BIOGRAFI AMINA WADUD MUHSIN Amina Wadud Muhsin terlahir dengan nama Maria Teasley, lahir di Maryland Negara Amerika Serikat pada 25 September 1952, ia merupakan warga Amerika Serikat keturunan Afrika-Amerika (kulit hitam). Amina menjadi seorang muslimah kira-kira pada akhir tahun 1970-an (sekitar umur 20-an), namun berkat ketekunan dalam melakukan studi keislaman ia bias menjadi seorang pemikir yang bisa diandalkan dedikasi keilmuannya terhadap Islam. Ia juga pernah selama tiga tahun memberi kuliah pada Universitas Islam Internasional, di Kuala Lumpur, Malaysia. Sebelumnya, ia menyelesaikan studi di Universitas Michigan dan mendapat gelar MA pada tahun 1982 dan gelar Ph. D pada tahun 1988. Amina Wadud Muhsin menguasai beberapa bahasa, seperti Inggris, Arab, Turki, Spanyol, prancis dan Jerman, penguasaannya terhadap berbaga bahasa dan keilmuan, ia dijadikan dosen tamu kehormatan di berbagai kampus sedunia, diantaranya: Negara Virginia yaitu Universitas Commonwealth menjadi Asisten Profesor di Lembaga Studi Filsafat dan Agama pada tahun 1992 sampai 1998 dan tahun 1999 menjadi profesor penuh. Tahun 1997 sampai 1998 pula amina wadud menjadi dosen magister Studi Wanita di lembaga penelitian program agama fakultas ketuhanan Harvard Cambridge dan menjadi dosen terbang. Tahun 1989 sampai 1992 amina menjadi dosen di Universitas Islam Internasional; Asisten Profesor di Lembaga Pengetahuan dan Peninggalan Islam Wahyu. Tahun 1984 sampai 1986, Amina wadud menjadi Asisten Riset Pengembangan bahan-bahan Pengajaran Bahasa ArabUniversitas di Michigan. Adapun diluar kampus, amina juga aktif dalam berbagai kegiatan misal menjadi Consultant Workshop dalam bidang Islam dan Gender yang diselenggarakan oleh MWM (Maldivian Women‟s Ministry) dan PBB pada tahun 1999. Juga Amina Wadud termasuk tokoh feminis muslim yang cukup produktif Karya-karya Amina Wadud Tidak banyak karya Wadud dalam bentuk buku, karena karya tulisnya lebih banyak berupa artikel yang sebarluas lewat media, dan jurnal-jurnal ilmiah. 1. Karya dalam bentuk artikel diantaranya, “Muslim Women as Minority”. 2. Jurnal of Muslim Minority Affairs, Landon (1989). 3. Karya dalam bentuk buku ialahQur’an and Woman: Rereading The Sacred Text From a Woman’s Prespective pada tahun 1999 dan Inside The Gender Jihad: Women’s Reform in Islam yang terbit dalam tahun 2006. Metodologi Amina Wadud dalam Menafsirkan Al-Qur’an Menurut Amina Wadud, sebenarnya selama ini tidak ada suatu metode penafsiran yang benar-benar objektif, karena setiap pemahaman atau penafsiran terhadap suatu teks, termasuk kitab suci al-Qur’an sangat dipengaruhi oleh perspektif mufassirnya, cultural background, yang melatarbelakanginya. Itulah yang oleh Amina Wadud disebut dengan prior texts/ pra teks. Terdapat beberapa metode yang digunakan oleh mufassir untuk menafsirkan ayat-ayat Alquran, di antaranya adalah metode ijmali, tahlili, maudhu’i, muqaran dan feminis. Dalam hal ini Amina Wadud lebih mengacu pada metode feminis. Pengertian metode feminis itu sendiri adalah menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan melihat latar belakang sosial, pendidik, budaya, politik, maupun ekonomi, bahkan latar belakang sejarah kehidupan para mufasir yang berpengaruh terhadap hasil penafsirannya. Wadud banyak berhutang dengan kontribusi Rahman terhadap kritik tafsir tradisional. Ia memandang bacaan patriarki sebagai bangunan dari pemahaman para pendahulu tentang teks Al-Quran. Alih-alih berfokus pada realisasi kata-kata ilahi, para komentator telah "meruntuhkan wacana ketuhanan dengan