SKRIPSI
SKRIPSI
Oleh :
Ahmad Roja Badrus Zaman, S.Ag., M.A. Imam Ma’arif H., M.Ag.
NIDN. NIDN.
i
PENGESAHAN
Telah diujikan dalam sidang munaqosah Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (IAT)
Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an Miftahul Huda Rawalo Banyumas pada tanggal :
7 Desember 2022
Penguji I Penguji II
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
adalah benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya.
Apabila di dalamnya terdapat kesalahan dan kekeliruan, maka sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya. Selain itu, apabila di dalamnya terdapat plagiasi
yang dapat berakibat gelar kesarjanaan saya dibatalkan, maka saya siap
menanggung resikonya.
NIM.1801024
iii
MOTTO
iv
PERSEMBAHAN
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan
dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, sebagian lagi
dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf
Arab itu dan transliterasinya dengan huruf lain.
ب Bā` B Be
ت Tā` T Te
ج Jīm J Je
د Dal D De
vi
ر Rā` R Er
س Sīn S Es
غ Gain G Ge
ف Fā` F Ef
ق Qāf Q Qi
ك Kāf K Ka
ل Lām L El
م Mīm M Em
ن Nūn N En
و Wāwu W We
ه Hā` H Ha
apostrof, tetapi lambang ini tidak
ء Hamzah ' dipergunakan untuk hamzah di
awal kata
ي Yā` Y Ye
vii
B. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
1. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harakat, transliterasinya sebagai berikut:
Contoh:
ب
َ ََكت - Kataba ب
ُ يَ ْذ َه - Yażhabu
َف َع َل - fa’ala َ ض ِر
ب ُ - duriba
2. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
antara harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf yaitu:
ف
َ َك ْي - Kaifa َه ْو َل - Haula
C. Maddah
viii
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
ال
َ َق - Qāla قِ ْي َل - Qīla
D. Ta’ Marbutah
Transliterasinya untuk ta marbutah ada dua:
1. Ta marbutah hidup
Ta marbutah yang hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah dan
dammah, transliterasinya adalah /t/.
2. Ta marbutah mati
Ta marbutah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya
adalah /h/.
3. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya ta marbutah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah
maka ta marbutah itu ditransliterasinya dengan ha (h). Contoh:
- Raudah al-aţfāl
ضةُ اَْألطَْف ْل
َ َر ْو - Raudatul aţfāl
- al-Madīnah al-Munawwarah
اَل َْم ِد ْينَةُ ال ُْمَن َّو َر ْة
- al-Madīnatul Munawwarah
ْح ْة - talhah
َ طَل
-
E. Syaddah
ix
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuag tanda, tanda syaddah atau tanda tasydid. Dalam transliterasinya
ini tanda syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama
dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Contoh:
Contoh:
- as-
اَ َّلر ُج ُل - ar-rajulu ُالسيِّ َدة
َّ sayyidatu
س
ُ لش ْم َّ َا - asy-syamsu اَلْ َقلِ ُم - al-qolamu
اَلْبَ ِديْ ُع - al-badī’u ْجالَ ُل َ اَل - al-jalālu
x
G. Hamzah
Dinyatakan di depan Daftar Transliterasin Arab Latin bahwa hamzah
ditransliterasikan dengan apostrof. Namun, itu hanya terletak di tengah dan
akhir kata. Bila hamzah itu terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan,
karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh:
1. Hamzah di awal :
ُ ُِأم ْر
ت - Umirtu َأ َك َل - Akala
2. Hamzah di tengah :
ْأخ ُذ ْو َن
ُ َت - ta’khużūna تَْأ ُكلُ ْو َن - ta’kulūna
3. Hamzah di akhir :
H. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il, isim maupun huruf, ditulis
terpisah. Bagi kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang
sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang
dihilangkan maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut bisa dilakukan
dengan dua cara; bisa dipisah per kata dan bisa pula dirangkaikan. Contoh:
xi
I. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital
seperti apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya huruf kapital digunakan
untuk menuliskan huruf awal, nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama
diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital
tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.
Contoh:
Contoh:
xii
َواهللُ بِ ُك ِّل َش ْيٍئ َعلِ ْي ٌم - Wallāhu bikulli syai’in ‘alīmun
ABSTRAK
Mohammad Fathu Rozaki (1801024):
Resepsi Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo B
anyumas
xiii
ABSTRACT
Mohammad Fathu Rozaki (1801024):
Reception of the Qur'an at Tahfidz Islamic Boarding School Annur
Sidamulih Rawalo Banyumas
The study of the Koran in everyday life, both social and cultural, is often referred
to as the Living Qur'an. The process of discussing the Living Qur'an is not far
from the people's reception of the recitations of the Qur'an. The real manifestation
of the practice of reading the Koran is at the Tahfidz Annur Islamic Boarding
School located in Sidamulih, Rawalo, Banyumas, one of which is reading and
memorizing the Koran. So the research entitled "Reception of the Qur'an at
Tahfidz Annur Sidamulih Islamic Boarding School Rawalo Banyumas" has a
formulation of the problem how to receive the Koran at Tahfidz Annur Sidamulih
Islamic Boarding School Rawalo Banyumas? The purpose of this study was to
find out how the reception of the Qur'an at Tahfidz Islamic Boarding School
Annur Sidamulih Rawalo Banyumas.
This research is a type of field research, namely a research based on field data
related to the subject of this research. The research method used in this research
activity is a qualitative research method through a phenomenological approach.
it can be concluded that at the Tahfidz Annur Sidamulih Islamic
Boarding School there are various practices of receiving the Qur'an in the Islamic
Boarding School divided into four varieties, namely: (1) exegesis reception which
is manifested in the activities of memorizing the Koran, or murojaah al-Qur'an 'an,
(2) an aesthetic reception in calligraphy quoting from the Koran which is housed
in the foyer of the hut and the living room of the hut, (3) a functional reception
manifested in the recitation of istighosah for the syifa'.
xiv
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah atas karunia dan berkah rahmat dari Allah Swt.
SAW. Sebagai rasul pembawa cahaya penerang dan uswah khasanah bagi kita
semua. Tetap teriring harapan dan do’a semoga kita tergolong umatnya yang setia
pihak, baik moril ataupun materil, baik langsung ataupun tidak langsung. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan beribu terimakasih kepada semua pihak
yang telah ikut mendukung dalam penulisan skripsi ini terutama kepada:
1. Kedua guru sekaligus murabbi ru>hi almaghfurlah Si Mbah KH. Zaeni Ilyas
dan Mbah Nyai. Hj. Muttasingah yang selalu menjadikan motifasi didalam
3. Bapak Nur Sachidin, S.H.I., M.Pd.I selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Al-
4. Kedua orang tua tercinta saya bapak Mu’alim (Alm) dan ibu Surtinah (Almh)
xv
ketulusan tiada tara. Beribu terimakasih saya ucapkan atas pengorbanan dan
kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis bisa sampai kepada titik ini,
berdua, aamiin.
5. Ahmad Roja’ Badrus Zaman, S.Ag., M.A. sebagai dosen pembimbing I dan
ini.
konsultasi juga dan solusi atas setiap permasalahan dan kesulitan dalam
8. Kepada kakak dan adikku tersayang Siti Nurhidayati, Sarif Romadon dan
serta menemani dari awal hingga akhir dalam menyelesaikan penelitian ini.
hari-hari menjadi lebih berwarna sehingga dapat berfikir positif dan tertawa
ria.
10. Kepada sahabat “Grup Admin Kabeh” terkasih yang selalu merangkul
perjalanan saya dari awal hingga akhir. Satu kata untuk kalian “terbaik”.
xvi
11. Kepada kawan-kawan pengurus putra dan putri Pondok Pesantren Miftahul
12. Keluarga besar STIQ (Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an) yang selalu
14. Kepada adik-adik santri putra Pondok Pesantren Miftahul Huda Rawalo
Banyumas yang selalu mendorong saya untuk tidak pantang menyerah dalam
menghadapi kenyataan.
15. Terimakasih banyak untuk semua pihak yang bersangkutan yang tidak bisa
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang dapat
membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
xvii
DAFTAR ISI
xviii
A. Latar Belakang PonPes Tahfidz Annur Sidamulih..............55
B. Struktur Kepengurusan PonPes Tahfidz Annur Sidamulih..68
C. Jadwal Kegiatan Di PonPes Tahfidz Annur Sidamulih........68
D. Rincian Kegiatan Di PonPes Tahfidz Annur Sidamulih......69
E. Kehadiran Peneliti Di Lokasi Penelitian..............................69
F. Wawancara Dengan Pengasuh PonPes Tahfidz Annur........72
G. Wawancara Dengan Santri PonPes Tahfidz Annur..............73
BAB VI : MAKNA RESEPSI AL-ALQUR’AN DI PONDOK
PESANTREN TAHFIDZ ANNUR
A. Pemahaman Santri terhadap Resepsi Al-Qur’an Di
Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo
Banyumas
.............................................................................................
76
B. Makna Resepsi Di Pondok Pesantren Tahfidz Annur
Sidamulih Rawalo Banyumas..............................................79
1. Resepsi ksegesis..........................................................81
2. Resepsi Estetika...........................................................84
3. Resepsi Fungsional......................................................86
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................91
B. Saran-Saran..........................................................................93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xix
BAB 1
PENDAHULUAN
suatu karya sastra. Hal ini dikarenakan karya ditunjukkan kepada pembaca
karya sastra pembaca menentukan makna dan nilai karya sastra yang dibacanya.
suatu karya sastra. Dalam memandang suatu karya sastra, factor pembaca sangat
menentukan karena makna teks antara lain ditentukan oleh peran pembaca, makna
teks bergantung pada situasi histori pembaca, dan sebuah teks hanya dapat
Sebagai kitab suci umat Islam yang menyatakan dirinya secara fungsional
Suhuf, dan nama-nama lainnya. Salah satu nama yang seringkali dilabelkan
as-Suyuti adalah sebagai oposisi biner terhadap logika dan tradisi sastra Arab kala
itu.3
1
Fathurrosyid, Tipologi Ideologi Resepsi al-Qur’an di Kalangan Masyarakat Sumenep
Madura, El Harakah Vol. 17 No. 2 Tahun 2015, hlm. 221-222
2
Mansur Sirojuddin Iqbal, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Angkasa, 1987), hlm. 15.
