Anda di halaman 1dari 11

Sistem Pemerintahan Indoneasia

Pada Masa Kolonial Belanda

PerundangUndangan dan Sistem Pemerintahan

Disusun Oleh:

Tio Afif Marwan


2A / (14.01.027)
DIV Transportasi Darat
Sekolah Tinggi Transportasi Darat
2015

Hindia Belanda
Koloni Belanda

18001942
19451949 [a]

Bendera

Lambang

Peta Hindia Belanda yang menunjukkan


wilayahnya dari tahun 1800 hingga
pendudukan Jepang tahun 1942.
Ibu kota

Batavia
Jakarta)

Bahasa

Indonesia
Belanda
Bahasa
Indonesia

Agama

Islam
Protestan
Katolik
Hindu
Buddhism

Pemerintahan

Pemerintahan
kolonial

Gubernur Jenderal

(sekarang

Asli

18001801
(pertama)

Pieter
G.
Overstraten

1949 (terakhir)

A.H.J. Lovink

van

Sejarah
-

Masa VOC

16031800

Nasionalisasi
VOC

1 Januari 1800

Pendudukan
Jepang[1]

Februari 1942
Agustus 1945

Proklamasi
Kemerdekaan
Indonesia

17 Agustus 1945

Belanda
mengakui
kedaulatan
Indonesia

27 Desember 1949

Populasi
-

Perk. 1930

Mata uang

60,727,233
Gulden
Belanda

Hindia

Sekarang bagian dari Indonesia


^ Diduduki tentara Jepang antara tahun
1942 hingga 1945, yang diikuti oleh
Revolusi Nasional Indonesia hingga
a. tahun 1949. Indonesia menyatakan
kemerdekaannya pada 17 Agustus
1945. Nugini Belanda diserahkan
kepada Indonesia pada tahun 1963.

Peta wilayah Kerajaan Kolonial Belanda termasuk daerah jajahannya.

Hindia Belanda (bahasa Belanda: Nederlands(ch)-Indi) adalah sebuah wilayah koloni


Belanda yang diakui secara de jure dan de facto. Kepala negara Hindia Belanda adalah
Ratu atau Raja Belanda dengan seorang Gubernur-Jendral sebagai perwakilannya yang
berkuasa penuh.
Hindia Belanda juga merupakan wilayah yang tertulis dalam Undang-undang Kerajaan
Belanda tahun 1814 sebagai wilayah berdaulat Kerajaan Belanda, diamandemen tahun
1848, 1872, dan 1922 menurut perkembangan wilayah Hindia Belanda.
Hindia Belanda dahulu kala adalah sebuah jajahan Belanda, sekarang disebut Indonesia.
Jajahan Belanda ini bermula dari properti Vereenigde Oostindische Compagnie (atau
VOC) yang antara lain memiliki Jawa dan Maluku serta beberapa daerah lain semenjak
abad ke-17. Setelah VOC dibubarkan pada tahun 1798, semua properti VOC menjadi
milik pemerintah Republik Batavia.
Pada abad ke-19 hanya pulau Jawa yang secara keseluruhan milik Belanda. Lalu pada
tahun-tahun selanjutnya semua daerah lain di Nusantara ditaklukkan atau
dipasifikasikan (didamaikan). Hindia Belanda adalah salah satu koloni Eropa yang
paling berharga yang termasuk dalam kekuasaan Imperium Belanda.[2] Penguasaan atas
koloni ini turut menyumbang kepada semakin kuatnya pengaruh ekonomi global
Belanda, terutama dalam perdagangan rempah dan komoditas perkebunan lainnya,
dalam abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Pada puncaknya pada tahun 1942, Hindia
Belanda meliputi semua daerah Indonesia saat ini. Selain itu, kota Melaka, Taiwan, Sri
Lanka pernah dimiliki VOC dan pemerintah Belanda.
Perbatasan Hindia Belanda dengan negara tetangganya ditentukan dengan perjanjianperjanjian legal antara Kerajaan Belanda dengan Kerajaan Sarawak (protektorat Inggris
di bawah dinasti Brooke "the White Rajah"), Borneo Utara Britania (Sabah), Kerajaan
Portugis (Timor Portugis), Kekaisaran Jerman (Papua Nugini Utara), Kerajaan Inggris
(Papua Nugini Selatan).
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Belanda menentang
dan memerangi para pejuang kemerdekaan. Baru pada 27 Desember 1949, kedaulatan
Indonesia diakui. Papua bagian barat (Irian Jaya) masih dikuasai Belanda sampai tahun
1961.

