Anda di halaman 1dari 17

Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam

Agus Salim
Fakultas Ushuluddin IAIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi

Abstract: One of crucial challenges for muslim intellectuals is


how to develop a new paradigm of Islamic economy which is
based on the integrated principle of humanism and theology.
This integrated principle is expected to be able to guarantee
people’s wellbeing within in the framework of Islamic rule. To
develop this principle, a historical record of thoughts and
development on Islamic economy is necessarily required. Islamic
economy offers an alternative solution for the unsteady global
economy which is still dominated by quarrelling socialist. The
domination of socialist has been blamed for the destroying the
essence of humanism and civilization thought the strong
influence of hedonism and materialist concept
Keywords: Dynamics, Islam, economic though.

I. Latar Belakang
Beberapa dekade terakhir ini banyak para pemikir dan praktisi dalam
berbagai bidang termasuk bidang ekonomi yang menilai telah terjadi
krisis global, kompleks, dan multidimensional. Krisis ini timbul tid;ik
saja disebabkan kesalahan pada tingkat operasional tetapi bahkan
lebih dahsyat pada tingkat konsepsional dan paradigmatik meliputi
intelektual, moral dan spiritual.1
1
Pritjop Capra, Titik Batik Peradaban: Sains, Masyarakat, dan
Kebudayaan, Yogyakarta: Yayasan benteng Budaya, 1997.

Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009 331


Agus Salim

Dalam bidang ekonomi, Fritjop misalnya memberikan kritik


terhadap para ekonom yang membicarakan ilmu ekonomi melalui
pendekatan yang reduksionis dan terpecah-pecah dari bidang-
bidang keilmuan dan bidang lainnya seolah-olah sebagai sesuatu
yang berdiri sendiri, statis, dan stagnan. Padahal menurutnya, ilmu
ekonomi adalah organisme hidup yang dalam perkembangannya
mengalami evolusi dinamis.2 Bahkan ia juga memberikan penjelasan
lebih lanjut, bahwa akibat dari pemahaman yang statis dan tidak
mengakui adanya evolusi, perubahan dan adaptasi, menimbulkan
kekeliruan di kalangan ilmuwan ekonotni dan juga ilmu-ilmu sosial
lain yang menganggap ilmu-ilmu tersebut “bebas nilai”. Sementara
menurutnya “nilai-nilai yang dijadkan pedoman oleh masyarakat
akan menentukan pandangan dunia, lembaga keagamaan, perusaha-
an dan teknologi ilmiah dan pengaturan-pengaturan politik dan
ekonomi masyarakat itu. Sekali perangkat nilai dan tujuan kolektif
telah terungkapkan dan dikodifikasikan, perangkat tersebut akan
menjadi kerangka persepsi, wawasan dan pilihan-pilihan untuk ino-
vasi dan adaptasi sosial masyarakat itu, sehingga dengan demikian,
menurutnya “Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang paling bergantung
pada nilai dan paling normatif di antara ilmu-ilmu sosial lainnya.
Model dan teorinya akan selalu didasarkan atas sistem nilai tertentu
dan pada pandangan tentang hakikat manusia.”3
Sebenarnya berbagai kritik dan kecaman terhadap kelemahan
teori ekonomi atau teori pembangunan sosio-ekonomi yang menjadi
acuan dalam proses pembangunan global selama ini, tidak saja.
Fritjop, tetapi sudah banyak pula dilontarkan oleh para ilmuwan
lain, diantaranya: E.F. Schumacher, Kenneth Boulding, Quentin Skin-
ner, Theodore Roszak, Erich Fromm, Gunnar Myrdal, J.K Galbraith,
R Heilbroner, John Brome dan Amartya Sen. Mereka berpendapat
bahwa kelemahan paling mendasar dari paradigma teori ekonomi
tersebut adalah pengabainnya terhadap dimensi moral, nilai-nilai
sosial dan etika.4

2
Capra, Titik Batik.
3
Capra, Titik Batik.

332 Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009


Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam

Menyadari adanya kelemahan mendasar tersebut, mereka


bukan hanya menyarankan agar digunakan pendekatan interdisip-
liner dalam mempelajari fenomena ekonomi, tetapi juga menyaran-
kan agar dilakukan pendekatan holistik, Pendekatan ini mengintegra-
sikan kebutuhan material dan spiritual manusia, interaksi antara
manusia, serta interaksi manusa dengan alam semesta.5 Bahkan, Paul
Omerod dan Paul Krugman, sebagaimana dikutip Mubyarto, secara
tegas menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara ilmu
ekonomi dan sistem ekonomi yang dianut Indonesia dengan krisis
ekonomi yang dialami sejak beberapa waktu lalu hingga saat ini.6
Untuk itu, sebuah tantangan dan kesempatan bagi komunitas
intelektual khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya, untuk
melakukan pekerjaan “besar” berupa pengembangan paradigma
baru tentang pendekatan pembangunan ekonomi yang dilandaskan
pada visi kemanusiaan dan ketuhanan secara integral, yang dilan-
dasi pada asas yang bersifat azali yang dapat menjaga keselamatan
seluruh manusia dan alam semesta, yaitu yang didasarkan pada nilai-
nilai syariah Islam. Sebagai tahap awal, dalam upaya tersebut, beri-
kut ini dijelaskan secara sekilas mengenai peta sejarah pemikiran
ekonomi Islam. Di Indonesia untuk penyebutan ekonomi Islam
sering disebut dengan istilah ekonomi syariah, sebagaimana secara
kelembagaan ada bank syariah, asuransi syariah, pasar modal
syariah, dan lain-lain.

II. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

A. Perkembangan Ekonomi dalam Sejarah


Dalam buku-buku sejarah ekonomi konvensional yang dipelajari oleh
para mahasiswa ekonomi di seluruh belahan dunia sekarang ini,

4
M, Umer Chapra, Islamic and Economic Challenge, Jeddah: Islamic
Foundation, 1996.
5
Chapra, Islamic and Economic.
6
Mubyarto, Reformasi Sistem Ekonomi.Yogyakarta: Aditya Media,
1998.

Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009 333


Agus Salim

ditemukan bahwa dalam rangkaian perjalanan sejarah tersebut ada


masa “kekosongan” yang cukup lama yaitu sekitar 500 tahun. Penu-
lis-penulis buku tersebut menilai bahwa seolah-olah ilmu ekonomi
ini menjelma dengan sendirinya (mengalami reinkarnasi) dari masa
Yunani kuno seperti Aristoteles (367-322 SM) ke St. Thomas Aquinas
(1225-1274 M). atau sejak abad 7-12 M tidak ada masa diskurus
intelektual berkaitan dengan ekonomi.
Di antara buku sejarah ekonomi ini adalah buku yang ditulis
oleh Joseph Alois Schumpeter, History of Economic Analysis (1954).
Dalam buku ini ia berpendapat bahwa analisa ekonomi dimulai sejak
masa Yunani dan tidak dikembangkan beberapa lama hingga muncul
ekonomi scholastic dengan tokohnya St. Thomas Aquinas (1225- 1274
M). Masa kekosongan tersebut sering kemudian dinamakan “great
gap the schurnpeterian”. Schumpeter hanya menulis tiga baris dalam
catatan kakinya nama Ibn Sina dan Ibn Rusyd dalam kaitan proses
transmisi pemikiran Aristoteles kepada St. Thomas tanpa sedikitpun
menjelaskan kedudukan mereka dalam transmisi tersebut termasuk
kemungkinananya ia mengutip atau “mencuri” dari pemikiran mere-
ka.7 Sekalipun sudah mulai banyak yang menentang pendapat ini,
tetapi “great gap” ini tetap dianggap suatu yang benar-benar terjadi.
Sebenarnya adanya kekosongan pencatatan sejarah ekonomi
tidak saja antara tahun pertama Masehi sampai ditemukannya pemi-
kiran St. Thomas Aquinas tetapi juga menjadi kekosongan pencatatan
antara tahun 1270 M sampai dengan ditemukannya pemikiran
Quesney (1758 M). Adanya kaitan yang lepas (missing link) dalam
sejarah tersebut menunjukkan bahwa baik disengaja atau tidak
disengaja, menimbulkan pertanyaan besar bagi kaiangan sejarawan
ekonomi khususnya. Ada apa dan kenapa hal itu bisa terjadi?
Beberapa jawaban bisa dimunculkan atas pertanyaan tersebut,
tetapi satu hal yang penting bahwa yang dianggap masa kekosongan
atau great gap tersebut adalah masa dimana peradaban dunia diisi
oleh umat Islam sejak mulai munculnya di Mekah pertengahan abad

Baqir al-Hasana & Abbas Mirakhor (eds.), Essay On Iqtishad Islamic


7

Approach to Economics Problems, USA: Nur Corp, 1989.

334 Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009


Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam

ke 6 dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW (570 M) sampai lemah