interpretasi manusianya" (Barlas, 2004, hlm. 106) sehingga meninggalkan makna asli dan beralih ke pemahaman Alquran yang terpusat. Ciri kedua yang dipinjamnya dari Rahman adalah teori gerakan ganda dalam menghasilkan makna dari Alquran. Ia melanjutkan proyek Rahman dalam membagi makna teks dari yang tidak langsung menjadi yang universal. Amina Wadud berusaha untuk meneggakan keadilan dalam masyarakat tentang kesetaran perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sosial, budaya, politik dan lain sebagainya. Karena pada saat itu sedang terjadi marginalisasi terhadap kaum perempuan di ranah publik dan dibungkam kebebasannya untuk berpendapat. Ditambah lagi hukum-hukum kegamaan dari penafsiran klasik yang terkesan memojokkan kaum perempuan. itulah mengapa Amina Wadud mencoba menafsirkan ulang dengan metodenya sendiri dengan menggunakan semangat keadilan dan kesetaraan menurut pandangan perempuan. Metodologi penafsiran Amina Wadud mencakup: a. Dekontruktif-rekontruktif b. Argumentatif-teologis c. Hermeneutik-filosofis. Wadud memposisikan dirinya dalam genre tafsir melalui klasifikasi yang diidentifikasinya secara khusus ketika berhadapan dengan eksegesis feminis (Wadud, 1999, hal 1-3). Kategori pertama adalah tafsir tradisional; kedua adalah tafsir reaktif dan mengacu pada tafsir Alquran yang bereaksi terhadap implikasi yang diajukan oleh penafsir sebelumnya tentang posisi perempuan dalam Alquran; dan terakhir adalah interpretasi holistik. Sebagaimana ditunjukkan oleh Barlas (2004, hlm. 113), proyek hermeneutis Wadud dapat dibagi menjadi dua bagian: bagian pertama adalah penciptaan ruang eksegetis yang tidak tunduk pada tafsir kanonik masa lalu. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan model hermeneutis yang mengikuti pedoman Alquran. Bagian kedua adalah tafsir sensitif gender itu sendiri. Ini memberikan dasar untuk pembacaan baru di masa depan dan memberikan cara untuk memulai pembacaan pembebasan lainnya. Senantiasa mengikuti pedoman tafsir yang diberikan oleh Rahman, Wadud terus mengemukakan pentingnya kontekstualisasi historis dari ayat-ayat dan Alquran secara luas. Wadud tidak menganggap Alquran sebagai buku catatan sejarah secara tegas, tetapi mengatakan bahwa ia memberikan rincian sejarah yang cukup untuk memberikan informasi tentang konteks sosial sejarah tetapi, pada saat yang sama, memberikan makna yang lebih dalam menambah lapisan pemahaman lainnya (1999 , hlm. 31). Ia menggarisbawahi pentingnya asbab al-nuzul sebagai metode kunci dalam proses kontekstualisasi. Pemikiran Amina Wadud A. Tujuan Amina Wadud adalah untuk membangkitakan kembali peran perempuan dengan kesetaraan dan relasi gender dengan berprinsip pada keadilan sosial dan kesetaraan gender. B. Pemikiran Amina Wadud ada 3 metode tafsir 1. Tafsir tradisionalis 2. Tafsir reaktif 3. Tafsir holistik # Tafsir tradisionalis yang di maksud ialah suatu interpretasi tertentu Sesuai nat dan kemampuan para mufasir dalam bidang apapuan semisal Tasawuf, fiqih, hukum, maupun lainnya, metode yang digunakan ialah mengupas Ayat-perayat secara berurutan. Tafsir reaktif yang isinya terutama mengenai reaksi para pemikir modern terhadap sejumlah besar hambatan yang dialami perempuanyang dianggap berasal dari Alquran Tafsir Holistik adalah tafsir yang menggunakan metode penafsiran yang mengaitkan dengan berbagai persoalan sosial, moral, ekonomi dan politik, termasuk isu perempuan pada era Modern ini Kurangnya pemahaman terhadap hermeneutika pada mada pemikiran islam klasik disebabkan .a. Faktor otoritas nabi b. faktor Kesadaran umat islam Aspek penting dalam pengaplikasian Pemikiran amina wadud Tentang tafsir dan hermeneutika yang Berhubungan Dengan gender a. Prior text. B. Aspek bahasa (linguistik) C. Welstanchuung (pandangan dunia) Contoh penafsiran Amina Wadud 1. Penafsiran nafs Wahidah, min, dan zawj dalam An-Nisa: 1, Ar-Rum: 21, Al-A'raf: 189, Az-Zumar: 6
