Anda di halaman 1dari 125

RESEPSI AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN TAHFIDZ

AN-NUR SIDAMULIH RAWALO BANYUMAS

SKRIPSI

Diajukan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Miftahul Huda


Rawalo Banyumas sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar S.Ag

SKRIPSI

Oleh :

MOHAMMAD FATHU ROZAKI


NIM. 1801024

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI ILMU AL QUR’AN MIFTAHUL HUDA
RAWALO BANYUMAS
2022
NOTA PEMBIMBING

Perihal : Naskah Skripsi


a.n Saudara : Mohammad Fathu Rozaki
Lampiran : 5 Eksemplar
Kepada Yth
Ketua Sekolah Tinggi
Ilmu al-Qur’an (STIQ)
Miftahul Huda Rawalo Banyumas
Di
Rawalo, 25 November 2022
Assalamu’alaikum wr.wb
Setelah memeriksa dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama
ini kami kirimkan naskah skripsi saudara:
Nama : Mohammad Fathu Rozaki
NIM : 1801024
Prodi : Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT)
Judul : Resepsi Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih
Rawalo Banyumas
Dengan ini kami memohon agar skripsi saudara tersebut diatas dapat
segera dimunaqosahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Rawalo, 25 November 2022
Pembimbing I Pembimbing II

Ahmad Roja Badrus Zaman, S.Ag., M.A. Imam Ma’arif H., M.Ag.
NIDN. NIDN.

i
PENGESAHAN

Skripsi yang disusun oleh:


Nama : Mohammad Fathu Rozaki
NIM : 1801024
Prodi : Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT)
Judul : Resepsi Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Tahfidz Annur
Sidamulih Rawalo Banyumas

Telah diujikan dalam sidang munaqosah Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT)
Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an Miftahul Huda Rawalo Banyumas pada tanggal :

7 Desember 2022

Skripsi tersebut telah dapat diterima sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Program Strata Satu (S.1) Ilmu al-Qur’an dan Tafsir guna memperoleh gelar
sarjana pada Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an Miftahul Huda Rawalo Banyumas.

Rawalo, 7 Desember 2022


Dewan Penguji
Sidang Munaqosah

Ketua Sidang, Sekretaris Sidang

Akhmad Roja Badrus Zaman, S.Ag., Ulul Fahmi, M.Ag.


M.A. NIDN.
NIDN.

Penguji I Penguji II

Kuswantoro, M.Pd. Imam Ma’arif H., M.Ag.


NIDN. 0610108304 NIDN.

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini


Nama : Mohammad Fathu Rozaki
NIM : 1801024
Ttl : 17 April 2001
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul:

Resepsi Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo


Banyumas

adalah benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya.
Apabila di dalamnya terdapat kesalahan dan kekeliruan, maka sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya. Selain itu, apabila di dalamnya terdapat plagiasi
yang dapat berakibat gelar kesarjanaan saya dibatalkan, maka saya siap
menanggung resikonya.

Rawalo, 01 Desember 2022

Mohammad Fathu Rozaki

NIM.1801024

iii
MOTTO

۟ ُ‫وا َواَل تَحْ زَ ن‬


َ‫وا َوَأنتُ ُم ٱَأْل ْعلَوْ نَ ِإن ُكنتُم ُّمْؤ ِمنِين‬ ۟ ُ‫َواَل تَ ِهن‬

“Jangan kamu merasa lemah dan jangan bersedih, sebab


Kamu paling tinggi derajatnya jika kamu beriman.”
(Q.S Ali Imran: 139)

iv
PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan kepada,


Kedua orang tua tercintaku, Bapak Mu’alim (Alm) dan Ibu Surtinah (Almh)
Yang tulus mendo’akan, tak pernah lalai mengingatkan, tak pernah surut
Memberikan kasih sayang dan tak pernah lelah berkorban demi anaknya
Yang tersayang agar mencapai sebuah kesuksesan.

v
PEDOMAN TRANSLITERASI

Tim Puslitbang Lektur Keagamaan, Pedoman Transliterasi Arab Latin; Keputusan


Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor: 158 Tahun 1987 Nomor 0543 b/u/1987, Proyek Pengkajian dan
7Pengembangan Lektur Pendidikan Agama, Jakarta, 2003.

Pedoman transliterasi yang digunakan adalah Sistem Transliterasi Arab -


Latin berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 158/1987 dan Nomor
0543 b/u/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

A. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan
dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, sebagian lagi
dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf
Arab itu dan transliterasinya dengan huruf lain.

Huruf Nama Huruf Latin Keterangan


Arab
‫ا‬ Alif tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

‫ب‬ Bā` B Be

‫ت‬ Tā` T Te

‫ث‬ S|ā ṡ Es (dengan titik di atasnya)

‫ج‬ Jīm J Je

‫ح‬ Ḥā Ḥ Ha (dengan titik di bawahnya)

‫خ‬ Khā` Kh Ka dan kha

‫د‬ Dal D De

‫ذ‬ Żal Ż Zet (dengan titik di atasnya)

vi
‫ر‬ Rā` R Er

‫ز‬ Zai Z Zet

‫س‬ Sīn S Es

‫ش‬ Syīn Sy Es dan ye

‫ص‬ S}ād s} Es (dengan titik di bawahnya)

‫ض‬ D}ād d} de (dengan titik di bawahnya)

‫ط‬ T}ā` t} te (dengan titik di bawahnya)

‫ظ‬ Z}ā` z} zet (dengan titik di bawahnya)

‫ع‬ ‘Ain ‘ koma terbalik (di atas)

‫غ‬ Gain G Ge

‫ف‬ Fā` F Ef

‫ق‬ Qāf Q Qi

‫ك‬ Kāf K Ka

‫ل‬ Lām L El

‫م‬ Mīm M Em

‫ن‬ Nūn N En

‫و‬ Wāwu W We

‫ه‬ Hā` H Ha
apostrof, tetapi lambang ini tidak
‫ء‬ Hamzah ' dipergunakan untuk hamzah di
awal kata
‫ي‬ Yā` Y Ye

vii
B. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
1. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama


‫ﹷ‬ Fathah A A
‫ﹻ‬ Kasrah I I
‫ﹹ‬ Dammah U U

Contoh:

‫ب‬
َ َ‫َكت‬ - Kataba ‫ب‬
ُ ‫يَ ْذ َه‬ - Yażhabu
‫َف َع َل‬ - fa’ala َ ‫ض ِر‬
‫ب‬ ُ - duriba

‫ذُكِ َر‬ - żukira

2. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
antara harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf yaitu:

Tanda dan Nama Huruf Latin Nama


Huruf
‫ ـَــ‬dan ‫ي‬ Fathah dan Ya Ai a dan i
‫ ـَــ‬dan ‫و‬ Fathah dan wau Au a dan u
Contoh:

‫ف‬
َ ‫َك ْي‬ - Kaifa ‫َه ْو َل‬ - Haula

C. Maddah

viii
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harkat Nama Huruf dan Nama


dan Huruf Tanda
‫ َـــ‬dan ‫ي‬/‫أ‬ Fathah dan alif atau ya Ā a dan garis di atas
‫ ـِــ‬dan ‫ي‬ Kasrah dan ya Ī i dan garis di atas
‫ ُــ‬dan ‫و‬ Dammah dan wau Ū u dan garis di atas
Contoh:

‫ال‬
َ َ‫ق‬ - Qāla ‫قِ ْي َل‬ - Qīla

‫َر َمى‬ - ramā ‫َي ُق ْو ُل‬ - yaqūlu

D. Ta’ Marbutah
Transliterasinya untuk ta marbutah ada dua:
1. Ta marbutah hidup
Ta marbutah yang hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah dan
dammah, transliterasinya adalah /t/.
2. Ta marbutah mati
Ta marbutah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya
adalah /h/.
3. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya ta marbutah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah
maka ta marbutah itu ditransliterasinya dengan ha (h). Contoh:
- Raudah al-aţfāl
‫ضةُ اَْألطَْف ْل‬
َ ‫َر ْو‬ - Raudatul aţfāl
- al-Madīnah al-Munawwarah
‫اَل َْم ِد ْينَةُ ال ُْمَن َّو َر ْة‬
- al-Madīnatul Munawwarah
‫ْح ْة‬ - talhah
َ ‫طَل‬
-
E. Syaddah

ix
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuag tanda, tanda syaddah atau tanda tasydid. Dalam transliterasinya
ini tanda syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama
dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Contoh:

‫َر َّبنَا‬ - rabbanā ‫َن َّز َل‬ - nazzala


‫اَلْبِ ّر‬ - al-birr ‫ْح ْج‬
َ ‫اَل‬ - al-hajju
‫نُ ِّع َم‬
- nu’’ima
F. Kata Sandang Alif + Lam
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu: ‫ال‬. Namun, dalam transliterasinya kata sandang itu dibedakan antara
kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah dengan kata sandang yang
diikuti oleh huruf qamariah.
1. Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah ditranseliterasikan
sesuai denganbunyinya, yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama
dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.
2. Kata sandang yang diikui oleh Qomariyah
Kata sandang yang diikui oleh Qomariyah ditransliterasikan sesuai dengan
aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya.
Baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qomariyah, kata
sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan
tand sambung/hubung.

Contoh:

- as-
‫اَ َّلر ُج ُل‬ - ar-rajulu ُ‫السيِّ َدة‬
َّ sayyidatu
‫س‬
ُ ‫لش ْم‬ َّ َ‫ا‬ - asy-syamsu ‫اَلْ َقلِ ُم‬ - al-qolamu
‫اَلْبَ ِديْ ُع‬ - al-badī’u ‫ْجالَ ُل‬ َ ‫اَل‬ - al-jalālu

x
G. Hamzah
Dinyatakan di depan Daftar Transliterasin Arab Latin bahwa hamzah
ditransliterasikan dengan apostrof. Namun, itu hanya terletak di tengah dan
akhir kata. Bila hamzah itu terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan,
karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh:
1. Hamzah di awal :

ُ ‫ُِأم ْر‬
‫ت‬ - Umirtu ‫َأ َك َل‬ - Akala

2. Hamzah di tengah :
‫ْأخ ُذ ْو َن‬
ُ َ‫ت‬ - ta’khużūna ‫تَْأ ُكلُ ْو َن‬ - ta’kulūna

3. Hamzah di akhir :

‫َش ْيٌئ‬ - syai’un ُ‫الن َّْوء‬ - an-nau’u

H. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il, isim maupun huruf, ditulis
terpisah. Bagi kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang
sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang
dihilangkan maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut bisa dilakukan
dengan dua cara; bisa dipisah per kata dan bisa pula dirangkaikan. Contoh:

- Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn


َّ ‫َوِإ َّن ال ٰلّهَ ل َُه َو َخ ْي َر‬
‫الرا ِزقِ ْي َن‬
- Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīn
- Fa aufū al-kaila wa al-mīzāna
‫فَ َْأو ُف ْواالْ َك ْي َل َوال ِْم ْي َزا َن‬
- Fa aufū-lkaila wa-lmīzāna
‫رها ِو ُم ْر َس َها‬ ِ ‫بِس ِم‬
َ ‫اهلل َم ْر‬ - Bismillāhi majrêhā wa mursāhā
ْ
- Wa lillāhi alā an-nāsi hijju al-baiti manistāta’a
‫ت َم ِن‬ َ ِ ‫َو لِ ٰلّ ِه َعلَى الن‬
ِ ‫َّاس ِح ُّج الْب ْي‬
ilaihi sabilā

َ‫اع ِإل َْي ِه َسبِْيال‬ ِ - Wa lillāhi alān-nāsi hijjul-baiti manistāta’a


َ َ‫ا ْستَط‬
ilaihi sabilā

xi
I. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital
seperti apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya huruf kapital digunakan
untuk menuliskan huruf awal, nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama
diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital
tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

Contoh:

‫َو َما ُم َح َّم ٌد ِإالَّ َر ُس ْو ٌل‬ - Wa mā Muhammadun illā rasūl


- Innaawwala baitin wudi’a lin-
ِ ‫ض َع لِلن‬
‫َّاس لَلَّ ِذ ْي بِبَ َّكةَ ُمبَ َار ًكا‬ ِ ‫تو‬
ٍ
ُ ‫ِإ َّن ََّأو َل َب ْي‬
nāsi lallażī bi Bakkata
mubārakan
- Syahru Ramadāna al-lażī unżila
‫ضا َن الَّ ِذى ُأنْ ِز َل فِ ْي ِه الْ ُق ْر ٓأ ُ)ن‬
َ ‫َش ْه ُر َر َم‬ fīhi al-Qur’ānu
- Wa laqad ra’āhu bil-ufuqil
‫َولََق ْد َر ٓأ ُه بِاُْأل ُف ْو ِق ال ُْمبِْي ِن‬
mubīn
- Al-hamdu lillāhi
ِّ ‫ْح ْم ُد لِ ٰلّ ِه َر‬
‫ب ال َْعال َِم ْي َن‬ َ ‫َأل‬ Rabbil-‘ālamīna
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku dalam
tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan
dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf
kapital tidak dipergunakan

Contoh:

- Nasrum minallāhi wa fathun


ِ ‫صر ِمن‬
‫اهلل َو َف ْت ٌح قَ ِريْب‬ َ ٌ ْ َ‫ن‬ qarib
- Lillāhi al-amru jamī’an
‫اَأْلم ُر َج ِم ْي ًعأ‬ ِ ِٰ
ْ ‫للّه‬ - Lillāhil-amru jamī’an

xii
‫َواهللُ بِ ُك ِّل َش ْيٍئ َعلِ ْي ٌم‬ - Wallāhu bikulli syai’in ‘alīmun

ABSTRAK
Mohammad Fathu Rozaki (1801024):
Resepsi Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo B
anyumas

Kajian mengenai al-Qur’an pada kehidupan sehari-hari baik bersifat sosial


maupun budaya sering disebut dengan istilah Living Qur’an. Proses pembahasan
Living Qur’an tidak jauh dari resepsi umat terhadap bacaan-bacaan al-Qur’an.
Wujud nyata dari praktik pembacaan al-Qur’an adalah di Pondok Pesantren
Tahfidz Annur yang bertempat di Sidamulih, Rawalo, Banyumas salah satunya
adalah membaca dan menghafal al-Qur’an. Maka penelitian yang berjudul
“Resepsi Al Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo
Banyumas” ini mempunyai rumusan masalah bagaimana resepsi al Qur’an di
Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas?
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana resepsi al Qur’an di Pondok
Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas. Penelitian ini adalah jenis
penelitian lapangan (Field research), yakni sebuah penelitian yang berbasis data-
data lapangan terkait dengan subjek penelitian ini. Metode penelitian yang
digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif
melalui pendekatan fenomenologi.
kesimpulan bahwa di PonPes Tahfidz Annur Sidamulih terdapat ragam
praktik-praktik resepsi al-Qur’an yang ada di Pontren tersebut terbagi menjadi
empat ragam yaitu: (1) resepsi eksegesis yang termanifestasikan dalam kegiatan
menghafalkan al-Qur’an, atau murojaah al-Qur’an, (2) resepsi estetis dalam
kaligrafi yang menukil dari al-Qur’an yang bertempatan di serambi pondok
maupun ruang tamu pondok, (3) resepsi fungsional yang terwujud dalam
pembacaan istighosah untuk sebagai syifa’.
Kata Kunci: Resepsi, Living Qur’an PonPes Tahfidz Annur Sidamulih

xiii
ABSTRACT
Mohammad Fathu Rozaki (1801024):
Reception of the Qur'an at Tahfidz Islamic Boarding School Annur
Sidamulih Rawalo Banyumas

The study of the Koran in everyday life, both social and cultural, is often referred
to as the Living Qur'an. The process of discussing the Living Qur'an is not far
from the people's reception of the recitations of the Qur'an. The real manifestation
of the practice of reading the Koran is at the Tahfidz Annur Islamic Boarding
School located in Sidamulih, Rawalo, Banyumas, one of which is reading and
memorizing the Koran. So the research entitled "Reception of the Qur'an at
Tahfidz Annur Sidamulih Islamic Boarding School Rawalo Banyumas" has a
formulation of the problem how to receive the Koran at Tahfidz Annur Sidamulih
Islamic Boarding School Rawalo Banyumas? The purpose of this study was to
find out how the reception of the Qur'an at Tahfidz Islamic Boarding School
Annur Sidamulih Rawalo Banyumas.
This research is a type of field research, namely a research based on field data
related to the subject of this research. The research method used in this research
activity is a qualitative research method through a phenomenological approach.
it can be concluded that at the Tahfidz Annur Sidamulih Islamic
Boarding School there are various practices of receiving the Qur'an in the Islamic
Boarding School divided into four varieties, namely: (1) exegesis reception which
is manifested in the activities of memorizing the Koran, or murojaah al-Qur'an 'an,
(2) an aesthetic reception in calligraphy quoting from the Koran which is housed
in the foyer of the hut and the living room of the hut, (3) a functional reception
manifested in the recitation of istighosah for the syifa'.

Keywords: Reception, Living Qur'an Tahfidz Annur Sidamulih Islamic


Boarding School

xiv
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah atas karunia dan berkah rahmat dari Allah Swt.

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Resepsi Al Qur’an di Pondok

Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas” ini dengan baik.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan keharibaan Nabi Muhammad

SAW. Sebagai rasul pembawa cahaya penerang dan uswah khasanah bagi kita

semua. Tetap teriring harapan dan do’a semoga kita tergolong umatnya yang setia

mengikuti ajaran dan risalah sehingga tertumpahlah syafa’at darinya. A>mi>n

Ya> Robbal ‘A>lami>n.

Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan banyak

pihak, baik moril ataupun materil, baik langsung ataupun tidak langsung. Oleh

karena itu, penulis ingin menyampaikan beribu terimakasih kepada semua pihak

yang telah ikut mendukung dalam penulisan skripsi ini terutama kepada:

1. Kedua guru sekaligus murabbi ru>hi almaghfurlah Si Mbah KH. Zaeni Ilyas

dan Mbah Nyai. Hj. Muttasingah yang selalu menjadikan motifasi didalam

hati, sehingga penulis menjadi selalu semangat.

2. Kepada dewan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo

Banyumas semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.

3. Bapak Nur Sachidin, S.H.I., M.Pd.I selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Al-

Qur’an Miftahul Huda Rawalo Banyumas.

4. Kedua orang tua tercinta saya bapak Mu’alim (Alm) dan ibu Surtinah (Almh)

yang tidak pernah saya lupakan jasanya untuk membimbing, mengajarkan,

memotivasi, menasehati, mendukung, mendo’akan, dan memberi dengan

xv
ketulusan tiada tara. Beribu terimakasih saya ucapkan atas pengorbanan dan

kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis bisa sampai kepada titik ini,

semoga Allah selalu memberikan kenikmatan syurga Firdaus kepada mereka

berdua, aamiin.

5. Ahmad Roja’ Badrus Zaman, S.Ag., M.A. sebagai dosen pembimbing I dan

dosen pembimbing II yang bersedia meluangkan waktu, tenaga dan

pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan proses penyelesaian skripsi

ini.

6. Ahmad Roja’ Badrus Zaman, S.Ag., M.A. selaku dosen pembimbing

Akademik, yang telah memberikan banyak motivasi sekaligus tempat

konsultasi juga dan solusi atas setiap permasalahan dan kesulitan dalam

penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan karyawan STIQ Miftahul Huda Rawalo

Banyumas yang telah memberikan ilmu pengetahuan sehingga bermanfaat

selama masa perkuliahan.

8. Kepada kakak dan adikku tersayang Siti Nurhidayati, Sarif Romadon dan

Afifatus Zahriyah yang selalu memberikan semangat, dorongan dan do’a,

serta menemani dari awal hingga akhir dalam menyelesaikan penelitian ini.

9. Seluruh teman-teman IAT angkatan tahun 2018-2022 yang selalu mengisi

hari-hari menjadi lebih berwarna sehingga dapat berfikir positif dan tertawa

ria.

10. Kepada sahabat “Grup Admin Kabeh” terkasih yang selalu merangkul

perjalanan saya dari awal hingga akhir. Satu kata untuk kalian “terbaik”.

xvi
11. Kepada kawan-kawan pengurus putra dan putri Pondok Pesantren Miftahul

Huda Rawalo Banyumas yang selalu memberikan support kepada saya.

12. Keluarga besar STIQ (Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an) yang selalu

memberi kata semangat demi keberhasilan saya. Sayang kalian!

13. Anak-anakku ‘MTs Ma’arif Nu 01 Rawalo’ yang selalu mendukung saya

dengan cara kalian sendiri. Trimakasih, tetap jadi kebanggaan ya!

14. Kepada adik-adik santri putra Pondok Pesantren Miftahul Huda Rawalo

Banyumas yang selalu mendorong saya untuk tidak pantang menyerah dalam

menghadapi kenyataan.

15. Terimakasih banyak untuk semua pihak yang bersangkutan yang tidak bisa

saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna

dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang dapat

membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

terkhusus para pembaca.

Rawalo, 25 November 2022


Penulis

Mohammad Fathu Rozaki


NIM.1801024

xvii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................i


NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING.....................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ......................................................iv
HALAMAN MOTTO ....................................................................................v
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................vii
ABSTRAK ......................................................................................................x
KATA PENGANTAR ...................................................................................xii
DAFTAR ISI ..................................................................................................xiv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................4
C. Tujuan Penelitan...................................................................4
D. Manfaat Penelitian................................................................5
E. Tinjauan Pustaka..................................................................5
F. Metode Penelitian.................................................................7
1. Jenis Penelitian.................................................................8
2. Sumber Data.....................................................................10
3. Metode Pengumpulan Data..............................................11
G. Sistematika Pembahasan......................................................14

BAB II : LANDASAN TEORI


A. Resepsi.................................................................................16
B. Kajian Teori..........................................................................28
C. Living Qur’an.......................................................................46
BAB III : PROFIL PONDOK PESANTREN TAHFIDZ ANNUR
SIDAMULIH RAWALO BANYUMAS

xviii
A. Latar Belakang PonPes Tahfidz Annur Sidamulih..............55
B. Struktur Kepengurusan PonPes Tahfidz Annur Sidamulih..68
C. Jadwal Kegiatan Di PonPes Tahfidz Annur Sidamulih........68
D. Rincian Kegiatan Di PonPes Tahfidz Annur Sidamulih......69
E. Kehadiran Peneliti Di Lokasi Penelitian..............................69
F. Wawancara Dengan Pengasuh PonPes Tahfidz Annur........72
G. Wawancara Dengan Santri PonPes Tahfidz Annur..............73
BAB VI : MAKNA RESEPSI AL-ALQUR’AN DI PONDOK
PESANTREN TAHFIDZ ANNUR
A. Pemahaman Santri terhadap Resepsi Al-Qur’an Di
Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo
Banyumas
.............................................................................................
76
B. Makna Resepsi Di Pondok Pesantren Tahfidz Annur
Sidamulih Rawalo Banyumas..............................................79
1. Resepsi ksegesis..........................................................81
2. Resepsi Estetika...........................................................84
3. Resepsi Fungsional......................................................86
BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................91
B. Saran-Saran..........................................................................93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xix
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Resepsi merupakan teori yang membahas tentang peran pembaca terhadap

suatu karya sastra. Hal ini dikarenakan karya ditunjukkan kepada pembaca

sebagai konsumen dan penikmat karya sastra. Dalam aktivitas mengkonsumsi

karya sastra pembaca menentukan makna dan nilai karya sastra yang dibacanya.

Dengan demikian, teori resepsi merupakan peran pembaca dalam menyambut

suatu karya sastra. Dalam memandang suatu karya sastra, factor pembaca sangat

menentukan karena makna teks antara lain ditentukan oleh peran pembaca, makna

teks bergantung pada situasi histori pembaca, dan sebuah teks hanya dapat

mempunyai makna setelah teks itu dibaca.1

Sebagai kitab suci umat Islam yang menyatakan dirinya secara fungsional

sebagai huda (petunjuk) bagi manusia, ia memiliki nama-nama yang beragam.

