Anda di halaman 1dari 19

KEHIDUPAN SOSIAL-BUDAYA : MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN

MAKALAH

Ditulis untuk memenuhi sebagian


tugas mata kuliah Antropologi

OLEH KELOMPOK 4
Silfany Aprilla Yenti (1811020036)
Agil Hari Yetmi (1811020053)
Naufal Ihsan Edward (1811020056)

Dosen Pengampu
Lisna Sandora, S.Sos., M.Pd.

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL
PADANG 1441 H / 2019 M
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kehidupan sosial-budaya atau dapat disebut juga dengan manusia dan
kebudayaan, sangat sering dibahas pada kategori ilmu-ilmu sosial seperti
sosiologi, antropologi budaya, ilmu politik dan pemerintah, filsafat, psikologi,
sejarah, maupun dalam sastra dan bahasa.
Dalam kehidupan masyarakat, gejala-gejala sosial dan gejala-gejala budaya
hampir selalu, atau bahkan selalu, saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga
gejala-gejala dan kebiasaan-kebiasaan sosial tidak bisa dipisahkan dari gejala-
gejala dan kebiasaan-kebiasaan budaya, demikian pun sebaliknya. Bahkan,
seringkali tidak mudah orang melihat suatu gejala atau peristiwa itu gejala atau
peristiwa sosial atau budaya, sistem-sistem sosial tidak bisa dipisahkan secara
tegas dari sistem-sistem budaya, sehingga persoalan konseptual mengenai sistem
sosial dan sistem budaya lebih memadai apabila dilakukan dalam satuan
pembahasan sehingga kita mengenal sistem-sistem sosial-budaya (socio-cultural
systems).

B. Rumusan Masalah
a. Apa itu masyarakat?
b. Apa saja tipe-tipe masyarakat?
c. Bagaimana prinsip pengelompokkan dalam masyarakat?
d. Apa itu kelompok etnik?
e. Apa itu kebudayaan dan apa saja unsur-unsurnya?
f. Apa saja struktur kebudayaan itu dan nilai-nilai apa yang dianut
manusia?
g. Bagaimana sistem budaya dan sistem sosial

C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui apa yang disebut dengan masyarakat.
b. Untuk mengetahui tipe-tipe masyarakat.
c. Untuk mengetahui prinsip pengelompokkan dalam masyarakat.
d. Untuk mengetahui apa itu kelompok etnik.
e. Untuk mengetahui apa itu kebudayaan dan apa saja unsur-unsurnya.
f. Untuk mengetahui struktur kebudayaan itu dan nilai-nilai apa yang
dianut manusia.

1
BAB II
PEMBAHASA
N

A. Pengertian Masyarakat
Masyarakat (community)
Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin
socius yang berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata
Arab syaraka yang berarti “ikut serta dan berpartisipasi”. Masyarakat adalah
sekumpulan manusia saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling
“berinteraksi”.1
Menurut Linton. Seorang antropologi mengemukakan bahwa masyarakat
adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama
sehingga dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai
satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
J.L Gillin dan J.P Gillin berpendapat bahwa masyarakat adalah kelompok
manusia terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan
persatuan yang sama.
Sedangkan Maclver mengatakan bahwa masyarakat adalah satu sistem cara
kerja dan prosedur, dari otoritas dan saling membantu yang meliputi kelompok-
kelompok dan pembagian-pembagian sosial lain, sistem pengasan tingkah laku
manusia dan kebebasan, sistem yang kompleks dan selalu berubah, atau jaringan
relasi sosial.2
Roucek dan Waren berpendapat bahwa “ masyrakat adalah sekelompok
manusia yang memiliki rasa kesadaran bersama, mereka berdiam (bertempat
tinggal) dalam daerah yang sama, sebagian besar atau seluruh warganya
memperlihatkan adanya adat kebiasaaan serta aktifitas yang sama pula.3
Sekelompok manusia yang bersama tadi dapat menjadi suatu masyarakat
jika memiliki ikatan yang khusus yaitu adat – istiadat yang khas. Secara rinci, ciri-
ciri masyarakat antara lain sebagai berikut:
a) Adanya interaksi sosial antar sesama warga.
b) Adanya identitas yang kuat dan mengikat semua warga.
c) Adanya ikatan yang kas seperti norma adat-istiadat.
d) Adanya pola- pola prilaku yang berkesinambungan.
Suatu masyarakat tidak terjadi begitu saja 4 , tetapi sebelum menjadi
masyarakat harus diawali dengan adanya sekelompok manusia yang banyak, yang
telah mempunyai tempat tinggal di suatu daerah tertentu, dalam waktu yang lama,

1
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2009), hlm. 116
2
Beni Ahmed Saebani, Pengantar Antropologi, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 137
3
John Monaghan & Peter Just, Antropologi Sosial dan Budaya, (Medan: Bina Media Perintis,
2008), hlm. 51
4
Hasim, Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Informasi, dalam jurnal Studi Komunikasi dan
Media, Jilid 15, vol. 1, Jakarta, 2013, hlm. 13
dan memiliki aturan-aturan yang mengatur kepentingan bersama. Maka setelah
terdapat hal-hal tersebut kemudian barulah timbul suatu masyarakat.
Faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya suatu masyarakat antara lain:
a) Keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar biologis, seperti sandang,
pangan dan papan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut diperoleh melalui kerja
sama dalam hidup berkelompok dalam masyarakat
b) Keinginan untuk bersatu dengan manusia lain dalam memenuhi berbagai
kebutuhan hidupnya.
c) Keinginan untuk bersatu dengan lingkungan hidupnya.
d) Keinginan manusia untuk mengembangkan keturunan melalui keluarga
yang merupakan kasatuan masyarakat yang kecil.
e) Kecenderungan sosial manusia, yaitu seluruh semua tingkah lakunya
yang berkembang melalui interaksi sosial dengan sesama manusia.