terlepasnya kekhalifahan Usmani ke penjajahan Barat sekitar abad
12 Masehi.
Kenyataan adanya penghilangan kronologis sejarah, tidak saja
memberikan “kekaburan” terhadap fakta-fakta peradaban tetap juga
terjadinya penghilangan substansi peradaban itu sendiri. Esensi
normatif berupa kebenaran dan kebijaksanaan (wisdom) yang sudah
dikembangkan oleh para filosof pada masa Yunani dalam berbagai
hal termasuk fenomena sosial dan ekonomi dan ditumbuhkembang-
kan oleh umat Islam, seolah-olah diputus dan tidak mempunyai
ikatan dengan yang dikembangkan setelahnya.
Salah satu contoh substansi yang terputus dari adanya missing
link ini adalah adanya larangan pembebanan riba (sebagai bentuk
ketidakadilan) dalam Bible (Perjanjian Lama) tetapi tidak dijadikan
acuan para pemikir ekonomi setelah St. Thomas Aquinas. Bahkan
secara tidak langsung hal ini diakui oleh penulis ekonomi kontem-
porer yang juga penerima nobel bidang ekonomi yaitu Paul A Samu-
elson. Samuelson dalam bukunya Economics, sebagaimana dikatakan
Karnaen, edisi ke-9, Bab 42 dengan judul “Wind of Change: Evolution
of Economic Doctrines”, antara lain mengatakan: But from its eraliest
beginnings, political economy was concerned with policy. Thus both
Testament of Bible warns agains intrest or usury, as do Aristotle and ST.
Thomas Aquinas.” Pada buku yang sama Edisi ke-14, bab 22 dengan
judul “The Wind of Change: the Triumph of the market”, sub bab A
dengan judul “Evolution of Economic Thought: Early Roots”, antara
lain Samuelson kembali mengatakan:
“Economic thinking began with Aristotle and continue through the
teaching of medieval Scholastic. This early stirrings dealt largely
with normative doctrine such as the idea of a “justice price”, which
purpoted to tell the genuine value of commodity. The Scholastic
rejecred interest on loans as unjust “usury”, and prohibitions of usury
survive to day as intererest-rate ceilings in many states and
countries”. 8

Karnaen A. Perwaatmadja, Kajian Sejarah Pemikiran Ekonomi, Jakarta:


8

BEMJM-UIN, 2001.

Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009 335


Agus Salim

Dengan demikian, boleh jadi krisis global dan multidimensi


terjadi sebagaimana dikatakan Fritjop di atas adalah karena hilang-
nya substansi peradaban yang mendasarkan pada normative doctrines
dengan peradaban yang hedonis materialistik yang banyak dikem-
bangkan sekarang ini.

B. Pemikiran Ekonomi Islam


1. Proses transmisi dan diskursus awal
Fakta sejarah menunjukkan bahwa periode yang dianggap
oleh Shumpeterian sebagai “great gap” adalah masa di mana umat
Islam mengalami pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan
atau umat Islam sering menyebut masa-masa the golden age
sedangkan bagi Barat merupakan masa-masa the dark age.
Para pemikir muslim sejak awal terutama pada masa trans-
misi berbagai keilmuwan yang dilakukan di masa Bani Abbas,
terutama pada masa Pemerintahan Al-Ma’mun (813-833 M)
dengan lembaganya yang terkenal Bait al-Hikmah atau Rumah
Kebijaksanaan9 hingga seterusnya tetap mengakui bahwa pernah
mempelajari dan melakukan transmisi besar-besaran dari ilmu-
wan Yunani dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. kemu-
dian mereka melakukan penyesuaian dengan doktrin yang
diajarkan Nabi Muhammad SAW baik dalam al-Quran maupun
Hadisnya. Proses transmisi ini melahirkan penemuan-penemuan
baru dan meletakkan kerangka dasar dalam pengembangan
berbagai disiplin ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu alam mau-
pun ilmu-ilmu sosial. Mulai dari filsafat, matematika, astronomi,
ilmu optik, biologi, kedokteran, sejarah, sosiologi, psikologi,
pedagogi, sampai sastra termasuk juga tentunya ilmu ekonomi.
Para pemikir muslim klasik tidak terjebak untuk meng-
kotak-katakkan berbagai macam ilmu tersebut seperti yang
dilakukan oleh para pemikir saat ini. Mereka melihat ilmu-ilrnu

M. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia, Pengaruh Mam


9

Terhadap Barat, Jakarta: Gramedia Utama, 1995.