3
Jalaludin as-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulumi Al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Fikr, t.th.), hlm. 141.
2
memiliki praktik yang berbeda-beda sesuai dengan motivasi dan hidden ideology
yang diusungnya.1 Motivasi tersebut bias berupa ekspresi bacaan Al-Qur’an yang
sesuatu wajar dan legal. Hal ini disebabkan karena Al-Qur’an diperuntukkan bagi
manusia guna menjadi pedoman (huda). Oleh karena itu, tidak heran apabila Peter
Werenfels menandakan bahwa dalam kitab suci ini (Al-Qur’an), setiap orang akan
mencari sistem teologisnya, dan dalam waktu yang sama ia juga akan menemukan
sistem tersebut dengan orientasi tertentu sesuai dengan apa yang dicarinya.3
ditelusuri dan ditiliki pada sejarah islam, embryonal integralnya sudah pernah,
bahkan nyaris dipraktikkan setiap harinya di era Nabi Saw. Dan sahabat. 4
Beberapa kisah yang dapat diangkat dalam konteks ini antara lain Nabi Saw.
menolak sihir dengan surat Al-Mu’awwizatain.5 Dalam kisah yang lain juga
diriwayatkan bahwa sahabat Abdullah bin Mas’ud begitu intens dalam membaca
1
Ahmad Rofiq, “Pembacaan yang atomistik terhadap Al-Qur’an; Antara Penyimpangan
dan Fungsi,” dalam Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol.4,
No. 1, Januari 2014, hlm. 3.
2
Ahmad Rofiq, “Pembacaan yang atomistik terhadap Al-Qur’an., hlm. 4.
3
4
Abdul Mutaqim dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta:
TH-Press, 2007), Cet. I., hlm. 3.
5
Jalaludin Muhammad bin Ahmad Al-Mahali san Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar
as-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (t.k: Al-Haramain Jaya Indnesia, 2007), hlm. 274.
3
surat Al-Waqi’ah dengan harapan diberi kecukupan dan dijauhkan dari kefakiran.1
Dari dua hal tersebut, kiranya dapat dijadikan sebuah indikator bahwa resepsi
tersebut diturunkan..2 Artinya bagi “telings dan lidah” ajamiyah yang tidak
asumsi tertentu terhadap Al-Qur’an dari berbagai komunitas bar inilah yang
al hay atau Studi Living Qur’an,4 yakni fenomena yang hidup di masyarakat
1
Sahabat Abu Bakar datang ke kediaman Abdullah bin Mas’ud disaat beliau sakit
menjelang akhir hayatnya, seraya menawarkan harta sebagai bekal keturunan Abdullah bin
Mas’ud seraya berkata, “Sepeninggalku kelak, aku telah mengajarkan suatu surat Al-Qur’an
kepada putra-putriku yang-jika dibaca secara intensif oleh mereka-tidak akan bisa ditimpa
kefakiran selamanya, yaitu surat Al-Waqi’ah,” Lihat Syamsuddin Al-Qurthubi, al- Ja>mi’ al
Ahk{a>m al-Qur’a>n Juz XVIII, (Riyadh: Dar Al-Qalam Al-Kutb, 1423), hlm. 194.
2
Muh. Asnawi, dkk, Sejarah Kebudayaangkatan Islam 1; Mengurangi Hikmah
Peradaban Islam, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2012), hlm. 61.
3
Abdul Mutaqim dkk, Metodologi Penelitian Livig Qur’an dan Hadis…., hlm. 4.
4
M. Mansyur dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH
Press, 2007), hlm. 8.
4
Al-Qur’an merupakan konsentrasi dari kajian ini, sehingga implikasi dari kajian
tersebut, akan memberikan kontribusi tentang ciri khas dan tipologi masyarakat
Berangkat dari hal diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji
Tengah. Maka dari itu, judul yang peneliti buat dalam penelitian ini adalah
B. Rumusan Masalah
penelitian lebih terarah dan menghasilkan hasil akhir yang komprehensif, integral
Sidamulih?
C. Tujuan Penelitian
Nur Sidamulih.
1
Heddy Shri Ahimsa, “The Living Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi,” dalam
Jurnal Walisongo Vol.20. No. 1, Mei 2012, hlm. 237.
5
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Al-Qur’an khususnya dalam kajian Living Qur’an dan agar dapat menjadi salah
sebagai salah satu syarat bagi peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana Agama
2. Manfaat Praktis
Qur’an yang ada di Pondok Pesantren Tahfidz An-Nur Sidamulih, serta sebagai
alat bantu bagi pembaca dalam memahami makna dan nilai-nilai (meaning and
E. Tinjauan Pustaka
serta sudah mulai melihat realitas social masyarakat dalam menyikapi dan
berikut:
bahwa terdapat tiga bentuk (versi) resepsi penerbit Al-Qur’an berikut dengan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ragam resepsi Al-Qur’an yang ada
1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm.11
2
Ibnu Santoso, “Resepsi Al-Qur’an dalam Berbagai Bentuk Terbitan,” dalam Jurnal
Humaniora Vol. 16, No. 1, Februari 2014. Diakses dari http://jurnal.ugm.ac.id, pada Minggu, 5
Juni 2022.
3
Ahmad Roja Badrus Zaman, “Resepsi Al-Qur’an Di Pondok Pesantren Al-Hidayah
Karangsuci Purwokerto”.
7
dan studi atas dokumen terkait. Analisis yang digunakan peneliti adalah
tahapan pra, inti dan evaluasi tahfidz; serta memaparkan pula mengenai
lain yang membahas terkait resepsi al-Qur’an. Penelitian ini titik tekan yang
Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas dimana, hal ini belum pernah
F. Metode Penelitian
Metode penelitian ialah suatu cara atau langkah yang digunakan untuk
mencari atau menemukan data yang diperoleh dalam sebuah penelitian dan
8
memuat analisa dengan maksud agar penelitian dan kesimpulan yang diperoleh
1. Jenis Penelitian
tradisi.3
setting) disebut juga sebagai metode etnographi karena pada awalnya metode
ini lebih banyak digunakan untuk bidang antropologi budaya, disebut sebagai
metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat
kualitatif.4
tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti
1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm.18
2
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm.19
3
G Gusnada, “Katam Kaji: Resepsi Al-Qur’an Masyarakat Pauh Kamang Mudiak
Kabupaten Agam”, dalam Jurnal Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadits, Vol. 1, No. 1,
2019, hlm. 2
4
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, (Bandung:
Alfabeta, 2015), hlm. 14
9
dan benda-benda yang diamati sampai detailnya agar ditangkap makna yang
1
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
Rineka Cipta, 2013, hlm. 22
2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, hlm. 22
3
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, hlm. 22
10
berada, yang mana peneliti mengungkap isi atau maksud dari fenomena
tersebut.4
Sidamulih.
2. Sumber Data
informasi atau data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini, data primernya
dan wawancara dengan dewan pengurus, dewan Asatidz, dan para santri PP.
Tahfidz An-Nur Sidamulih terkait sejarah dan resepsi Al-Qur’an serta Profil
Pondok Pesantren.
4
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 19
11
Yaitu data yang diperoleh bukan dari sumber asli yang memuat
informasi atau data yang dibutuhkan. Data sekunder ini diperoleh dari
pihak-pihak lain yang tidak langsung seperti data dokumentasi dan data
lapangan dari arsip yang dianggap penting. Dalam penelitian ini data
a. Observasi
bagaimana urutan acaranya dan siapa saja yang hadir. Dalam pengamatan
1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 20
2
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 22
12
b. Wawancara
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
harus harus diteliti, tetap juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self reporty, atau
dengan kondisi yang bebas, santai, tidak tertekan, tetapi tertuju pada suatu
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, hlm. 317
2
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, hlm. 194
13
dialog, diskusi, dan menyepakati data atau informasi yang telah ditemukan
c. Dokumentasi
artikel, jurnal, agenda dan literature lain yang relevan dengan penelitian ini.2
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
meliputi siapa saja yang melakukan resepsi al-Qur'an, oleh santri di PP.
dengan teori resepsi Ahmad Rofiq yang didalamnya akan berbicara tentang
1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 23-24
2
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 24-25
3
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&G, hlm. 33
14
al-Qur'an.
G. Sistematika Pembahasan
sebagai berikut:
Bab I, dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah,
manfaat penelitian, metode penelitian yang di dalamnya meliputi bentuk dan jenis
penelitian serta data-data sumber penelitian yang terbagi menjadi data primer dan
data sekunder, dan yang terakhir dari bab 1 ini adalah tentang sistematika
penulisan.
Bab II, dalam bab ini mengenai bahan evaluasi bagi Pondok Pesantren
dalam Kajian Living Qur’an, pada bab ini berisi tentang teori resepsi Ahmad
Rafiq, kajian Living Qur’an yang meliputi pengertian, sejarah, dan objek living
Qur’an.
