Anda di halaman 1dari 15

Sistem Pemerintahan Presidensial dan

Parlementer di Indonesia
Secara umum, sering terjadi salah penggunaan dan penafsiran dari istilah “bentuk pemerintahan”
dan “sistem pemerintahan”. Padahal jika dtelusuri lebih jauh dan lebih dalam lagi kedua istilah
tersebut mempunyai arti dan makna yang berbeda.

Menurut Hans Kelsen (Kelsen, 1971: 256) bentuk pemerintahan dibedakan menjadi 2 yaitu,
monarki dan republik. Sedangkan sistem pemerintahan dalam ilmu negara umum (algemeine
staatslehre) mempunyai pengertian yaitu, sebuah sistem hukum ketatanegaraan yang mempunyai
hubungan antar pemerintahan dan perwakilan rakyat. Sebelum belajar lebih jauh mengenai
pembagian sistem pemerintahan kamu bisa belajar juga sistem pemerintahan orde lama dan
pemerintahan orde baru.

Pengertian Sistem Presidensial

Sebelum diamandemen, UUD 1945 bertugas untuk mengatur kedudukan lembaga tertinggi serta
hubungan antara lembaga. Selain itu, UUD 45 juga merupakan hukum tertinggi kemudian
kedaulatan rakyat diberikan kepada MPR sehingga MPR membagikan kekuasaanya kepada 5
elemen lembaga tertinggi yaitu : Presiden, Mahkamah Agung atau MA, Badan Pemeriksa
Keuangan atau BPK, Dewan Pertimbangan Agung atau DPA dan Dewan Perwakilan Rakyat atau
DPR.

Disamping itu, pokok-pokok sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 sebelum


diamandemen juga dijelaskan dalam UUD 45 tentang 7 pokok sistem pemerintahan Indonesia
seperti :

 Sistem konstitusional
 Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat)
 Kekuasaan tertinggi negara ada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau yang
biasa disebut MPR
 Kekuasaan Presiden atau kepala negara tidak terbatas
 Kepala negara atau presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
atau DPR
 Presiden atau kepala negara merupakan penyelenggara pemerintah tertinggi dibawah
Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR
 Menteri merupakan pembantu presiden dan tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat atau DPR

Dari beberapa poin pokok sistem pemerintahan diatas, bisa dikatakan bahwa Indonesia menganut
sistem pemerintahan secara presidensial. Uniknya, sistem ini dijalankan semasa pemerintahan
Orde Baru
Secara garis besar sistem pemerintahan presidensial ini mempunyai sistem peradilan di Indonesia
arti yaitu di dalam sistem ini kekuasaan tertinggi ada pada tangan kepala negara atau presiden.
Semua tugas dan kewenangan presiden diatur dalam UUD 1945 tanpa harus melibatkan
pertimbangan dan persetujuan DPR sehingga terkadang kekuasaan atau wewenang presiden bisa
disalahgunakan.

Untuk sistem pemerintahan setelah diamandemen terbagi menjadi 4 golongan yaitu :

 BPK
 Lembaga Legislatif yang terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan
Perwakilan Daera (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam lembaga legislatif
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) membawahi Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lembaga Legistlatif bertugas untuk membuat
Undang-Undang
 Lembaga Eksekutif terdiri dari Presiden dan Wakil Presiden dimana Presiden
membawahi Wakil Presiden selain itu, lembaga eksekutif juga mempunyai wewenang
untuk menjalankan Undang-undang
 Lembaga Yudikatif terdiri dari Makamah Konstitusi, Makamah Agung dan KY. lembaga
Yudikatif ini mempunyai wewenang untuk mengawasi jalannya UU dan memberikan
sanksi bagi mereka yang melanggar peraturan undang-undang

Sehingga dari bagan tersebut bisa dijelaskan pokok-pokok pemerintahan Indonesia setelah
diamandemen adalah :

 Indonesia mempunyai bentuk pemerintahan republik dan sistem pemerintahan


menggunakan sistem presidensial
 Indonesia memiliki otonomi daerh yang luas.
 Wilayah Indonesia terbagi menjadi beberapa provinsi
 Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan sesuai
dibagan
 Indonesia mempunyai kepala negara yang disebut Presiden dan Presiden merangkap
sebagai kepala pemerintahan.
 Rakyat memilih langsung presiden dan wakil presiden
 Parlemen terdiri dari 2 bagian, yang pertama Dewan Perwakilan Daerah atau DPD dan
Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
 Secara resmi anggota Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan merupakan
anggota dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
 Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai kekuasaan legislatif dan bertugas mengawasi
prosesnya suatu pemerintahan
 Presiden secara langsung mengangkat kabinet atau menteri
 Kabinat atau menteri bertanggung jawab langsung kepada presiden

Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Penting diketahui jika Presiden


melakukan kejahatan dan pelanggaran berat seperti penghianatan, korupsi besar dan sebagainya
maka presiden bisa diberhentikan dari masa jabatannya (impeachment)
Sistem Pemerintahan Presidensial dan Parlementer di Indonesia

Disamping itu sistem pemerintahan menurut C.F Strong dalam sebuah buku “Modern Political
Constitution” menuturkan bahwa sistem pemerintahan terbagi menjadi 2 yaitu : parliamentart
executive dan non-parliamentary. Namun sistem yang dikemukakan oleh C.F Strong jarang
digunakan karena sistem tersebut kurang sesuai dengan pola demokrasi, sehingga Arend
Lipjphart mengadakan berbagai penelitian yang diaplikasikan di 36 negara lalu membagi sistem
pemerintahan menjadi 3 bentuk yaitu : parliamentary (sistem parlementer), presidential (sistem
presidential) dan hybrid (sistem campuran).