336 Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009


Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam

tersebut sebagai ayat-ayat Allah yang bertebaran di seluruh


alam. Dalam pandangan mereka, ilmu-ilmu itu walaupun
sepintas terlihat berbeda-beda dan bermacam-macam j enisnya
namun pada hakekatnya berasal dari sumber yang satu yaitu
Tuhan. Mereka melakukan klasifikasi terhadap berbagai macam
ilmu sebatas sebagai pembedaan bukan pemisahan. Karenanya
tidaklah mengherankan bila para pemikir klasik muslim
menguasai berbagai bidang ilmu. Ibn Sina (980-1037 M), sebagai
contoh, selain terkenal sebagai ahli filsafat, bahkan ia juga
mendalami psikologi dan musik. Al-Ghazali (1058-1111 M),
selain banyak membahas masalah filsafat, pendidikan, psikologi,
ekonomi dan pemerintahan ibn Khaldun (1332-1404 M) selain
banyak membahas masalah sejarah juga banyak menyinggung
masalah-masalah sosiologi dan antropologi budaya, ekonomi,
geografi pembangunan dan peradaban bahkan futurologi. 10
Dengan karakter pemahaman keilmuwan tersebut, maka bidang
ekonomi juga menjadi bagian dari diskurus pembahasan
mereka. Namun secara umum, pemikiran ekonomi dimaksud
terangkum dalam berbagai tema di bidang tafsir, flkih, ushul
fikih, bahkan teologi. la belum berdiri sendiri. Dan seperti dika-
takan oleh Muhammad Baqir Al-Shadr, kita harus membedakan
antara ekonomi sebagai sisten, dan ekonomi sebagai ilmu.
Sebagai sistem, ekonomi mengacu pada cara suatu masyarakat
mengatur kehidupan ekonominya. Sedangkan sebagai ilmu
ekonomi mengacu kepada upaya memahami berbagai peristiwa
dan gejala ekonomi berdasarkan kerangka teori tertentu yang
menjelaskan korelasi antara peristiwa dan gejata itu dengan
berbagai faktor yang melatarinya. Yang dibakukan oleh ilmu
fikih dari ekonomi ketika itu adalah aspek hukum yang kemu-
dian membentuk sistemnya. Selain itu, sebenarnya ekonomi
sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri baru muncul sekitar 4
abad yang lalu walaupun akar pemikirannya sudah lahir jauh
sebelum itu.
10
Adi W. Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta, UIT, 2002.

Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009 337


Agus Salim

2. Pertumbuhan dan perkembangan pemikiran ekonomi Islam


Pemikiran ekonomi Islam sebagai sebuah sistem yaitu
mengacu pada cara suatu masyarakat mengatur kehidupan
ekonominya, sebagaimana dikatakan Shadr di atas, pada dasar-
nya telah ada sejak ajaran Islam itu sendiri di bawa oleh Nabi
Muhammad SAW dengan mengutip ungkapan Siddiqie, pemi-
kiran ekonomi Islam berusia setua Islam itu sendiri.11 Hal ini
berdasarkan bahwa ajaran Islam, yang bersumber pada Al-
Quran dan Hadis, sejak awak sangat mendorong dan berpan-
dangan positif terhadap kegiatan ekonomi, misalnya 10 surat
pertama yang diturunkan Tuhan setelah surat al-’Alaq dan al-
Mudatsir, hampir seluruhnya berkaitan dengan respon al-Quran
terhadap kondisi sosial- ekonomi masyakat, di samping berbagai
ayat-ayat lainnya, seperti QS. Al-Jum’at: 10, dan Al-An’am: 165.
Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri adalah sebagai
pelaku ekonomi. Begitu pula para sahabatnya pada generasi
awal (masa Khulafaur al-Rasyidin) sebagaian besar terlibat dalam
kegiatan ekonomi di samping kegiatan lainnya.
Pembahasan berkaitan dengan pertumbuhan dan perkem-
bangan ekonomi Islam ini, sebenarnya sudah banyak dibahas
oleh para penulis yang peduli pada pengembangan ekonomi
Islam. Di antaranya Siddiqie (1982), Akram Khan, Sabzwari,
dan Kadim Sadr.12
Siddiqie misalnya mencoba melakukan survei dengan urut-
an secara kronologis waktu dari pemikir-pemikir ekonomi Islam
berikut dasar-dasar pemikirannya. Menrutnya, kronologis
pemikir Islam dibagi pada 4 (empat) fase, yaitu fase pertama
sejak awal Islam sampai 1058 M, fase kedua 1058-1446; fase ketiga
dari tahun 1446-1932, dan fase dari 1932 hingga sekarang.
Diantara tokoh pemikir yang melakukan pembahasan ekonomi

11
Muhmmad Nejatullah Siddiqie, Muslim Economic Thinking, a Survey
of Contemporary Literature, Jeddah, ICRI Economics King Abdul Aziz
University, 1981.
12
Karim, Ekonomi Mikro.

