
mendapatkan dengan cara apapun, dan bebas pula memanfaatkannya. Dari
pandangan ini muncul falsafah hurriyatu al-tamalluk (kebebasan kepemilikan),
yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Manusia bebas menentukan cara
mendapatkan dan memanfaatkan harta, dengan cara apapun, meskipun cara
tersebut bertentangan dengan norma dan etika masyarakat, atau bahkan dengan
aturan Islam.
Islam juga berbeda dengan sosialisme, yang tidak mengakui pemilikan
individu. Mereka berpendapat bahwa harta adalah milik negara. Seseorang hanya
diberi barang dan jasa sebatas yang diperlukan dan dia bekerja sebatas yang dia
bisa. Pada hakekatnya, sosialisme telah mematikan kreativitas manusia. Motif-
motif internal yang bersifat individual telah dikebiri. Prinsip ini, semula diyakini,
dapat menghancurkan dominasi ekonomi oleh satu atau beberapa kelompok
manusia, namun akibat yang ditimbulkan justru lebih mengerikan. Karena
pemilikan individu tidak diakui, maka motif-motif pencapaian ekonomi yang
bersifat pribadi menjadi lemah, bahkan tidak nampak sama sekali. Tidak ada
gairah kerja lagi pada individu-individu sosialis. Akhirnya, timbullah penurunan
drastis produktifitas masyarakat, karena masyarakat telah kehilangan hasrat untuk
memperoleh keuntungan (profit motives) suatu hal yang sangat manusiawi.
Tidaklah aneh bila produksi pertanian kolektif RRC, tidak mungkin melebihi tingkat
produksi individual rakyat negara non-sosialis.
Islam memiliki pandangan khas tentang harta, yang sama sekali berbeda
dengan kapitalisme --yang tidak mengatur kuantitas (jumlah) dan kualitas (cara)

179
perolehan harta serta pemanfaatannya. Islam juga berbeda dengan sosialisme
yang mengatur baik kuantitas dan kualitas harta. Dalam hal kepemilikan terhadap
harta, Islam tidak mengenal kebebasan sebagaimana sistem kapitalisme-- dan
pembatasan secara mutlak sebagaimana sistem sosialisme. Islam hanya mengatur
cara memiliki barang dan jasa serta cara pemanfaatan pemilikan tersebut.
Kepemilikan adalah izin dari Syaari' (Allah) untuk menguasai dzat dan manfaat
suatu benda. Menurut Dr Husain Abdullah, kepemilikan (milkiyyah) dibagi
menjadi tiga macam, (1) pemilikan individu (milkiyah fardiyah), (2) pemilikan
umum (milkiyah 'amah) dan (3) pemilikan negara (milkiyah daulah).

III.3.1.a. KEPEMILIKAN INDIVIDU


Pemilikan individu adalah izin Syaari' kepada individu untuk memanfaatkan
barang dan jasa. Adapun sebab-sebab pemilikan (asbabu al-tamalluk) individu,
secara umum ada lima macam: 1) Bekerja (al 'amal), 2) Warisan (al-irts), 3)
Kebutuhan harta untuk mempertahankan hidup, 4) Pemberian negara (i'thau al-
daulah) dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah pertanian, barang
dan uang modal, 5) Harta yang diperoleh individu tanpa harus bekerja.
Harta dapat diperoleh melalui bekerja, mencakup upaya menghidupkan
tanah mati (ihyau al-mawat), mencari bahan tambang, berburu, pialang,
kerjasama mudharabah, musyaqah, bekerja sebagai pegawai. Sedang harta yang
diperoleh tanpa adanya curahan daya dan upaya mencakup, hibah, hadiah, wasiat;
diyat; mahar; barang temuan; "santunan" untuk khalifah atau pemegang kekuasaan
pemerintahan.
Islam melarang seorang muslim memperoleh barang dan jasa dengan cara
yang tidak diridhai Allah, seperti judi, riba, pelacuran dan perbuatan maksiyat lain
walaupun seakan-akan tidak merugikan orang lain. Islam juga melarang seorang
muslim untuk mendapatkan harta melalui cara korupsi, mencuri, menipu sebab,
hal ini pasti merugikan orang lain dan menimbulkan kekacauan di tengah-tengah
masyarakat.

III.3.1.b. KEPEMILIKAN UMUM


Pemilikan Umum adalah izin dari Syaari (Allah)' kepada masyarakat secara
bersama untuk memanfaatkan barang dan jasa. Semisal, memanfaatkan; (1)
Fasilitas umum, yaitu barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam
kehidupan sehari-hari seperti air, api --bahan bakar, listrik, gas), padang rumput
(hasil hutan); (2) Barang barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi adanya
penguasaan individu seperti: sungai, danau, jalan, lautan, udara, masjid dan
sebagainya; dan (3) Barang tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan
oleh masyarakat, seperti emas, perak, minyak dan sebagainya.

180
Pengelolaan terhadap kepemilikan umum pada prinsipnya dilakukan oleh
negara, sedangkan dari sisi pemanfaatannya bisa dinikmati oleh masyarakat umum.
Masyarakat umum bisa secara langsung memanfaatkan sekaligus mengelola barang-
barang umum tadi, jika barang-barang tersebut bisa diperoleh dengan mudah
tanpa harus mengeluarkan dana yang besar seperti, pemanfaatan air di sungai atau
sumur, mengembalakan ternak di padang penggembalaan dsb. Sedangkan jika
pemanfaatannya membutuhkan explorasi dan eksploitasi yang sulit, pengelolaan
milik umum ini dilakukan hanya oleh negara untuk seluruh rakyat dengan cara
diberikan cuma-cuma atau dengan harga murah. Dengan cara ini rakyat dapat
memperoleh beberapa kebutuhan pokoknya dengan murah.
Hubungan negara dengan kepemilikan umum sebatas mengelola, dan
mengaturnya untuk kepentingan masyarakat umum. Negara tidak boleh menjual
aset-aset milik umum. Sebab, prinsip dasar dari pemanfaatan adalah kepemilikan.
Seorang individu tidak boleh memanfaatkan atau mengelola barang dan jasa yang
bukan menjadi miliknya. Demikian pula negara, ia tidak boleh memanfaatkan
atau mengelola barang yang bukan menjadi miliknya. Laut adalah milik umum,
bukan milik negara. Pabrik-pabrik umum, tambang, dan lain-lain adalah milik
umum, bukan milik negara. Atas dasar ini, negara tidak boleh menjual aset yang
bukan menjadi miliknya, kepada individu-individu masyarakat.
Timbulnya dominasi ekonomi, serta terakumulasinya kekayaan pada
sejumlah individu, lebih banyak disebabkan karena, kelompok-kelompok tersebut
telah menguasai aset-aset umum, atau sektor-sektor yang menjadi hajat hidup
masyarakat banyak; karena ada policy dari pemerintahan. Semisal, privatisasi
BUMN, atau privatisasi sektor publik, dan lain-lain.

III.3.1.c. KEPEMILIKAN NEGARA


Kepemilikan negara adalah izin dari Syaari' atas setiap harta yang hak
pemanfaatannya berada di tangan negara. Misalnya harta ghanimah, fa'i, khumus,
kharaj, jizyah 1/5 harta rikaz, ushr, harta orang murtad, harta orang yang tidak
memiliki ahli waris, dan tanah hak milik negara. Milik negara digunakan untuk
berbagai keperluan yang menjadi kewajiban negara seperti menggaji pegawai,
keperluan jihad dan sebgainya.

III.3.2.PEMANFAATAN KEPEMILIKAN (AL-TASHARUF AL-MILKIYAH)


Kejelasan konsep kepemilikan sangat berpengaruh terhadap konsep
pemanfaatan harta milik (tasharuf al-mal), yakni siapa sesungguhnya yang berhak
mengelola dan memanfaatkan harta tersebut. Pemanfaatan pemilikan adalah cara
--sesuai hukum syara'-- seorang muslim memperlakukan harta miliknya.
Pemanfaatan harta dibagi menjadi dua topik yang sangat penting, yakni (1)
pengembangan harta (tanmiyatu al-mal) ,dan (2) infaq harta (Infaqu al-mal).

181
III.3.2.a. PENGEMBANGAN HARTA (TANMIYAT AL-MAAL)
Pengembangan harta adalah upaya-upaya yang berhubungan dengan cara
dan sarana yang dapat menumbuhkan pertambahan harta.
Islam hanya mendorong pengembangan harta sebatas pada sektor riil saja;
yakni sektor pertanian, industri dan perdagangan. Islam tidak mengatur secara
teknis tentang budi daya tanaman; atau tentang teknik rekayasa industri; namun,
Islam hanya mengatur pada aspek hukum tentang pengembangan harta. Dalam
sektor pertanian misalnya, Islam melarang seorang muslim menelantarkan
tanahnya lebih dari tiga tahun, bolehnya seseorang memiliki tanah terlantar
tersebut bila ia mengolahnya, larangan menyewakan tanah, musaqah, dan lain-
lain. Dalam bidang perdagangan, Islam telah mengatur hukum-hukum tentang
syirkah dan jual beli. Demikian pula dalam hal perindustrian, Islam juga mengatur
hukum produksi barang, manajemen dan jasa, semisal hukum perjanjian dan
pengupahan.
Islam melarang beberapa aktivitas-aktivitas pengembangan harta, misalnya,
riba --nashi'ah pada perbankan, dan riba fadhal pada pasar modal--, menimbun,
monopoli, judi, penipuan dalam jual beli, jual beli barang haram dan sebagainya.

III.3.2.b. INFAQ HARTA (INFAQ AL-MAAL)


Infaq harta adalah pemanfaatan harta dengan atau tanpa ada kompensasi
atau perolehan balik. Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam mendorong
ummatnya untuk menginfaqkan hartanya untuk kepentingan umat yang lain
terutama pihak yang sangat membutuhkan. Islam tidak hanya mendorong kaum
muslim untuk memanfaatkan hartanya dengan kompensasi atau perolehan balik
yang bersifat materi saja, akan tetapi juga mendorong umatnya untuk
memperhatikan dan menolong pihak-pihak yang membutuhkan, serta untuk
kepentingan ibadah, misalnya zakat, nafkah anak dan istri, dorongan untuk
memberi hadiah, hibah, sedekah kepada fakir miskin dan orang yang memerlukan
(terlibat hutang, keperluan pengobatan, musibah); dan infaq untuk jihad fi
sabilillah.
Islam telah melarang umatnya untuk menggunakan hartanya pada hal-hal
yang yang dilarang oleh hukum syara', seperti riswah (sogok), israf, tadbir, dan
taraf (membeli barang atau jasa haram), serta mencela keras sikap bakhil.
Pelarangan pemanfaatan harta pada jalan-jalan tersebut akan menutup pintu
untuk kegiatan-kegiatan tersebut yang telah terbukti telah menimbulkan apa yang
dinamakan dengan pembengkakan biaya; karena ada biaya siluman.

III.3.3. KONSEP DISTRIBUSI KEKAYAAN (TAUZI AL-TSARWAH)

182
Islam telah menetapkan sistem distribusi kekayaan diantara manusia
dengan cara sebagai berikut;

III.3.3.a. MEKANISME PASAR


Mekanisme pasar adalah bagian terpenting dari konsep distribusi. Akan
tetapi mekanisme ini akan berjalan dengan alami dan otomatis jika konsep
pemilikan dan konsep pemanfaatan harta berjalan sesuai dengan hukum Islam.
Sebab, dalam kehidupan ekonomi modern seperti saat ini, di mana produksi tidak
menjadi jaminan konsumsi, melainkan hanya menjadi jaminan pertukaran saja,
maka pengeluaran seseorang merupakan penghasilan bagi orang lain. Demikian
pula sebaliknya.

III.3.3.b BENTUK TRANSFER DAN SUBSIDI


Untuk menjamin keseimbangan ekonomi bagi pihak yang tidak mampu
bergabung dalam mekanisme pasar karena alasan-alasan tertentu seperti; cacat,
ediot, dan sebagainya--, maka Islam menjamin kebutuhan mereka dengan berbagai
cara sebagai berikut:
1. Wajibnya muzakki membayar zakat yang diberikan kepada mustahik,
khususnya kalangan fakir miskin.
2. Setiap warga negara berhak memanfaatkan pemilikan umum. Negara boleh
mengolah dan mendistribusikannya secara cuma-cuma atau dengan harga
murah.
3. Pembagian harta negara seperti tanah, barang dan uang sebagai modal
kepada yang memerlukan.
4. Pemberian harta waris kepada ahli waris.
5. Larangan menimbun emas dan perak walaupun dikeluarkan zakatnya.

III.3.4. LANGKAH PRAKTIS DISTRIBUSI


Islam mendorong setiap manusia untuk bekerja dan meraih sebanyak-
banyaknya materi. Islam membolehkan tiap manusia mengusahakan harta sebanyak
ia mampu, mengembangkan, dan memanfaatkannya sepanjang tidak melanggar
ketentuan agama. Sektor swasta didorong untuk berkembang semaksimal mungkin.
Motif untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dengan harga murah agar
unggul dalam persaingan bebas, akan mendorong dan menumbuhkan kreatifitas
manusia secara optimal. Atas dasar ini, pengembangan SDM yang unggul --
beriman, berpengetahuan, berketrampilan tinggi, dengan kepribadian yang teguh--
, mutlak diperlukan.
Keunggulan sains dan teknologi di masa kejayaan Islam sedikit telah
memberikan gambaran bagaimana kesungguhan umat Islam untuk "menguasai
dunia untuk menuju akhirat". Islam menghargai setiap muslim yang bekerja keras,
dan menganggapnya sebagai bagian dari ibadah. Nabi Muhammad sangat

183
menghargai orang yang bekerja keras untuk mendapatkan nafkah. Suatu ketika,
Rasulullah --yang biasa tangannya dicium-- mencium tangan sahabat Saad bin
Muadz yang amat kasar lantaran habis bekerja keras, seraya berkata, "Kaffani
yuhibbuhuma allahu ta'ala" [Dua tangan yang dicintai Allah swt]..
Islam tidak melarang umatnya untuk memiliki sebanyak-sebanyak harta.
Bahkan ada beberapa kewajiban Islam yang menuntut dan membutuhkan
kemampuan finansial yang cukup. Seperti haji, jihad fi sabilillah, serta kewajiban-
kewajiban Islam lainnya.
Dalam sejarah, tidak sedikit para sahabat yang dikenal sebagai
konglomerat, seperti, Abu Bakar, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf.
Abdurrahman al-Auf, sebelum wafatnya menghibahkan 50.000 dinar setara dengan
5 milyar rupiah untuk umat. Ini menunjukkan bahwa, motif-motif individu untuk
meraih sebanyak-banyak barang dan jasa akan mendorong produktivitas individu-
individu yang ada di dalam masyarakat tersebut. Sebaliknya, jika motif-motif ini
dikekang, bahkan dieliminir, maka akan menimbulkan turunnya produktivitas
barang dan jasa. Bahkan akan melahirkan masyarakat malas yang enggan
melakukan inovasi dan produksi secara maksimal.
Harta yang dimiliki seorang muslim tidak boleh dimanfaatkan dan
dikembangkan di cara yang bertentangan dengan syariat Islam. Islam telah
melarang aktivitas perjudian, riba, penipuan, serta investasi di sektor-sektor
maksiyat. Sebab, aktivitas-aktivitas semacam ini justru akan menghambat
produktivitas manusia, serta kontraproduktif dengan konsep dasar pembangunan
manusia. Perjudian, valas, minuman keras, akan berdampak kemerosotan akhlaq
dan etika masyarakat, serta menurunkan produktivitas pekerja dan buruh pabrik.
Bahkan lebih keji lagi, aktivitas tersebut bakal mengeleminir nilai-nilai
kemanusiaan dan menghancurkan sendi-sendi masyarakat suatu hal yang
diupayakan dalam pembangunan manusia. Islam juga melarang kaum muslim
melakukan aktivitas yang dapat melabilkan ketangguhan mekanisme pasar,
semisal, penimbunan barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh publik, serta
dominasi atas sektor-sektor umum. Untuk mencegah tindakan-tindakan semacam
ini, negara akan mengambil tindakan tegas bagi para pelanggarnya.
Tanah sebagai salah komponen ekonomi, harus difungsikan secara optimal.
Tanah yang ditelantarkan lebih dari tiga tahun tanah oleh pemiliknya akan disita
oleh negara dan diberikan kepada orang yang mau menggarapnya. Optimalisasi
fungsi tanah akan mendorong kegiatan ekonomi terutama sektor pertanian,
sekaligus akan berpengaruh kepada sektor-sektor ekonomi lainnya. Di sisi lain,
tidak ada seorangpun, termasuk negara, berhak meminta paksa atau membeli
paksa tanah milik perseorangan, kecuali dengan kerelaannya. Memaksa di luar
keridhaan pemiliki tanah adalah tindakan kedzaliman, apalagi bila tanah itu adalah
gantungan hidupnya.