Pondok Pesantren Tahfidz An-Nur Sidamulih yang dalam sub babnya meliputi
Nur Sidamulih Dan Sebagai Bahan Motivasi bagi pembaca maupun peneliti
Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih dan Sebagai motivasi bagi semua pembaca
penelitian
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Resepsi
penikmatan sebuah teks oleh pembaca. Resepsi merupakan aliran yang meneliti
teks dengan bertitik tolak kepada pembaca yang memberikan reaksi atau
keindahan yang berdasarkan pada respon pembaca terhadap karya sastra. Pada
awalnya teori resepsi memang digunakan untuk mengkaji tentang peran dan
respon pembaca terhadap suatu karya sastra. Hal ini dikarenakan sebuah karya
penikmat dan konsumen. Lebih singkatnya, karya sastra dapat memiliki nilai
kesimpulan bahwa teori resepsi ini adalah teori yang membahas peranan para
1
Akhmad Roja Badrus Zaman, "Tipologi dan Simbolisasi Resepsi Al-Qur'an Di Pondok
Pesantren Miftahul Huda Rawalo Banyumas", dalam AQLAM; Journal of Islam and Plurality
Volume 5, IAIN Manado; 2020. hlm. 212
2
Akhmad Fajarudin, "Metodologi Penelitian TheLiving Qur'an dan Hadits," dalam
Jurnal Institute Agama Islam Negri Metro, Lampung
3
Akhmad Roja Badrus Zaman, "Tipologi dan Simbolisasi Resepsi Al-Qur'an Di Pondok
Pesantren Miftahul Huda Rawalo Banyumas", hlm. 212
17
Teori ini muncul sejak tahun 1960, akan tetapi konsep-konsep yang
memadai baru ditemukan sekitar tahun 1970-an. Adapun tokoh yang dikenal
sebagai peletak dasar teori resepsi ialah Jan Mukarovsky. Namun, yang
Wolfgang Iser.1
tidak jauh berbeda, Hans Robert Jauss memberikan ketajaman pada sejarah
sastra dengan konsep kuncinya adalah horison harapan pembaca yang tersusun
a. Norma generik, yaitu norma yang ada di dalam teks, kemudian dibaca oleh
pembaca.
sebelumnya.
c. Kontras antara fiksi dan fakta, artinya mampu atau tidaknya seorang
oleh jarak estetis. Maksud pendapat tersebut adalah seberapa jauh jarak yang
tercipta antara harapan sastra dan munculnya teks baru. Hans Robert Jauss juga
Dalam hal ini, terdapat perbedaan yang mendasar antara konsep Hans
Robert Jauss dan Wolfgang Iser. Perbedaan tersebut terletak pada focus
1
M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, (Yogyakarta: Eslaq 2008),
hlm.68
18
Wolfgang Iser meneliti pengaruh atau efek, yakni bagaimana pengaruh teks
terhadap karya sastra tersebut. Tanggapan tersebut bisa jadi pasif, tetapi juga
teks yang mempunyai syarat makna yang mengandung muatan energi yang
pendengarnya.2
1
Asia Padmopuspito, “Teori Resepsi Dan Penerapannya” dalam Jurnal Diktis no. 2th 1,
Mei 1993, hlm. 73
2
19
antara fungsi yang diintensifkan dan fungsi yang direalisasikan. Fungsi yang
pembaca.
peran pembaca terhadap suatu karya. Hal ini dikarenakan karya sastra memang
makna dan nilai yang ada dalam karya sastra itu sendiri. Sehingga karya sastra
tersebut mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai. Dengan
dibutuhkan untuk menentukan makna teks, karena makna suatu teks antara lain
ditentukan oleh peran pembaca. Makna teks juga bergantung pada situasi histor
is pembaca dan sebuah teks hanya dapat mempunyai makna setelah teks itu dib
aca.1
1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok
Pesantren Miftahul Huda Kaliwungu Kendal” , Skripsi, (Fakultas Ushuluddin dan
Humaniora UIN Walisongo Semarang, 2019), hlm. 30
20
Keadaan ini mempunyai akibat lebih lanjut. Selalu dianggap punya wib
awa atau otoritas tentang seorang penulis (pemilik karya sastra), karena ia dian
ggap tahu keseluruhan kehidupan penulis itu, dan tentu juga dengan latar belak
merespon kitab-kitab yang dianggap suci. Di dalam bukunya Beyond The Writt
bahwa kitab suci tak sekedar teks yang dibaca. Tetapi ia hidup bersama orang-
Pada umumnya, kajian resepsi al-Qur’an setidaknya ada tiga aspek yang
dikaji, yaitu pada tulisan, bacaan dan sistem bahasa. Namun kajian fungsi ini le
bih merujuk pada sistem bahasa yang penelitianya meliputi fon, morfem, synta
k dan pragmatik. Dari sinilah Ahmad Rafiq membagi kajian resepsi al-Qur’an
kedalam tiga bagian bentuk resepsi yaitu Resepsi Eksegesisi, Resepsi Fungsion
al.3
2. Resepsi Eksegesis
berbahasa Arab dan bermakna sebagai bahasa. Secara etimologi (bahasa) Ekse
gesis berasal dari bahasa Yunani yaitu “outleading,” atau “ex-position,” yang
i sebuah teks”. Secara historis di sebuah tempat suci Yunani kuno, para ekseget
mahkan” nubuat1
Atau nubuat Tuhan kepada manusia. Oleh karena itu, eksegesis biasanya digun
alui pengajian kitab-kitab tafsir al-Qur’an, misalnya kitab Tafsir Jalalain, kitab
Tafsir Jalalain, kitab Tafsir Ibnu Katsir dan kitab tafsir lainnya. Sedangkan bi
mporer telah sepakat bahwa Tindakan menafsirkan al-Qur’an dimulai pada peri
kan yang tidak jelas atau tidak familiar pada khalayak umum. Khalayak paling
awal yang menerima adanya resepsi eksegesis ini adalah Sahabat Nabi, dengan
1
Wahyu yang diturunkan kepada Nabi (untuk disampaikan kepada manusia), K
BBI Online (daring), dalam http://kbbi.web.id/nubuat.html
2
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesant
ren Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 35
3
Perlu diketahui bahwa aktivitas resepsi tidak menekankan pada teks, tetapi bagaimana
sebuah makna dari teks tersebut dapat terlahir. Jurij M. Lotmen dalam Mahayana menjelaskan
bahwa realitas kultural dan historis yang disebut karya sastra tidak berhenti pada teks, karya sastra
terdiri atas teks dalam relasinya dengan ekstra tektsualitas. Lihat, Maman S Mahayana, Kitab
Kritik Sastra (Jakarta: Yayasan Putaka Obor Indonesia, 2015) 144
22
a. Resepsi Estetis
Dalam resepsi ini, al-Qur’an diposisikan sebagai teks yang bernilai (indah),
serta diterima dengan cara yang estetis pula. Resepsi ini berusaha menunjukka
n keindahan inhern al-Qur’an, Antara lain melalui kajian puitis atau melodis ya
stetis yaitu yang berarti al-Qur’an dapat ditulis, dibaca disuarakan atau ditampil
ri praktek Penerima estetik al-Qur’an. Tindakannya bias dilihat dalam dua cara
ngalami nilai estetika dalam penerimaanya. Mungkin juga begitu sebuah pende
“estetika” dari sebuah teks. Tiang artistik adalah teks itu sendiri dan
pembaca merasakan pengalaman estetika itu pribadi dan emosional, tapi bisa
ditransfer ke orang lain yang mungkin menerimanya dengan cara yang sama
ataupun berbeda.1
b. Resepsi Fungsional
1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 41
23
demi tujuan tertentu, baik tujuan normatif maupun praktis. Kemudian dari
perilaku.
pada tujuan praktis dari pembaca, bukan pada teori. Penerimaan fungsional
berurusan dengan struktur teks, lisan atau tulisan. Menurut Horald Coward,
penerimaan tulisan suci yang mempunyai tekanan kuat dalam lisan tradisi
bisa berbentuk praktik komunal atau individual, rutin atau insidental, hingga
mewujud dalam sistem sosial, adat, hukum, maupun politik. Tradisi seperti
1
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 45
24
beragam variasi dan kreasinya merupakan salah satu bentuk contoh praktik
dilihat dari kisah seorang sahabat yang membacakan surah al-Fatihah untuk
Pada saat yang sama, dia mempunyai kebutuhan khusus yang belum pernah
ada dimodelkan dalam tradisi nabi atau disarankan secara gamblang dalam
struktur teks. Dia mungkin mengacu pada perspektif umum tentang keunggulan
1. Resepsi Al-Qur’an
yang cukup menarik. Fenomena yang muncul sebagai hasil upaya umat
1
Ahmad Roja Badrus Zaman. “Resepsi Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-Hidayah
Purwokerto”, hlm. 19
2
Ainun Jaziroh, “Resepsi Surat-surat Pilihan dalam Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Miftahul Huda Kaliwungu Kendal”, hlm. 46
3
Ahmad Rafiq, “Sejarah Al- Qur’an: Dari Pewahyuan ke Resepsi (Sebuah Pencarian
Awal Metodologis)”, dalam Sahiron Syamsuddin, Islam, Tradisi, dan Peradaban (Yogyakarta:
Bina Mulia Press, 2012), hlm. 73
4
Miftahur Rahman, “Resepsi Terhadap Ayat Al-Kursi dalam Literatur Keislaman”, hlm.
136
25
tergolong dalam kajian fungsi, yang terdiri dari fungsi informatif dan
performatif lebih cenderung kepada aksi, yakni ranah kajian kitab suci
sekedar dibaca dalam rangka untuk melaksanakan ibadah tapi juga untuk
keagamaan umat Islam Indonesia. Hal itu dapat kita jumpai dari semakin
resepsi umat Islam terhadap al-Qur’an terbagi menjadi tiga macam: resepsi
1
Ahmad Roja Badrus Zaman. “Resepsi Al-Qur’an di Pondok Pesantren Al-Hidayah
Purwokerto”, dalam Jurnal Maghza: Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, IAIN Purwokerto, 2019, hlm. 19
2
G. Gusnada, “Katam Kaji: Resepsi Al-Qur’an Masyarakat Pauh Kamang Mudiak
Kabupaten Agam”, dalam Mashdar: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadits, Volume 1, Padang: UIN
Imam Bonjol: 2019, hlm. 40
26
hidup bagi umat Islam, sehingga kebutuhan akan makna dan maksud perlu
tidak memiliki kaitan secara langsung terhadap makna dari teks al-Qur’an
tersebut.1
(faḍā’il al-Qur’ān).2
pastinya membutuhkan alat kerja yang bisa diungkapkan dalam tiga makna
1
Ahmad Baidowi, “Resepsi Estetis terhadap al-Qur’an”, dalam Jurnal Esensia, No. 1,
vol. 8, 2007, hlm. 19-20
2
Miftahur Rahman, “Resepsi Terhadap Ayat Al-Kursi dalam Literatur Keislaman”, h.
136
27
1) Makna Objektif
universal.2
2) Makna Ekspresif
3) Makna Dokumenter
ekstra teoritis.1
B. Kajian Teori
Untuk memahami lebih lanjut mengenai apa saja yang akan dibahas dalam
penelitian ini, maka perlu kiranya untuk mencantumkan beberapa teori yang telah
mengenai apa yang akan dibahas maka kita akan semakin mudah untuk
melakukan penelitian, baik itu untuk mempersiapkan berbagai hal untuk mencari
data dan untuk kemudian dijadikan bahan sebagai bahan penjelas dalam bagian
pembahasan.