Nama-nama tersebut antara lain Al-Kitab, Al-Mubin, Al-Karim, Al-Kalam, Al-

Suhuf, dan nama-nama lainnya. Salah satu nama yang seringkali dilabelkan

padanya adalah Al-Qur’an.2Iktiar labelisasi tersebut, salah satunya meurut Imam

as-Suyuti adalah sebagai oposisi biner terhadap logika dan tradisi sastra Arab kala

itu.3

1
Fathurrosyid, Tipologi Ideologi Resepsi al-Qur’an di Kalangan Masyarakat Sumenep
Madura, El Harakah Vol. 17 No. 2 Tahun 2015, hlm. 221-222
2
Mansur Sirojuddin Iqbal, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Angkasa, 1987), hlm. 15.
3
Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulumi Al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Fikr, t.th.), hlm. 141.
2

Sebagai kitab suci yang harus dibaca, antar pembaca (masyarakat)

memiliki praktik yang berbeda-beda sesuai dengan motivasi dan hidden ideology

yang diusungnya.1 Motivasi tersebut bias berupa ekspresi bacaan Al-Qur’an yang

bertujuan untuk mencari pahala, sebagai petunjuk teknis dalam kehidupan,

ataupun sebagai alat justifikasi terhadap suatu tindakan.2

Perbedaan praktik pembacaan Al-Qur’an tersebut dianggap sebagai

sesuatu wajar dan legal. Hal ini disebabkan karena Al-Qur’an diperuntukkan bagi

manusia guna menjadi pedoman (huda). Oleh karena itu, tidak heran apabila Peter

Werenfels menandakan bahwa dalam kitab suci ini (Al-Qur’an), setiap orang akan

mencari sistem teologisnya, dan dalam waktu yang sama ia juga akan menemukan

sistem tersebut dengan orientasi tertentu sesuai dengan apa yang dicarinya.3

Pola bacaan yang diekspresikan dengan motivasi tersebut apabila

ditelusuri dan ditiliki pada sejarah islam, embryonal integralnya sudah pernah,

bahkan nyaris dipraktikkan setiap harinya di era Nabi Saw. Dan sahabat. 4

Beberapa kisah yang dapat diangkat dalam konteks ini antara lain Nabi Saw.

Pernah menyembuhkan penyakit dengan ruqyah lewat surat Al-Fatihah, dan

menolak sihir dengan surat Al-Mu’awwizatain.5 Dalam kisah yang lain juga

diriwayatkan bahwa sahabat Abdullah bin Mas’ud begitu intens dalam membaca

1
Ahmad Rofiq, “Pembacaan yang atomistik terhadap Al-Qur’an; Antara Penyimpangan
dan Fungsi,” dalam Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol.4,
No. 1, Januari 2014, hlm. 3.
2
Ahmad Rofiq, “Pembacaan yang atomistik terhadap Al-Qur’an., hlm. 4.
3
4
Abdul Mutaqim dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta:
TH-Press, 2007), Cet. I., hlm. 3.
5
Jalaludin Muhammad bin Ahmad Al-Mahali san Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar
as-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (t.k: Al-Haramain Jaya Indnesia, 2007), hlm. 274.
3

surat Al-Waqi’ah dengan harapan diberi kecukupan dan dijauhkan dari kefakiran.1

Dari dua hal tersebut, kiranya dapat dijadikan sebuah indikator bahwa resepsi

fungsional-praktikal terhadap ayat-ayat suci Al-Qur’an di era sahabat telah

dilakukan secara massif.

Praktik-praktik demikian terus dilestarikan oleh generasi berikutnya secara

kontinu, apalagi ketika Al-Qur’an mulai merambah ke wilayah dimana Al-Qur’an

tersebut diturunkan..2 Artinya bagi “telings dan lidah” ajamiyah yang tidak

menggunakan Bahasa Arab dalam kehidupan sehari-harinya, potensi untuk

memperlakukan Al-Qur’an secara “khusus” menjadi jauh lebih besar

dibandingkan ketika Al-Qur’an masih berada di dalam komunitasnya. 3 Asmsi-

asumsi tertentu terhadap Al-Qur’an dari berbagai komunitas bar inilah yang

menjadi salah satu faktor pendukung munculnya pratik memfungsikan Al-Qur’an

dalam kehidupan praksis.

Fenomena diatas, dalam kajian metodologi ilmu tafsir disebut Al-Qur’an

al hay atau Studi Living Qur’an,4 yakni fenomena yang hidup di masyarakat

sebagai respon atas interaksinya dengan Al-Qur’an. Sambutan tersebut bisa

berupa cara masyarakat dalam menafsirkan pesan ayat-ayatnya, cara masyarakat

mengaplikasikan ajaran moralnya, serta cara masyarakat membaca dan

1
Sahabat Abu Bakar datang ke kediaman Abdullah bin Mas’ud disaat beliau sakit
menjelang akhir hayatnya, seraya menawarkan harta sebagai bekal keturunan Abdullah bin
Mas’ud seraya berkata, “Sepeninggalku kelak, aku telah mengajarkan suatu surat Al-Qur’an
kepada putra-putriku yang-jika dibaca secara intensif oleh mereka-tidak akan bisa ditimpa
kefakiran selamanya, yaitu surat Al-Waqi’ah,” Lihat Syamsuddin Al-Qurthubi, al- Ja>mi’ al
Ahk{a>m al-Qur’a>n Juz XVIII, (Riyadh: Dar Al-Qalam Al-Kutb, 1423), hlm. 194.
2
Muh. Asnawi, dkk, Sejarah Kebudayaangkatan Islam 1; Mengurangi Hikmah
Peradaban Islam, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2012), hlm. 61.
3
Abdul Mutaqim dkk, Metodologi Penelitian Livig Qur’an dan Hadis…., hlm. 4.
4
M. Mansyur dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH
Press, 2007), hlm. 8.
4

melantunkan ayat-ayatnya. Dengan demikian, pergaulan dan interaksi pembaca

Al-Qur’an merupakan konsentrasi dari kajian ini, sehingga implikasi dari kajian

tersebut, akan memberikan kontribusi tentang ciri khas dan tipologi masyarakat

dalam bergaul dengan Al-Qur’an.1

Berangkat dari hal diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji

living Qur’an yang ada di masyarakat, khususnya di Pondok Pesantren Tahfidz

An-Nur Sidamulih Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa

Tengah. Maka dari itu, judul yang peneliti buat dalam penelitian ini adalah

Resepsi Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz An-Nur sidamulih.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mempermudah kajian dan agar

penelitian lebih terarah dan menghasilkan hasil akhir yang komprehensif, integral

dan menyeluruh sehingga relatife mudah untuk dipahami, maka dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik resepsi Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz An-Nur

Sidamulih?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini

memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan praktik-resepsi Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz An-

Nur Sidamulih.

1
Heddy Shri Ahimsa, “The Living Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi,” dalam
Jurnal Walisongo Vol.20. No. 1, Mei 2012, hlm. 237.
5

2. Untuk menjelaskan makna yang melekat dalam praktik-resepsi Al-Qur’an

Pesantren Tahfidz An-Nur Sidamulih?

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai sumbangan keilmuan di bidang

Al-Qur’an khususnya dalam kajian Living Qur’an dan agar dapat menjadi salah

satu referensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Penelitian ini juga

sebagai salah satu syarat bagi peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana Agama

(S.Ag.) di Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Miftahul Huda Banyumas.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat untuk membantu memberikan informasi dan

tambahan khazanah keilmuan kepada pembaca mengenai ragam resepsi Al-

Qur’an yang ada di Pondok Pesantren Tahfidz An-Nur Sidamulih, serta sebagai

alat bantu bagi pembaca dalam memahami makna dan nilai-nilai (meaning and

values) yang terkandung dalam ragam praktik-resepsi Al-Qur’an di Pondok

Pesantren Tahfidz An-Nur Sidamulih tersebut.

E. Tinjauan Pustaka

Seiring perkembangan zaman dalam sebuah tradisi al-Qur’an, sudah

banyak yang meneliti berkenaan dengan literature atau teks-teks al-Qur’an

serta sudah mulai melihat realitas social masyarakat dalam menyikapi dan

merespon kehadiran al-Qur’an, sehingga dapat mendorong penulis untuk


6

melakukan penelitian lapangan terkait fenomena respon atau komunitas social

terhadap al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.1

Untuk menghindari terjadinya pengulangan dalam penelitian, maka

penulis melakukan kajian pustaka sebelumnya. Mengenai literature yang

membahas tema terkait dengan penelitian yang peneliti kaji, diantara

penelitian dan pembahasan mengenai Resepsi al-Qur’an adalah sebagai

berikut:

Pertama, penelitian Ibnu Santoso yang berjudul Resepsi Al-Qur’an

dalam Berbagai Bentuk Terbitan.2 Dalam penelitiannya ia mencoba

mendeskripsikan bentuk-bentuk resepsi Al-Qur’an yang terwujud dalam

berbagai terbitan yang berdebar di Indonesia. Dia melakukan perbandingan

teks Al-Qur’an dari sembilan penerbit yang berbeda. Setelah melakukan

perbandingan terhadap Sembilan Al-Qur’an tersebut, ia memperoleh hasil

bahwa terdapat tiga bentuk (versi) resepsi penerbit Al-Qur’an berikut dengan

variannya. Bentuk (varian) resepsi yang dianjurkan untuk digunakan (dibaca)

adalah Al-Qur’an yang baris akhirnya merupakan akhir ayat Al-Qur’an,

demikianlah disebut sebagai Al-Qur’an Ayat Pojok.

Kedua, Skripsi Akhmad Roja Badrus Zaman yang berjudul “Resepsi

Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci Purwokerto”. 3

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ragam resepsi Al-Qur’an yang ada

1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm.11
2
Ibnu Santoso, “Resepsi Al-Qur’an dalam Berbagai Bentuk Terbitan,” dalam Jurnal
Humaniora Vol. 16, No. 1, Februari 2014. Diakses dari http://jurnal.ugm.ac.id, pada Minggu, 5
Juni 2022.
3
Ahmad Roja Badrus Zaman, “Resepsi Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Al-Hidayah
Karangsuci Purwokerto”.
7

di Ponpes Al-Hidayah Karangsuci Purwokerto, serta berusaha memahami

makna yang melekat di dalamnya. Peneliti ini dirancang dengan metode

kualitatif dan termasuk dalam peneliti lapangan. Dalam memperoleh data,

instrument yang peneliti gunakan adalah wawancara mendalam, observasi,

dan studi atas dokumen terkait. Analisis yang digunakan peneliti adalah

sebagaimana yang disampaikan Mohd Soehadha, yaitu dengan reduksi data,

display data, dan penarikan kesimpulan.

Ketiga, Erwanda Safitri dalam Tahfidz Al Qur’an di PonPes Tahfidzul

Qur’an Ma’unah Sari Bandar Kidul Kediri: Studi Living Qur’an,

mendeskripsikan pelaksanaan hafalan Al-Qur’an di Pondok Pesantren

Tahfidzul Qur’an Ma’unah Sari Bandar Kidul Kediri yang menerapkan

tahapan pra, inti dan evaluasi tahfidz; serta memaparkan pula mengenai

resepsi / tanggapan santri terhadap tahfidz Al Qur’an yang meliputi

meluruskan niat untuk menghafal Al Qur’an, menjauhi maksiat dan dosa,

ibadah mengharap berkah dan berproses.

Selain dari pada 3 penelitian diatas masih terdapat banyak penelitian

lain yang membahas terkait resepsi al-Qur’an. Penelitian ini titik tekan yang

berbeda yakni dengan membahas resepsi al-Qur’an di Pondok Pesantren

Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas dimana, hal ini belum pernah

dibahas oleh peneliti sebelumnya.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian ialah suatu cara atau langkah yang digunakan untuk

mencari atau menemukan data yang diperoleh dalam sebuah penelitian dan
8

memuat analisa dengan maksud agar penelitian dan kesimpulan yang diperoleh

bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.1 Adapun metode yang digunakan

dalam penelitian resepsi Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (Field research), yakni

sebuah penelitian yang berbasis data-data lapangan terkait dengan subjek

penelitia ini.2 Metode penelitian yang digunakan dalam kegiatan penelitian

ini adalah metode penelitian kualitatif melalui pendekatan fenomenologi.

Metode kualitatif yaitu sebuah penelitian yang berusaha mengungkap

bagaimana al-Qur’an direspon oleh masyarakat sehingga melahirkan sebuah

tradisi.3

Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian

naturalistic karena penelitian dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural

setting) disebut juga sebagai metode etnographi karena pada awalnya metode

ini lebih banyak digunakan untuk bidang antropologi budaya, disebut sebagai

metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat

kualitatif.4

Menurut Moleong (1998), sumber data penelitian kualitatif adalah

tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti
1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm.18
2
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm.19
3
G Gusnada, “Katam Kaji: Resepsi Al-Qur’an Masyarakat Pauh Kamang Mudiak
Kabupaten Agam”, dalam Jurnal Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadits, Vol. 1, No. 1,
2019, hlm. 2
4
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, (Bandung:
Alfabeta, 2015), hlm. 14
9

dan benda-benda yang diamati sampai detailnya agar ditangkap makna yang

tersirat dalam dokumen atau bendanya.1 Berdasarkan karakteristiknya dapat

dikemukakan bahwa penelitian kualitatif yakni:

a. Dilakukan pada kondisi yang alamiah (sebagai lawannya adalah

eksperimen) langsung ke sumber data dari peneliti adalah instrument kunci.

b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskripif, data yang berbentuk kata-kata

atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.

c. Penelitian kualitatif menekankan pada proses daripada produk atau outcome.

Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang diamati).2

Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa metode penelitian

kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama di

lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis

reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan, dan

membuat laporan penelitian secara mendetail.3

Creswell berpendapat bahwa pendekatan fenomenologi merupakan

suatu penelitian yang tertarik untuk menganalisis dan mendeskripsikan

pengalaman sebuah fenomena. Dari fenomenologi ini peneliti berupaya

menguap kesadaran dan pengetahuan pelaku mengenai dunia tempat mereka

1
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
Rineka Cipta, 2013, hlm. 22
2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, hlm. 22
3
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, hlm. 22
10

berada, yang mana peneliti mengungkap isi atau maksud dari fenomena

tersebut.4

Dari adanya pendekatan ini penulis akan meneliti bagaimana

pandangan dan pemaknaan para santri, pengurus, dewan asatid, ataupun

pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz An-Nur Sidamulih tentang kegiatan

resepsi Al-Qur’an juga dengan kesadaran mereka tentang adanya praktik

tersebut, sehingga memudahkan santri untuk menghafal atau mentadaburi

alam dengan jiwa yang qur’ani di Pondok Pesantren Tahfidz An-Nur

Sidamulih.

2. Sumber Data

Dalam penumpulan data-data yang digunakan penulis berdasar pada dua

macam sumber data, yaitu:

a. Sumber data Primer

Yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber asli yang memuat

informasi atau data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini, data primernya

adalah observasi di PP. Tahfidz An-Nur Sidamulih, Dan wawancara dengan

para pengasuh PP. Tahfidz An-Nur Sidamulih, berikutnya adalah observasi

dan wawancara dengan dewan pengurus, dewan Asatidz, dan para santri PP.

Tahfidz An-Nur Sidamulih terkait sejarah dan resepsi Al-Qur’an serta Profil

Pondok Pesantren.

4
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 19
11

b. Sumber data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh bukan dari sumber asli yang memuat

informasi atau data yang dibutuhkan. Data sekunder ini diperoleh dari

pihak-pihak lain yang tidak langsung seperti data dokumentasi dan data

lapangan dari arsip yang dianggap penting. Dalam penelitian ini data

sekundernya adalah data dokumentasi, arsip-arsip dan artikel bahkan jurnal

atau buku-buku tentang resepsi yang informasinya berkaitan dengan

penelitian ini, menjadi data tambahan yang sangat bermanfaat.1

3. Metode Pengumpulan data

Untuk mendapatkan data-data yang sesuai dengan penelitian ini, maka

metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Observasi

Kegiatan mengamati dan mendengar yang bertujuan untuk

memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena sosial-

keagamaan selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang

diobservasi, dengan mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut guna

penemuan data analisis. Ketika peneliti mengikuti sebuah aktifitas

keagamaan peneliti harus mencatat kapan kegiatan itu dilaksanakan,

bagaimana urutan acaranya dan siapa saja yang hadir. Dalam pengamatan

aktivitas keagamaan, seringkali juga memerlukan peralatan tambahan,

seperti camera, handycam dan peralatan audio-visual perekam lainnya.2

1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 20
2
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 22
12

b. Wawancara

Merupakan suatu bentuk komunikasi secara lisan, semacam

percakapan dengan tujuan memperoleh informasi. Sebagai salah satu cara

mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penelitian dengan

memberikan beberapa pertanyaan untuk memperoleh jawaban.

Esterberg (2002) berpendapat bahwa interview (wawancara) adalah

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,

sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. 1

Wawancara digunakan sebagai metode pengumpulan data apabila peneliti

ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang

harus harus diteliti, tetap juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari

responden yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini

mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self reporty, atau

setidaknya pada pengetahuan dana tau keyakinan pribadi.2

Dalam wawancara semacam ini pada dasarnya berisi pertanyaan-

pertanyaan bersifat mengarah pada tujuan penelitian atau bersifat

mengarahkan berdasarkan temuan pada langkah observasi partisipasi (Miles

dan Huberman: 1985). Ketika melakukan wawancara sebaiknya dilakukan

dengan kondisi yang bebas, santai, tidak tertekan, tetapi tertuju pada suatu

1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, hlm. 317
2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, hlm. 194
13

dialog, diskusi, dan menyepakati data atau informasi yang telah ditemukan

pada observasi partisipan.1

c. Dokumentasi

Yaitu suatu metode yang digunakan untuk mencari dan

mengumpulkan data mengenai hal-hal atau variable terkait penelitian yang

diantaranya berupa catatan kegiatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

artikel, jurnal, agenda dan literature lain yang relevan dengan penelitian ini.2

d. Metode Analisis Data

Dalam hal analisis data kualitatif, Boglan menyatakan bahwa analisis

data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari wawancara catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga

mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.3

Penulisan memaparkan data yang telah diperoleh dari hasil wawancara

saat di lapangan yaitu dengan mengklasifikasikan objek penelitian yang

meliputi siapa saja yang melakukan resepsi al-Qur'an, oleh santri di PP.

Tahfidz An-Nur Sidamulih.

Dalam memperdalam kajian tersebut penulis menggunakan alat bedah

dengan teori resepsi Ahmad Rofiq yang didalamnya akan berbicara tentang

resepsi al-Qur'an yaitu tentang bagaimana sesorang bereaksi terhadap al-

1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 23-24
2
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 24-25
3
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, hlm. 33
14

Qur'an dengan cara menerima, memaafkan, merespon, atau menggunakan

al-Qur'an.

G. Sistematika Pembahasan

Sebagai upaya untuk mempermudah dalam menyusun dan memahami

penelitian ini secara sistematis, maka penulis menggunakan sistematika penulisan

sebagai berikut:

Bab I, dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah,

definisi operasional, rumusan masalah, tujuan penelitian, penelitian terdahulu,

manfaat penelitian, metode penelitian yang di dalamnya meliputi bentuk dan jenis

penelitian serta data-data sumber penelitian yang terbagi menjadi data primer dan

data sekunder, dan yang terakhir dari bab 1 ini adalah tentang sistematika

penulisan.

Bab II, dalam bab ini mengenai bahan evaluasi bagi Pondok Pesantren

Tahfidz Annur Sidamulih dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan

pendidikan di Pondok Pesantren dibahas mengenai resepsi bacaan al-Qur’an

dalam Kajian Living Qur’an, pada bab ini berisi tentang teori resepsi Ahmad

Rafiq, kajian Living Qur’an yang meliputi pengertian, sejarah, dan objek living

Qur’an.

Bab III, disini penulis menguraikan mengenai deskripsi secara umum

Pondok Pesantren Tahfidz An-Nur Sidamulih yang dalam sub babnya meliputi

biografi pengasuh, profil Pondok Pesantren Tahfidz An-Nur Sidamulih, serta


15

gambaran singkat mengenai resepsi Al-Qur'an di Pondok Pesantren Tahfidz An-

Nur Sidamulih Dan Sebagai Bahan Motivasi bagi pembaca maupun peneliti

untuk meningkatkan Kecintaan terhadap Al Qur’an

Bab IV, Menganalisis secara mendalam resepsi al-Qur’an di Pondok

Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih dan Sebagai motivasi bagi semua pembaca

untuk ikut menghafalkan Al Qur’an dan menjaga hafalan Al Qur’annya.

Bab V, Penutup. Bab ini merupakan kesimpulan. Kesimpulan tersebut

menjelaskan tentang hasil penelitian, saran-saran dan rekomendasi akhir dari

penelitian
BAB II

LANDASAN TEORI
A. Resepsi

1. Pengertian Resepsi dan Sejarahnya

Secara Etimologis, kata resepsi berasal dari Bahasa latin "recipere"

yang mempunyai makna penerimaan atau penyamutan pembaca. 1 Edraswara

mengemukakan pendapatnya bahwa resepsi berarti penerimaan atau

penikmatan sebuah teks oleh pembaca. Resepsi merupakan aliran yang meneliti

teks dengan bertitik tolak kepada pembaca yang memberikan reaksi atau

tanggapan terhadap teks itu sendiri.2

Sedangkan, menurut terminologis, resepsi diartikan sebagai suatu ilmu

keindahan yang berdasarkan pada respon pembaca terhadap karya sastra. Pada

awalnya teori resepsi memang digunakan untuk mengkaji tentang peran dan

respon pembaca terhadap suatu karya sastra. Hal ini dikarenakan sebuah karya

sastra memang ditunjukan kepada kepentingan pembaca yang berperan sebagai

penikmat dan konsumen. Lebih singkatnya, karya sastra dapat memiliki nilai

karena para pembacanya memberikan nilai tertentu sehingga dapat diambil

kesimpulan bahwa teori resepsi ini adalah teori yang membahas peranan para

pembaca dalam menyambut suatu karya sastra.3

1
Akhmad Roja Badrus Zaman, "Tipologi dan Simbolisasi Resepsi Al-Qur'an Di Pondok
Pesantren Miftahul Huda Rawalo Banyumas", dalam AQLAM; Journal of Islam and Plurality
Volume 5, IAIN Manado; 2020. hlm. 212
2
Akhmad Fajarudin, "Metodologi Penelitian TheLiving Qur'an dan Hadits," dalam
Jurnal Institute Agama Islam Negri Metro, Lampung
3
Akhmad Roja Badrus Zaman, "Tipologi dan Simbolisasi Resepsi Al-Qur'an Di Pondok
Pesantren Miftahul Huda Rawalo Banyumas", hlm. 212
17

Teori ini muncul sejak tahun 1960, akan tetapi konsep-konsep yang

memadai baru ditemukan sekitar tahun 1970-an. Adapun tokoh yang dikenal

sebagai peletak dasar teori resepsi ialah Jan Mukarovsky. Namun, yang

mengemukakan pokok-pokok teori resepsi adalah Hans Robert Jauss dan

Wolfgang Iser.1

Hans Robert Jauss dan Wolfgang Iser mempunyai pendekatan yang

tidak jauh berbeda, Hans Robert Jauss memberikan ketajaman pada sejarah

sastra dengan konsep kuncinya adalah horison harapan pembaca yang tersusun

berdasarkan tiga kriteria. Adapun ketiga kriteria tersebut sebagai berikut:

a. Norma generik, yaitu norma yang ada di dalam teks, kemudian dibaca oleh

pembaca.

b. Pengalaman dan pengetahuan pembaca terhadap teks yang dibacakan

sebelumnya.

c. Kontras antara fiksi dan fakta, artinya mampu atau tidaknya seorang

pembaca untuk menerima teks baru.

Hans Robert Jauss berpendapat bahwa, kualitas suatu teks ditentukan

oleh jarak estetis. Maksud pendapat tersebut adalah seberapa jauh jarak yang

tercipta antara harapan sastra dan munculnya teks baru. Hans Robert Jauss juga

membedakan horison harapan sastra dan horison harapan sosisal. Horison

harapan dibedakan ke dalam horison harapan periode, teks, dan pengarang.

Dalam hal ini, terdapat perbedaan yang mendasar antara konsep Hans

Robert Jauss dan Wolfgang Iser. Perbedaan tersebut terletak pada focus

1
M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, (Yogyakarta: Eslaq 2008),
hlm.68
18

penelitiannya. Hans Robert Jauss meneliti cara pandang seorang pembaca

dalam mengolah teks, yakni menerima dan memahami teks. Sedangkan

Wolfgang Iser meneliti pengaruh atau efek, yakni bagaimana pengaruh teks

dalam teks mengarahkan pembaca.

Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Asia Padmopuspito, dalam

artikelnya yang berjudul “Teori Resepsi dan Penerapannya”. Resepsi sastra

yakni bagaimana seorang pembaca memberikan makna terhadap karya sastra

yang telah dibacanya, sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan

terhadap karya sastra tersebut. Tanggapan tersebut bisa jadi pasif, tetapi juga

bisa aktif. Tanggapan aktif adalah bagaimana cara untuk mewujudkannya

secara riil di dalam kehidupan, sedangkan tanggapan pasif adalah bagaimana

sikap pembaca untuk memahami karya tersebut.1 Singkatnya, resepsi

merupakan sebuah tindakan yang terjadi akibat pertemuan terhadap sesuatu.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa resepsi

merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tentang peran pembaca dalam

mersepon, memberi reaksi, dan menyambut karya sastra. Al-Qur’an sebagai

teks yang mempunyai syarat makna yang mengandung muatan energi yang

sangat besar. Sehingga ketika Al-Qur’an dilantunkan, teks tersebut akan

mengalirkan energi yang sangat dahsyat dan mampu memengaruhi para

pendengarnya.2

1
Asia Padmopuspito, “Teori Resepsi Dan Penerapannya” dalam Jurnal Diktis no. 2th 1,
Mei 1993, hlm. 73
2
19

Menurut Hans Gunther, estetika resepsi dapat dilakukan dengan

konkretisasi. Dalam hal ini, yang dimaksud yakni mengadakan perbadaan

antara fungsi yang diintensifkan dan fungsi yang direalisasikan. Fungsi yang

pertama harus direalisasikan terlebih dahulu untuk menemukan maksud yang

sesungguhnya, sedangkan fungsi kedua untuk menemukan maksud dari

pembaca. Sehubungan dengan hal tersebut, yang dimaksud proses resepsi

adalah proses pelaksanaan dari kesadaran intelektual yang muncul dari

perenungan, interaksi, serta proses penerjemahan dan pemahaman dari

pembaca.

Pada awalnya, resepsi merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tentang

peran pembaca terhadap suatu karya. Hal ini dikarenakan karya sastra memang

ditujukan kepada kepentingan pembaca sebagai penikmat dan konsumen karya

sastra. Dalam aktivitas mengonsumsi karya tersebut, pembaca menentukan

makna dan nilai yang ada dalam karya sastra itu sendiri. Sehingga karya sastra

tersebut mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai. Dengan

demikian, teori resepsi ini membicarakan peran pembaca dalam menyambut

suatu karya. Dalam memandang suatu karya, faktor pembaca sangat

dibutuhkan untuk menentukan makna teks, karena makna suatu teks antara lain

ditentukan oleh peran pembaca. Makna teks juga bergantung pada situasi histor

is pembaca dan sebuah teks hanya dapat mempunyai makna setelah teks itu dib

aca.1

1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok
Pesantren Miftahul Huda Kaliwungu Kendal” , Skripsi, (Fakultas Ushuluddin dan
Humaniora UIN Walisongo Semarang, 2019), hlm. 30
20

Keadaan ini mempunyai akibat lebih lanjut. Selalu dianggap punya wib

awa atau otoritas tentang seorang penulis (pemilik karya sastra), karena ia dian

ggap tahu keseluruhan kehidupan penulis itu, dan tentu juga dengan latar belak

angnya. Ia bukan hanya kenal akan karya-karyanya. Karena itu, keterangannya

dianggap berwibawa dan dapat menyelesaikan segala persoalan pemahaman.1

Kajian tentang resepsi berhubungan erat dengan kajian sosial humanior

a. Salah satu pemusatan humaniora adalah tentang perilaku masyarakat dalam

merespon kitab-kitab yang dianggap suci. Di dalam bukunya Beyond The Writt

en Word maupun Scripture as The Spoken Word, William Graham mengatakan

bahwa kitab suci tak sekedar teks yang dibaca. Tetapi ia hidup bersama orang-

orang yang meyakininya dan menaatinya.2

2. Macam-macam Teori Resepsi

Pada umumnya, kajian resepsi al-Qur’an setidaknya ada tiga aspek yang

dikaji, yaitu pada tulisan, bacaan dan sistem bahasa. Namun kajian fungsi ini le

bih merujuk pada sistem bahasa yang penelitianya meliputi fon, morfem, synta

k dan pragmatik. Dari sinilah Ahmad Rafiq membagi kajian resepsi al-Qur’an

kedalam tiga bagian bentuk resepsi yaitu Resepsi Eksegesisi, Resepsi Fungsion

al.3

2. Resepsi Eksegesis

Resepsi eksegesis yakni ketika al-Qur’an diposisikan sebagai teks yang

berbahasa Arab dan bermakna sebagai bahasa. Secara etimologi (bahasa) Ekse

Umar Junus, Resepsi Sastra Sebuah pengantar, Jakarta: Gramedia, hlm.4


1

Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok


2

Pesantren Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 30


3
BAB II Landasan Teoritik, dalam http://etheses.iainkediri.ac.id
21

gesis berasal dari bahasa Yunani yaitu “outleading,” atau “ex-position,” yang

berarti “penjelasan”, maksudnya menunjukkan “interpretasi atau penjelasan dar

i sebuah teks”. Secara historis di sebuah tempat suci Yunani kuno, para ekseget

mereka yang melakukan eksegesis, ditugaskan untuk melakukannya “Menerje

mahkan” nubuat1

Atau nubuat Tuhan kepada manusia. Oleh karena itu, eksegesis biasanya digun

akan untuk teks agama atau kitab suci.2

Resepsi eksegesis berupa pengertian bentuk penafsiran al-Qur’an, baik

bi al-lisan dan ditulis bi al-qalam, Bi al lisan artinya al-Qur’an ditafsirkan mel

alui pengajian kitab-kitab tafsir al-Qur’an, misalnya kitab Tafsir Jalalain, kitab

Tafsir Jalalain, kitab Tafsir Ibnu Katsir dan kitab tafsir lainnya. Sedangkan bi

al-qalam artinya al-Qur’an ditafsirkan dalam bentuk karya-karya tafsir. Sejak a

wal periode Islam praktik-praktik penerima resepsi eksegesis sudah berlangsun

g. Mc Auliffe menyimpulkan bahwa sumber-sumber Muslim klasik dan konte

mporer telah sepakat bahwa Tindakan menafsirkan al-Qur’an dimulai pada peri

ode pewahyuannya, karena Nabi Muhammad SAW berusaha menjelaskan ruju

kan yang tidak jelas atau tidak familiar pada khalayak umum. Khalayak paling

awal yang menerima adanya resepsi eksegesis ini adalah Sahabat Nabi, dengan

cara menyusun dan menyiratkan pembaca al-Qur’an selama periode tersebut.3

1
Wahyu yang diturunkan kepada Nabi (untuk disampaikan kepada manusia), K
BBI Online (daring), dalam http://kbbi.web.id/nubuat.html
2
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesant
ren Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 35
3
Perlu diketahui bahwa aktivitas resepsi tidak menekankan pada teks, tetapi bagaimana
sebuah makna dari teks tersebut dapat terlahir. Jurij M. Lotmen dalam Mahayana menjelaskan
bahwa realitas kultural dan historis yang disebut karya sastra tidak berhenti pada teks, karya sastra
terdiri atas teks dalam relasinya dengan ekstra tektsualitas. Lihat, Maman S Mahayana, Kitab
Kritik Sastra (Jakarta: Yayasan Putaka Obor Indonesia, 2015) 144
22

a. Resepsi Estetis

Dalam resepsi ini, al-Qur’an diposisikan sebagai teks yang bernilai (indah),

serta diterima dengan cara yang estetis pula. Resepsi ini berusaha menunjukka

n keindahan inhern al-Qur’an, Antara lain melalui kajian puitis atau melodis ya

ng terkandung dalam bahasa al-Qur’an. Al-Qur’an yang diterima dengan cara e

stetis yaitu yang berarti al-Qur’an dapat ditulis, dibaca disuarakan atau ditampil

kan dengan cara yang estetik.

Tindakan menerima al-Qur’an secara estetis adalah salah satu wujud da

ri praktek Penerima estetik al-Qur’an. Tindakannya bias dilihat dalam dua cara

yaitu menerima al-Qur’an sebagai identitas estetis, di mana pembaca dapat me

ngalami nilai estetika dalam penerimaanya. Mungkin juga begitu sebuah pende

katan estetis dalam menerima al-Qur’an. Iser membedakan “artistik” dan

“estetika” dari sebuah teks. Tiang artistik adalah teks itu sendiri dan

estetikanya adalah “realisasi dicapai oleh pembaca.” Dalam kedua mode,

pembaca merasakan pengalaman estetika itu pribadi dan emosional, tapi bisa

ditransfer ke orang lain yang mungkin menerimanya dengan cara yang sama

ataupun berbeda.1

b. Resepsi Fungsional

Dalam model resepsi ini, al-Qur’an ditempatkan sebagai kitab yang

ditujukan kepada manusia untuk dipergunakan demi tujuan tertentu.

Maksudnya khithab al-Qur’an adalah manusia, baik karena merespon suatu

1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 41
23

kejadian ataupunkaren mengarahkan manusia (humanistic hermeneutics) untuk

melakukan sesuatu. Manusia sering kali menggunakan khitab al-Qur’an ini

demi tujuan tertentu, baik tujuan normatif maupun praktis. Kemudian dari

tujuan tersebut munculah sebuah dorongan untuk melahirkan sikap atau

perilaku.

Cara penerimaan terakhir al-Qur’an adalah penerimaan fungsional.

Pada dasarnya fungsional berarti praktis: penerimaan al-Qur’an berdasarkan

pada tujuan praktis dari pembaca, bukan pada teori. Penerimaan fungsional

menghibur potensi perspektif pembaca sebagai pembaca yang tersirat dalam

berurusan dengan struktur teks, lisan atau tulisan. Menurut Horald Coward,

penerimaan tulisan suci yang mempunyai tekanan kuat dalam lisan tradisi

seperti al-Qur’an harus dilengkapi dengan respon pendengar selain tanggapan

pembacanya. Dalam sambutan itu, Coward melihat tulisan-tulisan suci tersebut

bekerja sebagai “simbol” dari pada “tanda”.1

Fenomena sosial budaya di masyarakat merupakan salah satu wujud

resepsi fungsional terhadap al-Qur’an yang dibuktikan dengan cara dibaca,

disuarakan, diperdengarkan, ditulis, dipakai ataupun ditempatkan. Tampilannya

bisa berbentuk praktik komunal atau individual, rutin atau insidental, hingga

mewujud dalam sistem sosial, adat, hukum, maupun politik. Tradisi seperti

Yasinan merupakan salah satu contoh konkret resepsi komunal-reguler. Begitu

pula dalam tradisi khataman al-Qur’an di sebuah pesantren-pesantren dengan

1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 45
24

beragam variasi dan kreasinya merupakan salah satu bentuk contoh praktik

komunal-insidental resepsi al-Qur’an di masyarakat.1

Contoh awal penerimaan fungsional di era nabi Muhammad adalah

dilihat dari kisah seorang sahabat yang membacakan surah al-Fatihah untuk

menyembuhkan seseorang yang digigit kalajengking. Para sahabat tentu saja

menjaga struktur surah, sebagaimana adanya yang ditranmisikan dari nabi.

Pada saat yang sama, dia mempunyai kebutuhan khusus yang belum pernah

ada dimodelkan dalam tradisi nabi atau disarankan secara gamblang dalam

struktur teks. Dia mungkin mengacu pada perspektif umum tentang keunggulan

surah yang akan digunakan untuk menyembuhkan orang sakit.2

1. Resepsi Al-Qur’an

Ahmad Rafiq berpendapat bahwa resepsi al-Qur’an adalah bagaimana

seseorang bereaksi terhadap Al-Qur’an dengan cara menerima,

memanfaatkan, merespon, atau menggunakannya.3 Resepsi terhadap Al-

Qur’an ini mengandung arti bagaimana Al-Qur’an dipahami dan

dipraktekkan oleh sahabat Nabi dan generasi setelahnya, atau bahkan

hingga era kontemporer, sehingga menampakkan fenomena-fenomena

yang cukup menarik. Fenomena yang muncul sebagai hasil upaya umat

Islam karena bergaul dengan kitab sucinya.4

1
Ahmad Roja Badrus Zaman. “Resepsi Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-Hidayah
Purwokerto”, hlm. 19
2
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 46
3
Ahmad Rafiq, “Sejarah Al- Qur’an: Dari Pewahyuan ke Resepsi (Sebuah Pencarian
Awal Metodologis)”, dalam Sahiron Syamsuddin, Islam, Tradisi, dan Peradaban (Yogyakarta:
Bina Mulia Press, 2012), hlm. 73
4
Miftahur Rahman, “Resepsi Terhadap Ayat Al-Kursi dalam Literatur Keislaman”, hlm.
136
25

Dalam artikel Ahmad Rafiq yang berjudul “Tradisi Resepsi Al-Qur’an

di Indonesia” menyatakan bahwa kajian tentang resepsi al-Qur’an

tergolong dalam kajian fungsi, yang terdiri dari fungsi informatif dan

performatif. Fungsi informatif yakni ranah kajian kitab suci sebagai

sesuatu yang dibaca, dipahami dan diamalkan. Sedangkan fungsi

performatif lebih cenderung kepada aksi, yakni ranah kajian kitab suci

sebagai sesuatu yang diperlakukan, misalnya sebagai wirid untuk nderes

atau bacaan-bacaan suwuk. Dari kedua fungsi ini, menurutnya Lembaga

Pendidikan keagamaan sperti pesantren lebih cendrung kearah performatif,

yang menurutnya juga dapat dianalisa menurut tiga tipologi, yakni

eksegesis, estetis dan fungsional.1

Resepsi masyarakat terhadap al-Qur’an semakin berkembang dan

beragam dalam kehidupan dunia modern. Al-Qur’an tidak hanya lagi

sekedar dibaca dalam rangka untuk melaksanakan ibadah tapi juga untuk

diperlombakan. Fenomena inilah yang banyak terjadi dalam realitas

keagamaan umat Islam Indonesia. Hal itu dapat kita jumpai dari semakin

menguatnya tradisi lomba keindahan membaca al-Qur’an atau MTQ

(Musabaqah Tilawatil Qur’an) yang diselenggarakan sejak dari tingkat

kelurahan sampai tingkat nasional, bahkan Internasional.2

Ahmad Baidawi berpendapat bahwa, jika ditinjau secara umum, maka

resepsi umat Islam terhadap al-Qur’an terbagi menjadi tiga macam: resepsi

1
Ahmad Roja Badrus Zaman. “Resepsi Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-Hidayah
Purwokerto”, dalam Jurnal Maghza: Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, IAIN Purwokerto, 2019, hlm. 19
2
G. Gusnada, “Katam Kaji: Resepsi Al-Qur’an Masyarakat Pauh Kamang Mudiak
Kabupaten Agam”, dalam Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadits, Volume 1, Padang: UIN
Imam Bonjol: 2019, hlm. 40
26

hermeneutis, resepsi sosial budaya, dan resepsi estetis. Resepsi pertama

mempunyai titik tekan dalam memperlihatkan upaya untuk memahami

kandungan al-Qur’an yang dalam hal ini dikerjakan dengan melakukan

penerjemahan dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Tujuan resepsi

hermeneutis adalah untuk memposisikan al-Qur’an sebagai pedoman

hidup bagi umat Islam, sehingga kebutuhan akan makna dan maksud perlu

digali. Sedangkan, resepsi sosial-budaya dan resepsi estetis mempunyai

titik tekan terhadap bagaimana umat Islam memfungsikan al-Qur’an secara

menyejarah guna untuk kepentingan-kepentingan tertentu, yang terkadang

tidak memiliki kaitan secara langsung terhadap makna dari teks al-Qur’an

tersebut.1

Dengan demikian, resepsi-resepsi terhadap al-Qur’an bermacam-

macam bentuknya seiring berkembangnya zaman. Salah satu dari bentuk

resepsi tersebut terekam dalam literatur-literatur keutamaan al-Qur’an

(faḍā’il al-Qur’ān).2

Untuk bisa mengungkap serta menjabarkan praktik resepsi pembacaan

QS. Al-Kahfi setiap hari Jum’at di Pondok Pesantren Miftahul Huda

Rawalo Banyumas, peneliti menggunakan teori resepsi Ahmad Rofiq

sebagai pisau analisis. Disamping itu, kesempurnaan analisis peneliti

pastinya membutuhkan alat kerja yang bisa diungkapkan dalam tiga makna

1
Ahmad Baidowi, “Resepsi Estetis terhadap al-Qur’an”, dalam Jurnal Esensia, No. 1,
vol. 8, 2007, hlm. 19-20
2
Miftahur Rahman, “Resepsi Terhadap Ayat Al-Kursi dalam Literatur Keislaman”, h.
136
27

tindakan menurut Karl Mannheim. Tiga makna tindakan tersebut antara

lain: objektif, ekspresif dan dokumenter.1

1) Makna Objektif

Makna objektif adalah makna yang ditemukan oleh konteks sosial

dimana tindakan tersebut berlangsung Makna objektif dapat juga

diartikan sebagai makna yang berlaku universal dan diketahui secara

universal.2

2) Makna Ekspresif

Makna ekspresif adalah makna yang ditunjukkan oleh aktor

atau pelaku tindakan. Makna ekspresif dapat diartikan pula sebagai

makna yang diresepsi secara personal dari orang-orang yang

terintegrasi dalam sebuah tradisi atau praktik.3

3) Makna Dokumenter

Makna dokumenter dapat diartikan sebagai makna yang

tersirat atau tersembunyi dari suatu tindakan. Sehingga dikarenakan

makna yang tersembunyi tersebut, seorang pelaku tindakan tersebut ti

dak sepenuhnya menyadari bahwa suatu aspek yang diekspresikan


1
Grefory Baum, Agama dalam Bayang-bayang Relativisme: Agama, Kebenaran dan
Sosiologi Pengetahuan, terj. Achmad Murtajib dan Masyhuri Arow, (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya 1999), hlm. 15-16
2
Wendi Parmanto, “Kajian Living Hadits atau Trdisi Shalat Berjama’ah Mghrib-Isya di
Rumah Duka 7 Hari di Dusun Nuguk, Melawi, Kalimantan Barat”, dalam Jurnal Al-Hikmah:
Jurnal Dakwah, vol.12, no. 1, tahun 2018, hlm. 60
3
Wendi Parmanto, “Kajian Living Hadits atau Trdisi Shalat Berjama’ah Mghrib-Isya di
Rumah Duka 7 Hari di Dusun Nuguk, Melawi, Kalimantan Barat”, dalam Jurnal Al-Hikmah:
Jurnal Dakwah, vol.12, no. 1, tahun 2018, hlm. 60
28

menunjukkan kepada budaya secara keseluruhan. Makna dokumenter i

ni diperoleh dari analisa yang mendalam yang dikaitkan dengan kajian

ekstra teoritis.1

B. Kajian Teori

Untuk memahami lebih lanjut mengenai apa saja yang akan dibahas dalam

penelitian ini, maka perlu kiranya untuk mencantumkan beberapa teori yang telah

berkembang dimasyarakat. Karena dengan kita memahami terlebih dahulu

mengenai apa yang akan dibahas maka kita akan semakin mudah untuk

melakukan penelitian, baik itu untuk mempersiapkan berbagai hal untuk mencari

data dan untuk kemudian dijadikan bahan sebagai bahan penjelas dalam bagian

pembahasan.

1. Al Qur’an

Al Qur’an merupakan mu’jizat yang berisikan gaya bahasa yang begitu

sempurna dan tinggi. Bahkan tidak ada dari golongan jin maupun manusia

dapat membuat karya menyerupai keindahan bahasa Al Qur’an.2 Menurut

Edward Montet, karena keagungan bentuk Al Qur’an yang begitu indah,

sehingga tidak akan ada terjemahan dalam bahasa apapun yang dapat

memberikan arti ayat Al Qur’an secara tepat.3

Menurut Farid Esack, interaksi antara manusia dan Al Qur’an dapat

dipetakan menggunakan analogi interaksi antara pecinta (lover) dengan yang

1
Wendi Parmanto, “Kajian Living Hadits atau Trdisi Shalat Berjama’ah Mghrib-Isya di
Rumah Duka 7 Hari di Dusun Nuguk, Melawi, Kalimantan Barat”, dalam Jurnal Al-Hikmah:
Jurnal Dakwah, vol.12, no. 1, tahun 2018, hlm. 61
2
Ahmad Deedad dan Rahmatullah Alhindi, Mukjizat Al Qur’an Versi Kristologi, terIbnu
Hasan dan Masyhud (Surabaya: Pustaka Da’I,2000), 86.
3
Ibid.
29

dicintai (beloved), yaitu Al Qur’an. Interaksi ini dibagai menjadi dua bagian,

yang kemudian masing-masing bagian memiliki kelompok. Adapun bagia yang

pertama yaitu umat Islam dan bagian yang kedua yaitu non muslim.

Bagian pertama memiliki tiga kelompok, yakni yang pertama disebut

pecinta tak kritis (untritical over). Mereka merupakan kelompok orang muslim

awam (ordinary muslim), yang dalam berinteraksi dengan kekasihnya (baca: Al

Qur’an) secara buta, dan menganggap kekasihnya yaitu Al Qur’an merupakan

segala-galanya, tanpa pernah mencoba untuk memberikan keraguan atau

bahkan menanyakan tentang Al Qur’an.

Kelompok kedua adalah scholarly muslim, yaitu sarjana muslim

konvensional. Mereka kelompok pecinta Al Qur’an yang berusaha menjelaskan

kepada dunia, mengapa Al Qur’an dijadikan pegangan hidup, selain itu juga

tentang kemukjizatan Al Qur’an bahkan hinggu tafsir Al Qur’an. Kelompok

ketiga yaitu critical lover (pecinta yang kritis).

Mereka berusaha bertanya tentang sifat-sifat, asal usul (otentitas)

bahkan bahasa kekasihnya (Al Qur’an). Sedangkan bagian kedua, yakni non

muslim yang terbagi menjadi tiga kelompok pula. Kelompok pertama yaitu the

friend of lover (teman pecinta), yang memiliki perbedaan tipis dengancritical

lover, namun yang membedakan antara mereka hanyalah identitas keagamaan.

Kelompok kedua disebut revisionist karena serimgkali melakukan perubahan-

perubahan yang sifatnya merevisi Al Qur’an beserta aspek-aspek inherennya

serta berusaha melemahkan Al Qur’an dengan bukti-bukti akademis.


30

Sedangkan kelompok yang ketiga adalah polemicist, yaitu non muslim yang

menolak Al Qur’an secara mentah-mentah.1

Keutamaan membaca Al Qur’an berdasarkan hadis yaitu menjadi

manusia yang terbaik, mendapat kenikmatan tersendiri, derajat yang tinggi,

bersama para malaikat, keberkahan Al Qur’an serta mendapat kebaikan (pahala

yang berkelipatan) dan mendapat syafa’at Al Qur’an.2

Adab membaca Al-Qur’an dibagi menjadi dua, yakni adab secara

lahiriah yang berupa kegiatan badan dan adab secara batiniah yang berupa

kegiatan hati. Adapun adab membaca Al Qur’an secara lahiriah berkaitan

tentang: pertama, tentang keadaan pembaca; kedua, jumlah bacaan; ketiga, cara

pembagian; keempat, penulisan; kelima, tentang tartil (jelas pembacaan

hurufnya); keenam, menangis; ketujuh, memelihara hak-hak ayat (sujud

sajadah); kedelapan, memulai dengan membaca ta’awudz, kesembilan,

mengeraskan suara bacaan (jahr); kesepuluh membaguskan bacaan dan tartil.3

2. Konsep Living Qur’an

Kajian Living Qur’an merupakan kajian yang menggabungkan antara

cabang ilmu Al-Qur’an dan cabang ilmu sosial, seperti antropologi dan

1
Hamam Faizin, “Al Qur’an Sebagai Fenomena yang Hidup: Kajain Atas Pemikiran

Para Sarjana Al Qur’an”. Makalah ini disajikan dalam International Seminar and Qur’anic
Conference II 2012, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 24 Februari 2012.