184
Individu-individu tertentu, khususnya yang berhasil mendapatkan
kekayaan, Islam telah mendorong individu-individu tersebut untuk berinfaq kepada
orang lain . Ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa, tidak semua orang
berkesempatan, berkemampuan dan mendapat keberuntungan yang sama. Oleh
karena itu, setelah kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi ia wajib menolong orang-
orang yang membutuhkan, termasuk dibebani kewajiban-kewajiban lain, semisal
zakat. Sebab, pada setiap tiap harta sesungguhnya terdapat hak orang lain. Bagi
pihak yang mampu mengeluarkan zakat, wajib mengeluarkan zakat kepada pihak
yang berhak (mustahik). Di sisi lain, harta waris harus dibagikan kepada ahli
warisnya. Dari sini, harta akan beredar secara otomatis bukan hanya diantara
orang kaya dan mampu saja (melalui mekanisme ekonomis) tapi juga diantara
orang-orang miskin dan orang yang membutuhkan (melalui mekanisme non-
ekonomis tapi berdampak ekonomi). Islam juga mengingatkan orang yang
berkecukupan untuk tidak membelanjakan hartanya secara israf, tadzbir, dan
taraf (berlebih-lebihan). Islam mengutuk berbangga-bangga dengan banyaknya
harta, sikap angkuh dan sombong. Diingatkan, bila hendak menghancurkan suatu
negeri, Allah membiarkan golongan mutrafin (hartawan) untuk berbuat sekehendak
hatinya, termasuk ketika ia dengan kekuatannya berkolusi menciptakan praktek
monopoli.
Pemerintah Islam bertugas mengatur kehidupan seluruh masyarakat dengan
cara Islam. Dalam hal usaha, pemerintah mendorong berkembangnya sektor riil --
perdagangan, pertanian, industri dan jasa. Pemerintah juga harus bertindak adil
kepada rakyat. Ia tidak boleh memberikan hak-hak istimewa (monopoli) dalam
bentuk apapun (monopoli bahan baku, produksi, pasar) hanya kepada pihak
tertentu yang kebetulan dekat dengan penguasa. Seluruh rakyat memiliki hak yang
sama. Pemberian hak istimewa kepada seseorang berarti telah mendzalimi pihak
yang lain. Pemerintah harus menjaga agar perdagangan bebas (free trade)
berjalan fair. Para pengusaha diperbolehkan bersaing, akan tetapi dilarang saling
menikam.
Pada sisi lain, negara tidak mentolerir sedikitpun berkembangnya sektor
non riil --perdagangan uang, perbankan dengan riba, pasar modal dan sebagainya.
Pada dasarnya, bila diteliti dengan mendalam sektor-sektor semacam ini telah
menyebabkan hal-hal yang merugikan perekonomian secara umum. Sebagaimana
telah disebutkan di dalam Islam, yakni, "kayla yakuna duulatan bayna al-aghniai
minkum" [agar harta tersebut tidak beredar di kalangan orang-orang kaya diantara
kalian saja], yakni beredarnya uang hanya diantara orang kaya saja. Data saat ini
menunjukkan bahwa, terdapat 10 trilyun uang yang beredar di lantai bursa. Bila
80% diantaranya terinvestasikan dalam berbagai perusahaan lewat pasar perdana,
berarti terdapat tidak kurang 2 trilyun rupiah yang "melayang-layang" --tidak
menimbulkan efek secara langsung terhadap kegiatan ekonomi secara luas. Andai

185
saja uang sejumlah itu diinvestasikan di sektor riil, berapa pabrik dapat didirikan,
berapa tenaga kerja yang dapat diserap. Berkembangnya kegiatan-kegiatan
ekonomi riil akan berdampak pada terserapnya tenaga kerja, sehingga
pengangguran akan berkurang, kesejahteraan naik dan merata. Ijin negara untuk
hanya mengembangkan sektor riil (investasi) jelas berefek pada terbukanya
lapangan pekerjaan dalam jumlah yang cukup berarti, yang itu berarti akan
menghasilkan pertumbuhan sekaligus pemerataan.
Di sisi lain, sistem kepegawaian harus mengikuti pula aturan Islam.
Diantaranya adalah, adanya akad kepegawaian yang jelas -- mencakup hak dan
kewajiban pegawai dan pengusaha--, kemudian "membayar sesuai kerja yang
dilakukan secara wajar", "membayar upah sebelum kering", dan semua berjalan
"'an taradhin" (dengan saling ridha tanpa kedzaliman satu sama lain).
Negara harus mendorong munculnya pusat-pusat pertumbuhan di berbagai
wilayah agar kesenjangan antar kawasan tidak terjadi. Kebijakan ini pada
gilirannya juga akan mendorong pemerataan kesejahteraan. Negara juga
mendorong berkembangnya usaha kecil dan menengah, dan memberikan
kesempatan yang sama dengan usaha besar baik dalam akses pendanaan, pasar,
ketrampilan dan teknologi maupun dalam hal regulasi. Bila diperlukan, untuk
melindungi hak-hak mereka, pemerintah mengeluarkan undang-undang
perlindungan usaha kecil. Ini adalah wujud perlakuan adil negara pada semua
pengusaha. Ini juga perwujudan upaya tawazun (penyeimbangan) yang dilakukan
negara terlebih bila terdapat ketimpangan pendapatan dan kesempatan,
sebagaimana langkah Rasulullah yang hanya membagi harta fa'i Bani Nadir kepada
kaum Muhajirin yang umumnya miskin, tidak kepada kaum Anshar yang umumnya
sudah kaya, agar "(duulah) kesempatan dan harta tidak hanya berkembang
diantara orang kaya saja" (59 : 7-8).
Peningkatan kesejahteraan juga dicapai dengan cara memberikan pada
individu hak memanfaatkan pemilikan umum (air, minyak, gas, listrik dan lainnya)
secara gratis atau dengan harga murah. Kepemilikan umum semacam ini dikelola
hanya oleh negara. Swastanisasi memang cenderung lebih efisien, tapi ini
bertentangan dengan prinsip pemilikan (umum) dan tugas negara sebagai pelayan
rakyat. Selain itu, swastanisasi sektor publik biasanya menjadikan harga produk
lebih mahal. Ini harus dihindari karena jelas akan merugikan rakyat banyak.
Bila rakyat dapat memperoleh kebutuhan pokoknya dengan harga murah,
biaya hidup dapat ditekan. Uang yang ada dapat digunakan untuk keperluan lain
bagi kesejahteraan mereka. Apalagi bila negara dengan kemampuannya
memberikan subsidi (malah cuma-cuma) untuk kesehatan, pendidikan dan sarana
sosial lain, maka kebutuhan dasar penduduk akan dengan mudah tercukupi.
Jaminan sosial (social security) semacam ini jelas akan meningkatkan
kesejahteraan golongan miskin dan memberikan perlindungan pada masyrakat

186
dalam kesulitan ekonomi. Optimalisasi sumber daya yang tidak selalu menghasilkan
optimalisasi distribusi dapat diatasi.
Secara teoritis, kegiatan ekonomi (perdagangan, pertanian, dan industri)
yang sehat akan mendistribusikan kekayaan secara normal. Tapi dalam faktanya
selalu saja dimungkinkan terjadinya anomali yang disebabkan baik karena faktor
alamiah (kelemahan fisik, sumber daya alam) maupun musibah, yang pada
gilirannya menyebabkan distribusi normal yang diharapkan tidak berjalan sehingga
ketimpangan-ketimpangan tadi. Untuk lapisan masyarakat yang memang benar-
benar miskin atau tidak memiliki kemampuan, negara, sesuai dengan prinsip
tawazun tadi, berhak memberikan miliknya berupa tanah, atau barang dan uang
untuk modal usaha. Disamping menjadi kewajiban para karib kerabat dan
tetangganya untuk menolong dengan memberikan zakat atau infak. Dengan cara
lain, mereka yang tidak terikutkan dalam mobilitas ekonomi "ditolong" secara
sengaja. Harapannya, setelah ini mereka dapat mengikuti derap kemajuan
ekonomi masyarakat, bukan menjadi lapisan yang kian terpinggirkan.
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah penggunaan emas dan perak
sebagai mata uang negara. Dengan mata uang ini, dimana nilai intrinsik sama
dengan nilai nominal, menjadikan uang Islam tidak tergantung pada mata uang
manapun. Ia akan mengukur dengan dirinya. Dengan demikian, inflasi yang
berakibat penurunan nilai mata uang, yang berarti pula meningkatnya laju proses
pemiskinan --karena uang di tangan rakyat makin tidak bernilai alias harga barang
makin tak terjangkau-- tidak akan terjadi.
Jelaslah, negara dalam Islam berfungsi sangat sentral karena fungsinya
sebagai ri'ayatu suuni al-ummah (pengatur kehidupan umat) agar tenang secara
politis dan sejahtera secara ekonomi. Jadi tidak sekedar berfungsi minimal
(minimalist state) seperti dalam sistem pasar bebas, atau mendominasi
perekonomian seperti dalam sistem sosialis. Tidak juga terjerumus terlalu jauh
mengatur sehingga memberikan monopoli, proteksi, hak istimewa kepada
pengusaha (tertentu); atau ekstrim yang lain pemerintah terlalu lemah sehingga
tidak dapat berbuat apa-apa menghadapi penyimpangan para pelaku ekonomi,
khususnya dari pihak swasta kuat.
Untuk menjaga agar sistem ekonomi berjalan sesuai dengan aturan Islam,
peran dan fungsi negara untuk mengontrol pelaksanaan system ekonomi Islam
menjadi sangat signifikan. Peran seperti ini hanya mungkin dilakukan bila
pemerintah digerakkan oleh para birokrat yang memiliki kepribadian mulia, bersih,
yang bekerja benar-benar demi kepentingan kesejahteraan rakyat. Untuk menjaga
mental birokrat agat tetap bertindak jujur dan obyketif, Islam melarang keras
praktek pemberian suap atau komisi pada pegawai pemerintah. Atas dasar ini
pegawai negeri harus mendapat gaji yang layak. Selain kontrol dari negara, harus
ada pula pengawasan dari masyarakat. Kontrol masyarakat dan individu agar

187
negara serta masyarakat berjalan sesuai dengan koridor hukum Islam merupakan
kewajiban penting bahkan derajatnya disamakan dengan jihad. Rasulullah saw
"Afdhalu al-jihadi kalimatu haqqin 'inda imamin jaairin [Sebaik-baik jihad adalah
perkataan yang benar di depan penguasa yang jahat].

188
ISLAM; AQIDAH DAN SYARIAH
Mahmud Syalthut menyatakan, aqidah adalah sudut pandang yang harus
diyakini terlebih dahulu, sebelum menyakini sesuatu yang lain. Sudut pandang ini
tidak boleh disusupi dengan keraguan, dan dipengaruhi oleh kesamaran.148 Qadli
Taqiyyuddin menyatakan bahwa aqidah adalah pemikiran menyeluruh tentang
alam semesta, kehidupan dan manusia, serta hubungan ketiganya dengan
kehidupan sebelum dunia dan kehidupan setelah dunia149.
Syariat adalah, sistem aturan yang disyariatkan oleh Allah swt untuk
mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan sesama muslim,,
dengan sesama manusia, dengan alam semesta, dan dengan kehidupan.150
Al-Quran menggunakan lafadz (al-iiman) untuk aqidah, dan lafadz (amal
al-shalih) untuk syariah. Al-Quran telah menyatakan hal ini di banyak
tempat;[al-Kahfi:107-108; al-Nahl:97l; al-Ashr; al-Ahqaf:13. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa, Islam merupakan satu-kesatuan utuh dari aqidah dan
syariah. Pemisahan aqidah dari syariah akan menghilangkan jati diri ajaran
Islam. Menempatkan Islam sekedar agama moral-spiritual sama artinya telah
mengebiri dan mengerdilkan kesempurnaan Islam. Atas dasar itu, Islam tidak
boleh direduksi menjadi sekedar sistem keyakinan (aqidah) saja, atau diposisikan
hanya untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya belaka, akan tetapi
Islam harus termanifestasi secara utuh di dalam aqidah dan syariah. 151 Semua
ini bisa terwujud, jika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh di tengah-
tengah masyarakat dan aqidah Islam menjadi ruhnya.
Mahmud Syaltut menyatakan, Di dalam Islam, aqidah adalah landasan
pokok (al-ashl) yang membangun syariat. Syariah merupakan refleksi aqidah.
Oleh karena itu, tidak ada syariat tanpa keberadaan aqidah. Tidak ada
penerapan syariat Islam kecuali di bawah naungan aqidah Islamiyyah. Sebab,
syariat tanpa dilandasi aqidah seperti bangunan tanpa dasar.152 Aqidah tidak
bisa dipisahkan dari syariah. Sebaliknya, syariah juga tidak bisa dipisahkan dari
aqidah. Keduanya merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan satu dengan
yang lain. Siapapun yang beraqidah Islam akan tetapi tidak menjalankan syariat
Allah, atau menegakkan syariat tanpa dilandasi aqidah Islamiyyah, maka di sisi

148
Mahmud Syaltut, Islaam Aqidah wa Syariah , ed.III, Daar al-Qalam, 1966, hal. 11-12.
149
Taqiyyuddin al-Nabhani, Nidzam al-Islaam,
150
op.cit, hal.12
151
Ibid, hal.13
152
Ibid, hal.13

189
Allah, dirinya bukanlah seorang muslim. Dirinya juga tidak akan pernah
mendapatkan jalan keselamatan.153
Walhasil, penerapan syariat tanpa dilandasi aqidah Islam hanya akan
berujung kepada kesia-siaan dan kehancuran. Demikian juga sebaliknya, aqidah
tanpa penerapan syariah tak ubahnya khayalan kosong yang tidak pernah terwujud
dalam kenyataan.

SYARIAH : REFLEKSI DARI AQIDAH


Hakekat iman kepada Allah adalah menegakkan prinsip-prinsip tauhid dan
meniadakan seluruh antithesanya, syirik. Tauhid secara literal berarti
mengesakan, dan syirik berarti menyekutukan. Dalam konteks Islam, tauhid
dimaksudkan untuk mengesakan Allah, atau menisbatkan hanya kepada Allah,
sifat-sifat dan kemampuan-kemampuan yang memang milikNya. Sebaliknya, syirik
bermakna menisbatkan kepada selain Allah, beberapa sifat dan kemampuan-
kemampuanNya. Keesaan Allah dianggap tidak lengkap kecuali diekspresikan
dalam tiga aspek berikut ini154:

1. Keesaan Ketuhanan (Tauhid Rububiyyah)155


Tauhid ini merupakan keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Sang
Pencipta dan Pengatur langit, bumi, dan seisinya.. Dialah yang memberi
kekuatan, rejeki semua yang ada di semesta alam ini. Tak ada satupun
kejadian yang terjadi tanpa ijin dariNya. Al-Quran menyatakan,
artinya,Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala
sesuatu.[Qs. Az-Zumar:62] Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu
dan apa yang kamu perbuat itu.[Qs.ash-Shaffat:96] Tidak ada sesuatupun
musibah yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah.[Qs. At-
Taghabun:11] Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan
bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir
mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka..[al-Anam:1] Nabi saw
bersabda, Ketahuilah bahwa jika seluruh bangsa bersatu dalam usaha
memberimu suatu manfaat, mereka hanya mampu memberi manfaat
kepadamu dengan sesuatu jika Allah memang telah menakdirkannya
untukmu. Demikian pula, jika seluruh bangsa bersatu untuk
mencelakakanmu dengan sesuatu, mereka hanya mampu melakukannya jika
Allah telah menakdirkan hal itu terjadi kepadamu.156 Keyakinan bahwa
Allah adalah satu-satunya Pencipta dan Pengatur alam semesta juga
diyakini oleh orang-orang kafir. Allah swt berfirman, artinya, Dan

153
Ibid, hal.14
154
Bandingkan dengan Imam Ibnu Taimiyyah, Majmuu al-Fatawa, juz I/41, Daar al-Kutub al-
Imiyyah. Lihat juga, Abu Ameenah Bilal, Menolak Tafsir Bidah, PT. Andalus Press, Surabaya,
hal.200
155
Bandingkan dengan penjelasan Imam al-Hafidh Abi Abdillah Mohammad bin Ishaq bin
Mohammad bin Yahya bin Manduh, Kitaab al-Tauhiid: Wa Marifah Asma al-Allah Azza wa Jalla
wa Shifaatih Ala al-Ittifaaq wa al-Tafarrud, al-Jaamiah al-Islaamiyyah, Madinah, jilid I, hal.33.
156
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan ditakhrij oleh at-Tirmidziy

190
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab : "Allah".
Katakanlah: "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui.[Luqman:25] Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini,
dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan
menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak
ingat?"[al-Muminuun:84-85] Namun, keyakinan mereka akan keesaan Allah
dalam hal rububiyyah tidak menyelamatkan mereka dari kekafiran. Sebab,
mereka telah menolak tauhid uluhiyyah. Ini terlihat tatkala Rasulullah saw
berkata kepada mereka, Katakanlah La Ilaha Illa al-Allah artinya
beribadahlah hanya kepada Allah dan jangan mempersekutukanNya.
Orang-orang kafir itu menjawab sebagaimana telah disebutkan di dalam al-
Quran artinya, Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang satu
saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat
mengherankan.[Shaad:5]. Di ayat lain, Allah berfirman,
artinya,Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan
kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan
memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih
padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta
dan sangat ingkar.[al-Zumar:3]. Al-Muqriziy menyatakan, Tidak ada
keraguan lagi, tauhid rububiyyah tidak diingkari oleh orang-orang musyrik,
bahkan mereka menetapkan bahwa Dialah satu-satunya Pencipta dan
Pengatur alam semesta. Mereka hanya mengingkari tauhid uluhiyyah.157

2. Keesaan Nama-Nama Allah dan Sifat-SifatNya (Tauhid Asma wa Shifat)


Tauhid Asma wa Shifat merupakan keyakinan bahwa Allah memiliki
nama dan sifat, yang dengan nama dan sifatNya itu, Ia atau Nabi saw
melukiskan keadaan diriNya.158 Imam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allah
swt mensifati DiriNya dengan sifat yang telah disifatkan oleh DiriNya
sendiri, atau disifatkan oleh Rasulullah saw, serta para generasi awal Islam
yang tidak melebihi batas al-Quran dan Sunnah.159 Nama dan Sifat Allah
ditunjukkan oleh ayat-ayat berikut ini; (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah,
Yang bersemayam di atas `Arsy.[Thaha:5] Maha Suci Tuhan Yang empunya
langit dan bumi, Tuhan Yang empunya `Arsy, dari apa yang mereka
sifatkan itu.[al-Zukhruf:82] Dan Dia-lah Tuhan (Yang disembah) di langit
dan Tuhan (Yang disembah) di bumi dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi
Maha Mengetahui. Dan Maha Suci Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit
dan bumi; dan apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nyalah
pengetahuan tentang hari kiamat dan hanya kepada-Nyalah kamu
dikembalikan.[al-Zukhruf:84-85] Nama dan Sifat Allah tidaklah serupa

157
Lihat Al-Muqriiziy, Tajriid al-Tauhiid al-Mufiid, hal.4-9, tahun 1373 H., taliq oleh Mohammad
Thaha al-Zainiy. Lihat juga penjelasan Imam Ibnu Taimiyyah, dalam al-Fatawa, III/97-98.
158
Abu Ameenah Bilal, Menolak Tafsir Bidah, PT. Andalus Press, Surabaya, hal.208.
159
Imam Ibnu Taimiyyah, Majmuu al-Fatawa, juz III/16, Daar al-Kutub al-Imiyyah.

191
dengan sifat dan nama makhlukNya. Dalam hal ini Allah swt telah memberi
rambu-rambu kepada umatNya ketika hendak memahami sifat dan nama
Allah, dengan firmanNya, (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan
bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis
binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu
berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa
dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.[al-
Syura:11]. Demikianlah, Allah swt memiliki nama dan sifat.

3. Keesaaan Ibadah (Tauhid Uluhiyyah)


Tauhid belum sempurna dengan sekedar pengakuan atas tauhid
rububiyyah dan asma wa shifat. Sebab, kedua tauhid ini dapat dianggap
sebagai sekedar teori tauhid. Agar tauhid teoritis ini menjadi sempurna,
ia harus melibatkan tujuan dan sasaran dari tauhid, yakni penyembahan
hanya kepada Allah swt.160 Ketika menjelaskan tauhid uluhiyyah, Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Tidak ada kebahagian, dan
keselamatan bagi seorang hamba kecuali selalu mengikuti Rasulullah saw.
Barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya, ia akan dimasukkan ke surga
yang dibawahnya mengalir sungai-sungai. Yang demikian itu adalah
kemenangan yang sangat agung. Akan tetapi, siapa saja yang maksiyat
kepada Allah dan RasulNya dan melanggar ketetapan-ketetapan Allah,
maka ia akan dimasukkan ke neraka. Ia akan mendapatkan siksa yang
sangat pedih. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluq agar mereka
menyembah (beribadah) kepadaNya. Allah swt berfirman, artinya, Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. [al-Dzariyat:56] Bentuk ibadah mereka kepada Allah
adalah dengan cara mentaati Allah dan RasulNya. Tidak ada ibadah kecuali
apa yang telah diwajibkan dan diridloi oleh agama Allah.161
Banyak bukti menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Mekah
pada masa Nabi saw mempercayai kekuasaan ketuhanan Allah sebagai
Pencipta sekaligus mempercayai pula berbagai sifat-sifatNya. Namun
demikian, mereka tetap disebut sebagai orang musrik. Allah swt berfirman,
artinya, Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, siapakah
yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?
Tentu mereka akan menjawab,Allah. Maka betapakah mereka (dapat)
dipalingkan dari jalan yang benar.[al-Ankabuut:61] Dan sesungguhnya
jika kamu menanyakan kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari
langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya? Tentu
mereka akan menjawab,Allah. Katakanlah, Segala puji bagi Allah,
tetapi kebanyakan mereka tidak memahaminya.[al-Ankabut:63].

160
Op.cit, hal.228.
161
Imam Ibnu Taimiyyah, Majmuu al-Fatawa, juz I/42, pada bab Tauhid Uluhiyyah, Daar al-Kutub
al-Imiyyah.