Jadi, dari defenisi diatas tadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah :
a) Manusia yang hidup bersama.
b) kumpulan individu yang berinteraksi dalam waktu yang cukup lama.
c) Adanya kesadaran anggotanya sebagai satu kesatuan anggota masyarakat.
d) Suatu sistem kehidupan bersama yang menciptakan suatu kebudayaan.

Menurut Linton, suatu faktor penting dalam pembentukan masyarakat dari


kelompok individu itu, yaitu faktor waktu. Waktu inilah yang memberikan
kesempatan kepada individu untuk bekerja sama dan menemukan pola-pola
tingkah laku dan sikap yang bersifat timbal balik, dan menemukan pola-pola
tingkah laku dan sikap yang bersifat timbal balik, dan menemukan teknik-teknik
hidup bersama. Dengan adanya aktu yang cukup lama, timbullah syarat-syarat
yang perlu dimiliki oleh tiap-tiap masyarakat, yaitu adanya proses adaptasi dan
organisasi perilaku para anggota kelompok, sehingga timbullah kesadaran
berkelompok. Eksistensi masyarakat timbul oleh adanya interaksi sosial, yang
menurut Park dan Burgess dapat dianalisis sebagai proses sosial. Interaksi sosial
itu, dapat dikalsifikasikan dalam beberapa kategori, yaitu:
1. Komunikasi,
2. Konflik,
3. Kompetisi,
4. Akomodasi,
5. Asimilasi,
6. Kooperasi5
Menurut Mario Levi unsur-unsur masyarakat menurut pemikiranya adalah
masyrakat terdiri dari empat kreteria yang harus dipenuhi agar sebua kelompok
dapat disebut sebagai suatu masyrakat:

5
Beni Ahmed Saebani, Pengantar Antropologi..., Op.cit, hlm. 138-139
1) Kemampuan bertahan yang melebihi masa hidup seseorang angotanya
2) Perekkrutan seluruh atau sebagian angotanya melalui reproduksi atau
kelahiran.
3) Adanya sistim tindakan utama yang bersifat swasembada.
4) Kesetian pada suatu sistem tindakan utama secara bersama-sama

Edwar shilis berpendapat bahwa kriteria masyarakat adalah, masyarakat


pada aspek pemenuhan kebutuhan sendiri yang dibaginya dalam tiga komponen
yaitu pengaturan,reproduksi sendiri, dan penciptaan diri. Dari bernagi rumusan
masyarakat tersebut dapat kalian artikan bahwa masyarakat secara sesiologi
mempunyai makna khusus yang berbeda dengan pengunaan kata sehari-hari karna
tidak semua kumpulan manusia di suatu tempat disebut masyarakat.6
Interaksi sosial merupakan dasar adaptasi, karena sifat-sifat biologisnya
yang khusus, manusia tidak dapat hidup menyendiri dan bergantung hidupnya
kepada orang lain. Dasar interaksi sosial adalah komunikasi, yaitu proses
penerusan dan penerimaan dari stimulus simbolis dengan jalan bercakap-cakap,
gerakan, dan tanda-tanda lain.
Komunikasi antarindividu diperlukan untuk menyusun organisasi
masyarakat, meskipun komunikasi dapat menimbulkan suasana pertentangan dan
peruncingan terjadilah konflik. Perang dan revolusi merupakan bentuk destruktif
dari konflik. Apabila kekuatan-kekuatan yang berhadap-hadapan dalam konflik
itu bersifat inpersonal terjadilah kompetisi. Didalam satu kompetisi, para anggota
yang berhadap-hadap mengadakan interkasi tanpa antagonisme pribadi. Kompetisi
diadakan antara kelompok perkumpulan, atau anterkelas. Didalam suasana konflik
akhirnya orang dapat mencapai penyelesaian yang bersifat terpaksa karena
keduanya kehabisan tenaga. Dalam hubungan ini pula, kedua pihak yang
berlawanan tersebut tersadar bahwa tidak ada jalan lain kecuali perdamaian. Inilah
yang disebut akomodasi.
Dalam bermasyarakat, terdapat upaya pengorganisasian kepentingan-
kepentingan perseorangan, pengaturan sikap orang yang satu terhadap yang lain,
dan pemusatan orang dalam kelompok tertentu untuk melakukan tindakan
bersama. Relasi-relasi sosial yang timbul dari hidup bermasyarakat dilihat sebagai
satu rencana atau sistem yang dinamakan struktur sosial. Struktur sosial
masyarakat meliputi beragam tipe kelompok yang terjadi atas orang-orang dan
lembaga.
Menurut R. Firth, selain adanya organisasi masyarakat dan struktur sosial,
dalam masyarakat terdapat bagian yang merupakan unsur penting bagi eksistensi
sosialnnya. Bagian itu adalah; (1) social alignment, (2) social controls, (3) social
media, (4) social standars.