Daftar isi

1 Etimologi

2 Sosial budaya

3 Olahraga

4 Referensi

5 Lihat pula

6 Pranala luar

Etimologi
Kata Hindia berasal dari bahasa bahasa Latin: Indus. Nama Hindia Belanda tercatat di
dokumen Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada awal tahun 1620-an.[3]
Sosial budaya
Pada tahun 1898, penduduk Jawa berjumlah 28.000.000 dengan yang lain tujuh juta di
pulau-pulau terluar Indonesia.
Paruh pertama abad ke-20, imigrasi besar-besaran dari Eropa Belanda dan lainnya untuk
koloni, mereka bekerja di sektor pemerintah atau swasta. Pada 1930, ada lebih dari
200.000 orang dengan status hukum Eropa di koloni itu.
Tingkat

Penduduk

Jumlah Penduduk

Persentasi

Pribumi

59.138.067

97,4%

Tionghoa

1.233.214

2,0%

Eropa

240.417

0,4%

Timur Asing

115.535

0,2%

Total

60.727.233

100%

Selama dan setelah hegemoni Belanda di seluruh kepulauan Indonesia, secara sistematis
menghilangkan perbudakan, pembakaran janda, perburuan kepala, kanibalisme,
pembajakan, dan peperangan. Orang Belanda membentuk kelas sosial istimewa yang
terdiri atas tentara, administrator, manajer, guru, dan perintis. Mereka hidup terkait
dengan subyek asli mereka, namun secara terpisah di bagian atas kasta rasial dan sosial
yang kaku mereka mendirikan masyarakat Hindia. Hindia Belanda memiliki tiga kelas
hukum warga:

Kelas Eropa

Kelas Pribumi/Bumiputera (bahasa Belanda: inlander)

Timur Asing (India, Pakistan, Arab) (bahasa Belanda: Vreemde Oosterlingen)


ditambahkan pada tahun 1920.

Pada tahun 1901, Belanda menerapkan apa yang mereka sebut Kebijakan Etis, suatu
kebijakan pemerintah kolonial yang memiliki tugas untuk memajukan kesejahteraan
rakyat Indonesia di bidang kesehatan dan pendidikan. Kebijakan baru lainnya termasuk
program irigasi, transmigrasi, komunikasi, mitigasi banjir, industrialisasi, dan
perlindungan industri asli. Meskipun lebih progresif dari kebijak
an sebelumnya, kebijakan kemanusiaan akhirnya tidak memadai. Sementara elit kecil
dari Indonesia sekunder dan tersier berpendidikan dikembangkan, mayoritas rakyat
Indonesia masih buta huruf. Sekolah Dasar didirikan dan resmi terbuka untuk semua,
tetapi pada 1930, hanya 8% anak usia sekolah mendapat pendidikan.
Industrialisasi secara signifikan tidak mempengaruhi mayoritas penduduk Indonesia,
dan Indonesia tetap menjadi koloni pertanian. Pada 1930, ada 17 kota dengan populasi
lebih dari 50.000 dengan jumlah penduduk gabungan 1,87 juta. Namun, reformasi
pendidikan, dan reformasi politik sederhana, menghasilkan elit kecil berpendidikan
tinggi Indonesia asli, yang mempromosikan ide yang independen dan Indonesia bersatu
yang akan menyatukan kelompok-kelompok adat yang berbeda dari Hindia Belanda.
Sebuah periode disebut Kebangkitan Nasional Indonesia, paruh pertama abad ke-20
melihat gerakan nasionalis mengembangkan kuat, tetapi juga menghadapi penindasan
Belanda.
Olahraga
Perkembangan olahraga Hindia Belanda yang paling dominan adalah di bidang sepak
bola, pada awal 1900-an berdiri klub-klub seperti Persija Jakarta dan Persib Bandung.
Momen yang paling fenomenal adalah ketika Tim nasional sepak bola Hindia Belanda
menjadi kontestan di Piala Dunia 1938 di Perancis. Mereka merupakan kontestan
pertama dari Asia. Sayangnya, mereka tersingkir di babak pertama setelah dikalahkan
oleh Tim nasional sepak bola Hongaria 0-6 di Stadion Velodrome Municipale, Reims,
Prancis
Referensi
1.