192
Ibadah dalam Islam bermakna penyerahan diri kepada Allah yang
diwujudkan melalui kepatuhan pada hukum-hukum Allah swt162. Berpegang
teguh atau lebih mengutamakan hukum-hukum buatan manusia lebih dari
hukum Allah merupakan kesyirikan dalam tauhid al-ibadah. Allah telah
berfirman di dalam al-Quran, artinya, Menetapkan hukum itu hanyalah
hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan
yang paling baik.[al-Anam:57] Barangsiapa yang tidak memutuskan
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang
kafir.[al-Maidah 44]
Ketika Rasulullah saw membacakan ayat al-Quran, Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan
selain Allah.[at-Taubah 31], Adiy bin Hatim menyatakan bahwa (orang-
orang Yahudi dan Nashrani) tidak menyembah kepada rahib-rahib dan
pendeta-pendeta mereka, akan tetapi mereka juga menyembah kepada
Allah. Pernyataan ini ditangkis Rasulullah saw dengan pernyataan beliau,
Akan tetapi rahib-rahib dan pendeta itu telah menghalalkan apa yang
diharamkan Allah, dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah,
kemudian mereka mengikutinya.163 Ini menunjukkan bahwa, sekedar
menyakini Allah swt dari sisi rububiyyah dan asma wa shifat, tidak akan
mampu menyelamatkan seseorang dari kekafiran, sampai ia mengesakan
Allah dalam hal penyembahan (tauhid uluhiyyah); dengan jalan menyakini
bahwa hukum Allah adalah satu-satunya hukum yang berhak ditaati dan
diikuti.
Atas dasar itu, menyakini bahwa hukum Allah swt sebagai satu-
satunya hukum yang berhak mengatur kehidupan manusia, merupakan
refleksi dari tauhid uluhiyyah. Seorang muslim harus menyakini bahwa
hukum-hukum Allah (syariat Allah) adalah satu-satunya hukum terbaik
yang mampu memecahkan seluruh problematika umat manusia. Ia tidak
boleh menyakini adanya aturan-aturan lain selain aturan Allah yang mampu
menyaingi atau setingkat levelnya dengan aturan Allah swt. 164
Seorang mukmin wajib menjunjung tinggi al-Quran dan Sunnah, dan
menjadikan keduanya sebagai sumber segala sumber hukum. Sebab, berhukum
kepada al-Quran dan Sunnah adalah kewajiban mendasar seorang muslim, sekaligus
merupakan refleksi keimanannya kepada Allah swt. Al-Quran telah menyampaikan
pesan penting ini di beberapa tempat.

162
Abu Ameenah Bilal, Menolak Tafsir Bidah, PT. Andalus Press, Surabaya, hal.235
163
Lihat Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir.
164
Lihat, Dr. Mohammad Husain Abdullah, Dirasaat fi al-Fikr al-Islaamiy

193
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah
beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan
sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah
diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka
(dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka:
"Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada
hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia)
dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu."{al-Nisaa:60-61]
Imam Ibnu al-Arabiy menjelaskan, ayat ini turun berkenaan dengan
perselisihan antara orang Yahudi dengan orang Munafiq. Lalu, orang Yahudi dan
Munafiq itu menyampaikan masalah mereka kepada Rasulullah saw. Perkara itu
diputuskan oleh Rasulullah saw. Akan tetapi, orang munafiq tersebut tidak rela,
Selanjutnya, mereka mengajukan perkara mereka kepada Abu Bakar, namun orang
munafiq itu juga tidak rela dengan keputusan Abu Bakar ra. Lalu, mereka
mengajukan perkaranya kepada Umar. Umar masuk ke dalam rumah dan
mengambil pedangnya. Lantas, orang munafiq itu dipenggal kepalanya hingga
mati. Keluarga orang tersebut melaporkan kejadian tersebut kepada Rasulullah
saw. Umar berkata, Wahai Rasulullah, ia telah menolak keputusanmu.
Rasulullah menjawab, Engkau adalah al-Faruuq Lalu, turunlah firman Allah
swt, surat al-Nisaa:65165
Makna thaghut di sini adalah semua aturan atau hukum selain hukum Allah swt. 166
Imam Malik, sebagaimana dikutip oleh Ibnu al-Arabiy menyatakan, thaghut adalah
semua hal selain Allah yang disembah manusia. Semisal, berhala, pendeta, ahli
sihir, atau semua hal yang menyebabkan syirik. 167
Di tempat lain, al-Quran juga menyatakan hal ini dengan sangat jelas dan
tegas. Alah swt berfirman,

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga


mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan
yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.[al-Nisaa:65]

165
Lihat Ibnu al-Arabiy, Ahkaam al-Quraan, Juz I, ed.I, Daar al-Fikr, 1988, hal.577. Lihat juga
pada Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, juz II, hal.97; Ibnu Hajar, al-Kaaf al-Syaaf, hal.45]
166
Imam Abdurrahman Nashir al-Sadiy, Taisiir al-Kariim al-Rahman fi Tafsiir Kalaam al-Manaan,
hal.90.
167
Ibnu al-Arabiy, Ahkaam al-Quraan, Juz I, ed.I, Daar al-Fikr, 1988, hal.578

194
Tatkala menafsirkan ayat ini, Imam al-Sadiy, menyatakan,Allah swt telah
bersumpah atas nama dirinya, sesungguhnya mereka tidak beriman sampai mereka
menjadikan Rasulullah saw sebagai hakim yang akan memutuskan perkara-perkara
yang mereka perselisihkanAkan tetapi, mereka tidak cukup hanya bertahkim
kepada Rasul saja, akan tetapi, mereka harus menghilangkan keraguan, perasaan
sempit, dan kesamaran di dalam hati mereka tatkala bertahkim kepada Rasulullah
sawBarangsiapa menolak untuk berhukum kepada Rasulullah saw dan tidak mau
terikat dengan apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw, maka ia telah
kafir168.
Al-Quran juga menyatakan di dalam ayat lain;

Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran,


membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.
Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang
terang.[al-Maidah:48]

Pesan-pesan di atas juga diperkuat dengan sabda Rasulullah saw yang


termaktub dalam hadits-hadits shahih. Diantaranya, Rasulullah saw pernah
bersabda, artinya, Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan, dan perbuatan itu
tidak diperintahkan kami, maka perbuatan itu tertolak.[HR. Bukhari & Muslim].
Nash-nash di atas merupakan argumentasi kokoh atas wajibnya seorang
mukmin untuk selalu terikat dengan hukum Allah swt. Ayat di atas juga
menunjukkan bahwa seorang mukmin berkewajiban untuk hanya berhukum kepada
aturan-aturan Allah swt. Siapa saja yang mengingkari aturan Allah swt,
mendustakannya, serta menggantinya dengan aturan-aturan lain, kelak akan
dimasukkan ke neraka Allah swt. Al-Quran telah menyatakan hal ini dengan
sangat tegas.

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan


menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka
pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke
lobang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang
berbuat kejahatan.[al-Araf:40]

168
Imam Abdurrahman Nashir al-Sadiy, Taisiir al-Kariim al-Rahman fi Tafsiir Kalaam al-Manaan,
hal.93-94

195
Bila al-Quran telah menyampaikan pesan di atas dengan sangat jelas dan
tegas, tentu tidak ada dalih lagi bagi kaum mukmin untuk menolak hukum-hukum
Allah swt.
Mungkin ada sebagian kaum muslim meragukan kemampuan hukum Allah
dalam menyelesaikan persoalan-persoalan manusia. Keraguan telah membawa
mereka menolak, meminggirkan dan mengambil hukum-hukum selain hukum Allah.
Tidak sedikit juga diantara kaum muslimin berargumentasi; penerapan hukum
Islam akan memberangus hak-hak asasi manusia. Anehnya, mereka tidak pernah
menggunakan logika yang sama untuk hukum-hukum selain Islam. Padahal, al-
Quran telah membantah keunggulan sistem hukum selain hukum Islam. Al-Quran
telah menyatakan hal ini.

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?[al-Maidah:50]

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.[al-
Maidah:3]
Hukum Allah adalah hukum yang paling baik di atas segala sistem hukum
yang ada. Seorang mukmin wajib menyakini hal ini tanpa ada keraguan
sedikitpun. Hatinya harus menerima dengan sepenuh hati apa yang telah
ditetapkan oleh Al-Quran dan Sunnah.
Aqidah harus direfleksikan dalam bentuk menerapkan dan menegakkan
syariat Islam. Sebaliknya, penerapan syariat Islam mesti dilandasi oleh aqidah.
Keduanya, aqidah dan syariah merupakan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan lainnya. Mereduksi Islam hanya pada tataran aqidah, tanpa ada
keinginan untuk menerapkan syariat Islam, tidak ubahnya menjadikan Islam
sebagai agama ritual belaka. Di sisi lain, penerapan syariat Islam tanpa dijiwai
oleh aqidah Islam, seperti halnya jasad tanpa ruh.
Aqidah Islam harus dijadikan asas dan jiwa bagi penerapan syariat
Islam. Aturan Islam dilihat sebagai sebuah aturan bisa saja diterapkan
dan ditegakkan dengan spirit kekufuran. Penerapan syariat Islam bisa saja
ditegakkan dengan jiwa kapitalisme atau sosialisme. Contohnya, gerakan
Islam Liberal yang ingin melihat Islam terutama wacana penerapan syariat
Islamdengan kaca mata liberalisme barat. Penerapan syariat Islam
semacam ini, tentu saja tidak akan menghasilkan sebuah bangunan sistem
yang tangguh dan kuat. Sebab, ada pertentangan yang sangat nyata antara
spirit dan bentuk empirisnya.

196
AQIDAH DAN SYARIAH SEBAGAI SEBUAH IDEOLOGI
Terma ideologi di sini tidak dimaksudkan untuk mengidentikkan
Islam sebagai agama yang bersumber dari akal manusia (Mohammadenisme),
akan tetapi kata ideologi di sini (mabda) ditujukan untuk memberikan
gambaran bahwa Islam adalah agama yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berisikan konsep-konsep mendasar (aqidah) yang di atasnya
dibangun sistem aturan.
2. Mengatur seluruh aspek kehidupan.
3. Diperuntukkan untuk seluruh umat manusia (universal).
4. Memerintahkan penganutnya untuk memperjuangkan dan
menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia.
Empat hal ini merupakan ciri dari sebuah ideologi. Kata ideologi di
sini juga untuk membedakan Islam dengan agama-agama spiritual yang
hanya mengatur dimensi-dimensi vertikal saja. Atas dasar itum agama-
agama non Islam bukanlah agama yang bercorak ideologis. Sebab, agama-
agama ini hanya mengatur masalah-masalah spiritual belaka. Kalaupun ada
yang mengatur aspek-aspek social, itupun tidak lengkap.
Adapun corak Islam sebagai agama ideologis bisa dijelaskan sebagai
berikut;
Pertama, Islam dengan ushul aqidah dan hukumnya merupakan pemikiran
mendasar yang diatasnya dibangun pemikiran-pemikiran cabang. Pokok-pokok
ajaran Islam ushul aqidah dan ushul ahkammerupakan pemikiran mendasar yang
mendasari seluruh pemikiran cabang, baik yang berhubungan dengan masalah
keyakinan dan hukum. Seluruh pemikiran cabang harus terpancar dan digali dari
pokok-pokok ajaran Islam ini. Pemikiran cabang apapun tidak boleh lepas dari
pemikiran dasarnya, ushul aqidah dan ushul ahkam. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa Islam memuat pemikiran mendasar yang melandasi seluruh pemikiran
cabang; sekaligus menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang bercorak
ideologis.
Kedua, Islam dengan al-Quran dan Sunnah telah menjelaskan seluruh aspek
kehidupan. Al-Quran telah menyatakan hal ini di beberapa tempat.
Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.[ Yusuf:111]
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri.[al-Nahl:89]
Nash-nash ini menunjukkan bahwa al-Quran telah menjelaskan solusi
atas seluruh problematika umat manusia. Meskipun demikian, al-Quran
hanya memuat pokok-pokok global namun, ada juga beberapa persoalan
yang dijelaskan secara rinci dalam al-Quran--, sedangkan al-sunnah lebih

197
memerinci apa-apa yang dijelaskan oleh al-Quran. 169 Kenyataan seperti ini
menggambarkan kepada kita bahwa al-Quran dan sunnah merupakan sistem
aturan yang memecahkan seluruh persoalan umat manusia. Islam tidak
hanya mengatur dan memecahkan masalah ibadah saja, akan tetapi ia juga
mengatur masalah ekonomi, politik, pidana, dan lain-lain. Tidak ada
satupun persoalan yang tidak diatur dan dipecahkan oleh Islam. Semua ini
menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang bercorak ideologis.
Sebab, Islam telah mengatur dan menjelaskan solusi atas seluruh
problematika umat manusia.
Ketiga, ajaran Islam diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, dan tidak
hanya ditujukan bagi kaum muslim saja. Keuniversalan Islam ditunjukkan dalam
beberapa nash berikut ini.
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan,
tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.[Saba:28]
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan
mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi
yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan
ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".[al-Araf:158]
Rasulullah saw juga bersabda, Saya diutus untuk bangsa yang berkulit
merah hingga yang berkulit hitam.
Nash-nash di atas merupakan bukti bahwa Islam merupakan ajaran universal
yang diperuntukkan bukan hanya untuk umat Islam semata, akan tetapi juga
ditujukan bagi seluruh umat manusia. Karakter universal ini menunjukkan bahwa
Islam merupakan ajaran yang bercorak ideologis. Sebab, Islam adalah agama
universal.
Empat, Islam juga mengharuskan para pengikutnya untuk menyebarkan
Islam hingga ke seluruh penjuru alam, lihat dakwah dan jihad. Spirit untuk
menyebarkan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia, membuktikan bahwa Islam
adalah agama ideologis. Hal ini didasarkan pada nash-nash berikut ini.
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.[al-Baqarah:190]
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah
mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu, dan fitnah itu lebih besar
bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil
Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka
memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan
bagi orang-orang kafir.[al-baqarah:191]

169
Untuk melihat kedudukan al-Sunnah terhadap al-Quran, lihat Taqiyyuddin al-Nabhani, al-
Syakhshiyyah al-Islaamiyyah, ed.II, juz.III, 1953, al-Quds, hal. 67-74.

198
Rasulullah saw bersabda, Aku ini diperintahkan untuk memerangi seluruh
umat manusia sampai mereka mengatakan La Ilaha Illa al-Allah, Mohammad
Rasulullah, mengerjakan sholat dan membayar zakat. Jika mereka melakukan hal
ini, maka selamatlah harta dan jiwanya dari aku, kecuali atas hak-hak Islam.[HR.
Imam Muslim]
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa Islam telah memerintahkan umatnya
untuk menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Ini
menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang bercorak ideologis.
Ringkasnya, Islam sebagai agama yang bercorak ideologis terwajahkan pada
dua hal. Pertama, Islam memuat seperangkat pemikiran-pemikiran tentang
keyakinan dan solusi (fikrah). Kedua, Islam juga menjelaskan secara rinci
tentang, (1) bagaimana tata cara menjaga aqidah, (2) bagaimana tata cara
melaksanakan pemecahan-pemecahan (solusi), (3) bagaimana tata cara
mengemban dakwah Islam (thariqah) 170
Tentu, Islam hanya akan terwujud bila Islam ditegakkan dan diemban
secara ideologis. Ini hanya bisa diwujudkan bila kaum muslim memiliki sistem
kenegaraan yang kuat dan tangguh. Adanya negara merupakan keniscayaan bagi
tertegak dan tersebarnya Islam ideologis ke seluruh penjuru dunia. Sebaliknya,
kehancuran Islam ideologis disebabkan karena kaum muslim tidak lagi memiliki
negara sebagai penyangga utama bagi Islam ideologis.

PENERAPAN SYARIAT ISLAM: ISLAM SEBAGAI STANDAR KEHIDUPAN


Penerapan syariat Islam, selain merupakan refleksi keimanan seorang
muslim, ia juga kewajiban asasi bagi kaum muslim. Ini didasarkan pada kenyataan
bahwa, setiap kaum muslim diperintahkan untuk selalu terikat dengan aturan Allah
swt.
Terikat dengan aturan Allah dalam setiap perbuatan hukumnya wajib.
Nash-nash sharih menunjukkan hal ini dengan sangat jelas.
Katakanlah: Inilah jalan-Ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kalian ) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci
Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang musyrik (TQS. Yusuf : 108)
Katakanlah, jika kalian (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku
niscaya Allah mengasihi kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian (TQS.
Ali Imran : 31).
Apa saja yang dibawa oleh Rasul maka ambillah dan apa saja yang dilarang
oleh Rasul maka tinggalkanlah (TQS. Al Hasyr : 7)
Sebaliknya, Allah swt mengancam siapapun yang tidak terikat dengan
aturannya dengan ancaman yang sangat keras.

170
Taqiyyuddin al-Nabhani, Nidzam al-Islaam, pada bab Thariiq al-Imaan,

199
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah (ketentuan) Rasul
takut akan ditimpa fitnah atau akan ditimpa adzab yang pedih (TQS. An
Nur ; 63).

Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak ada ketentuannya


dari kami, maka perbuatan itu tertolak171
Perbuatan seseorang tidak akan pernah diterima oleh Allah swt tidak
mendapatkan pahala dari Allah swtjika tidak sesuai dengan al-Quran dan
Sunnah. Salafush shalih merumuskan dua prasyarat agar amal seseorang
diterima oleh Allah swt. Syarat pertama adalah, amal perbuatan itu harus
ikhlash karena Allah. Allah telah menyatakan hal ini di dalam firmanNya;
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;
dan yang demikian itulah agama yang lurus.[al-Bayyinah:5]
Sunnah juga menyatakan prasyarat ikhlash ini. Nabio saw bersaba,
Amal itu tergantung dari niatnya.[HR. Bukhari dan Muslim dari Umar bin
al-Khaththab]
Kedua, amal perbuatan itu harus benar. Menurut Imam Fudlail
bin Iyadl, yang dimaksud dengan benar di sini adalah, benar menurut al-
Quran dan Sunnah. Amal seseorang tidak akan disebut benar, kecuali
sesuai dengan al-Quran dan Sunnah.
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka
tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah
kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan
Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan
menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa
mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
yakin?[al-Maidah:49-50]
Al-Quran menyebut amal yang memenuhi dua prasyarat di atas
ikhlash dan benardengan sebutan amal shaleh . Al-Quran telah
menyebut amal shaleh di banyak tempat.
171
Lihat shahih Bukhariy, kitab al Buyu; dan lihat pula pada kitab al Itisham bi al kitab wa al sunah
oleh Imam Bukhariy.

