Agus Salim
Fakultas Ushuluddin IAIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi
I. Latar Belakang
Beberapa dekade terakhir ini banyak para pemikir dan praktisi dalam
berbagai bidang termasuk bidang ekonomi yang menilai telah terjadi
krisis global, kompleks, dan multidimensional. Krisis ini timbul tid;ik
saja disebabkan kesalahan pada tingkat operasional tetapi bahkan
lebih dahsyat pada tingkat konsepsional dan paradigmatik meliputi
intelektual, moral dan spiritual.1
1
Pritjop Capra, Titik Batik Peradaban: Sains, Masyarakat, dan
Kebudayaan, Yogyakarta: Yayasan benteng Budaya, 1997.
2
Capra, Titik Batik.
3
Capra, Titik Batik.
4
M, Umer Chapra, Islamic and Economic Challenge, Jeddah: Islamic
Foundation, 1996.
5
Chapra, Islamic and Economic.
6
Mubyarto, Reformasi Sistem Ekonomi.Yogyakarta: Aditya Media,
1998.
BEMJM-UIN, 2001.
11
Muhmmad Nejatullah Siddiqie, Muslim Economic Thinking, a Survey
of Contemporary Literature, Jeddah, ICRI Economics King Abdul Aziz
University, 1981.
12
Karim, Ekonomi Mikro.
pada fase pertama adalah: Zaid bin Ali (699-738 M), Abi Hanifah
(699-767 M), al-Awza’i (707-774 M), Malik bin Anas (712-796),
Abu Yusuf (731-796M), Muhammad bin Hasan al-Shaibani (750-
804), Abu Ubaid al Qasim Ibn Sallam (-838 M), Haris bin Asad
al-Muhasibi (-859) Junaid al Baghdadi (-910), Ibn Miskawaih (-
1030 M) dan al-Mawardi (-1058 M). yang masuk fase kedua
adalah: Al-Ghazali (1055-1111 M), Ibn Taimiyah (1263-1328 M),
Ibn Khaldun (1332-1404 M). Yang termasuk fase ketiga adalah
Shah Waliyullah (1703-1762 M), Muhammad Iqbal (1873 -1938
M). Dan fase setelahnya dari tahun 1932-sekarang di antaranya
Yusuf Qardhawi, Muhmamad A Mannan, Khursid Ahmad, M,
Nejatullah Siddiqie, dan lain-lain. Penulis tidak akan melakukan
pembahasan masing-masing pemikiran mereka berkaitan
dengan ekonomi kecuali hanya sekilas pada fase kontemporer
yang akan dibahas pada sub berikutnya. Tetapi berdasarkan
hasil survei di atas, kita dapat melakukan perbandingan menge-
nai sejarah perkembangan ekonomi Islam dengan ekonomi
konvensional. Karnaen, salah seorang yang mengembangkan
ekonomi syariah di Indonesia, telah melakukan penelitian
mengenai perbandingan ini. Berikut adalah penjelasan perban-
dingan tersebut. Kalau kita menyimak apa yang disebut “The
main stream of economics” pada the family of economics-nya Paul A
Samuelson, segera kita akan jumpai kekosongan pemikiran
ekonomi dari tahun pertama masehi sampai ditemukannya
pemikiran St. Thomas Aquinas pada tahun 1270. pada jeda waktu
itu menurut “the family trees of economics” diisi oleh para scholastic
yang sifatnya normative. Sementara itu menurut catatan para
pengamat muslim, sejak datangnya agama Islam di abad ke-7,
telah banyak para pemikir muslim yang memberikan sumbang-
annya. Para pemikir muslim ini adalah para fukaha (ahli fikih),
sufi, dan ahli filsafat yang memberikan sumbangan pemikirannya
secara universal termasuk didalamnya menyangkut masalah
ekonomi. Mereka inilah yang merupakan peletak dasar pemi-
kiran Islam tentang ekonomi. Sepanjang para scholastic dan para
fukaha, sufi, dan ahli filsafat muslim ini mengacu kepada buku
suci mereka masing-masing, maka dalam hal pelarangan
terhadap bunga atau riba mereka sama dan sejalan.
Kemudian antara ditemukannya pemikiran St. Thomas
Aquinas di tahun 1270 dengan ditemukannya ekonomi Quesney
di tahun 1758 terdapat jeda waktu 5 abad yang menurut “The
family trees of economic” diisi oleh para Physiocrats dan para
Merchantilis. Pandangan ekonomi mereka disebut aliran klasik
(Classical School). Sementara itu pada abad ke 11 -15 yang sama
terdapat para pemikir muslim yang terkenal seperti al-Ghazali,
Ibn Taimiyah, dan Ibn Khaldun. Pemikiran para pemikir Muslim
ini memang komprehensif dan menyangkut juga tentang
ekonomi. Mereka mewakili fase kedua dari pemikiran ekonomi
dari sudut ajaran Islam. Akhirnya pada waktu pemikiran ekono-
mi Adam Smith (1776 M) ditemukan dan diikuti oleh T.R Maltus
(1798 M), David Ricardo, JS. Mill (1848 M), W. Marshal (1890
M) dan JM. Keynes (1936) yang membentuk mazhab Kapitalis,
dan ilmu ekonomi neo-klasik, yang kemudian dicoba ditandingi
dengan pemikiran Karl Marx (1867 M), V Lenin (1914) yang
membentuk mazhab Sosialisme-Komunisme, muncul pada di
abad ke-15 sampai abad ke-20 para pemikir ekonomi muslim
seperti Shah Waliyullah, Jamaluddin al-Afgani, dan Muhammad
Iqbal. Mereka mewakili fase ketiga dari pemikiran ekonomi dari
sudut ajaran Islam.
