Dalam memenuhi tugas ujian akhir semester mata kuliah Gender dan Ham dalam
Hukum Islam, izinkan penulis sedikit mereview film Wanita Berkalung Surban karya Hanung
Bramantyo. Pada mulanya film ini menceritakan Anisa kecil, anak perempuan seorang kiai
atau lebih sering disebut Ning dalam tradisi pesantren. Satu-satunya wanita dalam keluarga
dari dua saudara kakak laki-lakinya. Sejak awal film tersebut sudahlah bias gender, tentu hal
yang lazim karena diambil dalam sudut pandang pesantren yang kental dengan tradisi
keagamaaan. Anissa yang ingin seperti kedua kakaknya belajar kuda dilarang oleh kedua
orang tuanya dengan alasan perempuan dan tidak elok dipandang. Kemudian ketika annisa
terpilih menjadi ketua kelas, sang guru malah menunjuk calon yang berjenis kelamin laki-laki
yang kalah sebagai ketua kelas. Anissa yang kesal kemudian marah dan pulang, sayangnya
kelakuan yang dirasa tidak adil oleh Annisa tersebut dibenarkan oleh sang ayahnya dengan
alasan agama.
Pada intinya yang membedakan laki-laki dan perempuan adalah kodrat dari Tuhan
yang tidak bisa diubah. Sedangkan diluar itu adalah konstruksi sosial. Perempuan berhak
untuk mendapatkan kebebasan atas tubuh dan dirinya terlepas dari tradisi dan adt istiadat
setempat. Annisa seorang sosok yang sangat luar biasa dalam memperjuangkan kesetaraan
hak di pesantrennya. Memberi ruang pada santriwati untuk belajar buku-buku bahkan yang
sempat dilarang waktu itu “Bumi Manusia’’ karya Pramoedya Ananta Toer