200
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh;
maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.[at-Tiin:6]
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.[al-Bayyinah:7]
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".[al-
Kahfi:110]
Amal inilah yang mampu menyelamatkan seseorang dari siksa api
neraka. Selain itu, amal sholeh juga merupakan syarat, agar seorang hamba
bisa bertemu dengan Tuhannya kelak di hari akhir.
Seorang muslim harus menjadikan syariat Islam sebagai satu-satunya
tolok ukur untuk menimbang baik dan buruknya sesuatu. Bila dalam
pandangan Islam, sesuatu itu buruk, maka dirinya harus menyatakan buruk.
Sebaliknya, jika sesuatu itu dianggap baik oleh Islam, maka dirinya wajib
menyatakan bahwa sesuatu itu, baik.
Islam tidak mengenal ide kebebasan seperti halnya sistem
kapitalisme. Seorang muslim tidak dibiarkan bebas begitu saja baik dalam
perkataan dan perbuatannya--, akan tetapi ia harus terikat dengan aturan-
aturan Allah swt. Keberadaannya sebagai seorang muslim mengharuskan
dirinya untuk berbicara dan berperilaku sesuai dengan aqidah dan aturan
Islam.
Namun demikian, Islam tidak akan mengekang dan menteror warga
negaranya, atau memaksa non Islam untuk masuk ke dalam Islam. Islam
telah memberikan kebebasan setiap orang untuk melakukan apa saja, asal
masih sejalan dengan koridor hukum Allah swt. Seorang muslim dibolehkan
mengkritik dan mengoreksi penguasa. Seorang muslim juga dibiarkah
melakukan interaksi dengan orang kafir, bermuamalah dengan sesama atau
dengan non muslim, dan lain sebagainya. Akan tetapi ia harus selalu
terikat dengan aturan Allah swt tatkala melakukan aktivitas-aktivitas
tersebut.

PENERAPAN SYARIAT ISLAM OLEH INDIVIDU, KELOMPOK DAN NEGARA


Setiap muslim telah diperintahkan untuk terikat dengan hukum-
hukum Allah swt. Keterikatan dengan hukum Allah mesti direfleksikan
dalam bentuk menjalankan semua aturan-aturan Allah swt.
Di sisi lain, karakter hukum Islam dilihat dari sisi pelaksanaannya
ada hukum-hukum tertentu yang dipikul oleh setiap individu kaum muslim,

201
ada yang dilaksanakan oleh kelompok (jamaah), dan ada juga yang
pelaksanaannya dibebankan kepada negara.
Pada dasarnya setiap individu muslim diperintahkan untuk
menjalankan seluruh syariat Islam. Al-Quran telah menyatakan, Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.[al-Baqarah:208]
Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menyatakan, Allah
telah memerintahkan kepada hambaNya yang beriman kepada RasulNya,
untuk mengambil seluruh ikatan dan syariat Islam; sekaligus menjalankan
seluruh perintahNya dan meninggalkan segala laranganNya setingkat
dengan kemampuannya.172 Ibnu Abbas, Mujahid, Abu Aliyah, Ikrimah,
Qatadah, al-Rabi bin Anas al-Sudiy, Muqatil bin Hayyan, dan al-Dlahak,
menyatakan,Kerjakanlah seluruh perbuatan dan kebaikan. 173
Imam 'Abdullah bin Ahmad bin Mahmud An-Nasafiy mengatakan, yang dimaksud
dengan ayat tersebut adalah berserah diri dan ta'at, yakni berserah diri dan ta'at
kepada Allah atau Islam. Kata "kaaffah" yang berkedudukan sebagai haal dari
dlomir udkhulu bermakna jamii'an --menyeluruh --174. Diriwayatkan dari Ikrimah,
bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan kisahnya Tsa'labah, 'Abdullah bin
Salam, dan beberapa orang Yahudi. Mereka mengajukan konsensi kepada nabi
untuk diijinkan beribadah pada hari Sabath (hari Sabtu). Permintaan orang-orang
Yahudi ini dijawab oleh Allah dengan ayat di atas.175 Imam Thabariy dalam
tafsirnya menyatakan, bahwa ayat ini merupakan perintah bagi orang-orang
mu'min untuk menolak semua hukum yang bertentangan dengan hukum Islam;
sekaligus perintah untuk melaksanakan syari'at Islam secara menyeluruh. Ayat ini
juga berisi larangan mencampakkan salah satu bagian dari hukum-hukum Islam.176
Imam Qurthubiy menjelaskan bahwa lafadz kaaffah adalah "sebagai haal
dari lafadz al-silmi atau dari dlomir mu'minin. Sedangkan pengertian kaaffah
adalah jamii'an (menyeluruh) atau 'aamatan (umum).177 Bila kedudukan lafadz
kaaffah sebagai haal dari lafadz al-silmi maka tafsir dari ayat tersebut adalah Allah
swt menuntut orang-orang yang masuk Islam untuk masuk ke dalam Islam secara
keseluruhan (total).
Ayat ini menyatakan dengan sangat jelas bahwa seluruh kaum muslim
baik laki-laki maupun perempuan-- diperintahkan untuk menjalankan Islam
secara menyeluruh. Setiap individu muslim wajib melaksanakan hukum-

172
Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Baqarah:208
173
Ibid.
174
lihat Imam Nasafiy, Tafsir Al-Nasafiy (Madarik al-Tanziil wa Haqaaiq al-Ta`wil), I/112
175
Lihat Imam Ibnu Jarir al-Thabariy, Tafsir al-Thabariy, II/337
176
Ibid; hal. 337
177
Lihat Imam al-Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, Juz III hal. 18; Imam al-Thabariy, Tafsir al-Thabariy,
Juz I, hal.338).

202
hukum yang berhubungan dengan ibadah, muamalah, jinayat, akhlaq, dan
seluruh hukum Islam lainnya.
Meskipun setiap individu kaum muslim diperintahkan untuk terikat
dengan hukum Islam, akan tetapi, syara juga telah menetapkan pihak-
pihak tertentu untuk melaksanakan hukum-hukum tertentu. Misalnya,
perintah untuk menjilid pelaku zina ghairu muhshon hanya ditujukan kepada
khalifah, maupun orang yang diberi kewenangan oleh khalifah. Negara
juga berkewajiban menjamin kebutuhan pokok bagi setiap rakyatnya.
Tugas-tugas semacam ini tidak boleh diambil alih oleh seorang, maupun
sekelompok kaum muslim.
Untuk memberikan gambaran global mengenai pelaksanaan hukum-
hukum Islam, di bawah ini kami paparkan karakteristik pelaksanaan hukum-
hukum Islam.
Pertama, hukum-hukum yang dilaksanakan oleh setiap individu kaum
muslim maupun non muslim yang menjadi warga negara Daulah Khilafah
Islamiyyah. Secara umum, hukum-hukum yang berhubungan dengan
akhlaq, ibadah, muamalah, serta hukum-hukum lainnya harus dilaksanakan
seluruh kaum muslim. Adapun bagi non muslim yang hidup dalam Daulah
Khilafah Islamiyyah, maka ketentuan hukum bagi mereka adalah sebagai
berikut;
1. Pelaksanaan syariat Islam oleh orang-orang non muslim tanpa ada
pemaksaan dari negara
2. Pemaksaan negara (Daulah Khilafah Islamiyyah) terhadap orang non muslim
untuk melaksanakan hukum Islam.
Pertama, dari sisi pelaksanaan hukum-hukum Islam oleh orang non muslim
sendiri tanpa ada ada pemaksaan dari negara. Bila dalam pelaksanaan
hukum-hukum tersebut mensyaratkan adanya Islam (iman), berdasarkan
ketetapan dari nash-nash syara, seperti halnya sholat, puasa, haji, zakat,
dan seluruh hukum ibadah, dan lain-lain178, maka orang non muslim dilarang
melaksanakan hukum-hukum tersebut. Sebab, syarat untuk melaksanakan
hukum-hukum tersebut adalah keimanan atau muslim terlebih dahulu.
Padahal, ketika orang itu masih non muslim, maka keimanan tidak terdapat
pada dirinya, sehingga ia tidak boleh melaksanakan hukum-hukum yang
dalam pelaksanaannya mensyaratkan adanya keimanan terlebih dahulu.
Adapun hukum-hukum yang tidak mensyaratkan Islam atau keimanan dalam
pelaksanaannya, semisal perang terhadap orang non muslim, kesaksian
orang non muslim dalam kasus harta, serta hal-hal yang membutuhkan
keahlian, yang tidak ada syarat Islam di dalamnya, maka boleh bagi orang

178
Seperti halnya, tidak bolehnya kesaksian orang-orang non muslim pada kasus selain harta.
Sedangkan kasus kasus harta, maka kesaksian mereka diperbolehkan.

203
non muslim melaksanakan hukum-hukum tersebut. Ini dari sisi pelaksanaan
hukum-hukum Islam oleh mereka (orang non muslim) sendiri tanpa ada
pemaksaan oleh negara.
Kedua, dari sisi pemaksaan negara terhadap orang non muslim untuk
melaksanakan hukum-hukum Islam. Hal ini perlu dirinci lebih lanjut.
a. Jika ada nash-nash umum yang menunjukkan bahwa untuk melaksanakan
hukum-hukum tersebut diperlukan syarat Islam atau keimanan terlebih
dahulu, atau ada ketetapan dari Rasulullah saw bahwa hukum-hukum
tersebut tidak boleh dilaksanakan kecuali oleh muslim saja, maka, dalam
dua kondisi seperti ini, orang non muslim tidak dipaksa oleh negara Islam
untuk melaksanakan hukum-hukum tersebut. Negara Islam tidak boleh
memberlakukan hukum-hukum tersebut kepada orang non muslim. Oleh
karena itu, negara Islam tidak akan memberikan sanksi kepada orang non
muslim atas kekafirannya, kecuali bagi orang musyrik Arab selain ahlul
kitab. Ini didasarkan pada firman Allah swt, Tidak ada paksaan di dalam
agama[al-Baqarah]. Ketetapan ini juga didasarkan pada ketetapan dari
Rasulullah saw terhadap orang-orang non muslim yang ada di Yaman.
Rasulullah saw tetap membiarkan mereka (non muslim yang ada di Yaman)
tetap memeluk agamanya, dan beliau hanya mencukupkan diri untuk
mengambil jizyah dari mereka. Akan tetapi, terhadap orang-orang musyrik
Arab kecuali ahlul kitab, beliau hanya memberikan dua alternatif saja,
diperangi, atau masuk Islam. Ini merupakan hukum khusus bagi orang-
orang musyrik Arab, berdasarkan firman Allah swt, Mereka (orang-orang
musyrik Arab) diperangi atau masuk Islam. [al-Quran]. Rasulullah saw
jika tidak memaksa mereka (orang-orang non muslim) untuk mengerjakan
sholat seperti halnya kaum muslim. Rasulullah saw juga membiarkan
gereja-gereja yang ada di Yaman, Bahrain, dan Nejd tetap berdiri. Beliau
saw tidak menghancurkan gereja-gereja tersebut. Mereka juga tidak
dipaksa oleh negara Islam untuk meninggalkan khamr, dan diberi sanksi
dengan hukuman syirbul khamr (meminum khamr). Dalilnya, penduduk
Yaman pada saat itu kebanyakan adalah orang-orang non muslim yang
gemar meminum khamr, namun demikian Rasulullah saw tetap membiarkan
mereka meminum khamr dan mereka tidak diberi sanksi syirbul khamr.
Kenyataan sejarah juga membuktikan, para shababat ra tatkala
menaklukkan negeri (Mesir) mereka membiarkan saja orang-orang non
muslim meminum khamr. Walhasil, hukum-hukum yang dalam
pelaksanaannya mensyaratkan adanya Islam dan keimanan terlebih dahulu,
dan juga ada ketetapan dari Rasulullah saw dan ijma shahabat, yang tidak
memaksa orang-orang non muslim untuk melaksanakan hukum-hukum
tertentu, dalam kondisi seperti ini, negara Islam tidak diperbolehkan
memaksa mereka untuk melaksanakan hukum-hukum tersebut.

204
b. Jika ada hukum yang dalam pelaksanaannya tidak mensyaratkan adanya
keimanan atau Islam terlebih dahulu, dan juga tidak ada nash syara yang
menunjukkan bahwa orang-orang non muslim dibiarkan saja untuk tidak
melaksanakan hukum-hukum tersebut, maka dalam kondisi semacam ini,
khalifah berhak memaksa orang non muslim untuk melaksanakan hukum-
hukum tersebut. Negara Islam akan memberikan sanksi kepada orang non
muslim yang meninggalkan hukum-hukum seperti itu. Sebab, orang non
muslim secara ushul juga termasuk mukallaf. Dalilnya adalah, Rasulullah
saw pernah memberlakukan hukum-hukum semacam ini kepada orang-orang
non muslim. Dalam hal muamalah, Rasulullah saw memberlakukan hukum-
hukum Islam kepada mereka. Dalam masalah uqubat (pemberian sanksi),
Beliau saw pernah menjatuhkan sanksi kepada orang-orang non muslim.
Dari Anas ra, ia berkata, Ada seorang Yahudi yang mencepit kepala
jariyah (budak perempuan) dengan dua buah batu. Kemudian, jariyah itu
ditanya, Siapakah yang melakukan hal ini, si fulan atau si fulan?
Kemudian jariyah itu mengisyaratkan kepada seorang Yahudi. Yahudi itu
ditangkap dan ditanyai. Yahudi itu akhirnya mengakui perbuatannya.
Lalu, Rasulullah saw memerintahkan para shahabat untuk mencepit kepala
Yahudi itu dengan dua buah batu. Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata,
Nabi saw pernah merajam seorang laki-laki Yahudi dan seorang wanita.
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw (sebagai kepala
negara) telah menjatuhkan sanksi kepada orang non muslim sebagaimana
beliau saw memberikan sanksi kepada kaum muslim. Ini menunjukkan
bahwa orang-orang non muslim dipaksa oleh negara untuk terikat dan
melaksanakan hukum-hukum semacam ini. Mereka akan diberi sanksi jika
melakukan pelanggaran179.
Secara umum, karakteristik hukum Islam yang akan dilaksanakan oleh
individu adalah, hukum-hukum yang pelaksanaannya bukan menjadi tugas
negara ataupun jamaah. Pembagian ini bukanlah pembagian yang bersifat
mutlak, akan tetapi, tidak menutup kemungkinan ada hukum-hukum yang
bisa dijalankan oleh individu,negara, dan juga jamaah secara bersamaan.
Namun ada pula hukum-hukum tertentu yang hanya bisa dilaksanakan oleh
negara saja, atau jamaah (kelompok) saja, namun tidak bisa dilakukan oleh
individu.
Kedua, hukum-hukum yang dilaksanakan oleh jamaah. Hukum-
hukum yang karakternya dilaksanakan oleh jamaah (kelompok) adalah
hukum-hukum yang berkaitan dakwah secara berkelompok. Al-Quran telah
menyatakan hal ini;

179
Untuk lebih jelasnya, baca Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz.III, 1953,
Ed.II, Min Mansyuraat Hizb al-Tahrir, 22-26.

205
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.[Ali Imron:104]
Imam Qurthubiy menyatakan, ayat ini memberikan satu pengertian
bahwa perintah untuk melakukan amar maruf nahi anil mungkar
merupakan tugas para ulama. Padahal tidak semua manusia itu ulama.
Lafadz (min) pada ayat tersebut berfungsi untuk membatasi (li al-tabidl).
Sebagian ulama tafsir menyatakan bahwa lafadz (min) pada ayat tersebut
berfungsi sebagai penjelas (li al-bayan). Walhasil, seluruh kaum muslim
telah diwajibkan untuk melakukan amar maruf nahi anil mungkar. Imam
Qurthubiy menambahkan, penafsiran pertama adalah penafsiran yang lebih
tepat. Artinya, kewajiban untuk melakukan aktivitas amar maruf nahi
anil mungkar pada ayat ini (Ali Imron:104) hanya dipikul oleh sekelompok
kaum muslim180 Ibnu Mardawaih berkomentar, maksud dari ayat ini adalah,
harus ada sekelompok (firqah) dari kalangan umat Islam yang bertugas
melakukan amar maruf nahi anil mungkar, meskipun kewajiban ini juga
dipikul oleh setiap individu kaum muslim.181
Ayat di atas menunjukkan adanya kewajiban-kewajiban tertentu yang
pelaksanaannya dibebankan kepada jamaah, bukan kepada setiap individu
kaum muslim. Hal ini juga mengungkapkan kepada kita; kewajiban amar
maruf nahi anil mungkar yang tidak mungkin dilakukan secara individu
mesti harus dipikul secara berkelompok. Contohnya adalah, kewajiban
menegakkan Khilafah Islamiyyah. Kewajiban menegakkan khilafah
Islamiyyah memang tugas setiap individu kaum muslim, akan tetapi, seorang
individu saja tidak akan mampu menegakkan Khilafah Islamiyyah. Sebab,
aktivitas menegakkan khilafah Islamiyyah merupakan kewajiban yang sangat
sulit dan membutuhkan curahan energi dan tenaga. Untuk menegakkan
Khilafah Islamiyyah, kaum muslim harus membentuk kelompok (jamaah)
agar tugas berat itu bisa dipikul dan membawa keberhasilan.
Ketiga, hukum-hukum yang dilaksanakan oleh negara. Hukum-
hukum semacam ini adalah hukum-hukum yang berkenaan dengan tugas dan
wewenang negara dalam menjalankan aturan negara. Misalnya, penjatuhan
sanksi bagi orang yang melanggar syariat Allah, hanya menjadi wewenang
negara. Negara adalah pihak yang paling berhak menerapkan hukum
potong tangan, jilid, qishash, tazir dan sebagainya. Selain negara baik
individu atau kelompokdilarang melaksanakan hukum-hukum yang menjadi
kewenangan dari negara.

180
Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, surat Ali Imron:104.
181
Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, surat Ali Imron:104

206
Pihak yang berwenang memberlakukan hudud, jinayat, tazir maupun
mukhalafat, adalah khalifah semata. Selain khalifah (negara),
diharamkan menjatuhkan hukum hudud, jinayat, mukhalfat, maupun tazir.
Sebab, khalifah merupakan pihak yang boleh memberlakukan hukum-hukum
itu. Tatkala berkomentar terhadap hadits Nabi saw, Imam adalah penjaga,
dan bertanggungjawab terhadap rakyatnya, Imam Badrudin al-Aini,
menyatakan, Hadits ini menunjukkan bahwa urusan dan kepentingan
rakyat menjadi tanggungjawab seorang imam (khalifah). Tugas seorang
Imam dalam hal ini adalah memikul urusan rakyat dengan memenuhi semua
hak mereka. 182 Imam Qalqasyandi, mengutip Imam Mawardi, menyatakan
bahwa, kewajiban seorang khalifah terhadap rakyatnya mencakup sepuluh
perkara. Diantaranya adalah, (1) menjaga dan memelihara agama sesuai
dengan hukum syariat; (2) mempertahankan negeri-negeri Islam; (3)
melaksanakan syariat Islam, mencegah serta mengatasi perselisihan yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat agar tidak ada orang dzalim yang
merampas hak orang lemah, sehingga pihak yang lemah pun berani meminta
hak-hak mereka.183 Abdul Qadim Zallum, dalam kitab Afkar al-Siyasah,
menyatakan, Dalam kaitannya dengan pengaturan urusan rakyat secara
praktis, syariat Islam, sesungguhnya telah melimpahkan kewenangannya
hanya kepada penguasa (khalifah) saja. Rakyat tidak boleh melaksanakan
aktivitas penguasa kecuali ada pelimpahan yang dipandang absah secara
syariy melalui baiat dari rakyat (jika ia seorang khalifah), atau melalui
pengangkatan dari khalifah. Siapapun yang tidak diangkat sebagai khalifah
melalui proses baiat dari rakyat, atau tidak melalui penyerahan
kewenangan dari seorang khalifah yang sah, tidak diperbolehkan melakukan
tindakan pengurusan apapun terhadap rakyat secara langsung, baik internal
maupun eksternal.184
Hukum-hukum yang karakteristik pelaksanaannya ada di tangan
individu tidak boleh dicampuri oleh negara, selama tidak ada dalil yang
menunjukkan. Individu juga dilarang melaksanakan atau mencampuri
kewenangan-kewenangan negara dalam hal pelaksanaan hukum syari;at
yang hanya menjadi tugas dan kewajiban negara.