Untuk itu, dari kronologis kajian sejarah pemikiran ekonomi
dapat diketahui bahwa adanya masa kekosongan (missing link
atau great gap) yang merupakan absurditas dan tidak logis.
Dengan tersambungnya kembali kronologis sejarah pemikiran
ekonomi yaitu masuknya pemikiran-pemikiran muslim di
bidang ekonomi, menjadi terbangun kerangka sejarah yang
berkesinambungan (continuitas) dan menyatu (integration)
sekalipun ada cara pendekatan yang berbeda (difference approach).
Persoalan kemudian adalah bagaimana memahami
kesinambungan kronoiogis tersebut juga secara bersamaan
13
Perwaatmadja, Kajian Sejarah.
14
Adi W. Karim (ed.), Sejarah Pemikiran Ekonomi Islami, Jakarta: HIT.
2001.
15
Muhammad Aslam Haneef, Contemporary Islamic Economic Thought
a Selected Comparative Analisys, Kuala Lumpur: S. Abdul Majeed & Co,
1995.
16
Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Jakarta:
LSAF, 1999.
17
Siddiqie, Muslim Economic.
Islam kontemporer:19
1. Mazhab Baqir As-Shadr
Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi (economics)
tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi
dan Islam tetap Islam, keduanya tidak akan pernah dapat
disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling
kontradiktif. Yang satu anti-Islam, yang lainnya Islam. Perbedaan
filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang melihat
masalah ekonomi. Misalnya, mazhab Baqir menolak pernyataan
bahwa sumber daya itu terbatas. Menurutnya Islam tidak
mengenal adanya sumber daya yang terbatas.
2. Mazhab Mainstream
Mazhab ini melihat masalah ekonomi hampir tidak ada
bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Mazhab
ini tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi
konvensional ke keranjang sampah, tetapi mengambil hal-hal
yang baik dan bermanfaat. Mereka berpendapat bahwa himah
atau ilmu bagi umat Islam adalah bagaikan barang yang hilang.
Di mana saja ditemukan maka berhak untuk mengambilnya.
Tentu selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran
Islam.
3. Mazhab Alternatif Kritis
Mazhab ini mengkritik kedua mazhab sebelumnya. Mazhab
Baqir dikritik sebagai mazhab yang seolah-olah ingin mene-
mukan sesuatu yang baru padahal sebenarnya sudah ada dan
ditemukan orang lain, sedangkan mazhab mainstream dikri-
tiknya sebagai jiplakan dari ekonomi konvensional dengan
menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat
serta niat. Mazhab ini berpendapat, analisa kritis bukan saja
harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga
terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Proposisi dan teori yang
diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya
sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.
19
Karim (ed.), Sejarah Pemikiran.
IV. Penutup
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
1. Berbagai kritik yang disampaikan oleh para pakar terhadap
kelemahan teori ekonomi dan pembangunan dewasa ini
menunjukkan perlunya terobosan dan keberanian berbagai
pihak untuk tidak terpaku terhadap pakem atau arus utama
(mainstream) pemikiran ekonomi yang ada dan mencoba
menumbuhsuburkan teori lain yang didasarkan pada pende-
katan holistik, yaitu nilai-nilai aj aran Islam.
2. Sejarah pemikiran ekonomi yang dipelajari selama ini ternyata
memutus dan menghilangkan rangkaian atau kesinambungan
peradaban manusia melalui tidak terelaborasinya pemikiran-
pemikiran yang tumbuh dalam rentang waktu lama menjadi
satu kesatuan sehingga adanya nilai-nilai luhur yang terkubur
dari proses pemutusan tersebut.
3. Adanya upaya-upaya melahirkan kembali pemikiran yang
terkubur tersebut, yaitu pemikirian ekonomi yang dikembang-
kan umat Islam, akan memberikan khazanah yang sangat
berharga bagi peradaban umat manusia ke depan.
4. Perjalanan ekonomi Islam telah tumbuh sejak adanya Islam itu
sendiri yaitu sejak Muhammad SAW menyampaikan risalah
Tuhan kepada umatnya. Kemudian dikembangkan secara
periodik oleh penerus dan peminatnya hingga sekarang.
5. Pemikiran ekonomi Islam kontemporer (sekarang) mengalami
perkembangan yang dinamis, sehingga memberikan wacana
yang sangat variatif. Meskipun menggunakan dasar filosofis
yang sama, tetapi sesuai dengan pendekatan dan kencende-
rungan dalam aktualisasinya mengalami perkembangan yang
dinamis pula bahkan sedikit perbedaan, mereka berprinsip
“kesatuan dalam keragaman”.
BIBLIOGRAFI