Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik. Pemilihan
pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan
kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu
bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi.
Dilansir dari buku Pengantar Ringkas Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial (2020) karya Elly M. Setiadi, dijelaskan bahwa ada tiga ciri-ciri
lembaga politik, yaitu:
1. Terdapat komunitas manusia yang secara sosial bersatu (hidup bersama) atas
dasar nilai-nilai yang telah disepakati bersama.
Fungsi lembaga politik Lembaga politik memiliki tiga fungsi utama, sebagai berikut:
Selain fungsi utama, lembaga politik juga memiliki fungsi tersembunyi. Fungsi
tersembunyi lembaga politik adalah sebagai saluran mobilitas sosial. Lembaga politik
dianggap sebagai saluran mobilitas sosial karena didalamnya terdapat struktur
kekuasaan. Adanya struktur kekuasaan memunculkan kemungkinan-kemungkinan
naik-turunnya seseorang dari suatu lapisan ke lapisan yang lain.
Proses demokratisasi tidak selalu berbuah demokrasi. Di tengah jalan, masa transisi
sering menemui bahaya laten yang beragam bentuk. Meski begitu, demokratisasi
dikatakan gagal manakala semua instrumen demokrasi telah diambil alih oleh kekuatan
anti-demokrasi. Salah satu instrumen terpenting demokrasi adalah lembaga-lembaga
politik yang memiliki wewenang untuk melaksanakan suatu kegiatan atau aktivitas
politik. Lembaga-lemabaga politik tersebut merupakan lembaga perwakilan yang
berupa lembaga-lembaga demokrasi yang sudah dikenal umum yaitu partai-partai
politik, lembaga pemilihan umum, suatu pemerintahan sipil, adanya Dewan
Perwakilan Rakyat, tegaknya sistem peradilan yang otonom, dan bekerjanya suatu
lembaga pers yang mempunyai kebebasan mencari dan menyampaikan informasi
kepada masyarakat. Koordinasi di antara lembaga-lembaga politik itu diatur menurut
dua asas utama. Yaitu adanya otonomi tiap lembaga yang menjamin terbebasnya
suatu lembaga dari intervensi lembaga lain. Dan yang kedua kehadiran dan kinerja
semua lembaga politik itu harus mencerminkan perimbangan kekuasaan di antara tiga
pihak. Pertimbangan pembagian kekuasaan seperti inilah yang di sebut trias politica,
yakni yang merupakan sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus
dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang
atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak.
Di sinilah ditentukan ukuran demokratis atau tidaknya suatu sistem politik. Ukuran ini
menentukan seberapa mampu lembaga-lembaga politik formal itu merepresentasikan
isu dan kepentingan masyarakat. Serta, seberapa baik partisipasi politik rakyat telah
diakomodasi oleh lembaga-lembaga tersebut.
BADAN EKSEKUTIF
2. Melaksanakan UU
Sistem presidentil
Sistem parlementer
Negara dengan sistem ini mempunyai presiden (atau gelar lainnya) sebagai kepala
negara dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Kepala negara biasanya
hanya berupa simbol persatuan walau secara teori mempunyai hak untuk mencampuri
urusan pemerintahan
Kepala pemerintahan biasanya muncul dan dipilih dari parlemen, sehingga pemilihan
umum di negara dengan sistem seperti ini biasanya hanya memilih anggota parlemen.
Partai dengan kursi terbanyak akan mencari dukungan untuk membentuk
pemerintahan dengan perdana menteri dari partai mereka. Kepala negara tidak
mencampuri urusan pembentukan pemerintahan. Kepala negara di negara dengan
sistem seperti ini dapat muncul dengan berbagai cara seperti melalui pemilihan umum
di negara republik ataupun menjabat seumur hidup di negara monarki.
BADAN LEGISLATIF
Membuat UU seperti dalam penetapan UUD dan GBHN serta dapat pula mengubah
UUD tersebut. Membuat ketetapan atau keputusan diluar yang telah diatur UUD.
Misalnya memberhentikan presiden apabila dianggap tidak dapat menjalankan
fungsinya sesuai dengan keinginan rakyat.
BADAN YUDIKATIF
Anggota yang tergabung dalam badan ini, tidak dipilih langsung seperti halnya badan
legislaif maupun eksekutif, melainkan dari rekomendasi badan legislatif. Hal ini
dimaksudkan agar mereka bekerja secara independen atau tidak terpengaruh oleh
tujuan-tujuan politik yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat.
Aparat keamanan (polisi dan militer) diberi hak memiliki dan menggunakan kekerasan.
Tetapi paradoksnya terletak di sana. Suatu pemerintahan demokratis adalah
pemerintahan yang dibentuk melalui kompetisi di antara kelompok-kelompok politik
lewat perwakilan mereka dalam partai politik. Persaingan itu ditetapkan untuk berjalan
tanpa kekerasan fisik (non-violent competition), sehingga aparat keamanan justru
ditugaskan mencegah penggunaan kekerasan fisik dalam persaingan itu.
Dalam perbandingan dapat Dilihat dari satu contoh kasus dikatakan, anggota DPR
selama Orde Baru mungkin mempunyai pengalaman dan keterampilan politik yang
lebih tinggi dari yang ada kini, karena rekruitmen mereka dilakukan melalui saluran
yang lebih ketat sekali pun terbatas. Tetapi keterampilan politik mereka dibekukan
karena tidak ada ruang politik untuk menerapkannya. Sebutan 5 D adalah kenangan
politik yang pahit. Sebaliknya, anggota DPR sekarang yang datang dari demikian
banyak partai politik, mungkin masih harus belajar banyak untuk meningkatkan
kualifikasi mereka. Meskipun demikian, kebebasan untuk bersuara dalam dewan kini
jauh lebih besar, apalagi wewenang legislatif meningkat dengan munculnya reformasi.
Potret buram di atas adalah kamuflase bagi petinggi-petinggi negara saat ini
menyangkut sistem politik Indonesia, ternyata kita dihadapkan pada masalah yang
sangat riskan. Jelas kiranya, kehadiran lembaga-lembaga demokrasi itu tidak dengan
sendirinya menjamin kehidupan demokrasi, kalau tidak didukung tingkah laku politik
yang mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi.
Seperti kita ketahui dalam lembaga politik ada pihak-pihak yang mengendalikan
kekuasaan, nah berikut ini ialah beberapa jenis lembaga politik yang ada di Indonesia.
Lembaga politik yang merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia.
2. Presiden
3. wakil presiden
Suatu jabatan pemerintahan yang berada satu tingkat lebih rendah dari pada
presiden.
Merupakan lembaga tinggi negara Indonesia menurut UUD 1945 sebelum di-
amandemen yang berfungsi sebagai pemberi masukan atau pertimbangan kepada
presiden.
DI SUSUN OLEH :