PILAR PENERAPAN SYARIAT ISLAM


Upaya penerapan syariat Islam tidak mungkin berjalan dengan baik,
jika di tengah-tengah masyarakat tidak dibangun terlebih dahulu pilar-pilarnya.
Penerapan syariat Islam berarti, menjadikan aqidah Islam sebagai dasar negara,

182
Imam Badruddin al-Aini, Umdah al-Qari, Syarh Shahih al-Bukhari, XXIV, hal.221.
183
Imam Qalqasyandi, Maarif al-Inafah fi Maalim al-Khilafah, I/57-60; Imam al-Mawardi, al-Ahkam
al-Sulthaniyyah, hal. 12-13; Abu Yala al-Fara, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, hal.27-28.
184
Abdul Qadim Zallum, al-Afkar al-Siyasiy, ed.1, 1994, Daar al-Ummah, Beirut, Lebanon, hal.15.

207
dan aturan Islam sebagai aturan yang mengatur seluruh interaksi yang ada di
tengah-tengah masyarakat. Penerapan syariat Islam mutlak memerlukan peran
sinergis antara rakyat, kelompok, dan negara. Pilar-pilar bagi penerapan syariat
Islam adalah sebagai berikut;
Pertama, ketaqwaan individu. Islam telah mendorong setiap kaum
muslim untuk selalu bertaqwa kepada Allah swt, dengan cara menjalankan segala
perintah dan menjauhi laranganNya. Ini adalah prinsip dasar yang akan mampu
mendorong rakyat negara Islam untuk selalu menjalankan perintah Allah dan
menjauhi laranganNya. Dengan prinsip ini penerapan syariat Islam di segala
bidang bisa terwujud secara alami dan pasti.
Seorang mukmin memahami, tatkala ia hendak melakukan apapun, ia
selalu di bawah kontrol Allah swt. Al-Quran telah menyatakan hal ini;

Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa


yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara
tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara)
lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan
antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada
bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan
kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.[al-Mujadilah:7]
Al-Quran juga telah memberi ancaman yang sangat keras bagi siapapun
yang melanggar aturan Allah swt, baik dengan ancaman sanksi di dunia, serta
diakherat. Allah swt berfirman, artinya,
Maka celakalah bagi orang yang shalat. (Yaitu) orang lalai dari
shalatnya. (TQS. Al Maauun[107]: 4-5)
Demikianlah, Islam telah mendorong setiap individu kaum muslim untuk
menerapkan syariat Islam. Termasuk diantaranya mengoreksi individu lainnya,
ataupun penguasa yang menyimpang dari hukum Allah swt.
Kedua, kontrol masyarakat. Namun demikian, tidak menutup
kemungkinan ada seorang mukmin yang melanggar aturan Allah swt, karena alasan-
alasan tertentu. Untuk mengatasi hal ini, Islam telah mendorong masyarakat untuk
melakukan koreksi, muhasabah terhadap individu rakyat, jamaah, maupun
penguasa, bisal mereka melakukan tindak kriminal (melanggar hukum Allah swt).
Rasulullah saw telah bersabda, artinya, Perumpamaan orang-orang yang
menegakkan hukum-hukum Allah dan melanggarnya bagaikan kaum yang
menumpang sebuah kapal. Sebagian mereka berada di atas, sebagian lainnya di
bawah. Jika orang yang berada di bawah membutuhkan air, mereka harus
melewati orang yang berada di atasnya. Lalu mereka berkata, Seandainya saja
kami melubangi kapal ini, tentu kami tidak akan merepotkan orang yang berada di

208
atas. Jika yang demikian itu dibiarkan maka binasalah seluruhnya dan jika
mereka mencegahnya, niscaya selamatlah semuanya.[HR. Bukhari]
Nash ini menunjukkan dengan sangat jelas kewajiban kaum muslim
untuk selalu melaksanakan amar maruf nahi anil mungkar. Pilar kedua ini akan
semakin memantapkan individu kaum muslim untuk selalu berjalan sesuai dengan
aturan Islam. Pilar kedua ini akan menutup celah bagi setiap individu mukmin
yang hendak mencoba keluar dari ketentuan Allah swt.
Ketiga, peran dan fungsi negara dalam menerapkan hukum-hukum
Islam. Negara merupakan pilar yang sangat penting demi terlaksananya hukum-
hukum Allah di tengah-tengah masyarakat. Negara juga berperan sebagai
pelaksana hukum, sekaligus pihak yang berwenang menjatuhkan sanksi bagi
siapapun yang melanggar aturan-aturan Islam. Negara juga bertanggungjawab
menciptakan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat di segala bidang.
Negara berkewajiban untuk meningkatkan taraf hidup dan menjamin rasa aman
masyarakat. Meningkatnya kesejahteraan rakyat tentu akan berdampak positif
bagi masyarakat. Terutama, untuk meredam niat-niat untuk melanggar hukum
Allah swt.
Negara dengan seluruh aparatnya bertanggung jawab penuh untuk
mengontrol dan mengawasi semua hal yang berdampak negatif bagi masyarakat.
Negara akan mengatur dan mengawasi seluruh media massa, agar tidak
menimbulkan madlarat bagi rakyat. Negara akan menindak tegas siapapun yang
berusaha menghancurkan aqidah umat. Untuk itu, negara akan berperan penuh
untuk menjaga aqidah umat, dengan jalan menerapkan hukum-hukum Islam yang
berkaitan dengan penjagaan aqidah umat. Negara juga bertanggungjawab
menyebarkan dan mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia.
Inilah tiga pilar dasar yang akan menjamin keberhasilan penerapan
syariat Islam. Bila tiga pilar ini berjalan dan berfungsi secara optimal, hukum
Allah akan dengan mudah bisa diterapkan kembali di tengah-tengah masyarakat.

TANTANGAN PENERAPAN SYARIAT ISLAM


Tantangan penerapan syariat Islam terwajahkan minimal pada dua faktor
berikut ini. Pertama, faktor eksternal. Upaya-upaya eksternal untuk
menghambat penerapan syariat Islam oleh musuh-musuh Islam diwujudkan dalam
bentuk menyebarkan ide-ide kufur untuk memberangus keberadaan Islam ideologis
dan memalingkan umat dari ajaran Islam yang sejati. Selain itu, permusuhan dan
makar orang-orang kafir terhadap Islam dan kaum muslim juga berimplikasi
signifikan bagi penerapan syariat Islam. Kedua, faktor internal. Faktor-faktor
internal yang saat ini menghambat penerapan syariat Islam adalah lemahnya
pemahaman kaum muslim terhadap ajaran Islam, dan perpecahan di kalangan
kaum muslim.
Faktor internal. Taqiyyuddin al-Nabhani, dalam kitabnya Mafahim Hizb al-
Tahrir menyatakan, salah satu faktor yang menyebabkan umat Islam jatuh dalam
keterpurukan adalah; lemahnya pemahaman mereka terhadap ajaran Islam yang
benar. Mereka memahami Islam sekedar sebagai agama ritual dan sama sekali

209
tidak berhubungan dengan masalah-masalah sosial lainnya. Mereka menganggap
bahwa politik itu najis dan kotor. Sebagian lagi menyatakan bahwa Islam tidak
layak disandingkan dengan aktivitas politik yang penuh dengan kelicikan dan tipu
daya.
Lemahnya pemahaman umat terhadap Islam mengakibatkan umat semakin
jauh dari Islam, meskipun di hati mereka masih ada keinginan untuk
memperjuangkan Islam. Awamnya mereka terhadap ajaran Islam aqidah dan
syariahmenyebabkan mereka mudah sekali mencerap ide-ide kufur yang dilabeli
Islam. Mereka tidak lagi mampu membedakan mana yang benar dan mana yang
salah sesuai dengan standarisasi Islam. Akhirnya mereka cenderung mengabaikan
ajaran agamanya sendiri.185
Faktor eksternal. Setelah menyadari bahwa Islam tidak mungkin dihancurkan
dengan kekuatan fisik, orang-orang kafir mulai merubah dan mengembangkan
strategi baru untuk menaklukkan Islam dan kaum muslim. Mereka menggunakan
strategi perang pemikiran, dengan cara menyebarkan ide-ide kufur yang
dikemas dalam bungkus Islamuntuk meragukan kaum muslim atas ajaran mereka
sendiri. Lebih dari itu, secara praktis mereka mulai memasuki negeri-negeri
kaum muslim, mencengkeram dan menghegemoni mereka secara politik dan
ekonomi. Di negeri-negeri itu, mereka menanamkan antek-antek dan agen-agen
mereka, yang terdiri dari para penguasa antek dan pemikir-pemikir yang telah
keblinger dengan pemikiran-pemikiran barat. Semua itu ditujukan agar hasrat
mereka untuk mengangkangi negeri-negeri Islam bisa terus terjaga.
Ide-ide dan pemikiran-pemikiran kufur yang dicekokkan ke dalam benak
kaum muslim, untuk menghambat penerapan syariat Islam adalah ide-ide berikut
ini;
1. Demokrasi
Ide ini telah meracuni sebagian besar kaum muslim sehingga mereka
terjauh dari upaya-upaya penerapan syariat yang benar. Demokrasi berasal dari
dua kata demos dan kratos, artinya pemerintahan rakyat. Ide ini telah
menempatkan rakyat sebagai pihak yang memegang kedaulatan tertinggi (vox
populi vox dei). Kedaulatan di sini adalah, kekuasaan untuk membuat dan
menetapkan sistem hukum yang akan diberlakukan di suatu negara. Meskipun
versi pemerintahan demokratik sangatlah banyak, akan tetapi, ide-ide dasarnya
tetap tunggal. Ide-ide pokok tersebut adalah, (1) kedaulatan ada di tangan rakyat,
(2) pengambilan keputusan dengan cara voting (suara mayoritas.
Demokrasi bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Ini terlihat
dari beberapa aspek berikut ini;
Pertama, Islam telah menetapkan bahwa kedaulatan tertinggi hanya di tangan
Allah swt. Dialah Dzat yang berhak menetapkan dan membuat hukum. Dalam
pandangan Islam, meskipun seluruh rakyat sepakat terhadap suatu hukum, akan

185
Abdurrahman al-Baghdadiy, Islam Bangkitlah, hal.35, cet ke 4,1994, Gema Insani Press;
Jakarta.

210
tetapi kesepakatan mereka bertentangan dengan hukum Allah swt, maka, hukum
Allah swt mesti dimenangkan. Perhatikan ayat berikut ini;
Membuat hukum itu hanya hak Allah swt.[al-Quran]
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya
telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang
diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal
mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud
menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan
kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan
dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi
(manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu."{al-Nisaa:60-61]
Ini saja sudah cukup untuk membuktikan kekufuran demokrasi.
Kedua, pengambilan keputusan pada semua masalah yang didasarkan kepada suara
mayoritas, merupakan prinsip yang sangat bertentangan dengan konsep
pengambilan keputusan di dalam Islam. Memang benar, pada kasus-kasus
tertentu, yakni pada persoalan-persoalan amal praktis, suara mayoritas bisa
dijadikan acuan untuk mengambil keputusan. Akan tetapi, pada kasus-kasus
tertentu, suara mayoritas sama sekali tidak bernilai untuk dijadikan acuan dalam
mengambil sebuah keputusan. Oleh karena itu, Islam telah memberikan batasan-
batasan tertentu dalam proses pengambilan keputusan. Batasan-batasan itu
adalah sebagai berikut;
1. Perkara-perkara yang berhubungan dengan masalah hukum syara dan
pendapat-pendapat syariyyah tidak ada musyawarah di dalamnya.
Sebab, perkara-perkara semacam ini telah ditetapkan berdasarkan
nash-nash al-Quran dan sunnah. Kaum muslim hanya diperintahkan
berijtihad untuk menggali hukum-hukum dari keduanya. Kemudian,
mengambil pendapat yang rajih (lebih kuat). Suara mayoritas tidak
berlaku pada perkara-perkara semacam ini.
2. Perkara-perkara yang berhubungan dengan definisi dari suatu perkara,
baik definisi yang bersifat syariiyyah maupun non syariiyyah.
Misalnya, definisi tentang hukum syara, masyarakat, akal, dan lain
sebagainya. Untuk perkara semacam ini dikembalikan kepada definisi
yang paling sesuai dengan fakta yang hendak didefinisikan. Tidak ada
pengambilan pendapat dalam masalah ini. Pada perkara-perkara
semacam ini, prinsip suara mayoritas tidak berlaku, bahkan tidak boleh
diberlakukan186.
3. Perkara-perkara yang membutuhkan keahlian dan pengetahuan. Pada
perkara-perkara semacam ini, pengambilan keputusan dikembalikan
kepada orang yang memang ahli dalam masalah ini. Misalnya, untuk
mengungkap obat apa yang paling mujarab untuk sebuah penyakit kita
harus bertanya kepada seorang dokter ahli. Pendapat dokter harus
diutamakan dibanding dengan pendapat-pendapat orang yang tidak ahli

186
Taqiyyuddin al-Nabhani, Muqaddimah al-Dustur, tanpa penerbit, tahun 1963, hal.116-117

211
dalam masalah ini. Rasulullah saw menganulir pendapat beliau
sendiri, dan mengikuti pendapat dari shahabat Khubaib bin Mundzir.
Sebab, Khubaib adalah orang yang lebih ahli dalam menetapkan di
posisi mana kaum muslim harus bertahan. Walhasil, dalam perkara-
perkara semacam ini, pengambilan keputusan dikembalikan kepada
orang yang ahli. Prinsip suara mayoritas, sebagaimana yang
diberlakukan pada sistem demokrasitidak berlaku pada perkara-
perkara semacam ini.
4. Perkara-perkara yang berhubungan dengan suatu aktivitas yang hendak
dikerjakan. Hanya pada perkara ini saja prinsip suara mayoritas
ditegakkan. Para shahabat mengambil sikap untuk menyongsong
musuh di luar kota Madinah berdasarkan suara mayoritas.187
Ketiga, persoalan yang masih tersisa adalah, ada sebagian kaum muslim yang
mengadopsi istilah demokrasi dengan dalih, istilah ini (demokrasi) bisa dimaknai
dengan makna yang lebih Islamiy. Menurut mereka demokrasi dalam pengertian
vox populi vox dei memang harus ditolak. Akan tetapi, jika demokrasi ini dimuati
dengan makna-makna yang Islamiy, seperti pendapat Abul Ala al-Maududiy
tentang demokrasi ketuhanan, maka mengadopsi istilah ini tidaklah mengapa,
selama maknanya disejalankan dengan ajaran Islam.
Kami menyatakan, pendapat ini semacam ini bertentangan dengan prinsip-
prinsip Islam dalam mengadopsi sebuah istilah. Padahal, al-Quran telah
menjelaskan bagaimana tatacara mengadopsi sebuah istilah apalagi istilah asing
ke dalam istilah Islam. Allah swt berfirman, artinya,Wahai orang-orang yang
beriman janganlah kamu mengatakan rainaa, akan tetapi katakankah
undzurnaa.[2:104] Ayat ini menjelaskan dengan sangat gamblang, bahwa Allah
swt melarang kaum mukmin menggunakan istilah rainaa, dan memerintah kaum
mukmin untuk menggunakan istilah baru, yakni undzurnaa. Secara bahasa
rainaa dan undzurnaa bermakna sama, yakni, perhatikan urusan kami Ya
Rasulullah. Akan tetapi, kata raina ini kemudian dikaburkan maknanya oleh
orang Yahudi, dan dipadankan dengan kata ruunah (bebal atau goblok). Kata
raina akhirnya bertasyabuh dengan kata ruunah. Selanjutnya, Allah swt
melarang penggunaan kata rainaa, karena ada tasyabbuh dengan kata ruunah.
Sejak saat itu, para shahabat tidak lagi memakai istilah rainaa dihadapan
Rasulullah saw.
Ihsan Samarah dalam kitabnya, Mafhum al-Adalah al-Ijtimaaiyyah fi al-
Fikr al-Islaamiy al-Maashir (1991) menjelaskan, ayat di atas menunjukkan bahwa
istilah-istilah yang telah memiliki makna tertentu, atau ditasyabuhkan dengan
makna yang bertentangan dengan Islam, atau bisa berakibat melecehkan
Rasulullah saw, maka istilah-istilah semacam itu haram untuk diadopsi.
Demikian juga istilah demokrasi. Jelas, demokrasi dari sononya adalah
istilah yang memiliki makna yang sangat bertentangan dengan Islam (demos dan
kratos); rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi membuat hukum. Lalu,
apakah kita boleh mengadopsi istilah-istilah semacam ini, bahkan memiripkan

187
Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz.I, 1994, Daar al-Ummah, hal. 247-48

212
istilah-istilah yang sudah jelas-jelas bertentangan dengan Islam itu dengan istilah-
istilah Islam? Jawabnya adalah HARAM; berdasarkan surat al-Baqarah:104.
Walhasil, makna maupun istilah demokrasi sama-sama haram untuk diambil.
Anehnya, justru kaum muslimin sendiri yang mencoba-coba mentasyabuhkan istilah
demokrasi dengan syuro, atau dengan kedaulatan Tuhan. Berbeda dengan konteks
surat al-Baqarah:104, orang Yahudilah yang mentasyabuhkan istilah Islam dengan
istilah yang melecehkan Rasul. Tapi, dalam konteks istilah demokrasi, justru
selama ini, kelompok-kelompok Islam yang menerima demokrasilah yang malah
ingin mentasyabuhkan istilah demokrasi yang memiliki makna kufur itu dengan
istilah Islam yang suci dan bersih. Berarti, orang-orang yang memaksakan agar
istilah demokrasi diakui dalam Islam, hakekatnya mereka telah berusaha untuk
menundukkan istilah-istilah Islam dengan istilah kufur. Atas dasar ini, seorang
mukmin harus lebih selektif ketika mengadopsi sebuah istilah. Bila tidak hati-hati,
suatu saat muncul istilah-istilah kufur yang ditasyabuhkan dengan Islam, semisal,
atheisme yang bertauhid, Kapitalisme yang berderma, dan lain-lain.
Demikianlah, demokrasi merupakan ide berbahaya yang akan terus menghambat
upaya penerapan syariat Islam. Perlu diketahui pula, penerapan syariat Islam
tidak boleh diwujudkan dengan cara-cara yang tunduk dengan prinsip-prinsip
demokrasi. Penerapan syariat Islam tidak perlu voting. Sebab, ia adalah
kewajiban seluruh kaum muslim. Wajibnya mengerjakan sholat lima waktu telah
ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang qathiy. Pertanyaannya, apakah dalam
pelaksanaan sholat lima waktu kita harus menunggu hasil voting terlebih dahulu?
Sungguh, bila ada pihak yang menvoting, apakah sholat itu perlu dikerjakan atau
tidak, ia telah terjatuh kepada tindak keharaman.
Penerapan syariat Islam dan menggagas sistem pemerintahan Islam
merupakan kewajiban bagi kaum muslim seperti halnya kewajiban sholat lima
waktu. Dari sisi hukum kedua-keduanya adalah kewajiban yang telah ditetapkan
Allah swt. Oleh karena itu, dalam menerapkan syariat Islam kita tidak perlu
meminta keridloan dari orang yang tidak setuju atas penerapan syariat Islam; atau
malah beradu voting dengan mereka! Kalaupun, ada pihak-pihak yang tidak setuju
dengan penerapan syariat Islam, maka ketika mereka meminta voting, atau harus
ada mekanisme voting, maka permintaan dan mekanisme itu harus ditolak mentah-
mentah.