338 Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009


Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam

pada fase pertama adalah: Zaid bin Ali (699-738 M), Abi Hanifah
(699-767 M), al-Awza’i (707-774 M), Malik bin Anas (712-796),
Abu Yusuf (731-796M), Muhammad bin Hasan al-Shaibani (750-
804), Abu Ubaid al Qasim Ibn Sallam (-838 M), Haris bin Asad
al-Muhasibi (-859) Junaid al Baghdadi (-910), Ibn Miskawaih (-
1030 M) dan al-Mawardi (-1058 M). yang masuk fase kedua
adalah: Al-Ghazali (1055-1111 M), Ibn Taimiyah (1263-1328 M),
Ibn Khaldun (1332-1404 M). Yang termasuk fase ketiga adalah
Shah Waliyullah (1703-1762 M), Muhammad Iqbal (1873 -1938
M). Dan fase setelahnya dari tahun 1932-sekarang di antaranya
Yusuf Qardhawi, Muhmamad A Mannan, Khursid Ahmad, M,
Nejatullah Siddiqie, dan lain-lain. Penulis tidak akan melakukan
pembahasan masing-masing pemikiran mereka berkaitan
dengan ekonomi kecuali hanya sekilas pada fase kontemporer
yang akan dibahas pada sub berikutnya. Tetapi berdasarkan
hasil survei di atas, kita dapat melakukan perbandingan menge-
nai sejarah perkembangan ekonomi Islam dengan ekonomi
konvensional. Karnaen, salah seorang yang mengembangkan
ekonomi syariah di Indonesia, telah melakukan penelitian
mengenai perbandingan ini. Berikut adalah penjelasan perban-
dingan tersebut. Kalau kita menyimak apa yang disebut “The
main stream of economics” pada the family of economics-nya Paul A
Samuelson, segera kita akan jumpai kekosongan pemikiran
ekonomi dari tahun pertama masehi sampai ditemukannya
pemikiran St. Thomas Aquinas pada tahun 1270. pada jeda waktu
itu menurut “the family trees of economics” diisi oleh para scholastic
yang sifatnya normative. Sementara itu menurut catatan para
pengamat muslim, sejak datangnya agama Islam di abad ke-7,
telah banyak para pemikir muslim yang memberikan sumbang-
annya. Para pemikir muslim ini adalah para fukaha (ahli fikih),
sufi, dan ahli filsafat yang memberikan sumbangan pemikirannya
secara universal termasuk didalamnya menyangkut masalah
ekonomi. Mereka inilah yang merupakan peletak dasar pemi-
kiran Islam tentang ekonomi. Sepanjang para scholastic dan para

Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009 339


Agus Salim

fukaha, sufi, dan ahli filsafat muslim ini mengacu kepada buku
suci mereka masing-masing, maka dalam hal pelarangan
terhadap bunga atau riba mereka sama dan sejalan.
Kemudian antara ditemukannya pemikiran St. Thomas
Aquinas di tahun 1270 dengan ditemukannya ekonomi Quesney
di tahun 1758 terdapat jeda waktu 5 abad yang menurut “The
family trees of economic” diisi oleh para Physiocrats dan para
Merchantilis. Pandangan ekonomi mereka disebut aliran klasik
(Classical School). Sementara itu pada abad ke 11 -15 yang sama
terdapat para pemikir muslim yang terkenal seperti al-Ghazali,
Ibn Taimiyah, dan Ibn Khaldun. Pemikiran para pemikir Muslim
ini memang komprehensif dan menyangkut juga tentang
ekonomi. Mereka mewakili fase kedua dari pemikiran ekonomi
dari sudut ajaran Islam. Akhirnya pada waktu pemikiran ekono-
mi Adam Smith (1776 M) ditemukan dan diikuti oleh T.R Maltus
(1798 M), David Ricardo, JS. Mill (1848 M), W. Marshal (1890
M) dan JM. Keynes (1936) yang membentuk mazhab Kapitalis,
dan ilmu ekonomi neo-klasik, yang kemudian dicoba ditandingi
dengan pemikiran Karl Marx (1867 M), V Lenin (1914) yang
membentuk mazhab Sosialisme-Komunisme, muncul pada di
abad ke-15 sampai abad ke-20 para pemikir ekonomi muslim
seperti Shah Waliyullah, Jamaluddin al-Afgani, dan Muhammad
Iqbal. Mereka mewakili fase ketiga dari pemikiran ekonomi dari
sudut ajaran Islam.
Untuk itu, dari kronologis kajian sejarah pemikiran ekonomi
dapat diketahui bahwa adanya masa kekosongan (missing link
atau great gap) yang merupakan absurditas dan tidak logis.
Dengan tersambungnya kembali kronologis sejarah pemikiran
ekonomi yaitu masuknya pemikiran-pemikiran muslim di
bidang ekonomi, menjadi terbangun kerangka sejarah yang
berkesinambungan (continuitas) dan menyatu (integration)
sekalipun ada cara pendekatan yang berbeda (difference approach).
Persoalan kemudian adalah bagaimana memahami
kesinambungan kronoiogis tersebut juga secara bersamaan

340 Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009


Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam

melakukan pemahaman terhadap pemikiran-pemikiran. Misal-


nya, pada fase pertama pemikir ekonomi Islam ada Abu Yusuf
(731-798) yang menulis kitab Al-Kharaj. Dalam buku tersebut,
di antaranya ia membahas tentang bagaimana kebijaksanaan
pengendalian harga, bagaimana harga ditentukan dan bagaima-
na pengaruh pajak terhadap harga. Dengan demikian jauh
sebelum kaum skolastik yaitu St. Abertus Magnus (1206-1280)
dan kaum Merkantilis, yaitu David Hume (1711-1776), bahkan
kaum klasik, yaitu Adam Smith (1723-1790) serta kaum neo
klasik, yaitu Alfred Marshal (1842-1924) membicarakannya, Abu
Yusuf sudah terlebih dahutu membicarakannya.13 Bahkan apa
yang ditulis oleh Adam Smith (1776 M), yang dianggap sebagai
bapak mendapat insipirasi dari karya Abu Ubayd (838 M) yang
bukunya berjudul Al-Amwal. Al-Amwal jika diartikan dalam
bahasa Inggris artinya Wealth dan judul buku Adam Smith adalah
The Wealth of Nations. Begitu juga teori Pareto Optimum diambil
dari kitab Nahjul Balaghah Imam AH yang “dicuri” tanpa pernah
disebut sumber kutipannya oleh pemikir Barat.14 Dengan demi-
kian, sekalipun adanya ketidakjujuran ilmiah yang dilakukan
pemikir Barat, pemikir-pernikir ekonomi muslim telah meng-
identifikasi banyak konsep, variabel, dan teori-teori ekonomi
yang masih relevan hingga kini.

III. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer


Babak baru perkembangan pemikiran mengenai ekonomi islam
secara dramatik di tingkat internasional mulai timbul pada dasawarsa
tahun 1970-an sekalipun secara lokal dan sporadis telah muncul sejak
awal abad 20-an. Beberapa faktor yang memunculkan perkembang-
an baru ini, diantaranya adalah: Pertama, mulai terjadinya kemerde-
kaan negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim di hampir
seluruh wilayah terutama wilayah Asia, Timur Tengah, dan Afrika.

13
Perwaatmadja, Kajian Sejarah.
14
Adi W. Karim (ed.), Sejarah Pemikiran Ekonomi Islami, Jakarta: HIT.
2001.

Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009 341


Agus Salim

Kedua, timbulnya apa yang disebut sebagai kekuatan ekonomi petro


dollar, yaitu yang dihasilkannya industri perminyakan yang berasal
dari negara-negara Islam (Islamic countries) seperti Libya, Kuwait,
Iran, Brunai Darussalam, Irak, Persatuan Emirat Arab, Aljazair,
Malaysia, dan Indonesia. Negara-negara tersebut oleh Bank Dunia
disebut dengan “Capital Surplus Oil Exporters”. Ketiga, timbulnya
kesadaran tentang “kebangkitan Islam” pada abad ke 14 Hijriyah
yang melanda Dunia Islam pada dasawarsa tahun 1970-an. Dan
keempat lahirnya generasi barn intelektual Muslim Barat maupun
di negara-negara Islam. Di samping secara bersamaan adanya
kebangkitan Dunia Ketiga dalam pembangunan yang didukung oleh
lembaga-lembaga internasional seperti PBB, Bank Dunia, dan
beberapa lembaga yang bersifat regional dan internasional lainnya
seperti ADB (Asian Development Bank), IDB (Islamic Development
Bank), dan OKI-Organisasi Konferensi Islam15 melalui OKI dan IDB-
nya misalnya berbagai konferensi internasional tentang Ekonomi
Islam diselenggarakan.16
Dengan berbagai faktor dan kegiatan internasional tersebut.
Maka muncul berbagai literatur mengenai Ekonomi Islam dan
derivasinya. Dalam literatur-literatur tersebut ditunjukkan pertum-
buhan dan perkembangan cukup signiflkan dalam pengembangan
pemikiran ekonomi Islam. Bukan saja pada tataran teoritis-konsep-
sional tetapi juga sudah masuk pada tataran praktis-operasional.
Menurut Siddiqie, misalnya cakupan bahasan dalam literatur
ekonomi Islam meliputi diantaranya dasar-dasar filosofis ekonomi
Islam, perbandingan ekonomi antara sistem Islam dan “isme-isme”
lainnya, kritik Islam terhadap sistem ekonomi kontemporer, analisis
ekonomi dalam kerangka Islam, dan sejarah pemikiran Islam.17
Berdasarkan survei yang dilakukan Siddiqie (1981) tersebut

15
Muhammad Aslam Haneef, Contemporary Islamic Economic Thought
a Selected Comparative Analisys, Kuala Lumpur: S. Abdul Majeed & Co,
1995.
16
Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Jakarta:
LSAF, 1999.
17
Siddiqie, Muslim Economic.

342 Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009


Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam

dan juga Akram Khan (1989) sebagaimana dijelaskan Haneef18 terha-


dap literatur-literatur mengenai ekonomi Islam yang muncul sejak
pertengahan abad 20, diketahui bahwa dalam perkembangan pemi-
kiran ekonomi Islam para penulis muslim memiliki pendekatan dan
tinjauan yang berbeda.
Secara garis besar peta pemikiran dan kecenderungan dalam
memahami ekonomi Islam, menurut Siddiqie dan Khan, terdapat
tiga bagian besar, mereka adalah:
1. Pendekatan yuridis. Mereka memberikan kontribusi dalam
pembahasan ekonomi Islam melalui pendekatan legalistik dan
membahas konsep-konsep dasar dari prinsip ajaran Islam berka-
itan dengan ekonomi, misalnya pembahasan masalah riba, zakat,
bank, kemiskinan dan pembangunan.
2. Pendekatan modernis, mereka tidak melakukan pendekatan
legalistik, tetapi lebih kepada pendekatan rasionalitas-kritis
terhadap term-term dan persoalan-persoalan ekonomi dan
masyarakat yang langsung dari sumbernya yaitu Al-Qur’an dan
Hadits. Dengan proses ijtihad yang mereka lakukan memberi-
kan kontribusi pada pengembangan pemikiran ekonomi yang
lebih realistik dengan kenyataan sosiai. Meskipun mendapatkan
reaksi dari pihak-pihak lain yang tidak mengakui pendekatan
metodologi yang dilakukannya.
3. Pendekatan yang dilakukan oleh para sarjana ekonomi yang
belajar di Barat dan mengembangkan pemikiran ekonomi Islam
melalui istilah-istilah dan pendekatan “mainstream” ekonomi
konvensional (pendekatan neo-klasik dan sintesa keynesian).
Analisa mereka menggunakan teknik-teknik pendidikan dan
pelatihan ekonomi yang mereka pelajari.
Menurut Haneef, yang masuk kategori pertama diantaranya
adalah Muhammad Baqir Taleghani. Sedangkan yang masuk
kategori ketiga adalah M.A Mannan, M. Najetullah Siddiqie, Syed
Nawab Heidar Naqvi, dan Monzer Kahf. Sedangkan yang masuk
kategori kedua, Haneef nampaknya tidak secara jelas menyebutkan
18
Haneef, Contemporary Islamic.

Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009 343


Agus Salim

orang-orangnya. Namun dengan melakukan perbandingkan terha-


dap kategorisasi yang dilakukan oleh yang lainnya, yang termasuk
kategori kedua di antaranya Timur Kuran, Jomo, Muhammad Arid,
dan lain-lain. Oleh karenanya, untuk memudahkan kategorisasi
pemikiran ekonomi Islam kontemporer ada yang mengklasifikasikan
sebagai berikut: Mazhab Baqir as-Shadr, Mazhab Alternatif kritis
dan mazhab mainstream.
Dari semua pendekatan tersebut, masing-masing mempunyai
kelebihan dan kelemahan, di samping ada kesamaan dan perbedaan.
Di antara persamaan dari pendekatan-pendekatan tersebut adalah
mengenai dasar-dasar filosofi dari sistem ekonomi Islam. Dasar-
dasar tersebut yaitu Tauhid, Khilafah, Ibadah, Takaful, dan ‘Adalah.
Di samping mereka juga sepakat terhadap sumber hukum yaitu al-
Qur’an dan Sunnah, serta prinsip-prinsip umum yang dijelaskan
keduanya seperti kewajiban zakat dan pelarangan riba sebagai dasar
dari sistem ekonomi Islam.
Adapun beberapa pendekatan yang muncul di antara mereka
adalah:
a. Penafsiran dari istilah-istilah dan konsep tertentu dalam al-
Qur’an dan Sunnah.
b. Metodologi atau pendekatan yang digunakan untuk memba-
ngun kerangka teori atau sistem ekonomi Islam.
c. Sebagai akibat dari perbedaan kedua hal di atas, mereka juga
berbeda dalam memberikan pandangan (views) dan karakteristik
(features) dari sistem ekonomi Islam.
Oleh karenanya dalam membicarakan pemikiran ekonomi Islam,
sekalipun dasar-dasarnya sama tetapi dalam pengaktualisasian
dasar-dasar tersebut mengalami perbedaan karena berbeda latar
belakang pendidikan dan kecenderungan. Namun demikian, semua
pemikiran yang ada, secara positif memberikan kontribusi yang luar
biasa dalam upaya memahami pemikiran ekonomi Islam. Di samping
juga sangat terbukanya bagi generasi selanjutnya untuk melakukan
kajian ekonomi Islam.
Berikut sekilas perbedaan cara pandang pemikiran ekonomi

