Anda di halaman 1dari 1

Islam Agama Ramah Perempuan

Moh Yajid Fauzi

Dalam memenuhi tugas ujian akhir semester mata kuliah Gender dan Ham dalam
Hukum Islam, izinkan penulis sedikit mereview film Wanita Berkalung Surban karya Hanung
Bramantyo. Pada mulanya film ini menceritakan Anisa kecil, anak perempuan seorang kiai
atau lebih sering disebut Ning dalam tradisi pesantren. Satu-satunya wanita dalam keluarga
dari dua saudara kakak laki-lakinya. Sejak awal film tersebut sudahlah bias gender, tentu hal
yang lazim karena diambil dalam sudut pandang pesantren yang kental dengan tradisi
keagamaaan. Anissa yang ingin seperti kedua kakaknya belajar kuda dilarang oleh kedua
orang tuanya dengan alasan perempuan dan tidak elok dipandang. Kemudian ketika annisa
terpilih menjadi ketua kelas, sang guru malah menunjuk calon yang berjenis kelamin laki-laki
yang kalah sebagai ketua kelas. Anissa yang kesal kemudian marah dan pulang, sayangnya
kelakuan yang dirasa tidak adil oleh Annisa tersebut dibenarkan oleh sang ayahnya dengan
alasan agama.

Kemudian film masuk dimana Anissa bersekolah di SMA. Memperlihatkan suasana


pesantren, latarnya pun mengambil kegiatan ketika santriwati mengaji. Sayangnya tafsir-tafsir
Al-Qur’an dan Kitab-kitab lainnya tentang perempuan sangat menyudutkan perempuan.
Perempuan di doktrin sangat domestik, bahkan ketika Annisa bertanya kepada sang ustadz,
tidak dijawab dengan logika akan tetapi dialihkan dengan merendahkan perempuan dan
neraka. Di wilayah pendidikan, ketika Annisa lulus dan diterima di kampus Yogya, sang ayah
tidak menyetujui dan ketika menuntut hak yang sama seperti kakanya yang kuliah di Arab,
sang ayah beranggapan bahwa sang kakak calon penerus pemimpin pondok dan tugas
perempuan ikut suami, surga ikut suami . Kemudian sang ayah memilih untuk menikahkan
Annisa dengan seorang Gus. Keluarganya juga tidak harmonis, dengan doktrin agama suami
tidak mengizinkan Annisa meminta cerai. Tapi ketika Gus yang bernama Syam menghamili
perempuan lain, kedua belah pihak keluarga Syam dan Annisa kumpul menyetujui jikalau
Syam berpoligami karena agama islam membolehkan laki-laki menikah sampai empat kali.

Dalam bukunya Filsafat Perempuan dalam Islam Murtadha Muthahari menjelaskan


tentang proses penciptaan perempuan ‘’Dengan gamblang sekali Al-Qur’an mengatakan
dalam beberapa ayat, Kami ciptakan perempuan dari natur laki-laki dan dari esensi yang
sama dengan laki-laki. Mengenai Adam Al-Qur’an mengatakan Yang menciptakan kamu dari
esensi yang tunggal, dan menciptakan darinya pasangannya,’’(Q.S An-Nisa’[4];1). Sama
sekali tidak ada bukti atau indikasi dalam Al-Qur’an tentang apa yang ditemukan atau
terdapat dalam beberapa kitab suci bahwa perempuan diciptakan dari varietas yang lebih
rendah kaulitasnya daripada varietas laki-laki bahwa mereka memberikan kepada perempuan
status parasit dan inferior, atau bahwa pasangan Adam diciptakan dari salah satu bagian tubuh
Adam sebelah kiri. Sementara itu dalam islam tidak ada pandangan yang menistakan
perempuan berkenaan dengan kaulitas intrinsik atau esensial dan struktur bawaannya’’

Pada intinya yang membedakan laki-laki dan perempuan adalah kodrat dari Tuhan
yang tidak bisa diubah. Sedangkan diluar itu adalah konstruksi sosial. Perempuan berhak
untuk mendapatkan kebebasan atas tubuh dan dirinya terlepas dari tradisi dan adt istiadat
setempat. Annisa seorang sosok yang sangat luar biasa dalam memperjuangkan kesetaraan
hak di pesantrennya. Memberi ruang pada santriwati untuk belajar buku-buku bahkan yang
sempat dilarang waktu itu “Bumi Manusia’’ karya Pramoedya Ananta Toer

Anda mungkin juga menyukai