B. Pluralisme
Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang menyatakan bahwa
kekuasaan negara harus diserahkan kepada berbagai golongan, dan tidak
dibenarkan dimonopoli oleh satu golongan. Kadang, pluralisme juga dipahami
sebagai paham yang mentolerir adanya pemikiran beragam --agama, kebudayaan,
peradaban, dan lain-lain.188 Ernest Gellner menyebut model masyarakat yang
menjunjung tinggi hukum dan hak-hak individu sebagai masyarakat sipil (civil
society) merujuk pada definisi pluralisme model pertama. Gellner juga

188
Lihat, Tobroni dan Syamsul Arifin, Islam Pluralisme Budaya dan Politik, Refleksi Teologi Untuk
Aksi dalam Keberagamaan dan Pendidikan, ed-I, 1994, SIPRESS; Yogyakarta.

213
menyatakan bahwa civil society merupakan ide yang menggambarkan suatu
masyarakat yang terdiri dari lembaga-lembaga otonom yang mampu mengimbangi
kekuasaan negara.189
Istilah civil society sendiri kadang digunakan untuk menggambarkan suatu
masyarakat plural, tidak ada dominasi kekuasaan, serta adanya hak-hak individu
(kebebasan) yang dijunjung tinggi. Beberapa kalangan muslim menyatakan bahwa
konsep masyarakat sipil, sepadan dengan masyarakat madani yang dianggit oleh
masa awal-awal Islam.
Berdasarkan pluralisme, maka dibolehkan berdirinya partai atau gerakan
yang mengajak kepada aqidah kufur, semisal pemisahan agama dari kehidupan.
Atas dasar Pluralisme itu, dibolehkan juga adanya partai yang berdiri di atas asas
yang diharamkan Islam, seperti partai yang berasaskan Nasionalisme dan
Patriotisme. Begitu pula berdasarkan Pluralisme dibolehkan berdirinya gerakan-
gerakan yang mengajak kepada apa yang diharamkan Allah, seperti melakukan
penyimpangan seksual dan perzinaan, serta dibenarkan pula adanya kelompok-
kelompok yang membela perjudian, minuman keras, aborsi, dan kebebasan wanita.
Demikian seterusnya.
Bila demikian, ide pluralisme dalam ideologi Kapitalisme lahir dari
pandangan mereka terhadap masyarakat. Menurut mereka, masyarakat tersusun
dari individu-individu, dan individu-individu ini memiliki beraneka ragam
keyakinan, opini, kepentingan, asal-usul, dan kebutuhan.

KRITIK ISLAM ATAS PLURALISME & CIVIL SOCIETY


Bila pluralisme didefinisikan pada mainframe di atas, pertanyaan
selanjutnya adalah, apakah gagasan-gagasan semacam itu sejalan dengan prinsip-
prinsip kebenaran dalam Islam?
Untuk menjawabnya kita perlu menengok kembali nash-nash al-Quran dan
Sunnah, serta melakukan kajian komprehensif terhadap piagam Madinah yang
sering dengan semena-mena digunakan sebagai asas legalitas untuk mengabsahkan
paham pluralisme.
Al-Quran telah menyebutkan adanya keberagaman suku, dan bangsa, agar
manusia satu dengan yang lain bisa saling mengenal. Allah swt telah berfirman,
artinya, Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan
perempuan, dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah
orang yang paling bertaqwa di sisi Allah. [49:13]. Ayat ini memang mencitrakan
adanya keberagaman (pluralitas) suku dan bangsa, akan tetapi, ayat ini sama
sekali tidak menunjukkan bahwa Islam telah mengakui klaim-klaim kebenaran
(truth claim) dari agama-agama, isme-isme, dan peradaban-peradaban selain
Islam. Dalam menafsirkan ayat ini, Ali al-Shabuniy190 menyatakan, Pada
dasarnya, umat manusia diciptakan Allah swt dengan asal-usul yang sama, yakni
keturunan Nabi Adam as. Tendensinya, agar manusia tidak membangga-banggkan

189
Syamsuddin Ramadlan, Koreksi Total Sosialisme-Komunisme, Marhaenisme, ed-I, 2001,al-Azhar
Press, Bogor.
190
Ali al-Shabuniy, Shafwaat al-Tafaasir 3/236-237

214
nenek moyang mereka. Kemudian Allah swt menjadikan mereka bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa, agar mereka saling mengenal dan bersatu, bukan untuk
bermusuhan dan berselisih. Mujahid berkata, Agar manusia mengetahui
nasabnya; sehingga bisa dikatakabn bahwa si fulan bin fulan dari kabilah anu.191
Syekh Zadah berkata, Hikmah dijadikannya kalian bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa agar satu dengan yang lain mengetahui nasabnya. Sehingga, mereka tidak
menasabkan kepada yang lain.Akan tetapi semua itu tidak ada yang lebih agung
dan mulia, kecuali keimanan dan ketaqwaannya.192 Sebagaimana sabda Rasulullah
saw, Barangsiapa menempuhnya ia akan menjadi manusia paling mulia, yakni,
bertaqwalah kepada Allah.193
Penafsiran di atas sudah cukup untuk menggugurkan penafsiran-penafsiran
sepihak dari kelompok pluralis yang menyatakan bahwa Islam menerima ide
pluralisme, atau mengakui klaim kebenaran (truth claim) agama-agama di luar
Islam, Bahkan, di ayat-ayat lain, al-Quran telah membantah dengan tegas dan
jelas, klaim kebenaran dari agama-agama selain Islam. Allah swt telah berfirman;
Tiap umat mempunyai cara peribadatan sendiri, janganlah kiranya mereka
membantahmu dalam hal ini. Ajaklah mereka ke jalan Rabbmu. Engkau berada di
atas jalan yang benar. Kalau mereka membantahmu juga, katakanlah, Allah
tahu apa yang kalian kerjakan. Rabb akan memutuskan apa yang kami
perselisihkan di hari akhir. Apa mereka tidak tahu bahwa Allah mengetahui apa
yang ada di langit dan bumi. Semua itu ada di dalam pengetahuanNya , semua
itu mudah bagi Allah. Mereka menyembah selain Allah tanpa keterangan yang
diturunkan Allah, tanpa dasar ilmu. Mereka adalah orang-orang dzalim yang tidak
mempunyai pembela.[22:67]. Sesungguhnya agama yang diridloi di sisi Allah
hanyalah Islam.[3:19]. Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-
kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk
orang-orang yang merugi.[3:85]. Dan diantara manusia ada yang mendewa-
dewakan selain daripada Allah, dan mencintainya sebagaimana mencintai Rabb,
lain dengan orang yang beriman, mereka lebih mencintai Allah. Kalau orang lalim
itu tahu waktu melihat adzab Allah niscaya mereka sadar sesungguhnya semua
kekuatan itu milik Allah, dan Allah amat pedih siksaNya.[2:165]. Sungguh telah
kafir, mereka yang mengatakan, Tuhan itu ialah Isa al-Masih putera
Maryam.[5:72] Nash-nash ini merupakan bantahan tegas, gamblang, dan nyata,
atas klaim kebenaran ajaran-ajaran selain Islam.
Bila kita kaji secara mendalam, tak ada satupun bukti maupun penafsiran
yang menyatakan bahwa surat 49:13 merupakan dalil bagi keabsahan ide
pluralisme. Ayat tersebut hanya menjelaskan adanya pluralitas suku, dan bangsa.
Namun demikian, keberadaan suku-suku dan bangsa-bangsa itu bukanlah ukuran
untuk menetapkan kemuliaan dan keagungan seseorang. Kemulian dan keagungan
seseorang ditentukan oleh ketaqwannya kepada Allah swt; yakni menjalankan
perintah dan menjauhi larangan Allah swt. .

191
Mukhtashar Ibnu Katsir, 3/367
192
Hasyiah Syekh Zadah Ala al-Baidlawiy 3/375
193
al-Baidlawiy, 3/375

215
Bila kaum pluralis berargumen dengan ayat tersebut (49:13) untuk
mengabsahkan ide pluralisme, sebenarnya, semua itu tidak didasarkan pada kajian
ilmiah dan mendalam terhadap ayat tersebut, namun, lebih lebih banyak
didasarkan pada pemaksaan kehendak yang berujung kepada pengotak-atikan ayat
yang sudah jelas maknanya.
Ayat yang menyatakan bahwa Islam tidak memaksa orang kafir untuk masuk
Islam, tidak berarti pula Islam mentolerir klaim kebenaran agama kafir. Ayat
tersebut, hanya menunjukkan bahwa Islam memang tidak memaksa orang kafir
masuk Islam. Namun demikian, Islam telah memperingatkan orang-orang kafir
dengan keras, bahwa mereka akan menghuni neraka selama-lamanya, bila mereka
tetap bersikukuh memegang kekafirannya. Al-Quran telah menyatakan hal ini;
Oleh karena itu, siapa yang mempersekutukan Allah, maka ia tidak
diperkenankan oleh Allah masuk surga, dan tempat kembalinya adalah
neraka.[5:72]. Sungguh telah kafir mereka yang mengatakan bahwa Tuhan itu
ketiga dari yang ke tiga, padahal Tuhan itu hanya satu. Jika mereka belum
berhenti berkata demikian, tentulah mereka yang kafir itu, akan mendapat siksa
yang sangat pedih. [5:73].
Lantas, atas dasar apa, kaum pluralis menyatakan bahwa orang kafir bisa
masuk surganya Allah? Bukankah Allah swt telah berfirman, Dan mereka (Yahudi
dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang
(yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka
yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu
adalah orang yang benar".[2:111]
Demikianlah, pluralisme merupakan paham yang bertentangan secara
diametrikal dengan Islam. Siapapun yang mengakui kebenaran agama selain Islam,
atau menyakini bahwa orang Yahudi dan Nashrani masuk ke surga, maka dia telah
murtad dari Islam. 194
Sedangkan ayat yang menyatakan, artinya, Sesungguhnya orang-orang
mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa
saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan
beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.[5:69],
dan juga firman Allah, Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi,
Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar
beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.[2:62];
tidak juga bisa dipahami bahwa Islam mengakui kebenaran agama-agama selain
Islam, atau bahkan mengakui bahwa merekapun akan masuk ke surganya Allah swt.
Sebab, Allah swt telah menyatakan dengan sangat jelas pula, Oleh karena itu,
siapa yang mempersekutukan Allah, maka ia tidak diperkenankan oleh Allah
masuk surga, dan tempat kembalinya adalah neraka.[5:72]. Sungguh telah kafir
mereka yang mengatakan bahwa Tuhan itu ketiga dari yang ke tiga, padahal
Tuhan itu hanya satu. Jika mereka belum berhenti berkata demikian, tentulah
mereka yang kafir itu, akan mendapat siksa yang sangat pedih. [5:73].
194
Dr. Husain Abdullah, Mafaahim Islam, Juz II, Daar al-Bayaariq, Beirut, Libanon.

216
Sesungguhnya agama yang diridloi di sisi Allah hanyalah Islam.[3:19].
Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang
merugi.[3:85].
Untuk menafsirkan ayat ini, kita bisa menyimak penuturan dari Imam Ibnu

;Katsir sebagai berikut




" "
"
"
:
" "
" "
:

" "



. : " "
" " - -
" "


"
"

217

" "
.
:




.

. :

: . :
:
:

:

. :
:

. :


:

:
.

218

.
.

Dari uraian di atas jelaslah, ayat-ayat tersebut ataupun yang senada


pengertiannya, ditujukan kepada umat-umat terdahulu sebelum diutusnya Nabi
Mohammad saw. Topiknya sangat jelas, bahwa umat-umat terdahulu yang
mengikuti agama nabinya dengan konsisten pada zaman itu; semisal umat Yahudi
yang konsisten mengikuti kitab Taurat, menyakini dan menjalankan isinya, maka
mereka akan mendapatkan pahala di sisi Allah swt. Adapun setelah Nabi saw
diutus di muka bumi ini, maka tak seorangpun akan selamat dari sisi api neraka,
kecuali jika ia menyakini, dan mengikuti ajaran Mohammad saw. Imam Ibnu
Katsir menyatakan, Setelah ayat ini diturunkan, selanjutnya Allah swt
menurunkan surat, Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk
orang-orang yang merugi.[3:85]. Ibnu Abbas menyatakan, Ayat ini
menjelaskan bahwa tidak ada satupun jalan (agama, kepercayaan, dll), ataupun
perbuatan yang diterima di sisi Allah, kecuali jika jalan dan perbuatan itu
berjalan sesuai dengan syariatnya Mohammad saw. Adapun, umat terdahulu
sebelum nabi Mohammad diutus, maka selama mereka mengikuti ajaran nabi-nabi
pada zamanya dengan konsisten, maka mereka mendapatkan petunjuk dan
memperoleh jalan keselamatan. Inilah pengertian surat 2:62; 5:59, dan lain-lain
yang senada. Ayat-ayat tersebut hanya menunjukkan bahwa umat-umat terduhulu
sebelum diutusnya Mohammad sawselama mengikuti dan menyakini ajaran
nabinya dengan konsisten, mereka akan mendapatkan ganjaran di sisi Allah swt.
Adapun setelah Mohammad saw diutus, maka tidak ada satupun agama selain
Islamyang mampu menyelamatkan pemeluknya dari kekafiran, kecuali jika
mereka mau memeluk Islam.
Walhasil tidak ada satu indikasipun yang menunjukkan bahwa mereka
setelah diutusnya Mohammad sawterkategori muslim, dan berhak memperoleh
pahala dari Allah swt.
Pemelintiran yang dilakukan oleh kelompok pluralis terhadap ayat-ayat itu
[2:62,5:69], tentu juga akan berseberangan dengan sabda Rasulullah saw.
Rasulullah saw bersabda, "Demi Dzat yang jiwa Mohammad ada di tanganNya,
tidaklah seseorang dari manusia yang mendengar aku, Yahudi, dan Nashrani,
kemudian mati, sedangkan ia tidak beriman dengan apa yang diturunkan
kepadaku, kecuali ia menjadi penghuni neraka." (HR. Muslim dan Ahmad)

219
Rasulullah saw bersabda, "Tidak ada nabi, di antara aku dan ia, yakni 'Isa
as, sesungguhnya ia adalah tamu. Bila kalian melihatnya,, maka kalian akan
mengenalnya sebagai seorang laki-laki yang mendatangi sekelompok kaum yang
berwarna merah dan putih, seakan kepalanya turun hujan, bila ia tidak
menurunkan hujan, maka akan basah, Dan ia akan memerangi manusia atas Islam,
menghancurkan salib, membunuhi babi, mengambil jizyah, saat itu Allah
menghancurkan seluruh agama kecuali Islam, sedangkan 'Isa as menghancurkan
Dajjal. Dan ia berada di muka bumi selama 40 tahun, kemudian wafat dan kaum
muslimin mensholatkannya." (HR. Abu Dawud]
Al-Quran sendiri menyebut Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani) termasuk
orang-orang musyrik; "Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (al-
Taubah:31), setelah menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi berkata, "'Uzair
adalah putera Allah" dan orang Nashrani berkata," Al Masih putera Tuhan. Ayat-
ayat ini juga membantah pendapat kaum pluralis di atas. Bagaimana mungkin, ada
kaum Yahudi dan Nashrani bisa masuk ke surganya Allah swt, sementara mereka
telah kafir dan musyrik di sisi Allah? Tak ada alasan lagi, agama-agama yang ada di
dunia sekarang, kecuali agama Islam, bukanlah agama yang bisa menyelamatkan
pemeluknya dari siksa api neraka.
Dari uraian di atas, terbuktilah, betapa bathilnya ide pluralisme ditinjau
dari sudut pandang Islam. Lalu, apa alasan mereka mengadopsi ide yang jelas-
jelas bertentangan dengan Islam?

PIAGAM MADINAH; BUKANLAH DALIL BAGI CIVIL SOCIETY


Berikutnya, apakah masyarakat Madinah, sepadan dengan konsep civil
society? Benarkah, piagam Madinah memuat prinsip-prinsip dasar pluralisme, dan
gagasan masyarakat sipil? Benarkah, masyarakat yang dibangun Rasulullah saw di
Madinah, sama dengan masyarakat sipil yang dianggit oleh masyarakat barat?
Kajian mendalam terhadap piagam Madinah, akan menetapkan benar atau tidaknya
klaim-klaim kaum pluralis.
Piagam Madinah (al-Watsiqah) terdapat dalam literatur-literatur kuno,
yakni Sirah Ibnu Hisyam; hal. 341-344; Sirah Ibnu Ishhaq, hal.101; Abu Ubaid,
no.517; Ibnu Zanjawaih dalam kitab al-Amwal (dari Zuhdi), lembaran 70A-71B,
Umar al-Mushili, dalam kitab Wasiilat al-Mutaabidin, juz.8, hal.32B; Sirah Ibnu
Sayyid al-Nas (dari Ishhaq dan Ibnu Khutsaimah) I/198; Ibnu Katsir 3/224-226; dan
lain-lain. Sedangkan fragmen-fragmen dari perjanjian itu banyak dicantumkan
dalam kitab-kitab hadits; semisal shahih Bukhari & Muslim, Musnad Imam Ahmad,
Sunan Abu Dawud, Tirimidzi, dan Ibnu Majah. Nilai dokumen-dokumen ini layak
dijadikan sebagai sumber rujukan.
Piagam Madinah, dibuat setelah Rasulullah saw berhasil mendirikan negara
Islam di Medinah. Masyarakat Madinah yang dibangun Rasulullah saw pada saat
itu, dihuni oleh tiga kelompok besar. Pertama; kelompok muslim dari kalangan
Muhajirin dan Anshar. Jumlah mereka mayoritas. Kedua, kelompok musyrik dari
kalangan suku Auz dan Khazraj. Jumlah mereka sedikit. Ketiga, kelompok Yahudi

220
yang terbagi menjadi empat golongan. Golongan pertama berdiam di pusat kota
Madinah, sedangkan ketiga golongan yang lain tinggal di pinggiran kota Madinah.
Yahudi yang tinggal di pusat kota, adalah Bani Qunaiqa, sedangkan yang tinggal di
pinggiran adalah Yahudi Bani Nadhir, Khaibar, dan Quraidzah.195
Kaum Yahudi sebelum kedatangan Islam adalah komunitas masyarakat yang
terpisah dari masyarakat lain di Madinah. Pemikiran dan perasaan mereka berbeda
dengan yang lain. Begitu pula metode mereka memecahkan problem kehidupan
mereka berbeda dengan yang lain. Oleh karena itu, kaum Yahudi pada dasarnya
adalah kelompok masyarakat sendiri yang terpisah dari bagian masyarakat Madinah
(masyarakat Islam), meskipun mereka berdiam di dalam kota dan dekat dengan
masyarakat Islam. 196
Sedangkan orang musyrik yang jumlahnya sedikit, telah terwarnai dengan
Islam, sehingga eksistensi mereka sebagai masyarakat telah musnah. Ini terlihat
dari sebuah kenyataan bahwa mereka telah tunduk dengan pemikiran, perasaan,
dan aturan Islam. Bahkan ketundukan mereka terhadap Islam merupakan suatu
keharusan, walau mereka tidak memeluk Islam.
Pada sisi lain, kaum Muhajirin dan Anshar telah disatukan dan diikat dengan
aqidah Islam. Pemikiran dan perasaan mereka telah menyatu dengan aqidah Islam.
Mereka telah menjadikan Islam sebagai satu-satu aturan yang mengatur hidup
mereka. Sedangkan Rasulullah saw, berposisi sebagai kepala negara Madinah yang
siap untuk menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Sedangkan untuk menghadapi masyarakat Yahudi, Rasulullah saw telah
mengikat mereka dengan perjanjian. Dengan perjanjian itu diharapkan, hubungan
antara masyarakat Islam dan Yahudi menjadi transparan dan berjalan sesuai
dengan aturan yang mengikat. Perjanjian inilah yang disebut dengan perjanjian
Madinah. Dalam piagam itu dicantumkan aturan-aturan yang mengatur hubungan
antara komunitas Muslim dengan kabilah-kabilah Yahudi.
Piagam Madinah diawali dengan sabda Rasulullah saw,
Bismillahirrahmaanirrahim. Ini adalah ketentuan dari Mohammad Rasulullah saw
untuk mengatur hubungan antara orang-orang yang beriman dan muslim yang
terdiri dari orang-orang Quraisy dan penduduk Yatsrib , serta siapa saja yang
mengikuti, dan bekerjasama serta berjuang bersama mereka. Semua muslim dari
Quraisy dan penduduk Yatsrib adalah umat yang satu yang berbeda dengan seluruh
umat manusia lainnya197.
Piagam Madinah juga menyebut aturan mengenai interaksi antar kaum
mukmin, Orang mukmin tidak boleh membunuh orang mukmin untuk kepentingan
orang kafir, juga tidak boleh menolong orang kafir dalam memusuhi orang
mukmin. Janji perlindungan Allah adalah satu. Mukmin yang tertindas dan
lemah, akan memperoleh perlindungan hingga menjadi kuat. Sesama mukmin
hendaknya saling tolong menolong. Orang Yahudi yang mengikuti langkah kami