Abdul Majdi Khon, Praktikum Qira’at: Keseimbangan Bacaan Al Qur’an Qira’at


2

Ashim dan Hafash (Jakarta: Amzah, 2011), 55-61; Athiq bin Ghaits Al Balady, Keutamaan-
Keutamaan Al
3
Pendapat ini dari Al Ghazali dalam Mundir Thohir, Metode Pemahaman Al Qur’an
Perkata (Kediri; Azhar Risalah, 2014) 56-65; pendapat lain mengatakan bahwa ini merupakan
pendapat dari M. Abdul Quaseem dalam Zaki Zamani dan M. Syukron Maksum, Menghafal Al
Qur’an itu Gampang! (Yogyakarta: Mutiara Media, 2009), 76-81.
31

sosiologi.1 Menurut Muhammad Mansyur, bahwa living Qur’an merupakan

kajian tentang berbagai persoalan sosial terkait dengan kehadiran Al Qur’an

atau keberadaan Al Qur’an di tengah masyarakat muslim.2 Penelitian semacam

ini tidak lagi mempersoalkan kebenaran sebuah tafsir ataupun perlakuan

masyarakat terhadap Al Qur’an, akan tetapi lebih kepada memahami,

memaparkan dan menjelaskan gejala-gejala tersebut.3 Artinya, jika dilihat dari

kacamata keislaman, tentu peristiwa sosial (seperti Al Qur’an sebagai obat

sakit, sebagai pengusir jin dll) berarti telah membuat teks-teks Al Qur’an tidak

berfungsi, karena hidayah Al Qur’an terkandung di dalam tekstualitasnya dan

hanya dapat diaktualisasikan dengan benar jika bertolak dari pemahaman

terhadap teks maupun kandungannya. Namun banyak praktek-praktek

perlakuan terhadap Al Qur’an dalam kehidupan kaum muslim sehari-hari tidak

bertolak dari pemahaman yang benar (secara agama) teks Al Qur’an.4

Sebagai contoh ketika ayat-ayat yang menjelaskan bahwa Al Qur’an

sebagai obat (syifa), namun ayat-ayat tersebut justru dibacakan untuk mengusir

jin maupun syetan yang konon merasuk ke dalam tubuh manusia, maka bukan

berarti praktek semacam ini berlandaskan akan pemahaman terhadap

kandungan teks Al Qur’an. Apabila dilihat dari sudut pandang islam, tentu

praktek yang semacam ini tetap berkaitan dengan Al Qur’an dan benar-benar

terjadi ditengah komunitas Muslim tertentu. Kemudian inilah yang perlu untuk

1
Sahiron Syamsuddin, “Ranah-Ranah Penelitian” xiv.
2
Muhammad Mansyur, “Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi Studi Al Qur’an”
dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin (Yogyakarta:
Teras, 2007), 8.
3
Heddy Shri Ahimsa Putra, “The Living Al Qur’an : Beberapa Perspektif Antropo”, 8.
4
Muhammad Mansyur,”Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah”,8.
32

dijadikan objek studi baru bagi para pemerhati studi Al Qur’an dan untuk

sederhananya, maka digunakanlah istilah living Qur’an.1

Sahiron Syamsudin membagi jenis penelitian Al Qur’an menjadi empat,

yang pertama yakni penelitian yang menempatkan teks Al Qur’an sebagai

objek kajian. Kedua yakni penelitian yang menempatkan hal-hal diluar teks Al

Qur’an, namun masih berkaitan erat dengan kemunculan Al Qur’an sebagai

objek kalian. Ketiga, yaitu penelitian yang menjadi pemahaman terhadap teks

Al Qur’an sebagai objek kalian dan yang keempat yakni penelitian yang

memberikan perhatian pada respon masyarakat terhadap Al Qur’an dan hasil

penafsiran seseorang. Adapun yang tercangkup dalam pengertian respon

masyarakat yaitu resepsi2 mereka terhadap teks tertentu dan hasil penafsiran

tertentu. Bentuk dari resepsi sosial terhadap Al Qur’an dapat kita temui dalam

kehidupan sehari-hari atau yang mencerminkan everyday life of the Qur’an,

seperti Al Qur’an dibaca secara rutin dan diajarkan di tempat ibadah, pondok

pesantren dan rumah bacaan surat ataupun ayat pada acara sosial keagamaan

tertentu.

Teks Al Qur’an yang hidup dimasyarakat itulah yang disebut the living

Qur’an.3

1
Ibid., 8-9.
2
Resepsi yaitu, bagaimana Al Qur’an diterima dan bagaimana reaksi mereka terhadap
Al Qur’an. Aksi resepsi terhadap Al Qur’an, sejatinya merupakan interaksi anara pendengar /
pembaca (qurra’ dan hafidz) dengan teks bacaan (Al Qur’an). Lihat M. Nur Kholis Setiawan, Al
Qur’an Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: Elsaq Press, 2006), 68.
3
Sahiron Syamsuddin, “Ranah-Ranah Penelitian”, xi-xiv.
33

Menurut Farid Esack, Al Qur’an mampu memenuhi banyak fungsi

dalam kehidupan umat muslim.1 Al Qur’an dipandang sebagai kitab; obat hati

dan fisik; sarana perlindungan dari bahaya makhluk halus, bencana alam, siksa

neraka, bahaya kemiskinan; sumber mencari rezeki; sebagai sumber

pengetahuan2 dan sebagai obat penyembuh bagi ruhani dan jasmani. 3 Fungsi Al

Qur’an sebagai obat tersebut juga telah tersirat dan tersurat dalam QS. Al Isra’

ayat 82.4

Adapun contoh praktik Al Qur’an sebagai sesuatu yang hidup

dimsyarakat yaitu penggunaan ayat-ayat Al Qur’an sebagai do’a, seperti yang

praktikkan oleh Jerry D. Gray. Sholat dua rakaat dan sekali lagi mengucapkan

niat, membaca Al Fatihah dengan suara keras 41X, membaca Al Ikhlash 33X,

Al Falaq 41X, An Nas 41X dan ayat Kursi 41X, sebagai perantara memohon

kepada Allah SWT.5 Selain itu, Al Qur’an, Al Qur’an juga sebagai ruqyah

yang bertujuan untuk menyembuhkan penyakit, dengan membaca QS. Al

Fatihah, QS. Al Baqarah: 1-6, QS. Al Baqarah: 102, QS. Al Baqarah: 163-164,

QS. Al Baqarah 255, QS. Al Baqarah 185-186, QS. Al Imran: 18-19, QS. Al

A’raaf: 54-56, QS. Al Baqarah 185-186, QS. Al A’raaf: 54-56, QS. AL A’raaf:

117-122, QS. Yunus: 81-82, QS. Thaha: 69, QS. Al Mu’minuun 115-118, QS

1
Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan baru dalam Kajian Al Qur’an (Studi
Kasus di Pondo Pesantren As Siroj Al Hasan Desa Kalimukti Kecamatan Pabelian Kabupaten
Cirebon”, Journal of Qur’an and Hadits Studies, 4 (2015), 170.
2
Hendy Shri Ahimsa Purtra, “The Living Al Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi”,
Walisongo, 20 (Mei, 2012), 249.
3
“Subhanallah, Lumpuh Otak Tapi Hafal Al Qur’an”, Buletin Donatur, September 2015,
23.
4
M. Sanusi, Terapi Kesehatan Warisan Kedokteran Islam Klasik (Yogyakarta: Najah,
2012), 36.
5
Jerry D. Gray, Rasulullah is My Doctor, terj. Tetraswari (Depok: Sinergi, 2010), 34.
34

As-Shaaffar; 1-10, QS. Al Ahqaf 29-32, QS. Ar Rahman: 33-36, QS. Al Hasyr:

21-24, QS. Al Jiin: 1-9, QS. Al Falaq dan QS. An-Naas.1

3. Tahfidz Al Qur’an

(Tahfidzul Qur’an) menghafal Al Qur’an merupakan kegiatan yang

telah dilakukan di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai

bentuk tindak lanjut setelah diterimanya wahyu dari Malaikat Jibril AS,

Rasulullah meminta para sahabat untuk menuliskannya (pada lembaran kertas,

kulit binatang, tulang binatang, kayu, pelepah kurma, batu dll) 2dan

menghafalkannya agar dapat memelihara teks Al Qur’an. 31 Terkait dengan

menjaga al Qur’an, Allah SWT telah berfirman dalam QS

Al Hijr (15) ayat 9,

ٰ ‫الذ ْك َر َواِنَّا لَهٗ ل‬


‫َح ِفظُْو َ)ن‬ ِّ ‫اِنَّا نَ ْح ُن َن َّزلْنَا‬

Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan

sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.3

Berdasarkan pendapat Islah Gusmian, interaksi seorang muslim

dengan Al Qur’an dapat dikategorikan sebagai berikut, yang pertama yaitu

aspek oral / recitation, kedua yaitu aural / hearing, ketiga adalah tulisan /

writing dan keempat yaitu sikap / attitude. Sedangkan kegiatan menghafal Al

Qur’an tergolong pada recitation / membaca Al Qur’an, sebagaimana yang

1
Ibid., 68-80.
2
Abu Najibullah Syaiful Bahri Al Gorumi, Tajwid Riwayat Hafs (Blitar: Mubarokatan
Thoyibah, 2009), 145.
3
QS. Al Hijr (15): 9
35

telah disebutkan oleh Islam Gusmian, bahwa kegiatan recitation of Qur’an itu

mulai dari kegiatan khataman Al Qur’an, pembacaan ayat tertentu dalam

acara tertentu, festifal / musabaqah Al Qur’an, tahfidzul Qur’an dan nderes

Al Qur’an.1

Ibnu Qutaibah menjelaskan bahwa tingkatan ilmu meliputi: pertama,

diam; kedua, mendengar; ketiga, menghafal; keempat, berfikir; dan kelima,

mengucapkan. Sehingga proses menghafal dapat dilakukan sebelum

seseorang (anak) dapat berfikir dan mengerti.2 Bahkan Allah SWT

menjelaskan hingga empat kali, bahwa proses menghafal itu sungguhlah

mudah, bahkan untuk siapapun yang mempelajarinya, sebagaimana

firmanNya yang termaktub dalam QS. Al Qomar (54): 17, 22, 32 dan40,

‫لذ ْك ِر َف َه ْل ِم ْن ُّم َّدكِ ٍر‬


ِّ ِ‫س ْرنَا الْ ُق ْر ٰا َن ل‬
َّ َ‫َولََق ْد ي‬

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk

pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”.3

Metode menghafal dapat dilakukan dengan metode al muraja’ah,

yakni pengulangan hafalan secara rutin dan berkelanjutan.4

Untuk menjaga hafalan, Gus Miek memberi nasihat kepada para

penghafal Al Qur’an, yakni pertama, percaya akan keberkahan Al Qur’an;

1
Hamam Faizin, “Al Qur’an Sebagai Fenomena yang Hidup: Kajain Atas Pemikiran
Para Sarjana Al Qur’an”. Makalah ini disajikan dalam International Seminar and Qur’anic
Conference II 2012, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 24 Februari 2012.
2
Syarifuddin, Mendidik Anak, 82.
3
QS. Al Qamar (54): 17, 22, 32 dan 40.
4
Ibid.
36

kedua, suka nderes Al Qur’an; ketiga, menjauhi fakhisyah (perbuatan

melanggar ajaran Islam yang telah membudaya dan dianggap biasa; keempat,

meninggalkan onani; dan kelima, bukan untuk kepentingan duniawi (ikhlas)1

1. Motivasi dan Makna Tahfidz Al Qur’an ditinjau dari Al Qur’an dan Hadits

a. Konsep Motivasi Beragama

Motivasi merupakan istilah yang lebih umum untuk digunakan

dalam menggantikan tema “motif-motif” yang dalam bahsa inggris

disebut motive. Adapun kata motive itu berasal dari kata motion yang

berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Oleh karena itu tema motif

erat kaitanya dengan gerak yang dilakukan manusia atau disebut

perbuatan ataupun tingkah laku.

Berbagai hal yang biasanya terkadung dalam definisi motivasi

antara lain adalah keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran,

dorongan serta insentif. Sehingga dapat dikatakan bahwa motif adalah

keadaan kejiwaan yang mendorong, menggerakkan ataupun

mengaktifkan dan motif itulah yang mengarahkan dan menyalurkan

perilaku, sikap dan tidak tanduk seseorang yang selalu dikaitkan dengan

pencapaian tujuan.2

Kebutuhan merupakan sesuatu yang timbul karena adanya

ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dengan apa yang menurut

persepsi orang yang bersangkutan, seyogyanya memilikinya. Usaha

1
Maksum, Menghafal Al Qur’an, 73-75.
2
iIbid.
37

untuk mengatasi ketidakseimbangan ini akan menimbukan dorongan,

yang kadangkala bersumber dari dalam diri inividu dan juga bisa

bersumber dari luar diri individu. Sedangkan tujuan adalah segala

sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan.1

Agama dalam kehidupan individu, berpengaruh sebagai motivasi

yang mendorong individu untuk melakukan kegiatan, karena perbuatan

yang dilakukan dengan dasar keyakinan agama akan memiliki unsur

kesucian dan ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh pada diri

individu untuk melakukan sesuatu. Selain itu, agama juga sebagai

pemberi harapan bagi pelakunya. Seseorang yang melakukan perintah

agama, umumnya karena adanya suatu harapan terhadap pengampunan

dan kasih sayang dari Tuhan.2

Mengenai keterkaitan antara motivasi dan makna, Max Weber

menjelaskan bahwa makna tindakan identik dengan motif intuk

tindakan, yang artinya bahwa untuk memahami makna tindakan, maka

perlu untuk mencari tahu terlebih dahulu motivasi yang mendasarinya.3

Selain itu Alfred Schutz menambahkan dengan because-motive atau

motif asli yang benar-benar mendasari tindakan dari pelaku, karena

1
Ibid, 142-143
2
Akmal Hawi, Seluk beluk Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),
226.
3
Imam Sudarmoko, “The Living Qur’an: Studi Kasus Tradisi Sema’an Al Qur’an Sabtu
Legi di Masyarakat Sooko Ponorogo” (Tesis Megister, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
Malang, 2016), 41.
38

makna yang melekat pada setiap individu terlihat pada setiap

tindakannya.1

Menurut Schutz, pengungkapan makna dalam perjalanan

pengalaman hidup pada manusia tidaklah mudah, karena adanya

kendala, yakni peneliti cenderung terdistorsi oleh kehadiran latar

belakang pengetahuan, pandangan dan pengalamannya sendiri dalam

mencoba untuk menelaah proses pembentukan makna pengalaman

respondennya.2

4) Motivasi dan Makna Tahfidz Al Qur’an ditinjau dari Al Qur’an Motivasi

menghafal sangatlah bermacam-macam, seperti agar mrndapat syafa’at

Al Qur’an, menjadi ahli Allah dan mendapat tempat khusus disisiNya,

ingin mencapai derajad yang tinggi, agar orang yang senantiasa berzikir

(mengingat ) Allah dan lain sebagainya.3Al Qur’an merupakan sumber

utama dalam hukum Islam, sehingga patut kiranya untuk juga

memaparkan mengenai motivasi serta makna tersurat maupun tersirat

yang telah termaktub dalam Al Qur’an. Adapun beberapa ayat yang

terkait dengan menghafal Al Qur’an ataupun membaca Al Qur’an yaitu

sebagaimana berikut:

1) Sebagai obat hati dan penawar bagi jiwa yang gelisah

1
Stefanus Nindito, “Fenomenologi Alfred Schutz: Studi tentang Kontruksi Makna dan
Realitas dalam Ilmu Sosial”, Jurnal Ilmu Komunikasi, 2 (Juni, 2005), 93.
2
Ibid., 92.
3
Yahya Abdul Fattah Az Zawawi, Revolusi Menghafal Al Qur’an: Cepat Menghafal,
Kuat Hafalan dan Terjaga Seumur Hidup, terj. Dinta (Surakarta: Insan Kamil, 2011), 44.
39

Allah SWT berfirman dalam QS. Al Isra’ ayat 82,

‫ْمْؤ ِمنِْي ۙنَ َواَل يَ ِزيْ ُد ال ٰظّلِ ِم ْي َن اِاَّل َخ َس ًارا‬ ِ ِ ِ


ُ ‫َو ُنَن ِّز ُل م َن الْ ُق ْر ٰان َما ُه َو ش َفاۤءٌ َّو َر ْح َمةٌ لِّل‬

Artinya : “Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi

penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah

menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian.1 Menurut M. Quraish

Shihab, bahwa ayat ini dinilai berhubungan secara langsung dengan keistimewaan

membaca dan mendengarkan Al Qur’an yang berfungsi sebagai obat penawar

bagi penyakit-penyakit jiwa Kata shifa’ biasanya diartikan sebagai kesembuhan

atau obat. Dengan tanpa mengurangi penghormatan terhadap Al Qur’an dan

hadis-hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , mungkin apabila riwayat

ini benar, maka yang dimaksud bukanlah penyakit jasmani, melainkan penyakit

rohani atau jiwa.

2) Sebagai amalan agung

Firman Allah SWT dalam QS Fatir (35) ayat 29-30,

ِ ِ ِ ۡ ِ َّ ْ‫ب ٱللَّ ِه َوَأقَ ُاموا‬ ِ ۡ ‫ِإ َّن ٱلَّ ِذ‬


َ ُ‫ٱلصلَ ٰوةَ َوَأن َف ُقواْ م َّما َر َزق ٰنَ ُهمۡ س ًّرا َو َعاَل نيَةً يَ ۡر ُجو َن ت َٰج َرةً لَّن َتب‬
)29( ‫ور‬ َ َ‫ين يَتلُو َن ك ٰت‬
َ

ِ ِ ۡ َ‫لِيو ِّفيهمۡ ُأجور ُهمۡ وي ِزي َد ُهم ِّمن ف‬


)30(‫ور‬ ٌ ‫ضلهۦٓ ِإنَّهۥُ غَ ُف‬
ٌ ‫ور َش ُك‬ َ َ َ ُ ُ َ َُ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan

mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami

anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu

1
QS. Al Isra’ (17): 82.
40

mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan

kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya.

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.1

Sebagaimana yang termuat dalam ayat ke 29, bahwa mereka yang

membaca Al Qur’an, mendirikan shalat dan bersedekah ataupun zakat,

diibaratkan bagaikan pedagang. Mereka tidak akan menginginkan suatu

kerugian, maka Allah SWT akan melipatgandakan pahala mereka yang telah

disebutkan diatas serta menambah rezeki bagi mereka yang berkenan untuk

berinfak dari sebagian hartanya dan mensyukuri nikmatNya.

3). Adanya kemudahan untuk menghafal Alqur’an

Bahkan Allah SWT menjelaskan hingga empat kali, bahwa proses

menghafal itu sungguhlah mudah, bahkan untuk siapapun yang mempelajarinya,

sebagaimana firmanNya yang termaktub dalam QS. Al Qomar (54): 17, 22, 32

dan 40.

“Saat (hari Kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah.”

“Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat),

mereka berpaling dan berkata, “(Ini adalah) sihir yang terus menerus.”

Jalaludin As Suyuthi menjelaskan dalam tafsirnya mengeni ayat di atas:

(Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Alquran untuk pelajaran) Kami

telah memudahkannya untuk dihafal dan Kami telah mempersiapkannya untuk

mudah diingat (maka adakah orang yang mengambil pelajaran?) yang mau
1
QS. Fathir (54)
41

mengambilnya sebagai pelajaran dan menghafalnya. Istifham di sini

mengandung makna perintah yakni, hafalkanlah Alquran itu oleh kalian dan

ambillah sebagai nasihat buat diri kalian. Sebab tidak ada orang yang lebih hafal

tentang Alquran selain daripada orang yang mengambilnya sebagai nasihat buat

dirinya.

a. Motivasi dan Makna Tahfidz Al Qur’an ditinjau dari Hadits.

Menjadi syafa’at pada hari kiamat.1

ُ ‫وسلَّم َي ُق‬ ِ ِ َ ‫ت رس‬ ِ ِِ


ِ َ َ‫ضي اللَّهُ َع ْنهُ ق‬
‫ول‬ َ ‫ول اللَّه‬
َ ‫صلّى اهللُ َعلَْيه‬ ُ َ ُ ‫ َسم ْع‬:‫ال‬ َ ‫ َع ْن أبي َُأم َامةَ الْبَاهل ُّي َر‬:

‫َألص َحابِ ِه‬ ِ ِ ِ


ْ ‫ فَِإ نَّهُ يَْأتِي َي ْو َم الْقيَ َامة َشف ًيعا‬،‫اق َْرءُوا الْ ُق ْرآ َن‬.

‫رواه مسلم‬

Artinya: “Abu Umamah Al Bahili ia berkata; Saya mendengar Rasulullah

SAW bersabda memberi syafa’at kepada para pembacanya pada hari kiamat

nanti.2

Hadits diatas, menjelaskan dengan sangat terang bahwa kelak pada hari

akhir atau kita semua akan menemui hari kiamat maka Al Qur’an akan meberikan

syafa’at atau pertolongan kepada mereka yang berinteraksi dengan Al Qur’An,

terutama bagi mereka yang mmbacanya.

2). Mendapat banyak kebaikan

1
Muhammad Anwar Ibnu Suyuthi, Anwaarul Qur’aan (Kediri: t.p. t.t.), 2.
Abu Hajjaj Al bin Muslim 804; Nomor Hadis, ‫ور ِة الَْب َقَر ِة‬ ِ ِ ِ ْ َ‫ باب ف‬Lihat 51
َ ‫ض ِل قَراءَة الْ ُقْرآن َو ُس‬
2

Husanini Al Qusyairi Al Naisyaburi, Shahih Muslim (Beirut: Dar Ihya’ At Turots Al


Arabi, t.t.), I:
42

‫«م ْن َق َرأ َح ْرفاً ِم ْن‬


َ : ‫ قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬:‫عن ابن مسعود) رضي اهلل عنه قال‬

‫يم‬ ِ ٌ ‫ والَم حر‬،‫ف‬ ٌ ِ‫ أل‬:‫ولك ْن‬ ٌ ‫ ألم َح‬:‫ ال أقول‬،‫والح َسنَة بِ َع ْش ِر ْأمثَالِها‬
ِ ،‫رف‬ ِ
ٌ ‫ وم‬،‫ف‬ َْ ٌ ٌ ‫ف َح ْر‬ َ ،‫كتاب اهلل َفلَهُ َح َسنَة‬

‫ف‬
ٌ ‫َح ْر‬

Ibnu Mas’ūd -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa

sallam- bersabda, “Siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Al-

Qur`ān) maka baginya satu pahala kebaikan, dan satu pahala kebaikan akan

dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat, aku tidak mengatakan bahwa alif lām

mīm itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lām satu huruf, dan mīm satu

huruf.”  

Hadis sahih - Diriwayatkan oleh Tirmiżi.

Hadis diatas, memberikan penjelasan bahwa setiap membaca Al Qur’an

bahkan perhuruf yang ada dalam Al Qur’an, maka akan mendapat sepuluh

kebaikan / pahala. Selain itu, kebaikan akan bertambah ketika seseorang membaca

Al Qur’an secara terbata-bata. Dan hal ini sering dialami oleh tiap orang yang

menghafal, karena mereka harus mengulang-ulang bacaan yang ingin

dihafalkannya.

Terlebih lagi, semua pahala yang didapat ini kan dilipat gandakan berkali-

kali lipat, manakala mereka melakukan dibulan Ramadhan. Karena setiap amal

yang dilakukan dibulan Ramadhan. Karena setiap amal yang dilakukan dibulan

Ramadhan akan dilipatgandakan dan hitungannya menurut Allah, berbeda dengan

hari biasa yang. Sehingga bisa dibayangkan, apabila seseorang melakukan


43

hafalan, harus membacanya berulang kali agar hafal akan mendapat banyak

kebaikan / pahala. Terlebih bila dilakukan ketika di bulan suci Ramadhan.

3). Mendapat ketenangan dan rahmat dari Allah SWT.1

‫يت ِمن‬
ٍ ‫وم ف ِي ب‬
َ ُ َ‫اجتَ َم َع ق‬ َ َ‫صلَ ِي اللٌهٌ َعلَ ِيه َو َسلَم ق‬
ٌ ‫ال َما‬
ِ َ ‫ض ِي اللٌهُ َعنهُ أ َن رس‬
َ ‫ول اللٌه‬ َُ َ ‫َعن اَب ِي ُه َريَر َة َر‬

‫تهم‬ ِ ِ ‫لت عليهم‬ ِ ِ ِ ِ


ُ ‫الرحمةُ َو َح َف‬
َّ ‫يته ُم‬
ُ ‫السكينَةُ َوغَش‬
َ ُ ْ ْ ‫يما َب ْيَن ُهم إال َن َز‬
َ ‫اب اللٌه َو َيتَ َدا َر ُسونَه ف‬
َ َ‫ُبيُوت اللٌه يَتلُو َن كت‬

‫ (رواه مسلم (وابو داوود‬.ُ‫يمن ِعن َده‬ ِ


َ ‫المآلئكةُ َوذَ َك َر ُه ُم اللٌهُ ف‬

Artinya: “Abu Huraiah dari Nabi SAW beliau bersabda: “Tidaklah sebuah

kaum berkumpul di dalam rumah diantara rumah-rumah Allah SWT, membaca

kitab Allah, dan saling mempelajarinya diantara mreka melainkan akan turun

kepada mereka ketenangan, mereka diliputi rahmat, serta dikelilingi malaikat,

dan Allah menyebut-nyebut mereka diantara malakat yang ada di sisiNya.2

Hadits diatas menjelaskan bahwa berinteraksi dengan Al Qur’an akan

mendatangkan ketenangan jiwa bagi mereka serta memberikan rahmatNya

kepada mereka. Hadits ini menganjurkan kepada kita untuk senantiasa belajar

serta mengajarkan Al Qur’an dan tidak luput juga untuk membaca serta

menghafalnya. Bahkan dalam suatu hadits juga telah dijelaskan bahwa ada

‫ وعلى الذكر‬،‫باب فضل االجتماع على تالوة القرآن‬, Hadis Nomor 2699 dalam Al Naisyaburi, Shahih
1

Muslim, IV: 2074; lihat


‫ الكلم الطيب‬- ‫باب فضل العلم‬, Nomor Hadis 356 dalam Abdullah bin Abdur Rahman Abu Muhammad
Ad Darimy, Sunan Ad Darimy (Beirut:

.
2
Dari Al Kitab Al Araby, 1407 H), I: 113; lihat ‫فضل و ثواب قراءة القرآن‬, Hadis Nomor 1455
dalam Sulaiman bin Al Asy’ats Abu Daud Sajastani Al Azadi, Sunan Abu Daud (Beirut: Dar al
Fikr, t.t.), II: 71.
44

malaikat yang datang ke bumi ketika seoang sahabat membaca Al Qur’an di

rumahnya.

