Badan Eksekutif
Dalam sistem presidensial menteri-menteri merupakan pembantu
presiden dan langsung dipimpin olehnya, sedangkan dalam sistem
parlementer para menteri dipimpin oleh seorang perdana menteri.
Ada dua partai politik yang dominan, yaitu Partai Konservatif dan
Partai Buruh, sehingga partai yang menang dalam pemilu dapat
2
Badan Legislatif
(iv) Mosi, merupakan hak kontrol yang paling ampuh. Jika badan
legislatif menerima suatu mosi tidak percaya, maka dalam sistem
parlementar kebinet harus mengundurkan diri dan terjadi suatu
krisis kabinet. Pada masa reformasi, anggota DPR (1994-2004)
menggunakan hak mosi ketika melakukan pemakzulan Presiden
Abdurrahman Wahid sebagai presiden tahun 2001.
Badan Yudikatif
Dalam tiap negara hukum badan yudikatif haruslah bebas dari campur
tangan badan eksekutif demi penegakan hukum dan keadilan serta
menjamin hak-hak asasi manusia.
Komisi Yudisial (KY): adalah suatu lembaga baru yang bebas dan
mandiri, yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
berwenang dalam rangka menegakkan kehormatan dan perilaku hakim.
Dalam system ini badan eksekutif dan badan legislative bergantung satu sama lain.
Kabinet, sebagai bagian dari badan eksekutif yang bertanggungjawab, diharapkan
mencerminkan kekuatan-kekuatan politik dalam badan legislative yang mendukungnya,
dan mati hidupnya cabinet tergantung kepada dukungan dalam badan legislative (azas
tanggungjawab menteri). Kabinet semacam ini dinamakan cabinet parlementer. Sifat
serta bobot “ketergantungan” ini berbeda dari satu Negara dengan Negara lain, akan
tetapi umumnya dicoba untuk mencapai semacam keseimbangan antara badan eksekutif
dan badan legislative.
Keseimbangan ini lebih mudah tercapai jika terdapat satu partai yang cukup besar
mayoritasnya untuk membentuk cabinet atas kekuatan sendiri. Kalau tidak ada, maka
diusahakan terbentuknya suatu cabinet koalisi yang berdasarkan kerjasama antara
beberapa partai yang bersama-sama mencapai mayoritas dalam badan legislative.
Beberapa Negara, seperti Negeri Belanda dan Negara-negara Skandinavia, pada
umumnya berhasil mencapai suatu keseimbangan, sekalipun tidak dapat dielakkan suatu
“dualisme antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Dalam hal terjadinya suatu krisis cabinet karena cabinet tidak lagi memperoleh dukungan
dari mayoritas badan legislative, kadang-kadang dialami kesukaran untuk membentuk
suatu cabinet baru, oleh karena pandangan masing-masing partai tidak dapat
dipertemukan. Dalam keadaan semacam ini terpaksa dibentuk suatu cabinet ekstra-
perlementer, yaitu suatu kebinet yang dibentuk tanpa formateur cabinet merasa terikat
pada konstelasi kekuatan politik dalam badan legislative.
Dengan demikian bagi formateur cabinet cukup peluang untuk menunjuk menteri
berdasarkan keahlian yang diperlukan tanpa menghiraukan apakah dia mempunyai
dukungan partai. Kalaupun ada menteri yang merupakan anggota partai, maka secara
formil dia tidak mewakili partainya. Biasanya suatu cabinet ekstra-parlementer
mempunyai program kerja yang terbatas dan mengikat diri untuk menangguhkan
pemecahan masalah-masalah yang bersifat fundamental.
a.zaken cabinet, yaitu suatu cabinet yang mengikat diri untuk menyelenggarakan suatu
program yang terbatas.
7
b.National cabinet, yaitu susunan cabinet yang diambil dari perlbagai golongan
masyarakat. Cabinet semacam ini biasanya dibentuk dalam keadaan krisis, dimana
komposisi cabinet diharap mencerminkan persatuan nasional.
Akan tetapi di beberapa Negara lain, termasuk Republik Perancis ke-IV (1946-1958) dan
Indonesia sebelum 1959, keseimbanganantara badan eksekutif dan legislative tidak
tercapai dan ternyata muncul dominasi badan legislative (secara langsung atau tidak
langsung) yang akibatnya ckup mengganggu kontiunitas kebijaksanaan pemerintah.
Di Perancis efek negatifnya tidak terlalu mengganggu, oleh karena aparatur pemerintah
dapat berjalan terus, akan tetapi disruftif dan mengganggu kelancaran jalannya
pemerintahan, karena lemahnya aparatur administrative.
Di samping itu perlu disebut suatu bentuk sistim parlementer khusus, yang memberi
peluang kepada badan eksekutif untuk memainkan peranan yang dominan dan yang
karena itu disebut pemerintahan cabinet (cabinet governance). Sistim ini terdapat di
Inggris dan India. Di sini hubungan antara badan eksekutif dan badan legislative begitu
terjalin sehingga boleh dinamakan suatu partnership. (istilah yang sering dipakai adalah
fusion atau union antara badan eksekutif dan badan legislative). Di dalam partnership ini
cabinet memainkan peranan yang dominan, sehingga cabinet dinamakan suatu “panitia”
dalam parlemen. Di Inggris sistim ini berjalan lebih lancer daripada di India, karena
sudah berjalan lama dan juga karena dibantu oleh adanya sistim dwi-partai.
Dalam sistim ini kelangsungan hidup badan eksekutif tidak terganrung pada badan
legislative, dan badan eksekutif mempunyai masa jabatan yang tertentu. Kebebasan
badan eksekutif terhadap badan legislative mengakibatkan kedudukan badan eksekutif
lebih kuat dalam menghadapi badan legislative. Lagipula menteri-menteri dalam cabinet
presidential dapat dipilih menurut kebijaksanaan presiden sendiri tanpa menghiraukan
tuntutan-tuntutan partai politik. Dengan demikian pilihan presiden dapat didasarkan atas
keahlian serta factor-faktor lain yang dianggap penting. Sistim ini terdapat di Amerika
Serikat, Pakistan dalam masa Demokrasi Dasar (1958-1969) dan di Indonesia mulai
tahun 1959.
Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2213675-beberapa-macam-
badan-eksekutif/#ixzz1pvnFPCgZ