195
Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Daulah al-Islaamiyyah; ed-V; 1994; Daar al-Ummah; Beirut; Libanon.
196
Ibid
197
Sirah Ibnu Hisyam; hal. 341-344; Sirah Ibnu Ishhaq, hal.101; Abu Ubaid, no.517; Ibnu Zanjawaih
dalam kitab al-Amwal (dari Zuhdi), lembaran 70A-71B, Umar al-Mushili, dalam kitab Wasiilat al-
Mutaabidin, juz.8, hal.32B; Sirah Ibnu Sayyid al-Nas (dari Ishhaq dan Ibnu Khutsaimah) I/198; Ibnu
Katsir 3/224-226

221
(Mohammad), mereka memperoleh perlindungan dan hak yang sama, mereka tidak
akan dimusuhi dan tidak pula dianiaya. Perjanjian dama yang dilakukan oleh
orang-orang mukmin haruslah merupakan satu kesepakatan. Tidak dibenarkan
seorang mukmin mengadakan perdamaian dengan meninggalkan yang lain dalam
keadaan perang di jalan Allah, kecuali telah disepakati dan diterima bersama.198
Kaum Yahudi yang disebut dalam piagam ini, bukanlah kabilah yang
terlepas, atau bertetangga, namun Yahudi di sini adalah setiap orang yang ingin
menjadi bagian dari penduduk negara Islam. Mereka mendapat perlindungan, dan
hak muamalah yang sama. Mereka adalah kafir dzimmiy. Dalam piagam Madinah
disebutkan nama kabilah-kabilah Yahudi yang mengikat perjanjian dengan
Rasulullah saw; yakni; Yahudi Bani Auf, Najjar, dan seterusnya.
Hubungan antara negara Islam dengan kabilah-kabilah Yahudi di luar negara
Islam, diatur berdasarkan hukum Islam. Dengan aturan semacam ini, secara
politis, menjadikan orang-orang Yahudi tunduk dengan negara Islam.
Adapun point-point penting yang dapat disimpulkan dari piagam Madinah
adalah sebagai berikut;
1. Kedekatan dan kekerabatan Yahudi berlaku antar mereka. Tidak seorangpun
dari mereka boleh keluar dari Madinah, tanpa izin Mohammad Rasulullah
saw.[Klausul 36 a; b]
2. Kota Madinah haruslah menjadi tempat suci bagi penduduk yang ikut
menandatangani undang-undang ini [Klausul 39]
3. Jika ada perselisihan yang mengkhawatirkan akan menimbulkan bahaya
diantara mereka, maka solusinya dikembalikan kepada Allah swt dan RasulNya
[Klausul 23 & 43]
4. Tidak boleh bekerjasama dengan orang kafir Quraisy dan siapa saja tidak boleh
memberikan bantuan kepada mereka (kafir Quraisy) [Klausul 43; bandingkan
pula dengan klausul no. 45-47]
Mayoritas orang Yahudi menyepakati isi perjanjian ini. Mereka yang
menyetujui perjanjian ini adalah Yahudi Bani Aus, Bani Najjar, Bani Harits, Bani
Saadah, Bani Jasyim, Bani Aus, dan Yahudi Bani Tsalabah. Namun, ada pula
yang menolak. Semisal Yahudi Bani Quraidzah, Bani Nadhir, dan Bani Qunaiqa.
Hanya saja hal ini tidak berlangsung lama, karena akhirnya mereka
menandatangani perjanjian tersebut dan tunduk dengan syarat-syarat yang
termaktub dalam piagam itu.
Atas dasar itu, piagam Madinah merupakan undang-undang yang mengatur
hak dan kewajiban warga negara Islam, dan hubungan dengan negara dan kawasan
lain di luar negara Islam. Sedangkan aturan yang diterapkan adalah aturan Islam
(syariat Islam). Ini terlihat dalam klausul 23 yang menunjukkan bahwa supremasi
hukum adalah syariat Islam, sedangkan Rasulullah saw memerankan dirinya
sebagai kepala negara.
Kenyataan ini telah menunjukkan dengan jelas, bahwa masyarakat yang
dibangun Rasulullah saw di Madinah berbeda sama sekali dengan civil society.
Masyarakat yang bebas (ala penganggit civil society) sama sekali tidak terlihat
dalam masyarakat Madinah. Sebaliknya, piagam Madinah telah menggambarkan

198
Lihat Klausul 13-17 Piagam Madinah

222
supremasi syariat Islam untuk mengatur kehidupan masyarakat. Seluruh warga
negara terikat dengan aturan Allah dan RasulNya. Demikian pula, kelompok-
kelompok otonom yang menjadi penyeimbang kekuasaan negara tidak ditunjukkan
sama sekali dalam masyarakat Madinah. Sebaliknya, masyarakat Madinah justru
dituntut untuk mentaati Rasulullah saw sebagai kepala negara.
Walhasil, klaim yang menyatakan bahwa masyarakat Madinah merupakan
wujud kembar dari civil society, merupakan klaim politis nan culas untuk
memberikan label atas pemikiran-pemikiran yang sebenarnya bertentangan dengan
Islam. Selain itu, piagam Madinah hanyalah merupakan ketetapan yang mengatur
hak dan kewajiban warga negara Madinah, serta masyarakat di luar Madinah sesuai
dengan ketentuan Islam, bukan berdasarkan prinsip-prinsip pluralisme dan
kebebasan. Ini terlihat pada klausul 23 & 43, yang menyatakan bahwa undang-
undang yang digunakan untuk menyelesaikan perselisihan antara warga negara dan
juga dengan masyarakat Yahudi yang terpisah dengan masyarakat Madinah adalah
syariat Islam.
Adapun, statement Gellner -- yang menyatakan bahwa civil society merupakan
ide yang menggambarkan suatu masyarakat yang terdiri dari lembaga-lembaga
otonom yang mampu mengimbangi kekuasaan negara,199 sehingga harus ada
kelompok yang selalu bersikap oposif terhadap negara; dimana konsep semacam ini
jelas-jelas ingin memisahkan negara di satu sisi, dengan masyarakat di sisi lain;--
adalah ide yang bertentangan dengan Islam.
Bagi Islam, konsep masyarakat adalah kesatuan utuh yang tidak bisa dipisah-
pisahkan. Islam memandang individu sebagai bagian yang tidak terpisah dari
masyarakat. Sedangkan masyarakat juga tidak bisa dipisahkan dari negara.
Ketiganya merupakan satu kesatuan tak terpisahkan. Rasulullah saw telah
menggambarkan hal ini dengan sangat jelas, Perumpamaan orang-orang yang
menegakkan hukum-hukum Allah dan melangganya bagaikan kaum yang
menumpang sebuah kapal. Sebagian mereka berada di atas , sebagian lainnya di
bawah. Jika orang yang berada di bawah membutuhkan air, mereka harus
melewati orang yang berada di atasnya. Lalu, mereka berkata, Andai saja kami
lubangi saja kapal ini, tentu kami tidak akan menyakiti orang yang berada di
atas. Tetapi jika yang demikian itu dibiarkan maka binasalah seluruhnya. Dan
jika mereka mencegahnya maka selamatlah semuanya.[HR. Bukhari hadits no.
2493, 2686]. Islam memandang bahwa individu dalam masyarakat Islam
merupakan bagian dari masyarakat yang harus memiliki pemikiran dan perasaan
yang sama dengan landasan yang membangun masyarakat Islam; yakni aqidah dan
hukum Islam. Interaksi diantara mereka harus berjalan dan diatur dengan aturan
Islam.
Di sisi lain, ide untuk selalu oposif terhadap negara dalam civil society
merupakan ide yang bertentangan dengan konsep ketaatan kepada ulil amriy
dalam Islam. Banyak ayat Quran dan nash hadits yang mewajibkan kaum muslim
untuk taat kepada penguasa yang menerapkan aturan-aturan Islam. Allah swt
telah berfirman, artinya, Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah

199
Syamsuddin Ramadlan, Koreksi Total Sosialisme-Komunisme, Marhaenisme, ed-I, 2001,al-Azhar
Press, Bogor.

223
dan taatlah kepada Rasul, dan pemimpin diantara kalian.[4:59] Nash ini
menjelaskan bahwa kaum muslim wajib taat kepada pemimpin, selama pemimpin
itu mentaati Allah dan RasulNya. Dengan kata lain, kaum muslim wajib mentaati
penguasa yang menjalan aturan-aturan Islam. Sebaliknya jika penguasa itu
menyimpang dari aturan Islam, maka masyarakat wajib melakukan koreksi.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Nabi saw bersabda, Siapa saja yang telah
membaiat seorang imam (khalifah), lalu ia memberikan uluran tangan dan buah
hatinyanya, hendaknya ia mentaatinya jika ia mampu. Apabila ada orang lain
hendak merebutnya maka penggallah leher orang itu.
Di sisi lain, Islam juga memerintahkan kaum muslim untuk mengoreksi
penguasa, jika ia menyimpang dari hukum Islam. Bahkan , seorang muslim wajib
mengingkari pemimpin yang fasiq dan menampakkan kekufuran yang nyata.
Diriwayatkan oleh Imam Hakim, bahwa Rasulullah saw bersabda, artinya,
Penghulu para syuhada ialah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seorang laki-laki
yang berdiri di hadapan penguasa dzalim lalu menasehatinya, kemudian penguasa
itu membunuhnya.
Atas dasar itu, budaya opositif terhadap penguasa dalam pengertian
independentmerupakan budaya salah, tidak masuk akal, dan bertentangan
dengan nash-nash yang sharih.

C. Hak Asasi Manusia


Slogan ketiga yang digembar-gemborkan oleh Amerika dan Barat serta
selalu mereka upayakan agar kaum muslimin mengambil dan mengadopsinya, ialah
Hak Asasi Manusia (HAM). Slogan ini ternyata mempunyai penampilan yang indah
dan mempesona di mata kebanyakan kaum muslimin, karena mereka memang
merasakan kezhaliman, kekejaman, dan penindasan dari para penguasa mereka
yang menjadi kaki tangan AS dan Barat.
Pemikiran mengenai HAM berpangkal dari pandangan ideologi Kapitalisme
terhadap tabiat manusia, hubungan individu dengan masyarakat, fakta masyarakat,
dan tugas negara.
Berkaitan dengan tabiat manusia, ideologi Kapitalisme memandang bahwa
manusia itu pada hakekatnya adalah baik, tidak jahat. Kejahatan yang muncul dari
manusia disebabkan oleh pengekangan terhadap kehendaknya. Oleh karena itu,
kaum Kapitalis menyerukan untuk membebaskan kehendak manusia agar dia
mampu menunjukkan tabiat baiknya yang asli. Dari sinilah, muncul ide kebebasan
yang kemudian menjadi salah satu ide yang paling menonjol dalam ideologi
Kapitalisme.
Mengenai hubungan individu dengan masyarakat, kaum Kapitalis
memandang bahwa hubungan itu bersifat kontradiktif. Oleh karenanya, harus ada
pemeliharaan individu dari dominasi masyarakat, sebagaimana harus ada jaminan
dan pemeliharaan terhadap kebebasan-kebebasan individu. Jadi bertolak belakang
dengan opini umum pada masa Feodalisme bahwa kepentingan masyarakat harus
didahulukan daripada kepentingan individu, orang-orang Kapitalis mengatakan
bahwa kepentingan individulah yang harus didahulukan daripada kepentingan

224
masyarakat. Atas dasar ini, mereka menetapkan bahwa tugas pokok negara adalah
menjamin kepentingan individu dan memelihara kebebasannya.
Tentang fakta masyarakat, kaum Kapitalis berpandangan bahwa masyarakat
merupakan kumpulan individu-individu yang hidup bersama di suatu tempat. Jadi
apabila kepentingan individu-individu itu terjamin penuh, maka secara alami akan
terjamin pula kepentingan masyarakat. Demikianlah.
Sesungguhnya, seluruh pemikiran kaum Kapitalis mengenai tabiat manusia,
hubungan individu dengan masyarakat, fakta masyarakat, dan tugas negara; tak
lebih hanyalah setumpuk kesalahan belaka.
Sebab, tabiat manusia sesungguhnya bukanlah baik seperti yang dikatakan
oleh orang-orang Kapitalis. Begitu pula bukan jahat sebagaimana pandangan
Gereja yang berasal dari filsafat-filsafat kuno yang dibangun atas dasar
pemahaman bahwa manusia telah mewarisi dosa Adam.
Pandangan yang benar terhadap tabiat manusia, ialah bahwa manusia itu
memiliki sejumlah naluri (gharaiz) dan kebutuhan-kebutuhan jasmani (hajat al
udlwiyah) yang menuntut pemuasan. Dengan akal yang dikaruniakan Allah,
manusia kemudian mempunyai kehendak untuk memilih jalan yang akan dia
tempuh untuk memuaskan naluri dan kebutuhan jasmaninya itu.
Maka dari itu, apabila manusia memenuhi kebutuhan naluri dan jasmaninya
dengan jalan yang benar, berarti dia telah melakukan kebaikan. Sebaliknya apabila
dia memenuhinya dengan jalan yang keliru atau menyimpang, berarti dia telah
melakukan keburukan.
Dengan demikian, tabiat manusia itu sebenarnya siap atau berpotensi untuk
menerima kebaikan dan kejahatan sekaligus. Dan manusialah yang memilih
kebaikan atau keburukan, sesuai kehendaknya sendiri.
Inilah pandangan yang dilontarkan Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan
oleh Allah SWT :

"Dan demi jiwa (manusia) serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah-lah


yang mengilhamkan (menyerukan) kepada jiwa itu memilih (jalan) kefasikan
(kemaksiatan) dan ketakwaannya (ketaatan kepada Allah)." (Q.S. Asy Syams: 7-8)

"dan Kami telah menunjukkan kepadanya (yakni manusia) dua jalan (baik dan
buruk)." (Q.S. Al Balad: 10)

"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan
ada pula yang kafir." (Q.S. Al Insan: 3)

Demikian pula apa yang mereka lontarkan mengenai hubungan individu


dengan masyarakat, yang menurut mereka merupakan hubungan yang berlawanan
dan bertentangan, juga merupakan kesalahan.

225
Semuanya tidak tepat, baik pendapat orang-orang Kapitalis yang lebih
mendahulukan kepentingan individu daripada kepentingan masyarakat; maupun
pendapat para propagandis sistem Feodalisme yang menyerukan bahwa
kepentingan individu telah tercakup dalam kepentingan kolektif/masyarakat;
ataupun pendapat orang-orang Sosialis Marx yang menjadikan individu hanya
sebagai gigi dalam sebuah roda masyarakat.
Hubungan yang benar adalah seperti yang digambarkan oleh Islam, yang
memandang hubungan itu sebagai hubungan keanggotaan yang bersifat saling
melengkapi. Bukan hubungan yang saling berlawanan. Sebab, individu adalah
bagian dari masyarakat, seperti halnya tangan merupakan bagian dari tubuh
manusia. Sebagaimana tubuh tidak lengkap tanpa tangan, maka tangan pun tidak
ada artinya apabila terpisah dari tubuh.
Dalam hal ini Islam telah menetapkan hak-hak bagi individu sebagaimana
Islam telah menetapkan hak-hak bagi masyarakat. Hak-hak tersebut bukan saling
bertentangan ataupun berlawanan, tetapi saling melengkapi.
Demikian pula Islam telah mengatur kewajiban-kewajiban masing-masing
dan menyerahkan pelaksanaannya kepada negara untuk menjamin keseimbangan
antara dua pihak, agar masing-masing tidak melanggar atau mendominasi pihak
yang lainnya. Sebab masing-masing harus mendapatkan hak-haknya dan
melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Berkaitan dengan hal ini, tidak ada
gambaran yang lebih indah untuk menunjukkan hubungan antara individu dan
jama'ah daripada sabda Rasulullah saw:

"Perumpamaan orang-orang yang mencegah berbuat maksiat dan yang


melanggarnya adalah seperti kaum yang diundi dalam sebuah kapal. Sebagian
mendapatkan bagian atas dan sebagian yang lain berada di bawah. Jika orang-
orang yang berada di bawah membutuhkan air, mereka harus melewati orang-
orang yang berada di atasnya. Maka berkatalah orang-orang yang berada di
bawah: 'Andai saja kami melobangi (dinding kapal) pada bagian kami, tentu kami
tidak akan menyakiti orang-orang yang berada di atas kami'. Tetapi jika yang
demikian itu dibiarkan oleh orang-orang yang berada di atas (padahal mereka
tidak menghendaki), niscaya binasalah seluruhnya. Dan jika mereka dicegah
melakukan hal itu, maka ia akan selamat dan selamatlah semuanya. (HSR.
Ahmad, Bukhari, dan Tirmidzi)

Pendapat orang-orang Kapitalis yang menyatakan bahwa masyarakat itu


merupakan sekumpulan individu-individu yang hidup bersama di suatu tempat,
adalah pendapat yang jauh dari kebenaran. Sebab masyarakat bukan hanya
sekumpulan individu yang hidup bersama di suatu tempat, melainkan terdiri pula
dari ide-ide dan perasaan-perasaan yang ada pada individu-individu tersebut serta
sistem/peraturan yang diterapkan atas mereka. Dengan kata lain, masyarakat

226
merupakan sekumpulan individu yang memiliki interaksi yang terus-menerus.
Karena itu para penumpang kapal atau kereta tidak dapat dikategorikan sebagai
masyarakat sekalipun jumlahnya mencapai ribuan. Sebaliknya, penduduk kampung
yang kecil bisa membentuk sebuah masyarakat, sekalipun jumlahnya hanya
beberapa ratus jiwa.
Dengan demikian, jelaslah kesalahan ideologi Kapitalisme dalam memahami
fakta masyarakat, tabiat manusia, serta hubungan individu dengan masyarakat.
Kesalahan pemahaman mereka mengenai peran negara lebih jelas lagi.
Sebab negara bukanlah alat untuk menjamin dan menjaga kemaslahatan individu
saja, akan tetapi merupakan suatu institusi yang mengurusi kebutuhan individu,
jamaah, dan masyarakat sebagai satu kesatuan, baik urusan dalam maupun luar
negerinya, sesuai dengan peraturan tertentu yang membatasi hak dan kewajiban
masing-masing. Di samping itu negara bertugas untuk mengemban risalah ke
seluruh dunia, kalau memang dia memiliki risalah kemanusiaan, yaitu risalah yang
layak untuk manusia dalam kedudukannya sebagai manusia, tanpa memperhatikan
pertimbangan lainnya.
Ringkasnya, atas dasar pandangan ideologi Kapitalisme terhadap tabiat
manusia, hubungan individu dengan masyarakat, fakta masyarakat yang menjadi
tempat hidupnya, serta peran negara yang menjamin dan menjaga kemaslahatan
individu, maka ideologi ini menyerukan jaminan terhadap empat kebebasan bagi
individu, yaitu : kebebasan beraqidah/beragama, kebebasan berpendapat,
kebebasan hak milik, dan kebebasan bertingkah laku.
Kebebasan inilah yang merupakan asas HAM, sekaligus biang keladi segala
kebobrokan yang terjadi di tubuh masyarakat Kapitalis. Kebebasan di sana telah
menjerumuskan manusia menjadi gerombolan binatang-binatang buas, di mana
yang kuat akan memakan yang lemah. Kebebasan itu telah mengakibatkan pula
timbulnya kebejatan moral yang memerosotkan harkat dan martabat manusia
hingga sederajat dengan binatang yang hina, karena manusia dibebaskan tanpa
kendali untuk memuaskan kebutuhan naluri dan kebutuhan jasmaninya.
Jadi, manusia dalam masyarakat-masyarakat Kapitalis tak ubahnya seperti
kawanan binatang ternak, yang hanya bernafsu untuk meraup sebanyak mungkin
kenikmatan fisik. Ironisnya, kenikmatan fisik ini dianggap sebagai puncak
kebahagiaan oleh ideologi Kapitalisme. Padahal pada hakekatnya, masyarakat
Kapitalis itu tak pernah mengecap cita rasa kebahagiaan sedikit pun, sebab
kehidupan mereka memang senantiasa bergelimang dengan penderitaan,
kegoncangan, dan keresahan yang tak pernah berakhir.
Orang-orang kafir tidak cukup hanya melancarkan serangan-serangan
pemikiran saja. Akan tetapi, mereka juga melancarkan serangan-serangan
fisik untuk menancapkan pengaruh serta ideologi mereka. Melalui
penguasa antek serta pemikir-pemikir yang terpengaruh dengan pemikiran
barat, mereka memaksa kaum muslim untuk menerima ide-ide sesat
mereka.
Dalam hal ini cara dan sarana yang digunakan oleh para penguasa dan
antek-anteknya itu beraneka ragam, antara lain:
1. Menyesatkan umat melalui media massa.