1. Al Qur’an
sempurna dan tinggi. Bahkan tidak ada dari golongan jin maupun manusia
sehingga tidak akan ada terjemahan dalam bahasa apapun yang dapat
1
Wendi Parmanto, “Kajian Living Hadits atau Trdisi Shalat Berjama’ah Mghrib-Isya di
Rumah Duka 7 Hari di Dusun Nuguk, Melawi, Kalimantan Barat”, dalam Jurnal Al-Hikmah:
Jurnal Dakwah, vol.12, no. 1, tahun 2018, hlm. 61
2
Ahmad Deedad dan Rahmatullah Alhindi, Mukjizat Al Qur’an Versi Kristologi, terIbnu
Hasan dan Masyhud (Surabaya: Pustaka Da’I,2000), 86.
3
Ibid.
29
dicintai (beloved), yaitu Al Qur’an. Interaksi ini dibagai menjadi dua bagian,
pertama yaitu umat Islam dan bagian yang kedua yaitu non muslim.
pecinta tak kritis (untritical over). Mereka merupakan kelompok orang muslim
kepada dunia, mengapa Al Qur’an dijadikan pegangan hidup, selain itu juga
bahkan bahasa kekasihnya (Al Qur’an). Sedangkan bagian kedua, yakni non
muslim yang terbagi menjadi tiga kelompok pula. Kelompok pertama yaitu the
Sedangkan kelompok yang ketiga adalah polemicist, yaitu non muslim yang
lahiriah yang berupa kegiatan badan dan adab secara batiniah yang berupa
tentang: pertama, tentang keadaan pembaca; kedua, jumlah bacaan; ketiga, cara
cabang ilmu Al-Qur’an dan cabang ilmu sosial, seperti antropologi dan
1
Hamam Faizin, “Al Qur’an Sebagai Fenomena yang Hidup: Kajain Atas Pemikiran
Para Sarjana Al Qur’an”. Makalah ini disajikan dalam International Seminar and Qur’anic
Conference II 2012, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 24 Februari 2012.
Ashim dan Hafash (Jakarta: Amzah, 2011), 55-61; Athiq bin Ghaits Al Balady, Keutamaan-
Keutamaan Al
3
Pendapat ini dari Al Ghazali dalam Mundir Thohir, Metode Pemahaman Al Qur’an
Perkata (Kediri; Azhar Risalah, 2014) 56-65; pendapat lain mengatakan bahwa ini merupakan
pendapat dari M. Abdul Quaseem dalam Zaki Zamani dan M. Syukron Maksum, Menghafal Al
Qur’an itu Gampang! (Yogyakarta: Mutiara Media, 2009), 76-81.
31
sakit, sebagai pengusir jin dll) berarti telah membuat teks-teks Al Qur’an tidak
sebagai obat (syifa), namun ayat-ayat tersebut justru dibacakan untuk mengusir
jin maupun syetan yang konon merasuk ke dalam tubuh manusia, maka bukan
kandungan teks Al Qur’an. Apabila dilihat dari sudut pandang islam, tentu
praktek yang semacam ini tetap berkaitan dengan Al Qur’an dan benar-benar
terjadi ditengah komunitas Muslim tertentu. Kemudian inilah yang perlu untuk
1
Sahiron Syamsuddin, “Ranah-Ranah Penelitian” xiv.
2
Muhammad Mansyur, “Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi Studi Al Qur’an”
dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin (Yogyakarta:
Teras, 2007), 8.
3
Heddy Shri Ahimsa Putra, “The Living Al Qur’an : Beberapa Perspektif Antropo”, 8.
4
Muhammad Mansyur,”Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah”,8.
32
dijadikan objek studi baru bagi para pemerhati studi Al Qur’an dan untuk
objek kajian. Kedua yakni penelitian yang menempatkan hal-hal diluar teks Al
objek kalian. Ketiga, yaitu penelitian yang menjadi pemahaman terhadap teks
Al Qur’an sebagai objek kalian dan yang keempat yakni penelitian yang
masyarakat yaitu resepsi2 mereka terhadap teks tertentu dan hasil penafsiran
tertentu. Bentuk dari resepsi sosial terhadap Al Qur’an dapat kita temui dalam
seperti Al Qur’an dibaca secara rutin dan diajarkan di tempat ibadah, pondok
pesantren dan rumah bacaan surat ataupun ayat pada acara sosial keagamaan
tertentu.
Teks Al Qur’an yang hidup dimasyarakat itulah yang disebut the living
Qur’an.3
1
Ibid., 8-9.
2
Resepsi yaitu, bagaimana Al Qur’an diterima dan bagaimana reaksi mereka terhadap
Al Qur’an. Aksi resepsi terhadap Al Qur’an, sejatinya merupakan interaksi anara pendengar /
pembaca (qurra’ dan hafidz) dengan teks bacaan (Al Qur’an). Lihat M. Nur Kholis Setiawan, Al
Qur’an Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: Elsaq Press, 2006), 68.
3
Sahiron Syamsuddin, “Ranah-Ranah Penelitian”, xi-xiv.
33
dalam kehidupan umat muslim.1 Al Qur’an dipandang sebagai kitab; obat hati
dan fisik; sarana perlindungan dari bahaya makhluk halus, bencana alam, siksa
pengetahuan2 dan sebagai obat penyembuh bagi ruhani dan jasmani. 3 Fungsi Al
Qur’an sebagai obat tersebut juga telah tersirat dan tersurat dalam QS. Al Isra’
ayat 82.4
praktikkan oleh Jerry D. Gray. Sholat dua rakaat dan sekali lagi mengucapkan
niat, membaca Al Fatihah dengan suara keras 41X, membaca Al Ikhlash 33X,
Al Falaq 41X, An Nas 41X dan ayat Kursi 41X, sebagai perantara memohon
kepada Allah SWT.5 Selain itu, Al Qur’an, Al Qur’an juga sebagai ruqyah
Fatihah, QS. Al Baqarah: 1-6, QS. Al Baqarah: 102, QS. Al Baqarah: 163-164,
QS. Al Baqarah 255, QS. Al Baqarah 185-186, QS. Al Imran: 18-19, QS. Al
A’raaf: 54-56, QS. Al Baqarah 185-186, QS. Al A’raaf: 54-56, QS. AL A’raaf:
117-122, QS. Yunus: 81-82, QS. Thaha: 69, QS. Al Mu’minuun 115-118, QS
1
Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan baru dalam Kajian Al Qur’an (Studi
Kasus di Pondo Pesantren As Siroj Al Hasan Desa Kalimukti Kecamatan Pabelian Kabupaten
Cirebon”, Journal of Qur’an and Hadits Studies, 4 (2015), 170.
2
Hendy Shri Ahimsa Purtra, “The Living Al Qur’an: Beberapa Perspektif Antropologi”,
Walisongo, 20 (Mei, 2012), 249.
3
“Subhanallah, Lumpuh Otak Tapi Hafal Al Qur’an”, Buletin Donatur, September 2015,
23.
4
M. Sanusi, Terapi Kesehatan Warisan Kedokteran Islam Klasik (Yogyakarta: Najah,
2012), 36.
5
Jerry D. Gray, Rasulullah is My Doctor, terj. Tetraswari (Depok: Sinergi, 2010), 34.
34
As-Shaaffar; 1-10, QS. Al Ahqaf 29-32, QS. Ar Rahman: 33-36, QS. Al Hasyr:
3. Tahfidz Al Qur’an
bentuk tindak lanjut setelah diterimanya wahyu dari Malaikat Jibril AS,
kulit binatang, tulang binatang, kayu, pelepah kurma, batu dll) 2dan
aspek oral / recitation, kedua yaitu aural / hearing, ketiga adalah tulisan /
1
Ibid., 68-80.
2
Abu Najibullah Syaiful Bahri Al Gorumi, Tajwid Riwayat Hafs (Blitar: Mubarokatan
Thoyibah, 2009), 145.
3
QS. Al Hijr (15): 9
35
telah disebutkan oleh Islam Gusmian, bahwa kegiatan recitation of Qur’an itu
Al Qur’an.1
firmanNya yang termaktub dalam QS. Al Qomar (54): 17, 22, 32 dan40,
1
Hamam Faizin, “Al Qur’an Sebagai Fenomena yang Hidup: Kajain Atas Pemikiran
Para Sarjana Al Qur’an”. Makalah ini disajikan dalam International Seminar and Qur’anic
Conference II 2012, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 24 Februari 2012.
2
Syarifuddin, Mendidik Anak, 82.
3
QS. Al Qamar (54): 17, 22, 32 dan 40.
4
Ibid.
36
melanggar ajaran Islam yang telah membudaya dan dianggap biasa; keempat,
1. Motivasi dan Makna Tahfidz Al Qur’an ditinjau dari Al Qur’an dan Hadits
disebut motive. Adapun kata motive itu berasal dari kata motion yang
berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Oleh karena itu tema motif
perilaku, sikap dan tidak tanduk seseorang yang selalu dikaitkan dengan
pencapaian tujuan.2
1
Maksum, Menghafal Al Qur’an, 73-75.
2
iIbid.
37
yang kadangkala bersumber dari dalam diri inividu dan juga bisa
kesucian dan ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh pada diri
1
Ibid, 142-143
2
Akmal Hawi, Seluk beluk Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),
226.
3
Imam Sudarmoko, “The Living Qur’an: Studi Kasus Tradisi Sema’an Al Qur’an Sabtu
Legi di Masyarakat Sooko Ponorogo” (Tesis Megister, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
Malang, 2016), 41.
38
tindakannya.1
respondennya.2
ingin mencapai derajad yang tinggi, agar orang yang senantiasa berzikir
sebagaimana berikut:
1
Stefanus Nindito, “Fenomenologi Alfred Schutz: Studi tentang Kontruksi Makna dan
Realitas dalam Ilmu Sosial”, Jurnal Ilmu Komunikasi, 2 (Juni, 2005), 93.
2
Ibid., 92.
3
Yahya Abdul Fattah Az Zawawi, Revolusi Menghafal Al Qur’an: Cepat Menghafal,
Kuat Hafalan dan Terjaga Seumur Hidup, terj. Dinta (Surakarta: Insan Kamil, 2011), 44.
39
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah
Shihab, bahwa ayat ini dinilai berhubungan secara langsung dengan keistimewaan
ini benar, maka yang dimaksud bukanlah penyakit jasmani, melainkan penyakit
1
QS. Al Isra’ (17): 82.
