Anda di halaman 1dari 9

BADAN LEGISLATIF

MAKALAH

Ditulis untuk memenuhi sebagian tugas


mata kuliah Dasar-Dasar Ilmu Politik

OLEH
Silfany Aprilla Yenti
(1811020036)

Dosen Pengampu
Prof. DR. H. Saifullah SA, MA.

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
1441 H / 2020 M
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di suatu negara, dalam teori pembagian kekuasaan menurut Monstesquieu
dibagi menjadi tiga; legislatif, eksekutif, dan yudisial. Ketiga kekuasaan itu
1
memiliki fungsinya masing-masing maupun lembaga penyelenggaranya.
Pembagian seperti ini disebut oleh Emmanuel Kant sebagai Trias Politica yang
berarti tiga poros kekuasaan. Kekuasaan legislatif (rule making function)
merupakan kekuasaan negara dalam membentuk undang-undang. Kekuasaan
eksekutif (rule application function) merupakan kekuasaan negara untuk
menjalankan undang-undang. Kekuasaan yudisial (rule adjudication function)
merupakan kekuasaan negara untuk mengadili pelanggar undang-undang tersebut.
Pada makalah saya akan dibahas tentang “Badan Legislatif”.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dibentuk rumusan masalah sebagai
berikut.
a. Apa itu badan legislatif, struktur dan fungsi badan legislatif ?
b. Apa yang dimaksud dengan masalah perwakilan, sistem satu majelis dan
dua majelis, majelis tinggi dan majelis rendah dalam badan legislatif?

C. Tujuan Pembahasan
dari rumusan masalah diatas, maka tujuan pembahasan makalah ini sebagai
berikut.
a. Untuk mengetahui apa itu badan legislatif, struktur dan fungsi badan
legislatif.
b. Untuk mengetahui apa itu masalah perwakilan, sistem satu majelis dan
dua majelis, majelis tinggi dan majelis rendah dalam badan legislatif?

1
Romi Librayanto, Trias Politica dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Makassar: PUKAP,
2008), hlm. 18.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Badan Legislatif
Badan legislatif (Parlemen) atau legislature adalah lembaga “legislate” atau
badan yang membuat undang-undang (rule making function) yang anggotanya
merupakan representasi dari rakyat. Sebelum lahirnya parlemen ini, di tahun 900-
an raja memanggil council untuk meminta saran terkait dengan pajak dan perang.
Anggota council ini adalah uskup, kepala biara, bangsawan serta ksatria. Di tahun
1262, Raja John merupakan orang pertama yang menyebut istilah parlemen.
Nama lain yang sering digunakan adalah Assembly yang mengutamakan
unsur „berkumpul‟ untuk membicarakan masalah-masalah publik. Nama lainnya
lagi adalah Parliament, suatu istilah yang menekankan unsur „bicara‟ (parler) dan
merundingkan. Sebutan ini mengutamakan representasi atau keterwakilan
anggota-anggotanya dan dinamakan People‟s Representative Body atau Dewan
Perwakilan Rakyat. Akan tetapi dapat dipastikan ini adalah simbol dari rakyat
yang berdaulat.
Menurut teori yang berlaku, rakyatlah yang berdaulat; rakyat yang berdaulat
ini mempunyai suatu „kehendak‟ (yang Rousseau menyebutnya Volonte Generale,
atau General Will). Keputusan yang diambil oleh Badan ini merupakan suara yang
authentic dari general will itu. karena itu keputusan-keputusan itu, baik yang
bersifat kebijakan maupun undang-undang, mengikat seluruh masyarakat dalam
negaranya.
Tidak semua badan legislatif mempunyai kewenangan untuk menentukan
kebijakan umum dan menciptakan undang-undang baru. Parlemen Inggris yang
merupakan badan legislatif tertua di dunia seperti yang dijelaskan di atas awalnya
memilikii tugas untuk mengumpulkan dana agar memungkinkan raja membiayai
kegiatan pemerintahan serta perperangannya. Tetapi lambat laun setiap
penyerahan dana (pajak) oleh golongan elite disertai tuntutan agar pihak raja juga
memberi beberapa hak dan privilege sebagai imbalan. Dengan demikian secara
berangsur-angsur Parlemen bberhasil bertindak sbagai badan yang membatasi
kekuasaan raja yang tadinya berkuasa absolut (absolutisme). Puncak kemenangan
parlemen adalah peristiwa the Glorious Revolusion of 1688.
Dengan berkembangnya gagasan bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat,
maka badan legislatif menjadi badan yang berhak menyelenggarakan kedaulatan
itu dengan jalan menentukan kebijakan umum dan menuangkannya dalam
undang-undang. Dalam itu badan eksekutif hanya merupakan penyelenggara dari
kebijakan umum itu.
Rousseau yang merupakan pelopor dari gagasan kedaulatan rakyat tidak
setuju adanya badan perwakilan, tetapi memimpikan suatu bentuk “demokrasi
langsung” dimana rakyat bisa langsung merundingkan serta memutuskan soal-soal
kenegaraan dan politik. Akan tetapi dewasa ini demokrasi langsung yang
diinginkan oleh Rousseau itu dianggap tidak praktis dan hanya dipertahankan
dalam bentuk khusus dan terbatas seperti referendum dan plebisit. Negara modern
saat ini rakyat menyelenggarakan kedaultan yang dimilikinya melalui wakil-wakil
yang dipilihnya secara berkala.
Badan legislatif di negara-negara demokrasi disusun sedemikian rupa
hingga ia mewakili mayoritas dari negara dan pemerintah bertanggung jawab
kepadanya.