^ Friend (1942), Vickers (2003), Ricklefs (1991), Reid (1974), Taylor


(2003)

2.
3.

^ Jonathan Hart, Empires and Colonies, page 200


^ Dagh-register gehouden int Casteel Batavia vant passerende daer ter
plaetse als over geheel Nederlandts-India anno 16241629."bahasa Inggris: "The

official register at Catle Bavaria, of the census of the Dutch East Indies VOC.
1624.
Lihat pula

ar Penguasa Hindia Belanda

KNIL

Pranala luar
Sistem Pemerintahan pada Masa Kolonial
Sistem Pemerintahan pada Masa Kolonial Kedatangan bangsa-bangsa Barat ke
Dunia Timur, khususnya Indonesia telah memberikan banyak perubahan dalam berbagai
segi kehidupan bangsa. Sebagai contoh, sebelum kedatangan dan penguasaan bangsa
Barat di Indonesia, sistem pemerintahan, struktur birokrasi, dan sistem hukum yang
berlaku adalah sistem pribumi . Sistem pemerintahan yang dimaksud adalah sistem
pemerintahan berbentuk kerajaan atau kesultanan. Struktur birokrasi yang didominasi
oleh kekuasaan raja atau sultan, kemudian dibantu oleh orang-orang kepercayaan yang
berada di bawahnya, seperti Penasihat Kerajaan, Patih, Menteri, dan Panglima. Struktur
pemerintahan yang telah lama berjalan sebelum kedatangan kaum imperialis tersebut
merupakan suatu bentuk birokrasi yang menuntut ketaatan penuh dari bawahan (rakyat)
kepada atasan (raja / sultan dan para pembantunya), namun tidak menjadikan rakyat
terbebani. Sebaliknya, membentuk hubungan antara raja dengan rakyat yang dikenal
dengan nama patron-client. Patron memiliki hak yang lebih baik kedudukannya,
kebesarannya, kehormatannya dan segala hak-hak istimewanya. Sebaliknya client,
memiliki kewajiban untuk mengabdi, menghormati, dan taat kepada patron yang
dianggap sebagai pelindungnya. Patron ini biasanya sebagai atasan dan client sebagai
bawahan. Hubungan patron-client dapat diibaratkan hubungan bapak-anak. Jadi, raja
harus merasa dirinya sebagai bapak yang harus menaungi rakyatnya sebagai anak.
Kalaupun rakyat bekerja untuk raja, itu semata-mata bagian dari pengabdian anak
terhadap bapaknya. Keadaan itu mencerminkan sistem politik tradisional. Oleh karena
itu, secara umum dengan pola hubungan patron-client ini raja memiliki wibawa yang
tinggi dan rakyat berada dalam kehidupan yang sejahtera. Ketika kolonialisme dan
imperialisme masuk ke Indonesia, system pemerintahan tradisional tadi diganti oleh
sistem pemerintahan kolonial. Dalam sistem kolonial ini, pihak penjajah berperan
sebagai pihak yang menguasai dan menjajah, sementara pihak pribumi harus tunduk
atas segala peraturan yang diterapkan pihak kolonial. Hubungan patron-client tidak lagi
menggambarkan hubungan antara seorang ayah dan anak yang saling mengayomi, tetapi
lebih pada bentuk penguasaan satu pihak ke pihak lainnya. Dalam praktiknya
mengakibatkan kerugian di satu pihak (pribumi) dan keuntungan di pihak lain
(penjajah).
Sistem baru yang diterapkan oleh bangsa kolonialis tersebut, secara umum membawa
perubahan pada struktur masyarakat yang selama ini berlaku. Dalam kehidupan
kerajaan, sistem kolonial sangat merugikan bagi pembesar-pembesar yang selama ini