4). Para ahli Al Qur’an dikumpulkan bersama para malaikat.

ِ ‫اق لَهُ َأجر‬ ِ ِِ ِ َّ ِ ِ ِ ِ َّ ‫آن َم َع‬ ِ ‫الْم ِاهر بِالْ ُقر‬


‫ان‬ َ ْ ٌّ ‫السَفَرة الْكَرام الَْبَر َرة َوالذى َي ْقَرُأ الْ ُق ْرآ َن َوَيتََت ْعتَ ُع فيه َو ُهَو َعلَْيه َش‬ ْ ُ َ

Artinya: “Dari Aisyah ia berkata; Rasulullah SAW bersabda:

“Orang mukmin yang mahir membaca Al Qur’an, maka kedudukkannya

di akhirat ditemai oleh para maaikat yang mulia. Dan orang yang

membaca Al Qur’an dengan gagap, ia sulit dalam membacanya, maka ia

mendapat dua pahala.1

Dari Aisyah raadiyallahu ‘anha, Nabi shallallohu ‘alaihi wa

sallam bersabda:

‫ َوالَّ ِذي َي ْق َرُأ الْ ُق ْرآ َ)ن‬،‫الب َر َر ِة‬ ِ ِ َّ ‫اهر بِ ِه مع‬


َ ‫الس َف َرة الك َر ِام‬
ِ ِ
َ َ ٌ ‫الَّذي َي ْق َرُأ ال ُق ْرآ َن َو ُه َو َم‬

ِ‫أج َران‬ ٌّ ‫َو َيتََت ْعتَ ُع فِ ِيه َو ُه َو َعلَْي ِه َش‬


ْ ُ‫اق لَه‬

Artinya: “Orang yang membaca dan menghafal Al Qur’an, dia

bersama para malakat yang mulia. Sementara orang yang membaca Al

1
Naisyaburi, Al dalam 798 Nomor Hadis, ‫آن َوالَّ ِذي َيتََت ْعتَ ُع فِ ِيه‬ ْ
ِ ‫ض ِل الْم‬
ِ ‫اه ِر بِالْ ُقر‬
َ ْ َ‫ باب ف‬Lihat

Shahih Muslim, I: 549; lihat ‫آن َوالَّ ِذي َيتََت ْعتَ ُع فِ ِيه‬ ِ ‫ض ِل الْم‬
ِ ‫اه ِر بِالْ ُقر‬
ْ َ ْ َ‫ باب ف‬, Hadis Nomor 3857 dalam Ahmad bin
Al Husain bin Ali bin Musa Abu Bakar Al Baihaqi, Sunan Al Baihaqi Al Kabiry (Makkah)
Maktabah Dar Al Baz, 1994), II: 395; lihatdalam 3779 Nomor Hadis, ‫باب ثواب قراءة القرآن‬
Muhammad bin Yazid Abu Abdullah bin Majah Al Qazwini, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar Al
Fikr, t.t.), II: 1242; lihat Hadis Nomor 2471 dalam Ahmad bin Hanbal Abu Abdullah Asy
Syaibani, Musnad Ahmad (Mesir: Muasasah Qurtubah, t.t.) VI: 98; lihat Hadis Nomor 26339
dalam Idem, Musnad Ahmad, VI: 266.
45

Qur’an, dia berusaha menghafalnya, dan itu menjadi bban bagianya,

maka dia mendapat dua pahala.1

Malaikat merupakan makhluk Allah SWT yang memiliki

kedudukannya yang tinggi bila dibanding dengan makhluk lain dan

mereka dikenal sebagai makhluk Allah yang paling taat trhadap segala

perintahNya. Dan dalam hadits diatas, dijelaskan bahwa orang mukmin

yang mahir untuk membaca Al Qur’an, maka ia akan dikumpulkan

bersama-sama dengan para malaikat kelak di akhirat.

Setelah umat islam membaca, memahami maupun, mengamalkan

isi kandungan yang terdapat dalam al-Qur’an maka akan menghasilkan

pemahaman yang bermacam-macam sesuai dengan kemampuan maupun

latar belakang masing-masing individu. Pemahaman-pemahaman yang

ada dalam masyarakat tersebut merupakan prodak dari sebuah tafsir al-

Qur’an dalam praktik sosial baik dalam lingkup teologi, filsafat,

psykologi, maupun kultur masyarakat setempat.

Pemahaman dan penghayatan individu yang diungkapkan dan

dikomunikasikan secara verbal maupun dalam bentuk tindakan dapat

mempengaruhi individu lain, sehingga membentuk kesadaran bersama,

pada taraf tertentu serta dapat melahirkan tindakan-tindakan kolektif dan

terorganisasi. Pengalaman bergaul dengan al-Qur’an meliputi bermacam-

macam bentuk kegiatan, seperti membaca al-Qur’an, memahami dan

1
Lihat ‫تفسري سورة عبس كاملة‬, Hadis Nomor 4653 dalam Muhammad bin Isma’il Abu
‘Abdullah Al Bukhari Al Ju’fi, Shahih Bukhari (Beirut: Dar Ibnu Katsir Al Yamamah, 1987), IV:
1882.
46

menafsirkan al-Qur’an, mengobati dengan al-Qur’an, mengusir makhluk

halus dengan al-Qur’an, menerapkan ayat-ayat al-Qur’an tertentu dalam

kehidupan individu maupun dalam kehidupan sosial.1

C. Living Qur’an

1. Pengertian Living Qur’an

Studi al-Qur’an dan tafsir selalu mengalami perkembangan seiring

dengan berkembangnya ilmu yang dipandang sebagai ilmu bantu bagi ‘Ulum

al-Qur’an, seperti halnya linguistik, hermeneutika, sosiologi, antropologi dan

ilmu komunikasi. Hal ini berkaitan dengan obyek penelitian dalam kajian al-

Qur’an itu sendiri.2

Berkaitan dengan lahirnya cabang-cabang ilmu al-Qur’an, ada yang

lebih kepada aspek internal teks ada pula yang memusatkan perhatiannya pada

aspek eksternalnya seperti asbab an nuzul dan Tarikh al-Qur’an yang

menyangkut penulisan, penghimpunan hingga penerjemahnya. Sementara itu,

raktek-praktek tertentu yang berupa penarikan al-Qur’an kedalam kepentingan

praktis dalam kehidupan umat diluar aspek tekstualnya nampak tidak menarik

perhatian para peminat studi al-Qur’an klasik.

Living Qur’an dilihat dari segala Bahasa adalah gabungan dari dua kata

yang berbeda yaitu living yang berarti ‘hidup’ dan qur’an yaitu kitab suci umat

1
Muhammad Chrizin, Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur’an,
dalam Syahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, (Yogyakarta:
Teras, 2007), hlm.11
2
M.Masykur, dkk, Ranah-ranah Penelitian dalam Studi Al-Qur’an dan Hadits dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed, Sahiron Syamsuddin (Yogyakarta:
Teras), hlm.xii
47

islam. Sehingga Living Qur’an dapat diartikan teks al-Qur’an yang hidup di

masyarakat.1

Kajian di bidang Living Qur’an memberikan kontribusi yang signifikan

bagi perkembangan wilayah obyek kajian living Qur’an. Jika selama ini ada

kesan bahwa tafsir harus dipahami dengan teks grafis (kitab atau buku) maka

makna tafsir bisa diperluas dengan respon atau praktik perilaku suatu

masyarakat yang diinspirasi oleh kehadiran al-Qur’an. Dalam bahasa al-Qur’an

hal ini disebut dengan tilawah, yakni pembacaan yang berorientasi kepada

pengalaman (action) yang berbeda dengan qiro’ah (pembacaan yang

berorientasi kepada pemahaman atau understanding).2

3) Sejarah Living Qur’an

Dalam lintasan sejarah Islam, bahkan pada era yang sangat dini,

praktek memperlakukan unit-unit tertentu dari al-Qur’an pada dasarnya

sudah terjadi sehingga bermakna dalam kehidupan praksis umat. Ketika

Nabi Muhammad SAW. Masih hidup, sebuah masa yang paling baik bagi

islam, masa dimana perilaku umat masih terbimbing wahyu lewat Nabi

secara langsung praktek semacam ini konon dilakukan oleh Nabi sendiri.

Menurut laporan riwayat, Nabi pernah menyembuhkan penyakit dengan

ruqyah lewat surat al-Fatihah atau menolak sihir dengan surat al-

Mu’awwizatain.3
1
Sahiron Syamsuddin, Ranah-ranah Penelitian dalam Studi Al-Qur’an dan Hadits
dalam Metode Penelitian Qur’an dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, (Yogyakarta: Teras,
2007), hlm.14
2
M. Mansyur, dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron
Syamsuddin, hlm. 68-69
3
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, hlm.3
48

Walaupun al-Qur’an menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad, tapi

fungsi utamanya adalah menjadi petunjuk untuk seluruh manusia. Petunjuk

yang dimaksud adalah petunjuk agama, atau yang biasa juga disebut sebagai

syari’at. Syari’at dari segi pengertian kebahasaan berarti jalan menuju

sumber air. Jasmani manusia, bahkan seluruh makhluk hidup membutuhkan

air demi kelangsungan hidupnya. Ruhaninya pun membutuhkan air

kehidupan. Disini syari’at mengantarkan seseorang menuju air kehidupan

itu.1

Apa yang dilakukan Nabi tentu saja telah bergulir sampai generasi-

generasi berikutnya. Anggapan-anggapan tertentu terhadap al-Qur’an dari

berbagai komunitas baru menjadi salah satu faktor pendukung munculnya

praktek mengfungsikan al-Qur’an dalam kehidupan praksis diluar kondisi

tekstualnya. Hal ini berarti terjadinya praktek pemaknaan al-Qur’an yang

tidak mengacu pada pemahaman atas pesan tekstualnya, tetapi berlandaskan

anggapan adanya fadhilah dari unit-unit tertentu teks al-Qur’an, bagi

kepentingan paksis kehidupan keseharian umat.2

Sebenarnya sebab yang melatar belakangi bahwa ‘ulumul al-Qur’an

lebih tertarik pada dimensi tekstual Qur’an, diantaranya terkait dengan

penyebaran paradigma ilmiah ke dalam wilayah kajian agama pada

umumnya. Sebelum paradigma ilmiah dengan orientasi obyektifnya

merambah studi agama Islam, maka kajian atau studi Islam termasuk studi

1
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, hlm. 37, cet 1 edisi 2., Mizan Media Utama: Bandung. 2013
2
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, hlm.4
49

al-Qur’an lebih berorientasi pada keberpihakan agama. Artinya ilmu al-

Qur’an sengaja dilahirkan dalam rangka menciptakan satu kerangka acuan

normatif bagi lahirnya penafsiran al-Qur’an yang memadai untuk mem-

backup kepentingan agama. Itulah mengapa berbagai dimensi tekstual

Qur’an lebih diunggulkan sebagai obyek kajian. Itulah kenapa dahulu ilmu

ini merupakan spesialis bagi para ulama dalam pengembangan ilmu-ilmu

keagamaan murni.1

Sebenarnya yang dimaksud dengan Living Qur’an dalam konteks ini adalah

kajian atau penelitian ilmiah tentang berbagia peristiwa sosial yang terkait

dengan kehadiran Qur’an atau keberadaan Qur’an di sebuah komunitas

Muslim tertentu. Artinya, peristiwa sosial yang dimaksud berarti telah

membuat teks-teks Qur’an tidak berfungsi, karena hidayah Qur’an

terkandung di dalam tekstualistasnya dan hanya dapat diaktualisasikan

dengan benar jika bertolak dari pemahaman akan teks dan kandungannya.2

Contoh dari praktek ini ialah al-Qur’an mengklaim dirinya sebagai

syifa’ yang berarti obat, tetapi ketika unit-unit tertentu darinya dibacakan

untuk mengusir syetan yang konon merasuk pada tubuh manusia maka

bukan berarti praktek ini adalah berdasarkan isi kandungan daripada al-

Qur’an. Itulah yang jadi obyek studi baru bagi para pemerhati al-Qur’an dan

untuk menyederhanakan ungkappan maka digunakanlah istilah Living

Qur’an. Praktek-praktek semacam ini sebenarnya sudah sama tuanya dengan

1
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits , ed. Sahiron Syamsuddin, hlm.6.
2
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, hlm. 8
50

usia al-Qur’an Namun, dengan periode yang cukup panjang praktek diatas

belum menjadi obyek kajian penelitian al-Qur’an. Baru pada penggal

terakhir praktik ini dijadikan obyek studi Qur’an kontemporer.1

4) Metodologi Penelitian Living Qur’an

Selama ini memang orientasi kajian al-Qur’an lebih dipusatkan

kepada kajian teks, wajar saja jika ada yang menyebut bahwa peradaban

Islam identik dengan hadlarat an-nas. Itulah sebabnya produk-produk kitab

tafsir lebih banyak ketimbang yang lain meski kalau lebih dicermati produk

tafsir kajian abad pertengahan cenderung repetitive.2

Pertanyaan yang sering terlontar adalah bagaimana metode yang harus

dilakukan seorang peneliti ketika ia hendak melakukan penelitian fenomena

living Qur’an. Metode penelitian pada dasarnya adalah bagaimana seorang

peneliti mengungkapkan sejumlah cara yang diatur secara sistematis, logis,

rasional dan terarah tentang pekerjaan sebelum, saat dilakukan dan sesudah

mengumpulkan data, sehingga diharapkan mampu menjawab secara ilmiah

perumusan masalah (problem akademik).3

Adapun unsur-unsur yang hendak dipaparkan dalam rancangan

penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:

a. Lokasi

1
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, hlm. 9
2
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, hlm. 67

M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
3

Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, hlm. 71
51

Mengemukakan lokasi peneliti dengan menyebutkan tempat,

misalnya desa komunitas atau kelompok tertentu. Yang lebih penting

dalam bagian lokasi ini adalah mengemukakan alasan adanya fenomena

living Qur’an. Yang terakhir, adanya keunikan atau kekhasan lokasi

tersebut yang tidak dimiliki oleh lokasi yang lain sehubungan dengan

permasalahan yang hendak diteliti.

b. Pendekatan dan Perspektif

Penelitian kualitatif mempunyai ciri khas penyajian data

menggunakan perspektif emic. Yaitu data yang dipaparkan dalam bentuk

deskripti menurut bahasa, cara pandang subjek penelitian. Deskripsi,

informasi atau sajian datanya harus menghindari adanya evaluasi dan

iterprestasi dari peneliti.

c. Tekhnik Pengumpulan Data

Informasi tentang kenyataan tindakan pembacaan ayat-ayat al-

Qur’an ini karna digali oleh peneliti sebagai instrument, melalui teknik

wawancara mendalam (depth interview) terhadap para peengamal dan

pembaca al-Qur’an. Peneliti sebagai instrumen dituntut untuk membuat

responded lebih terbuka dan leluasa dalam memberikan inforasi atau data

untuk mengemukakan pengetahuan dan pengaamanya terutama yang

berkaitan dengan informasi sebagai jawaban terhadap permasalahan

penilitian, Di sini wawancara diharapkan berjalan secara tidak terstruktur

(terbuka/ bicara apa saja) dalam garis besar yang terstruktur (mengarah

menjawab permasalahan penelitian). Perlu digaris bawahi, wawancara


52

sebaiknya direkam dan diprocedingkan, jangan langsung ditafsirkan

sepihak oleh peneliti saja. Sebab, boleh jadi ketika dibaca orang lain akan

mempunyai interpretasi yang berbeda.

Teknik selanjutnya ialah observasi terhadap tindakan baik dalam

bentuk verbal dan aktivitas individual maupun ketika mereka dalam

kelompok. Dalam hal ini peneliti harus dapat diterima sebagai warga atau

orang dalam responden, karena teknik ini memerlukan hilangnya

kecurigaan para subjek penelitian atas kehadiran peneliti.

d. Unit Analisi Data, Kriteria, Cara Penetapan Jumlah Responden

Unit analisis adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu,

kelompok, benda atau sesuatu antar peristiwa sosial. Peneliti bisa

memberikan kriteria siapa saja dan apa saja yang menjadi subjek

penelitian. Selanjutnya, unit analisis yang berupa situasi sosial (social

setting) keagamaan para pelaku (terutama untuk teknik observasi).

Sedangkan jumlah responden data ditetapkan dengan tekhnik anow-ball,

yakni penggali data melalui wawancara mendalam dari satu responden

ke-responden lainnya dan seterusnya sampai peneliti tidak menemukan

informasi baru lagi, jenuh, informasi “tidak berkualitas” lagi.

e. Strategi Pengumpulan Data

Pengenalan diri peneliti dengan beberapa orang dilapangan, akan

digunakan untuk modal awal dalam pengumpulan data lebih lanjut untuk

menjawab pertanyaan penelitian. Setelah peneliti menemukan sejumlah


53

informasi sebagai hasil pengenalan diri dan mereka telah memahami apa

tujun kedatangan peneliti, apa saja yang hendak dilakukan selama

penelitian. Selain itu juga peneliti akan mendatangi tokoh formal seperti

kepala desa dan tokoh informasi yakni tokoh agama atau orang yang

disegani penduduk menurut informasi dari informal awal.

g. Penyajian Data

Sajian data biasanya berupa hasil analisis data meliputi data

meliputi cerita rinci para informasi sesuai dengan ungkapan atau

pandangan mereka apa adanya (termasuk hasil observasi) tanpa ada

komentar, evaluasi, atau interpretasi. Yang kedua berupa pembahasan

yakni diskusi antara data temuan dengan teori-teori yang digunakan

(kajian teoritik atas data temuan).

Analisis data dalam peneliti dengan pendekatan kualitatif pada

dasarnya berproses secara induksi-interpretasi-konseptualisasi. Laporan

lapangan yang detail (induksi) dapat berupa data yang lebih mudah

dipahami, dicarikan makna sehingga ditemukan pikiran apa yang

tersembunyi dibalik cerita mereka (interpretasi) dan tercipta konsep

(konseptualisi).
BAB III

PROFIL PONDOK PESANTREN TAHFIDZ ANNUR SIDAMULIH


RAWALO BANYUMAS

A. Sejarah Singkat Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo

Banyumas

Perkembangan Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih merupakan


serangkaian dari riwayat perjalanan hidup pengasuhnya. Sampai sekarang Pondok
Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih (PPTA) cukup berkembang dan terkenal di
berbagai pelosok karena kearifan dan ketaatan pengasuhnya, sebagai salah satu
pondok pesantren yang mmbimbing para santri untuk tekun belajar ilmu agama.
Oleh karena itu sejarah Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih tidak lepas
dari sederetan kisah perjalanan hidup pengasuhnya.

1. Sejarah Perkembangan PP. Tahfidz Annur Sidamulih

PonPes Tahfidz Annur merupakan pondok pesantren yang berdiri

karena perjalanan seorang santri dari Desa Sanggreman Kecamatan Rawalo

yang disegani karena ketegasan dan kedermawanannya, beliau adalah Kyai

Muhammad Rokhiban Almufti Al-Hafidz, atau lebih familiar dengan sebutan

Paguru Rokhiban. Sebagai tokoh desa yang sangat disegani dan dermawan,

beliau tidak segan-segan mengajak masyarakatnya untuk melaksanakan sholat

lima waktu, Tidak hanya sampai disini, melalui istigosah rutinanpun diadakan

untuk masyarakat Desa Sidamulih, beliau juga berupaya mengentaskan

ekonomi masyarakat sekitar yang olehnya juga digunakan sebagai media

menyebarkan dakwah keislaman dan beliau juga seringkali menjadi

penceramah di setiap masyarakat yang ada hajatan seperti walimatul khitan,


55

walimatul ‘arsy, tahlil kematian dan masih banyak lagi. Selain sebagai tokoh

desa, beliau juga dikenal sebagai tokoh agama (Kyai) yang memiliki banyak

santri penghafal al-Qur’an dan kebanyakan dari santri adalah pendatang-

pendatang jauh, dengan adanya pondok pesantren tahfidz Annur mampu

memberikan kehangatan dimasyarakat sekitar dengan sering sekali lantunan

lantunan solawat dan tadarus dirutinkan di pondok pesantren tahfidz annur

karena sudah banyak dari santri yang sudah menghatamkan hafalan 30 juz

dengan lancar, dikarenakan fokus target khatam dalam jangkauan waktu.

Sedangkan Kyai Muhammad Rokhiban Al Mufti Al Hafidz terkenal sebagai

tokoh yang dekat dengan para ulama.1

Kyai Muhammad Rokhiban Al Mufti Al Hafidz merupakan sosok

ulama yang dilahirkan pada tanggal 23 Mei 1977, di desa Sanggreman,

Rawalo, merupakan putra dari kekasih Allah yakni, Bpk Abdul Rouf dan Ibu

Painah.

Kyai Muhammad Rokhiban Al Mufti Al Hafidz menempuh

Pendidikan formalnya di PonPes Madrijul ‘Ulum yang terletak di Cilegon,

Serang selama 1 tahun. Selama itu juga beliau menghafal al-Qur’an di Pondok

Pesantren Al Inayah di Banten Lama selama 2 Tahun dan Madrijul ‘Ulum.

Selanjutnya genap di usianya yang ke 23 tahun, beliau merantau dan menimba

ilmu di pondok pesantren Madrijul ‘Ulum dan Pondok Pesantren Al Inayah,

Beliau berguru pada Abah Luzaini Tohir dan Abah Sibromalisi. Singkat

cerita, sepulangnya Kyai Muhammad Rokhiban Al Mufti Al Hafidz menimba

1
Wawancara langsung dengan santri ndalem Beliau, Khoreul Anwar (santri ndalem),
pada minggu, 14 Agustus 2022 pukul 21.30.
56

imu dari pondok pesantren Madrijul ‘Ulum dan Pondok Pesantren Al Inayah,

beliau ingin membangun sebuah Pondok Pesantren tempat untuk mengaji dan

menghafal al-Qur’an.

Berbekal keyakinan dan ilmu agama yang sangat kuat yang diperoleh

Kyai Muhammad Rokhiban Al Mufti Al Hafidz, mulailah sosok Kyai

Muhammad Rokhiban Al Mufti Al Hafidz berkiprah menyongsong

kemasyarakatan dan dakwah Islamiyah dengan mewujudkannya melalui

perhatiannya yang tercurah pada perjuangan kemasyarakatan, dakwahdan

pendidikan. Gelar Muhibbin juga disandangkan kepada beliau, hal ini

dikarenakan beliau adalah orang yang senang dekat dan bergaul dengan para

ulama.1

Selain itu, suri tauladan Kyai Muhammad Rokhiban Al Mufti Al Hafidz

dapat kita lihat dari dorongan dan didikan nyata yang senantiasa diberikan

khususnya kepada keluarga, anak dan cucunya juga kepada masyarakat

sepenuhnya tentang penting nya kebersamaan, gotong royong, etos kerja, usaha

ekonomi dan perdagangan. Terbukti dengan keberadaan kolam ikan yang

berada disekitaran pondok pesantren tahfidz annur yang terdapat banyak ikan

setiap tahunnya sehingga mampu dibagi sebagian hasil untuk masyarakat.2

Sikap beliau terhadap pesantren dan dakwah adalah salah satu contoh

nyata dan langka. Putra beliau sudah dikenalkan dan diwajibkan ngaji di

pesantren sejak usia dini, beliau mempunyai kebiasaan memberi bekal (biaya,
1
Wawancara langsung dengan santri ndalem Beliau, Khoreul Anwar (santri ndalem),
pada minggu, 14 Agustus 2022 pukul 21.30.
2
Wawancara langsung dengan santri ndalem Beliau, Khoreul Anwar (santri ndalem),
pada minggu, 14 Agustus 2022 pukul 21.30.
57

sangu, uang, beras, kitab) kepada siapa saja yang hendak menimba ilmu

dipesantren bahkan belakangan diketahui banyak tokoh dan kiai-kiai para

alhafidz-alhafidz Banyumas maupun Cilacap yang sampai saat ini masih

berjalanan rutinan sema’an al-Qur’an. Hal ini adalah rasa cinta terhadap al-

Qur’an.

