Anda di halaman 1dari 3

Perkembangan, Fungsi, Peranan Lembaga Eksekutif Indonesia dan

Peranan Birokrasi dalam Sistem Politik Indonesia


Mata Kuliah : Sistem Politik Indonesia
Dosen Pengampu: Lince Magriasti, S. IP, M. Si
Oleh: Fauzana Fitria Mukhief (18042123)

Perkembangan Lembaga Eksekutif

A. Masa Orde Lama


Demokrasi Parlementer Kedudukan lembaga eksekutif sangat dipengaruhi oleh lembaga
legislatif. Hal ini terjadi karena lembaga eksekutif bertanggung jawab kepada lembaga legislatif.
Dengan demikian, lembaga legislatif memiliki kedudukan yang kuat dalam mengontrol dan
mengawasi fungsi dan peranan lembaga eksekutif. Dalam pertanggungjawaban yang diberikan
lembaga eksekutif maka para anggota parlemen dapat mengajukan mosi tidak percaya kepada
eksekutif jika tidak melaksanakan kebijakan dengan baik. Apabila mosi tidak percaya diterima
parlemen maka lembaga eksekutif harus menyerahkan mandat kepada Presiden.
Demokrasi Terpimpin Peranan lembaga eksekutif jauh lebih kuat bila dibandingkan
dengan peranannya di masa sebelumnya. Peranan dominan lembaga eksekutif tersentralisasi di
tangan Presiden Soekarno. Lembaga eksekutif mendominasi sistem politik, dalam arti
mendominasi lembaga-lembaga tinggi negara lainnya maupun melakukan pembatasan atas
kehidupan politik. Eksekutif bisa membuat undang-undang dan seolah-olah semua terpusat pada
lembaga ini. Dalam eksekutif terjadi kesenjangan dimana antara presiden dan jajarannya yang
seharusnya memiliki kedudukan yang sejajar, tetapi seolah presiden yang paling memegang
kendali. Contoh: pengangkatan presiden seumur hidup. Eksekutif juga mengontrol lembaga
peradilan, yang dibuktikan dengan peraturan yang intinya berbunyi bahwa ketika hakim sudah
tidak mampu lagi untuk memutuskan suatu perkara maka kewenangan itu di ambil alih oleh
presiden.

B. Masa Orde Baru


Kedudukan lembaga eksekutif tetap dominan. Dominasi kedudukan eksekutif ini pada
awalnya ditujukan untuk kelancaran proses pembangunan ekonomi. Untuk berhasilnya program
pembangunan tersebut diperlukan stabilitas politik. Eksekutif memiliki kedudukan yang lebih kuat
dibandingkan dengan kedudukan lembaga legislatif maupun yudikatif. Pembatasan jumlah partai
politik maupun partisipasi masyarakat ditujukan untuk menopang stabilitas politik untuk
pembangunan dan kuatnya kedudukan lembaga eksekutif di bawah Presiden Soeharto.
Adanya pendayagunaan wewenang konstitusional badan eksekutif yang melibatkan diri
dalam pernacangan dan pembuatan undang-undang, karena dikusainya sumber daya yang ratif
berlebihan akan menyebabkan eksekutif mampu lebih banyak berprakasa, yang seharusnya alih ide
dan kebijakan diperakasai oleh lembaga perwakilan akan tetapi pada kenyataannya justru ide dan
prakasa eksekutif yang lebih banyak merintis dan mengontrol perkembangan.

C. Masa Reformasi
Di masa Reformasi yang dimulai dari tumbangnya rezim autoritarian yang dipimpin oleh
Soeharto, kedudukan lembaga eksekutif setara dengan lembaga pemerintahan yang lain, yaitu
lembaga legislatif dan lembaga yudikatif. Dalam perkembangannya, lembaga eksekutif yang
dipimpin oleh presiden tidak menjadi lembaga paling kuat dalam pemerintahan, karena lembaga
eksekutif diawasi oleh lembaga legislatif, masyarakat (terutama mahasiswa, ormas, LSM, dan
media massa) dalam menjalankan pemerintahan, serta akan ditindaklanjuti oleh lembaga yudikatif
jika terjadi pelanggaran, sesuai dengan Undang-Undang. Rekruitmen anggota lembaga eksekutif
ditetapkan berdasarkan hasil pemilu, perjanjian dengan partai koalisi maupun dengan ditunjuk oleh
Presiden.
Fungsi dan Peranan Lembaga Eksekutif
Di negara-negara demokratis, secara sempit lembaga eksekutif diartikan sebagai
kekuasaan yang dipegang oleh raja atau presiden, beserta menteri-menterinya (kabinetnya). Dalam
arti luas, lembaga eksekutif juga mencakup para pegawai negeri sipil dan militer. Oleh karenanya
sebutan mudah bagi lembaga eksekutif adalah pemerintah. Lembaga eksekutif dijalankan oleh
Presiden dan dibantu oleh para menteri. Jumlah anggota eksekutif jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah anggota legislatif, hal ini bisa dimaknai karena eksekutif berfungsi hanya
menjalankan undang-undang yang dibuat oleh legislatif. Pelaksanaan undang-undang ini tetap
masih diawasi oleh legislatif.
Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Di negara-negara
demokratis badan eksekutif biasanya terdiri atas kepala negara seperti raja atau presiden, beserta
menteri-menterinya. Badan eksekutif dalam arti luas juga mencakup para pegawai negeri sipil dan
militer.
Badan Eksekutif Indonesia terletak pada Presiden yang mempunyai 2 kedudukan sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan.
Fungsi lembaga eksekutif (Budiardjo, 2008):
 Administratif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan
perundangan lainnya dan menyelenggarakan administrasi negara.
 Legislatif, yaitu membuat rancangan undang-undang dan membimbingnya
dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.
 Keamanan, artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata,
menyelenggarakan perang, pertahanan negara, serta keamanan dalam negeri.
 Yudikatif, yaitu memberi grasi, amnesti dan sebagainya.
 Diplomatik, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik
dengan negara-negara lain.Presiden adalah lembaga negara yang memegang
kekuasaan eksekutif yaitu presiden mempunyai kekuasaan untuk
menjalankan pemerintahan.