40
kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya.
kerugian, maka Allah SWT akan melipatgandakan pahala mereka yang telah
disebutkan diatas serta menambah rezeki bagi mereka yang berkenan untuk
sebagaimana firmanNya yang termaktub dalam QS. Al Qomar (54): 17, 22, 32
dan 40.
mereka berpaling dan berkata, “(Ini adalah) sihir yang terus menerus.”
mudah diingat (maka adakah orang yang mengambil pelajaran?) yang mau
1
QS. Fathir (54)
41
mengandung makna perintah yakni, hafalkanlah Alquran itu oleh kalian dan
ambillah sebagai nasihat buat diri kalian. Sebab tidak ada orang yang lebih hafal
tentang Alquran selain daripada orang yang mengambilnya sebagai nasihat buat
dirinya.
رواه مسلم
SAW bersabda memberi syafa’at kepada para pembacanya pada hari kiamat
nanti.2
Hadits diatas, menjelaskan dengan sangat terang bahwa kelak pada hari
akhir atau kita semua akan menemui hari kiamat maka Al Qur’an akan meberikan
1
Muhammad Anwar Ibnu Suyuthi, Anwaarul Qur’aan (Kediri: t.p. t.t.), 2.
Abu Hajjaj Al bin Muslim 804; Nomor Hadis, ور ِة الَْب َقَر ِة ِ ِ ِ ْ َ باب فLihat 51
َ ض ِل قَراءَة الْ ُقْرآن َو ُس
2
يم ِ ٌ والَم حر،ف ٌ ِ أل:ولك ْن ٌ ألم َح: ال أقول،والح َسنَة بِ َع ْش ِر ْأمثَالِها
ِ ،رف ِ
ٌ وم،ف َْ ٌ ٌ ف َح ْر َ ،كتاب اهلل َفلَهُ َح َسنَة
ف
ٌ َح ْر
Qur`ān) maka baginya satu pahala kebaikan, dan satu pahala kebaikan akan
dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat, aku tidak mengatakan bahwa alif lām
mīm itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lām satu huruf, dan mīm satu
huruf.”
bahkan perhuruf yang ada dalam Al Qur’an, maka akan mendapat sepuluh
kebaikan / pahala. Selain itu, kebaikan akan bertambah ketika seseorang membaca
Al Qur’an secara terbata-bata. Dan hal ini sering dialami oleh tiap orang yang
dihafalkannya.
Terlebih lagi, semua pahala yang didapat ini kan dilipat gandakan berkali-
kali lipat, manakala mereka melakukan dibulan Ramadhan. Karena setiap amal
yang dilakukan dibulan Ramadhan. Karena setiap amal yang dilakukan dibulan
hafalan, harus membacanya berulang kali agar hafal akan mendapat banyak
يت ِمن
ٍ وم ف ِي ب
َ ُ َاجتَ َم َع ق َ َصلَ ِي اللٌهٌ َعلَ ِيه َو َسلَم ق
ٌ ال َما
ِ َ ض ِي اللٌهُ َعنهُ أ َن رس
َ ول اللٌه َُ َ َعن اَب ِي ُه َريَر َة َر
Artinya: “Abu Huraiah dari Nabi SAW beliau bersabda: “Tidaklah sebuah
kitab Allah, dan saling mempelajarinya diantara mreka melainkan akan turun
kepada mereka. Hadits ini menganjurkan kepada kita untuk senantiasa belajar
serta mengajarkan Al Qur’an dan tidak luput juga untuk membaca serta
menghafalnya. Bahkan dalam suatu hadits juga telah dijelaskan bahwa ada
وعلى الذكر،باب فضل االجتماع على تالوة القرآن, Hadis Nomor 2699 dalam Al Naisyaburi, Shahih
1
.
2
Dari Al Kitab Al Araby, 1407 H), I: 113; lihat فضل و ثواب قراءة القرآن, Hadis Nomor 1455
dalam Sulaiman bin Al Asy’ats Abu Daud Sajastani Al Azadi, Sunan Abu Daud (Beirut: Dar al
Fikr, t.t.), II: 71.
44
rumahnya.
di akhirat ditemai oleh para maaikat yang mulia. Dan orang yang
sallam bersabda:
1
Naisyaburi, Al dalam 798 Nomor Hadis, آن َوالَّ ِذي َيتََت ْعتَ ُع فِ ِيه ْ
ِ ض ِل الْم
ِ اه ِر بِالْ ُقر
َ ْ َ باب فLihat
Shahih Muslim, I: 549; lihat آن َوالَّ ِذي َيتََت ْعتَ ُع فِ ِيه ِ ض ِل الْم
ِ اه ِر بِالْ ُقر
ْ َ ْ َ باب ف, Hadis Nomor 3857 dalam Ahmad bin
Al Husain bin Ali bin Musa Abu Bakar Al Baihaqi, Sunan Al Baihaqi Al Kabiry (Makkah)
Maktabah Dar Al Baz, 1994), II: 395; lihatdalam 3779 Nomor Hadis, باب ثواب قراءة القرآن
Muhammad bin Yazid Abu Abdullah bin Majah Al Qazwini, Sunan Ibnu Majah (Beirut: Dar Al
Fikr, t.t.), II: 1242; lihat Hadis Nomor 2471 dalam Ahmad bin Hanbal Abu Abdullah Asy
Syaibani, Musnad Ahmad (Mesir: Muasasah Qurtubah, t.t.) VI: 98; lihat Hadis Nomor 26339
dalam Idem, Musnad Ahmad, VI: 266.
45
mereka dikenal sebagai makhluk Allah yang paling taat trhadap segala
ada dalam masyarakat tersebut merupakan prodak dari sebuah tafsir al-
1
Lihat تفسري سورة عبس كاملة, Hadis Nomor 4653 dalam Muhammad bin Isma’il Abu
‘Abdullah Al Bukhari Al Ju’fi, Shahih Bukhari (Beirut: Dar Ibnu Katsir Al Yamamah, 1987), IV:
1882.
46
C. Living Qur’an
dengan berkembangnya ilmu yang dipandang sebagai ilmu bantu bagi ‘Ulum
ilmu komunikasi. Hal ini berkaitan dengan obyek penelitian dalam kajian al-
lebih kepada aspek internal teks ada pula yang memusatkan perhatiannya pada
praktis dalam kehidupan umat diluar aspek tekstualnya nampak tidak menarik
Living Qur’an dilihat dari segala Bahasa adalah gabungan dari dua kata
yang berbeda yaitu living yang berarti ‘hidup’ dan qur’an yaitu kitab suci umat
1
Muhammad Chrizin, Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur’an,
dalam Syahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, (Yogyakarta:
Teras, 2007), hlm.11
2
M.Masykur, dkk, Ranah-ranah Penelitian dalam Studi Al-Qur’an dan Hadits dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed, Sahiron Syamsuddin (Yogyakarta:
Teras), hlm.xii
47
islam. Sehingga Living Qur’an dapat diartikan teks al-Qur’an yang hidup di
masyarakat.1
bagi perkembangan wilayah obyek kajian living Qur’an. Jika selama ini ada
kesan bahwa tafsir harus dipahami dengan teks grafis (kitab atau buku) maka
makna tafsir bisa diperluas dengan respon atau praktik perilaku suatu
hal ini disebut dengan tilawah, yakni pembacaan yang berorientasi kepada
Dalam lintasan sejarah Islam, bahkan pada era yang sangat dini,
Nabi Muhammad SAW. Masih hidup, sebuah masa yang paling baik bagi
islam, masa dimana perilaku umat masih terbimbing wahyu lewat Nabi
secara langsung praktek semacam ini konon dilakukan oleh Nabi sendiri.
ruqyah lewat surat al-Fatihah atau menolak sihir dengan surat al-
Mu’awwizatain.3
1
Sahiron Syamsuddin, Ranah-ranah Penelitian dalam Studi Al-Qur’an dan Hadits
dalam Metode Penelitian Qur’an dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, (Yogyakarta: Teras,
2007), hlm.14
2
M. Mansyur, dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron
Syamsuddin, hlm. 68-69
3
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, hlm.3
48
yang dimaksud adalah petunjuk agama, atau yang biasa juga disebut sebagai
itu.1
Apa yang dilakukan Nabi tentu saja telah bergulir sampai generasi-
merambah studi agama Islam, maka kajian atau studi Islam termasuk studi
1
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, hlm. 37, cet 1 edisi 2., Mizan Media Utama: Bandung. 2013
2
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, hlm.4
49
Qur’an lebih diunggulkan sebagai obyek kajian. Itulah kenapa dahulu ilmu
keagamaan murni.1
Sebenarnya yang dimaksud dengan Living Qur’an dalam konteks ini adalah
kajian atau penelitian ilmiah tentang berbagia peristiwa sosial yang terkait
dengan benar jika bertolak dari pemahaman akan teks dan kandungannya.2
syifa’ yang berarti obat, tetapi ketika unit-unit tertentu darinya dibacakan
untuk mengusir syetan yang konon merasuk pada tubuh manusia maka
bukan berarti praktek ini adalah berdasarkan isi kandungan daripada al-
Qur’an. Itulah yang jadi obyek studi baru bagi para pemerhati al-Qur’an dan
1
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits , ed. Sahiron Syamsuddin, hlm.6.
2
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, hlm. 8
50
usia al-Qur’an Namun, dengan periode yang cukup panjang praktek diatas
kepada kajian teks, wajar saja jika ada yang menyebut bahwa peradaban
tafsir lebih banyak ketimbang yang lain meski kalau lebih dicermati produk
rasional dan terarah tentang pekerjaan sebelum, saat dilakukan dan sesudah
a. Lokasi
1
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, hlm. 9
2
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, hlm. 67
M. Mansyur, dkk, Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah Studi al-Qur’an dalam
3
Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, ed. Sahiron Syamsuddin, hlm. 71
51
tersebut yang tidak dimiliki oleh lokasi yang lain sehubungan dengan
Qur’an ini karna digali oleh peneliti sebagai instrument, melalui teknik
responded lebih terbuka dan leluasa dalam memberikan inforasi atau data
(terbuka/ bicara apa saja) dalam garis besar yang terstruktur (mengarah
sepihak oleh peneliti saja. Sebab, boleh jadi ketika dibaca orang lain akan
kelompok. Dalam hal ini peneliti harus dapat diterima sebagai warga atau
Unit analisis adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu,
memberikan kriteria siapa saja dan apa saja yang menjadi subjek
digunakan untuk modal awal dalam pengumpulan data lebih lanjut untuk
informasi sebagai hasil pengenalan diri dan mereka telah memahami apa
penelitian. Selain itu juga peneliti akan mendatangi tokoh formal seperti
kepala desa dan tokoh informasi yakni tokoh agama atau orang yang
g. Penyajian Data
lapangan yang detail (induksi) dapat berupa data yang lebih mudah
(konseptualisi).