A. Perkembangan Sistem Pemerintahan Indonesia

Jika ditelusuri lebih jauh lagi, Indonesia memiliki berbagai macam perubahan sistem
pemerintahan. Perubahan ini disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti faktor ekonomi,
keadaan masyarakat, penyesuaian atas dasar-dasar negara.

 Tahun 1949 – 1950

Tujuan dan Fungsi Negara Indonesia menganut sistem semu parlementer. Di mana sistem ini
menganut sistem multi partai yang didasarkan oleh konstitusi ris. Di dalam konstitusi ris ada
beberapa poin yang perlu diperhatikan :

a) Pemerintahan memiliki wewenang untuk undang-undang darurat


b) Undang-undang darurat memiliki wewenang aras undang-undang federasi .

 Tahun 1950 – 1959

Indonesia menganut sistem parlementer dengan demokrasi liberal. Tahun 1950 sampai tahun
1959 adalah masa di mana presiden pertama di Indonesia, Ir. Soekarno memerintah
menggunakan konstitusi undang-undang sementara. Perlu diketahui bahawa periode ini
merupakan periode berakhirnya negara Indonesia yang federalis. Ada beberapa ciri dari
pemerintahan dengan sistem parlementer demokrasi liberal adalah :

a) Keputusan presiden dan wakil presiden tidak bisa diganggu gugat


b) Menteri bertanggung jawab atas semua keputusan pemerintah
c) Presiden memiliki wewenang untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat
d) Perdana menteri diangkat langsung oleh presiden

 Tahun 1959 – 1966

Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial demokrasi terpimpin. Sejak tahun 1969
hingga tahun 1966, Ir. Soekarno memimpin menggunakan dekrit presiden dan membentuk
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara. Pada
saat itu Ir. Soekarno juga menerapkan sistem pemerintahan secara presidensial.

 Tahun 1966 –  sekarang


Indonesia menganut pemerintahan presidensial. Tahun 1966 sampai 1998 Indonesia masih
menganut masa orde baru. Tahun 1988 sampai sekarang merupakan periode reformasi yang
menganut sistem pemerintahan secara presidensial. Dalam periode ini dilakukan beberapa kali
perubahan terhadap UUD45

Karakteristik Pemerintahan Presidensial Menurut Para Ahli

Asshiddiqie (2007: 316):

 Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan
legislatif.
 Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan
yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja.
 Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya kepala negara
adalah sekaligus kepala pemerintahan.
 Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang
bertanggung jawab kepadanya.
 Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dandemikian pula
sebaliknya.
 Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa parlemen.
 Jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, makadalam sistem
presidensial berlaku prinsip supremasi konstitusi. Karena itu, pemerintahan eksekutif
bertanggung jawab kepada konstitusi.
 Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat.
 Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem parlementer yang terpusat
pada parlemen.

(Wiratman, 2008):

 Terdapat pemisah kekuasaan yang jelas antara lembaga eksekutif dan legislatif
 Presiden merupakan eksekutif tunggal
 Presiden merangkap sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara
 Presiden berhal untuk mengangkat menteri dan menteri harus bertanggung jawab kepada
presiden
 Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan yang ada di lembaga Eksekutif
 Presiden tidak bisa membubarkan atau memaksa parlemen
 Supremasi konstitusi
 Lembaga eksekutif(Presiden dan Wakil Presiden) bertanggung jawab kepada rakyat
 Kekuasaan tersebar bukan terpusat

Ciri-Ciri Pemerintahan Presidensial


Bisa disimpulkan bahwa pemerintahan presidensial memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dari
sistem pemerintahan lainnya. Berikut beberapa ciri-ciri pemerintahan presidensial secara umum :
 Sebuah negara dipimpin oleh Presiden yang sekaligus menjabat sebagai kepala
pemerintahan
 Lembaga eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) dipilih secara langsung oleh rakyat,
sehingga lembaga parlemen (Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR, Dewan
Perwakilan Daerah atau DPD dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR) tidak
mempunyai hak atau weweneng untuk memilih dan mengangkat presiden dan wakil
presiden
 Presiden mempunyai wewenang untuk mengangkat atau memberhentikan menteri-
menteri yang memimpin sebuah departemen maupun non-departemen
 Presiden tidak bisa membubarkan parlemen dan parlemen juga tidak bisa
memberhentikan presiden dan wakil presiden
 Parlemen juga mempunyai kekuasaan legislatif dan merangkap sebagai badan perwakilan
 Anggota parlemen (Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR, Dewan Perwakilan
Daerah atau DPD dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR) dipilih langsung oleh rakyat
melalui pemilihan umum (PEMILU)
 Menteri-menteri yang telah diangkat hanya bertanggung jawab kepada lembaga eksekutif
(Presiden dan Wakil Presiden)
 Kabinet atau biasa yang disebut dewan menteri dibentuk langsung oleh presiden sehingga
kabinet hanya bertanggung jawab kepada lembaga eksekutif (presiden dan wakil
presiden) dan tidak bertanggung kawab kepada lembaga legislatif atau parlemen
 Presiden tidak bertanggung jawab langsung kepada parlemen dan parlemen tidak
bertanggung jawab langsung kepada presiden dan wakil presiden
 Kekuasaan tertinggi ada di tangan lembaga eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden)
 Lembaga eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) bertanggung jawab kepada rakyat yang
berdaulat
 Sistem kekuasaan tersebar tidak terpusat seperti sistem pemerintahan parlementer