6
Atik Catur Budiati, Sosiologi Konstektual, (Jakarta: Mediatama, 2009), hlm. 13

4
Pada social alignment terdapat struktur sosial dalam arti sempit yang
mengelompokkan manusia berdasarkan pekerjaannya, tingkat kedudukannya,
kedudukan hierarki ritualnya, serta penggolongan dan pengaturan orang
berdasarkan status sosialnya. Jadi social alignment pada prinsipnya mengatur
kumpulan manusia didalam masyarakat.
Pada kehidupan masyarakat terdapat social control yang berfungsi mengatur
masyarakat dan sistem serta prosedur yang mengatut kegiatan dan tindakan
anggota masyarakat. Seluruh sistem berfungsi sebagai pengawas sosial. Pengawas
sosial meliputi sistem ilmu pengetahuan, ilmu teknik empiris yang digunakan oleh
manusia untuk mengelola lingkungannya, dan pengetahuan non empiris yang
mengatur sikap dan kelakuan magis atau keagamaan, termasuk etika, sistem
hukum, moralitas, ritual, dan mitologi.
Social media adalah landasan materiil dalam melakukan satu kegiatan dan
landasan lain untuk mengadakan komunikasi. Ada dua kebutuhan dalam social
media, yaitu benda dan bahan materiil, serta bahasa. Benda dan bahan materiil
berupa perkakas dan alat-alat transportasi. Adapun bahasa adalah media sosial
manusia untuk menyatakan pikiran dan perasaannya. Bahasa dan alat-alat materiil
menyebabkan relasi sosial dapat dijalankan didalam masyarakat.
Social standard adalah ukuran-ukuran sosial yang digunakan sebagai kriteria
untuk memiliki dan menyeleksi satu sikap dan merupakan penilaian pelaksanaan
tugas yang dijalankan dengan efektif. Dalam social standards terkandung nilai
sebagai ekspresi kegiatan sosial. Nilai adalah kualitas yang diberikan kepada
objek yang berguna dalam melakukan cara mencapai tujuan. Nilai-nilai itu berupa
nilai-nilai teknologis, ekonomis, moral, ritual, estetis, dan asosional.7

B. Tipe-Tipe Masyarakat
Terdapat 2 tipe masyarakat, yaitu: (1) masyarakat sederhana, yang belum
kompleks, belum mengenal pembagian kerja, belum mengenal tulisan dan
teknologinya masih sederhana, masyarakat yang struktur dan aspek-aspeknya
masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan; (2) masyarakat kompleks, yang
sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang karena ilmu
pengetahuan modern, sudah mengenal tulisan dan teknologi sudah maju.
Dalam sejarah antropologi, masyarakat sedehana itu menjadi objek utama
penyelidikan antropologi, sedangkan masyarakat kompleks merupakan objek
penyelidikan sosiologi. Pada dasarnya, ruang lingkup penyelidikan antropologi
dan sosiologi tidak mempunyai batas-batas yang jelas. Tapi dalam
penyelidikannya terdapat perbedaan. Antropologi sosial mengarahkan
penelitiannya ke daerah perkotaan, sedangkan sosiologi meluaskan studinya ke
daerah perdesaan.

7
Beni Ahmed Saebani, Pengantar Antropologi..., Op.cit, hlm. 140

5
Dalam perkembangan penelitian ilmiah mengenai masyarakat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antarmanusia yang abstrak, yang mengatur dan
membina tingkah laku anggota masyarakat. Hubungan antarmanusia disebut
struktur sosial. Anggota masyarakat bersikap dan bertindak sesuai status yang
manifestasinya tampak dalam pelaksanaan perannya. Setiap tingkah laku anggota
dibatasi oleh status masing-masing didalam kelompok sosial serta lapisan yang
terdapat dalam masyarakat.
Didalam masyarakat terdapat pengertian pokok mengenai struktur sosial,
pranata sosial, status dan peranan, dan prinsip-prinsip pengelompokan didalam
masyarakat.

1. Struktur Sosial
Menurut pengertian umum, struktur dapat diartikan sebagai konstruksi,
rangkaian atau susunan dari berbagi substansi yang ada didalamnya, namun tidak
sekedar bertumpuk dari atas ke bawah atau kepinggir tetapi juga menyebar
menurut tempatnya masing-masing; biasanya konsep struktur ini dipakai dalam
peristilahan teknik, hanya karena untuk lebih mempermudah pemahaman tetang
gejala-gejala sosial, walaupun sebenarnya abstrak, konsep ini dipakai juga dalam
peristilahan sosial.
Dalam Antropologi sosial, konsep tentang struktur sosial dipergunakan
sebagai sinonim dari organisasi sosial, dan terutama dipergunakan dalam analisa
terhadap masalah kekerabatan, lembaga politik, dan lembaga hukum dari
masyarakat yang sederhana.
Keesing (1992) mengatakan bahwa struktur sosial adalah organisasi
kelompok atau masyarakat dilhat sebagai strruktur kedudukan dan peranan;
abstraksi formal dari hubungan –hubungan sosial yang berfungsi dalam
komunitas. Sedangkan Fortes (1949) berpendapat bahwa konsep struktur sosial
diterapkan pada setiap totalitas yang terbit, seperti misalnya, lembagalembaga,
kelompok, situasi, proses dan posisi sosial. Dilihat dari sudut pandang tertentu
Fortes berpendapat bahwa struktur sosial itu bukan hanya merupakan suatu aspek
dari kebudayaan, tetapi merupakan seluruh kebudayaan itu sendiri. 8
Dalam kepustakaan antropologi ada dua istilah yang erat hubungannya
dengan studi mengenai masyarakat yang sering dicampuradukkan, yaitu
pengertian organisasi sosial dan struktur sosial. Struktur sosial merupakan
pedoman bagi tingkah laku manusia. Konsep struktur sosial mengandung
pengertian, “orderd relation of parts to a whole, with the arrangement in which
the elements of the social life are linked together”.9
Adapun organisasi sosial terdiri atas kata organisasi dan sosial. Organisasi
adalah manusia yang mengerjakan usaha atau pekerjaan yang terlebih dahulu
8
Syarif Moeis, Struktur sosial: Kelompok dalam Masyarakat, dalam artikel Struktur dan Proses
Sosial, FPIPS UPI Bandung, 2008, hlm. 2
9
Beni Ahmed Saebani, Pengantar Antropologi..., Op.cit, hlm. 142
direncanakan. Hal tersebut merupakan satu proses sosial, pengaturan aksi yang
diatur secara berturut-turus dan dengan tujuan sosial yang diseleksi. Dalam
pengaturan aksi yang disusun secara berturut-turut terkandung unsur lama-
singkatnya pekerjaan dilakukan atau terkandung unsur waktu. Organisasi sosial
menginginkan adanya unsur-unsur perwakilan dan pertanggungjawaban. Konsep
organisasi sosial itu penting untuk memahami masalah perubahan sosial.
Organisasi sosial merupakan “the systematic ordering of social relation by acts of
choice and decision.”
Menurut Radcliffe-Brown pada tema kepresidenannya dari Royal
Anthropological Institute, tugas anthropological social adalah:
1. Menulis secara teliti tentang kerja struktur sosial pada berbagai tempat
didunia. Penulisan mengenai lembaga-lembaga itu harus dikerjakan dengan
memerhatikan fungsinya dalam struktur sosial,
2. Mengadakan klasifikasi yang sistematis tentang fenomena sosial dengan
istilah-istilah yang pasti,
3. Mengemukakan hukum-hukum umum yang menjadi dasar dari fenomena
sosial dengan menggunakan metode ilmu pengetahuan alam.
Radcliffe-Brown berpendapat bahwa struktur sosial dalam masyarakat
berada di belakang aktivitas individu di dalam masyarakat. Artinya struktur sosial
harus diabstraksikan dengan cara induksi dari kenyataan-kenyataan kehidupan
kemasyarakatan yang konkret.
Penyelidikan struktur sosial bertujuan memahami relasi-relasi sosial dengan
pertolongan model. Hal ini karena tidak mungkin orang dapat membayangkan
relasi-relasi sosial diluar kerangka umum, yaitu kerangka “waktu” dan “ruang”,
yang figunakan untuk menempatkan relasi-relasi sosial. Dimensi ruang dan waktu
terdiri atas “ruang sosial” dan “waktu sosial” yang maksudnya dimensi ruang dan
waktu tidak mempunyai sifat-sifat yang terdapat di luar ruang sosial dan waktu
sosial. Sifat ini diambil dari fenomena sosial.10

2. Pranata-Pranata Sosial
Pranata sosial adalah lembaga sosial yang merupakan perbuatan, cita-cita,
sikap, dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sikap kekal serta yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. 11 Menurut
Koentjaraningrat, lembaga sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan
yang berpusat kepada aktivitas untuk memenuhi kompleksitas kebutuhan khusus
dalam kehidupan manusia.12
J.O Hertzler mengatakan bahwa pranata sosial adalah suatu konsep yang
kompleks, dan sikap-sikap yang berhubungan dengan pengaturan hubungan antar

10
Ibid, hlm 143-144
11
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), cet. 43, hlm.
173
12
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1980), hlm. 75
manusia tertentu yang tidak dapat dihindarkan, karena telah terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan elementer individual, kebutuhan-kebutuhan sosial yang
wajib, dan tujuan-tujuan sosial yang penting. Konsep itu berbentuk keharusan,
kebiasaan, tradisi, dan peraturan. Pranata sosial merupakan satu struktur. Semua
kebudayaan tersusun dalam pranata sosial, yang merupakan respons yang
diformalisasikan dan di sistematiskan dari segala kebutuhan hidup.
Pranata sosial dapat dikatakan sebagai suatu adat kebiasaan dalam
kehidupan bersama yang mempunyai sanksi yang disistematisasikan dan dibentuk
oleh kewibawaan masyarakat.
Sifat-sifat umum pranata sosial yaitu:
1. Berfungsi sebagai satu unit di dalam sistem kebudayaan yang
merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
2. Mempunyai tujuan yang jelas.
3. Kedudukannya relatif tetap dan kukuh.
4. Pranata sosial melakukan fungsinya dengan mempergunakan hasil-hasil
kebudayaaan materil
5. Pranata sosial mempunyai tradisi tulisan dan lisan yang jelas.
Berdasarkan tipenya, pranata sosial dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
yaitu :
1. Crescive institutions dan enacted institutions.
2. Basic institutions dan subsidiary institutions.
3. Approved atau social sanctioned institutions dan unsanctioned
institutions.
4. General institutions dan restricted institutions
5. Operative institutions dan regulative institutions.