Kyai Muhammad Rokhiban Al Mufti Al Hafidz, baik pula dengan KH.

Ulul Albab Al Hafidz Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda Pesawahan

Rawalo Banyumas beliau juga adalah guru tahfidz di Pondok Pesantren

Miftahul Huda Pesawahan. Hubungan dengan kiai-kiai di daerahnya ia rajut

dengan penuh hangat silaturrahim bahkan pada akhirnya beliau Kyai

Muhammad Rokhiban Al Mufti Al Hafidz ikut andil dalam mengajar dipondok

pesantren Miftahul Huda Pesawahan.1

Dengan izin dan rahmat Allah, didampingi dan diikuti juga oleh beberapa

teman-temannya dari pesantren yang ikut serta mengajar di pondok pesantren

tahfidz Annur sidamulih guna melanjutkan belajar mengaji setelah mengajar

dipondok pesantren.

Mengingat karna Pondok Pesantren Tahfidz Annur di Sidamulih masih

baru atau dalam kondisi yang belum maksimal sehingga dengan kepengurusan

masih berjalan apa adanya sampai sekarang.

Namun Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih terus berkembang

pesat dalam pembangunan dan terus menambahnya santri-santri putra maupun

putri dari banyaknya anak yang mendaftar dari anak-anak MI karena yang
1
Wawancara langsung dengan beliau kiai Rokiban Al mufti Al Hafidz, pada minggu, 15
Agustus 2022 pukul 16.30.
58

dekat denah lokasinya dengan Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih

Rawalo Banyumas.

Adapun beberapa kasus yang sering terjadi di Pondok Pesantren Tahfidz

Annur Sidamulih Rawalo Banyumas sebagai bukti adanya pengaruh psikologis

bagi pendengar dan pembaca ayat-ayat al-Qur’an, bahkan menjadikan hal

tersebut sebagai salah satu aspek kemukjizatannya. Memang tidak dapat

disangkal bahwa ayat-ayat al-Qur’an mempunyai pengaruh psikologis terhadap

orang yang beriman. Hal ini secara tegas telah dinyatakan al-Qur’an yang

berbicara tentang sifat-sifat orang mukmin, yaitu:

‫اد ْت ُه ْم اِيْ َمانًا َّو َع ٰلى َربِِّه ْم‬ ٰ


ْ َ‫ت ُقلُ ْو ُب ُه ْم َواِذَا تُلِي‬
َ ‫ت َعلَْي ِه ْم ٰا ٰيتُهٗ َز‬ ْ َ‫نَّ َما ال ُْمْؤ ِم ُن ْو َن الَّ ِذيْ َن اِذَا ذُكِ َر اللّهُ َو ِجل‬

َ‫َيَت َو َّكلُ ْو ۙن‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang

apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan

ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada

Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Q.S. Al-Anfal [8]:2)1

Mengulang-ulang bacaan ayat al-Qur’an menimbulkan penafsiran baru,

pengembangan gagasan, dan menambah kesucian jiwa serta kesejahteraan

batin.2 Praktik pemaknaan al-Qur’an yang berkembang di pondok pesantren

Thafidz Annur Sidamulih tidak mengacu pada pemahaman atas pesan

tekstualnya, tetapi berlandaskan anggapan adanya fadhilah dari unit-unit

1
M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1997),hlm. 234.
2
M. Quraish Shihab, Wawancara Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2013),hlm. 3-6.
59

tertentu teks al-Qur’an, bagi kepentingan praktis kehidupan keseharian umat.1

Dengan berinteraksi terhadap al-Qur’an menghasilkan pemahaman dan

pengalaman. Pengalaman bergaul dengan al-Qur’an ini meliputi bermacam-

macam bentuk kegiatan, misalnya membaca, memahami, dan menafsirkan,

berobat, dan mengusir makhluk halus.2 Salah satu praktik berinteraksi dengan

al-Qur’an dapat kita saksikan di Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih

Rawalo Banyumas Jawa Tengah yang mengamalkan surah dalam al-Qur’an

dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu contohnya adalah dalam praktik Istighosah Yamisda al Ihsan

Jampes3 yang dirutinkan setiap malam rabu manis didalam masjid PonPes

maupun masjid warga sekitar yang terdiri dari berbagai jama’ah setiap

masyarakat desa desa maupun santri santri dan setiap kegiatan akan

berlangsung setiap masing-masing jama’ah membawa sebuah air dengan

berbagai alat wadah air yang bermacam-macam ada yang menggunakan aqua

botol, galon mini, galon besar, cangkir, dll. Kegunaan barang-barang tersebut

yakni sebagai media permohonan do’a hajat masing-masing jama’ah yang

mengikuti kegiatan istighosah tersebut kemudian bukan hanya itu masih

banyak lagi antara lain sebagai media penyembuh medis maupun non medis

seperti contoh medis yaitu sakit kepala sakit perut yang tak kunjung sembuh

1
M.Mansyur dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an &Hadits (Yogyakarta: TH-
Press,2007),hlm,4-5.
2
Muhammad Chirzin, Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur’an
dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits (Yogyakarta: TH Press, 2007),hlm,11.
3
KH. Abd Malik Ihsan Jampes selaku shohibul ijazah isthighotsah “YAMISDA” Diakses
dari https://anchor.fm/rifaunnaim/episodes/ISTIGHOSAH-YAMISDA-AL-IHSAN-JAMPES-
KEDIRI-eigr8n
60

dan lain lain ada juga yang non medis seperti kerasukan makhluk gaib atau

terkena guna-guna dari orang jahat, dari PonPes ini sudah memberikan

penyembuhan dari beberapa pasien-pasien yang paling banyak karena

gangguan serangan dari Jin sehingga banyak masyarakat yang meyakini

dengan adanya kegiatan yang qur’ani di pondok pesantren tahfidz annur

mampu menjadi pusat keamanan bagi warga sekitar maupun luar sekitar,

sehingga keberadaan PonPes sangat diakui dan masyarakat antusias terhadap

pondok pesantren tahfidz annur sidamulih. Kemudian masyarakat dan santri-

santri tahfidz Annur Sidamulih sudah sering menjalankan rutinan tadarus al-

Qur’an atau Rutinan Simakan al-Qur’an Minggu Wagean pada waktu pagi

dengan tujuan untuk penyembuhan atau obat bagi yang membaca al-Qur’an

maupun yang menyimak simakan al-Qur’an yang mampu juga memberikan

ketenangan dan kekuatan energi positif darinya.

Adapun fenomena yang lain yaitu yang terbuka dalam kegiatan Pondok

Pesantren Setiap Jum’at melainkan peristiwa membentuk perkumpulan

Musabaqah Tilawatil Qur’an yang pesertanya adalah santri-santri yang

pastinya menambahnya antusias seseorang terhadap kemuliaan al-Qur’an.

Dengan mempelajari al-Qur’an dengan membaca, menulis, dan melagukan

dengan irama-irama seperti bayyati, hijaz, nahawan, qoror dan lain sebagainya

yang menjadikan nuansa al-Qur’an menjadi sangat bagus sehingga mampu

menjadikan masyarakat desa sekitar pondok pesantren tahfidz annur mau

mempelajarinya karena ingi tahu apa saja keunikan-keunikan al-Qur’an yang

terjadi di PonPes Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas, Adapun


61

peristiwa yang selanjutnya yaitu merutinkan jama’ah masjid maupun dengan

santri putra putrinya merutinkan setiap malam jum’at yaitu membacakan surat

yasin dan membaca Bersama dengan nada murrotal dengan target yang dibaca

adalah satu halaman al-Qur’an setiap pertemuannya yang sudah berjalan

sehingga sebentar lagi khataman yang tradisinya setelah khatam akan diadakan

slametan atau syukuran dengan warga sekitar masing-masing membawakan

makanan-makanan yang dihidangkan setelah khataman untuk menambah

Hasrat cinta terhadap al-Qur’an. Adapun peristiwa yang lain yaitu merutinkan

jama’ah masjid maupun dengan santri putri putri tahfidz annur setiap malam

minggu yaitu membaca maulid al-barjanji atau bersholawat untuk menyanjung

beliau Nabi Besar Muhammad SAW, yang seringkali diikuti oleh masyarakat

warga sekitar karena dengan adanya kegiatan-kegiatan positif di pondok

pesantren membuat masyarakat tertarik ingin mengikutinya serta santri-

santripun antusias juga dengan memukul alat seadanya yang membuat suasana

bersholawat menjadi sangat meriah dan menjadikan semangat yang luar biasa

dalam mempelajari adanya ilmu-ilmu keislaman, terutama dalam bidang al-

Qur’an dan melestarikan tradisi yang bersifat islami.

Studi al-Qur’an dan tafsir selalu mengalami perubahan seiring dengan

perkembangan ilmu yang dipandang sebagai ilmu bantu bagi Ulumul Qur’an

seperti Linguistik, Hermenutika, Sosiologi, Antropologi, dan Komunikasi. Hal

ini terkait dengan objek penelitian kajian al-Qur’an itu sendri. Secara garis

besar, gendre dan obyek penelitian al-Qu’an dapat dibagi menjadi tiga bagian:
62

1. Penelitian teks al-Qur’an sebagai obyek kajian hal ini, teks al-Qur’an diteliti

dan dianalisis dengan metode dan pendekatan tertentu, sehingga peneliti

dapat menemukan sesuatu yang diharapkan dari penelitiannya. Amin al-

Kulli menyebut penelitian ini dengan istilah dirasat mafi an-nas.

2. Penelitian yang mempetakan hal-hal di luar teks al-Qur’an namun berkaitan

dengan kemunculannya sebagai obyek kajian. Penelitian ini disebut al-Kulli

dengan dirasat ma haula al-Qur’an (studi tentang apa yang ada disekitar

teks al-Qu’an).

3. Penelitian yang menjadikan pemahaman terhadap teks al-Qur’an sebagai

objek penelitian. Sejak zaman Rasulullah hingga sekarang al-Qur’an

dipahami dan ditafsirkan oleh umat islam, baik secara keseluruhan, maupun

hanya bagian-bagian, dan secara mushaf maupun tematik.

4. Penelitian yang memberikan perhatian pada respon masyarakat terhadap teks

al-Qur’an dan hasil penafsiran seseorang. Termasuk dalam pengertian

respon masyarakat adalah resepsi mereka terhadap al-Qur’an dapat ditemui

dalam kehidupan sehari-hari, seperti pentradisian bacaan surah atau ayat

tertentu pada acara seremoni social keagamaan tertentu. Sementara itu,

resepsi social terhadap penafsiran terjelma di lembagakannya bentuk

penafsiran tertentu dalam masyarakat, baik dalam skala besar maupun kecil.

Teks al-Qur’an yang hidup dimasyarakat itulah yang disebut dengan Living

Qur’an, sementara pelembagaan hasil penafsiran dalam masyarakat disebut

Living Tafsir.
63

Jika kita cermati, bahwa al-Qur’an terjalin sangat erat di kalangan

Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih. Mereka berpandangan al-

Qur’an bukan hanya sebagai kitab suci yang harus dipercaya secara teologis,

tetapi juga sebagai kitab suci yang sesuai dengan kebutuhan agama-sosial-

budaya mereka. Karena itu, al-Qur’an bukan hanya tentang apa yang al-

Qur’an katakana kepada orang beriman, melainkan juga tentang apa yang

dilakukan santri maupun warga sekitar PonPes secara aktif.

Berdasarkan temuan di lapangan bahwa ada dua kategori Resepsi al-

Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas

dalam meresepsikan al-Qur’an yaitu:

1. Resepsi Eksegesis terhadap al-Qur’an

Keberadaan al-Qur’an dalam pandangan masyarakat Desa Sidamulih

mendapat sambutan positif. Sambutan ini terlihat tatkala santri dan warga

desa Sidamulih mampu meresepsikan al-Qur’an secara eksegesis; yaitu al-

Qur’an dibaca, dipahami dan diajarkan, salah satu indikasi konkrit kea rah

resepsi eksegesis tersebut yaitu adanya pembelajaran al-Qur’an sejak usia

dini baik itu di rumah yang diajarkan langsung oleh orang tua masing-

masing maupun di masjid melalui Lembaga taman Pendidikan al-Qur’an

sekalipun di PonPes Tahfidz Annur Sidamulih.

Al-Qur’an diajarkan dengan cara diperkenalkan huruf-huruf hijaiyah

terlebih dahulu oleh guru ngaji ataupun guru agama. Selanjutnya belajar

membaca al-Qur’an sampai ada yang menamatkan bacaan al-Qur’an.

Dewasa ini masyarakat meresepsikan al-Qur’an dengan berbagai model,


64

yaitu membaca rutin mulai dari halaman pertama dalam al-Qur’an dan ada

pula yang membaca surah-surah tertentu saja yang terdapat di dalam al-

Qur’an. Selain itu ada juga yang menerima bacaan al-Qur’an melalui

pendengaran, yaitu dengan mendengarkan audio, youtube dan dari toa

masjid ketika hendak memasuki waktu shalat terutama maghrib.

Pembacaan aktif al-Qur’an oleh masyarakat setempat dan para santri-

santri adalah tindakan penerimaan terhadap teks itu sendiri. Penerimaan

dalam istilah generic berarti tindakan menerima sesuatu. Adapun teks tidak

selalu di identikan dengan tulisan yang tertera dalam sebuah kertas akan

tetapi juga merupakan bacaan yang di lafalkan.

2. Resepsi Fungsional terhadap al-Qur’an

Santri Annur dan Warga Sidamulih, dalam praktik kehidupan sehari-

hari selain meresepsi al-Qur’an secara eksegesis, santri Annur dan warga

Sidamulih meresepsikan al-Qur’an secara fungsional dimana kehadiran al-

Qur’an dijadikan sebagai benda yang mempunyai kekuatan megic. Surah

atau ayat-ayat al-Qur’an apabila dibaca secara rutin dan konsisten, baik

waktu dan tempatnya maka akan mendatangkan keamanan, ketentraman,

dan segala usaha, baik perkebunan, persawahan, dan peternakan akan

Makmur dan menghasilkan.

Selain resepsi eksegesis dan fungsional, di lapangan peneliti juga

menemukan beberapa bentuk fenomena yang lain yang tidak termasuk

dalam teori penelitian, yaitu: Pertama, tabarruk yaitu mengambil berkah

dari sesuatu yang dibaca. Ketika membaca beberapa ayat atau surah dari al-
65

Qur’an, beberapa dari santri dan warga pembaca mengambil berkah dari

keutamaan al-Qur’an yang dibaca.

Adapun istilah tabarruk berasal dari kata baraka yang sama maksudnya

dengan kata barakah. Barakah sering di definisikan sebagai kekuatan yang

penuh dengan kebaikan, berasal dari Allah yang membuahkan berlimpahnya

keberkahan dalam lingkungan fisik (material) dan kemakmuran serta

kebahagiaan dalam tataran psikis (spiritiual). Keberkatan, Keberuntungan

atau Keselamatan adalah nikmat yang diberikan Tuhan.1

Kedua, suatu bentuk kepatuhan terhadap tradisi. Responden memahami

dan meyakini bahwa tradisi yang mereka amalkan seperti slametan atau

syurukuran membuat tumpeng adalah mengikuti dari ajaran orang-orang

terdahulu. Berdasarkan hal tersebut, penulis menyimpulkan bahwa

masyarakat di daerah tersebut masih mematuhi terhadap ajaran nenek

moyang mereka. Ajaran-ajaran dari orang terdahulu memang bertujuan agar

generasi berikutnya tetap melaksanakan dan melanjutkan ajaran tersebut.

Oleh karena itu, kegiatan ritual tersebut diajarkan dan dibiasakan di

masyarakat Desa Sidamulih.

Ketiga, Tafa’ul dengan suara dan kalimat dalam al-Qur’an. Tafa’ul

bagian ini dapat dipahami bahwa dengan membaca dan mendengar firman

Allah dapat mendatangkan kekuatan spiritual, ketenangan jiwa, kejernihan

pikiran. Hal ini berdasarkan hadis nabi yang menjelaskan bahwa al-Fa’l

adalah perkataan baik yang kalian dengarkan.2 Berdasarkan hasil


1
Asmaran, “Membaca Fenomena Ziarah Wali di Indonesia: Memahami Tradisi Tabarruk
dan Tawassul”,hlm,179.
2
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Vol. 7, 135.
66

wawancara dari penelitian ini, ada beberapa bagian yang termasuk dalam

kategori tafȃ`ul dengan suara dan kalimat dalam al-Qur`an seperti

pengharapan akan sesuatu yang baik dari masyarakat melalui pembacaan

surah-surah tertentu. Tentu saja hal ini termasuk kepada tafȃ`ul dari

sesuatu yang dibaca atau ayat dan surah dari al-Qur`an. Demikian ini

adalah tafȃ`ul terhadap kalimat dalam al-Qur`an.

Tafa’ul berasal dari kata al-fa’l yang merupakan lawan kata dari al-

Shu’m artinya nasib atau alamat baik. Sedangkan tafa’ul sendiri artinya

adalah pengharapan nasib baik atau mengaharap sesuatu yang baik.1

Kajian ini disebutkan sebagai sebuah tafa’ul karena hasil data yang

dikumpulkan sangat banyak menunjukkan kepada perbuatan yang

mengambil pertanda baik dari ayat al-Qur’an yang dibaca. Adapun makna

tafa’ul sendiri yang dijelaskan oleh Imam Al-Mawardi adalah suatu

prasangka baik untuk menghasilkan suatu nasib yang baik pula.2

1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, 1029.
2
Amȋn bin ‘Abdullah Al-Shaqȃ wi, al-Fa`l wa Ḥusnu al-Ẓann bi Allȃh (bi al-
Lughah al- Indȗnisiyyah), terj. Abu Umamah Arif Hidayatullah. IslamHouse.com, 2013.4.
67

B. Struktur Kepengurusan Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih

PENGASUH
Kyai Muhammad
Rokhiban Almufti
Alhafidz

KETUA/LURAH
Bpk Mawardi

SEKRETARIS BENDAHARA
Mba Afifah Nur Fatin Ibu Siti Maslahah

Penanggung Jawab KEAMANAN


Bpk Mawardi Bpk Saefudin

USTADZ

1. Khoerul Anwar
2. Suhendi Apriansyah
3. Muhammad
Taujihan

C. Jadwal kegiatan di Pondok Pesantren Tahfidz Annur


Sidamulih

Waktu Kegiatan

No
Subuh Sholat Subuh Jama’ah
1.
2. Dluha Sholat Jama’ah Dluha
Sholat jama’ah dzuhur,
3. Dzuhur
sorogan al- Qur’an

Sholat jama’ah ‘asar


4. ‘Asar
68

Sholat jama’ah maghrib, Solat


5. Maghrib
Hajat, Sholawat, Setoran Al
Dan Hajat
Qur’an
Sholat jama’ah isa’, Ngaji :
6. Isa’
Bulughul Marom.

D. Rincian kegiatan santri Pondok Pesantren Tahfidz


Annur Sidamulih

Waktu Aktivitas
No.

03.30-04.30 Sholat Tahajud


1.

04.30-05.00 Sholat subuh berjamaah


2.

E. Kehadiran Peneliti di lokasi penelitian

Dalam penelitian kualitatif, kehadiran dari peneliti di lokasi penelitian

sangatlah berarti. Maka dari itu butuh kehadiran yang berulangkali sehingga

mampu untuk benar-benar menggali hal-hal yang terkait dengan penelitian.

Berikut daftar kehadiran penelitian di lokasi penelitian:

Tabel 1
Tabel Daftar Kehadiran Peneliti di Lokasi
Penelitian
69

No. Hari, tanggal Keterangan


1. Sabtu, 20 Agusts 2022 Izin kepada Pengasuh PP.
Tahfidz Annur Sidamulih untuk
melakukan penelitian
2. Rabu, 24 Agustus 2022 Wawancara dengan warga sekitar
3. Selasa, 20 September 2022 Wawancara dengan Ibu Nyai Siti
Maslahah
dan warga sekitar
4. Kamis, 13 Oktober 2022 Wawancara dengan santri tingkat
SD dan
MTs
5. Senin, 21 November 2022 Gagal bertemu Ibu Nyai,
wawancara dengan
warga sekitar
6. Selasa, 22 November 2022 Gagal bertemu Ibu Nyai,
wawancara dengan
warga sekitar
7. Rabu, 23 November 2022 Wawancara dengan santri Putri
8. Jum’at, 25 November 2022 Wawancara dengan santri tingkat
MA dan
yang sudah lulus MA

Penelitian ini berlokasi di Pondok Pesantren Tahfidz Annur yang berada

di Desa Sidamulih, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. Adapun batas

wilayah pondok, meliputi: sebelah timur, jalan raya dan warga sekitar; sebelah

utara, warga sekitar; sebelah barat, persawahan; dan sebelah selatan, rumah

warga, irigasi dan perbatasan desa Pesawahan. Pondok Pesantren Tahfidz

Annur cabang dari Tpq (Taman Pendidikan al-Qur’an).

Pemilihan lokasi ini berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara

yang telah memperlihatkan bahwa adanya kegiatan tahfidz Al Qur’an yang

diikuti oleh remaja, dewasa bahkan anak-anak dibawah usia 12 tahun, yang

selama ini jarang terlihat di Pondok Pesantren lainnya. Karena mayoritas, Para

penghafal Al Qur’an pada umumnya yaitu remaja diatas 12 tahun.


70

Data mengenai sejarah berdirinya Pondok Pesantren Tahfidz Annur serta

berbagai hal terkait sarana prasarana serta kegiatan santri sehari-hari dapat

hasil wawancara terhadap pengasuh Pondok Pesantren. Sedangkan mengenai

teknis pelaksanaan tahfidz Al Qur’an akan dapat diperoleh dari guru tahfidz Al

Qur’an. Dan santri yang ikut program menghafal Al Qur’an akan menjadi

sumber utama untuk memperoleh data-data terkait rumusan masalah yang

diajukan dalam penelitian ini.

Wawancara merupakan proses interaksi komunikasi yang dilakukan

setidaknya antara dua orang, atas dasar kebersediaan dana dalam setting

ilmiah, yang melakukan pembicaraan dengan tujuan yang telah ditetapkan

dengan mengedepankan kepercayaan.1 Sedangkan menurut Mattew dan Ross,

observasi merupakan metode pengumpulan data melalui panca indra, dan

dalam keadaan alami, observasi adalah melihat fenomena sosial di dunia

nyata dan merekan kejadian yang terjadi. 2 Dan dokumentasi berarti

menganalisis data-data berupa dokumen yang terkait dengan penelitian.

Adapun proses pemerolehan data yang telah dilakukan selama

penelitian yaitu, waawancara terhadap pengasuh serta santri Pondok

Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih yang melakukan program menghafal Al

Qur’an. Observasi secara mendalam dan menyeluruh pada semua aspek yang

terkait dengan penelitian. Serta dokumentasi saat peneliti mendapat dokumen-

1
Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi dan Fokus Group: Sebagai instrument
Penggalian Data Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013),hlm. 31.
2
Ibid.,129.
71

dokumen resmi maupun non resmi yang terkait dengan lokasi dan kajian

penelitian.

F. Wawancara dengan Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Annur

Sidamulih Rawalo Banyumas

Berdasarkan hasil wawancara peneliti berkomuniksi langsung dengan

pengasuh pondok pesantren Tahfidz Annur Sidamulih untuk meneliti tentang

Resepsi al-Qur’an di pondok pesantren, Pertanyaan pertama yang peneliti

wawancarakan adalah berdirinya Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih

Rawalo Banyumas. Adapun Awal Berdirinya Pondok Pesantren Tahfidz Annur

itu awalnya hanya sebuah TPQ Annur dari santri yang awalnya hanya satu

menjadi 3 menjadi 15 menjadi 25 dan sampai kepada 125 anak dilanjutkan

dengan program untuk membuat pesantren akhirnya terjadilah pesantren

tahfidz Annur di tahun 2017 awal berdirinya pondok pesantren tahfidz Annur.

