J. A. Brandstender
HW. Dekker atau Multatuli
Pada tahun 1917, ISDV mengerahkan pelaut Belanda untuk mengumpulkan 3000
orang untuk melakukan aksi atau gerakan ISDV, yaitu demonstrasi sehingga memicu
bentrokan dengan polisi Hindia. Sementara itu, partai moderat mendesak
pemerintah agar menggantikan Volksrad dengan parlemen pilihan rakyat.
Krisis tersebut segera mereda setelah Gubernur Jenderal van Limburg Stirum
menjanjikan akan mengadakan perubahan yang luas. Setelah semua terkendali,
pemerintah kolonial segera mengambil tindakan keras. Anggota militer yang
indisipliner dihukum berat. Sneevliet diusir, sedangkan Darsono, Abdul Muis, dan
beberapa pemimpin lainnya ditangkap. ISDV pun menjadi mati suri.
Tahun 1919 merupakan tahun yang sulit bagi ISDV. Karena pemimpin mereka
banyak yang ditangkap. Di sisi lain, pada tahun 1918, Darsono diangkat sebagai
propagandis resmi SI dan Semaun diangkat sebagai Komisaris wilayah Jawa
Tengah. Di dalam SI, Semaun dan Darsono berupaya untuk meningkatkan
pengaruhnya agar SI menjadi lebih radikal.
Darsono dan Anaknya
Komintern didirikan pada tahun 1919 yang pengaruhnya terasa di Indonesia.
Komintern menilai banyak sekali terjadi kegagalan dalam merencanakan program
komunisnya di Asia. Lenin menyatakan bahwa untuk Asia, garis politik komintern
harus bekerja sama dengan kaum borjuis nasional (kaum terpelajar yang memimpin
pergerakan Nasional) dan menggunakan organisasi rakyat terjajah.
Adolf Baars
Di SI sendiri mulai terjadi perpecahan karena adanya perbedaan tujuan dan taktik
perjuangan antara golonangan kiri dan kanan. Pemimpin di golongan kiri adalah
Semaun, Alimin, dan Darsono. Sedangkan, kubu kanan yang berpusat di Yogyakarta
dipimpin oleh Abdul Muis, Agus Salim, dan Suryoranoto. Golongan kiri kemudian
mendirikan Revolutionnaire Vak Centrale (RVC) dan berkedudukan di Semarang.
Di dalam kongres SI tanggal 6-10 Oktober 1921, pertentangan semakin memuncak.
Agus Salim dan Abdul Muis mendesak agar segera dilakukan disiplin partai, yaitu
melarang keanggotaan rangkap. Namun, Tan Malaka meminta agar peraturan
disiplin partai itu tidak diterapkan bagi PKI karena perjuangan Islam sejak awal
telah bersama-sama komunis. Disiplin partai diterima di dalam kongres dengan
suara mayoritas sehingga langkah untuk mengakhiri penyusupan PKI ke dalam
tubuh SI berhasil.
Sebuah Rapat Sarekat Islam
Pada tahun 1922, terjadi pemogokan secara besar-besaran yang melibatkan PKI dan
SI. Akibatnya, Abdul Muis, Tan Malaka, dan Bergsma ditangkap dan diasingkan
sehingga muncul kekosongan kepemimpinan pada tubuh PKI. Semaun segera
mengambil alih kepemimpinan dalam PKI. Ia berusaha memperbaiki hubungan
dengan SI. Akan tetapi, usaha tersebut gagal karena pada bulan Februari tahun 1923,
di Madiun, Cokroaminito mempertegas aturan disiplin organisasi SI.
PKI tumbuh menjadi partai politik dengan jumlah masa yang besar. Akan tetapi
jumlah anggota intinya sedikit sehingga kurang dapat mengontrol dan menanam
disiplin kepada anggotanya. Akibatnya, pada akhir tahun 1924 beberapa cabang
Sarekat Rakyat di daerah-daerah menjalankan aksi terornya sendiri-sendiri. Hal itu
menyebabkan munculnya antikomunis di masyarakat Islam dan menimbulkan
tindakan tegas dari pemerintah Belanda. Pada Desember 1924 di Yogyakarta, para
pemimpin PKI berinisiatif untuk melebur Sarekat Rakyat dalam PKI.
PKI di Batavia
Di Sumatra, pemberontakan meletus pada tanggal 1 Januari tahun 1927 dan dalam
tiga hari, pemberontakan ini dapat dihentikan. Akhirnya, puluhan ribu pengikut PKI
ditangkap dan dipenjarakan. Ada juga yang dibuang ke daerah lain seperti Papua,
Tanah Merah, dan Digul Atas. Sejak pemberontakan itu, organisasi pergerakan
nasional Indonesia juga ikut merasakan imbasnya. Mereka mengalami penindasan
oleh pemerintah Belanda sehingga sama sekali tidak dapat bergerak.
Hampir sepuluh tahun kemudian, Komintern mengirimkan Musso pada bulan April
1935. Dengan bantuan Joko Sujono, Pamuji, dan Achmad Sumadi mendirikan PKI
ilegal. Musso dikirimkan untuk menjalankan kebijakan baru yang bernama Doktrin
Dmitrov. Georgi Dmitrov adalah sekretaris jenderal Komintern tahun 1935-1945.
Isi doktrin adalah gerakan komunis harus bekerja sama dengan kekuatan manapun
juga. Sehubungan dengan doktrin tersebut, Musso beranggapan bahwa pemerintah
kolonial dapat melunakan sikapnya terhadap kaum Komunis Indonesia. Tetapi,
harapan itu tidak terealisasi sampai Jepang datang ke Indonesia. Bahkan, pada
tahun 1936 Musso sudah meninggalkan indonesia lagi.
Musso
Akhirnya, kegiatan komunis Indonesia disalurkan melalui Gerakan Rakyat
Indonesia (Gerindo) yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin.
Amir Syarifuddin
Sumber lain:
http://vivaciousky.blogspot.com/2012/03/sosialis-isdv-yang-melahirkan-pki.html