Kritik Wadud terhadap tafsir klasik, di mana ayat di atas
menunjukkan unsur pokok kisah asal-usul manusia tanpa ada kejelasan tentang Adam dan Hawa. Kata nafs menurut wadud bermakna secara umum dan teknis. Secara umum artinya "diri" jamaknya Anfus. Secara teknis artinya merujuk pada asal-muasal manusia secara umum Lafal nafs secara tata bahasa berbentuk muannas (feminim), namun secara konseptual bermakna netral baik laki2 maupun perempuan. maka kata nafs itu tidak merujuk pada kata mudzakkar tersebut. melainkan merujuk pada kata Muannas yang berbentuk ta Marbutah dalam kata حدةNوا yang menunjuk kepada jenis perempuan. kemudian Dhomir “Ha” pada kalimat Zaujaha yang menunjuk kepada jenis perempuan juga. Maka bila nafs itu diartikan sebagai Adam seharusnya kata Dhomir “Ha” pada kalimat Zaujaha berbentuk dhomir “Hu” yang menunjuk kepada jenis laki-laki. Jadi pemakanaan Nafs dalam ayat tersebut diartikan sebagai unsur yang sama atau jenis yang sama. Kata min bisa berarti kata depan (penarikan suatu hal dari yang lain. Bisa juga berarti kesamaan sifat/kualitas. Menurut wadud, pada An-Nisa: 1 min berarti sejenisnya Kata zawj berbentuk Muzakkar (maskulin), secara konseptual tidak masuklin/feminim, bahkan menunjukkan pada tumbuh- tumbuhan. Zawj diartikan sebagai satu dari dua hal yg berpasangan. 2. Kritik terhadap poligami dalam An-Nisa: 3 Pada dasarnya Al-Qur'an menghendaki adanya monogami bukan poligami. Poligami menjadi solusi terakhir, yaitu menikahi anak yatim perempuan hingga empat, ketika wali laki2 tak mampu mengelola hak2 anak yatim perempuan Kebolehan ini dengan syarat kemampuan suami untuk berlaku adil kepada semua istrinya. Adil bukn hanya segi finansial, tetapi juga soal waktu, kasih sayang, dukungan spritual, moral, dan intelektual Poligami tidak boleh untuk semua keadaan, ia hanya dilakukan ketika darurat. Beberapa alasan untuk berpoligami tetapi ditolak oleh Amina wadud 1. Permasalahan finansial Jaman modern sekarang wanita sudah berkarier dan terjun pada pekerjaan2 produktif. Jadi, poligami bukanlah solusi mudah bagi masalah perekonomian. 2. Perempuan mandul Solusi yang tepat adalah mengadopsi anak2 yatim. Bahkan lebih bermanfaat lagi bagi anak2 korban perang, korban kemiskinan, kelaparan dll 3. Pemenuhan kebutuhan seks laki2 Alasan ini tidak ada pijakan sama sekali dalam Alquran. Anjuran dalam Al-Qur'an yaitu mengendalikan hawa nafsu, dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT Referensi 1Khudori Soleh, Pemikiran Kontemporer, (Yogyakarta: Jendela, 2003), 66 2Marwan Saridjo, Cak Nur: Diantara Sarung dan Dasi &Musdah Mulia Tetap Berjilbab, (Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2005), 123 Daftar Pustaka Rodano, Filiberto. 2020. The hermeneutic of Fazlur Rahman in the feminist tafsir of Amina Wadud and Asma Barlas. Facultie of Humanities. Universiteit Leiden. Khairunnisa, Farah Nadhifa. 2019. Kesetaraan Gender Menurut Pandangan Amina Wadud Dalam Penafsiran Penciptaan Perempuan Pertama. Skripsi. Surabaya: Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Mansur. 2018. Makalah Pemikiran Amina Wadud. (menzour.blogspot.com, diakses pada 05 Oktober 2020). Cukup sekian dan terimakasih Assalamualaikum guys