NIM : 1811020036 Kelas : 4-SPI B Mata Kuliah : Sejarah Indonesia Abad ke-17-18 Pengampu : Dra. Yulniza M.Ag.
HEGEMONI PERDAGANGAN VOC DI NUSANTARA (HEGEMONI VOC DI
MALUKU)
Maluku diberi nama sebagai “kepulauan rempah-rempah” oleh penulis-penulis barat
pada masa abad pertengahan. Rempah-rempah ini seperti cengkeh yang banyak terdapat di lima pulau kecil Maluku yaitu di Ternate, Tidoer, Moti, Makian, dan Bacan. Dengan adanya rempah-rempah, Maluku juga mengadakan hubungan dagang dengan dunia luar seperti China yang telah melakukan pelayaran ke Maluku melalui Manila di abad ke-13. Pada abad 15, Portugis dibawah Henry mencari sumber asal cengkeh ini melalui jalur laut, namun gagal. Setelah itu, Vasco da Gama melakukan pencarian yang sama dan berhasil mencapai India. Tetapi, sebegitu jauh, ia belum berhasil memperoleh rempah-rempah Maluku. Portugis kemudian menempatkan Raja Mudanya di sini. Sementara orang Italia yang mencoba berlayar ke India melalui Laut, juga menemui kegagalan. Tahun 1512, terjadi konflik di Maluku, baik antar kerajaan maupun dengan orang Eropa. Ini dikarenakan kehendak untuk memperebutkan rempah-rempah dan hak atas monopoli perdagangan. Di tahun 1613, VOC datang dan menghancurkan Portugis dan Spanyol dengan dikirimkannya dua kapal perang „der Veer‟ dan kapal „de Halve Maen‟. Belanda membantu ternate untuk mengusir Portugis dari Maluku dan juga menjalin kerjasama dagang rempah- rempah. Di tahun 1608, Spanyol membentuk pasukan dengan Tidore untuk menduduki Jailolo, Sahu, dan Gamkonora. Gubernur Spanyol di Manila, Don Juan de Silva juga ingin membebaskan mantan sultan Ternate, Saidi, dan menjadikannya penguasa kembali di Ternate dengan tujuan untuk membuat keretakan hubungan antara Belanda dengan Ternate. Namun, kedudukan Spanyol sangat lemah sehingga Gubernur Spanyol menarik pasukannya dari Maluku. Maka dengan perginya Spanyol, Belanda berhasil membuat Tidore untuk menandatangani perjanjian tentang hak monopoli atas rempah-rempah pada 1667. Perjanjian yang sama juga dibuat dengan Bacan. selalu menekankankan pemberian hak monopoli rempah-rempah kepada Kompeni, juga mendesakkan hak Kompeni untuk memberikan persetujuan pada setiap pergantian sultan di kesultanan-kesultanan tersebut. Perjanjian ini juga berisi tentang larangan hubungan dagang Maluku dengan kekuasaan asing tanpa izin kompeni. Di tahun 1676, perjanjian Ternate dengan kompeni ditandatangani di Batavia, yang isinya bahwa Ternate harus melepaskan kekuasaannya atas pulau Buru, Ambalau, Buano dan Kelang. Karena tekanan kompeni, Tidore mengumumkan kedaulatan kompeni, sehingga Kaicill Nuku memisahkan diri dan mulai memberontak. Perusahaan pelayaran Hindia Belanda yang telah melayani perjalanan secara rutin dengan rute Batavia-Pontianak-Sambas sejak 1860 adalah Cores de Vries. Perusahaan ini ditunjuk sebagai mitra pemerintah untuk menghubungkan rute ke sejumlah „pelabuhan bebas‟ di wilayah Timur Besar (Sulawesi dan Maluku).