3. Status Sosial
Status sosial adalah lokasi atau posisi seseorang dalam sistem sosial yang
hierarkis, yang sekaligus menentukan peran sosial seseorang. Lokasi atau posisi
dalam strata sosial berbeda-beda, tergantung pada hak dan kewajiban, serta
biasanya ditentukan pula oleh gaya hidup dan pola konsumsi seseorang.
Perbedaan posisi tersebut menggambarkan perbedaan status. Pada gilirannya,
posisi tertentu bernilai sosial tinggi dan posisi yang lain rendah. Masyarakat pada
umumnya mengejar posisi yang bernilai sosial tinggi untuk mendapat
penghargaan, penghormatan, dan respek dari masyarakat banyak.
Dalam masyarakat terdapat dua macam status, ascribed status dan achieved
status. ascribed status adalah status yang dimiliki oleh seseorang tanpa
menggunakan potensi intelektualnya. Sedangkan achived status adalah status yang
didapatkan seseorang karena diusahakan untuk mendapatkan status tersebut.
Ascribed status yang universal adalah ascribed status berdasarkan pada faktor
seksual, umur, dasar kekerabatan, serta faktor ras.13

13
Beni Ahmed Saebani, Pengantar Antropologi..., Op.cit, hlm. 149-150
Pada negara demokratis, seseorang dinilai berdasarkan achieved statusnya,
faktor ascribed tidak berlaku lagi. Tapi jika terjadi faktor diskriminasi seperti
diskriminasi ekonomi, politik dan sosial, atau diskriminasi perbedaan ras, itu akan
menjadi masalah yang serius. Maka dari itu, disusunlah satu teori mengenai
perbedaan ras yang membawa perbedaan sosiokultural, perbedaan psikologis dan
intelektual, sehingga ada suatu rasionalisasi untuk mempertahankan status quo
tersebut. Pada masyarakat modern, status dilihat dari achieved status-nya, dengan
kata lain, jabatan, karier, dan peranan sosialnya menentukan kehormatan dan
martabat seseorang tersebut. Tapi ketika semua itu selesai, bisa saja orang itu
hanya dipandang sebelah mata saja oleh masyarakat disekitarnya.

C. Prinsip Pengelompokkan dalam Masyarakat.


Antropolog dan sosiolog sepakat bahwa pengelompokan masyarakat dibagi
menjadi dua jenis, pengelompokkan sosial yang kecil dan pengelompokkan sosial
atas dasar kepentingan. Keduanya memiliki ciri-ciri yang berbeda, tetapi terdapat
substansi yang sama, yaitu menyatukan tujuan bersama dan mengejar tujuan
melalui kerja sama yang sinergis.
Pada kelompok sosial yang kecil, seperti keluarga, kualitas interaksinya
lebih mudah dan anggota keluarga dapat berhadapan secara langsung. Sedangkan
kelompok sosial yang besar, hubungan antarmanusia tidak selalu mudah dan
berjalan langsung, negara misalnya. Hubungan antarmanusia dapat dilakukan atas
dasar kepentingan, seperti kelompok politik, kepentingan ekonomi, dan
kepentingan kerjasama antar negara.
Kelompok sosial dapat dilihat dari kualitas dan pengorganisasiannya, yaitu :
1. Kelompok sosial mekanis, kelompok sosial yang tidak permanen dan
tidak diatur secara formal, sehingga kualitasnya tidak bertahan lama.
2. Kelompok sosial organis, kelompok sosial yang permanen dan diatur
secara formal. Kualitasnya dapat bertahan lama sepanjang anggotanya
selalu bekerjasama dengan sinergis dan dikelola secara profesional,
misalnya anggota masyarakat, partai politik, dan lainnya.
Dalam perspektif antropologi, pengelompokkan sosial dapat dilihat dari
aspek kekerabatan, yaitu :
1. Keluarga inti
Adalah kelompok yang batasnya ditetapkan oleh adanya hubungan darah.
Keluarga inti diikat melalui perkawinan sebagai suami dan istri. Kemudian
keduanya lahirlah keturunan mereka, yaitu anak. 14 Menurut G.P Murdock,
keluarga sebagai kelomok sosial memiliki sifat-sifat:
a. Tempat tinggal yang sama
b. Kerja sama ekonomi

14 Ibid, hlm. 152-


152

9
c. Reproduksi
Fungsi seksual dalam keluarga adalah melahirkan keturunan. Keturunan
harus diberdayakan dengan sebaik mungkin. Orang tua berkewajiban mendidik
anak-anaknya, menyekolahkan, membimbing arah kehidupan yang mulia atas
dasar nilai-nilai agama dan kebudayaan yang dianut. Keluarga memiliki fungsi
edukasi atau fungsi pendidikan. Maka dari itu, fungsi sosial dan budaya karena
kebudayaan bangsa dan negara diawali oelh terbentuknya kehidupan keluarga

2. Kelompok kerabat yang lebih besar


Kelompok sosial yang didasarkan pada hubungan kerabat disebut kelompok
kerabat. Kelompok kerabat yang lebih besar ini seperti :
a. Kelompok kerabat yang poligamis, terdiri atas beberapa kelompok
keluarga inti yang diikat oleh seorang suami atau seorang istri.
b. Extended family terdiri atas dua atau lebih keluarga inti yang
dipersatukan oleh hubungan kerabat, seperti hubungan antara anak dan
orang tua dan antara dua saudara sekandung.
c. Kelompok kerabat yang terdiri atas garis keturunan yang unilateral.