berkuasa. Meskipun sebagian jabatan dalam kerajaan ada yang masih dipertahankan,
namun tetap saja posisi kerajaan yang sebelumnya sebagai institusi paling atas harus
tunduk pada pemerintahan kolonial yang berkuasa saat itu. Kedudukan dan kewibawaan
raja digeser oleh penguasa baru yang berkulit putih. Abad ke-19 dan awal abad ke-20,
Indonesia sudah berada pada penguasaan bangsa Belanda. Oleh karena itu sistem
pemerintahan yang diterapkannya pun adalah sistem pemerintahan kolonial HindiaBelanda. Kekuasaan tertinggi saat itu dipegang dan diatur oleh pemerintahan kerajaan
Belanda. Namun demikian, dalam hal-hal tertentu Pemerintah Hindia-Belanda banyak
menggunakan jasa pihak pribumi. Dalam pelaksanaan struktur pemerintahan dari atas
ke bawah, Belanda menyusun bentuk pemerintah, yaitu:
1. Pemerintahan yang dipegang oleh kaum pribumi yang dinamakan dengan
Pangreh Praja (PP). Pejabat yang duduk dalam Pangreh Praja adalah Bupati,
Patih, Wedana, dan Asisten Wedana
2. Pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang Belanda yang disebut dengan
Binenland Bestuur (BB), antara lain Gubernur Jenderal, Residen, Asisten
Residen, dan Controleur
3. Pemerintahan Zelfbestuur yaitu kerajaan yang berada di luar struktur
pemerintahan kolonial.
Struktur Birokrasi Pemerintahan Hindia Belanda

Berdasarkan struktur birokrasi di atas, Asisten Residen setaraf dengan jabatan Patih,
Controleur setingkat dengan Asisten Wedana, dan Asisten Wedana setaraf dengan
Asisten Controleur. Bupati diangkat oleh Gubernur Jenderal atas rekomendasi dari
Residen dan Asisten Residen. Awalnya para bupati itu dipilih dan diangkat berdasarkan
keturunan, terutama diambil dari anak laki-laki pertama dalam keluarga, tetapi
kemudian sesuai dengan perkembangan kekuasaan pemerintahan kolonial,
pengangkatan bupati dilengkapi dengan beberapa persyaratan, terutama persyaratan
pendidikan.[gs]