Peranan Birokrasi dalam Sistem Politik Indonesia

Birokrasi adalah suatu prosedur yang efektif dan efisien yang didasari oleh teori dan
aturan yang berlaku serta memiliki spesialisasi menurut tujuan yang telah ditetapkan oleh
organisasi/institusi. Salah satu peran birokrasi adalah menjalankan fungsi pemaduan kepentingan
dalam system politik Indonesia. Pemaduan kepentingan adalah merupakan suatu kegiatan yang
menampung, menganalisis, dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda-beda dari
masyarakat bahkan bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum, kemudian
diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
Birokrasi adalah sebuah institusi yang mapan dengan segala sumber dayanya, namun pada
lain sisi sistem kenegaraan mensyaratkan politik masuk sebagai aktor yang mengepalai birokrasi
melalui mekanisme politik formal. Oleh karena itu, birokrasi pemerintah tidak bisa dilepaskan dari
kegiatan politik. Pada setiap gugusan masyarakat yang membentuk tata pemerintahan formal, tidak bisa
dilepaskan dari aspek politik.
Pada gilirannya, birokrasi mau tidak mau harus rela dikepalai oleh mereka yang umumnya
bukan berasal dari kalangan birokrasi. Artinya, kepentingan politik dengan sendirnya akan turut
bermain dalam sistem penyelenggaraan pemerintah. Persoalan yang mengemuka adalah mampukah
kepala daerah memberikan peluang kepada birokrasi yang dipimpinya dengan arif untuk tetap
mengikuti kaidah demokrasi yang normatif.
Sistem politik adalah suatu keseluruhan komponen-komponen atau lembaga-lembaga
yang berfungsi di bidang politik yang kegiatannya menyangkut penentuan kebijakan umum (public
policies) dan bagaimana kebijakan itu dilaksankan, yaitu hal-hal yang menyangkut kehidupan
Negara atau pemerintahan. Selanjutnya, berinteraksi berdasarkan proses-proses (proses saling
pengaruh-mempengaruhi) yang dapat diramalkan untuk memenuhi kebutuhan publik.
Politik, kekuasaan, serta birokrasi pada dinamika pemerintahan Indonesia bagaikan
kesatuan yg tidak terpisahkan. Korelasi ketiganya dapat dilacak asal sejarah awal pembentukan
negara ini, asal masa kerajaan, zaman kolonial sampai sesudah kemerdekaan. Tarik menarik
politik serta kekuasaan berpengaruh kuat terhadap pergeseran fungsi serta peran birokrasi selama
ini. Birokrasi yang seharusnya bekerja melayani serta berpihak kepada rakyat berkembang sebagai
melayani penguasa menggunakan keberpihakan pada politik serta kekuasaan. Sampai waktu ini,
imbas kuat pemerintah terhadap birokrasi membentuk sulitnya mesin birokrasi member pelayanan
publik yang profesional, rentan terhadap tarik-menarik kepentingan politik, korupsi, kolusi,
nepotisme, inefisiensi, dan berbagai penyakit birokrasi lainnya.
Dalam berbagai macam pola hubungan antara birokrasi dan politik, institusi politik -
sebagaimana diketahui bersama- terdiri atas orang-orang yang berprilaku politik yang diorganisasikan
secara politik oleh kelompok-kelompok kepentingan dan berusaha untuk mempengaruhi pemerintah
untuk mengambil dan melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu, birokrasi pemerintah secara
langsung ataupun tidak langsung selalu berhubungan dengan kelompok kepentingan politik tersebut.
Seorang pemimpin eksekutif dalam relasinya dengan bawahannya yang merupakan unit
mapan bernama birokrasi memiliki setidaknya beberapa kepentingan, pertama adalah current survival,
mereka harus bisa bertahan diposisinya sampai jabatannya berakhir, kedua effective goverment dimana
mereka harus memerintah dengan efektif, menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan
prestasi yang dapat membuat para pemilih memilih mereka kembali pada pemilihan berikutnya, dan
ketiga adalah creation of loyal machine dimana eksekutif perlu membuat organisasi politik dengan
kesetiaan personal yang tinggi.
Dalam praktiknya, birokrasi justru kerap digunakan sebagai alat politik kepala eksekutif yang
berasal dari institusi politik untuk kepentingan konstituennya sehingga bisa ditebak kemudian bahwa
kemapanan birokrasi tidak bisa lepas dari intervensi politik yang akhirnya menjadikan birokrasi tidak
netral. Selanjutnya yang terjadi adalah penempatan jabatan yang tidak bisa lepas dari berbagai kalkulasi
politik pemimpin eksekutif dengan pertimbangan tiga aspek di atas: survival, effective government, dan
creation of loyal political machine.

DAFTAR PUSTAKA
Azlam, Ridho. Makalah Sistem Politik. Universitas Mercu Buana, Hlm 16-17.
(online)(diakses pada 15 april 2016
http://retorics.blogspot.com/2015/02/lembaga-eksekutif-dari-orde-lama-hingga-
era-reformasi.html).
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Syah, Mudakir Iskandar. 2008. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
Surabaya: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai