Anda di halaman 1dari 4

SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DAN PARLEMENTER DI INDONESIA

NAMA : MUHAMMAD FIKRAN DZIKRIANSYAH, S.H


NIM : A.312.1823.011
DOSEN PENGAMPU : Dr. Drs H. KUKUH SA, BA., S.Sos., S.H., M.H., M.M.
MATA KULIAH : POLITIK HUKUM

PROGRAM MAGISTER HUKUM


UNIVERSITAS SEMARANG
2023
Indonesia merupakan negara dengan sistem pemerintahan Presidensial. Hal ini
didasarkan pada kesepakatan pendiri bangsa (founding father) dalam siding Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada 29 Mei - 1 Juni dan 10-17 Juli 1945. Sistem
pemerintahan presidensil itu mempunyai ciri-ciri yang khas sebagaimana dianut di Amerika
Serikat. Pertama, sistem itu didasarkan atas asas pemisahan kekuasaan. Seorang pakar ilmu
politik Amerika Serikat menyatakan it is based upon the separation of power principle. Yang
kedua, tidak ada pertanggungjawaban bersama antara Presiden sebagai pemimpin eksekutif
dengan anggota anggotanya. Anggota-anggota yang bernama menteri itu sepenuhnya
bertanggungjawab kepada Presiden. Yang ketiga, Presiden tidak dapat membubarkan DPR dan
yang keempat, Presiden itu dipilih oleh Dewan Pemilih.

Sedangkan yang dimaksud dengan sistem pemerintahan parlementer didasarkan atas asas
defusion of powers. Jadi presidensil separation of powers, parlementer defusion of powers. Pada
sistem parlementer, baik pemerintah maupun parlemen itu dapat saling membubarkan.
Pemerintah dapat dibubarkan oleh parlemen apabila tidak mendapat dukungan mayoritas dari
anggota parlemen, parlemen pun dapat dibubarkan oleh pemerintah melalui kepala negara
apabila dianggap tidak mencerminkan lagi aspirasi rakyatnya. Dan yang keempat, sistem
parlementer kepala pemerintahan adalah Perdana Menteri, sebagai kepala eksekutif yang
ditetapkan oleh kepala negara, apakah itu Presiden, atau dengan sebutan seperti raja. Sistem
parlementer menjadi bagian dari sistem pemerintahan yang digunakan oleh Indonesia sejak tahun
1949-1959 dengan konstitusi berbeda, yaitu Konstitusi RIS 1949 dan UUD 1950.

Menurut Sarundajang, sistem pemerintahan presidensial memiliki kelebihan yaitu


pemerintahan yang dijalankan oleh eksekutif berjalan relatif stabil dan sesuai dengan batas
waktu yang telah diatur dan ditetapkan dalam konstitusi. Sedangkan kelemahan dari sistem
pemerintahan presidensial adalah setiap kebijakan pemerintahan yang diambil merupakan
bargaining position antara pihak legislatif dan eksekutif yang berarti terjadi pengutamaan sikap
representatif - elitis dan bukan partisipatif - populis. Sistem pemerintahan presidensial
memisahkan kekuasaan yang tegas antara lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sehingga
antara yang satu dengan yang lain seharusnya tidak dapat saling mempengaruhi. Menteri-menteri
tidak bertanggungjawab kepada Legislatif, tetapi bertanggungjawab kepada Presiden yang
memilih dan mengangkatnya, sehingga menteri-menteri tersebut dapat diberhentikan oleh
presiden tanpa persetujuan badan legislatif. Pemisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif,
yudikatif biasa kita sebut sebagai trias politica. Menurut Montesquieu, ajaran Trias Politica
dikatakan bahwa dalam tiap pemerintahan negara harus ada 3 (tiga) jenis kekuasaan yang tidak
dapat dipegang oleh satu tangan saja, melainkan harus masing- masing kekuasaan itu terpisah.
Pada pokoknya ajaran Trias Politica isinya tiap pemerintahan negara harus ada 3 (tiga) jenis
kekuasaan yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, sebagai berikut:

a) Kekuasaan Legislatif (Legislative Power)


Kekuasaan Legislatif (Legislative Power) adalah kekuasaan membuat undang-
undang. Kekuasaan untuk membuat undang-undang harus terletah dalam suatu
badan khusus untuk itu. Jika penyusunan undangundang tidak diletakkan pada
suatu badan tertentu, maka akan mungkin tiap golongan atau tiap orang
mengadakan undang-undang untuk kepentingannya sendiri.
b) Kekuasaan Eksekutif (Executive Power)
Kekuasaan “Eksekutif” adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-
undang. Kekuasaan melaksanakan undang-undang dipegang oleh Kepala Negara.
Kepala Negara tentu tidak dapat dengan sendirinya menjalankan segala undang-
undang ini. Oleh karena itu, kekuasaan dari kepala Negara dilimpahkan
(didelegasikan) kepada pejabat-pejabat pemerintah/Negara yang bersama-sama
merupakan suatu badan pelaksana undang-undang (Badan Eksekutif). Badan
inilah yang berkewajiban menjalankan kekuasaan Eksekutif.
c) Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman (Yudicative Powers)
Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman (Yudicative Powers) adalah
kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak
memberikan peradilan kepada rakyatnya. Badan Yudikatif adalah yang berkuasa
memutus perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-
undang yang telah diadakan dan dijalankan.

Fungsi legislasi dalam sistem presidensil didasarkan pada adanya pemisahan kekuasaan
yang tegas antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. Pemisahan tersebut merupakan
karakter khas dari sistem presidensil. Dengan demikian, dalam sistem presidensil badan legislatif
menentukan agendanya sendiri, mambahas dan menyetujui rancangan undang-undang pun
sendiri pula. Artinya bahwa, fungsi legislasi dalam sistem presidensil merupakan wewenang
eksklusif dari badan legislatif. Namun pemisahan kekuasaan tersebut pada hakikatnya tidak serta
merta dijalankan secara mutlak. Namun dalam sistem negara modern, ada hubungan fungsional
antara eksekutif dan legislatif. Bahkan dalam fungsi legislasi di Indonesia dilakukan secara
bersama-sama antara eksekutif dan legislatif.

Dengan demikian menurut S.L. Witman dan J.J Wuest ciri-ciri dari sistem presidensial
adalah sebagai berikut:
1. Hal tersebut berdasarkan atas prinsip-prinsip pemisahan kekuasaan.
2. Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk membubarkan parlemen juga
tidak perlu berhenti sewaktu kehilangan dukungan dari mayoritas anggota
parlemen.
3. Dalam hal ini tidak ada tanggung jawab yang berbalasan antara presiden dan
kabinetnya, karena pada akhirnya seluruh tanggung jawab sama sekali tertuju
pada presiden (sebagai kepala pemerintahan).
4. Presiden dipilih langsung oleh para pemilih.

Lembaga negara atau lembaga pemerintah dalam sistem pemerintahan republik Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sesudah Amandemen ada 7 (tujuh) yaitu: MPR,
DPR, DPD, Presiden, BPK, MA dan MK. Nyatanya, di Indonesia pembagian kekuasaan tidak
murni terbagi kedalam tiga kekuasaan. Ada pemabagian kekuasaan keempat yang disebut
kekuasaan eksaminatif, yaitu kekuasaan terhadap pemeriksaan keuangan negara. Kekuasaan
eksaminatif di Indonesia berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sesudah
amandemen adalah BPK.

Anda mungkin juga menyukai