344 Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009


Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam

Islam kontemporer:19
1. Mazhab Baqir As-Shadr
Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi (economics)
tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi
dan Islam tetap Islam, keduanya tidak akan pernah dapat
disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling
kontradiktif. Yang satu anti-Islam, yang lainnya Islam. Perbedaan
filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang melihat
masalah ekonomi. Misalnya, mazhab Baqir menolak pernyataan
bahwa sumber daya itu terbatas. Menurutnya Islam tidak
mengenal adanya sumber daya yang terbatas.
2. Mazhab Mainstream
Mazhab ini melihat masalah ekonomi hampir tidak ada
bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Mazhab
ini tidak pernah membuang sekaligus teori-teori ekonomi
konvensional ke keranjang sampah, tetapi mengambil hal-hal
yang baik dan bermanfaat. Mereka berpendapat bahwa himah
atau ilmu bagi umat Islam adalah bagaikan barang yang hilang.
Di mana saja ditemukan maka berhak untuk mengambilnya.
Tentu selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran
Islam.
3. Mazhab Alternatif Kritis
Mazhab ini mengkritik kedua mazhab sebelumnya. Mazhab
Baqir dikritik sebagai mazhab yang seolah-olah ingin mene-
mukan sesuatu yang baru padahal sebenarnya sudah ada dan
ditemukan orang lain, sedangkan mazhab mainstream dikri-
tiknya sebagai jiplakan dari ekonomi konvensional dengan
menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat
serta niat. Mazhab ini berpendapat, analisa kritis bukan saja
harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga
terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Proposisi dan teori yang
diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya
sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional.
19
Karim (ed.), Sejarah Pemikiran.

Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009 345


Agus Salim

IV. Penutup
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
1. Berbagai kritik yang disampaikan oleh para pakar terhadap
kelemahan teori ekonomi dan pembangunan dewasa ini
menunjukkan perlunya terobosan dan keberanian berbagai
pihak untuk tidak terpaku terhadap pakem atau arus utama
(mainstream) pemikiran ekonomi yang ada dan mencoba
menumbuhsuburkan teori lain yang didasarkan pada pende-
katan holistik, yaitu nilai-nilai aj aran Islam.
2. Sejarah pemikiran ekonomi yang dipelajari selama ini ternyata
memutus dan menghilangkan rangkaian atau kesinambungan
peradaban manusia melalui tidak terelaborasinya pemikiran-
pemikiran yang tumbuh dalam rentang waktu lama menjadi
satu kesatuan sehingga adanya nilai-nilai luhur yang terkubur
dari proses pemutusan tersebut.
3. Adanya upaya-upaya melahirkan kembali pemikiran yang
terkubur tersebut, yaitu pemikirian ekonomi yang dikembang-
kan umat Islam, akan memberikan khazanah yang sangat
berharga bagi peradaban umat manusia ke depan.
4. Perjalanan ekonomi Islam telah tumbuh sejak adanya Islam itu
sendiri yaitu sejak Muhammad SAW menyampaikan risalah
Tuhan kepada umatnya. Kemudian dikembangkan secara
periodik oleh penerus dan peminatnya hingga sekarang.
5. Pemikiran ekonomi Islam kontemporer (sekarang) mengalami
perkembangan yang dinamis, sehingga memberikan wacana
yang sangat variatif. Meskipun menggunakan dasar filosofis
yang sama, tetapi sesuai dengan pendekatan dan kencende-
rungan dalam aktualisasinya mengalami perkembangan yang
dinamis pula bahkan sedikit perbedaan, mereka berprinsip
“kesatuan dalam keragaman”.

346 Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009


Dinamika Pemikiran Ekonomi Islam

BIBLIOGRAFI

Baqir al-Hasana & Abbas Mirakhor (edt), Essay On Iqtishad Islamic


Approach to Economics Problems, USA: Nur Corp, 1989.
Capra, Pritjop. Titik Batik Peradaban: Sains, Masyarakat, dan Kebudayaan,
Yogyakarta: Yayasan benteng Budaya, 1997.
Chapra, M. Umer, Islamic and Economic Challenge, Jeddah: Islamic
Foundation, 1996.
Chapra, M. Umer, The Future of Economic an Islamic Perspective, Jakarta:
SEBI, 2001.
Ghazanfar, SM. History if Islamic Thought: The Schumpeterian Great
Gap The Lost Arab-Islamic Legacy and the Literature Gap, dalam
Jurnal Islamic Studies, Vol. 6: 2 1995.
Haneef, Muhammad Aslam, Contemporary Islamic Economic Thought
a Selected Comparative Analisys, Kuala Lumpur: S. Abdul Majeed
& Co. 1995.
Karim, Adi W. (ed.), Ekonomi MikroIslam, Jakarta, UIT, 2002.
Karim, Adi W. (ed.), Sejarah Pemikiran Ekonomi Islami, Jakarta: HIT.
2001.
M. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia, Pengaruh Mam
Terhadap Barat, Jakarta: Gramedia Utama, 1995.
Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BPFE, 2000
Mubyarto, Reformasi Sistem Ekonomi.Yogyakarta: Aditya Media, 1998.
Perwaatmadja, Karnaen. A, Kajian Sejarah Pemikiran Ekonomi Mam,
Jakarta: BEMJM-UIN, 2001.
Rahardjo, Dawam, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Jakarta:
LSAF, 1999.
Siddiqie, Muhmmad Nejatullah, Muslim Economic Thinking, a Survey
of Contemporary Literature, Jeddah, ICRI Economics King Abdul
Aziz University, 1981.

Innovatio, Vol. VIII, No. 2, Juli-Desember 2009 347

Anda mungkin juga menyukai