D. Kelompok Etnik.
Indonesia merupakan negara maritim yang diketilingi oleh laut dengan
gugusan pulau yang begitu banyak, baik yang besar ataupun kecil. Oleh sebab itu
sarana transportasi yang dipakai adalah transportasi laut. Hal ini sejalan dengan
karakteristik bangsa Indonesia yang sejak dahulu terkenal sebagai pelaut ulung.
Lautan yang membentang di antara pulau-pulau itu tidak menjadi penghalang bagi
mereka untuk mengadakan perjalanan ke daerah-daerah lain dalam mengadakan
hubungan dagang maupun kegiatan lainnya dengan bangsa dan suku-suku lain
yarrg ada di nusantara. Embrio hubungan ini dimulai pada abad ke-6 Masehi
ketika mulai tumbuhnya negara-negara pantai di pesisir pulau Jawa dan Sumatera.
Karena adanya hubungan dagang inilah yang mempengaruhi bahwa Indonesia
memiliki rakyat yang berbagai jenis etniknya.
Menurut Beni Ahmad Saebani, Ada ciri-ciri tertentu pada kelompok etnik,
yaitu :
a. Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa
kebersamaan dalam suatu bentuk kebudayaan
b. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri
c. Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain
dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
Pada kelompok etnis, unit budaya akan mempersatukan pengelompokannya
karena keanggotaan kelompok memperlihatkan sifat-sifat budaya kelompoknya.
15
Para pengamat etnografi meneliti daerah-daerah budaya dengan mengabaikan
berbagai kategori dan anggapan tentang anggota kelompok etnik tersebut.
Perbedaan yang terdapat antarkelompok mengakibatkan berbedanya cara dalam
mengumpulkan sifat-sifat budaya dengan mensentralisasikan pada analisis
budaya,bukan pada tatanan etnisnya. Jadi kebudayaan menjadi penentu utama
keabadian kelompok etnis.
Pada prinsipnya, kelompok etnik dipandang sebagai tatanan sosial. Ciri
asalnya bersifat kategoris dan mendasar yang secara umum menentukan seseorang
termasuk kelompok tertentu. Misalnya, bahasa yang digunakan, wilayah tempat
tinggal, kesenian tradisional, dan lain sebagainya.
Tatanan sosial membangun batas-batas kelompok etnis, sebagaimna disebut
“orang sunda”, “orang batak”, orang Minang”, dan sebutan lainnya. Ini secara
antropologis menunjukkan sifat kebudayaan tertentu yang hanya berlaku untuk
etnis tertentu pula.
Dasarnya, kelompok etnis tidak hanya ditentukan oleh wilayah tempat
tinggalnya, tapi ditentukan oleh sikap budaya asimilatif dari berbagai etnis, juga
pengembangan interaksi melalui adaptabilitas dari kelompok eksternal etnis,
misalnya jawa barat dengan etnis sunda terdapat penduduk baru dengan etnis yang
beragam, yaitu etnis Batak, Arab, Cina, Jepang, Korea, Madura, dan lain-lain.
Dengan keanekaragaman etnis, terjadilah ikatan positif ysng menjalin
hubungan antar kelompok etnis dalam sistem sosial yang luas. Hal itu pun
bergantung pada sifat budayanya yang saling melengkapi. Pada wilayah tertentu,
kondisi demikian dapat menimbulkan saling kebergantungan, misalnya muncul
sikap mutual simbiosisme antara mereka.
Hal penting dari kelompok etnik adalah sikap solidaritas sosial terhadap
kelompoknya yang dilandasi oleh ikatan emosional yang kuat. Solidaritas etnik
diperkuat oleh adanya rasa takut yang datang dari berbagai perasaan kelompok
tertentu. Misalnya takut terhadap ancaman perebutan wilayah, penghancuran
budaya, diskriminasi, marginalisasi, dan tekanan-tekanan yang datang dari dan
atas nilai-nilai keyakinan tertentu. Karena hal inilah, solidaritas etnis terbangun
dan semakin kokoh.
Karl marx menjelaskan bahwa adanya hubungan antara common situation
dan common interest bahwa pada setiap masyarakat selalu terdapat konflik antar
kepentingan dari mereka yang memiliki kekuasaan otoritatif berupa kepentingan
untuk memelihara dan mengukuhkan status quo dari dari pola hubungan-
hubungan kekuasaan otoritatif, berupa kepentingan mengubah atau merombak
status-quo dari pola hubungan-hubungan tersebut. Karena tidak selalu disadari
kepentingan-kepentingan tersebut bersifat latent, sementara mereka yang
memilikinya disebut kelompok semu. 16 Dengan demikian, kepentingan yang
beragam dapat dipersatukan jika kelompok yang berbeda menyadari tujuan
bersama. Akan tetapi jika tidak muncul kesadaran etnis dan kesadaran
kepentingan bersama, yang muncul adalah konflik kepentingan.
E. Kebudayaan dan Unsur-unsurnya.
1. Pengertian Kebudayaan
Kata “kebudayaan” berasal dari kata sanskerta buddhayah, yaitu bentuk
jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-
an dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana lain
yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk
budi-daya, yang berarti “daya dan budi”. Karena itu mereka membedakan
“budaya” dan “kebudayaan”. Demikianlah “budaya” adalah “daya dan budi” yang
berupa cipta, karsa, dan rasa. Sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta,
karsa, dan rasa itu. dalam istilah antropologi-budaya perbedaan itu ditiadakan.
Kata “budaya” disini hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari
“kebudayaan” dengan arti yang sama.
Kata culture merupakan kata bahasa inggris yang artinya “kebudayaan”.
Berasal dari kata latin colere yang berarti “mengolah, mengerjakan,” terutama
mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai “segala
daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam.”
Selain istilah “kebudayaan” ada pula istilah “peradaban”/ hal yang terakhir
adalah sama dengan istilah Inggris civilization. Istilah “peradaban” sering juga
dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang halus, maju, dan indah. Misalnya:
kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan-santun pergaulan, kepandaian menulis,
organisasi kenegaraan dan sebagainya. Istilah “peradaban” sering dipakai untuk
menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, ilmu
pengetahuan, seni bangunan, seni rupa, dan sistem kenegaraan dari masyarakat
kota yang maju dan kompleks.
Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia
dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus
didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan
masyarakat. Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya
tersusun dalam kehidupanan masyarakat. 17
Dapat disimpulkan bahwa Kebudayaan adalah segala sesuatu yang
dihasilkan oleh cipta, rasa, karsa manusia, yang bersifat lahiriah ataupun rohaniah.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, karya seni, dan bahasa.

17
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi...,Op.cit, hlm.146

12
Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut
menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya tersebar dan
meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Sedangkan ahli antropologi yang memberikan definisi tentang kebudayaan
secara sistematis dan ilmiah adalah E.B. Tylor dalam buku yang berjudul
“Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di
dalamnya terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat
manusia sebagai anggota masyarakat. Pada sisi yang agak berbeda,

2. Unsur-unsur Kebudayaan
Menurut koentjaraningrat, unsur-unsur kebudayaan adalah sebagai berikut:
a) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia sehari-hari, misalnya
pakaian, perumahan, alat rumah tangga, senjata, dan sebagainya.
b) Sistem mata pencarian dan sistem ekonomi, misalnya pertanian,
peternakan, dan sistem produksi.
c) Sistem kemasyarakatan, misalnya kekerabatan, sistem perkawinan, dan
sistem pewarisan.
d) Bahasa sebagai media komunikasi, bahasa lisan, dan tulisan.
e) Ilmu pengetahuan.
f) Kesenian, misalnya seni suara, seni rupa, seni gera, dan sistem religi.

Melville J.Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki empat unsur


pokok, yaitu:
a) Alat teknologi,
b) Sistem ekonomi,
c) Sistem keluarga,
d) Sistem kekuasaan politik.

Unsur terpenting dalam kebudayaan adalah adanya sistem bahasa dan


komunikasi. Secara antropologis, perkembangan terpenting dalam evolusi
manusia dan karakteristiknya adalah perkembangan kebudayaan yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kemunculan kebudayaan
berhubungan dengan evolusi otak dan perkembangan kemampuan berpikir
manusia. Kebudayaan berkembang oleh perkembangan pola komunikasi manusia
yang unik dan komunikasi yang simbolik. 18
Bahasa sebagai simbol mempunyai signifikansi bagi umat manusia.
Menurut William Haviland (1988:15) bahasa merupakan ciri utama lahirnya
kebudayaan manusia yang modern karena melalui bahasa, perkembangan manusia
semakin sempurna, terutama dalam menjalin hubungan antarmanusia, bahkan
hubungan dengan tuhan. William mengatakan bahwa salah satu kajian antropologi

18
Beni Ahmed Saebani, Pengantar Antropologi..., Op.cit, hlm. 164-166

13
budaya adalah bahasa, yang kemudian disebut dengan antropologi linguistik.
Menurutnya, ciri manusia yang paling khusus adalah kemampuannya untuk
berbicara, yang mengadakan komunikasi dengan lambang dan simbol. Bahasa
dapat didefinisikan sebagai penataan berbagai simbol yang kompleks. Dengan
perkembangan bahasa, manusia melintasi sebuah pintu gerbang evolusioner.

F. Struktur Kebudayaan dan Nilai-nilai yang Dianut Manusia.


Menurut J.J Hoegniman, struktur kebudayaan yaitu :
1. Gagasan (Wujud Ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide,
gagasan, nilai-nilai, norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak, tidak
dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam pemikiran warga
masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasannya dalam bentuk
tulisan, lokasi dari kebudayaan ideal berada pada karangan dan buku-buku hasil
karya para penulis warga masyarakat tersebut
2. Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas merupakan wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul
dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat dan
tingkah laku. Kebudayaan ini bersifat konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-
hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

3. Artefak (karya)
Merupakan wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat berupa benda-benda yang dapat
diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga
wujud kebudayaan.

Berdasarkan struktur dan wujudnya, kebudayaan digolongkan menjadi dua


komponen, yaitu :
a. Kebudayaan materiil, mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang
konkret. Termasuk temuan-temuan yang didapat dari penggalian
arkeologi
b. Kebudayaan nonmateriil, merupakan ciptaan abstrak yang diwariskan
dari satu generasi kepada generasi berikutnya, misalnya dongeng, cerita
rakyat, dan sebagainya.

Nilai-nilai sosial-budaya yang dianut oleh masyarakat dapat berupa sebagai


berikut, yaitu : 19

a. Sistem kekerabatan
M.Fortes berpendapat bahwa sistem kekerabatan dalam masyarakat
digunakan untuk menggambarkan struktur sosial dalam masyarakat yang
bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri atas beberapa

19
Ibid, hlm. 175-176

14
keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Di
masyarakat luas, kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas,
keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

b. Organisasi sosial
Adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik dalam
hukum maupun tidak, yang berfungsi sebagai sarana partisispasi masyarakat
dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hiduo
bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai.

c. Kesenian
Mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat
manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata maupun telinga. Sebagai
makhluk yang punya cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak
kesenian yang beragam.

d. Sistem kepercayaan
Sistem kepercayaan menjadi kajian antropologi budaya yang sangat menarik
karena sejak diciptakan, manusia memiliki kecendrungan untuk mempercayai hal
yang gaib dan supranatural. Agama dan sistem kepercayaan terintegrasi dengan
kebudayaan. Agama merupakan institusi dengan keanggotaan yang diakui dan
biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima paket doktrin yang
menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu
untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.

e. Sistem ilmu dan pengetahuan


Kebudayaan sangat berkaitan dengan sistem ilmu pengetahuan. Ilmu berasal
dari bahasa Arab yang diartikan pengetahuan, ilmu berbeda dengan pengetahuan.
Pengetahuan bukan berarti ilmu, tetapi ilmu merupakan akumulasi pengetahuan,
sebagaimana perbedaan antara science dan knowledge dalam bahasa inggris.