BAB III
Banyumas
Paguru Rokhiban. Sebagai tokoh desa yang sangat disegani dan dermawan,
lima waktu, Tidak hanya sampai disini, melalui istigosah rutinanpun diadakan
walimatul ‘arsy, tahlil kematian dan masih banyak lagi. Selain sebagai tokoh
desa, beliau juga dikenal sebagai tokoh agama (Kyai) yang memiliki banyak
karena sudah banyak dari santri yang sudah menghatamkan hafalan 30 juz
Rawalo, merupakan putra dari kekasih Allah yakni, Bpk Abdul Rouf dan Ibu
Painah.
Serang selama 1 tahun. Selama itu juga beliau menghafal al-Qur’an di Pondok
Beliau berguru pada Abah Luzaini Tohir dan Abah Sibromalisi. Singkat
1
Wawancara langsung dengan santri ndalem Beliau, Khoreul Anwar (santri ndalem),
pada minggu, 14 Agustus 2022 pukul 21.30.
56
imu dari pondok pesantren Madrijul ‘Ulum dan Pondok Pesantren Al Inayah,
beliau ingin membangun sebuah Pondok Pesantren tempat untuk mengaji dan
menghafal al-Qur’an.
Berbekal keyakinan dan ilmu agama yang sangat kuat yang diperoleh
dikarenakan beliau adalah orang yang senang dekat dan bergaul dengan para
ulama.1
dapat kita lihat dari dorongan dan didikan nyata yang senantiasa diberikan
sepenuhnya tentang penting nya kebersamaan, gotong royong, etos kerja, usaha
berada disekitaran pondok pesantren tahfidz annur yang terdapat banyak ikan
Sikap beliau terhadap pesantren dan dakwah adalah salah satu contoh
nyata dan langka. Putra beliau sudah dikenalkan dan diwajibkan ngaji di
pesantren sejak usia dini, beliau mempunyai kebiasaan memberi bekal (biaya,
1
Wawancara langsung dengan santri ndalem Beliau, Khoreul Anwar (santri ndalem),
pada minggu, 14 Agustus 2022 pukul 21.30.
2
Wawancara langsung dengan santri ndalem Beliau, Khoreul Anwar (santri ndalem),
pada minggu, 14 Agustus 2022 pukul 21.30.
57
sangu, uang, beras, kitab) kepada siapa saja yang hendak menimba ilmu
berjalanan rutinan sema’an al-Qur’an. Hal ini adalah rasa cinta terhadap al-
Qur’an.
Dengan izin dan rahmat Allah, didampingi dan diikuti juga oleh beberapa
dipondok pesantren.
baru atau dalam kondisi yang belum maksimal sehingga dengan kepengurusan
putri dari banyaknya anak yang mendaftar dari anak-anak MI karena yang
1
Wawancara langsung dengan beliau kiai Rokiban Al mufti Al Hafidz, pada minggu, 15
Agustus 2022 pukul 16.30.
58
Rawalo Banyumas.
orang yang beriman. Hal ini secara tegas telah dinyatakan al-Qur’an yang
apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
1
M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1997),hlm. 234.
2
M. Quraish Shihab, Wawancara Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2013),hlm. 3-6.
59
berobat, dan mengusir makhluk halus.2 Salah satu praktik berinteraksi dengan
Jampes3 yang dirutinkan setiap malam rabu manis didalam masjid PonPes
maupun masjid warga sekitar yang terdiri dari berbagai jama’ah setiap
masyarakat desa desa maupun santri santri dan setiap kegiatan akan
berbagai alat wadah air yang bermacam-macam ada yang menggunakan aqua
botol, galon mini, galon besar, cangkir, dll. Kegunaan barang-barang tersebut
banyak lagi antara lain sebagai media penyembuh medis maupun non medis
seperti contoh medis yaitu sakit kepala sakit perut yang tak kunjung sembuh
1
M.Mansyur dkk, Metodologi Penelitian Living Qur’an &Hadits (Yogyakarta: TH-
Press,2007),hlm,4-5.
2
Muhammad Chirzin, Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan al-Qur’an
dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits (Yogyakarta: TH Press, 2007),hlm,11.
3
KH. Abd Malik Ihsan Jampes selaku shohibul ijazah isthighotsah “YAMISDA” Diakses
dari https://anchor.fm/rifaunnaim/episodes/ISTIGHOSAH-YAMISDA-AL-IHSAN-JAMPES-
KEDIRI-eigr8n
60
dan lain lain ada juga yang non medis seperti kerasukan makhluk gaib atau
terkena guna-guna dari orang jahat, dari PonPes ini sudah memberikan
mampu menjadi pusat keamanan bagi warga sekitar maupun luar sekitar,
santri tahfidz Annur Sidamulih sudah sering menjalankan rutinan tadarus al-
Qur’an atau Rutinan Simakan al-Qur’an Minggu Wagean pada waktu pagi
dengan tujuan untuk penyembuhan atau obat bagi yang membaca al-Qur’an
Adapun fenomena yang lain yaitu yang terbuka dalam kegiatan Pondok
dengan irama-irama seperti bayyati, hijaz, nahawan, qoror dan lain sebagainya
santri putra putrinya merutinkan setiap malam jum’at yaitu membacakan surat
yasin dan membaca Bersama dengan nada murrotal dengan target yang dibaca
sehingga sebentar lagi khataman yang tradisinya setelah khatam akan diadakan
Hasrat cinta terhadap al-Qur’an. Adapun peristiwa yang lain yaitu merutinkan
jama’ah masjid maupun dengan santri putri putri tahfidz annur setiap malam
beliau Nabi Besar Muhammad SAW, yang seringkali diikuti oleh masyarakat
santripun antusias juga dengan memukul alat seadanya yang membuat suasana
bersholawat menjadi sangat meriah dan menjadikan semangat yang luar biasa
perkembangan ilmu yang dipandang sebagai ilmu bantu bagi Ulumul Qur’an
ini terkait dengan objek penelitian kajian al-Qur’an itu sendri. Secara garis
besar, gendre dan obyek penelitian al-Qu’an dapat dibagi menjadi tiga bagian:
62
1. Penelitian teks al-Qur’an sebagai obyek kajian hal ini, teks al-Qur’an diteliti
dengan dirasat ma haula al-Qur’an (studi tentang apa yang ada disekitar
teks al-Qu’an).
dipahami dan ditafsirkan oleh umat islam, baik secara keseluruhan, maupun
penafsiran tertentu dalam masyarakat, baik dalam skala besar maupun kecil.
Teks al-Qur’an yang hidup dimasyarakat itulah yang disebut dengan Living
Living Tafsir.
63
Qur’an bukan hanya sebagai kitab suci yang harus dipercaya secara teologis,
tetapi juga sebagai kitab suci yang sesuai dengan kebutuhan agama-sosial-
budaya mereka. Karena itu, al-Qur’an bukan hanya tentang apa yang al-
Qur’an katakana kepada orang beriman, melainkan juga tentang apa yang
mendapat sambutan positif. Sambutan ini terlihat tatkala santri dan warga
Qur’an dibaca, dipahami dan diajarkan, salah satu indikasi konkrit kea rah
dini baik itu di rumah yang diajarkan langsung oleh orang tua masing-
terlebih dahulu oleh guru ngaji ataupun guru agama. Selanjutnya belajar
yaitu membaca rutin mulai dari halaman pertama dalam al-Qur’an dan ada
pula yang membaca surah-surah tertentu saja yang terdapat di dalam al-
Qur’an. Selain itu ada juga yang menerima bacaan al-Qur’an melalui
dalam istilah generic berarti tindakan menerima sesuatu. Adapun teks tidak
selalu di identikan dengan tulisan yang tertera dalam sebuah kertas akan
hari selain meresepsi al-Qur’an secara eksegesis, santri Annur dan warga
atau ayat-ayat al-Qur’an apabila dibaca secara rutin dan konsisten, baik
dari sesuatu yang dibaca. Ketika membaca beberapa ayat atau surah dari al-
65
Qur’an, beberapa dari santri dan warga pembaca mengambil berkah dari
Adapun istilah tabarruk berasal dari kata baraka yang sama maksudnya
dan meyakini bahwa tradisi yang mereka amalkan seperti slametan atau
bagian ini dapat dipahami bahwa dengan membaca dan mendengar firman
pikiran. Hal ini berdasarkan hadis nabi yang menjelaskan bahwa al-Fa’l
wawancara dari penelitian ini, ada beberapa bagian yang termasuk dalam
surah-surah tertentu. Tentu saja hal ini termasuk kepada tafȃ`ul dari
sesuatu yang dibaca atau ayat dan surah dari al-Qur`an. Demikian ini
Tafa’ul berasal dari kata al-fa’l yang merupakan lawan kata dari al-
Shu’m artinya nasib atau alamat baik. Sedangkan tafa’ul sendiri artinya
Kajian ini disebutkan sebagai sebuah tafa’ul karena hasil data yang
mengambil pertanda baik dari ayat al-Qur’an yang dibaca. Adapun makna
1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, 1029.
2
Amȋn bin ‘Abdullah Al-Shaqȃ wi, al-Fa`l wa Ḥusnu al-Ẓann bi Allȃh (bi al-
Lughah al- Indȗnisiyyah), terj. Abu Umamah Arif Hidayatullah. IslamHouse.com, 2013.4.
67
PENGASUH
Kyai Muhammad
Rokhiban Almufti
Alhafidz
KETUA/LURAH
Bpk Mawardi
SEKRETARIS BENDAHARA
Mba Afifah Nur Fatin Ibu Siti Maslahah
USTADZ
1. Khoerul Anwar
2. Suhendi Apriansyah
3. Muhammad
Taujihan
Waktu Kegiatan
No
Subuh Sholat Subuh Jama’ah
1.