Perkembangan Sistem Pemerintahan, Struktur Birokrasi, dan Sistem Hukum Pada Masa
Kolonial
Pemerintah Kerajaan Belanda setelah menerima kembali wilayah jajahannya dari
Inggris segera membentuk pemerintahan baru di Indonesia. Pemerintahan baru tersebut
dikenal sebagai pemerintahan Kolonial Hindia Belanda . Pemerintahan baru di
Indonesia dalam mengelola wilayahnya mengambil kebijakan sebagai berikut.
a. Sistem Birokrasi
Perombakan struktur birokrasi di Indonesia dimulai setelah pemerintah Kerajaan
Belanda memberlakukan konstitusi baru pada tahun 1848. Berdasarkan konstitusi
tersebut wilayah Hindia Belanda (Indonesia) perlu juga untuk menyusun undangundang pemerintahan, sistem keuangan, dan sistem audit yang disetujui Majelis
Perwakilan.
Pada tahun 1854 berhasil disusun undang-undang pemerintahan Hindia Belanda.
Parlemen Belanda baru mulai melakukan pengawasan terhadap Hindia Belanda pada
tahun 1868. Pemegang kekuasaan tertinggi di wilayah Hindia Belanda adalah seorang
gubernur jenderal. Di dalam menjalankan pemerintahan gubernur jenderal dibantu oleh
residen dan beberapa asisten residen. Reseden bertindak sebagai administratif
merangkap fungsi legislatif, yudikatif, dan fiskal. Residen bertugas sebagai pelaksana
administrasi pusat. Sedangkan asisten residen mengepalai bagian dari keresidenan yang
sejajar dengan kabupaten. Asisten residen menjalankan tugas-tugas residen, kecuali
kekuasaan peradilan (yudikatif). Di bawah asisten residen dikenal adanya kontrolir.
Tugas kontrolir adalah mengumpulkan berbagai keterangan dan melaksanakan perintah
dari
atas.
Di Jawa dikenal adanya kabupaten yang dipimpin oleh bupati yang dibantu oleh patih.
Wilayah kabupaten dibagi atas wilayah kawedanan yang dipimpin seorang wedana.
Wilayah kewedanan dibagi atas wilayah kecamatan yang dipimpin oleh seorang camat
atau asisten wedana. Susunan birokrasi tersebut dapat terwujud setelah van de Putte
melakukan
reorganisasi
pada
tahun
1874.
Berdasarkan reorganisasi tersebut, para pegawai pamong praja yang bertugas tidak lagi
berdasarkan ikatan daerah dan hak waris. Pemerintah kolonial Hindia Belanda mulai
menerapkan sistem kepegawaian di dalam menunjuk seseorang menjadi pegawai
pamong praja. Jabatan bupati yang pada masa van den Bosch masih merupakan hak
turun-temurun, sekarang mulai dipandang sebagai pegawai pemerintah kolonial Hindia
Belanda.
Berdasarkan surat edaran tahun 1867 telah dirumuskan tugas dan kewajiban para
pamong praja. Seorang residen mempunyai tugas dan kewajiban, antara lain :
menjalankan tugas melalui bupati mengawasi dan meringankan pekerjaan wajib

memperhatikan penanaman tanaman bahan pangan mendorong pendirian sekolah


pribumi. Sedangkan seorang bupati mempunyai tugas dan kewajiban. Antara lain :
mengawasi penanaman wajib, meneliti perjanjian antara penanaman dan pengusaha
Eropa, mencegah semua pembatasan otonomi desa, mengawasi sekolah pribumi,
membuat
daftar
guru-guru
agama.
Kedudukan bupati pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda makin merosot.
Hal itu tidak lain akibat proses maju ke arah pemerintahan langsung dengan
memperhatikan dualisme didalamnya. Menghapuskan ini berarti:
1. menghilangkan diskriminasi pada sistem birokrasi.
2. demokrasi yang berarti menghilangkan kedua golongan itu untuk mem- berikan
tempat pada pemimpin yang wajar. Ini semua berarti menghilangkan
kolonialisme itu sendiri.

b. Sistem Pemerintahan
Salah satu peletak dasar pemerintahan modern di Indonesia adalah Gubernur Jenderal
Daendels. Untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, Daendels
membagi wilayah tersebut menjadi sembilan perfectuure . Daendels juga menjadikan
para bupati sebagai pegawai sipil di bawah perintah perfect . Para bupati memperoleh
penghasilan dari tanah dan tenaga dari penduduk yang berada di dalam wilayah
kekuasaannya. Para bupati juga mendapat pangkat tertentu dalam hierarki umum
kepegawaian Belanda.

