Anda di halaman 1dari 50

BAB I

KONSEP TRIAS POLITIKA

A. Pendahuluan
Suatu negara akan dikatakan berjalan dengan baik apabila di negara tersebut
terdapat suatu wilayah atau daerah teritorial yang sah. Pada teritorial ini nantinya akan
terdapat suatu pemerintahan yang sah diakui dan berdaulat, serta diberikan kekuasaan
yang sah untuk mengatur para rakyatnya. Dalam hal ini pemerintah menjalankan
kekuasaan atas kehendak rakyat, artinya bahwa berdasarkan konsensus yang tertuang
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah
disepakati bahwa rakyat memberikan wewenang kepada pemerintah untuk memerintah,
mewakili dan mengurus urusan pemerintahan. Pembagian atau pemisahan kekuasaan
sering dikenal dengan istilah Trias Politica. Konsep Trias Politica pertama kali
dikemukakan oleh John Locke, seorang filsuf Inggris yang kemudian Trias Politica
dikembangkan oleh Montesquieu dalam bukunya yang berjudul “L’Esprit des
Lois.”Dikutip dari buku "Trias politica dalam struktur ketatanegaraan Indonesia:
kekuasaan presiden antara tak terbatas dengan tidak tak terbatas" karya Romi Librayanto,
Trias Politica berasal dari bahasa Yunani yaitu “Tri” yang berarti tiga, “As” yang berarti
poros/pusat, dan “Politica” yang berarti kekuasaan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa dari Trias Politica adalah
suatu ajaran yang mempunyai anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari 3 (tiga)
macam kekuasaan, yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Kekuasaan Legislatif adalah
membuat undang-undang, kekuasaan Eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang-
undang, dan kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-
undang. Indonesia sendiri juga sebagai negara demokrasi yang merupakan salah satu
negara yang menganut konsep Trias Politica ini. Kekuasaan yang sah, artinya bahwa
pemerintah yang berdaulat, merupakan representasi dari seluruh rakyat dan menjalankan
kekuasaan atas kehendak rakyat. Kekuasaan itu sendiri adalah wewenang atas sesuatu
atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dan lain sebagainya) sesuatu.
Sistem pemerintahan merupakan gabungan dua istilah yaitu “sistem” dan
pemerintahan”. Pengertian sistem adalah adanya hubungan fungsional antara badan satu
dengan badan lainnya secara keseluruhan. Sedangkan pemerintahan adalah segala urusan
yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan
kepentingan negara sendiri. Secara garis besar sistem pemerintahan dibagi menjadi dua
yakni sistem pemerintahan presidensial dan parlementer.
Sri Soemantri memaknai sistem pemerintahan berkenan dengan sistem hubungan
antara eksekutif dan legislatif. Adanya dan tidak adanya hubungan antara eksekutif dan
legislatif melahirkan adanya sistem parlementer dan presidensial. Sedangkan dalam
kepustakaan dikenal adanya tiga sistem pemerintahan : (1) sistem pemerintahan
parlementer; (2) sistem pemerintahan presidensial; dan (3) sistem pemerintahan yang
mengandung unsur-unsur baik yang terdapat dalam sistem pemerintahan parlementer dan
presidensial (dikenal dengan sistem semi-presidensial).
M. Solly Lubis mengatakan bahwa perkembangan suatu negara berarti perubahan
kemauan dan tindakan manusia. Hal ini disebabkan oleh organisasi masyarakat, yang
terdiri dari manusia yang memiliki beragam kepentingan dan tujuan. Perkembangan
sistem pemerintahan ini tidak lepas dari perkembangan manusianya sendiri atau
perkembangan sosial politik di negara tersebut.
Berkembangnya kemauan dan tindakan manusia atau masyarakat mengakibatkan
berkembangnya sistem pemerintahan itu dengan variasinya masing-masing. Variasi ini
terdapat dalam pelaksanaan pemerintahan di negara Indonesia maupun Perancis.
Berdasarkan hal tersebut, maka bedah buku ini bermaksud untuk menjelaskan
perbandingan mendasar sistem pemerintahan pada kedua negara tersebut dilihat dari
konstitusinya masing-masing. Tujuan bedah buku ini adalah untuk mengetahui
perbandingan sistem pemerintahan yang dianut oleh negara Indonesia dan Perancis, dan
untuk mengetahui bagaimana konsep trias politika diterapkan sebagai dasar sistem
pemerintahan di negara Indonesia dan Perancis.
B. Sistem Pemerintahan Presidensial dan Semi Presidensial
Sistem presidensial merupakan pemerintahan perwakilan rakyat yang representatif,
dengan sistem pemisahan kekuasaan secara tegas. Pemisahan antara kekuasan eksekutif
dengan legislatif diartikan bahwa kekuasaan eksekutif ini dipegang oleh suatu badan atau
organ yang di dalam menjalankan tugas tersebut tidak bertanggung jawab pada badan
perwakilan rakyat. Badan perwakilan rakyat ini menurut Montesquieu memegang
kekuasaan legislatif, sehingga bertugas membuat dan menentukan peraturan-peraturan
hukum. Dengan demikian, pimpinan badan eksekutif ini diserahkan kepada seseorang
yang di dalam hal pertanggung jawabannya sifatnya sama dengan badan perwakilan
rakyat, yaitu bertanggung jawab langsung kepada rakyat, jadi tidak perlu melalui badan
perwakilan rakyat. Sehingga kedudukan badan eksekutif adalah bebas dari badan
perwakilan rakyat. Presiden menyelenggarakan pemerintahan dalam arti yang
sebenarnya, dan di dalam menjalankan tugasnya presiden dibantu oleh menteri-menteri.
Oleh karena itu, menteri harus bertanggung jawab kepada presiden,dan menteri tidak
bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat. Badan perwakilan tidak bisa
memberhentikan presiden atau menteri,meskipun badan perwakilan tidak menyetujui
kebijakan-kebijakan paramenteri tersebut. Jadi, yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugas yang diberikan presiden kepada menteri adalah presiden sendiri.
Dalam sistem pemerintahan presidensial benar-benar ada pemisahan kekuasaan
perundang-undangan dan kekuasaan pemerintahan. Apabila ternyata di kemudian hari
ada perselisihan antara badan eksekutif dan legislatif, maka badan yudikatif akan
memutuskannya. Suatu sistem pemerintahan presidensial setidaknya memiliki beberapa
karakteristik, antara lain :
1. Berdasarkan atas prinsip-prinsip pemisahan kekuasaan (separation power)
2. Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk membubarkan parlemen dan juga tidak
mesti berhenti sewaktu kehilangan dukungan dari mayoritas anggota parlemen
3. Tidak ada tanggung jawab yang timbal balik antara presiden dan kabinetnya, karena
seluruh tanggung jawab tertuju pada presiden
4. Presiden memiliki kekuasaan untuk membentuk kabinetnya sendiri
5. Presiden langsung dipilih oleh para pemilih
6. Presiden menjalankan jabatan untuk jangka waktu yang pasti
Sistem pemerintahan campuran merupakan bentuk variasi dari sistem pemerintahan
arlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Hal tersebut disebabkan karena
keadaan dan situasi yang berbeda dari masing-masing negara, sehingga melahirkan ciri-
ciri yang terdapat dalam kedua sistem pemerintahan tersebut. Artinya sistem
pemerintahan campuran ini bukanlah merupakan bentuk dari yang sebenarnya, ini
merupakan modifikasi dari sistem parlementer atau pun sistem presidensial. Sedangkan
untuk sistem pemerintahan campuran memiliki corak tersendiri yang juga dapat disebut
sistem semi-presidensial. Sistem pemerintahan campuran dapat diartikan :
Semi-Presidenial government combines an elected Presiden performing political tasks
with a prime minister who heads a cabinet accountable to parliament. The prime
minister, usually appointed by the Presiden, is responsible for day-to-day domestic
government (including relations with the assembly) but the Presiden retains an oversight
role, responsibility for foreign affairs, and can usually take emergency powers.
Di dalamnya ditentukan bahwa Presiden mengangkat para menteri termasuk Perdana
Menteri seperti sistem Presidensil, tetapi pada saat yang sama Perdana Menteri juga
diharuskan mendapat kepercayaan dari parlemen seperti dalam sistem parlementer.
Perdana Menteri pada umumnya ditugaskan oleh Presiden, adalah bertanggung jawab
untuk pemerintah domestik sehari-hari tetapi memiliki tanggung jawab untuk urusan luar
negeri, dan pada umumnya dapat mengambil kuasa-kuasa dalam keadaan darurat.
Menurut Duverger sistem ini memiliki ciri, yakni:
1. The Presiden of the republic is elected by universal suffrage.
2. He possesses quite considerable powers.
3. He has opposite him, however, a prime minister and minister who possess executive
and governmental powers and can stay in officeonly if the parliament does not show
its oppositions to them.
Jadi pada sistem campuran ini kedudukan Presiden tidak hanya sebagai seremonial saja,
tetapi turut serta di dalam pengurusan pemerintahan, adanya pembagian otoritas di dalam
eksekutif.
C. Konsep Trias Politika Sebagai Dasar Sistem Pemerintahan
Untuk mendapatkan suatu sistem pemerintahan presidensial yang murni, maka
doktrin trias politika harus dianut secara konsekuen, tidak boleh timpang tindih. Ketiga
jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) harus dipisahkan secara tegas. Akan
tetapi dalam bentuk yang murni tersebut, ia tidak mungkin dilaksanakan dimana-mana.
Belum pernah ada pelaksanaan dari ajaran trias politika dianut secara resmi. Trias
politika adalah anggapan bahwa kekuasaan terdiri dari tiga, yaitu :
1. Legislatif atau kekuasaan membuat undang-undang (rule makingfunction)
2. Eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang (ruleapplication function)
3. Judikatif atau kekuasaan mengadili pelanggaran undang-undang (rule adjudication
function).
Untuk menciptakan sebuah dinamisasi dan mengurangi kekuasaan yang korup, maka
penyelenggaraan negara sebaiknya dijalankan oleh 3 lembaga tersebut dengan fungsinya
masing-masing. Di sini diperlukan pemisahan kekuasaan (separation power) antara
ketiga lembaga tersebut. Pada awalnya kekuasaan pembuat dan pelaksana sekaligus
pengadil undang-undang ada pada satu tangan, yakni raja sebagai penguasa tunggal.
Salah satu implikasi yang ditimbulkan adalah absolutisme dan koruptisme kekuasaan.
Absolutisme dan koruptisme ini tidak dibenarkan dalam penyelengaraan negara, apalagi
dalam tatanan kedaulatan rakyat.
Dalam garis besarnya, tiap-tiap lembaga tersebut harus mengerjakan fungsinya yang
sesuai, yakni adanya pemisahan kekuasaan menurut ajaran Montesquieu secara
konsekuen. Tetapi berhubung keadaan sekarang berbeda dengan era Montesquieu, maka
sekarang lebih baik mempertimbangkan tiap-tiap keadaan dengan ukuran efisiensinya
peraturan-peraturan yang menyimpang dari teori sehingga tidak bersikap juridis
normatif, tetapi lebih baik tiap-tiap penyimpangan ditinjau secara praktis dan daya
gunanya bagi kepentingan umum.
D. Profil Negara
1. Republik Indonesia Republik Indonesia (RI) atau Indonesia
Republik Indonesia Republik Indonesia (RI) atau Indonesia adalah negara di
Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan
Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik. Indonesia menjalankan pemerintahan republik
presidensial multipartai yang demokratis. Seperti pada negara demokrasi lainnya,
sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga
bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas dua kamar (bicameral)
yakni anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan
undang-undang. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dari 560 anggota Dewan
Perwakilan Rakyat yang merupakan wakil rakyat melalui partai politik, ditambah
dengan 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah yang merupakan wakil provinsi dari
jalur independen. Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dan dilantik untuk
masa jabatan 5 tahun. Beberapa kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat
adalah mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, melantik Presiden
dan/atau Wakil Presiden, dan MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau
wakil presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar. Lembaga
eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Presiden dan wakil
presiden Indonesia memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung
jawab kepada presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen.
Meskipun demikian, Presiden saat ini yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan juga menunjuk sejumlah pemimpin partai politik untuk duduk di
kabinetnya. Tujuannya untuk menjaga stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya
posisi lembaga legislatif di Indonesia. Namun pos-pos penting dan strategis
umumnya diisi oleh menteri tanpa portofolio partai (berasal dari seseorang yang
dianggap ahli dalam bidangnya). Kekuasaan presiden berdasarkan UUD 1945, dapat
dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu :
1) Kekuasaan presiden dalam bidang eksekutif
Kekuasaan presiden dalam bidang eksekutif termaktub dalam pasal 4 ayat 1 dan
pasal 5 ayat 2 UUD 1945, yang berbunyi :
a. Pasal 4 ayat 1 “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.
b. Pasal 5 ayat 2 “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya”.
2) Kekuasaan presiden dalam bidang legislatif
Kekuasaan presiden di bidang legislatif meliputi :
a. Pasal 5 ayat 1 “Presiden berhak mengajukan rancangan undang- undang
kepada DPR”.
b. Pasal 21 ayat 2 “Jika usul rancangan undang-undang (oleh anggota DPR),
meskipun disetujui DPR, tidak disahkan oleh presiden, maka rancangan tadi
tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu”.
c. Pasal 22 ayat 1 “Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, presiden
berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti
undangundang”.
d. Pasal 23 ayat 1 “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan
belanja negara diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama-sama DPR
dengan memperhatikan pertimbangan DPD”.
e. Pasal 23 ayat 2 “Apabila DPR tidak menyetujui rancangan undangundang
anggaran pendapatan dan belanja negara diusulkan oleh presiden,
pemerintah menjalankan APBN tahun lalu”.
3) Kekuasaan presiden sebagai kepala negara
Sebagai kepala negara presiden mempunyai tugas-tugas pokok yang diatur
dalam undang-undang dasar 1945, yakni pasal 10 sampai 16 UUD 1945.
Lembaga yudikatif di Indonesia dibagi menjadi tiga kamar (tricameral) yaitu
Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY).
Kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah salah satu prinsip penting bagi
Indonesia sebagai suatu negara hukum. Prinsip ini menghendaki kekuasaan
kehakiman bebas dari campur tangan pihak mana pun dan dalam bentuk apapun,
sehingga dalam menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan
ketidakberpihakan kekuasaan kehakiman kecuali terhadap hukum dan keadilan.
2. Republik Perancis
Negara Perancis saat ini (terkenal dengan istilah Republik Kelima) merupakan
sebuah negara Republik dan berbentuk negara kesatuan. Perancis menganut sistem
pemerintahan semi presidensial. Disebut semi presidensial karena dalam
menjalankan roda pemerintahan, Presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan dibantu oleh seorang Perdana Menteri. Hal ini berbeda dengan sistem
pemerintahan yang presidensial secara murni dimana Presiden hanya menjalankan
pemerintahan seorang diri dengan hanya dibantu kabinet.Pemerintah nasional
Perancis memiliki tiga cabang, yakni cabang eksekutif yang dipimpin oleh seorang
presiden dan seorang perdana menteri, cabang legislatif yang terdiri atas Parlemen
dua kamar, dan cabang yudisial, atau sistem pengadilan.
1) Lembaga eksekutif
Konstitusi Perancis saat ini memberikan kekuasaan lebih pada badan eksekutif
yang terdiri dari Presiden dan Perdana Menteri. Presiden memiliki jabatan resmi
sebagai Kepala Negara dan merupakan Komandan Tertinggi di Angkatan
Bersenjata Nasional. Presiden dipilih langsung oleh rakyat dengan masa jabatan
7 tahun. Sedangkan Perdana Menteri dipilih oleh Majelis Nasional. Perdana
Menteri disini merupakan kepala atas Dewan Menteri atau Kabinet dimana
kabinet-kabinet ini sendiri ditunjuk oleh Presiden dengan rekomendasi dari
Perdana Menteri. Berdasarkan divisi kekuasaan yang ada, yang dalam hal ini
telah berubah menjadi konvensi politik, Presiden sematamata bertanggung
jawab atas kebijakan luar negeri dan pertahanan nasional. Sedangkan Perdana
Menteri bertanggung jawab atas kebijakan domestik. Adakalanya proses
pemerintahan bisa berlangsung rumit jika terjadi periode atau masa kohabitasi.
Artinya, Perdana Menteri dan Presiden yang terpilih secara resmi berasal dari
partai yang saling bersaing. Satu dari kekuasaan paling penting yang dimiliki
Presiden adalah kewenangannya untuk membubarkan Majelis Nasional dan
mengadakan pemilihan baru atas badan legislatif. Presiden juga diberi
kewenangan untuk mengajukan beberapa permasalahan kebijakan tertentu
seperti perjanjianperjanjian di Uni Eropa ke dalam referendum nasional.
Sedangkan Perdana Menteri menguasai otoritas signifikan sebagai pemimpin
partai mayoritas atau koalisi di dalam Majelis Nasional.
2) Lembaga legislatif
Perancis memiliki sistem legislatif bikameral yang terdiri dari Majelis Nasional
dan Senat. Anggota Majelis Nasional terdiri dari 577 anggota. Sedangkan dalam
Senat terdiri dari setidaknnya 321 anggota. Anggota dari Majelis Nasional
(badan legislatif utama) dipilih secara langsung setiap 5 tahun sekali. Sedangkan
senator dipilih secara tidak langsung melalui satu mekanisme dimana pada
setiap departemen didirikan seperti semacam kantor pemilihan umum.
Kewenangan Senatpun juga dibatasi. Dalam artian, ketika terjadi
ketidaksepahaman antara dua lembaga legislatif ini, maka keputusan final
tetaplah menjadi kewenangan Majelis Nasional.
3) Lembaga yudikatif
Sistem Yudikatif Perancis terdiri dari dua cabang, dimana pada masingmasing
cabang terdapat semacam hierarki mahkamah agung. Cabang yang pertama
(pengadilan administratif) mengurusi masalah yang berkaitan dengan peraturan
pemerintah atau sengketa antar lembaga-lembaga publik. Cabang yang kedua
(pengadilan umum) mengurusi kasus-kasus sipil dan kriminalitas warga
Perancis. Dalam pengadilan umum atau pengadilan yudisial terdapat dua jenis
pengadilan. Yaitu pengadilan sipil dan pengadilan kasus kriminalitas.
Pengadilan sipil bertugas untuk menangani kasus antar perseorangan atau
perseorangan dengan korporasi. Sedangkan pengadilan kriminal menangani
kasus pelanggaran ringan dan atau kasus pembunuhan.
E. Sistem Pemerintahan di Negara Indonesia dan Perancis
Pada dasarnya sistem pemerintahan di negara Indonesia dan Perancis memiliki
beberapa persamaan dan perbedaan. Perkembangan kedua negara tersebut berdasarkan
pada perubahan kemauan dan tindakan masyarakatnya. Hal ini disebabkan oleh
organisasi masyarakat, yang terdiri dari manusia yang memiliki beragam kepentingan
dan tujuan. Perkembangan sistem pemerintahan ini tidak lepas dari perkembangan
manusianya sendiri atau perkembangan sosial politik di negara tersebut.
Perbedaan dan persamaan yang berkaitan dengan sistem pemerintahan Indonesia dan
Perancis sebagai berikut :
1. Indonesia dan Perancis merupakan negara berbentuk republik kesatuan.
2. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial sedangkan Perancis menganut
sistem semi presidensial.
3. Di Indonesia eksekutif tidak bertanggung jawab pada badan legislatif. Sedangkan di
Perancis, perdana menteri menguasai otoritas signifikan sebagai pemimpin partai
mayoritas atau koalisi dalam badan legislatif.
4. Di Indonesia, kekuasaan tertinggi ada pada presiden Sedangkan di Perancis,
kekuasaan tertinggi dipegang oleh presiden (kepala negara) dan perdana menteri
(kepala pemerintahan).
5. Indonesia tidak menerapkan pemisahan kekuasaan yang tegas, karena presiden
sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dapat mengintervensi lembaga legislatif dan
yudikatif. Presiden Perancis dapat mengintervensi legislatif berkenaan dengan
kebijakan-kebijakan tertentu.
6. Presiden Indonesia dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh wakil presiden dan
menteri-menteri. Sedangkan di Perancis, presiden menjalankan tugasnya hanya
sebagai kepala negara, dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan dibantu
oleh dewan menteri yang ditunjuk oleh presiden.
7. Di Indonesia dan Perancis, lembaga legislatif dapat memberhentikan presiden.
8. Presiden Indonesia tidak dapat membubarkan parlemen, Sedangkan di Perancis,
presiden berwenang membubarkan parlemen.
9. Di Indonesia, menteri-menteri dipilih, diangkat, dan dibubarkan oleh presiden, dan
menteri bertanggung jawab kepada presiden. Di Perancis, perdana menteri sebagai
kepala pemerintahan dipilih oleh Majelis Nasional, dan dibantu oleh dewan menteri
yang ditunjuk oleh Presiden dengan rekomendasi dari Perdana Menteri.
10. Presiden Indonesia dan Perancis dipilih langsung oleh rakyat.
Indonesia tidak menjalankan sistem pemerintahan presidensial secara murni.
Indonesia yang menyebut dirinya penganut sistem presidensial ternyata ditemukan
adanya intervensi antar lembaga kekuasaan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif),
sehingga tidak ada pemisahan kekuasaan yang tegas sebagaimana konsep murni trias
politika. Sedangkan Perancis menerapkan sistem pemerintahan semi presidensial,
yakni campuran dari sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan
presidensial.
F. Penerapan Konsep Trias Politika di Negara Indonesia dan Perancis
Untuk mendapatkan suatu sistem pemerintahan presidensial yang murni, maka
doktrin trias politika harus dianut secara konsekuen, tidak boleh timpang tindih. Ketiga
jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) harus dipisahkan secara tegas. Akan
tetapi dalam bentuk yang murni tersebut, ia tidak mungkin dilaksanakan dimana-mana.
Pada bedah buku ini, ditemukan bahwa penerapan konsep trias politika di negara
Indonesia dan Perancis masih tumpang tindih, yakni tidak ada pemisahan kekuasaan
secara jelas. Hal ini dibuktikan dengan beberapa hal, yakni:
1. Adanya intervensi dari lembaga eksekutif di Indonesia dan Perancis terhadap
lembaga legislatifnya.
2. Lembaga eksekutif di Indonesia mempunyai kewenangan mengintervensi lembaga
yudikatif.
3. Lembaga eksekutif Perancis mempunyai wewenang untuk membubarkan legislatif.
G. Latar Belakang Negara
Pengertian negara secara konstitutif adalah negara merupakan suatu asosiasi yang
menyelenggarakan penertiban masyarakat pada suatu wilayah berdasarkan sistem hukum
yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan maksud tersebut diberi kekuasaan
memaksa. Beberapa aspek negara yang dimaksud adalah negara merupakan organisasi
dari sekelompok orang yang bertempat tinggal disuatu wilayah, negara sebagai asosiasi
yang bertindak berdasarkan undang-undang yang dibuat pemerintah, fungsi negara
sebagai pemelihara ketertiban masyarakat umum, negara diberi kekuasaan yang bersifat
memaksa oleh undang-undang untuk menjaga ketertiban masyarakat.
Negara dalam menjalankan tatanan pemerintahannya membutuhkan adanya
sistem pemerintahan guna memperlancar berjalannya roda pemerintahan didalamnya.
Sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai suatu struktur yang terdiri dari fungsi
legislatif, eksekutif dan yudikatif yang saling berkaitan dalam bekerja dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Menurut Jimly Asshidiqie sistem pemerintahan diartikan
sebagai sistem hubungan antar lembaga negara. Sedangkan pemerintahan adalah segala
urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kepentingan negara dan
rakyatnya itu sendiri. Penyelenggaraan pemerintahan, sistem pemerintahan menjadi salah
satu faktor penentu keberlangsungan kehidupan bernegara, sistem pemerintahan pada
suatu negara akan berjalan efektif apabila sistem yang dipilih dan digunakan sesuai
dengan karakter dan kondisi sosial dan politik negara. Namun apabila sistem
pemerintahan yang digunakan tidak sesuai maka bisa dipastikan akan timbul kegagalan
dalam penyelenggaran pemerintahan. Sri Soemantri memaknai bahwa sistem
pemerintahan berkaitan dengan sistem hubungan antara eksekutif dan legislatif. Ada dan
tidak adanya hubungan antara eksekutif dan legislatif melahirkan adanya sistem
pemerintahan parlementer dan presidensial. Sedangkan dalam kepustakaan dikenal
adanya tiga sistem pemerintahan yaitu sistem pemerintahan parlementer, sistem
pemerintahan presidensial, dan sistem pemerintahan semi- presidensial yang
mengandung unsur-unsur baik terdapat dalam sistem pemerintahan parlementer dan
sistem pemerintahan presidensial. M. Solly Lubis mengatakan bahwa perkembangan
suatu negara berarti perubahan kemauan dan tindakan manusia. Hal ini di sebabkan oleh
organisasi masyarakat yang terdiri dari beberapa manusia yang mempunyai ragam dan
tujuan yang berbeda beda. Berdasarkan pernyataan tersebut bahwasanya perkembangan
sistem pemerintahan pada suatu negara di sebabkan dari adanya pergerakan dari
golongan atau organisasi masyarakat dengan kepentingan tertentu yang ingin
mengembangkan ideologi atau paham pahamnya ataupun perkembangan sosial politik
pada negara tersebut. Berkembangnya kemauan dan tindakan masyarakat inilah yang
mengakibatkan berkembangnya sistem pemerintahan itu dengan variasinya masing
masing, sebab pola pikir ataupun sudut pandang dari setiap masyarakat yang mendiami
suatu negara berbeda beda dan hal ini pun mempengaruhi perkembangan pada sistem
pemerintahan yang mengakibatkan munculnya variasi variasi ataupun jenis jenis
pemerintahan. Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintahan sistem
pemerintahan yang kekuasaan eksekutifnya tidak harus bertanggung jawab kepada
legislatif. Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan melalui badan legislatif meskipun
kebijaksanaan yang dijalankan tidak disetujui atau ditentang oleh kekuasaan legislatif
dan kekuasaan eksekutif dan legislatif berada terpisah. Negara Kesatuan Republik
Indonesia pada awal kemerdekaan menganut sistem pemerintahan presidensial, namun
seiring perkembangannya tidak konsisten dalam menerapkan sistem pemerintahan
presidensial, namun pada akhir tahun 1945 sistem pemerintahannya bergeser pada sistem
pemerintahan parlementer terlebih dengan diterapkannya konstitusi RIS dan UUDS,
setelah munculnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mulailah kembali sistem pemerintahan
Indonesia kembali pada sistem pemerintahan presidensial. Perubahan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berkaitan dengan sistem pemerintahan
terjadi pada saat perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Pasal-pasal yang
mengatur tentang presiden dan wakil presiden banyak sekali mengalami perubahan,
demikian juga dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Majelis Permusyawaratan Rakyat. Perubahan tersebut berpengaruh terhadap hubungan
antara Presiden dan lembaga Legislatif, terutama hubungan Presiden dengan DPR dan
MPR. Fraksi-fraksi di MPR periode 1999-2004 pada saat amandemen UUD NRI 1945
telah melakukan kesepakatan untuk mempertahankan pembukaan UUD NRI 1945,
mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempertahankan bentuk
pemerintahan sistem presidensil, mempertahankan memasukan norma-norma kenegaraan
yang terdapat dalam penjelasan UUD NRI 1945 kedalam pasal-pasal UUD 1945,
mempertahankan mempergunakan pendekatan amandemen dalam amandemen UUD
NRI 1945. Sistem pemerintahan campuran atau lebih dikenal dengan nama sistem
pemerintahan semi presidensial hakekatnya adalah bentuk variasi dari kombinasi sistem
pemerintahan parlementer dan presidensial. Negara dengan sistem pemerintahan semi
presidensial memiliki ciri atau ditandai dengan adanya presiden sebagai kepala negara
dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Negara Perancis adalah salah satu
negara yang menerapkan sistem pemerintahan campuran antara presidesial dan
parlementer atau sistem semi presidensial. Perancis dalam menjalankan tatanan
pemerintahannya dipimpin oleh Presiden yang bertindak sebagai Kepala Negara dan
dibantu Perdana Menteri, lembaga eksekutif di Perancis memiliki dua pemimpin dimana
kekuasaan Kepala Negara dijalankan oleh Presiden Republik yang dipilih secara
langsung oleh rakyat untuk masa jabatan selama 5 tahun dan pemerintahannya dipimpin
oleh Perdana Menteri yang ditunjuk langsung oleh Presiden. Sistem ketatanegaraan di
Perancis terkait lembaga perwakilan menggunakan sistem bikameral atau sistem dua
kamar, parlemen Perancis meliputi dua buah badan yaitu Asssemblee Nationale dan
Senat. Assemblee Nationale terdiri dari beberapa anggota yang berjumlah 490 orang
“Deputes” yang masing-masing dipilih untuk masa jabatan lima tahun dengan pemilihan
secara langsung serta mewakili keseluruhan rakyat pada umumnya dianggap lebih peka
terhadap opini masyarakat, dan satuan-satuan wilayah pada umumnya tersusun dari
tokoh-tokoh dalam kehidupan berpolitik diwakili oleh lembaga senat. Istilah
perbandingan hukum, dalam, bahasa asing, diterjemahkan Comparative Law (bahasa
Inggris), Vergleihende Rechstlehre (bahasa Belanda), Droit Compare (bahasa Perancis).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Perbandingan Hukum Tata Negara adalah
cabang ilmu hukum yang mempergunakan metode perbandingan satu atau beberapa
aspek hukum tata negara atau dua negara atau lebih. Sistem pemerintahan yang pada
umumnya sering dipakai oleh beberapa negara adalah sistem pemerintahan presidensial
dan sistem pemerintahan parlementer hal ini disebabkan sistem pemerintahan
parlementer merupakan sistem pemerintahan yang lebih tua dari sistem pemerintahan
presidensial, akan tetapi dalam berbagai literatur terdapat juga sistem pemerintahan semi
parlementer dan sistem pemerintahan semi presidensial. Terkait sistem pemerintahan
semi-presidensial atau sistem pemerintahan campuran jarang sekali digunakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan oleh egara-negara besar di dunia. Pada penelitian ini
penulis mencoba memfokuskan penelitian pada sistem pemerintahan presidensial yang
digunakan pada negara Indonesia dan sistem pemerintahan semi-presidensial yang
diterapkan di negara Perancis, dimana dalam masing-masing penyelenggaraan tatanan
sistem pemerintahan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masing dan
berdampak pada jalannya roda pemerintahan di negara tersebut. Sistem pemerintahan
semi- presidensial yang diterapkan negara Perancis memiliki kelebihan didalamnya,
antara lain terdapat penggabungan dua jenis sistem pemerintahan dengan mengambil
kelebihan dari masing masing sistem pemerintahan tersebut baik berupa pada sistem
pemerintahan parlementer dan presindensial, pemerintahan berjalan dengan stabil karena
pusat kekuasannya tersebar dan tidak mudah terjadi perubahan secara tiba-tiba, serta
Presiden dan Menteri tidak dapat dijatuhkan selama masa jabatannya yang menjadikan
dalam pelaksanaan tatanan pemerintahan lebih fokus menjalakan program kerja.
H. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perbandingan Hukum di negara Prancis tentang kedudukan Trias
Political?
2. Bagaimana perbedaan sistem pemerintahan di negara Indonesia dan sistem
pemerintahan negara Perancis?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Politik dan Sistem Pemerintahan Perancis


Negara Perancis yang berbentuk Republik sekuler yang selalu menjunjung tinggi
perdamaian dan persamaan warga negara dihadapan hukum. Berbagai lapisan
masyarakat berkumpul dan berasal dari latar belakang yang berbeda, hidup dalam
‘payung’ konstitusi yang sama dengan semboyan laïcité seraya menjunjung tinggi
prinsip-prinsip didalamnya liberté (kebebasan), égalité (kesetaraan), dan fraternité
(persaudaraan).
A.1 Profil Negara Perancis
1. Letak Geografis
Negara Perancis atau République Française merupakan salah satu negara yang
terletak di bagian Eropa Barat. Secara historis dan budaya termasuk dalam salah
satu negara paling penting di dunia Barat, memainkan peran sangat signifikan
dalam urusan internasional dengan memiliki negara bekas koloni di setiap sudut
dunia. Perancis terletak di dekat ujung barat daratan Eurasia, sebagian besar di
antara garis lintang 42 ° dan 51 ° N. Secara garis besar heksagonal, wilayah
benua berbatasan dengan Belgia dan Luksemburg di timur laut, di sebelah timur
oleh Jerman, Swiss, dan Italia, di selatan oleh Laut Mediterania, Spanyol, dan
Andorra, di barat oleh Teluk Biscay, dan di barat laut oleh Selat Inggris (La
Manche). Di utara, Perancis menghadap ke tenggara Inggris melintasi Selat
Dover yang sempit (Pas de Calais) (Fournier, F.P, & dkk, 2019). Perancis saat
ini terdiri dari 13 wilayah, 101 departemen dan lebih dari 35.000 komune (unit
dasar administrasi lokal mirip kota (le conseil municipal) yang pemimpinnya
adalah walikota (le maire)). Perancis berbentuk negara Republik yang
demokratis, dengan menjunjung prinsip pemerintahan rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Para pemimpin politik dipilih oleh hak pilih universal, yang
berarti bahwa semua warga negara, baik pria maupun wanita, memiliki hak
untuk memilih. Perancis adalah negara hukum yang didirikan berdasarkan
hukum yang harus diikuti oleh semua warga negara, termasuk otoritas publik,
dengan didasarkan pada Konstitusi negara saat ini yakni Konstitusi Republik ke-
5, dan diadopsi pada tahun 1958 (Ministère de L'intérieur de France, 2016).
2. Populasi dan Sumber Daya Manusia
Pada tahun 1801, Perancis merupakan negara terpadat di Eropa, mencakup
sekitar seperenam dari penduduk benua. Pada 1936 populasi Perancis meningkat
50 persen, tetapi pada periode yang sama, jumlah orang di Italia dan Jerman
hampir tiga kali lipat, serta di Inggris dan Belanda populasinya hampir empat
kali lipat. Akan tetapi, pertumbuhan populasi yang terjadi, terkena dampak
buruk perang, termasuk perang Revolusi, perang Kekaisaran Pertama, Perang
Perancis-Jerman (1870–1871), Perang Dunia I (1914–18) yang menewaskan
warga negara Perancis lebih dari 1.5 juta jiwa dan Perang Dunia II (1939-45)
yang mengurangi populasi sebanyak 600.000 jiwa (Ray, 2014).
Memasuki tahun 1973, negara yang memiliki luas 551,000 kilometer persegi ini
memiliki jumlah penduduk mencapai 51 juta jiwa dan sudah mencakup 0,4
persen dari total benua yang ada didunia, menyumbang 1,4 persen populasi di
dunia (Thompson, 1973). Memasuki awal abad ke-21, Perancis memiliki
peningkatan populasi rata-rata sekitar 300.000 orang setiap tahun. Terus
meningkat dari tahun ke tahun, dibuktikan dengan data dari Badan National
Institute of Statistics (INSEE), bahwa tahun 2001 populasi masyarakat Perancis
sudah mencapai 60,7 juta penduduk mencakup seluruh wilayah Perancis, dan
masih akan terus meningkat (Pison, 2001). Berdasarkan data terakhir yang
dikutip dari lembaga yang sama di tahun 2015, penduduk Perancis menginjak
angka 66,4 juta jiwa.
Mayoritas orang-orang di Perancis diyakini keturunan Celtic atau Galia dengan
campuran Germanic (Franks) dan Italic (Romans). Sebagian besar wilayah
Perancis dihuni oleh orang-orang yang memiliki beragam latar belakang
maupun warisan. Sebagai contoh, Perancis Barat dihuni oleh orang- orang yang
memiliki latar belakang nenek moyang ke arah Breton, sementara di bagian
Barat daya memiliki keturunan Aquitanian, dan bagian Barat laut adalah orang-
orang yang memiliki akar Skandinavia. Di bagian timur laut Perancis adalah
orang-orang yang diyakini berasal dari Alemannic dan wilayah tenggara negara
Perancis dihuni oleh sekelompok orang yang nenek moyangnya ditelusuri
memiliki keterikatan kepada Liguria (Sawe, 2019).
Melihat jumlah penduduk yang sangat besar, negara ini tentu menyimpan
keberagaman penduduk yang sangat tinggi. Perancis modern memiliki berbagai
entitas yang hidup berdampingan didalamnya. Supaya memudahkan untuk
pembaca untuk memahami, dibawah ini akan dipaparkan prosentase diagram
mengenai komposisi etnik grup yang hidup di Perancis.
Diagram diatas memaparkan bahwa Perancis sejak lama tidak hanya dihuni oleh
satu atau dua etnik saja, melainkan terdiri dari berbagai macam etnik mulai dari
yang mayoritas hingga minoritas, baik etnik yang berasal dari Perancis
(original) atau yang berasal dari luar Perancis atau imigran. Dalam diagram
diatas dipaparkan bahwa etnik asli Perancis memegang prosentase angka paling
tinggi yakni 76,9%, sekaligus menjadi etnik mayoritas di dalamnya. Prosentase
etnik yang lain (yang belum teridentifikasi) yakni 10,8%, Algerian dan Marroko
Berber yakni 2,2%, Italian yakni 1.9%, Portugis dan Marroko Arab sama-sama
dengan 1,5 %, etnik Fleming dengan 1.4%, Algerian Arab dan Basque yakni
1.3%, dan yang terakhir yakni Yahuni dengan prosentase 1,2% ditahun 2000.
Figure 2.2 Komposisi Kepercayaan di Perancis tahun 2015 Sumber: (Fournier,
F.P, & dkk, 2019) Diagram sebelumnya telah menggambarkan secara mendalam
mengenai komposisi etnisitas yang sangat beraneka ragam dalam kehidupan
masyarakat Perancis. Dalam etnisitas yang berbeda tentu terdapat lapisan kedua
yang menjadi atribut primer dari setiap individu, yakni kepercayaan. Diagram
diatas menjelaskan mengenai prosentase warga negara Perancis pada tahun 2015
yang berafiliasi kepada kepercayaan tertentu maupun tidak. Penduduk Perancis
dengan mayoritas 64,5% menganut Katholik Roman, 25,5% tidak berafiliasi
kepada agama apapun, 8,0 % menganut Muslim, dan hanya 2,0% menganut
kepercayaan lain-lain. Negara Perancis menganut asas sekularisme, segala
simbol-simbol yang dipertunjukkan dan memiliki kaitan dengan suatu
kepercayaan tertentu, dengan tegas tidak diizinkan. Figure 2.3 Persebaran
Populasi di Perancis tahun 2018 Sumber: (Fournier, F.P, & dkk, 2019) Dalam
beberapa diagram diatas dapat diketahui bahwa negara Perancis tidak hanyak
terdiri dari beberapa kelompok saja, tetapi dinaungi oleh beraneka ragam jenis
kelompok, mulai dari etnik, kepercayaan, hingga kelas sosial. Diagram diatas
menunjukkan persebaran populasi di Perancis yang terbagi menjadi dua bagian,
urban yang identik dengan metropotitan serta modernisasi dan rural yang identik
dengan tradisional. Sebesar 80,4% penduduknya adalah mereka yang tinggal di
daerah urban, dan hanya sebagian 19,6% menempati rural area.
3. Ekonomi
Dilihat dari sektor ekonominya, Perancis memiliki perekonomian terbesar
kelima di dunia, dan menempatkannya menjadi yang terbesar kedua di Eropa, di
belakang Jerman. Pada 2013, negara ini memiliki peringkat Indeks
Pembangunan Manusia yang tinggi, yaitu 89,3%. Standar hidup di Perancis
cukup tinggi, karena beberapa faktor seperti obat-obatan dan pendidikan yang
disosialisasikan dibayar dengan pajak tinggi.
Pendidikan yang baik dan sistem perawatan kesehatan yang handal
menyediakan fondasi dasar untuk membangun tenaga kerja yang lebih kuat
(Quick, 2015).
Sektor-sektor produksi penting Perancis meliputi otomotif, luar angkasa, kereta
api, kosmetik, barang mewah (branded), asuransi, farmasi, telekomunikasi,
pembangkit listrik dan pertahanan (belum termasuk bahwa Perancis memiliki
jumlah pengunjung wisata tertinggi per tahun di Eropa). Ditambah faktor lain
yakni wilayahnya yang berbatasan langsung dengan Samudra Atlantik, Laut
Mediterania, Pegunungan Alpen dan Pyrenees melatarbelakangi kondisi
geografis dan ekonominya menjadi salah satu produsen pertanian paling penting
di Eropa serta menghasilkan kekuatan industri terkemuka di dunia (Fournier,
F.P, & dkk, 2019).
Perancis dianggap sebagai negara yang sangat maju, tetapi tidak berarti bahwa
negara ini tidak mengadapi masalah. Masih tingginya angka pengangguran
terutama bagi kaum muda, banyak dari mereka tidak sedang dalam pekerjaan,
pendidikan atau pelatihan apapun. Meskipun rata-rata kemiskinan relatif rendah,
tetapi terkonsentrasi di lingkungan tertentu, di mana penduduk dihadapkan
dengan perumahan dan infrastruktur publik yang buruk, lingkungan sekolah
yang sulit, kurangnya layanan serta fasilitas, dan diskriminasi terutama di pasar
tenaga kerja (OECD 2017, 2017).
4. Keamanan dan Pertahanan
Pada sektor pertahanan dan keamanan, Perancis memiliki posisi yang cukup
penting di kawasan Eropa dan Uni Eropa, yakni menjadi salah satu inisator
sekaligus pendiri unifikasi bangsa Eropa pasca Perang Dunia II pada tahun
1950- an, negara yang mendorong industrialiasi Eropa dalam bidang pertahanan
dan negara inisiator perlunya pusat studi kajian strategis di tingkat Eropa
(Nubowo, 2012). Selajutnya, bahwa Perancis adalah satu-satunya negara Uni
Eropa (pasca-Brexit) yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB,
mengembangkan tenaga nuklir, anggota pendiri Uni Eropa dan NATO. Dengan
demikian, negara ini berambisi untuk terus mempertahankan otonomi
strategisnya dan membangun Eropa menjadi lebih kuat untuk menghadapi
semakin banyaknya tantangan yang ada (Ministère des Armées, 2017).
Perancis menunjukkan komitmennya untuk terus menjadi negara yang siap
untuk mengadapi segala tantangan keamanan yang semakin luas, serta
menciptakan perdamaian. Dibuktikan dengan dibentuknya Buku Putih 1994
atau White Paper 1994 (Livre Blanc: Defense et Sécurité Nationale) yang berisi
Strategi Pertahanan dan Keamanan Nasional. Dokumen tersebut terus
diperbaharui tahun 2008 dan 2013 mengikuti tantangan dan konteks
internasional yang berubah dengan cepat (Ministère des Armées, 2017).
Strategi yang ditawarkan Buku Putih 1994 didasarkan pada konsensus baru,
yakni kemampuan adaptasi militer, peran baru pasukan konvensional, skenario
tugas pasukan, postur permanen keamanan, prioritas baru operasional, politik
persenjataan, konsep pembentukan pasukan dan sebagainya. Strategi keamanan
nasional mencakup tindakan-tindakan, seperti pengetahuan dan antisipasi
(connaisance and anticipation), pemeliharaan dan disuasi (order maintenance
and dissuasion) serta perlindungan dan intervensi (protection and intervention).
Pelaksanaan lima fungsi ini bersifat lunak dan dapat berubah sesuai dengan
konteks, perubahan dan keadaan strategis (Nubowo, 2012).
5. Sistem Pemerintahan Perancis
Sebagai sebuah negara Republik, Perancis menjalankan pemerintahan dengan
mengusung sistem Semi-Presidensial, dimana seorang Presiden bertindak
sebagai Kepala Negara dengan dibantu oleh Perdana Menteri sebagai Kepala
Pemerintahan. Sistem pemerintahan semi-presidensial memiliki makna
penggabungan Presiden terpilih (dipilih oleh rakyat) untuk menjalankan tugas-
tugas politik dengan Perdana Menteri yang memimpin kabinet dan bertanggung
jawab kepada parlemen. Perdana Menteri ditunjuk oleh Presiden dan
bertanggung jawab dalam menjalankan tugas sehari-hari untuk urusan
pemerintahan dalam negeri, tetapi Presiden tetap memainkan peran pengawasan,
bertanggung jawab untuk urusan luar negeri, dan memiliki kekuasaan dalam
mengambil keputusan dalam hal-hal yang dianggap darurat (Saihu, Suha, &
dkk, 2018).
Menurut Duverger, sistem pemerintahan semi- presidensial seperti yang
diterapkan di Perancis memiliki ciri- ciri utama, sebagai berikut (Effendi, 2005):
1. Pusat kekuasaan berada pada suatu majelis perwakilan sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi.
2. Penyelenggaran kekuasaan legislatif adalah suatu badan perwakilan yang
merupakan bagian dari majelis perwakilan.
3. Presiden dipilih secara langsung maupun tidak langsung untuk masa jabatan
tertentu dan bertanggungjawab kepada majelis perwakilan.
4. Para Menteri sebagai bagian yang membantu kinerja Presiden yang
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Negara Perancis memiliki pemisahan kekuasaan dalam cakupan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif yang memiliki tugas, wewenang, dan fungsi yang
berbeda-beda pada setiap lembaga. Kekuasaan eksekutif terbagi menjadi dua
yakni Presiden Republik yang dipilih langsung oleh rakyat dan para Dewan
Menteri yang dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Para Dewan Menteri
memiliki kewenangan untuk membantu dan mengontrol Presiden, sehingga
keduanya bersifat sebagai satu kesatuan. Perdana Menteri berlaku sebagai
kepala eksekutif (pemerintahan), sedangkan Presiden sebagai Kepala Negara (I
Nengah Suantara, p. n.d). Sebagai Kepala Negara, Presiden memiliki kekuasaan
yang sangat besar. Presiden memiliki kekuasaan yang berkaitan dengan
kedudukan dan integritas bangsa, mencakup (Elliott, 2017):
1. Mengangkat Perdana Menteri
2. Membubarkan Majelis Nasional
3. Memberhentikan dewan menteri dengan persetujuan Perdana
Menteri
4. Meminta parlemen untuk mempertimbangkan kembali Undang-
Undang sebelum diterbitkan
5. Merujuk perjanjian dan beberapa hukum ke referendum
6. Memaafkan pelaku kejahatan dan meringankan hukuman.
Selain diangkat oleh Presiden, Perdana Menteri dan para Menteri juga ditunjuk
oleh Presiden. Pemerintahan yang dibentuk diharapkan akan menentukan dan
mengarahkan kebijaksanaan negara. Perdana Menteri secara konstitusi yang
tertera pada pasal 21 Undang-Undang Perancis ditentukan untuk memimpin
pelaksanaan pemerintahan, memiliki kekuasaan mengatur, pertahanan nasional,
pelaksanaan undang-undang dan pengangkatan apatarur sipil dan militer.
Dilanjutkan pasal 22, Perdana Menteri dapat memimpin kabinet apabila
dikehendaki oleh Presiden, dan keputusan-keputusan Perdana Menteri
memerlukan contra sign dari para Menteri lainnya jika keadaan menuntut (I
Nengah Suantara, p. n.d).Kekuasaan legislatif menggunakan sistem 2 (dua)
pintu (bikameral) yang terdiri dari Majelis Nasional atau sering disebut sebagai
Assemblée Nationale dan Senat. Majelis Nasional menjalankan masa jabatan 5
(lima) tahun, memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban kepada
Perdana Menteri dan kabinetnya, selain itu juga dapat menjatuhkannya melalui
mosi. Tetapi disisi lain, Majelis Nasional dapat diberhentikan atau dibubarkan
oleh Presiden, tetapi parlemen tidak dapat memberhentikan Presiden. Berbeda
dengan Senat, Senator memiliki masa jabatan 6 (enam) tahun dan dipilih oleh
dewan pemilih dengan sistem tidak langsung dengan electoral collage yang
anggotanya dipilih oleh anggota Assemblée Nationale, dan delegasi dari
pemerintahan ditingkat département, region, dan commune (Saihu, Suha, & dkk,
2018). Sebagai negara Republik yang demokratis, Perancis menjalankan proses
pemilihan umum (pemilu) yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali untuk
pemilihan umum eksekutif untuk memiliki seorang Presiden dan pemilihan
umum legislatif untuk memilih anggota Assemblée Nationale dengan masa
jabatan yang telah dtentukan yakni 5 (lima) tahun. Dewan Konstitusi
(Constitutional Council) yang memiliki kewenangan untuk menjalankan proses
pemilihan umum dengan melakukan pengawasan, menjaga ketertiban pemilu
sesuai dengan peraturan, mengontrol jalannya kampanye dan mengeluarkan
hasil resmi pemilu. Selain itu, lembaga ini juga memiliki kapasitas untuk
menyatakan bahwa hasil pemilu tidak sah dan dapat melakukan pembatalan
hasil pemilu jika ditemukan berbagai jenis kecurangan yang dilakukan secara
ilegal. Pemilu Perancis diikuti oleh berbagai macam golongan partai politik,
mulai dari konserfatif, komunis, sosial demokratik, hingga nasionalis. Partai
politik nantinya akan berlomba untuk menarik simpatisan warga negara agar
dapat menjadi pemenang dalam pemilu. Partai potilik Perancis diantaranya
sebagai berikut:
a. Sayap Kanan Utama (The mainstream right)
Partai konservatif utama yang sekarang dikenal sebagai “Les Républicains”
atau Partai Republik, berubah nama di tahun 2015 dari yang sebelumnya
UMP (Union for a Popular Movement). Partai ini menjadi salah satu partai
terbesar di Perancis dengan alasan Partai Republik mencakup opini publik
yang cukup luas, termasuk opini dari para konservatif tradisional, sosial
liberal, dan juga neo-konservatif. Selain itu partai ini juga menggunakan
semangat “Gaullist” atau secara singkat dijelaskan sebagai jenis semangat
konservatisme sosial yang identik dengan ramah tamah khas Perancis.