227
2. Memanipulasi pemahaman dan hukum Islam.
3. Menerapkan peraturan-peraturan kufur dan melegislasi berbagai hukum dan
undang-undang untuk menerapkan peraturan kufur itu.
4. Mengadakan berbagai macam perjanjian dan kesepakatan agar negara-negara di
Dunia Islam tetap lestari berada di bawah telapak kaki orang-orang kafir dan
cengkeramannya.
5. Menjalankan rencana dan skenario yang dikarang oleh kaum kafir, yang
bertujuan untuk menghina-dinakan umat dengan cara memusnahkan nilai-nilai
luhur dalam ajaran Islam.
6. Menumpas secara kejam para pejuang Islam yang telah sadar dan ikhlas dari
kalangan putera-puteri umat Islam, dengan tujuan untuk membungkam mulut
mereka dan menyebarkan rasa ngeri sekaligus melancarkan teror terhadap
rakyatnya sendiri. Dengan demikian, para penguasa tersebut berharap agar tak
ada seorang pun yang berani menyuarakan kebenaran secara terang-terangan,
sehingga mereka akan lebih mudah menginjak-injak umat dan menggiring
mereka agar ridla meyakini kekufuran dan ikhlas diinjak-injak kaum kafir200.
Inilah serangan-serangan eksternal orang-orang kafir terhadap Islam
dan kaum muslim. Serangan-serangan ini terbukti lebih efektif untuk
menjauhkan umat Islam dari ajaran yang benar. Bahkan, kegagalan upaya-
upaya penerapan syariat selama ini, disebabkan karena, barat berhasil
menanamkan ide-ide kufurnya di benak kaum muslim.
Lalu, bagaimana kaum muslim bisa melawan seluruh upaya jahat ini?
Satu-satunya cara adalah meningkatkan taraf berfikir umat, dari cara
berfikir yang rendah menuju taraf berfikir tinggi, inovatif dan cerdas.
Tidak cukup hanya itu, umat juga harus memiliki kesadaran politik yang
tinggi, agar mereka mampu menyingkap makar serta konspirasi orang-orang
kafir atas dunia Islam.

MENEPIS PHOBIA NON MUSLIM ATAS PENERAPAN SYARIAT ISLAM


Bila syariat Islam diterapkan, lalu bagaimana nasib non muslim. Apakah
mereka akan dikebiri hak-hak keberagamaan mereka? Apakah mereka akan diusir
dari negara Islam? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini sering dijadikan dalih
untuk menolak penerapan syariat Islam. Mereka berdalih, bila syariat Islam
diterapkan, hak-hak minoritas akan dipinggirkan dan dikucilkan. Bahkan,
penerapan hukuman-hukuman pidana Islam akan berdampak pada pelanggaran
HAM. Untuk menjawab keraguan ini, kami akan paparkan kedudukan non muslim
dalam Daulah Khilafah Islamiyyah.

200
Lihat, Abdul Qadim Zallum, Serangan Amerika Serangan Amerika Untuk Menghancurkan Islam
Slogan-slogan; Serangan Amerika :Demokrasi;Pluralisme;Hak Asasi Manusia;Strategi Pasar Bebas,
cet.I, hal.18-19, Pustaka Thariqul Izzah.

228
Dalam Daulah Khilafah Islamiyyah, orang non muslim maupun muslim akan
mendapatkan perlakuan sesuai dengan ketentuan-ketentuan syara. Hak mereka
sebagai warga negara dijamin penuh oleh negara Islam.
Terhadap orang non muslim, Islam tidak memaksa mereka untuk masuk
Islam. Islam juga tidak akan memberangus peribadatan-peribadatan mereka.
Islam juga membiarkan orang non muslim untuk hidup berdampingan dengan
muslim, selama tidak memusuhi dan memerangi kaum muslim. Orang-orang non
muslim yang hidup dalam Daulah Islamiyyah; atau disebut dengan non muslim
dzimmiy, mendapatkan perlakukan dan hak yang sama dengan kaum muslim.
Harta dan darah mereka terjaga sebagaimana terjaganya darah dan harta kaum
muslim. Bahkan Rasulullah saw telah menyatakan dalam banyak hadits, bahwa
barangsiapa menyakiti non muslim dzimmiy, maka orang tersebut seperti halnya
menyakiti kaum muslim. Diriwayatkan Al-Khathib dari Ibnu Masud, Rasulullah
saw pernah bersabda, Barangsiapa menyakiti dzimmiy, maka aku berperkara
dengannya, dan barangsiapa berperkara dengan aku, maka aku akan
memperkarakannya di hari kiamat.[Jaami Shaghir, hadits hasan].
Non muslim dzimmiy tidak dipaksa meninggalkan agama mereka, akan tetapi
mereka diwajibkan membayar jizyah saja. Mereka tidak dipungut biaya-biaya lain,
kecuali jika hal itu merupakan syarat yang disebut dalam perjanjian. 201
Diriwayatkan dari Urwah bin Zubair, ia berkata, Rasulullah saw pernah menulis
surat kepada penduduk Yaman,Siapa saja yang tetap memeluk agama Nashrani
dan Yahudi, mereka tidak akan dipaksa untuk keluar dari agamanya, mereka
hanya wajib membayar jizyah.[HR. Ibnu Ubaid] Ketentuan ini juga berlaku bagi
orang musyrik. Dari Hasan bin Mohammad bin Ali bin Abiy Thalib berkata,
Rasulullah saw pernah berkirim surat kepada Majuzi Hajar. Beliau mengajak
mereka masuk Islam. Barangsiapa memeluk Islam, maka terimalah dirinya, jika
tidak, pungutlah jizyah dari mereka. Dan janganlah engkau makan
sembelihannya, dan jangan kamu nikahi wanita-wanitanya.[HR. Abu Ubaid]
Jizyah hanya dikenakan kepada laki-laki yang telah baligh. Dari Nafi dari
Aslam Maula Umar, Umar pernah menulis surat kepada para pemimpin pasukan,
agar mereka memungut jizyah. Mereka tidak boleh memungut jizyah dari wanita
dan anak kecil. Mereka juga tidak diperkenankan memungut jizyah kecuali
kepada orang yang telah tumbuh mawasinya (pubisnya). Jizyah juga tidak
dipungut dari orang-orang yang miskin, lemah dan membutuhkan sedekah202.
Sembelihan ahlul kitab halal bagi kaum muslim. Wanita mereka juga halal
bagi muslim. Adapun selain ahlul kitab maka sembelihan dan wanita diharamkan
secara mutlak. Ini didasarkan kepada ketetapan Rasulullah saw kepada Majuzi
Hajar, Janganlah kalian memakan sembelihannya, dan janganlah menikahi
wanitanya. Akan tetapi, muslimah diharamkan secara mutlak dinikahi orang non
muslim.203

201
Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz II, 237
202
Ibid, hal.237
203
Ibid, hal.239-240

229
Dalam hal muamalah, kaum muslim dipersilahkan untuk bermuamalah
dengan mereka. Yang perlu diperhatikan adalah, aturan yang mengatur
muamalah itu adalah hukum Islam. Atas dasar itu, non muslim dzimmiy
diperbolehkan melakukan jual beli, dan syirkah dengan kaum muslim. Non muslim
dzimmiy juga diperbolehkan ikut berperang bersama kaum muslim, akan tetapi
tidak wajib bagi mereka204.
Non muslim dzimmiy menjadi tanggung jawab negara. Oleh karena itu,
mereka berhak mendapatkan hak pelayanan, perlindungan, hak mendapatkan
perlakuan baik dari negara Islam. Inilah hukum-hukum tentang non muslim
dzimmiy.
Terhadap mustamin, orang yang meminta perlindungan keamanan, mereka
juga diatur dengan ketentuan-ketentuan khusus. Mustamin adalah orang yang
memasuki negara lain dengan sebuah jaminan keamanan. Sama saja apakah orang
yang memasuki negara lain itu non muslim harbiy atau muslim. Jika seorang
muslim memasuki daar al-harbiy dengan sebuah jaminan keamanan, maka kaum
muslim tidak boleh mengganggu apapun yang dimiliki orang tersebut. Sebab, kaum
muslim itu, diperlakukan sesuai dengan syarat-syaratnya. Harta yang
ditinggalkannya tidak boleh diambil, dighashab, atau dimanfaatkan. Akan tetapi,
harta itu wajib dizakati. 205
Seperti halnya kaum muslim boleh memasuki daar al-kufur dengan jaminan
keamanan, demikian juga kaum non muslim . Mereka diperbolehkan masuk ke
dalam Daulah Islamiyyah dengan jaminan keamanan. Rasulullah saw pernah
memberikan jaminan keamanan kepada orang non muslim pada saat penaklukan
Mekah. Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw memberikan jaminan
keamanan kepada orang musyrik dan beliau juga melarang mengkhianati orang
yang telah diberi jaminan keamanan. Dari Abu Said berkata, Rasulullah saw
bersabda, Setiap orang yang berkhianat kelak akan membawa bendera di hari
kiamat; yang dengan bendera itu ia akan dikenal banyak orang.[HR. Bukhari dan
Ahmad].
Namun demikian, Daulah Islamiyyah tidak akan memberikan ijin tinggal di
Daar al-Islam selama 1 tahun. Negara akan memberikan jaminan keamanan selama
1, 2 bulan atau lebih. Mereka tidak diberi jaminan keamanan lebih dari 1 tahun.
Jika mereka menghendaki tinggal lebih dari 1 tahun, maka mereka diberi pilihan,
(1) tinggal di Daulah Islamiyyah, dengan membayar jizyah, (2) keluar dari Daulah
Islamiyyah. Jizyah dipungut dari mereka setahun sekali. Selama mendapatkan
jaminan keamanan dari Daulah Islamiyyah, mereka boleh tinggal tanpa membayar
jizyah, kecuali jika mereka tinggal lebih dari 1 tahun. Jika akhir tahun mereka
telah meninggalkan Daulah Islamiyyah, mereka tidak dikenakan jizyah. 206
Jika non muslim mustamin melakukan pelanggaran, maka akan diberlakukan
hukum Islam kepada mereka, seperti halnya ahlu al-dzimmah, kecuali had syirbul

204
Ibid, hal..240
205
Ibid, hal.234
206
Ibid, hal.234-5

230
khamr. Sebab, Daar al-Islam merupakan tempat diberlakukannya hukum-hukum
Islam, bagi kaum muslim, non muslim dzimmiy maupun mustamin. Rasulullah saw
pernah mengirim surat kepada penduduk Najran mereka adalah orang-orang
Nashrani--, Siapapun di antara kalian yang melakukan jual beli dengan riba, maka
tidak ada dzimmah (perlindungan) baginya. Riba merupakan bagian dari hukum
Islam. Rasulullah saw telah memberlakukan hukum ini kepada dzimmiy yang
melakukan praktek riba. Ini merupakan bukti bahwa non muslim mustamin akan
diperlakukan sebagai non muslim dzimmiy. 207
Harta non muslim mustamin terjaga, sebagaimana terjaganya jiwa mereka.
Kaum muslim harus mengganti harga atas babi, dan khamr mereka, jika mereka
melanyapkan babi dan khamr itu. Diyat akan dikenakan bagi siapa saja yang
membunuh non muslim mustamin tanpa sengaja. Bila dilakukan dengan sengaja,
maka diberlakukan hukuman qishash.208
Jika mustamin meninggal di Daulah Islamiyyah, sedangkan pewarisnya ada di
negara lain, maka hartanya tetap harus dijaga dan dikembalikan kepada
pewarisnya dengan bukti dari kaum muslim atau non muslim. Sebab, harta
tersebut merupakan harta yang terjamin keamanannya, sehingga harus diserahkan
kepada orang yang berhak mewarisinya. Inilah hukum bagi mustamin209. Adapun,
terhadap non muslim muahid, yakni, orang-orang non muslim yang negaranya
terlibat perjanjian dengan Daulah Islamiyyah (negara Islam), maka mereka
diperlakukan sejalan dengan isi perjanjian yang ditandangani oleh kedua belah
pihak. Terhadap non muslim harbiy --non muslim yang memerangi Islam dan
kaum muslim, maka sikap Daulah Islamiyyah sangat tegas. Daulah Islamiyyah akan
memerangi mereka, sampai mereka tunduk di bawah kekuasaan Daulah Islamiyyah.
Inilah hukum-hukum Islam yang mengatur hubungannya dengan orang-orang
non muslim. Walhasil stigma buruk penerapan Islam yang dipahami oleh orang
non muslim akan segera tertepis jika mereka memahami secara mendalam
hakekat penerapan syariat Islam.
><
Inilah hambatan-hambatan eksternal dan internal bagi penerapan syariat
Islam. Hambatan-hambatan ini bisa dicairkan dengan cara memahamkan umat
dengan ajaran Islam yang benar. Umat mesti dididik dengan ide-ide dan
pemikiran Islam yang suci dan bersih dari ide-ide selain Islam. Umat juga harus
dihantarkan pada level berfikir yang lebih tinggi. Level berfikir yang
mengantarkan umat mampu merasakan penderitaan manusia akibat penindasan
sistem selain Islam, sekaligus menyadari bahwa Islam merupakan satu-satunya
mabda yang mampu mengentaskan seluruh problematika hidupnya.
Level berfikir inovatif ini ini telah lenyap pada benak sebagian besar umat
Islam. Meskipun sebenarnya, pemikiran ini akan terus dimiliki umat selama
mereka masih memiliki metodologi berfikir yang jernih dan berfikir inovatif itu

207
Ibid, hal.235
208
Ibid, hal.235
209
Ibid, hal.235

231
sendiri. Namun, tatkala umat Islam mewarisi pemikiran rendah dari generasi
sebelumnya; dimana generasi dahulu mewariskan kepada kita sebuah pemikiran
yang menganggap Islam sebagai ajaran ritual dan filsafat belaka; maka kehancuran
generasi berikutnya tinggal menunggu waktu saja. Sebab, generasi sekarang tidak
lagi mewarisi metode berfikir yang tinggi dan unggul, akan tetapi mereka mewarisi
pemikiran lemah yang tidak mampu mengangkat derajat berfikir mereka menuju
level berfikir tinggi dan inovatif. Akibatnya, kemunduran dan keterpurukan
melanda generasi Islam berikutnya.
Kenyataan ini merupakan pelajaran bagi kita. Jika kita ingin menggapai
kembali kejayaan umat, rasanya, menghadirkan kembali berfikir dan metodologi
berfikir produktif menjadi satu keharusan bagi setiap kaum muslim. Berfikir tinggi
hanya akan dicapai tatkala umat kembali kepada aqidah Islam. Hanya dengan ini
umat bisa bangkit dari keterpurukannya.
Pemikiran yang bisa membangkitkan umat haruslah berujud pemikiran
mendasar yang mampu menjawab problematika besar manusia; yakni tiga
pertanyaan penting; dari mana saya, untuk apa saya hidup di dunia, dan ke mena
saya akan kembali! Tiga pertanyaan ini disebut dengan uqdatul kubra (simpul
besar problematika manusia). Jawaban tuntas dan benar atas tiga pertanyaan ini
akan menjelma menjadi sistem aqidah yang mampu membangkitkan umat
manusia.
Oleh karena itu, kebangkitan umat Islam sangat ditentukan oleh
kebangkitan aqidah umat. Tatkala Rasulullah saw berusaha menghancurkan
sistem kufur dan hendak diganti dengan sistem Islam, pertama kali yang beliau
lakukan adalah merombak aqidah masyarakat jahiliyyah saat itu. Bersenjatakan
La Ilaha Illa al-Allah beliau saw berhasil membangkitkan para shahabat, sehingga
mereka menjadi umat yang terbaik, bahkan manjadi umat yang sangat superior.
Allah swt telah berfirman, artinya, Kamu adalah umat terbaik yang dihadirkan
untuk manusia, menyruh kepad ayang maruf dan mencegah dari yang mungkar,
serta beriman kepada Allah swt.[Ali Imron:110] Maksud dari ayat ini,
sebagaimana penjelasan dari DrI Abdurrahman al-Baghdadiy, adalah, selama
umat Islam menjadikan Islam sebagai aturan dan pedoman hidup serta tidak henti-
hentinya menyampaikan Islam kepada umat lain, maka selama itu pula ia menjadi
umat terbaik. Itulah sebabnya, ketika Umar Ibnu Khaththab membaca ayat
tersebut, segera beliau berkata, Siapa saja yang suka menjadi bagian dari umat
terbaik ini, maka hendaklah ia melaksanakan syarat-syarat yang diajukan Allah
swt pada ayat itu.[Imam Thabari, Tafsir Thabariy, hadits. 7612]
Walhasil, jika umat ingin meraih kembali gelar sebagai umat terbaik,
tertinggi, dan terpilih, mereka harus kembali kepada al-Quran dan Sunnah. Jika
umat kembali kepada aqidah Islam serta aturan Islam, maka ia akan menjadi umat
yang bangkit, bukan menjadi umat terpuruk sebagaimana kondisi kaum muslim
saat ini.

232

Anda mungkin juga menyukai