Awal mulanya Pendirian Pondok Pesantren Tahfidz Annur ini adalah

sebuah cita-cita dari seorang santri yang sudah menghafal Al-Qur’an dengan

lancer yang didirikan oleh Kiai Muhammad Rokiban Almufti Alhafidz yang

dibantu oleh istri Kiai kemudian juga dibantu oleh teman dan sodara kiai.

Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih hanya

memakai kamar-kamar sederhana awalnya untuk menampung santri adalah

kamar di atas taman atau kolam karna tempatnya di sawah yang sudah ada
72

tempat kolamnya maka ditempatkan dikamar diatas kolam, kamar sederhana

pake kayu dan sekarang akhirnya melebar menjadi bangunan permanen dan

sampai saat ini sudah ada bangunan lantai dua dan juga ada masjid yang

permanen. Tujuannya dengan adanya Pondok Pesantren Tahfidz Annur

Sidamulih yaitu ingin berusaha mencetak santri-santri atau generasi penerus

bangsa menjadi generasi yang berakhlakul karimah atau yang di dasari oleh

ilmu al-Qur’an atau menjadi santri yang Qur’ani.1

J. Wawancara dengan Santri Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih

Rawalo Banyumas

Berdasarkan wawancara dengan santri Tahfidz Annur untuk meneliti tentang

Resepsi al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Annur tersebut peneliti

menemukan santri yang berintelektual tinggi yaitu Suhendi Apriyansyah yang

berasal dari purwakarta saya mulai mondok dari tahun 2019 di Pondok

Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas.

Adapun anjuran praktik membaca, menghafalkan dan menulis al-Qur’an di

Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas yaitu yang

Pertama Praktik membaca al-Qur’an yang mengajarkan itu dari beliau pak kiai

Muhammad rokhiban almufti alhafidz beserta ustadz ustadzah kemudian

menulis dari ustadz ustadzah yang mempunyai bakat dari pendidikannya. Sejak

membaca dan menghafalkan atau menulis al-Qur’an diresepsikan di pondok

pesantren tahfidz annur sidamulih yaitu sebelum berdirinya pondok sudah ada

1
Wawancara dengan pengasuh pondok pesantren Tahfidz Annur, oleh Kiai Muhammad Rokiban
Almufti Alhafidz, Sidamulih 20 Desember 2022.
73

program pembelajaran membaca dan menulis al-Qur’an di TPQ Annur dan

untuk menghafalkan itu sudah mulai sejak dari berdirinya pondok pesantren

tahfidz Annur sidamulih rawalo banyumas. Kemudian praktik membaca

menghafalkan dan menulis di pondok pesantren tahfidz annur dimulai di anak-

anak TPQ di bawah 12 tahun yang dimulai di iqra’ dan ketika sudah sudah

lancer membaca dianjurkan untuk belajar membaca al-Qur’an dan menulis

yang diajarkan oleh ustadz ustadzah dan ketika bacaanya sudah selesai atau

sempurna maka dilanjutkan untuk tahfidz atau menghafalkan al-Qur’an pada

beliau kiai Muhammad rolhiban almufti alhafidz. Kemudian makna resepsi

membaca, menghafalkan atau menulis dari santri memberikan jawaban yang

sangat mulia sekali yaitu makna dari membacakan dan menulis dengan

mentadaburi ayat-ayatnya supaya mengerti atau makna dari al-Qur’an serta

memikirkannya supaya mendapatkan berkah dan kebaikkan yang ada dalam al-

Qur’an karna menyandang kemanfaatan dunia dan akherat.

Harapan dan tujuannya yang ingin dicapai dalam praktik membaca,

menghafalkan dan menulis yaitu untuk mendalami pembelajaran dalam

membaca, menulis, dan menghafalkan al-Qur’an supaya bias mengerti dan

untuk lebih memahami labih dalam dan bisa membanggakan keluarga dan

harapannya kalo bisa menghafalkan 30 juz dengan lancar santri bisa

memberikan manfaat kepada orang lain dan mampu menghadiahkan mahkota

kepada ke dua orang tua di syurga firdausnya alloh, Hal-hal yang telah

disampaikan dalam wawancara dengan santri yaitu jawaban yang sangat


74

menjadikan motivasi untuk santri yang lain sehingga menambahkan antusias

atau semangat santri untuk menghafal dan mempelajari Al-Qur’an.1

1
Wawancara dengan santri pondok pesantren Tahfidz Annur, oleh Suhendi Apriansyah,
Sidamulih 20 Desember 2022.
75

BAB IV

MAKNA RESEPSI AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN TAFHIDZ

ANNUR SIDAMULIH RAWALO BANYUMAS

A. Pemahaman Santri terhadap Resepsi Al-Qur’an Di Pondok Pesantren

Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa peneliti menganalisis bentuk resepsi

di Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih yang diterapkan dalam teori

resepsi yaitu teori yang mengkaji tentang hubungan antara masyarakat dengan

pengetahuan. Dari beberapa pernyataan narasumber melalui dokumentasi

materi wawancara maka penulis membagi dua bentuk sifat pemaknaan, yaitu

yang mengetahui dan tidak mengetahui.

Pemahaman santri terhadap Resepsi al-Qur’an di Pondok Pesantren

Tahfidz Annur Sidamulih yang diaplikasikan oleh santri maupun warga

masyarakat sebagai pedomannya dalam media pembelajarannya seperti

membaca, menulis maupun menghafalkannya sehingga untuk menjadi media

pengobatan. Hal ini dikarenakan oleh santri dijadikan sebagai bentuk

kepatuhan terhadap syariat agama. Seperti yang telah diungkapkan sebagian

santri Tahfidz Annur Sidamulih seperti ini:

“yang saya pahami dari resepsi al-Qur’an adalah pada intinya diwajibkan

bagi kaum mukminin untuk belajar dan mengajar terhadap kitab suci al-Qur’an

karena termasuk pedoman bagi kehidupan”


76

Peneliti merupakan santri yang tergolong santri rajin membaca dan menulis

atau menghafal al-Qur’an. Pernyataan diatas merupakan santri yang memiliki

intelektual yang kritis. Adapun pernyataan tambahan dari santri atau warga

sekitar PonPes Tahfidz Annur Sidamulih yang tergolong milenial menyebutkan

seperti ini:

“Saya memahami dari makna al-Qur’an itu adalah penjelasan-penjelasan

yang sering diberikan oleh para ustadz ustadzah di media online maupun

offline tentang ilmu keagamaan Islam seperti contoh qiro’ah dan murrotal

maupun pengajian.”

Dari ungkapan beberapa narasumber diatas, pemahaman para santri

maupun warga terhadap resepsi al-Qur’an memiliki kesamaan. Disini penulis

menganalisis bahwa jika melihat dan menyimpulkan dari jawaban banyaknya

santri dan warga sekitar pondok, maka peneliti mengumpulkan menjadi

beberapa kelompok, ada yang sudah paham tentang resepsi al-Qur’an dan ada

juga yang hanya mengikuti sesuai apa yang dilihatnya. Dibawah ini adalah

respon dari beberapa santri dan warga sekitar Pondok Pesantren Tahfidz Annur

Sidamulih Rawalo Banumas.

Untuk ungkapan jawaban dari salah satu santri yang tergolong sudah

paham dan tahu adanya resepsi al-Qur’an seperti ini:

“Adanya resepsi al-Quran itu berarti kita untuk mempelajari dengan

membaca menulis maupun menghafalkannya. Dari segi perilaku kita penting

menganut dengan pelajaran yang ada di al-Qur’an berarti harus memiliki

tingkah laku yang baik tidak semena-mena, dengan kata lain itu tidak bar-bar.
77

Sedangkan dari segi pemakaian, jangan asal memakai al-Qur’an namun ada

tata caranya yang baik dan benar.”

Ungkapan tersebut merupakan jawaban dari santri yang sudah lawaz di Pondok

Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas, sekaligus santri yang

sudah berposisi sebagai lurah di pondok pesantren Tahfidz Annur. Adapun

respon dan tanggapan yang disampaikan oleh beberapa warga yang sering

mengikuti kegiatan di pondok yang masih belum tau adanya resepsi al-Qur’an

seperti ini:

“Saya tidak tahu bahwa ada makna yang melekat dibalik pembelajaran al-

Qur’an, tapi saya hanya mengikuti yang lain saja hanya mempelajari cara

membaca dan menghafalkannya tidak memahami ap aitu makna dari pada al-

resepsi Qur’an karena yang terpenting saya sudah mempelajari al-Qur’an.”

Jawaban diatas adalah jawaban dari warga yang sebelumnya belum pernah

mondok dan hanya mengikuti kegiatan saja yang juga mempunyai kesamaan

dalam tanggapan mereka terkait memahami tentang resepsi al-Qur’an.

Setelah penulis menjabarkan dari sifat-sifat tersebut, maka penulis juga

menganalisis menggunakan teori resepsi, sehingga memunculkan pembahasan

dari pemaknaan narasumber, jika menggunakan tteori resepsi, maka dapat

tergbagi menjadi teori objektif yaitu makna yang ditemukan oleh konteks sosial

dimana tindakan tersebut berlangsung. Maka objektif dapat juga diartikan

sebagai makna yang berlaku universal dan diketahui secara universal.

Dari keterangan diatas, dapat dikatakan bahwa pemahaman resepsi al-

Qur’an oleh santri maupun warga sekitar Pondok Pesantren Tahfidz Annur
78

Sidamulih Rawalo Banyumas sudah bias dikatakan banyak yang

memahaminya dan mengaplikasikannya, walaupun ada yang belum terlalu

paham tetapi perbandingannya lebih sedikit.

B. Makna Resepsi Di Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo

Banyumas

Dalam sub bab ini, penulis akan memfokuskan mengenai pemahaman para

santri terhadap makna resepsi al-Qur’an. Selanjutnya, disini penulis mengambil

objek penelitian (sumber penelitian). Sumber data primer dalam penelitian ini

yaitu santri dan warga sekitar Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih

Rawalo Banyumas, yang mana peneliti ingin mengungkapkan pemahaman

santri terhadap penjelasan tetang resepsi al-Qur’an, serta factor yang

melatarbelakangi munculnya pembelajaran membaca, menulis dan

menghafalkan al-Qur’an yang di asumsi oleh orang banyak.

Berdasarkan wawancara langsung kepada santri maupun warga sekalian

yang berisi 3 pertanyaan, yang terbagi pada beberapa peran orang. Dari sekian

banyak orang dari santri maupun warga yang diteliti ada 10 santri putra dan

putri atau ada beberapa warga sekitar pondok yang tidak tahu.

Mempelajari al-Qur’an adalah termasuk satu langkah untuk membentuk

pribadi yang luhur bagi kaum muslimin wal muslimat, satu langkah untuk

kesempurnaan ibadah dan kesempurnaan akhlak. Dan bukan berarti bahwa

orang yang tidak membaca atau menghafalkan al-Qur’an itu pasti orang yang

tidak baik akhlaknya. Tapi dengan mempelajari al-Qur’an menjadi salah satu
79

usaha untuk menuju kesempurnaan akhlak, untuk menciptakan yang luhur

sesuai dengan ajaran agama.

Perilaku social adalah perilaku yang didapatkan. Perilaku tidak ada sejak

manusia lahir, melainkan dibentuk melalui sosialisasi. Perilaku terbentuk

berdasarkan respon terhadap keinginan dan harapan orang lain terhadap

dirinya, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku adalah hasil dari interaksi.

Bagi Santri dan Warga sekitar pondok pesantren Tahfidz Annur Sidamulih

Rawalo Banyumas, resepsi al-Qur’an mempunyai arti dan makna yang

beragam, ada santri yang menganggap bahwa resepsi al-Qur’an bahwa sebatas

pedoman hidup atau hanya bacaan saja tanpa mempertimbangkan

pengertianya.

Santri dan Warga Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo

Banyumas dalam memakai al-Qur’an untuk media pembelajaran yang

mempunyai dan memberikan persepsi masing-masing dari yang ada di Pondok

Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih, ada yang menganggap bahwa al-Qur’an

sebatas bacaan, ada juga yang memang ini suatu keharusan, dan lain

sebagainya.

Seperti yang diungkapkan oleh Khoerul Anwar santri ndalem Pondok

Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih tentang resepsi al-Qur’an

“al-Qur’an menurut saya adalah tuntunan untuk menuju kebahagiaan

dunia dan akherat yang abadi”.

Pandangan terhadap santri yang mempelajari al-Qur’an dengan beberapa

ragam cara praktik yang ada di dalam Pondok Pesantren Tahfidz Annur
80

Sidamulih dengan tata cara tersendiri akan berbeda dengan orang yang hanya

membaca biasa saja. Santri dan Warga yang melihat santri mempelajari al-

Qur’an dari cara membaca menulis maupun menghafalkan sehingga sering

digunakan untuk media pengobatan dari santri dan warga merasa terjaga dan

menjadi tentram karena keberadaan al-Qur’an tersebut.

Sebagaimana yang diasumsikan oleh Ahmad Rafiq bahwa Al-Qur’an

sebagai objek resepsi tidak sepenuhnya identic dengan teks sastra saja, namun

dikarang dalam sebuah struktur sebagaimana karya sastra pada umumnya.

Disamping diimani sebagai kalamullah, Al-Qur’an diimani juga sebagai teks

kitab suci yang mengajak pembacanya tidak hanya untuk merespon hal yang

bersifat structural, yang telah tersusun, tetapi sebagai perilaku atas keimanan

seseorang, karena secara teologi Al-Qur’an ditunjukkan kepada orang-orang

yang beriman (Ahmad Rifqi, 2014). Dalam membangun tipologisasi, penulis

menggunakan pemetaan tipologi yang dipetakan Ahmad Rafiq dalam

disertasinya.

Ada 3 makna yang menjelaskan adanya resepsi di Pondok Pesantren Tahfidz

Annur Sidamulih yaitu sebagai berikut :

1. Resepsi Eksegesis Dipondok pesantren Tahfidz Annur Sidamulih

Bagi Santri Tahfidz Annur dan Masyarakat sekitar PonPes Al-

Qur’an merupakan suatu hal yang sangat diapresiasi dan dijunjung tinggi.

Apresiasi ini salah satunya terlihat eksplisit Ketika Al-Qur’an diresepsi

secara eksegesis, mulai dari dibaca, dipahami hingga kemudian diajarkan

salah-satu indikasi konkrit ke arah resepsi eksegesis tersebut yaitu adanya


81

rutinan pengajian yang diadakan dipondok pesantren yang sering sekali para

ustadz dan kiai Muhammad Rokiban Almufti Alhafidz menjadikan ayat-ayat

sebagai sumber utama pembelajaran mereka. Hal ini kiranya dapat

dikategorikan dalam resepsi exegetis Al-Qur’an karena di samping Al-

Qur’an dibaca, dipahami dan diajarkan namun pengajarannya ini dilakukan

untuk menggali keberkahan hidup, kebahagiaan hidup, dan ketenangan

hidup. Hal ini misalnya merujuk pemaknaan yang disampaikan.

Pada salah satu pengajiannya, yang dilaksanakan pada 20

Desember 2022 Kiai Muhammad Rokiban Almufti Alhafidz memaparkan

tentang keutamaan bulan Ramadhan, mengingat sebentar lagi kita memasuki

bulan Ramadhan Menurut Kiai Muhammad Rokiban Almufti Alhafidz

bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat mulia, berbeda dengan bulan-

bulan sebelumnya, diantaranya hal ini karena pada bulan inilah diturunkan

Al-Qur’an. Dan akan sangat beruntung jika kita mampu memanfaatkan

momen tersebut dengan sangat baik. Kemudian beliau mengutip Q.S. Al-

Baqarah: 184-185 (Pengajian Rutinan Pondok Pesantren Tahfidz Annur

Sidamulih Rawalo Banyumas).

Pada momen pengajian ini, Kiai Rokiban Almufti Alhafidz

memaparkan beberapa keutamaan bulan Ramadhan yang diantaranya yakni

pada bulan Ramadhan nanti pintu-pintu syurga terbuka lebar dan

mempersilahkan kepada siapapun yang ingin memasukinya, pintu neraka di

tutup, bahkan pada bulan tersebut Allah membelenggu setan-setan. Keutamaan

lainnya yakni pada bulan Ramadhan Allah mengampuni dosa-dosa dan


82

kesalahan yang telah dilakukan hambanya. Oleh sebab itu, bulan Ramadhan

nanti merupakan waktu yang tepat untuk mengambil kesempatan memohon

ampunan dan bertaubat dengan penuh kesungguhan hati kepada Allah. Lebih

lanjut beliau membacakan Q.S. Al-Baqarah: 186 dan kemudian berujar bahwa

bulan Ramadan ini juga merupakan salah satu waktu yang sangat mustajab

untuk berdo’a. Maksudnya, berdoa di bulan Ramadhan, Allah S.W.T.

menjanjikan bahwa do’a tersebut akan dikabulkan. Do’a yang dipanjatkan

dapat berupa kelancaran kepentingan dunia dan akhirat, serta tak lupa untuk

mendoakkan kaum Muslimin lainnya. Dan diakhir, beliau memaparkan bahwa

pada bulan tersebut Allah melipat gandakan pahala bagi siapa saja yang

melakukan kebaikan. Oleh sebab itu diakhir ceramahnya Kiai Muhammad

Rokhiban Almufti Alhafidz mengajak Santri dan Warga untuk senantiasa

memanfaatkan momen Ramadhan nanti dengan sebaik-baiknya amalan.

Dengan demikian ceramah yang di sampaikan oleh Kiai Muhammad

Rokiban Almufti Alhafidz merujuk pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an

sebagai bukti bahwa Santri dan Warga Pondok Pesantren Tahfidz Annur

Sidamulih meresepsi Al-Qur’an secara eksegesis. Bagi Santri dan Warga Al-

Qur’an tidak hanya dijadikan kitab suci yang dibaca, dijunjung tinggi dan

disakralkan begitu saja, akan tetapi dihafalkan dan dipelajari atau difahami

pula pesan-pesan yang terkandung didalamnya. Setiap peristiwa pemahaman

masyarakat terhadap penjelasan Kiai Muhammad Rokiban Almufti Alhafidz

bahwa Santri dan Warga berusaha untuk mengaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari.
83

2. Resepsi Estetis Dipondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih

Santri dan Warga Sekitar Pondok Pesantren Tahfidz Annur

Sidamulih selain meresepsi Al-Qur’an secara eksegesis mereka juga

meresepsi Al-Qur’an secara estetis. Salah satunya yakni ketika memasuki

masjid PonPes Tahfidz Annur Sidamulih, maka potongan ayat-ayat Al-

Qur’an terpampang jelas menghiasi setiap dinding masjid maupun pondok

tersebut dengan berbagai jenis khatnya. Tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang

menghiasi bangunan masjid sebelah selatan berjumlah 2 ayat yang terdiri

dari Q.S Ar-Rad: 28 dan Q.S Al-Baqarah: 153, sebelah selatan timur terdiri

dari Q.S. Ibrahim: 7, dan penggalan dari Q.S. Al-Baqarah: 255 dan sebelah

barat yakni Q.S. Al-Mu’minun: 1-3. Resepsi estetis Santri dan Warga

terhadap Al-Qur’an termanifestasikan dalam potongan ayat Al-Qur’an yang

dituliskan di dinding, yang sebetulnya merupakan simbolisasi yang

memiliki nilai spiritual. Selain bersifat estetis, ayat-ayat Al-Qur’an yang

dituliskan di dinding tersebut ditujukan dalam rangka memeberikan

pencerahan, sekaligus sebagai pengingat bagi Santri dan Warga. Artinya

ketika Santri dan Warga Tahfidz Annur Sidamulih melihat kaligrafi tersebut

maka hatinya seolah terenyuh, tergugah seakan ayat-ayat tersebut sedang

berbicara mengingatkan dan memeberikan peringatan kepada pembaca

Sebagai seorang muslim tentu sudah sewajarnya apabila memiliki keinginan

menghias rumah dengan menampakan indentitas keislamannya. Seperti

memasang kaligrafi potongan ayat-ayat Al- Qur’an pada dinding ruang tamu

atau keluarga, bahkan beberapa dari mereka ada juga yang menyimpannya
84

di setiap kamar dengan maksud tertentu. Begitupun dengan Warga Tahfidz

Annur Sidamulih, mereka memiliki tradisi menuliskan potongan ayat Al-

Qur’an pada beberapa bagian rumah mereka. Contohnya seperti memasang

kaligrafi Ayat kursi. Menurut Suaebah (72) selain alasan keindahan, ini

ditujukan pula untuk memangkal masuknya jin dan setan yang masuk ke

rumah, sekaliagus diyakini sebagai sarana untuk mengundang malaikat

pembawa rahmat dan berkah sehingga rumah tersebut dan seluruh

penghuninya mendapatkan rahmat dan berkah baik berupa materi ataupun

lainnya. Disamping itu, Warga Tahfidz Annur Sidamulih memiliki tradisi

menghiasi dinding rumah mereka dengan potongan ayat suci Al- Qur’an,

baik yang berbentuk ukiran kaca, maupun yang ditulis kemudian dibingkai

dengan figura. Disamping itu, ada juga yang menghiasi dinding rumahnya

dengan potongan kain kiswah yang dihiasi dengan kaligrafi berupa ayat-ayat

Al-Quran. Ayat-ayat yang dimaksud ialah ayat-ayat yang beruhubungan

dengan ibadah haji. Pada bagian pintu rumah, beberpa warga terlihat

menggunakan aksesoris gantungan kunci yang berupa yang mushaf kecil

Adapun tema ayat yang ditulis di dinding tersebut biasanya berkisah tentang

beberapa hal berikut.

Pertama ibadah Haji, Beberapa potongan ayat Al-Qur’an tentang

ibadah haji yang yang biasa dijadikan hiasan dinding ialah Q.S Ali Imran:

197, Al-Baqarah: 125 dan 196. Koleksi yang berisi ayat ibadah haji ini

tersebar di setiap rumah Warga Tahfidz Annur Sidamulih yang tidak hanya

telah berkesempatan menunaikan ibadah haji, namun ada juga yang berasal
85

dari pemberian saudara dan kerabatnya bahkan majikannya yang telah

berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan ibadah. Tema berikutnya ialah

Asmaul Husna. Kaligrafi Asmaul Husna sering dijumpai pada bentuk

lukisan dinding di dinding rumah Santri maupun Warga Tahfidz Annur

Sidamulih sebagai hiasan dengan gaya tulisan kaligrafi yang beragam, baik

tertulis secara keseluruhan 99 nama maupun terpisah. Adapun tema ketiga

ialah ayat-ayat yang bertemakan tauhid. Santri dan Warga Tahfidz Annur

Sidamulih juga menghias rumahnya dengan ayat- ayat bernuansa tauhid,

beberapa diantaranya keseluruhan ayat dalam

Q.S. al-Ikhlas, Q.S. Al-Baqarah: 255 Q.S. Al-Baqarah: 255 atau

lebih terkenal dengan sebutan ayat kursi. Potongan ayat-ayat ini tersebar

luas di Warga Tahfidz Annur Sidamulih dengan berbagai bentuk aksesoris.

Asesoris kaligrafi ini biasanya mereka dapatkan dari toko oleh-oleh atau

tempat aksesoris ketika mereka melakukan ziarah ke tempat tertentu.

Menurut Titi (49) kaligrafi ayat kursi yang ada di diding ruang tamu ini

dibelinya ketika ia dan para tetangga melakukan ziarah walisongo.

3. Resepsi Fungsional Dipondok Pesantren Tahfidz Annur

Al-Quran bagi Santri dan Warga Tahfidz Annur Sidamulih tidak

hanya diyakini sebagai kitab petunjuk yang dibaca, dikaji, dan ditulis

dengan indah. Namun secara fungsional kehadirannya diyakini sebagai

“benda” yang memiliki kekuatan magis. Dalam kegiatan Istigotsah

misalnya, yang sudah menjadi aktifitas rutin bagi Santri dan Warga Tahfidz
86

Annur Sidamulih yang hanya dilakukan setiap ba’da Isya pada malam

tersebut, tampak Santri dan Warga Tahfidz Annur Sidamulih beramai-ramai

mendatangi berkumpul diPondok Pesantren Tahfidz Annur membawa air

minum kemasan yang kemudian mereka letakan tepat di depan masing-

masing. Ritual istigotsah ini diawali dengan membacakan tawassul,

kemudian istighfar, takbir, tahmid, tahlil, shalawat, asmaul husna, surat-

surat pilihan dan diakhiri dengan pembacaan doa. Selama kegiatan tersebut

berlangsung tutup dari air kemasan tersebut dibiarkan terbuka. Masyarakat

dan Santri memeiliki keyakinan bahwa air yang sudah dibacakan ayat-ayat

suci Al- Qur’an, shalawat, dan Asmaul Husna dan doa-doa ini akan

membawa keberkahan sekaligus menyehatkan.

Hal ini dimaksudkan sebagai sarana untuk memohon keberkahan dan

ampunan kepada Allah agar diberikan keberkahan berupa hasil panen yang

melimpah dan untuk santri agar mudah mencari ilmu yang bermanfaat,

Warga dan Santri juga memiliki tradisi yang menjadikan kitab suci Al-

Qur’an sebagai kitab yang memiliki kekuatan magis, Al- Qur’an mampu

menolak balai baik berupa penyakit ataupun bencana. Dalam konteks ini,

masyarakat mengadakan tradisi rebo wekasan, yang tak lain merupakan

sebuah ritual yang diadakan setiap akhir bulan Safar. Santri dan Warga

Tahfidz Annur Sidamulih pun tidak jauh berbeda memaknai tradisi ini

dengan masyarakat Sunda-Jawa pada umumnya, yakni dengan sebagai

sarana untuka memohon perlindungan kepada Allah dari segala penyakit

dan bencana. meyakini bahwa pada malam rebo weksan ini Allah
87

menurunkan ribuan penyakit dan ribuan bencana. Setelah penulis telusuri

ternyata pemahaman Santri dan Warga Tahfidz Annur Sidamulih ini

bersumber dari perkataan ulama yang termaktub dalam kitab Kanzun Nazah

Wassurur karya Syaikh Abdul Hamid Al- Qudsy. Dalam kitab tersebut

termaktub bahwa pada setiap tahunnya Allah menurunkan bala’

(malapetaka) ke dunia sebanyak 320.000 mecam balai’ (malapetaka) untuk

satu tahun. Oleh sebab itu, pada malam tersebut mereka memiliki ritual

untuk membaca Surat Yasin secara Bersama-sama, kemudian ketika sampai

pada potongan ayat salamun qoula min robbi rohim, ayat tersebut diulang

sebanyak 333 dan diakhiri dengan membaca doa tolak bala.

Ketika diakhir acara, masyarakat yang mengikuti tradisi istigotsah

tersebut mendapatkan sehalai janur kelapa dari pengurus masjid Al-Ikhlas

yang dituliskan beberapa potongan ayat Al-Qur’an diantaranya potongan

Q.S. Yasin: 58, Q.S. Ashaaffaat : 109, Q.S. Ashaaffaat : 79, Q.S. Ashaaffaat

: 120, Q.S. Ashaaffaat : 130, Q.S. Az- Zumar : 73, Al-Qadr : 5.

Sesampainya di rumah, masing-masing Santri dan Warga Tahfidz Annur

Sidamulih akan memasukan helaian janur yang berisi ayat Al-Qur’an

tersebut kedalam tempat-tempat yang berisiskan air, seperti bak mandi,

tempat penampungan air wudhu, dan lainnya. Diyakini mampu menagkal

bala dan bencana yang diturunkan pada malam itu. Kemudian, Al-Quran

dijadikan pula sebagai bacaan amaliyah yaumiyyah yakni bacaan yang

senantiasa dibaca setiap hari dalam jumlah tertentu. Amaliyah ini biasanya

dilakukan oleh Santri dan Warga Tahfidz Annur Sidamulih ketika mereka
88

memiliki hajat tertentu. Selain daripada itu, bagi Santri dan Warga Tahfidz

Annur Sidamulih surat-surat dalam Al-Quran dijadikan sebagai kunci

pembuka segala macam ilmu. Hal ini terlihat dari adanya tradisi membaca

Al-Fatihah dan doa Isyrah yakni yang terdapat dalam Q.S. Thaha: 25-28

surat Al-Ashr sebagai doa pembuka yakni ketika akan memulai

pembelajaran. Dan sebelum pulang membaca surat Al- Ashr. Dari

wawancara yang dilakukan, Amelia (Santri Tahfidz Annur) menuturkan

bahwa pelaksanaan tradisi membaca surat-surat tersebut sudah menjadi

tradisi sejak zaman dahulu yang diyakini sebagai kunci pembuka pintu ilmu

dan rizki kepahaman.

Dengan adanya ritual membaca ayat-ayat tersebut ia merasa lebih

mudah dalam menyampaikan materi pembelajaran, lisan dan fikiran terasa

ringan dan terbuka tanpa adanya tali yang membungkamnya. Jadi dapat

dikatakan bahwa ayat-ayat Al-Quran tersebut sebagi pelumas lisan dan

pikirannya sehingga materi pembelajaran yang disampaikan mudah dicerna

oleh murid-muridnya. Begitupun bagi Alif Maulana santri Saung Tahfidz

yang meyakini bacaan tersebut sebagai sarana untuk meminta kemudahan

untuk memahami materi yang disampaikan asatidz. Beberapa tradisi yang

telah penulis paparkan sebelumnya mengindikasikan bahwa Al-Qur’an

benar-benar diterima oleh Santri dan Warga Tahfidz Annur Sidamulih

sebagai sesuatu yang telah mendarah daging dalam kehidupan

keseharianya, baik yang diresepsi secara eksegesis, estetiss, maupun

fungsional. Adanya ketiga varian resepsi tersebut sebagai bukti nyata bahwa
89

memang warga dan santri Tahfidz Annur sidamulih memiliki ragam cara

dalam meresepsi Al-Qur’an yang tak lain sebagai bukti cintanya terhadap

kitab suci yag diimaninya. Dan jika menggunakan model tipologi pembaca

dan pengkaji Al-Qur’an yang digagas Fazlur Rahman, resepsi yang

dilakukan Warga dan Santri Tahfidz Annur Sidamulih masih termasuk

dalam kategori uncritical lovers yakni pecinta yang tidak kritis yang

dipresentasikan oleh masyarakat awam dan scholary lover yakni pecinta

ilmiah yang salah satunya dipresentasikan oleh ulama.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai praktik-praktik Resepsi

Al Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas,

dapat di simpulkan bahwa di PonPes Tahfidz Annur Sidamulih terdapat ragam

praktik-praktik resepsi al-Qur’an yang ada di Pontren tersebut terbagi menjadi

empat ragam yaitu: (1) resepsi eksegesis yang termanifestasikan dalam

kegiatan menghafalkan al-Qur’an, atau murojaah al-Qur’an, (2) resepsi estetis

dalam kaligrafi yang menukil dari al-Qur’an yang bertempatan di serambi

pondok maupun ruang tamu pondok, (3) resepsi fungsional yang terwujud

dalam pembacaan istighosah untuk sebagai syifa’.

Kemudian makna yang melekat dengan resepsi al-Qur’an yang ada di

Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas tersebut,

peneliti membagi menjadi tiga makna perilaku. Tiga makna terutama objektif,

kemudian ekspresif dan dokumenter. Objektif adalah makna yang ditemukan

oleh konteks social dimana tindakan tersebut berlangsung, dan sebagai

simbolisasi dari ketakziman dan kepatuhan terhadap peraturan pondok sebagai

suatu upaya penjagaan nilai, kemudian ekspresif adalah makna yang

ditunjukkan oleh actor atau pelaku tindakan. Ekspresif ditunjukkan dari resepsi

eksegesis adalah untuk menambah khazanah keilmuan mereka yang

ditunjukkan santri dari resepsi fungsional adalah sebagai wujud internalisasi

dengan hal-hal positif melalui proses pembelajaran yang berkelanjutan, Dalam


91

resepsi estetis al-Qur’an baik pengasuh maupun santri dalam memberikan

pemaknaan, yakni memberikan pencerahan spiritual kepada audiens yang

membaca al-Qur’an dalam kaligrafi tersebut. Adapun makna ekspresif yang

melekat dalam resepsi eternalis al-Qur’an adalah (1) sebagai hiburan religious,

(2) sebagai sarana untuk bermunajat kepada Allah Swt, (3) sebagai sarana

untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt., dan (4) sebagai sarana atau media

dakwah.

Makna dokumenter dapat diartikan sebagai makna yang tersirat atau

tersembunyi dari suatu tindakan. Sehingga dikarenakan makna yang

tersembunyi tersebut, seorang aktor atau pelaku tindakan tersebut tidak

sepenuhnya menyadari bahwa suatu aspek yang diekspresikan menunjukkan

kepada budaya secara keseluruhan. Dalam resepsi eksegesis, estetis,

fungsional, dan eternalitas Al-Qur’an, para aktor atau pelaku resepsi tidak

menyadari bahwa makna dokumenter dari ragam resepsi al-Qur’an tersebut

adalah sebagai sebuah kebudayaan yang menyeluruh. Sedangkan menurut

pemaknaan yang dilihat oleh peneliti, ragam praktik tersebut sejatinya telah

ada zaman dahulu, sedangkan dalam konteks zaman ini, ragam resepsi al-

Qur’an merupakan kitab suci yang selaras dengan zaman, lintas tempat, ras,

suku, dan bangsa, serta sebagai bukti adanya struktur logika pragmatis tentang

kemukjizatan al-Qur’an.
92

B. Saran-saran

Setelah melakukan penelitian yang tidak sebentar dengan mengumpulkan

segala sumber referensi yang ada, tidak menutup kemungkinan penelitian

penulis masih memiliki banyak kekurangan. Menurut penulis ada beberapa hal

yang menjadi catatan bagi pihak akademis dan peneliti selanjutnya seperti

kelebihan dan kekurangan yang ada didalamnya. Penulis berharap penelitian

ini dapat dilanjutkan dan bahkan dikaji ulang oleh para peneliti selanjutnya

sehingga tampak jelas apa yang belum penulis temukan dalam penelitian.
93

DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa, Heddy Shri. The Living Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi.


Jurnal Walisongo, 2012.

Al-Baihaqi. Dalail al-Nubuwwah Juz II. Kairo: Dari al-Kutb al-‘Ilmiyyah. 1408.

Al-Qurthubi, Syamsuddin. al- Ja>mi’ al Ahk{a>m al-Qur’a>n Juz XVIII. Riyadh:


Dar Al-Qalam Al-Kutb. 1423.

Amstrong, Karen. Sejarah Tuhan cet. X. terj. Zaimul Am. Bandung: Mizan. 2014.

Arikunto, Prof. Dr. Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta. 2013.

Asnawi, Muh. dkk. Sejarah Kebudayaangkatan Islam 1; Mengurangi Hikmah


Peradaban Islam. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 2012.

as-Suyuthi, Jalaludin Muhammad bin Ahmad Al-Mahali san Jalaluddin


Abdurrahman bin Abi Bakar. Tafsir Jalalain. t.k: Al-Haramain Jaya
Indnesia. 2007.

Baum, Grefory. Agama dalam Bayang-bayang Relativism: Agama. Kebenaran.


dan Sosiologi Pengetahuan. terj. Achmad Murtajib dan Masyhuri Arow.
Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. 1999.

Farhurrosyid. “Tipologi Ideologi Resepsi Al-Qur’an di Kalangan Masyarakat


Sumenep Madura”. dalam Jurnal el-Harakah Vol. 12 No. 2 Tahun 2015.

Gusnada, G. “Katam Kaji: Resepsi Al-Qur’an Masyarakat Pauh Kamang Mudiak


Kabupaten Agam”. dalam Jurnal Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur’an dan
Hadits. Vol. 1. No. 1. 2019.

Iqbal, Mansur Sirojuddin. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Angkasa. 1987.

Iser, Wolfgang. The Act of Reading; A Theory of Aesthetic Response. Baltimore:


John Hopkins University Press. 1978.

Iswatunnisa, Khalida. Keserasian Bunyi Akhir dalam Al-Qur’an Surat Al-Insyirah


Surat Kajian Aspek Fonologi Terhadap Al-Qur’an. Skripsi Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun
2015.
94

Jannah, Imas Lu’lu "Resepsi Estetik Terhadap Al-Qur’an pada Lukisan Kaligrafi
Syaiful Adnan.” dalamJurnal Nun. vol.3. no.1. Tahun 2017.

Manheim, Karl. Ideologi dan Utopia. Menyinkap Kaitan Pikiran dan Politik. terj.
F. Budi Hardiman. Yogyakarta: Kanisius. 1991.

Mansyur, M. dkk. Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis. Yogyakarta:


TH Press. 2007.

Mutaqim, Abdul dkk. Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis.


Yogyakarta: TH-Press. 2007.

Ratna, Nyoman Kutha. Teori. Metode. dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Putaka Pelajar. 2009.

Rofiq, Ahmad. “Pembacaan yang Atomistik terhadap Al-Qur’an: Antara


Penyimpangan dan fungsi”. dalam jurnal studi ilmu-ilmu Al-Qur’an dan
Hadis. vol. 5. no. 1. Januari 2004.

Santoso, Ibnu. “Resepsi Al-Qur’an dalam Berbagai Bentuk Terbitan.” dalam


Jurnal Humaniora Februari 2014. Diakses dari http://jurnal.ugm.ac.id.

Smith, Abdul Rahman bin ed. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV Asy-
Syifa. 1999.

Sudarmoko, Imam. “The Living Qur’an: Studi Kasus Tradisi Sema’an Al-Qur’an
Sabtu Legi di Masyarakat Sooko Ponorogo”. Tesis Program Magister
Studi Ilmu Agama Islam UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Tahun
2016.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif. Kualitatif dan R&G.


Bandung: Alfabeta. 2015.

Wahid, M. Abduh. “Tafsir Liberatif Farid Esack”. dalam Tafsere Tahun 2016.
Zaid, Nashr Hamid Abu. Teks Otoritas Kebaruan. terj. Sunarwoti Dema.
Yogyakarta: LkiS. 2003.

Zaman, Akhmad Roja Badrus. “Resepsi Al-Qur’an di Pondok Pesantren


Karangsuci Purwokerto.” Skripsi Fakultas Ushuluddin Adab dan
Humaniora IAIN Purwokerto tahun 2019.

Imam Sudarmoko, “The Living Qur’an: Studi Kasus Tradisi Sema’an Al-Qur’an
Sabtu Legi di Masyarakat Sooko Ponorogo”. Tesis Program Magister Studi
Ilmu Agama Islam UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Tahun 2016.

Iqbal Mansur Sirojuddin, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Angkasa, 1987)


95

Rofiq Ahmad, “Pembacaan yang atomistik terhadap Al-Qur’an; Antara


Penyimpangan dan Fungsi,” dalam Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadis,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1 Januari 2014.

bin Ahmad Al-Mahali san Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar as-Suyuthi
Jalaludin Muhammad, Tafsir Jalalain, (t.k: Al-Haramain Jaya Indnesia,
2007)

Abu Bakar Sahabat datang ke kediaman Abdullah bin Mas’ud disaat beliau sakit
menjelang akhir hayatnya, seraya menawarkan harta sebagai bekal
keturunan Abdullah bin Mas’ud seraya berkata, “Sepeninggalku kelak, aku
telah mengajarkan suatu surat Al-Qur’an kepada putra-putriku yang-jika
dibaca secara intensif oleh mereka-tidak akan bisa ditimpa kefakiran
selamanya, yaitu surat Al-Waqi’ah,” Lihat Syamsuddin Al-Qurthubi, al-
Ja>mi’ al Ahk{a>m al-Qur’a>n Juz XVIII, (Riyadh: Dar Al-Qalam Al-
Kutb, 1423)

Asnawi Muh. dkk, Sejarah Kebudayaangkatan Islam 1; Mengurangi Hikmah


Peradaban Islam, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2012)

Mansyur M. dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta:


TH Press, 2007)

Shri Ahimsa\ Heddy, “The Living Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi,”


dalam Jurnal Walisongo Mei 2012

Lu’lu Jannah Imas "Resepsi Estetik Terhadap Al-Qur’an pada Lukisan Kaligrafi
Syaiful Adnan,” dalamJurnal Nun, Tahun 2017.

Santoso Ibnu, “Resepsi Al-Qur’an dalam Berbagai Bentuk Terbitan,” dalam


Jurnal Humaniora Februari 2014. Diakses dari http://jurnal.ugm.ac.id,
pada Minggu, 5 Juni 2022.

Kutha Ratna Nyoman, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. (Yogyakarta:
Putaka Pelajar, 2009)

Rachmat, Teori, Metode, dan Tekhnik Penelitian Sastra. (Yogyakarta: Putaka:


Iser Wolfgang, The Act of Reading; A Theory of Aesthetic Response, (Baltimore:
John Hopkins University Press, 1978)

Farhurrosyid, “Tipologi Ideologi Resepsi Al-Qur’an di Kalangan Masyarakat


Sumenep Madura”, dalam Jurnal el-Harakah Tahun 2015.

Rahman bin Smith Abdul (ed.), Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV


Asy-Syifa, 1999)
96

Al-Baihaqi, Dalail al-Nubuwwah Juz II, (Kairo: Dari al-Kutb al ‘Ilmiyyah, 1408)

Amstrong Karen, Sejarah Tuhan cet. X, terj. Zaimul Am, (Bandung: Mizan, 2014)

Arikunto Prof. Dr. Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,


Jakarta: Rineka Cipta, 2013.

M. Lotmen Jurij dalam Mahayana menjelaskan bahwa realitas kultural dan


historis yang disebut karya sastra tidak berhenti pada teks, karya sastra
terdiri atas teks dalam relasinya dengan ekstra tektsualitas. Lihat, Maman
S Mahayana, Kitab Kritik Sastra (Jakarta: Yayasan Putaka Obor
Indonesia, 2015)

Baidowi Ahmad, “Resepsi Estetis terhadap al-Qur’an”, dalam Jurnal Esensia,


2007.

Rahman Miftahur, “Resepsi Terhadap Ayat Al-Kursi dalam Literatur Keislaman”


Baum Grefory, Agama dalam Bayang-bayang Relativisme: Agama, Kebenaran
dan Sosiologi Pengetahuan, terj. Achmad Murtajib dan Masyhuri Arow,
(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya 1999)

Parmanto Wendi, “Kajian Living Hadits atau Trdisi Shalat Berjama’ah Mghrib-
Isya di Rumah Duka 7 Hari di Dusun Nuguk, Melawi, Kalimantan Barat”,
dalam Jurnal Al-Hikmah: Jurnal Dakwah, tahun 2018.

Deedad Ahmad dan Rahmatullah Alhindi, Mukjizat Al Qur’an Versi Kristologi,


terIbnu Hasan dan Masyhud (Surabaya: PustakaDa’I,2000)

Faizin Hamam, “Al Qur’an Sebagai Fenomena yang Hidup: Kajain Atas
Pemikiran Para Sarjana Al Qur’an”. Makalah ini disajikan dalam
International Seminar and Qur’anic Conference II 2012, UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 24 Februari 2012.

Majdi Khon Abdul, Praktikum Qira’at: Keseimbangan Bacaan Al Qur’an


Qira’at Ashim dan Hafash (Jakarta: Amzah, 2011)

Mansyur Muhammad, “Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi Studi Al


Qur’an” dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, ed. Sahiron
Syamsuddin (Yogyakarta: Teras, 2007)

Ahimsa Putra Heddy Shri, “The Living Al Qur’an: Beberapa Perspektif Antropo”
Mansyur Muhammad,” Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah”
Junaedi Didi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan baru dalam Kajian Al Qur’an
(Studi Kasus di Pondo Pesantren As Siroj Al Hasan Desa Kalimukti
97

Kecamatan Pabelian Kabupaten Cirebon”, Journal of Qur’an and Hadits


Studies, 4 (2015)

Ahimsa Purtra Hendy Shri “The Living Al Qur’an: Beberapa Perspektif


Antropologi”, Walisongo, 20 (Mei, 2012)

Sanusi M., Terapi Kesehatan Warisan Kedokteran Islam Klasik (Yogyakarta:


Najah, 2012)

Syaiful Bahri Al Gorumi Abu Najibullah Tajwid Riwayat Hafs (Blitar:


Mubarokatan Thoyibah, 2009)

Faizin Hamam, “Al Qur’an Sebagai Fenomena yang Hidup: Kajain Atas
Pemikiran Para Sarjana Al Qur’an”. Makalah ini disajikan dalam
International Seminar and Qur’anic Conference II 2012, UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 24 Februari 2012.

Hawi Akmal, Seluk beluk Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001)

Sudarmoko Imam, “The Living Qur’an: Studi Kasus Tradisi Sema’an Al Qur’an
Sabtu Legi di Masyarakat Sooko Ponorogo” (Tesis Megister, UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang, Malang, 2016)

Nindito Stefanus, “Fenomenologi Alfred Schutz: Studi tentang Kontruksi Makna


dan Realitas dalam Ilmu Sosial”, Jurnal Ilmu Komunikasi, 2 (Juni, 2005)

Fattah Az Zawawi Yahya Abdul, Revolusi Menghafal Al Qur’an: Cepat


Menghafal, Kuat Hafalan dan Terjaga Seumur Hidup, terj. Dinta
(Surakarta: Insan Kamil, 2011)

Shihab M. Quraish, Wawancara Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2013)


Mansyur dkk M., Metodologi Penelitian Living Qur’an &Hadits (Yogyakarta:
TH-Press,2007)
98

LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA

Latar Belakang dan Sejarah Pondok Pesantren

1. Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Tahfidz Annur


Sidamulih Rawalo Banyumas?
2. Tahun berapa berdirinya Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih
Rawalo Banyumas?
3. Siapa Pendiri Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo
Banyumas?
4. Bagaimana keadaan sara dan pra sarana Pondok Pesantren Tahfidz
Annur Sidamulih Rawalo Banyumas?
5. Apa tujuan dan visi misi Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih
Rawalo Banyumas?

Pedoman wawancara dengan santri dan warga sekitar

1. Siapa yang menganjurkan praktik membaca, menghafalkan, dan


menulis al-Qu’an di Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih
Rawalo Banyumas?
2. Sejak kapan membaca, menghafalkan, dan menulis al-Qu’an di
resepsikan?
3. Bagaimana praktik membaca, menghafalkan, dan menulis al-Qu’an di
Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas?
4. Bagaimana makna resepsi membaca, menghafalkan, dan menulis al-
Qu’an di Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo
Banyumas?
5. Apa harapan dan tujuan yang ingin dicapai dalam praktik membaca,
menghafalkan, dan menulis al-Qu’an di Pondok Pesantren Tahfidz
Annur Sidamulih Rawalo Banyumas?
99

6. Bagaimana dampak yang dirasakan dalam praktik membaca,


menghafalkan, dan menulis al-Qu’an di Pondok Pesantren Tahfidz
Annur Sidamulih Rawalo Banyumas?
7. Adakah faktor penghambat dan pendukung dalam praktik membaca,
menghafalkan, dan menulis al-Qu’an di Pondok Pesantren Tahfidz
Annur Sidamulih Rawalo Banyumas?
8. Motivasi apakah yang sudah didapat dalam mempraktikkan membaca,
menghafalkan, dan menulis al-Qu’an di Pondok Pesantren Tahfidz
Annur Sidamulih Rawalo Banyumas?
100

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri
1. Nama : Mohammad Fathu Rozaki
2. NIM : 1801024
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Tempat/Tanggal lahir : Banyumas, 17 April 2001
5. Alamat : Tipar, RT 01/ RW 01, Rawalo, Banyumas
6. Nama Ayah : Mu’alim (Alm)
7. Nama Ibu : Surtinah (Almh)
8. No. Telp : 08886469090
9. Email : fathurozaki12345@gmail.com
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. TK Pertiwi 3 Tipar (2006)
b. SD Negeri 3 Tipar (2012)
c. MTs Miftahul Huda Pesawahan (2015)
d. MA Takhosus Miftahul Huda Rawalo (2018)
2. Pendidikan Non-Formal
a. Pondok Pesantren Miftahul Huda Rawalo Banyumas
b. Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo
Banyumas

Rawalo, 25 November 202

Mohammad Fathu Rozaki

NIM: 1801024
101

DOKUMENTASI

Dokumentasi kegiatan santri dan pembacaan al-Qur’an yang diresepsikan

Gambar 1. Kegiatan Menghafalkan dan Pembacaan al-Qur’an

Gambar 2. Kegiatan Rutinan Istighosah Bersama Warga Masyarakat


102

Gambar 3. Pengajian Umum Oleh Kyai Muhammad Rokhiban


Almufti Alhafidz

Gambar 4. Kegiatan Setoran Hafalan al-Qur’an Santri Putra dan Putri


103

Gambar 5. Solat Berjama’ah Bersama Dewan Pengasuh Pondok Pesantren


Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas

Gambar 6. Kegiatan Rutinan Semaan Al-Qur’an dengan para Al-Hafidz


Banyumas dan Al-Hafidz Cilacap
104

Gambar 7. Dewan Pengasuh dan Para Santri Putra dan Santri Putri
Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas
105

Gambar 8. Foto Bersama Kyai Muhammad Rokhiban Al Mufti


Al Hafidz Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Annur
Sidamulih Rawalo Banyumas

Anda mungkin juga menyukai