Selain Partai Republik, terdapat juga partai dengan aliran yang sama yakni
konservatif, MoDem (Mouvement Démocratique) yang dibentuk pada
tahun 2007 (About-France, 2019).
b. The Far Right (Sayap Kanan Ekstrem)
Pada golongan ini, terdapat 2 (dua) partai politik yakni Partai Front
Nasional dan Mouvement pour la France (MPF). Partai Front Nasional
didirikan pada tahun 1972 oleh Jean-Marie Le Pen, partai ini dikenal
sebagai partai yang menentang imigrasi, sehingga menimbulkan anggapan
dari banyak pihak bahwa Front Nasional adalah partai xenophobia, selain
itu partai ini juga mendukung kembalinya Perancis kepada nilai-nilai
tradisional (Norwegian Centre for Research Data , 2015). Selain itu,
terdapat Partai Mouvement pour la France (MPF) yang didirikan pada tahun
1994 oleh Jacques Chirac (Muller, 2012). Partai MPF memiliki sikap
Eurosceptis dan kebijakan intervensi ekonomi. Namun sayangnya MPF
memiliki dukungan yang sangat kecil menjelang pemilihan (Terry, 2014).
c. The Centre Ground
Emmanuel Macron saat ini berdiri di pusat politik sebagai seorang Kepala
Negara tanpa bantuan partai partai politik tradisional atau bahkan partai
politik baru. Sesuatu yang dianggap mustahil dilakukan, mengingat beliau
belum pernah memegang jabatan terpilih sebelumnya. Macron membangun
basis kekuatannya di luar partai-partai politik tradisional, dan ini disebut
dengan taktik “politik baru”, dan berhasil menunjukkan hasil yang
signifikan, ia mendapatkan kekuasaan dengan begitu cepat tanpa bantuan
dan dukungan sama sekali dari partai politik. Taktik Macron yaitu
menggunakan sebuah “En Marchei” atau gerakan, yang pada dasarnya
merupakan gerakan akar rumput yang didukung oleh ratusan ribu orang di
seluruh Perancis yang telah kecewa oleh kinerja politik tradisional dan
politisi selama ini. Diciptakannya “En Marche” menjadi sebuah gerakan
bukan partai adalah sesuatu yang manguntungkan. Semua orang dari partai
lain, baik kaum sosialis, modern, Partai Republik, atau yang lain bisa turut
memberikan dukungannya kepada Macron sambil tetap menjadi anggota di
partai mereka masing-masing.
Setelah memenangkan pemilihan Presiden, Macron perlu untuk memastikan
mayoritas di Parlemen Perancis, mengingat untuk melakukan hal ini tanpa
sebuah partai politik akan menjadi hal yang sulit. Maka dari yang hanya
sebuah gerakan, “En Marche” lahir menjadi sebuah partai politik sentris
baru, yakni La République en Marche (LREM). LREM kemudian
memenangkan mayoritas mutlak kursi dalam pemilihan umum 2017
(About-France, 2019). Dalam perjalanannya sejauh ini untuk menciptakan
partai yang popular untuk mengisi “jalan tengah” dalam politik Perancis,
Macron menunjukkan dirinya mampu untuk berdiri teguh di hadapan
gelombang partai-partai nasionalis, sayap kanan atau sayap kiri yang
menentang prinsip-prinsip dasar demokrasi barat. Selain gerakan LREM
milik Macron, pada bagian tengah ini juga terdapat MoDem (Mouvement
Démocratique), diciptakan oleh François Bayrou dalam rangka untuk
menjauhkan dirinya dan para pengikutnya daru kebijakan liberal. MoDem
didirikan untuk menggantikan partai yang sebelumnya ada, yakni Union
for French Democracy (UDF) (Norwegian Centre for Research Data ,
2015).
d. On the left (Sayap Kiri Utama)
Partai utama pada sayap kiri adalah Partai Sosialis (PS) yang dibentuk pada
tahun 1969 oleh aliansi partai-partai kiri non-komunis. Partai Sosialis
meyakini nasionalisasi, kesejahteraan negara yang kuat, dan demokrasi
partisipatif. Pada tahun 2012 partai ini mengajukan Francois Hollande
untuk menjadi kandidat mereka dalam pemilihan Presiden, dan beliau
berhasil mengalahkan lawannya Martine Aubry diputaran kedua. Dengan
terpilihnya Hollande menjadi kepala negara di tahun 2012 tentu
mempelopori kembalinya kaum Sosialis dalam kekuasaan.Partai dari sayap
kiri lainnya adalah Parti Communiste (PCF) dan Eropa Ecologie Les Verts
atau Partai Hijau. Partai Komunis (PCF) sangat disayangkan tidak
menemukan jati dirinya lagi dan kurang menimbulkan ketertarikan setelah
jatuhnya komunisme Soviet ditahun 1990-an, akibatnya muncul berbagai
konflik internal dan pecah menjadi faksi-faksi yang berbeda. Partai Hijau
Perancis merupakan sekutu Partai Sosialis, kekuatannya besar sebagai
partai pemerintah daerah dengan posisi kunci pada dewan-dewan kota.
e. The Far Left (Sayap Kiri Ekstrem)
Pada sayap kiri ekstrem terdapat partai-partai seperti Lutte Ouvrière
(Perjuangan Buruh) dan Revolutionary Communist League (LCR) yang
juga menjadi kekuatan yang aktif dan tangguh dalam politik Perancis.
Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, tahun 2008 Parti de Gauche (PG)
didirikan, tahun 2009 Nouveau Parti Anticapitaliste (NPA) juga hadir
dalam perpolitikan Perancis. Partai ini mengusulkan alternatif ekonomi
yang lengkap untuk masyarakat Barat saat ini. Dengan sistem multipartai
yang ada, pemilihan umum Perancis memiliki 4 (empat) prinsip, yaitu:
Universal, Personal, Bebas, dan Rahasia (Saihu, Suha, & dkk, 2018).
Prinsip Universal imaksudkan bahwa setiap warga negara yang sudah
cukup usia secara konstitusi (>18 tahun) berhak diberikan kesempatan yang
sama untuk menyalurkan suaranya dalam pemilihan umum tanpa terkecuali.
Personal memiliki makna bahwa suara yang diberikan tidak bisa diwakilkan
oleh orang lain. Bebas berarti pemilihan umum tidak bersifat memaksa,
warga negara bebas memilih dan menentukan pilihan mereka. Terakhir
yakni prinsip Rahasia memiliki pengertian bahwa pilihan harus bersifat
rahasia, tidak dianjurkan untuk mengetahui kandidat pilihan orang lain atau
sebaliknya dengan memberi tahu pilihan kita kepada oleh orang lain.
A.2 Perancis Sebagai Negara Republik Sekuler
Peristiwa Revolusi Perancis menjadi saksi bahwa Perancis melalui proses yang
panjang untuk mendeklarasikan dirinya sebagai Republik sekuler. Pada abad ke-17
dan ke-18 muncul kritik sosial yang semakin tajam, yang membawa orang Perancis
pada Relovusi tahun 1789. Dalam tatanan masyarakat Perancis pada masa itu, rakyat
terbagi menjadi tiga golongan besar yaitu golongan bangsawan (ordre de la
Noblesse), golongan rohaniawan (ordre du Chergé) dan rakyat jelata (ordre du Tiers
Etats). Dari ketiga golongan tersebut, yang mempunyai hak-hak istimewa hanyalah
golongan bangsawan dan terutama golongan rohaniawan. Prioritas sangat tinggi
diberikan kepada golongan rohaniawan karena fungsinya bersifat keramat, sekaligus
mempunyai peran yang signifikan dalam Negara. Para rohaniawanlah yang
mengeramatkan keabadian kelas sosial dan mereka juga yang terlibat di hampir
semua keputusan raja (Sungkar, 2007).
Berlakunya monarki absolut (old regime) dengan dominasi Gereja Katholik yang
dipimpin oleh Raja Louis XVI mengakibatkan Perancis berada dalam sistem
ekonomi yang usang. Tahun 1708 dan 1741, Perancis mengalami masa-masa sulit
akibat krisis ekonomi, kelangkaan gandum mengakibatkan harga roti melonjak naik,
klimaksnya jumlah kelaparan meningkat dan tak jarang mengakibatkan penduduk
kehilangan nyawa, terutama penduduk yang berasal dari kalangan kurang mampu.
Mayarakat golongan ketiga yang mayoritas sebagai petani semakin tertekan akibat
kaum-kaum feodal menguasai tanah-tanah garapannya dengan menganut “hukum
feodal” dan memberlakukan pajak yang tinggi (Puspitasari, 2018). Pada masa
pemerintahan Louis XVI, masalah dan perseteruan terus meningkat. Selain krisis
pada sektor ekonomi, pertentangan antara kaum bangsawan dan borjuis terjadi,
perebutan kekuasaan di dalam istana, Marie Antoinette (istri raja) yang tidak
disenangi rakyat, dan masih bayak faktor-faktor pemicu lainnya yang
menghantarkan Perancis ke gerbang Revolusi. Ide-ide reformasi terus berkembang
diakibatkan keberhasilan dari Revolusi Amerika, sementara Louis XVI semakin
tidak berdaya dengan keadaan Negara yang dipimpinnya.Untuk mengatasi masalah
tersebut, Louis XVI mencoba memperbaiki situasi ekonomi melalui menteri
keuangan, tetapi gagal. Kemudian dia memberlakukan pajak baru, tetapi Parlemen
Paris menentangnya. Lalu ia memutuskan untuk menundang Estate Generale untuk
mengadakan sidang pada 10 Juni 1789. Estate Generale terdiri dari tiga golongan,
yakni golongan satu terdiri dari rohaniwan dan gereja, golongan dua terdiri dari
bangsawan, dan golongan tiga terdiri dari petani, budak dan bourjuis. Beberapa hari
kemudian, golongan ketiga mengundang golongan bangsawan dan gereja yang
reformis untuk bersidang secara individu untuk membahas situasi negara, mereka
menyatakan diri sebagai The National Assembly. Satu bulan setelah dibentuknya
kelompok tersebut, rakyat Perancis menyerbu penjara Bastille untuk membebaskan
tawanan, merapas senjata dan bahan peledak (Sudrajat, 2017). The National
Assembly menghasilkan kesepakatan untuk mengakhiri bentuk negara monarki
absolut, memulai untuk menggunakan perwakilan pemerintah dan menghapus hak
istimewa bangsawan dan ereja. Pada 26 Agustus 1789 diumumumkan Deklarasi Hak
Rakyat dan Warga Negara Declara-tion des droits de l’home et du citoyen) yang
menghasilkan sebuah prinsip-prinsip bagi negara Perancis, yakni Liberté, Égalité,
Fraternité. Sejak saat ini, tatanan sosial, ekonomi, sistem politik Perancis memulai
sistem kesejahteraan publik yang lebih demokratis. Revolusi Perancis telah
menimbulkan dampak yang mendalam terhadap perkembangan sejarah modern,
perkembangan republik dan demokrasi liberal, menyebarnya sekularisme,
perkembangan ideologi modern, dan penemuan gagasan-gagasan baru. Dampak
yang paling signifikan yakni runtuhnya rezim lama atau monarki absolut di bawah
kepemimpinan Louis XVI yang kemudian digantikan dengan tatanan kekuasaan
baru, dalam bentuk Republik (Puspitasari, 2018). Bentuk negara Republik secara
resmi dianut oleh Perancis pada tahun 1792, dibangun dengan emboyan oleh rakyat
dan untuk rakyat. Republik Perancis memiliki makna “satu dan tak terpisahkan”,
yang berarti bahwa negara terdiri dari warga negara yang sederajat, bukan komunitas
atau kelompok yang terpisah. Dengan demikian, Republik memungkinkan persatuan
dan keanekaragaman. Dua prinsip yang dihasilkan adalah kedaulatan nasional
(kedaulatan top- down atau negara-bangsa) dan kedaulatan rakyat (kedaulatan
bottom-up atau rakyat). Kedaulatan rakyat adalah inti dari proses demokrasi, karena
kekuasaan berasal dari rakyat dan untuk rakyat (Pelvey, 2000). Republik yang
diterapkan oleh Perancis tak terpisahkan dari nilai-nilai sekuler, demokratis dan
sosial. Seperti kutipan dari bunyi Pasal 1 Konstitusi Perancis 1958 yang menyatakan
“Perancis adalah Republik, sekuler, demokratis, dan sosial. Menjamin kesetaraan di
hadapan hukum bagi semua warga negara tanpa membedakan asal, ras, atau agama.
Dengan menghormati semua kepercayaan” (Conseil Constitutionnel Fr, 2015).
Makna “sosial” mengacu pada kesetaraan, “demokratis” mengacu pada liberty
(kebebasan) dan “sekuler” mengacu pada persaudaraan. erancis menetapkan
prioritas yang setara untuk kepentingan umum dengan menyediakan akses
pendidikan, keamanan, transportasi dan layanan publik yang setara bagi seluruh
asyarakat Perancis di mana pun mereka berada. Negara-negara di Eropa Barat pada
masa lalu telah menampilkan banyak contoh agama Kristen yang memiliki peran
besar dalam menjalankan lembaga-lembaga negara. Hubungan yang terjadi antara
dominasi Kristen dan Negara, pertama kali diperkenalkan ke Eropa Barat oleh
peristiwa Reformasi. Pada saat itu, bentuk negara mayoritas masih menggunakan
monarki bsolut, jelas tidak adanya aturan dan tatanan yang adil diantara seluruh
masyarakat, kekuasaan yang absolut masih dipegang oleh golongan-golongan
tertentu terutama oleh Raja dan para rohaniawan. Namun selama sekitar 200 tahun
terakhir, privatisasi agama dan sekularisasi publik meluas di negara-negara Eropa
Barat (Haynes, 1998). Pemikiran liberal barat telah lama memiliki prinsip pemisahan
antara kehidupan agama dan negara, meskipun dalam praktiknya di negara-negara
demokrasi barat belum sepenuhnya sempurna. Pemisahan dirancang untuk
memastikan bahwa mereka bertanggung jawab atas kepercayaan yang dianutnya,
sehingga negara tidak dapat menggunakan kekuatan koersifnya untuk memaksa
setiap individu menyangkut masalah-masalah yang berkaitan dengan agama dan
kepercayaan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kebebasan beragama dan berpikir
setiap warga Negara.Hasilnya yakni selama abad ke-19 dominasi gereja dan negara
semakin “longgar”, sementara kaum liberal berjuang untuk memperkenalkan
toleransi, kebebasan dan kesetaraan. Pengakuan terhadap prinsip-prinsip tersebut
termasuk didalamnya juga mengandung unsur penghapusan kepatuhan terhadap
keyakinan yang dominan, menerima hak-hak individu untuk memilih orientasi
keagamaan mereka sendiri (atau tidak sama sekali) dan menghilangkan hambatan
kesetaraan bagi status sipil warga negara. Walaupun di wilayah Eropa mayoritas
Protestan ditemukan banyak penolakan terhadap tren-tren liberal oleh para
pemimpin gereja, tetapi gelombang reformasi liberal dan proses modernisasi tidak
dapat dibendung lagi. Pluralisme berkembang, muncul berbagai kelompok-
kelompok religius, anti-religius, dan apatis, yang nantinya akan berdampak pada
masuk dan diterapkannya sistem sekularisme di wilayah Eropa Barat (Haynes,
1998). Sebagai negara Republik, bentuk sekularisme Perancis diawali dengan
pengesahan Undang-Undang Negara 1905 (The Act 1905) yang mengatur kebebasan
beribadah dan pemisahan antara Gereja dan Negara. Peristiwa ini menjadi yang
pertama dalam sejarah Perancis yang memuat prinsip pemisahan antara Gereja dan
Negara, serta menjadi dasar hukum utama bagilaïcité (sekularusme) Perancis
(Gouvernement Fr, 2014). Dikutip dari The Act 1905 Pasal 1 yang berbunyi
“Republik menjamin kebebasan hati nurani” dan Pasal 2 “La République ne
reconnaît, ne salarie ni ne subventionne aucun culte (Republik tidak mengakui, tidak
membayar atau mensubsidi segala bentuk ibadah)” (Voutsadaki, 2018). Secara resmi
Negara tidak mengakui agama apapun, tidak ada campur tangan pemerintah dalam
urusan agama, tidak ada subsidi dari pemerintah atau gaji yang dibayarkan dari
APBN bagi pekerja keagamaan. Walaupun begitu, Negara tetap mengenal agama-
agama dengan sangat baik, memelihara komunikasi berkelanjutan dengan semua
organisasi keagamaan. Dokumen tersebut secara tidak langsung memiliki peran yang
sangat penting, yakni membantu setiap warga negara untuk mengakui bahwa
kebebasan adalah hak yang diatur secara etis dan politis untuk melakukan segala
tindakan yang tidak membahayakan orang lain atau merugikan martabat manusia,
keamanan publik, atau keharmonisan sosial, sekaligus juga mempromosikan budaya
saling menghormati, dialog, saling menerima, dan memperlakukan semua warga
negara Perancis sederajat dengan martabat dan hak yang sama.
A.3 Prinsip-Prinsip Sekularisme (Laïcité) Perancis
Kata laïcité sering diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yang mengandung
pengertian “sekuler”, tetapi tidak ada definisi resmi dari pengertian laïcité itu
sendiri. Memurut kamus Le Grand Robert, laïcité didefinisikan sebagai “gagasan
politik yang melibatkan pemisahan masyarakat sipil dengan agama, Negara tidak
menggunakan kekuatan agama dan gereja (églises) untuk untuk kepentingan
politiknya” (Gunn, 2004). Sebagian besar penulis sering mendefinisikan laïcité
menggunakan makna yang bermacam-macam, seperti kebebasan beragama, toleransi
atau bahkan netralitas. Selain definisi tersebut, menurut Michel Troper dalam
bukunya yang berjudul Sovereignty and Laïcité, pengertian laïcité juga dapat
ditandai dengan sikap negara terhadap agama (Roznai, 2017). Sekularisme (Laïcité)
yang diterapkan Perancis didasarkan pada toleransi. Kata sekularisme (Laïcité) bisa
mengandung makna kebebasan, kebebasan untuk percaya atau tidak percaya,
kebebasan nurani yang melindungi masyarakat Perancis (Ambassade de France en
Indonésie, 2016). Prinsip sekularisme menuntut penghormatan dari setiap individu
terhadap suatu kepercayaan dan kesetaraan terhadap semua warga negara dihadapan
hukum. Negara Perancis menjalankan Republik sekuler dengan didasarkan pada
prinsip-prinsip yang diadopsi dari:
1. Semangat Revolusi Perancis
a. Liberté (Kebebasan)
Istilah Liberty didefinisikan dalam Pasal 4 Deklarasi 1789 tentang Hak-Hak
Manusia dan Warga Negara, yakni “Kebebasan yang terdiri dari
kemampuan untuk melakukan apa pun yang tidak membahayakan orang
lain, dengan demikian, pelaksanaan hak-hak alami setiap pria dan wanita
tidak memiliki batasan selain menjamin setiap anggota masyarakat untuk
menikmati hak yang sama”. Kebebasan mendasar yang meliputi kebebasan
hati nurani, kebebasan berkeyakinan, kebebasan berekspresi, kebebasan
berorganisasi, kebebasan untuk menikah, dan lain sebagainya. Mengutip
buku yang berjudul Liberty, Equality, Fraternity yang ditulis oleh (Stephen,
1979), disimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) cakupan kebebasan manusia,
yakni pertama, kebebasan yang bersumber dari hati atau kebebasan hati
nurani dalam artian yang paling komprehensif, kebebasan berfikir dan
merasa, kebebasan mutlak untuk berpendapat dan memiliki sentimen pada
semua subjek praktis, spekulatif, dan moral. Kedua, kebebasan rasa,
kebebasan untuk membingkai rencana hidup agar sesuai dengan karakter
diri sendiri, melakukan apa yang kita suka tanpa merugikan orang lain, serta
tunduk kepada konsekuensi yang mungkin akan terjadi. Ketiga, dengan
kebebasan yang sudah didapat dari poin satu dan dua, memungkinkan setiap
individu untuk mendapatkan kebebasan yang setara diantara masyarakat.
b. Égalité (Kesetaraan)
Seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa
memandang jenis kelamin, asal, agama, pendapat atau orientasi seksual
mereka. Perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kewajiban yang sama
dalam segala hal. Dikutip dari bunyi Pasal 6 Deklarasi tahun 1789
mengatakan bahwa “… harus sama untuk semua, baik itu melindungi atau
menghukum. Semua warga negara sama di hadapan negara, harus
memenuhi syarat untuk semua jabatan tinggi, posisi di mata publik dan
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka, tanpa perbedaan selain
dari nilai dan bakat masing-masin individu”.
c. Fraternité (Persaudaraan)
Negara Perancis didirikan atas keinginan rakyat untuk hidup bersama dan
bersaudara. Negara yang berbentuk Republik menjamin solidaritas,
berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan mengawasi kepentingan umum.
Warga negara hidup selaras dan berdampingan dengan menikmati hak-hak
yang dijamin oleh hukum dan sistem perlindungan sosial untuk menghadapi
berbagai resiko yang dapat terjadi dalam kehidupan.
2. Nilai-nilai The Act 1905
a. Kebebasan Hati Nurani
Prinsip ini secara konkrit memiliki pengertian bahwa pelaksanaan
kehidupan keagamaan dibangun dengan landasan kebebasan untuk
melindungi setiap individu dari tekanan kelompok agama (Weil, 2014).
Kebebasan hati nurani mencakup berbagai kepercayaan dan praktik yang
mencerminkan sikap yang berasal dari pilihan pribadi. Individu dapat
menganggap diri mereka sebagai muslim, katolik, atheis, sebagai humanis,
atau sebagai pengikut dari sejumlah aliran, bebas untuk menentukannya
secara pribadi menurut hati Nurani (Perchoc, 2018).
b. Pemisahan Gereja dan Negara
Pemisahan berarti bahwa terjadi penghentian sistem yang sebelumnya
digunakan yakni monarki absolut, dimana para tokoh rohaniawan gereja
katolik ikut masuk dalam pemerintahan, ditambah pada rezim terdahulu,
rohaniawan juga mendapatkan tunjangan atau diberikan gaji oleh
pemerintah. Namun, atas dasar prinsip diatas, subsidi kepada lembaga-
lembaga dan tokoh-tokoh keagamaan menjadi dilarang sejak munculnya
The Act 1905. Di bawah rezim laïcité, netralitas terhadap individu di ruang
publik sangat dijunjung tinggi demi terciptanya tatanan yang lebih
demokratis di Negara Perancis.
c. Penghargaan yang sama Bagi Seluruh Agama dan Kepercayaan
Prinsip sebelumnya yakni menyiratkan pemisahan antara Gereja dan
Negara yang memiliki tujuan yakni demi terciptanya tatanan negara yang
lebih demokratis. Dalam tatanan negara Republik Sekuler yang dianut
Perancis, demokrasi yang dijalankan memiliki unsur-unsur memberikan
penghargaan dan menjamin kesetaraan diantara seluruh warga negara,
terlepas dari pendapat dan filosofisnya masing-masing mengenai agama.
Semua warga negara dapat menikmati hak yang sama, tidak ada suatu
kepercayaan yang bersinggungan dengan hukum, dan hukum menghormati
kemerdekaan setiap individu. Memberikan stigma dan persepsi kepada
kelompok tertentu, memaksakan pembatasan pada praktik- praktiknya
justru akan menciderai prinsip “Equality” dan memicu terjadinya
diskriminasi (Gouvernement Fr, 2014).
d. Kerangka Konstitusi Sekularisme Perancis
Munculnya Declaration of the Rights of Man and of the Citizen pada 26
Agustus 1789 menjadi titik balik dalam pemerintahan Perancis. Kebebasan
dalam berfikir, berpendapat, termasuk mengenai agama tidak lagi menjadi
pertanyaan dan perdebatan. Dibuktikan pada Pasal 10 yang berbunyi, “Nul
ne doit être inquiété pour ses opinions, même religieuses, pourvu que leur
manifestation ne trouble pas l'ordre public établi par la Loi” yang memiliki
pengertian bahwa tidak seorang pun akan diganggu pendapatnya, terlebih
soal agama, asalkan tidak mengganggu ketertiban umum yang ditetapkan
oleh hukum (Conseil Constitutionnel Fr., 2019). Bunyi Pasal 10 secara
implisit melarang tindakan diskriminasi karena alasan kepercayaan yang
dianut oleh masing-masing individu.Deklarasi tersebut belum secara resmi
menetapkan hukum yang sesungguhnya bagi tatanan negara Perancis dan
warganya, namun deklarasi ini cukup signifikan untuk dijadikan pedoman
an prinsip yang memiliki nilai konstitusi bagi seluruh elemen dalam
menciptakan suasana yang lebih harmonis dalam satu tujuan, yakni Liberté,
Égalité, Fraternité. Demikian pula, sejak masa Revolusi satu-satunya
hukum yang diakui oleh Negara Perancis adalah hukum yang diumumkan
oleh Negara, dan hubungan antara warga negara diatur oleh kerangka kerja
hukum ang resmi dikeluarkan oleh Negara. Tahun 1880-an, Perancis
sebenarnya telah memulai untuk menyelenggarakan sistem sekolah non-
denominasi atau tanpa kontrol yang ketat dari Gereja, selain itu juga telah
membentuk sistem kesehatan dan rumah sakit non-sektarian dan dengan
pelan tapi pasti memulai pada dimensi sosial yang lebih luas.Walaupun
demikian, kerangka hukum agama masa itu belum memiliki bobot sosial
dan moral yang kuat. Pada masa Kekaisaran Napoleon dimulailah suatu
hubungan yang disebut Concordat” yang mengakui hanya ada 4 (empat)
kelompok kepercayaan, yaitu Katolik, Reformed, Lutheran dan Yahudi.
Selain keempat kepercayaan tersebut, kepercayaan lainnya yang berada di
dalam negara akan memiliki “hak pribadi” untuk hidup. Mereka tidak bisa
mempraktekkan hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan di hadapan
masyarakat umum. Kondisi tersebut berlanjut sampai akhirnya tahun 1905
kerangka hukum yang jelas mengenai Pemisahan Gereja dan Negara
disahkan pada 9 Desember (Blandine Chelini-Pont, 2015).Undang-Undang
1905 (1905 Act) merupakan dokumen pertama yang dibentuk dalam sejarah
Perancis yang memproklamirkan prinsip pemisahan antara Gereja dan
Negara, sekaligus enjadi dasar hukum utama bagi laïcité (Liogier, 2009).
Undang-Udang ini dihasilkan melalui kerja keras Parlemen dan debat yang
panjang sehingga pada kesimpulan untuk mengaplikasikan sekularisme
ditengah-tengah Rebublik Perancis, dengan tujuan untuk mewadahi seluruh
kepentingan warga negara, tidak ada lagi sekelompok kominutas atau
golongan tertentu yang merasa paling diunggulkan dan diistimewakan oleh
negara atau pihak-pihak tertentu.Pasal 1 dalam Undang-Undang ini
berbunyi “Republik menjamin kebebasan hati nurani, kebebasan bagi segala
bentuk ibadah, tetap tunduk pada peraturan yang berlaku demi kepentingan
umum”. Pasal ini mendefinisikan sekularisme sebagai prinsip yang
mendasari bentuk kebebasan warga negara yang mempertimbangkan hak-
hak warga negara, dan juga tugas mereka yang berkaitan dengan
“kepentingan umum” dan “ketertiban umum”. Kemudian Pasal 2 berbunyi
“Negara tidak mengakui, mensubsidi, atau membayar gaji bagi yang terkait
dengan segala bentuk ibadah” (Gouvernement Fr, 2014). Dengan demikian,
Pasal 2 memastikan bahwa lembaga- lembaga yang berada di bawah
pemerintahan Perancis bersifat sekuler dan independen, rohaniawan tidak
lagi mendapatkan tunjangan dari pemerintah, gereja memiliki kebebasan
untuk mengatur segala urusan dan kepentingannya sendiri, persamaan
gereja dan kelompok agama yang lain di hadapan hukum (tidak ada agama
resmi), hak untuk beribadah, netralitas institusi khususnya sekolah terhadap
agama dan kebebasan dalam menjalankan pendidikan.Selanjutnya, laïcité
telah memiliki status konstitusional yang resmi di Perancis sejak 1946,
“Perancis adalah Republik yang tidak dapat dipisahkan, laïc, demokratis,
dan sosial. Perancis menjamin kesetaraan di hadapan hukum bagi seluruh
warga negaranya tanpa perbedaan apa pun berdasarkan asal, ras, atau
agama. Dengan menghormati semuakepercayaan”. Kata Laïc pertama kali
muncul sebagai istilah yang konstitusional pada tahun 1946. Laïc atau
laïque adalah kata dalam Bahasa Perancis yang pada awalnya digunakan
pada abad pertengahan untuk mengidentifikasi kelompok yang anggotanya
tidak ditahbiskan (diresmikan) oleh pendeta, dengan demikian sejalan
dengan makna “sekuler” dalam Bahasa Inggris (Gunn, 2004).Laïc atau
laïque secara luas dikenal dengan sebutan laïcité, dan secara resmi diadopsi
dalam Konstitusi Republik Perancis tahun 1958. Konstitusi berisi 89 Pasal
yang memiliki nilai sangat enting bagi Negara sekaligus warga negara
karena hingga saat ini masih diadopsi dan menjadi pondasi hukum bagi
kehidupan bernegara, sekaligus sebagai dokumen yang dapat menjamin
hak-hak setiap individu yang hidup demi terciptanya perdamaian dan
kesatuan di Negara Perancis. Konstitusi Perancis 1958 dibuka dengan bunyi
Pasal 1 yang menyatakan “Perancis dalah Republik, sekuler, demokratis,
dan sosial. Menjamin kesetaraan di hadapan hukum bagi seluruh warga
negara tanpa membedakan asal, ras, atau agama. Dengan menghormati
semua kepercayaan” (Riemer, 2016). Konstitusi dinyatakan sebagai
netralitas negara dalam menghadapi perbedaan individu sekaligus
menegaskan universalitas yang mengarah pada perlakuan yang sama bagi
semua warga negara dalam hal apapun tanpa memandang latar
belakang.Nilai-nilai universalitas negara ditunjukkan pada pasal
selanjutnya, yakni Pasal 2 hingga 4 mengenai kedaulatan Negara Perancis,
Pada Pasal 2 berbunyi “Motto Republik adalah Kebebasan, Kesetaraan, dan
Persaudaraan” dan “Prinsip Republik adalah Pemerintah rakyat, dari rakyat
dan untuk rakyat”. Pasal 3 “Kedaulatan nasional akan melekat pada rakyat,
……”, dan Pasal 4 “….. hukum menjamin ekspresi dari pluralisme dari
pendapat dan partisipasi yang adil dari partai- parta politik dan kelompok-
kelompok dalam kehidupan demokratis Bangsa”, “Semua warga negara
Perancis yang sudah mencapai usia mayoritas memiliki hak sipil dan politik
untuk memilik sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang” (Conseil
Constitutionnel Fr, 2015).Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
terdapat landasan hukum yang jelas untuk dijadikan “payung” bagi hak-
hak setiap individu untuk melakukan tindakan-tindakan secara bebas, baik
itu untuk dalam hal yang bersifat pribadi seperti memeluk agama, beropini,
hingga menyalurkan hobi, dan juga yang bersifat umum seperti
bersosialisasi dengan masyarakat, menyalurkan hak pilih dalam pemilu, dan
lain sebagainya, dengan catatan tidak mengganggu ketertiban umum dan
harus sesuai dengan aturan-aturan yang ada.
B. Sistem Pemerintahan Negara Republik Perancis
Revolusi Perancis mendasari peristiwa-peristiwa yang mendasari pergerseran
sosial dan budaya politik, Revolusi Perancis juga mendasari pembentukan paham-paham
seperti liberalisme, demokrasi dan nasionalisme yang berdampak pada kedaulatan dan
sistem pemerintahan yang diterapkan di negara Perancis. Revolusi Perancis adalah
sebuah proses atau perubahan yang terjadi terhadap bidang sistem pemerintahan atau
ketatanegaaran dan kemasyarakatan yang terjadi di Perancis. Dampak Revolusi Perancis
terhadap bidang sistem pemerintahan yaitu adanya perubahan kekuasaaan dari seorang
Raja yang bersifat absolut menjadi pemerintahan yang demokrasi menurut Undang-
Undang Dasar serta memiliki Dewan Perwakilan Rakyat. Revolusi Perancis dimulai pada
masa pemerintahan kekuasaan Raja Louis IV. Revolusi Perancis terjadi disebabkan
karena beberapa faktor, dintaranya adalah konflik politik yang semakin memburuk,
keadaan ekonomi dan kesewenang-wenangan Raja, kehidupan sosial, dan kemunculan
dan perkembangan paham-paham baru di negara Perancis. Sejarah Revolusi Perancis
terbagi dalam 6 periode, dikarenakan pada masa pemerintahan Raja Louis XVI di negara
Perancis terjadi keterpurukan ekonomi akibat kesalahan gaya hidup pejabat dan Raja
dilingkungan pemerintahan Perancis pada masa ini, untuk mengatasi hal tersebut pada
tanggal 5 Juni 1789 Raja Louis XVI mengadakan musyawarah dengan mengundang
Etats Generux yang terdiri dari 291 kalangan bangsawan, 300 ulama gereja atau pendeta,
610 golongan rakyat jelata guna mengatasi krisis ekonomi, akan tetapi musyawarah
tersebut berujung pada perdebatan dan pertentangan. Adapun 6 periode tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Masa Konstituante 1789-1791
Pada perkembangan masa ini telah terjadi sidang pada tanggal 17 Juni 1789, sidang
tersebut mengerucutkan tujuan untuk membuat Undang-Undang Dasar Perancis, sisi
dan kondisi yang mencekam menyebabkan rancangan Undang-Undang Perancis
dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan diumumkan pada tanggal 27 Agustus
1789, dalam perkembangannya tanggal 14 Juli 1790 sistem pemerintahan monarki
absolute kerajaan Perancis pada masa ini berubah menjadi kerajaan konstitusi.
b. Masa Legislatif 1791-1792
Tuntutan dan perjuangan rakyat kecil pada masa ini menghendaki akan adanya
perubahan dari sistem pemerintahan dari kerajaan konstitusional menjadi negara
republik, perjalanan Revolusi Perancis pada periode masa ini ditandai dengan
dibentuknya pemerintahan baru yang dipimpin oleh rakyat serta pada
perkembangannya pemerintahan ini kemudian dikenal dengan nama Konvensi
Nasional.
c. Masa Konvensi Nasional 1792-1795
Perkembangan pada periode masa ini, masyarakat Perancis yang tergabung dalam
Partai Montagne membubarkan sistem pemerintahan kerajaan menjadi negara
republik pada tahun 1792, hal ini semakin memberi warna dalam perjalanan
Revolusi Perancis.
d. Masa Directorie 1795-1799
Masa pemerintahan Prancis pada periode ini terdiri dari para kaum borjuis yang
berusaha memenangkan situasi dengan membentuk Dewan Pimpinan Pusat di
Bidang Eksekutif, dengan tujuan agar rakyat beranggapan bahwa demokrasi yang
dicita-citakan berjalan dengan baik dan lancar. Disisi lain golongan bangsawan yang
menduduki kursi legislatif semakin kuat, golongan bangsawan memiliki paham
monarki sehingga menimbulkan kecemasan kaum borjuis dan rakyat Perancis,
sehingga pada saat itu rakyat Perancis mengharapkan pemimpin baru seperti
Napoleon Bonaparte.
e. Masa Konsulat 1799-1804
Masa konsulat dipimpin oleh Napoleon Bonaparte yang telah mengambil alih
pimpinan tertinggi Perancis pada tanggal 9 November 1799, Napoleon Bonaparte
berhasil membubarkan sistem pemerintahan Directoire dan mengusung sistem
pemerintahan Konsulat.
f. Masa Kekaisaran 1804-1815
Keberhasilan Napoleon Bonaparte dalam mempersatukan semua golongan di
Perancis membuat Paus VII mengangkat Napoleon Bonaparte sebagai kaisar,
kekuasaan kekaisarannya berlangsung pada tahun 1804 hingga 1815. Masa
pemerintahaan kekaisaran Napoleon Bonaparte memberikan kebebasan terhadap
rakyat pada bidang perdagangan, pendidikan, dan agama. Napoleon Bonaparte tetap
menganut sistem absolut dengan kepemimpinan secara turun-temurun sehingga hal
tersebut dikenal dengan dinasti Napoleon.
Terjadinya Revolusi Perancis memiliki banyak dampak terhadap keberlangsungan
sistem pemerintahan Perancis sendiri maupun bagi negara negara lain, dengan
terjadinya Revolusi Perancis tumbuh pula beberapa paham-paham baru seperti
demokrasi, parlementer, republik. Runtuhnya kekuasaan absolut Raja Louis XVI
dengan Power” melahirkan sistem pemerinyahan yang modern dengan menjunjung
kedaulatan rakyat dan memberikan persamaan hak pada setiap warga, hal tersebut
dimulai dengan adanya Revolusi Perancis, sertaRevolusi Perancis menjadi tonggak
dan inspirator guna mewujudkan negara dan pemerintahan yang lebih modern
sekarang ini, dengan konsep doktrin negara demokrasi “Liberty, Egalite, et
Fraternite”. Dorongan tradisi Revolusi Perancis pada tahun 1789 mendorong
terbentuknya Republik Perancis dengan adanya kesadaran masyarakat Perancis
terhadap kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan sebagaimana tertulis dalam
semboyan “Liberty, Egalite, et Fraternite” semboyan tersebut merupakan landasan
dari perubahan pemerintahan Monarkhi menjadi pemerintahan Republik. Kedaulatan
rakyat dan martabat individu menjadi dasar pemerintahan Republik.
Perkembangan bentuk pemerintahan Prancis sejak 1789

1789–1792
Monarki Kekuasaan Raja dibatasi oleh Majelis Nasional
konstitusional

Majelis Nasional terpilih, tetapi kekuasaan politik berturut- turut


1792–1804
berada pada Komite Keamanan Publik (1793–95), Direktorat
Republik Pertama
(1795–1999), dan Konsulat (1799–1804)

1804–1804 Pemerintahan Napoleon I, disahkan oleh pemungutan suara


Kerajaan Pertama

1814–1830 Monarki Bourbon dari Louis XVIII dan Charles X, ditambah


Monarki restorasi parlemen dengan kekuasaan terbatas

1830–1848 Monarki Konstitusional dengan menteri yang bertanggung jawab


Monarki Orleanist kepada parlemen yang dipilih oleh rakyat terbatas

1848–1852 Majelis Nasional dan Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat
Republik Kedua laki-laki dewasa universal

1852–1870 Pemerintahan Napoleon III, disahkan oleh pemungutan suara,


Kekaisaran Kedua dengan konsesi ke parlementerisme dari tahun 1869

Kamar Deputi dipilih oleh rakyat universal langsung; Senat yang


1870–1940
dipilih secara tidak langsung; Presiden dan Perdana Menteri
Republik Ketiga
yang lemah
1940–1944 Pemerintahan pribadi Marsekal Philippe Pétain, dibatasi oleh
Vichy pendudukan Jerman di Prancis

1944–1946
Majelis Konstituante satu kamar, dipilih oleh rakyat dewasa
Pemerintahan pasca-
universal langsung (termasuk pemilih wanita)
perang sementara

1946–1958 Secara luas sebanding dengan Republik Ketiga, dengan Senat


Republik Keempat yang lebih lemah

1958– Presiden, Perdana Menteri dan Pemerintah, Majelis


Republik Kelima Nasional, Senat.260

Kegagalan pemerintahan Republik keempat Perancis membuat perang saudara terjadi di


negara Perancis pada Mei 1958, kegagalan tersebut adalah ketidakmampuan
pendahulunya untuk memberikan sistem pemerintahan yang stabil di Perancis. 261
Kegagalan pemerintahan Republik keempat Perancis 1946-1958 melahirkan
pemerintahan baru di Perancis yaitu, pemerintahan Republik kelima Perancis lahir pada
tahun 1958 yang sebagian besar merupakan hasil karya Jendral de Gaulle sebagai
Presiden pertama dan Michael Debre sebagai Perdana Menteri. Konstitusi Perancis
bersifat parlementer, akan tetapi pada lembaga eksekutif diberikan kekuasaan yang
relatif luas. Konstitusi 1958 pemerintahan Republik kelima Perancis berprinsip dasar
“Parliamentary Sovereignty” atau disebut juga dengan kedaulatan parlementer.
Konstitusi yang berlaku pada pemerintahan Republik Perancis kelima adalah Konstitusi
1958 atau Konstitusi Gaulle, Konstitusi tersebut menggantikan Konstitusi sebelumnya
dari pemerintahan Perancis Republik keempat. Ciri dari Konstitusi Gaulleatau disebut
juga dengan Constitution of Ocktober 4, 1958 sebagai Konstitusi baru pemerintahan
Republik kelima Perancis adalah dimana:
a. Kedudukan eksekutif yang diperkuat;
b. Peningkatan ketidakketergantugan kekuasaan kepemimpinannya;
c. Membatasi perilaku yang berlebih-lebihan partai politik dalam badan legislatif.265
Sistem pemerintahan Republik kelima Perancis adalah sistem pemerintahan semi
presidensial atau aliran sistem pemerintahan yang menunjukan sifat campuran dari
sistem pemerintahan presidensial dan parlementer. Berdasarakan Constitution of
Ocktober 4, 1958, Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan diberikan hak istimewa yang
sangat luas. Ciri- ciri sistem pemerintahan Republik kelima Perancis adalah sebagai
berikut:
a. Perancis adalah negara kesatuan;
b. Konstitusinya adalah tertulis;
c. Pemisahan kekuasaan sebagai berikut, eksekutif ditangan Presiden, legislatif
ditangan Parlemen, yudikatif ditangan Badan Kehakiman;
d. Parlemen adalah Bikameral;
e. Kabinet terdiri dari Dewan Menteri dan dipimpin oleh Perdana Menteri;
f. Dewan Menteri adalah suatu Dewan yang beranggotakan 9 orang yang diangkat oleh
Presiden, Ketua Assemblee, dan Ketua Senat.
Sedangkan menurut Duverger sistem pemerintahan semipresidensial yang diterapkan
Republik kelima Perancis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pusat kekuasaan berada pada suatu majelis perwakilan sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi;
b. Penyelenggaraan kekuasaan legilsatif adalah suatu badan perwakilan yang
merupakan bagian majelis perwakilan;
c. Presiden dipilih secara langsung maupun tidak langsung untuk masa jabatan tertentu
dan bertanggung jawab kepada majelis perwakilan;
d. Para Menteri sebagai bagian yang membantu kinerja Presiden dan diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.268
Menurut S.L Witman dan J.J Wuest prinsip dasar pemerintahan negara Perancis
sebagaimana diatur dalam Constitution of Ocktober 4, 1958 adalah sebagai berikut:
a. Perancis adalah negara yang tidak terbagi-bagi, sekuler, demokrasi dan republik
sosial;
b. Kedaulatan rakyat dibuktikan dengan pemilihan demokratis dan badan perwakilan
legislatif;
c. Berlakunya sistem multipartai dengan perwakilan dari beberapa partai membentuk
sebuah parlemen “oposisi” atau pemerintahan koalisi;
d. Pemisahan kekuasaan legislatif dan eksekutif dengan pembagian kekuasaan yang
lebih lanjut dimana Presiden dan Perdana Menteri bertanggung jawab kepada
parlemen;
e. Keberadaan lembaga kehakiman, dimana terdapat sebuah sistem pemisahan dari
peradilan administrasi dan Dewan Konstitusi yang melindungi kepentingan nasional
dan hak-hak rakyat;
f. Kekuasaan pemerintah tersentralisasi, tetapi unit-unit wilayah bebas untuk
memimpin wilayahnya sendiri melalui Dewan Pemilihan dan kondisi-kondisi lain
dari otonomi daerah;
g. Perhatian besar diberikan kepada penempatan “martabat dan kebebasan individu”
sebagai landasan Declarations of the Rights of Man and Citizen 1989. 269
Berdasarkan prinsip pemerintahan tersebut memberikan landasan bagi penataan sistem
ketatanegaraan Republik kelima Perancis dan diwujudkan dalam 6 lembaga negara,
yaituparlemen yang terdiri atas:
a. Dewan Nasional “National Assembly”;
b. Senat;
c. Presiden Republik;
d. Dewan Menteri “Governtment” yang dipimpin oleh Perdana Menteri;
e. Mahkamah Agung “Court of Cassation”;
f. Dewan Konstitusi “The Constitutional Council”;
g. Dewan Sosial dan Ekonomi.
Republik kelima Perancis menganut sistem hybrid yang mengarah kepada sistem
pemerintahan semi presidensial, dimana diatur dalam Constitution of Ocktober 4, 1958
Konstitusi Republik kelima Perancis memberikan penguatan-penguatan kepada lembaga
eksekutif yang dalam hal ini adalah Presiden dan Perdana Menteri. 271 Eva Liu
memberikan pendapatnya tentang kondisi pemerintahan Perancis Republik kelima yaitu
sebagai berikut:
1. Republik kelima Perancis memiliki karateristik pemerintahan semi presidensial,
dimana terlihat dari dualisme eksekutif yang terbagi antara Presiden dan Perdana
Menteri;
2. Presiden adalah kepala negara yang menjabat selama 7 tahun yang dipilih melalui
pemilihan langsung. Fungsi dan kekuasaannya termasuk inter alia sebagai pengawas
pelaksanaan konstitusi, memimpin kabinet, pelaksana undang-undang, mengusulkan
referendum, membubarkan parlemen, panglima tertinggi angkatan bersenjata, dan
negosiator dan peratifikasi perjanjian internasional;
3. Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan yang diangkat oleh Presiden setelah
pemilihan legislatif untuk mengisi kedudukan di Majelis Nasional. Fungsi dan
kedudukannya mengatur kegiatan pemerintah, bertanggung jawab terhadap
pertahanan nasional, memastikan penerapan hukum, dan melaksanakan peraturan
dan kekuasaan penunjukan tugas. Perdana Menteri juga memformulasikan Dewan
Menteri yang akan membantunya dalam pertimbangan kebijakan dan keputusan;
4. Parlemen Perancis menganut sistem dua kamar yang terdiri dari Majelis Nasional
dan Senat. Parlemen berfungsi membuat undang-undang, mengontrol anggaran
pemerintah dan megawasi kebijakan pemerintah. Anggota Majelis Nasional sipilih
melalui pemilihan pemilihan umum sedangkan Senat dipilih melalui electoral
collage. Hanya Majelis Nasional saja yang bisa memaksa pergantian pemerintah
melalui mosi tidak percaya, namun tidak satupun pemerintahan yang diganti melalui
mosi tidak peracaya selama berjalannya Republik kelima Perancis;
5. Kekuasaan eksekutif mendominasi legislatif dimana pemerintah mengatur agenda
parlemen, dan undang-undang pemerintahan menjadi prioritas utama melalui
undang-undang tersendiri. Pemerintah bahkan dapat mengajukan undang-undang
untuk disahkan tanpa memerlukan masukan dari parlemen. Pengusulan undang-
undang terbatas dalam 2 hari seminggu pada Majelis Nasional dan satu hari sebulan
di Senat. Pemerintah dapat mengumumkan anggaran melalui sebuah kebijakan
pemerintah apabila parlemen tidak menyetujui anggaran tersebut dalam 70 hari.
Pemerintah bahkan bisa mendeklarasikan kebijaknnya dan memaksa parlemen untuk
menerima kebijakan tersebut walaupun mosi tidak percaya telah sukses terlaksana;
6. Partai-partai politik bebas didirkan dan berjalan dibawah naungan kosntitusi.
Ketentuan pemilu membatasi jumlah dana yang bisa diterima kandidat dan partai
politik dari sumber donatur;
7. Amandemen konstitusi diatur dalam konstitusi itu sendiri, yang terdiri atas beberapa
bentuk persetujuan oleh parlemen dan referendum;
8. Telah terjadi 8 referendum sejak 1958, dimana 5 diantaranya terfokus pada
kebijakan luar negeri.
Klasifikasi sistem pemerintahan semi presidensial pada negara Perancis Republik kelima
adalah sebagai berikut:
1. Berbentuk negara kesatuan;
2. Bentuk pemerintahan republik;
3. Sistem kabinet ministrial;
4. Bentuk legislatif bikamreal atau dua kamar;
5. Presiden sebagai kepala negara;
6. Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan.273
Republik kelima Perancis adalah negara yang berbentuk kesatuan, Perancis menganut
sistem pemerintahan semi presidensial, hal ini dikarenakan dalam menjalan roda
pemerintahannya Presiden bertindak sebagai kepala negara dan dibantu Perdana Menteri
dalam pemerintahannya. 274 Republik kelima Perancis dalam menjalankan sistem
pemerintahan semi presidensial dimana Presiden sebagai Kepala Negara dan dibantu
Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan. Sistem pemerintahan yang diterapkan
di negara Perancis ini memiliki arti penggabungan Presiden terpilih utuk
menjalankan tugas-tugas politik dengan Perdana Menteri yang memimpin kabinet dan
bertanggung jawab kepada parlemen. Perdana Menteri ditunjuk oleh Presiden dan
bertanggung jawab menjalankan tugas sehari-hari dalam urusan pemerintahan dalam
negeri, akan tetapi dengan catatan bahwa Presiden tetap menjalankan peran pengawasan,
bertanggung jawab untuk urusan luar negeri dan memiliki kekuasaan dalam mengambil
keputusan terkait hal-hal yang dianggap darurat.
Pemisahan kekuasaan yang terdapat pada sistem pemerintahan semipresidensial
Republik kelima Perancis dalam cakupan legislatif, eksekutif, yudikatif memilki tugas,
fungsi, wewenang yang berbeda-beda pada setiap lembaga-lembaga.
1) Kekuasaan Eksekutif
a) Presiden
Konstitusi Perancis saat ini memberikan kekuasaan lebih pada badan eksekutif
yang terdiri dari Presiden dan Perdana Menteri. Presiden memiliki jabatan resmi
sebagai Kepala Negara dan merupakan Komandan Tertinggi di Angkatan
Bersenjata Nasional. Presiden dipilih langsung oleh rakyat dengan masa jabatan
7 tahun.Satu dari kekuasaan paling penting yang dimiliki Presiden adalah
kewenangannya untuk membubarkan Majelis Nasional dan mengadakan
pemilihan baru atas badan legislatif. Presiden bersama dengan Sidang Nasional
dan Parliement Sovereignity akan mengangkat Dewan Konstitusi. Presiden juga
diberi kewenangan untuk mengajukan beberapa permasalahan kebijakan tertentu
seperti perjanjian-perjanjian di Uni Eropa ke dalam referendum nasional.
Kekuatan Presiden dapat dikatan kuat, karena walaupun Dewan Menteri
tersebut, dan Presidenlah yang mengetuai Sidang Kabinet (Sidang Menteri-
Menteri). Presiden memiliki ungsi sebagai:
(1) Presiden Republik harus menjalankan dan menaati UUD.
(2) Presiden sebagai penjamin, kemerdekaan nasional, kesatuan wilayah dan
hasil persetujuan serta perjanjian daerah.
(3) Presiden Republik dapat membubarkan dewan nasional setelah
berkonsultasi dengan perdana menteri dan para ketua dewan nasional dan
senat.
(4) Presiden menandatangani aturan-aturan dan dekrit yang telah ditetapkan
oleh dewan menteri.
(5) Presiden adalah angkatan perang.
b) Perdana Menteri
Perdana Menteri dipilih oleh Majelis Nasional. Perdana Menteri disini
merupakan kepala atas Dewan Menteri atau Kabinet dimana kabinet-kabinet ini
sendiri ditunjuk oleh Presiden dengan rekomendasi dari Perdana Menteri.
Perdana Menteri bertanggungjawab atas kebijakan domestik.Perdana
Menteri bertanggungjawab atas kebijakan domestik. Perdana
Menteri
menguasai otoritas signifikan sebagai pemimpin partai mayoritas atau koalisi di
dalam Majelis Nasional. Balance of Power (BoP) antara Presiden dan Perdana
Menteri tergantung pada Partai yang berpengaruh dalam badan legislatif. Dalam
artian, ketika Presiden memiliki dukungan kuat dari mayoritas parlementer,
maka ada tendensi dimana Perdana Menteri akan berperan sebagai deputi dari
Presiden. Sebaliknya, jika partai yang menaungi Presiden merupakan salah satu
partai minoritas maka Presiden harus menunjuk Perdana Menteri yang berasal
dari salah satu partai dari koalisi (partai mayoritas). Jika situasi ini terjadi maka
akan tercipta suatu power-sharing arrangement (kohabitasi) dimana Presiden
dan Perdana Menteri memiliki kecenderungan untuk mengawasi pengaruh yang
dimiliki satu sama lain.
2) Kekuasaan Legislatif
a) Majelis Nasional Perancis (National Assembly)
Majelis Nasional Perancis (National Assembly) adalah majelis rendah Parlemen
Perancis bikameral dibawah Republik Kelima.National Assembly yang
mewakili konstituensi lokal dan dipilih langsung untuk masa jabatan 5 tahun,
memiliki kekuatan untuk membubarkan kabinet sehingga pihak mayoritas
menjadi
penentu pilihan pemerintah.Anggota Majelis Nasional terdiri dari 577 anggota.
b) Senat (Perliament Sovereignity)
Senat merupakan bagian dari lembaga legislatif Perancis. Senat memiliki masa
jabatan selama 6 tahun. Para anggota Senat bertugas di Luxembourg. Senat
terdiri dari setidaknnya 321 anggota yang masing-masing sebanyak 296
ditempatkan di Perancis Metropolitan, 13 lainnya ditempatkan di daerah-
daerah dan departemen yang berada di luar Perancis, sisanya sebanyak 12
anggota ditujukan untuk warga negara Perancis yang berada di luar
negeri.Senator dipilih secara tidak langsung oleh rakyat melainkan dipilih oleh
para anggota departement, region, dan commune. Kewenangan Senat pun juga
dibatasi. Dalam artian, ketika terjadi ketidak sepahaman antara dua lembaga
legislatif ini, maka keputusan final tetaplah menjadi kewenangan Majelis
Nasional.
3) Kekuasaan Yudiaktif
Sistem Yudikatif Perancis terdiri dari dua cabang,dimana pada masing-masing
cabang terdapat semacam hierarki mahkamah agung.Cabang yang pertama
(pengadilan Administratif) mengurusi masalah yang berkaitan dengan peraturan
pemerintah atau sengketa antar lembaga - lembaga publik. Cabang yang kedua
(pengadilan umum) mengurusi kasus – kasus sipil dan kriminalitas warga
Perancis.Dalam pengadilan umum atau pengadilan yudisial terdapat dua jenis
pengadilan. Yaitu pengadilan sipil dan pengadilan kasus kriminalitas. Pengadilan
sipil bertugas untuk menangani kasus antar perseorangan atau perseorangan dengan
korporasi. Sedangkan pengadilan krimina lmenangani kasus pelanggaran ringan dan
atau kasus pembunuhan.
C. Perbedaan Sistem Pemerintahan di Negara Indonesia dan Sistem PemerintahanNegara
Perancis
Sistem pemerintahan yang diterapkan negara Republik Indonesia adalah sistem
pemerintahan presidensial, hal tersebut didasarkan pada perubahan atau amandemen
ketiga UUD NRI 1945 yang diputuskan pada rapat paripurna MPR RI ke 7 pada tanggal
9 November 2001 di sidang tahunan MPR RI. Sri Soemantri berpendapat bahwa
amandemen ketiga UUD NRI 1945 tersebut dilakukan menurut teori konstitusi terhadap
susunan ketetanegaraan yang bersifat mendasar, bahkan substansi penjelasan yang
sifatnya normatif tersebut dimasukan kedalam batang tubuh UUD NRI 1945.278 Pada
amademen ketiga UUD NRI 1945 meliputi perubahan substansi yang antara lain sebagai
berikut:
1. kedudukan dan kekuasaan MPR;
2. eksistensi Indonesia sebagai negara hukum;
3. jabatan Presiden dan Wakil Presiden termasuk didalamnya mekanisme pemilihan;
4. pembentukan lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia;
5. pengaturan tamabahan bagi lembaga DPK;
6. pemilu.
Materi pada perubahan UUD NRI 1945 ketiga tersebut memperlihatkan jelas bahwa
perubahan tersebut menyangkut substansi yang lebih mendasar, berdasarkan perubahan
tersebut secara nyata dapat dilihat bahwa sistem pemerintahan yang benar-benar
diterapkan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan presidensial. Ciri-ciri sistem
pemerintahan presidensial yang diterapkan oleh negara Indonesia setelah dilakukannya
amandemen ketiga UUD NRI 1945 adalah sebagai berikut:
1. prosedur dan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih dalam
satu pasangan secara langsung oleh rakyat (pemilu);
2. sistem pertanggungjawaban Presiden dan Wakil Presiden atas kinerjanya, sebagai
lembaga eksekutif yang tidak lagi kepada MPR.
Setelah dilakukannya amandemen UUD NRI 1945 menetapkan secara jelas bahwa
mengenai sistem pemerintahan yang digunakan negara Republik Indonesia adalah sistem
pemerintahan Presidensial dengan ciri-ciri yang sudah dijelaskan oleh Sri Soemantri
diatas. 280 Penguatan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia setelah
dilakukannya amandemen UUD NRI 1945 terdapat beberapa substansi, meliputi:
1. Pembatasan masa jabatan presiden;
2. Penguatan check and balances dengan menambah kewenangan pada parlemen;
3. Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat;
4. Presiden dan Wakil Presiden dicalonkan bersama-sama;
5. Presiden dijatuhkan dengan didahului alasan pelanggaran hukum.
Sistem pemerintahan presidensial adalah suatu sistem pemerintahan dimana kedudukan
lembaga eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat, dengan
kata lain bahwa kekuasaan lembaga eksekutif berada diluar pengawasan langsung
parlemen. 282 Presiden dalam sistem pemerintahan presidensial memiliki posisi yang
relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjekteif seperti pada rendahnya
dukungan politik, namun masih ada mekanisme untuk mengontrol kekuasaan Presiden.
283 Penerapkan sistem pemerintahan presidensial pada periode setelah amandemen atau
perubahan UUD NRI 1945 dibuktikan dengan adanya pemisahan kekuasaan antara
cabang legislatif dan eksekutif, berdasarkan UUD NRI 1945 terdiri dari tujuh lembaga,
diantaranya adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, dan MK lembaga-lembaga
tersebut memegang kekuasaan negara masing masing, dimana lembaga eksekutif
dijalankan oleh Presiden, lembaga legislatif dijalankan oleh MPR, DPR, DPD, serta
lembaga yudikatif dijalankan oleh MA dan MK, dan sebagai tambahan lembaga
ekasminatif dijalankan oleh BPK. Adapun ciri-ciri dari sistem pemerintahan presidensial
adalah sebagai berikut:
1. Kepala eksekutif adalah Presiden yang memimpin kabinetnya, kabinet diangkat oleh
Presiden dan bertanggung jawab kepadanya. Presiden sebagai kepala negara memiliki
masa jabatan yang sudah ditentukan oleh UUD;
2. Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif, tetapi dipilih langsung oleh sejumlah
pemilih atau rakyatnya;
3. Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif dan tidak dapat diajatuhkan
oleh badan legislatif;
4. Presiden tidak dapat membubarkan badan legislatif.284
Sistem pemerintahan presidensial yang digunakan negara Republik Indonesia tertulis
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal-pasal dalam
UUD NRI 1945 tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Pasal 4 Ayat 1 UUD NRI 1945
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar”
2) Pasal 4 Ayat 2 UUD NRI 1945
“Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden”
3) Pasal 6A Ayat 1 UUD NRI 1945
“Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”
4) Pasal 7 UUD NRI 1945
“Presiden dan Wakil Presiden memegang masa jabatan selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa
jabatan”
5) Pasal 7C UUD NRI 1945
“Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat ”
6) Pasal 10 UUD NRI 1945
“Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan
Angkatan Udara”
7) Pasal 17 Ayat 2 UUD NRI 1945
“Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden”
Berbeda dengan sistem pemerintahan Indonesia yang menganut sistem pemerintahan
presidensial, sistem pemerintahan yang digunakan negara Perancis adalah sistem
pemerintahan semi presidensial. Hal ini jelas berbeda dengan sistem pemerintahan
presidensial murni yang digunakan negara Republik Indonesia, dimana dalam hal ini
Presiden hanya menjalankan pemerintahan seorang diri dan dibantu oleh seorang Wakil
Presiden. 285 Republik kelima Perancis adalah negara yang berbentuk kesatuan, Perancis
menganut sistem pemerintahan semi presidensial, hal ini dikarenakan dalam menjalan
roda pemerintahannya Presiden bertindak sebagai kepala negara dan dibantu Perdana
Menteri dalam pemerintahannya. Republik Kelima menerapakan Constitution of
Ocktober 4, 1958 sebagai konstitusi Republik Perancis kelima dan terbaru, yang
diperkenalkan pada 5 Oktober 1958. Republik Kelima bangun dari keruntuhan Republik
Keempat Perancis, menggantikan pemerintah parlementer dengan sistem semi-
presidensil.
Sistem pemerintahan semi presidensial adalah pemerintahan dimana di dalamnya
terdapat unsur-unsur sistem pemerintahan presidensil dansistempemerintahan
parlementer tercampur dan ciri-ciri kedua sistem tersebut sama-sama diterapkan. 288
sistem pemerintahan semi presidensial berupaya mencarikan titik temu antara sistem
pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Fungsi ganda presiden
sebagaimana dalam sistem pemerintahan presidensial tetap dipertahankan, akan tetapi
sebagai kepala pemerintahan, presiden berbagi kekuasaan dengan perdana menteri yang
menimbulkan dual executive system. Republik kelima Perancis mempunyai Presiden dan
Perdana Menteri dalam lembaga eksekutifnya, Presiden bertindak sebagai kepala Negara
yang dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan perdana menteri diangkat oleh presiden
dari partai politik atau gabungan partai politik yang menguasai kursi mayoritas di
parlemen. Berdasarkan sistem pemerintahan yang digunakan Republik kelima Perancis
dalam sistem ini yang lebih utama adalah presiden, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri-
ciri sistem parlementer dikombinasikan ke dalam sistem sistem presidensi, oleh sebab itu
sistem ini dapat juga disebut sebagai sistem quasi paresidensil. 289 Sama halnya seperti
sistem pemerintahan Indonesia yang memiliki pemisahan kekuasaan, pada sistem
pemerintahan Republik kelima Perancis juga mempunyai pemisahan kekuasaan
didalamnya yang antara lain, dimana pada lembaga eksekutif dijalankan oleh Presiden
dan Perdana Menteri, lembaga legislatif dijalankan oleh Majelis Nasional dan Senat,
serta pada lembaga yudikatif dijalankan oleh Pengadilan Adminsitratif dan Pengadilan
umum.
Perubahan konstitusi yang diajukan oleh de Gaulle atau yang dikenal dengan nama
Constitution of Ocktober 4, 1958 kemudian mengamanatkan dan mendefinisikan
kekuasaan Presiden pada pemerintahan Republik kelima Perancis, yang diantaranya
sebagai berikut:
1. Presiden dipilih untuk 7 tahun dan dapat dipilih kembali untuk waktu yang tak
terbatas;
2. Presiden adalah komandan angkatan bersenjata (Pasal 15 Constitution of Ocktober
4, 1958) dan penjaga kemerdekaan nasional, menjamin intergritas teritorial dan
mengajukan treati (Pasal 5 Constitution of Ocktober 4, 1958). Presiden memegang
peran sentral dalam kebijakan luar negeri;
3. Presiden mengawasi sejauh mana konstitusi ditegakan. Presiden mesti menjamin
keberlangsungan negara dan fungsi otoritas publik berjalan sebgaimana mestinya
(Pasal 5 Constitution of Ocktober 4, 1958). Presiden menunjuk Perdana Menteri
yang mengetuai Dewan Menteri atau kabinet;
4. Presiden menyatakan (Promulagates) Akta Parlemen (Act of Parliament) (Pasal 10
Constitution of Ocktober 4, 1958) dan menandatangani ordinasi dan dekrit (Pasal 13
Constitution of Ocktober 4, 1958);
5. Presiden adalah penjaga kebebasan otoritas judicial (Pasal 64 Constitution of
Ocktober 4, 1958) dan menguasai Dewan Tinggi Peradilan yang mengajukan
proposonal dan nasehat untuk menunjuk hakim-hakim;
6. Presiden menunjuk pejabat militer dan sipil tertinggi (Pasal 13Constitution of
Ocktober 4, 1958). Presiden berhak menyatakan pengampunan, memiliki kekuasaan
guna menyatakan kedaruratan (Pasal 16 Constitution of Ocktober 4, 1958), serta
dalam hal hal pemerintahan Presiden dapat mengajukan referendum untuk undang-
undang tertentu. Setelah berkonsultasi dengan pemerintah Presiden bisa
membubarkan Dewan Nasional. Presiden dapat mengajukan peninjauan terhadap
konstitusionalitas undang-undang kepada Dewan Konstitusi sebelum undang-undang
tersebut diberlakukan.291
Kedudukan Perdana Menteri dan Menteri-Menteri (pemerintah) dalam sistem
pemerintahan semi presidensial Republik kelima Perancis adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah menentukan dan menjalankan arah kebijakan negara, Pemerintah
berkuasa atas pegawai negeri dan angkatan bersenjata, Pemerintah bertanggung
jawab kepada parlemen (Pasal 20 Constitution of Ocktober 4, 1958);
2. Perdana Menteri yang ditunjuk oleh Presiden memimpin berjalannya pemerintahan,
Perdana Menteri bertanggung jawab atas pertahanan nasional dan menjamin
terselenggaranya undang-undang (Pasal 21 Constitution of Ocktober 4, 1958);
3. Dengan batasan Konstitusi, Perdana Menteri memiliki kekuasaan untuk membuat
regulasi. Manakala usulan undang-undang disetujui parlemen undang-undang
tersebut dijalankan oleh Perdana Menteri dan para Menteri;
4. Pemerintah berbagi kekuasaan dengan anggota parlemen dalam mengusulkan
legislasi;
5. Kewenangan Perdana Menteri dalam program pemerintahan, kebijakan umum atau
melaksanakan undang-undang;
6. Pasal 46 dan 50 Constitution of Ocktober 4, 1958 menyatakan secara tegas bahwa
apabila Perdana Menteri dikalahkan dalam sebuah a vote confidence maka Perdana
Menteri diharuskan mundur.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sistem pemerintahan di negara Indonesia dan sistem pemerintahan negara Perancis
a. Sistem pemerintahan di negara Indonesia
Berdasarkan pembahasan yang sudah dituliskan diatas, menurut perkembangan
sejarahnya sistem pemerintahan yang diterapkan sejak awal kemerdekaan
Republik Indonesia sampai sekarang telah mengalami beberapa perubahan
terkait penerapan sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan yang digunakan
pada masa berlakunya UUD NRI 1945 atau masa awal kemerdekaan tahun
1945- 1949 adalah sistem pemerintahan presidensial, sistem pemerintahan pada
masa berlakunya Konstitusi RIS tahun 1949-1950 adalah sistem pemerintahan
parlementer, sistem pemerintahan pada masa berlakunya UUDS 1950 pada
tahun 1950-1959 adalah sistem pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan
yang digunakan pada masa berlakunya kembali UUD NRI 1950 pada tahun
1959-Sekarang adalah sistem pemerintahan presidensial. Hal tersebut diperkuat
dalam amandemen ketiga UUD NRI 1945 pada Rapat Paripurna MPR-RI ke- 7
pada tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan MPR RI, dimana dalam
perubahan tersebut diperlihatkan bahwa sistem pemerintahan yang digunakan
Republik Indonesia saat ini adalah sistem pemerintahan presidensial, yang mana
pada perubahan tersebut memiliki ciri sistem pemerintahan presidensial yang
terlihat dalam prosedur dan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
secara langsung oleh rakyat, serta sistem pertanggungjawaban Presiden dan
Wakil Presiden yang tidak lagi kepada MPR. Serta diperkuat lagi pada Pasal 4
UUD NRI 1945 dimana dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Presiden adalah
Kepala Negara.
b. Sistem pemerintahan di negara Perancis
Sama halnya yang terjadi dengan Indonesia, Prancis juga mengalami beberapa
kali perubahan terkait sistem pemerintahan yang diterapkan dalam
perkembangan sejarahnya. Berdasarkan Constitution of Ocktober 4, 1958
Sistem pemerintahan negara Perancis yang sekarang atau dikenal dengan
pemerintahan Republik kelima Perancis menganut sistem hybrid yang
cenderung lebih mengarah kepada sistem pemerintahan semi-presidensial, yang
mana hal tersebut diperkuat dan diatur dalam Konstitusi Republik kelima
Perancis yang memberikan penguatan lebih kepada lembaga eksekutif yang
mana dalam hal ini adalah Presiden dan Perdana Menteri. Terkait sistem
pemerintahan semi presidensial yang digunakan di Perancis, hal tersebut terlihat
jelas pada lembaga eksekutifnya dimana terkait Kepala Negara dijalankan oleh
Presiden dan Pemeritahan dijalankan oleh Perdana Menteri.
2. Perbedaan sistem pemerintahan di negara Indonesia dan sistem pemerintahan negara
Perancis
Berdasarkan penjelasan diatas, terkait perbedaan sistem pemerintahan yang
digunakan Republik Indonesia dan sistem pemerintahan yang digunakan Republik
kelima Perancis. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari sistem pemerintahan yang
digunakan oleh kedua negara serta kedudukan lembaga eksekutif pada kedua negara,
sistem pemerintahan yang digunakan oleh negara Republik Indonesia pada periode
sekarang adalah sistem pemerintahan presidensial hal tersebut terlihat jelas bahwa
dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia hanya ada Presiden sebagai Kepala
Negara, sedangkan dalam hal penerapan sistem pemerintahan Republik kelima
Perancis menganut sistem pemerintahan semi presidensial dimana lembaga eksekutif
dalam sistem pemerintahan ini terbagi atas Presiden sebagai Kepala Negara dan
Perdana Menteri sebagai pemegang pemerintahan.
B. Saran
Baik sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan oleh Republik Indonesia saat ini
dan sistem pemerintahan semi presidensial yang diterapkan pada pemeritahan Republik
kelima Perancis merupakan sistem pemerintahan yang dikehendaki oleh para Bapak
Pendiri Bangsa dan Pendiri Negara, serta hal tersebut adalah kehendak dari warga negara
yang menuntut adanya perubahan ketatanegaran dalam kedua negara. Oleh sebab itu
makabaik sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan di Republik Indonesia dan
sistem pemerintahan semi presidesial yang diterapkan pada pemeritahan Republik kelima
Perancis, selarasnya sistem pemerintahan pada kedua negara tersebut diterapkan sebaik
mungkin guna menjalankan tatanan pemerintahan yang berjalan efektif pada kedua
negara tersebut.

Anda mungkin juga menyukai