Struktur Legislatif
a. UniKameral
 Hanya menggunakan satu majelis tertinggi
 Negara kecil sering menggunakan sistem ini, seperti: Vietnam, Singapura,
Laos, Kuwait, Libanon
 Fungsi dalam sistem Unikameral berpusat pada satu badan legislatif
tertinggi dalam suatu negara.
 Lebih sederhana sehingga biaya yang harus dikeluarkan oleh negara lebih
murah

b. BiKameral
 Biasanya dikenal dengan sistem dua kamar.
 Didalam sistem parlemen terdapat dua majelis/badan
 Ada sistem check and balances
 Negara yang menerapkan sistem ini seperti : AS, Inggris, Belanda, dan
Indonesia.

Fungsi Badan Legislatif


 Fungsi Legislasi, badan legislatif mempunyai fungsi membuat aturan-
aturan yang dituangkan dalam produk UU tentang hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan masyarakat.
 Fungsi Penganggaran (Budgetting). Badan legislatif melaksanakan tugas
dalam hal penganggaran, menyusun dan membahas RAPBN
 Fungsi Pengawasan (Control), badan legislatif melakukan pengawasan
tindakan terhadap penyelenggaraan pemerintah dan penggunaan uang
negara.

Hak-hak anggota Badan Legislatif


1. hak bertanya
2. hak interpelasi
3. hak angket
4. hak amandemen
5. mosi tidak percaya.

B. Masalah Perwakilan, Sistem Satu Majelis dan Dua Majelis, Majelis Tinggi
dan Majelis Rendah
1. Masalah Perwakilan
Biasanya dibedakan menjadi dua kategori, perwakilan politik, dan
perwakilan fungsional. Kategori kedua menyangkut peran anggota parlemen
sebagai trustee, dan perannya sebagai pengemban “mandat” perwakilan adalah
konsep bahwa seseorang atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau
kewajiban untuk bicara dan bertingak atas nama suatu kelompok yang lebih besar.
Dewasa ini pada umumnya anggota badan legislatif mewakili rakyat dalam partai
politik. Hal ini dikatakan sebagai perwakilan bersifat politik.
Sekalipun asas perwakilatn politik telah menjadi umum, ada juga kalangan
yang merasa bahwa partai politik dan perwakilan yang berdasarkan kesatuan-
kesatuan politik semata-mata, mengabaikan berbagai kepentingan dan kekuatan
lain yang ada di dalam masyarakat terutama dibidang ekonomi. Beberapa negara
telah mencoba untuk mengatasi persoalan ini dengan mengikutsertakan wakil dari
golongan-golongan yang dianggap memerlukan perlindungan khusus.
Disamping itu ditemukan bahwa di beberapa negara asas perwakilan politik
diragukan kewajarannya dan perlu diganti atau sekurang-kurangnya dilengkapi
dengan asas perwakilan fungsional. Dianggap bahwa negara modern dikuasai oleh
bermacam-macam kepentingan terutama di bidang ekonomi, yang dalam sistem
perwakilan politik kurang diperhatikan dan tidak dilibatkan dalam proses politik.
Dicanangkan agar si pemilih mendapat kesempatan dalam memilih pada golongan
ekonomi atau profesi dimana ia bekerja, dan tidak hanya menurut golongan
politiknya saja. Golongan yang gigih memperjuangkan pandangan ini antara lain
Guild Socialist pada awal abad ke-20.
Perwakilan politik merupakan sistem yang dianggap paling wajar. Di
samping itu beberapa negara merasa bahwa asas functional or occupatipnal
representation perlu diperhatikan dan sedapat mungkin diakui kepentingannya di
samping sistem perwakilan politik, sebagai cara untuk memasukkan sifat
profesonal ke dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut
kepentingan umum. Dalam rangka itu perlu diketahui bahwa ada masalah yang
sampai sekarang belum terpecahkan yaitu bagaimana menetapkan patokan
obyektif mengenai sifat-sifat dari golongan fungsional yang akan diikutsertakan,
dan bagaimana menentukan kriteria untuk mengukur kekuatan golongan
fungsional masing-masing.
Di Indonesia asas perwakilan fungsional (Golongan Karya) telah dikenal,
disamping asas perwakilan politik. Pemilihan Umum 1971 diselenggarakan
dengan mengikutsertakan baik partai politik maupun golongan fungsional.