2. Dluha Sholat Jama’ah Dluha
Sholat jama’ah dzuhur,
3. Dzuhur
sorogan al- Qur’an
Waktu Aktivitas
No.
sangatlah berarti. Maka dari itu butuh kehadiran yang berulangkali sehingga
Tabel 1
Tabel Daftar Kehadiran Peneliti di Lokasi
Penelitian
69
wilayah pondok, meliputi: sebelah timur, jalan raya dan warga sekitar; sebelah
utara, warga sekitar; sebelah barat, persawahan; dan sebelah selatan, rumah
diikuti oleh remaja, dewasa bahkan anak-anak dibawah usia 12 tahun, yang
selama ini jarang terlihat di Pondok Pesantren lainnya. Karena mayoritas, Para
berbagai hal terkait sarana prasarana serta kegiatan santri sehari-hari dapat
teknis pelaksanaan tahfidz Al Qur’an akan dapat diperoleh dari guru tahfidz Al
Qur’an. Dan santri yang ikut program menghafal Al Qur’an akan menjadi
setidaknya antara dua orang, atas dasar kebersediaan dana dalam setting
Qur’an. Observasi secara mendalam dan menyeluruh pada semua aspek yang
1
Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi dan Fokus Group: Sebagai instrument
Penggalian Data Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013),hlm. 31.
2
Ibid.,129.
71
dokumen resmi maupun non resmi yang terkait dengan lokasi dan kajian
penelitian.
itu awalnya hanya sebuah TPQ Annur dari santri yang awalnya hanya satu
tahfidz Annur di tahun 2017 awal berdirinya pondok pesantren tahfidz Annur.
sebuah cita-cita dari seorang santri yang sudah menghafal Al-Qur’an dengan
lancer yang didirikan oleh Kiai Muhammad Rokiban Almufti Alhafidz yang
dibantu oleh istri Kiai kemudian juga dibantu oleh teman dan sodara kiai.
kamar di atas taman atau kolam karna tempatnya di sawah yang sudah ada
72
pake kayu dan sekarang akhirnya melebar menjadi bangunan permanen dan
sampai saat ini sudah ada bangunan lantai dua dan juga ada masjid yang
bangsa menjadi generasi yang berakhlakul karimah atau yang di dasari oleh
Rawalo Banyumas
berasal dari purwakarta saya mulai mondok dari tahun 2019 di Pondok
Pertama Praktik membaca al-Qur’an yang mengajarkan itu dari beliau pak kiai
menulis dari ustadz ustadzah yang mempunyai bakat dari pendidikannya. Sejak
pesantren tahfidz annur sidamulih yaitu sebelum berdirinya pondok sudah ada
1
Wawancara dengan pengasuh pondok pesantren Tahfidz Annur, oleh Kiai Muhammad Rokiban
Almufti Alhafidz, Sidamulih 20 Desember 2022.
73
untuk menghafalkan itu sudah mulai sejak dari berdirinya pondok pesantren
anak TPQ di bawah 12 tahun yang dimulai di iqra’ dan ketika sudah sudah
yang diajarkan oleh ustadz ustadzah dan ketika bacaanya sudah selesai atau
sangat mulia sekali yaitu makna dari membacakan dan menulis dengan
memikirkannya supaya mendapatkan berkah dan kebaikkan yang ada dalam al-
untuk lebih memahami labih dalam dan bisa membanggakan keluarga dan
kepada ke dua orang tua di syurga firdausnya alloh, Hal-hal yang telah
1
Wawancara dengan santri pondok pesantren Tahfidz Annur, oleh Suhendi Apriansyah,
Sidamulih 20 Desember 2022.
75
BAB IV
resepsi yaitu teori yang mengkaji tentang hubungan antara masyarakat dengan
materi wawancara maka penulis membagi dua bentuk sifat pemaknaan, yaitu
“yang saya pahami dari resepsi al-Qur’an adalah pada intinya diwajibkan
bagi kaum mukminin untuk belajar dan mengajar terhadap kitab suci al-Qur’an
Peneliti merupakan santri yang tergolong santri rajin membaca dan menulis
intelektual yang kritis. Adapun pernyataan tambahan dari santri atau warga
seperti ini:
yang sering diberikan oleh para ustadz ustadzah di media online maupun
offline tentang ilmu keagamaan Islam seperti contoh qiro’ah dan murrotal
maupun pengajian.”
beberapa kelompok, ada yang sudah paham tentang resepsi al-Qur’an dan ada
juga yang hanya mengikuti sesuai apa yang dilihatnya. Dibawah ini adalah
respon dari beberapa santri dan warga sekitar Pondok Pesantren Tahfidz Annur
Untuk ungkapan jawaban dari salah satu santri yang tergolong sudah
tingkah laku yang baik tidak semena-mena, dengan kata lain itu tidak bar-bar.
77
Sedangkan dari segi pemakaian, jangan asal memakai al-Qur’an namun ada
Ungkapan tersebut merupakan jawaban dari santri yang sudah lawaz di Pondok
respon dan tanggapan yang disampaikan oleh beberapa warga yang sering
mengikuti kegiatan di pondok yang masih belum tau adanya resepsi al-Qur’an
seperti ini:
“Saya tidak tahu bahwa ada makna yang melekat dibalik pembelajaran al-
Qur’an, tapi saya hanya mengikuti yang lain saja hanya mempelajari cara
membaca dan menghafalkannya tidak memahami ap aitu makna dari pada al-
Jawaban diatas adalah jawaban dari warga yang sebelumnya belum pernah
mondok dan hanya mengikuti kegiatan saja yang juga mempunyai kesamaan
tergbagi menjadi teori objektif yaitu makna yang ditemukan oleh konteks sosial
Qur’an oleh santri maupun warga sekitar Pondok Pesantren Tahfidz Annur
78
Banyumas
Dalam sub bab ini, penulis akan memfokuskan mengenai pemahaman para
objek penelitian (sumber penelitian). Sumber data primer dalam penelitian ini
yaitu santri dan warga sekitar Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih
yang berisi 3 pertanyaan, yang terbagi pada beberapa peran orang. Dari sekian
banyak orang dari santri maupun warga yang diteliti ada 10 santri putra dan
putri atau ada beberapa warga sekitar pondok yang tidak tahu.
pribadi yang luhur bagi kaum muslimin wal muslimat, satu langkah untuk
orang yang tidak membaca atau menghafalkan al-Qur’an itu pasti orang yang
tidak baik akhlaknya. Tapi dengan mempelajari al-Qur’an menjadi salah satu
79
Perilaku social adalah perilaku yang didapatkan. Perilaku tidak ada sejak
dirinya, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku adalah hasil dari interaksi.
Bagi Santri dan Warga sekitar pondok pesantren Tahfidz Annur Sidamulih
beragam, ada santri yang menganggap bahwa resepsi al-Qur’an bahwa sebatas
pengertianya.
sebatas bacaan, ada juga yang memang ini suatu keharusan, dan lain
sebagainya.
ragam cara praktik yang ada di dalam Pondok Pesantren Tahfidz Annur
80
Sidamulih dengan tata cara tersendiri akan berbeda dengan orang yang hanya
membaca biasa saja. Santri dan Warga yang melihat santri mempelajari al-
digunakan untuk media pengobatan dari santri dan warga merasa terjaga dan
sebagai objek resepsi tidak sepenuhnya identic dengan teks sastra saja, namun
kitab suci yang mengajak pembacanya tidak hanya untuk merespon hal yang
bersifat structural, yang telah tersusun, tetapi sebagai perilaku atas keimanan
disertasinya.
Qur’an merupakan suatu hal yang sangat diapresiasi dan dijunjung tinggi.
rutinan pengajian yang diadakan dipondok pesantren yang sering sekali para
bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat mulia, berbeda dengan bulan-
bulan sebelumnya, diantaranya hal ini karena pada bulan inilah diturunkan
momen tersebut dengan sangat baik. Kemudian beliau mengutip Q.S. Al-
kesalahan yang telah dilakukan hambanya. Oleh sebab itu, bulan Ramadhan
ampunan dan bertaubat dengan penuh kesungguhan hati kepada Allah. Lebih
lanjut beliau membacakan Q.S. Al-Baqarah: 186 dan kemudian berujar bahwa
bulan Ramadan ini juga merupakan salah satu waktu yang sangat mustajab
dapat berupa kelancaran kepentingan dunia dan akhirat, serta tak lupa untuk
pada bulan tersebut Allah melipat gandakan pahala bagi siapa saja yang
sebagai bukti bahwa Santri dan Warga Pondok Pesantren Tahfidz Annur
Sidamulih meresepsi Al-Qur’an secara eksegesis. Bagi Santri dan Warga Al-
Qur’an tidak hanya dijadikan kitab suci yang dibaca, dijunjung tinggi dan
disakralkan begitu saja, akan tetapi dihafalkan dan dipelajari atau difahami
sehari-hari.