Kelebihan Atau Keunggulan Pemerintahan Presidensial


Berdasarkan ciri-ciri sistem presidensial yang telah dijelaskan diatas, sistem pemerintahan ini
mempunyai beberapa keunggulan atau kelebihan seperti :

 Stabilnya kedudukan lembaga eksekutif, karena lembaga eksekutif tidak bergantung


kepada lembaga parlementer
 Masa jabatan lembaga eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) lebih jelas karena
mempunyai jangka waktu yang jelas. Seperti contoh di Indonesia, presiden memiliki
masa jabatan 5 tahun dan maksimal masa kepimpinannya hanya 2 periode (5 x 2 = 10
Tahun)
 Memudahkan dalam penyusunan program kerja kabinet karena sudah ditentukan jangka
waktunya
 Anggota parlemen tidak bisa memberhentikan menteri, karena menteri bertanggung
jawab langsung kepada lembaga eksekutif atau presiden dan wakil presiden
 Rakyat bisa memilih siapa yang menjadi presiden atau kepala negaranya sehingga hal ini
terasa adil untuk rakyat biasa dan menghindari kecurangan adanya pemilihan berdasaran
kepentingan pribadi
 Masa pemilihan umum lebih jelas seperti contoh 5 tahun sekali diadakan pemilihan
umum untuk presiden

Kekurangan dari Pemerintahan Presidensial

Meskipun sistem pemerintahan secara presidensial dirasa mempunyai kelebihan, namun ternyata
sistem pemerintahan ini mempunyai beberapa kekurangan. Apa saja sih kekurangan tersebut?
Yuk, simak poin-poin berikut :

 Kekuasaan lembaga eksekutif diluar pengawasan dari lembaga legislatif sehingga bisa
menyebabkan kekuasaan yang mutlak
 Sistem pertanggung jawaban yang terpisah-pisah sehingga tidak efektif
 Sistem pertanggung jawaban yang terpisah membuat, lembaga satu dengan yang lainnya
tidak bisa saling koreksi dan mengawasi
 Pembuatan keputusan yang cukup lama, hal ini disebabkan karena sebelum keputusan itu
dibuat lembaga legislatif dan lembaga eksekutif melakukan diskusi atau tawar menawar.
Sehingga menyebabkan keputusan ini memakan waktu yang cukup lama dan sering kali
kurang tegas

Potret Sistem Pemerintahan Secara Presidensial Di Berbagai Negara

 Amerika Serikat

Sistem Hukum Internasional di Amerika Serikat (AS) merupakan negara federasi atau serikat
yang mempunyai 50 negara dengan ibukota Washington D.C. Amerika Serikat ini bentuk
negaranya mirip dengan Indonesia yaitu Republik. Dan jika ditelusuri lebih jauh lagi, Amerika
Serikat menganut sistem pemerintahan secara presidensial. Selain itu Amerika Serikat juga
mempunyai 3 lembaga utama yaitu : Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

Sistem partai di Amerika Serikat juga cukup unik karena Amerika Serikat menganut sistem
dwipartai yang artinya ada dua partai dominan di Amerika Serikat, partai tersebut adalah Partai
Demokrat dan Partai Republik. Dalam sistem pemilihan umum sendiri, Amerika Serikat
menganut sistem distrik. Apa itu sistem distrik? Sistem distrik adalah sistem pemilihan
berdasarkan lokasi daerah pemilihan bukan berdasarkan jumlah penduduk.

Tata cara pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden di Amerika Serikat ada 2
tahap :
a) Pertama penduduk Amerika Serikat memilih calon presiden yang paling populer
b) Kedua, penduduk Amerika Serikat memilih 538 orang yang akan berperan sebagai utusan
yang mewakili 50 negara. Orang-orang yang dipilih itulah yang akan menentukan memilih
presiden. Sehingga penduduk Amerika Serikat hanya memilih untuk menentukan popularitas
calon presiden.

 Filiphina
Filiphina merupakan negara kesatuan yang berdaulat dan memiliki bentuk pemerintahan republik
demokratis. Sama seperti Indonesia, Filiphina menganut sistem pemerintahan secara presidensial
dimana presiden memegang kendali utama dari kekuasaan tersebut dan sekaligus menjadi kepala
negara dan kepala pemerintahan Filiphina. Negara

Filiphina juga mempunyai 3 cabang utama dalam pemerintahan, yaitu :


– cabang lembaga legislatif terdiri dari seorang presiden
– cabang lembaga eksekutif terdiri dari legislatif bicamerah atau yang biasa disebut kongres
Filiphina
– cabang lembaga yudikatif terdiri dari Makamah Agung Filiphina yang sebagai lembaga
peradilan tertinggi di negara

Filiphina. Makamah Agung terdiri atas Hakim Ketua dan 14 hakim Anggota dan semua anggota
tersebut dipilih langsung oleh presiden.
Filiphina juga mempunyai 24 Senator dengan masa jabatan 6 tahun, sedangkan Dewan
Perwakilan terdiri dari 250 anggota dengan masa jabatan 3 tahun. Presiden sendiri dipilih
langsung oleh rakyat melalui pemilu dengan masa jabatan 6 tahun.

 Swiss

Swiss salah satu negara yang menerapkan sistem pemerintahan secara presidensial dan
juga Pemerintah yang Berdaulat. Dewan federal yang ada di negara Swiss ini terdiri dari 7
anggota dan masing-masing anggota memiliki kekuasaan eksekutif dan bisa juga bertindak
sebagai kabinet. Selain itu Swiss juga menerapkan sistem pemerintahan lokal dimana setiap
warga bisa mencurahkan ide, gagasan, saran dan dapat aktif berpartisipasi dalam membuat
keputusan.

 Brazil

Sama seperti halnya dengan Indonesia, Brazil juga menganut sistem pemerintahan secara
presidensial sehingga kepala negara dan kepala pemerintahan sepenuhnya ada ditangan Presiden
dan Wakil Presiden dengan masa jabatan 4 tahun dalam satu periode pemerintahan. Di Brazil
sendiri, Parlemen berfungsi sebagai pengontrol kinerja pemerintah dan juga bertugas sebagai
Dewan Perwakilan Rakyat di Brazil. Brazil sendiri memiliki Kongres Nasional (Jika di Indonesia
disebut Majelis Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat). Kongres Nasional ini
dibedakan menjadi 2 (BIKAMERAL) yaitu Senar Federal dan Camara dos Deputados.

 Argentina

Argentina merupakan sebuah negara Amerika Latin yang terletak di selatan Amerika, tepatnya di
Pegunungan Andes Barat dan Samudra Atlantik bagian selatan. Sama seperti Indonesia,
Argentina juga memiliki sistem pemerintahan secara presidensial. Dimana Presiden dan Wakil
Presiden masuk dalam lembaga eksekutif yang memegang kendali penuh sistem pemerintahan di
Argentina. Selain itu, Argentina juga memiliki 3 cabang lembaga pemerintahan, yaitu :
– Pemerintahan Federal (Lembaga Eksekutif) dipimpin langsung oleh Presiden dan Wakil
Presiden
– Parlemen Nasional (Lembaga Legislatif) terdiri dari Senat (Camara de Senadores atau Majelis
Tinggi) dan Camara de Diputados atau Majelis Rendah.
– Lembaga Yudikatif terdiri dari Makamah Agung. MA Argentina sendiri memiliki 9 anggota
yang diangkat dan dipilih langsung oleh Presiden dengan persetujuan Senat. Dan anggota lainnya
dipilih oleh Consejo de la Magistratura de la Nacioan atau dalam bahasa Indonesia nya
mempunyai arti Dewan Perwakilan Nasional). Consejo de la Magistratura de la Nacioan
merupakan sebuah kesekretariatan yang terdiri dari wakil-wakil hakim, pengacara dan Kongres.
Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat setiap 4 tahun sekali dan periode
pemerintahan tidak boleh lebih dari dua kali. Presiden secara langsung melantik anggota kabinet
dan konstitusi. Disamping itu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Argentina juga dipilih
langsung oleh rakyat dengan masa jabatan 4 tahun.

Permasalahan Sistem Pemerintahan Di Indonesia

Kita sebagai rakyat Indonesia telah menentukan seperti apa sistem pemerintahan yang akan
dianut. Berdasarkan UUD’45 Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” sebagai penjelasan kuat
bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan secara presidensial. Namun, terlepas dari
kelebihan dan kekurangan sistem pemerintah presidensial ini ternyata masih saja ada
problematika yang terjadi mengenai pemerintahan presidensial di Indonesia. Lalu, apa saja
problematika tersebut? Simak penjelasan berikut :

 Banyak yang beranggapan bahwa sistem presidensial yang dilakukan di Indonesia


melahirkan kekuasaan otoriter.
 Apa sih yang dimaksud otoriter tersebut? Secara etimologi pengertian otoriter adalah
pengaruh kuasa, otoritas atau wibawa.
 Bisa diartikan bahwa kekuasaan otoriter adalah kekuasaan terpusat demi kepentingan
pribadi dan kelompok tertentur, sistem kekuasaan ini sangat bertolak belakang dengan
demokrasi.

Kekuasaan otoriter ini terjadi karena masing-masing cabang lembaga pemerintahan tidak bisa
mengawasi satu sama lain. Seperti contoh, menteri hanya bertanggung jawab kepada presiden
dan parlemen tidak mempunyai wewenang untuk mengawasi jalannya lembaga eksekutif.
Keterbatasan wewenang dan hak itulah yang menjadikan kekuasaan otoriter muncul. Selain itu,
kekuasaaan otoriter juga muncul karena paradigma jabatan hanya sekedar bekerja mencari uang
bukan sebagai penghormatan atau pengabdian kepada negara.

Untuk memecahkan masalah sebaiknya dilakukan lagi beberapa perbaikan :

 Penataan kembali hubungan antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif


 Sistem partai yang sederhana
 Membangun sebuah makna bahwa jabatan adalah suatu kehormatan atau pengabdian
bukan hanya sekadar mengais rejeki.

Berdasarkan penjelasan mengenai ciri-ciri, karakterisktik, kekurangan, kelebihan, permasalahan


dan solusi yang harus dihadapai dalam sistem pemerintahan secara presidensial bisa disimpulkan
bahwa untuk menentukkan sebuah sistem pemerintahan apa yang akan dianut dalam suatu negara
harus memikirkan beberapa faktor geografis, ekonomi, kondisi dan disesuaikan dengan kondisi
rakyat itu sendiri sehingga bisa ditetapkan sistem pemerintahan yang bisa membuat negara
tersebut berkembang semakin maju dan sejahtera.

Berikut artikel tentang sistem presidensial di berbagai negara, sebaiknya siapapun yang berada
menjabat sebagai dewan perwakilan rakyat sebaiknya tidak memikirkan diri sendiri dan
kepentingan pribadi, memprioritaskan tugas dan tanggung jawab dan berlaku seperti warga
negara yang baik.

Indonesia Menganut Sistem Presidensial, Kekuasaan Presiden Justru Seperti


Dipreteli

[Unpad.ac.id, 11/12/2014] Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Pakar ilmu


politik dunia, Rod Hague, menyebut ada tiga unsur sistem pemerintahan presidensial, salah
satunya adalah tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan legislatif.

Prof. Dede Mariana (kiri) dalam Seminar Nasional “Sistem Presidensial yang Efektif Menurut
UUD NRI 1945” di Bale Rumawat Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Kamis
(11/12). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Ironisnya, unsur di atas tidak tampak pada pemerintahan di Indonesia. Hal tersebut dikemukakan
oleh Guru Besar FISIP Unpad, Prof. H. Dede Mariana, M.Si. “Sekarang ini agak aneh, UU bisa
diajukan oleh DPR (legislatif). Padahal itu hak Eksekutif (Presiden),” ungkapnya saat Seminar
Nasional “Sistem Presidensial yang Efektif Menurut UUD NRI 1945” di Bale Rumawat Unpad
Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Kamis (11/12).

Padahal, lanjut Prof. Dede, Presiden memiliki kedudukan yang sangat kuat di pemerintahan.
Namun saat ini kekuasaan presiden seolah dipreteli. Proses pembuatan kebijakan lebih
didominasi peran DPR. Namun, DPR nyatanya masih belum bekerja untuk rakyat.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh pengamat politik Yudi Latief, Ph.D. Sistem presidensial akan
berjalan efektif apabila pemimpinnya memiliki jiwa visioner. Presiden punya hak prerogatif
untuk menunjuk menteri dan menjalankan wewenangnya.

Terkait “ketidakberdayaan” Presiden baru Indonesia saat menjalankan pemerintahan, Yudi


mengemukakan ada beberapa masalah yang terjadi. Salah satunya ialah ketidakjelasan lembaga
legislatif di Indonesia. Hal ini terjadi setelah MPR diturunkan kedudukannya menjadi Lembaga
Tinggi Negara.

Dengan demikian, DPR memiliki kewenangan yang besar. Menurut Yudi, saat ini DPR seperti
lembaga tertinggi untuk menjalankan pemerintahan. “Ini artinya tidak ada mekanisme check and
balance dari parlemen, sehingga DPR bisa berbuat semena-mena,” kritiknya.

Ketidakjelasan tersebut juga berimbas pada kondisi politik saat ini. Prof. Dede menjelaskan
politik Indonesia pascareformasi masih berjalan dalam tataran demokrasi prosedural. Hal ini
ditandai menguatnya budaya politik orientasi parpol. Sikap ini berimplikasi melahirkan budaya
politik transaksional.

“Segala tindakan politik akan selalu diujung-ujungkan dengan uang. Perumusan Undang-undang
saja saat ini sudah ada praktik percaloan. Ini potret buram capaian demokrasi kita,” kata Prof.
Dede.

Seminar ini digelar oleh Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Unpad bekerja sama dengan
Pusat Studi Setjen MPR. Dibuka secara resmi oleh Kepala Pusat Studi Setjen MPR, Ma’ruf
Cahyono, seminar ini menghadirkan para ahli ilmu pemerintahan, salah satunya ialah Pakar
Hukum Tata Negara, Prof. Bagir Manan

Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia

A. Pengantar
Negara-negara Demokrasi dapat dijalankan dengan beberapa sistem pemerintahan . Sistem
pemerintahan dalam hal ini berkaitan dengan pengertian penyelenggaraan pemerintahan
eksekutif dalam hubungannya dengan fungsi legislatif. Sistem pemerintahan yang dikenal di
dunia secara garis besar dibedakan dalam tiga macam, yaitu:
1. Sistem Parlementer
Sistem parlementer adalah sistem pemerintahan yang menggabungkan kekuasaan eksekutif dan
kekuasaan legislatif dalam suatu lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang bernama parlemen.
Kedudukan kepala negara biasanya dipegang oleh raja, ratu, presiden, ataupun sebutan lain yang
sesuai dengan bahasa resmi yang dipakai di negara bersangkutan, sedangkan jabatan kepala
pemerintahan biasanya disebut perdana menteri (prime minister).
2. Sistem Presidensial
Karakteristik sistem presidensial adalah badan perwakilan tidak memiliki supremacy of
parliament karena lembaga tersebut bukan lembaga pemegang kekuasaan negara. Untuk
menjamin stabilitas sistem presidensial, presiden dipilih, baik secara langsung atau melalui
perwakilan, untuk masa jabatan tertentu, dan presiden memegang sekaligus jabatan kepala
negara dan kepala pemerintahan.Sebagai kepala pemerintahan dan satu-satunya kepala eksekutif,
presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara yang berfungsi sebagai
pembantu presiden dan memegang kekuasaan eksekutif dalam bidang masing-masing. Kabinet
tidak bertanggungjawab secara kolektif, tetapi tiap-tiap menteri bertanggung jawab secara
individual kepada presiden.
3. Sistem campuran (Semi Presidensial) yang mengandung unsur dua sistem pemerintahan
(presidensial dan perlementer). Sistem pemerintahan Campuran (Semi Presidensial) adalah
sistem yang menyatukan banyak keuntungan dari Presidensial dan parlementer murni. Perubahan
antara fase presidensial dan fase parlementer memecahkan masalah kemandegan eksekutif-
legislatif yang merupakan kelemahan paling buruk dari Presidensial. Selain itu sistem ini
menggabungkan kelebihan Pemilu Langsung yang Demokratis dan masa jabatan tetap yang
dihubungkan dengan pemerintahan pemerintahan Presidensial dan Fleksibilitas Kabinet
Parlementer serta perdana Menteri.
Sebuah sistem pemerintahan demokratis lahir seiring dengan munculnya perspektif dispersion of
power. Perspektif yang mengharuskan adanya pembagian kekuasaan dalam pemerintahan untuk
menghindari adanya pengepulan kuasa di satu tangan. Dispersion of power merupakan salah satu
implikasi dari asumsi dasar Lord Acton yang mengatakan bahwa kekuasaan cenderung
melahirkan korupsi dan kekuasaan yang absolut akan cenderung menimbulkan penyimpangan
yang absulut juga. Trend demokratisasi yang sedang berlangsung berdampak pada munculnya
sistem pemerintahan yang demokratis. Dan salah satu sistem pemerintahan yang dianggap
demokratis adalah sistem pemerintahan presidensial yang dicoba diadaptasikan di Indonesia.
Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan pasal tersebut,
Indonesia menganut sistem pemerintahan Presidensial.
Sistem presidensial sebagai pilihan sistem pemerintahan di Indonesia telah melalui proses
perdebatan panjang dari para founding fathers dengan memahami konteks Indonesia pada masa
itu. Namun perdebatan ini seakan terhenti dan tidak pernah dibicarakan pada masa kini.
Indonesia telah menemukan pilihannya yaitu sistem pemerintahan presidensial. Melihat konteks
Indonesia yang sangat plural dan dengan sistem multi partai, timbul pertanyaan apakah pilihan
Indonesia sudah tepat atau justru menimbulkan banyak dilema dan permasalahan dalam
prakteknya. Sistem pemerintahan Presidensial merupakan sistem pemerintahan yang terpusat
pada jabatan Presiden sebagai kepala pemerintahan (head of government) sekaligus sebagai
kepala negara (head of state). Presiden Republik Indonesia adalah kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan dengan tugas dan wewenangnya masing-masing menurut undang-undang dasar.
Karena itu, kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan tidak perlu dibedakan apalagi
dipisahkan.
Presidensial merupakan sebuah sistem pemerintahan dimana president as a single chief
excecutive. Kekuasaan eksekutif berada di tangan seorang presiden dan tidak terbagi.
Pertimbangan-pertimbangan yang mungkin dipikirkan ketika Indonesia memilih sistem
presidensial, beberapa diantaranya adalah: kekuasaan presiden lebih terlegitimasi karena dipilih
langsung oleh rakyat. Selain itu, adanya paralelisme antara lembaga eksekutif dan legislatif,
mendukung berlangsungnya checks and balances dan saling supervisi untuk mencegah
penyimpangan kekuasaan. Besarnya kekuasaan presiden akan mempercepat pengambilan
keputusan dan kebijakan tertentu. Dan masa jabatan presiden yang pasti memungkinkan
terjadinya stabilitas pemerintahan, dibandingkan dengan sistem parlementer dimana perdana
menteri bisa dijatuhkan sewaktu-waktu. Sistem presidensial cenderung lebih stabil. Hal ini sesuai
dengan data yang menunjukkan bukti bahwa sampai tahun 1985, 13 dari 40 rejim (31%) negara
dunia ketiga yang menganut sistem parlementaria jatuh akibat kudeta atau revolusi. (Riggs:1993)
Tulisan saya ini akan mencoba sedikit mengulas dilema, anomali dan permasalahan
implementasi sistem presidensial di Indonesia. bagaimanakah implementasi sistem
presidensialisme di Indonesia? Apakah sistem ini sudah bejalan sesuai harapan ? Beberapa kasus
akan membantu menggambarkan permasalahan-permasalahan mendasar dalam praktek
presidensialisme di Indonesia. Khususnya, dilema hubungan eksekutif dan legislatif dan
permasalahan internal eksekutif dalam konteks multi partai.
B. Pembahasan
Jika sistem Pemerintahan Parlementer terkait dengan perkembangan sistem Parlementer Inggris,
sistem pemerintahan Presidensial tidak dapat dipisahkan dari Amerika Serikat. Dalam literatur
dinyatakan , Amerika Serikat tidak saja merupakan tanah kelahiran Presidensial , tetapi juga
contoh ideal karena memenuhi hampir semua kriteria yang ada dalam sistem pemerintahan
Presidensial. Jimmy asshiddiqie mengemukakan bahwa Amerika Serikat sering disebut sebagai
contoh ideal pemerintahan Presidensial di dunia.
Asshiddiqie mengemukakan sembilan karakter sistem Pemerintahan Presidensial sebagai
berikut :
a. Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif
b. Presiden merupakan Eksekutif tunggal . kekuasaan eksekutif Presiden tidak terbagi dan yang
ada hanya Presiden dan wakil Presiden saja.
c. Kepala Pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknaya kepala negara adalah
sekaligus kepala pemerintahan
d. Presiden mengangkat menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang
bertanggungjawab kepadanya.
e. Anggota Parlemen tidak boleh menduduki jabatan Eksekutif dan demikian pula sebaliknya.
f. Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa parlemen.
g. Jika dalam sistem Parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen , maka dalam sistem
Presidensial berlaku prinsip supremasi konstitusi . karena itu, pemerintahan eksekutif
bertanggung jawab kepada konstitusi.
h. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat.
Sistem presidensial yang diadopsi banyak negara berkembang khususnya Asia dan Amerika
Latin dianggap memiliki banyak kelebihan untuk menjaga kestabilan negara. Namun sistem yang
diadopsi ini justru banyak menimbulkan masalah karena tidak memperhatikan konteks yang
berbeda dari masing-masing negara. Amerika Serikat adalah sebuah pengecualian dimana sistem
presidensial bisa diimplementasikan berdasarkan prosedur sehingga kestabilan sistem bisa
terjaga. Douglas V.Varney mengemukakan pula kelebihan-kelebihan sistem presidensial, antara
lain:
1. Stabilitas eksekutif didasarkan atas masa jabatan presiden yang tertentu (president’s fixed
terms of office). Hal ini bertolak belakang dengan instabilitas eksekutif dalam sistem
pemerintahan parlementer yang disebabkan oleh seringnya penggunaan kekuasaan legislatif
untuk menumbangkan kabinet melalui mosi tidak percaya atau melalui bentuk-bentuk mosi tidak
percaya lainnya, sebagai hasil dari hilangnya dukungan di legislatif terhadap kabinet.
2. Pemilihan oleh rakyat dipandang sebagai sesuatu yang lebih demokratis dibandingkan dengan
pemilihan eksekutif yang dilaksanakan secara tidak langsung dalam sistem parlementer.
Demokrasi tidak mewajibkan popular election untuk semua pejabat publik, tetapi kepala
pemerintahan adalah seseorang yang sangat penting dan sebagai office-holders yang kuat dalam
demokrasi.
3.Pemisahan kekuasaan berarti pemerintahan yang dibatasi dalam rangka melindungi
kemerdekaan individu dari tirani pemerintahan.
Sedangkan kelemahan dari sistem pemerintahan Presidensial pada saat ini adalah :
1. Terbentuknya pemerintahan minoritas akibat sistem multipartai
Mainwaring dalam studinya tahun 1993, menyimpulkan bahwa pelaksanaan sistem pemerintahan
presidensial dengan sistem multipartai cenderung mengakibatkan ketidakstabilan pemerintahan,
risiko deadlock kebijakan pemerintahan negara, tindakan Presiden di luar konstitusi dan
impeachment
2. Praktik korupsi politik dan penyalahgunaan kekuasaan akan berkembang luas
3. Rule by decree atau menjadikan undang-undang sebagai instrument kekuasaan
4. Terancamnya konsolidasi demokrasi
5. Konflik DPR versus Presiden sehingga pemerintahan tidak efektif
6. Accountability blame by blaming
7. Impeachment
Dalam implementasi sistem Presidensial, terjadi pergeseran hingga sedikit menyentuh praktik
sistem parlementer. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan pemerintah yang sulit dipahami dan terjadi
tarik menarik antar partai. Koalisi antar partai malah mengganggu kinerja Presiden. Adanya
pergeseran implementasi sistem Presidensial itu terkait dengan fragmentasi politik yang
multipartai. Padahal sistem Presidensial sebenarnya tidak tepat diterapkan di negara yang
multipartai. Hal itu menyebabkan adanya kompromi-kompromi politik agar pemerintahan bisa
bekerja. tanpa melakukan kompromi dengan partai-partai politik, sulit bagi pemerintah untuk
melakukan programnya. Indonesia menganut sistem multipartai, dengan sistem pemilu yang
berlaku maka semua partai itu punya peluang mendapat kursi baik di DPR maupun DPRD.
Diantara kelemahan-kelemahan yang telah disebutkan diatas, hubungan antara eksekutif dan
legislatif adalah salah satu problem dasar dalam sistem presidensial. Kedudukan yang paralel
antara lembaga eksekutif dan legislatif dalam konteks Indonesia justru banyak menimbulkan
masalah. Latar belakang sistem multi partai adalah salah satu penyebabnya. Karakter partai di
Indonesia yang bersifat sentrifugal dan amubais membuat kebijakan-kebijakan yang akan
diambil presiden seakan dibayang-bayangi oleh kepentingan-kepentingan partai di legislatif.
Seluruh partai tersebut ingin diakomodasi kepentingannya dan apabila kepentingan-kepentingan
tersebut tidak terpenuhi presiden akan kehilangan dukungan dari partai-partai tersebut. Dalam
kondisi ini, rancangan undang-undang yang dibuat oleh eksekutif dan legislatif bukan lagi
menjadi instrumen untuk menegakkan aturan melainkan sebuah komoditas yang bisa diperjual
belikan untuk mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu.
Mainwaring dan Linz mengatakan bahwa akan ada problem manakala sistem presidensial
dikombinasikan dengan sistem multipartai. Kombinasi seperti ini akan menghasilkan instabilitas
pemerintahan. Ini terjadi karena faktor fragmentasi kekuatan-kekuatan politik di parlemen dan
”jalan buntu” bila terjadi konflik relasi eksekutif- legislatif. Karena itu, sistem presidensial lebih
cocok menggunakan sistem dwipartai. Dengan menggunakan sistem ini, efektivitas dan stabilitas
pemerintahan relatif terjamin. Masih berkaitan dengan implementasi sistem Presidensial di
Indonesia, ada satu contoh yang berkaitan dengan kedudukan Presiden sebagai kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan. Ada pengertian seolah Presiden dapat dibantu oleh sekretaris
yang bertindak sebagai sekretaris Presiden sebagai kepala negara dan sekretaris Presiden sebagai
kepala kabinet, juga tidak relevan untuk dibedakan apalagi dipisahkan. Sistem Presidensial tidak
mengenal jabatan sekretaris negara dalam rangka dukungan staf terhadap kepala pemerintahan.
Kebiasaan yang dipraktikkan di Indonesia sampai sekarang dengan adanya sekretaris negara dan
sekretaris kabinet dikaitkan dengan kedudukan Presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan juga merupakan kebiasaan yang salah kaprah.
Permasalahan yang mungkin muncul dari sistem multi partai biasanya merujuk pada
pemerintahan minoritas. Ada dua kemungkinan. Pertama, pemerintah yang terdiri dari pluralitas
aktor dengan latar belakang berbeda yang dalam pembentukan pemerintahan, tidak ada
mayoritas absolut suara. Kedua, ketika pemerintah harus menghadapi lawan mainnya yang
mayoritas menduduki kursi legislatif. Pemerintah minoritas semacam ini hampir tidak dapat
dihindari karena adanya dinamika yang melekat pada sistem multi partai yang sentrifugal seperti
di Indonesia. Dalam konstitusi selain dipilih langsung, presiden terpilih akan memegang
jabatannya untuk jangka waktu lima tahun. Posisi presiden amat kuat sebab ia tidak bisa
dihentikan di tengah jalan oleh MPR karena alasan politik yang multitafsir. UUD 1945 hasil
amandemen ketiga mengatur, presiden dan/atau wakilnya hanya dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya bila (i) melakukan pelanggaran hukum berat, (ii) perbuatan tercela, atau (iii) tidak
memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden (Jimly Asshidiqie, 2002).
Dengan kekuatan konstitusi semacam ini, seharusnya presiden tidak perlu terlalu menanggapi
keinginan-keinginan partai politik di DPR dan kabinetnya. Namun yang terjadi dalam kasus
reshuffle kabinet adalah, banyak sekali muatan politik dari partai-partai yang ingin menterinya
mendapat kedudukan. Beberapa pakar menilai bahwa isu reshuffle lebih banyak mengandung
muatan politis daripada mengakomodasi kepentingan masyarakat. Dilema dan permasalahan
dalam sistem pemerintahan presidensial, tidak hanya menyangkut masalah hubungan antara
eksekutif dan legislatif. Tetapi juga masalah lembaga internal eksekutif. Dimana menteri-menteri
dalam kabinet pemerintah juga berasal dari partai-partai yang berbeda dengan segala
kepentingannya. Konstitusi telah menjelaskan bahwa menteri tidak menjabat sebagai anggota
DPR, namun tidak ada yang bisa menjamin bahwa para menteri tersebut benar-benar bisa setia
terhadap Presiden. Bisa jadi mereka masih loyal terhadap partainya dan berusaha
mengakomodasi kepentingan partai tertentu melalui jabatannya.
Kerumitan permasalahan dalam lembaga internal eksekutif sangat terlihat dalam kasus reshuffle
kabinet yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini merupakan anomali
kabinet dalam sistem Presidensial yang dilakukan Presiden. Kinerja pemerintahan seolah-olah
menjadi tanggung jawab para menteri. Baik buruknya kebijakan pemerintah seakan-akan
menjadi tanggung jawab anggota kabinet, padahal keputusan akhir suatu kebijakan seharusnya
berada di tangan presiden.
Karena itu pula kegagalan para menteri negara dalam skema presidensial pada dasarnya adalah
kegagalan presiden dalam mengarahkan, mengoordinasi, dan mengeksekusi kebijakan. Jadi aneh
dalam praktik pemerintahan ketika kebijakan menteri perdagangan terkait komoditas pangan
tertentu di satu pihak berbeda dengan menteri perindustrian dan menteri pertanian. Perbedaan
kebijakan tentang beras, gula, garam, dan sebagainya sebenarnya tak perlu ada jika
kepemimpinan presiden sebagai kepala kabinet efektif.
Artinya, acuan para menteri negara semestinya adalah arah kebijakan presiden yang telah
dimandatkan rakyat melalui pemilu. Tugas para menteri adalah mengimplementasikannya sesuai
tugas dan tanggung jawab kementerian masing-masing. Hanya saja, kita semua tidak ada yang
tahu, sebenarnya arah kebijakan presiden tersebut ada atau tidak. Jadi, keseluruhan rangkaian
proses perombakan kabinet sebenarnya tak perlu jika kita konsisten dengan skema presidensial.
Kecuali memang tujuannya untuk menghibur rakyat, sehingga bisa jadi memang ada sebagian
rakyat kita yang menikmatinya. Sekali lagi, jika Presiden SBY benar-benar hendak mewujudkan
komitmen membangun demokrasi, keadilan dan kesejahteraan bagi semua unsur bangsa, saatnya
berhenti berupacara. Kita wajib percaya, rakyat menantikan pemerintahnya bekerja, bekerja, dan
bekerja, ketimbang sekadar prosesi.
Kasus ini sangat jelas menggambarkan dilema presidensialisme yang diterapkan di Indonesia.
Proses-proses legislasi dan kebijakan seringkali sangat bermuatan politis. Melalui reshuffle,
Presiden seakan ingin memperbaiki hubungannya dengan DPR. Dalam reshuffle kabinet yang
dilakukan, dikhawatirkan bukan cheks and balances dalam lembaga pemerintahan yang terjadi
melainkan sebuah mekanisme politik perkoncoan. Dimana kedua belah pihak sama-sama
diuntungkan. Presiden tetap aman dan partai-partai terakomodasi kepentingannya

Anda mungkin juga menyukai