2. Sistem Satu Majelis dan Dua Majelis


Ada negara yang menggunakan sistem satu majelis dan ada yang
menggunakan sistem dua majelis. Para penganjur sistem satu majelis berpendapat
bahwa satu kamar mencerminkan mayoritas dari “kehendak rakyat” karens
biasanya dipilih langsung oleh rakyat. Prinsip mayoritas inilah yang dianggap
sesuai dengan konsep demokrasi. Lagi pula prosedur pengambilan keputusan
dapat berjalan dengan cepat.
Di pihak lain para pendukung sistem dua majelis yakin bahwa kekuasaan
sistem satu majelis perlu dibatasi, karena memberi peluang untuk
menyalahgunaan wewenang itu. anggota-anggotanya mudah terpengaruhi oleh
flektuasi politik, karena dipilih langsung oleh rakyat. Dalam sistem dua majelis,
Senatnya banyak dan dapat menetralisir kecenderungan itu melalui pembahsan
tambahan yang lebih moderat. Suatu alasan lain ialah bahwa sistem dua majelis
memberi kesempatan kepada provinsi atau negara bagian untuk memajukan
kepentingan-kepentingannya, yang khusus tambahan biasanya disusun sedemikian
rupa sehingga wewenangnya kurang daripada badan yang mewakili rakyat.

3. Majelis Tinggi
Keanggotaan Majelis ini ditentukan atas berbagai dasat:
a. Turun-temurun (Inggris)
b. Ditunjuk (Inggris, Kanada)
c. Dipilih (India, Amerika, Filipina)
Majelis tinggi Inggris (House of Lords) merupakan satu-satunya majelis
dimana sebagian anggotanya berkedudukan secara turun-temurun. Selain itu ada
juga yang ditunjuk berdasarkan jasanya dalam masyarakat. begitu pula di Kanada,
penunjukan anggota senat sering didasarkan atas jasanya terhadap masyarakat
atau kepada partai yang sedang berkuasa.
Mengenai anggota majelis tinggi yang dipilih, sering kita lihat bahwa
jabatan anggota majelis tinggi lebih lama bertahan daripada masa jabatan anggota
majelis rendah. Majelis rendah dikuasai oleh partai tertentu sedangkan majelis
tinggi dikuasai oleh partai lain. Ini menimbulkan kecaman bahwa adanya majelis
tinggi tidak demokratis, karena tidak mencerminkan kontelasi kekuasaan yang
sebenar-benarnya, padahal wewenangnya cukup besar. Kecaman lain yang
dilontarkan ialah bahwa adanya dua majelis akan menghambat kelancaran
pembahasan perundang-undangan, lagi pula dapat menimbulkan persaingan antara
dua majelis itu. maka dari itu sering terjadi bobot wewenang majelis tinggi kurang
dibanding dengan bobot majelis rendah.
Dibawah ini dibentangkan beberapa contoh dari bikameralisme:
Inggris, House of Lords. Jumlah anggota pada tahun 2007 adalah 847
orang. Sebagian keanggotaaaan berdasarkan keturunan, sebagian lain berdasarkan
penunjukan seumur hidup. Wewenangnya adalah rancangan undang-undang dan
dapat ditangguhkan paling lama satu tahun, akan tetapi rancangan belanja tidak
boleh ditolak. Badan ini tidak dapat menjatuhkan badan eksekutif.
Amerika Serikat: Senate. Jumlah anggotanya 100 (2 dari setiap negara
bagian) yang dipilih secara langsung dalam pemilu dengan masa jabatan enam
tahun. Wewenangnya jauh lebih besar dari majelis rendah.
India: Rajya Sabha (Council of States). Jumlah anggotanya 250 orang
dengan masa jabatan 6 tahun.
Filipina: Senate. Jumlah anggotanya 24 orang denga masa jabatan 6 tahun
Australia: Senate. Jumlah anggotanya pada tahun 1999 adalah 76 orang
karena terbatasnya wewenang, kadang disebut House of Review.
Republik Indonesia Serikat: Senat. Jumlah anggota kira-kira 32 orang
sebagai wakil dari 16 daerah bagian. Senat tidak dapat menjatuhkan badan
eksekutif. Dibidang perundang-undangan wewenangnya kurang daripada majelis
rendah.

4. Majelis Rendah
Biasanya semua anggotanya dipilih dalam pemilu dan kadang dianggap
sebagai majelis penting suatu negara. Masing-masing negaranya menetapkan
batasan dalam menduduki jabatan. Wewenang dari majelis rendah biasanya lebih
besar daripada wewenang majelis tinggi, kecuali Amerika Serikst. Wewenang ini
tercermin baik di bidang legislatif maupun dibidang pengawasan. Dalam sistem
presidensial seperti Amerika Serikat dan Filipina, maejlis rendah tidak memiliki
wewenang ini.
Inggris: House of Commons. Jumlah anggotanya 646 orang, dengan masa
jabatan maksimal lima tahun.
India: Lok Sabha. Jumlah anggotanya 530-552 orang dengan masa jabatan
maksimal lima tahun.
Amerika Serikat: House of Representatuves. Jumlah anggotanya 435
orang dengan masa jabatan 2 tahun.
Filipina: National Assembly. Jumlah anggotanya 104 orang dengan masa
jabatan empat tahun.
Australia: Hous of Representative. Jumlah anggotanya 150 orang dengan
masa jabatan tiga tahun.

Anda mungkin juga menyukai