83
dari Q.S Ar-Rad: 28 dan Q.S Al-Baqarah: 153, sebelah selatan timur terdiri
dari Q.S. Ibrahim: 7, dan penggalan dari Q.S. Al-Baqarah: 255 dan sebelah
barat yakni Q.S. Al-Mu’minun: 1-3. Resepsi estetis Santri dan Warga
ketika Santri dan Warga Tahfidz Annur Sidamulih melihat kaligrafi tersebut
memasang kaligrafi potongan ayat-ayat Al- Qur’an pada dinding ruang tamu
atau keluarga, bahkan beberapa dari mereka ada juga yang menyimpannya
84
kaligrafi Ayat kursi. Menurut Suaebah (72) selain alasan keindahan, ini
ditujukan pula untuk memangkal masuknya jin dan setan yang masuk ke
menghiasi dinding rumah mereka dengan potongan ayat suci Al- Qur’an,
baik yang berbentuk ukiran kaca, maupun yang ditulis kemudian dibingkai
dengan figura. Disamping itu, ada juga yang menghiasi dinding rumahnya
dengan potongan kain kiswah yang dihiasi dengan kaligrafi berupa ayat-ayat
dengan ibadah haji. Pada bagian pintu rumah, beberpa warga terlihat
Adapun tema ayat yang ditulis di dinding tersebut biasanya berkisah tentang
ibadah haji yang yang biasa dijadikan hiasan dinding ialah Q.S Ali Imran:
197, Al-Baqarah: 125 dan 196. Koleksi yang berisi ayat ibadah haji ini
tersebar di setiap rumah Warga Tahfidz Annur Sidamulih yang tidak hanya
telah berkesempatan menunaikan ibadah haji, namun ada juga yang berasal
85
Sidamulih sebagai hiasan dengan gaya tulisan kaligrafi yang beragam, baik
ialah ayat-ayat yang bertemakan tauhid. Santri dan Warga Tahfidz Annur
lebih terkenal dengan sebutan ayat kursi. Potongan ayat-ayat ini tersebar
Asesoris kaligrafi ini biasanya mereka dapatkan dari toko oleh-oleh atau
Menurut Titi (49) kaligrafi ayat kursi yang ada di diding ruang tamu ini
hanya diyakini sebagai kitab petunjuk yang dibaca, dikaji, dan ditulis
misalnya, yang sudah menjadi aktifitas rutin bagi Santri dan Warga Tahfidz
86
Annur Sidamulih yang hanya dilakukan setiap ba’da Isya pada malam
surat pilihan dan diakhiri dengan pembacaan doa. Selama kegiatan tersebut
dan Santri memeiliki keyakinan bahwa air yang sudah dibacakan ayat-ayat
suci Al- Qur’an, shalawat, dan Asmaul Husna dan doa-doa ini akan
ampunan kepada Allah agar diberikan keberkahan berupa hasil panen yang
melimpah dan untuk santri agar mudah mencari ilmu yang bermanfaat,
Warga dan Santri juga memiliki tradisi yang menjadikan kitab suci Al-
Qur’an sebagai kitab yang memiliki kekuatan magis, Al- Qur’an mampu
menolak balai baik berupa penyakit ataupun bencana. Dalam konteks ini,
sebuah ritual yang diadakan setiap akhir bulan Safar. Santri dan Warga
Tahfidz Annur Sidamulih pun tidak jauh berbeda memaknai tradisi ini
dan bencana. meyakini bahwa pada malam rebo weksan ini Allah
87
bersumber dari perkataan ulama yang termaktub dalam kitab Kanzun Nazah
Wassurur karya Syaikh Abdul Hamid Al- Qudsy. Dalam kitab tersebut
satu tahun. Oleh sebab itu, pada malam tersebut mereka memiliki ritual
pada potongan ayat salamun qoula min robbi rohim, ayat tersebut diulang
Q.S. Yasin: 58, Q.S. Ashaaffaat : 109, Q.S. Ashaaffaat : 79, Q.S. Ashaaffaat
bala dan bencana yang diturunkan pada malam itu. Kemudian, Al-Quran
senantiasa dibaca setiap hari dalam jumlah tertentu. Amaliyah ini biasanya
dilakukan oleh Santri dan Warga Tahfidz Annur Sidamulih ketika mereka
88
memiliki hajat tertentu. Selain daripada itu, bagi Santri dan Warga Tahfidz
pembuka segala macam ilmu. Hal ini terlihat dari adanya tradisi membaca
Al-Fatihah dan doa Isyrah yakni yang terdapat dalam Q.S. Thaha: 25-28
tradisi sejak zaman dahulu yang diyakini sebagai kunci pembuka pintu ilmu
ringan dan terbuka tanpa adanya tali yang membungkamnya. Jadi dapat
fungsional. Adanya ketiga varian resepsi tersebut sebagai bukti nyata bahwa
89
memang warga dan santri Tahfidz Annur sidamulih memiliki ragam cara
dalam meresepsi Al-Qur’an yang tak lain sebagai bukti cintanya terhadap
kitab suci yag diimaninya. Dan jika menggunakan model tipologi pembaca
dalam kategori uncritical lovers yakni pecinta yang tidak kritis yang
PENUTUP
A. Kesimpulan
pondok maupun ruang tamu pondok, (3) resepsi fungsional yang terwujud
peneliti membagi menjadi tiga makna perilaku. Tiga makna terutama objektif,
ditunjukkan oleh actor atau pelaku tindakan. Ekspresif ditunjukkan dari resepsi
melekat dalam resepsi eternalis al-Qur’an adalah (1) sebagai hiburan religious,
(2) sebagai sarana untuk bermunajat kepada Allah Swt, (3) sebagai sarana
untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt., dan (4) sebagai sarana atau media
dakwah.
fungsional, dan eternalitas Al-Qur’an, para aktor atau pelaku resepsi tidak
pemaknaan yang dilihat oleh peneliti, ragam praktik tersebut sejatinya telah
ada zaman dahulu, sedangkan dalam konteks zaman ini, ragam resepsi al-
Qur’an merupakan kitab suci yang selaras dengan zaman, lintas tempat, ras,
suku, dan bangsa, serta sebagai bukti adanya struktur logika pragmatis tentang
kemukjizatan al-Qur’an.
92
B. Saran-saran
penulis masih memiliki banyak kekurangan. Menurut penulis ada beberapa hal
yang menjadi catatan bagi pihak akademis dan peneliti selanjutnya seperti
ini dapat dilanjutkan dan bahkan dikaji ulang oleh para peneliti selanjutnya
sehingga tampak jelas apa yang belum penulis temukan dalam penelitian.
93
DAFTAR PUSTAKA
Al-Baihaqi. Dalail al-Nubuwwah Juz II. Kairo: Dari al-Kutb al-‘Ilmiyyah. 1408.
Amstrong, Karen. Sejarah Tuhan cet. X. terj. Zaimul Am. Bandung: Mizan. 2014.
Jannah, Imas Lu’lu "Resepsi Estetik Terhadap Al-Qur’an pada Lukisan Kaligrafi
Syaiful Adnan.” dalamJurnal Nun. vol.3. no.1. Tahun 2017.
Manheim, Karl. Ideologi dan Utopia. Menyinkap Kaitan Pikiran dan Politik. terj.
F. Budi Hardiman. Yogyakarta: Kanisius. 1991.
Ratna, Nyoman Kutha. Teori. Metode. dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Putaka Pelajar. 2009.
Smith, Abdul Rahman bin ed. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV Asy-
Syifa. 1999.
Sudarmoko, Imam. “The Living Qur’an: Studi Kasus Tradisi Sema’an Al-Qur’an
Sabtu Legi di Masyarakat Sooko Ponorogo”. Tesis Program Magister
Studi Ilmu Agama Islam UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Tahun
2016.
Wahid, M. Abduh. “Tafsir Liberatif Farid Esack”. dalam Tafsere Tahun 2016.
Zaid, Nashr Hamid Abu. Teks Otoritas Kebaruan. terj. Sunarwoti Dema.
Yogyakarta: LkiS. 2003.
Imam Sudarmoko, “The Living Qur’an: Studi Kasus Tradisi Sema’an Al-Qur’an
Sabtu Legi di Masyarakat Sooko Ponorogo”. Tesis Program Magister Studi
Ilmu Agama Islam UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Tahun 2016.
bin Ahmad Al-Mahali san Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar as-Suyuthi
Jalaludin Muhammad, Tafsir Jalalain, (t.k: Al-Haramain Jaya Indnesia,
2007)
Abu Bakar Sahabat datang ke kediaman Abdullah bin Mas’ud disaat beliau sakit
menjelang akhir hayatnya, seraya menawarkan harta sebagai bekal
keturunan Abdullah bin Mas’ud seraya berkata, “Sepeninggalku kelak, aku
telah mengajarkan suatu surat Al-Qur’an kepada putra-putriku yang-jika
dibaca secara intensif oleh mereka-tidak akan bisa ditimpa kefakiran
selamanya, yaitu surat Al-Waqi’ah,” Lihat Syamsuddin Al-Qurthubi, al-
Ja>mi’ al Ahk{a>m al-Qur’a>n Juz XVIII, (Riyadh: Dar Al-Qalam Al-
Kutb, 1423)
Lu’lu Jannah Imas "Resepsi Estetik Terhadap Al-Qur’an pada Lukisan Kaligrafi
Syaiful Adnan,” dalamJurnal Nun, Tahun 2017.
Kutha Ratna Nyoman, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. (Yogyakarta:
Putaka Pelajar, 2009)
Al-Baihaqi, Dalail al-Nubuwwah Juz II, (Kairo: Dari al-Kutb al ‘Ilmiyyah, 1408)
Amstrong Karen, Sejarah Tuhan cet. X, terj. Zaimul Am, (Bandung: Mizan, 2014)
Parmanto Wendi, “Kajian Living Hadits atau Trdisi Shalat Berjama’ah Mghrib-
Isya di Rumah Duka 7 Hari di Dusun Nuguk, Melawi, Kalimantan Barat”,
dalam Jurnal Al-Hikmah: Jurnal Dakwah, tahun 2018.
Faizin Hamam, “Al Qur’an Sebagai Fenomena yang Hidup: Kajain Atas
Pemikiran Para Sarjana Al Qur’an”. Makalah ini disajikan dalam
International Seminar and Qur’anic Conference II 2012, UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 24 Februari 2012.
Ahimsa Putra Heddy Shri, “The Living Al Qur’an: Beberapa Perspektif Antropo”
Mansyur Muhammad,” Living Qur’an dalam Lintasan Sejarah”
Junaedi Didi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan baru dalam Kajian Al Qur’an
(Studi Kasus di Pondo Pesantren As Siroj Al Hasan Desa Kalimukti
97
Faizin Hamam, “Al Qur’an Sebagai Fenomena yang Hidup: Kajain Atas
Pemikiran Para Sarjana Al Qur’an”. Makalah ini disajikan dalam
International Seminar and Qur’anic Conference II 2012, UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 24 Februari 2012.
Hawi Akmal, Seluk beluk Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001)
Sudarmoko Imam, “The Living Qur’an: Studi Kasus Tradisi Sema’an Al Qur’an
Sabtu Legi di Masyarakat Sooko Ponorogo” (Tesis Megister, UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang, Malang, 2016)
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
A. Identitas Diri
1. Nama : Mohammad Fathu Rozaki
2. NIM : 1801024
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Tempat/Tanggal lahir : Banyumas, 17 April 2001
5. Alamat : Tipar, RT 01/ RW 01, Rawalo, Banyumas
6. Nama Ayah : Mu’alim (Alm)
7. Nama Ibu : Surtinah (Almh)
8. No. Telp : 08886469090
9. Email : fathurozaki12345@gmail.com
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. TK Pertiwi 3 Tipar (2006)
b. SD Negeri 3 Tipar (2012)
c. MTs Miftahul Huda Pesawahan (2015)
d. MA Takhosus Miftahul Huda Rawalo (2018)
2. Pendidikan Non-Formal
a. Pondok Pesantren Miftahul Huda Rawalo Banyumas
b. Pondok Pesantren Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo
Banyumas
NIM: 1801024
101
DOKUMENTASI
Gambar 7. Dewan Pengasuh dan Para Santri Putra dan Santri Putri
Tahfidz Annur Sidamulih Rawalo Banyumas
105