G. Sistem Budaya dan Sistem Sosial


Sistem sosial dan sistem budaya merupakan bagian dari kerangka budaya.
Ketiga sistem tersebut secara analisis dapat dibedakan. Sistem sosial lebih banyak
dibahas oleh ilmu sosiologi, sementara itu sistem budaya banyak dikaji dalam
ilmu budaya.Sistem diartikan sebagai kumpulan bagian-bagian yang bekerja
bersama-sama untuk melakukan suatu maksud. Sistem mempunyai sepuluh ciri,
yaitu:
1. fungsi,
2. satuan,
3. batasan,
4. bentuk,
5. lingkungan,
6. hubungan,
7. proses,
8. masukan,
9. keluaran, dan
10. pertukaran.
Sistem budaya merupakan wujud yang abstrak dari kebudayaan. Sistem
budaya a tau kultural sistem merupakan ide-ide dan gagasan manusia yang hidup
bersama dalam suatu masyarakat. Gagasan tersebut tidak dalam keadaan berdiri
sendiri, akan tetapi berkaitan dan menjadi suatu sistem. Dengan demikian, sistem
budaya adalah bagian dari kebudayaan yang diartikan pula adat-istiadat. Adat-
istiadat mencakup sistem nilai budaya, sistem norma, norma-norma menurut
pranata-pranata yang ada di dalam masyarakat yang bersangkutan, termasuk
norma agama.
Fungsi sistem budaya adalah menata dan memantapkan tindakan-tindakan
serta tingkah laku manusia. Proses belajar dari sistem budaya ini dilakukan
melalui proses pembudayaan atau institutionalization (pelembagaan). Dalam
proses ini, individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya
dengan adat istiadat, sistem norma, dan peraturan yang hidup dalam
kebudayaannya. Proses ini dimulai sejak kecil, dimulai dari lingkungan keluarga,
masyarakat, mula-mula meniru berbagai macam ilmu n. Setelah itu menjadi pola
yang mantap, dan mengatur apa yang dimilikinya. Sedangkan, sistem sosial
pertama kali diperkenalkan oleh Talcott Parsons. Konsep struktur sosial
digunakan untuk menganalisis aktivitas sosial sehingga sistem sosial menjadi
model analisis terhadap organisasi sosial.
Konsep sistem sosial adalah alat bantu untuk menjelaskan tentang
kelompokkelompok manusia. Model ini bertitik tolak dari pandangan bahwa
kelompok manusia merupakan suatu sistem. Parsons menyusun strategi untuk
menganalisis fungsional yang meliputi semua sistem sosial, termasuk hubungan
berdua, kelompok kecil, keluarga, organisasi sosial, termasuk masyarakat secara
keseluruhan. terdapat empat unsur dalam sistem sosial, yaitu:
1. dua orang atau lebih,
2. terjadi interaksi di antara mereka,
3. interaksi yang dilakukan selalu bertujuan, dan
4. memiliki struktur, simbol, dan harapan-harapan bersama yang
dipedomaninya.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
masyarakat adalah manusia yang hidup bersama, kumpulan individu yang
berinteraksi dalam waktu yang cukup lama, adanya kesadaran anggotanya sebagai
satu kesatuan anggota masyarakat, suatu sistem kehidupan bersama yang
menciptakan suatu kebudayaan. Tipe-tipe masyarakat dapat dilihat melalui
struktur sosial, pranata sosial, status dan peranan, dan prinsip-prinsip
pengelompokan didalam masyarakat.
Kebudayaan adalah hasil kegiatan serta ciptaan batin (akal budaya) manusia
seperti kepercayaan, Kesenian, dan adat istiadat. Menurut Koentjaranigrat,
kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan pelajar.
Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup berdampingan dalam
satu periode waktu tertentu, mendiami suatu daerah, dan akhirnya mulai mengatur
diri mereka sendiri menjadi suatu unit sosial yang berbeda dari kelompok lain.
Hubungan kebudayaan dan masyarakat sosial sangatlah erat. Tidak ada
masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan, begitu pula sebaliknya tidak ada
kebudayaan tanpa masyarakat. Kebudayaan mempunyai makna yang luar biasa
pentingnya bagi masyarakat. Kebudayaan suatu masyarakat akan sangat
mempengaruhi kepribadian orang yang tinggal di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT RINEKA


CIPTA, 2009)

Beni Ahmed Saebani, Pengantar Antropologi, (Bandung: CV Pustaka Setia,


2012)

John Monaghan & Peter Just, Antropologi Sosial dan Budaya, (Medan: Bina
Media Perintis, 2008)

Hasim, Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Informasi, dalam jurnal


Studi Komunikasi dan Media, Jilid 15, vol. 1, Jakarta, 2013

Atik Catur Budiati, Sosiologi Konstektual, (Jakarta: Mediatama, 2009)

Syarif Moeis, Struktur sosial: Kelompok dalam Masyarakat, artikel Struktur


dan Proses Sosial, FPIPS UPI Bandung, 2008

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press,


2010), cet. 43

Anda mungkin juga menyukai