Dalam menegakkan keadilan, Daendels membentuk pengadilan keliling dan pengadilan


untuk pribumi (landdarecht) di setiap perfectuure . Ketua pengadilan keliling dijabat
para perfect dan para bupati sebagai anggota. Usaha memperbaiki sistem pemerintahan
masa Daendels terhenti setelah Inggris menguasai Indonesia. Meskipun akhirnya
wilayah Indonesia kembali menjadi jajahan Belanda, upaya memperbaiki sistem
pemerintahan
membutuhkan
waktu
lama.
Kewajiban mengatur pemerintahan di Indonesia dimulai kembali setelah pemerintah
Kerajaan Belanda mengeluarkan Undang-Undang Desentralisasi pada tahun 1930.
Perubahan dan perbaikan pemerintahan di Indonesia mulai berjalan setelah muncul
peraturan pembebasan dari perwalian (antvooqding) pada tahun 1922 dan keluarnya
sistem
pemerintahan
baru
(bestuurshervorming).
Berdasarkan Undang-Undang Desentralisasi, wilayah Indonesia dibagi menjadi
beberapa daerah yang disebut gouvernementen . Daerah tersebut dipimpin oleh seorang
gubernur . Pembentukan daerah gouvernementen dimulai dari Jawa yang diawali dari

daerah Jawa Barat (1926), Jawa Timur (1929), dan Jawa Tengah (1930). Pembenahan
sistem pemerintahan pun terus dilan- jutkan dengan menghapus Dewan Karesidenan.
Untuk mengatasi berbagai macam persoalan dan memudahkan segala urusan,
pemerintah kolonial membentuk berbagai departemen dan dinas. Departemen yang
dibentuk pemerintah kolonial Belanda, misalnya Departemen Pertanian (1904),
Departemen Industri dan Perdagangan (1911) yang sebelumnya pada tahun 1907
bernama Departemen Perusahaan-Perusahaan Negara. Adapun beberapa dinas yang
pernah dibentuk pemerintah kolonial Belanda, antara lain Dinas Pertanian, Dinas
Perdagangan, dan Dinas Peternakan.
c. Sistem Hukum
Seiring berubahnya sistem birokrasi dan pemerintahan, sistem hukum yang berlaku di
Indonesia pun mengalami perubahan. Gubernur Jenderal Daendels adalah peletak dasar
berubahnya sistem hukum di Indonesia. Apabila sebelumnya di Indonesia berlaku
sistem hukum tradisional, maka ketika Daendels berkuasa sistem hukumnya digantikan
dengan sistem hukum modern model Barat. Daendels selain memperkenalkan sistem
hukum modern juga memperkenalkan sistem pengadilan keliling dan pengadilan
pribumi
(landgerecht)
di
setiap
wilayah
(perfectuure).
Untuk mengawasi kinerja badan peradilan yang ada di Indonesia, pemerintah kolonial
Belanda membentuk pula lembaga Mahkamah Agung (Hog- Gerechtschof). Mahkamah
Agung menjadi lembaga yudikatif tertinggi di Indonesia. Mulai tahun 1848, Mahkamah
Agung memperoleh kewenangan mengawasi seluruh pengadilan di Pulau Jawa.
Pada tahun 1854, semua peraturan pemerintah yang berawal dari raja, putra mahkota,
dan gubernur jenderal berlaku sebagai undang-undang yang wajib dipatuhi semua warga
negara Belanda dan penduduk tanah jajahan. Beberapa undang-undang yang pernah
berlaku di Indonesia, antara lain sebagai berikut.
1. Comptabilities Wet ditetapkan pada tahun 1864. Undang-undang ini mengatur
penetapan anggaran belanja Indonesia.
2. Agrarische Wet ditetapkan pada tahun 1870. Undang-undang ini mengatur

sistem sewa tanah dan penjaminan kepemilikan tanah di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai