Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

Islam Sunda
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PPKn yang
Diampu oleh :
Drs. M.Idris Nawawi, M.Ag

Oleh : Kelompok 12

1. Sinfia Anggi 194020089


2. Ayu Adzhani 194020096
3. Gita Sari 194020100
4. Nadziva Azzahra 194020117

19 AKUNTANSI C
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PASUNDAN
2019 / 2020

1
A. Islam dan Sunda
Para ahli sejarah berpendapat bahwa kata Sunda berasal dari akar kata sund
atau kata suddha dalam bahasa Sansekerta yang mempunyai pengertian bersinar,
terang, berkilau, putih. Dalam bahasa Jawa Kuno (Kawi) dan bahasa Bali pun
terdapat kata Sunda, dengan pengertian: bersih, suci, murni, tak tercela/bernoda,
air, tumpukan, pangkat, waspada. Orang Sunda meyakini bahwa memiliki etos
atau karakter kasundaan, sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Karakter orang
Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer
(mawas diri), wanter (berani) dan pinter(cerdas). Karakter ini telah dijalankan
oleh masyarakat Sunda sejak zaman Kerajaan Salakanagara,Kerajaan
Tarumanagara,Kerajaan Sunda-Galuh, Kerajaan Pajajaran,hingga sekarang.
Orang Sunda mempunyai pandangan hidup yang diwariskan oleh nenek
moyangnya. Pandangan hidup tersebut tidak bertentangan dengan agama yang
dianutnya karena secara tersurat dan tersirat dikandung juga dalam ajaran
agamanya, khususnya ajaran agama Islam.
Karakteristik keislaman pada masyarakat Sunda dapat dilihat di antaranya
dalam pakaian wanita. Sekalipun tidak terlalu tertutup seperti wanita Arab, namun
pakaian kebaya dengan kerudungnya memperlihatkan kesadaran berpakaian yang
islami, hal ini berbeda dengan pakaian adat Jawa yang masih memperlihatkan
dada . Kemudian dalam bentuk teradisi-tradisi islam yang diyakini sebagai
kepatuhan terhadap ajaran Islam yang secara rutin dan konsisten dijalankan
khususnya oleh masyarakat Sunda di pedesaan seperti sunatan, mauludan,
rajaban, marhaba-andan upacara perkawinan. Kesadaran menjalankan ajaran
Islam pada masyarakat Sunda itulah yang melahirkan tatanan sosial dan budaya
yang dipenuhi tanda-tanda kekuasaan Allah atau tanda-tanda kehidupan yang
islami. Hal ini sebagaimana firman-Nya bahwa, “Kami akan memperlihatkan
kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri
mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka tentang kebenaran. Dia
menyaksikan segala sesuatu” (Q.S. Fushilat, 41:53).
Tanda-tanda kekuasaan Allah di tatar Sunda dalam wujud budaya islami
dapat menjadi indikator adanya etnik yang keberadaannya sebagai sunnatullah
namun berupaya menuju jalan taqwa. Hal ini sesuai dengan firman Allah bahwa,

2
“:Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku,
supaya kamusaling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Waspada” (Q.S. 49: 13).
Fenomena sosial budaya masyarakat Sunda yang islami yang tercermin
dalam pandangan hidupnya itu yang mendorong pemahaman dasar bahwa teologi
selalu niscaya dalam setiap umat beragama, terlebih apabila umat beragama itu
secara sosiologis memiliki ciri-ciri aktualisasi ajaran agama itu secara kuat dalam
kehidupan sehari-harinya. Dari sini akan mungkin terlacak dari mana sumber nilai
sosial budaya masyarakat Sunda yang islami itu terbentuk yang kemudian
membentuk pandangan hidupnya sebagaimana tercermin dalam tradisi lisan,
diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Suwarsih Warnaen dkk., dalam buku
“Pandangan Hidup Orang Sunda seperti Tercermin dalam Tradisi Lisan dan Sastra
Sunda”. Gambaran ini menunjukkan bahwa sastra yang mengandung da’wah
Islamiyah bukan hanya membangun kesadaran akan kekayaan karya sastra pada
masyarakat Sunda yang bernuansa Islami, namun karya sastra itu juga mampu
menjadi bagian norma sosial dan pandangan hidup masyarakat Sunda.

B. Islam dan Universitas Pasundan


Gambaran tentang Islam dengan etnik Sunda di atas menunjukkan bahwa
tradisi-tradisi Sunda yang mengandung da’wah Islamiyah bukan hanya
membangun kesadaran akan kekayaan tradisi pada masyarakat Sunda yang
bernuansa islami, namun tradisi-tradisi Sunda tersebut, juga mampu menjadi
bagian norma sosial dan pandangan hidup masyarakat Sunda. Gambaran ini
terlihat jelas di tengah kehidupan masyarakat sunda secara umum yang salah
satunya di lembaga pendidikan yang dimiliki oleh etnik Sunda, yakni Universitas
Pasundan.
Seperti yang dijelaskan dalam statuta Universitas Pasundan, di samping
misi Perguruan Tinggi secara umum, yaitu Tri Darma Perguruan Tinggi,
Universitas Pasundan mengemban misi khusus yaitu mengembangkan Syi’ar
Islam dan melestarikan Budaya Sunda. Dalam pelaksanaannya kedua misi

3
khusus tersebut harus dijalankan bersama-sama secara utuh atau gumulung
(kaffah), sehingga tidak terjadi kesenjangan antara keduanya.
Misi khusus tersebut merupakan ciri atau identitas Universitas Pasundan
yang digambarkan dalam “Tri Jati Diri”. Gambaran Tri Jati Diri Universitas
Pasundan tersebut adalah:
1. Luhung Elmuna (al-Ilmiah), sehingga terbentuk insan-insanyang:
a. Arrasikhuna Fi al-Ilmi: Orang yang memiliki ilmu
pengetahuanyang dalam dan luas serta mampu mengamalkan
ilmunya sesuai dengan tuntutan zaman (QS. Ali Imran, 3: 7 dan Al-
Nisa, 4:162).
b. Ulu al-Nuha: Orang yang mampu (aktif) menggunakan akalnya
terhadap realitas ciptaan dan kekuasaan Allah di muka bumi (QS.
Thaha, 20: 54 dan 128).
c. Ulu al-‘Ilmi: Orang yang menguasai bidang ilmu yang
dipelajarinya (berilmu tinggi) dan mengamalkannya secara
profesional (QS. Ali Imran, 3: 18).
d. Ulu al-Abshar: Orang yang tajam dan cermat dalam melihat
realitas kehidupan atau suatu kejadian, kemudian
memprediksikannya dengan cepat dan tepat (QS. Al-Nuur, 24:44).
e. Ulul al-Bab: Orang yang akftif dalam memerankan rasa dan
rasionya dengan seimbang (QS. Ali Imran, 3:190-191).

2. Pengkuh Agamana (al-Diniyah), sehingga terbentuk insan-


insanyang:

a. Muslim: Orang yang menyerahkan dirinya secara total hanya


kepada Allah (QS. Al-An’am, 6:162-163).

b. Mu’min: Orang yang percaya dan menyandarkan segala persoalan


hidup sepenuhnya (gemleng) hanya kepada Allah (QS. Al-Anfal,
8:2-3).
3. Jembar Budayana (al-Tsaqafiyah), sehingga terbentukinsan-insan:
a. Shalih: Orang yang tidak pernah menyusahkan orang lain dan dapat
menyesuaikan dirinya (perilakunya) dengan lingkungannya (QS.
Al- Anbiya, 21: 105 dan Al-Taubah, 9:75).

4
b. Muhsin: Orang yang senantiasa berbuat kebaiakan dan memebri
manfa’at kepada orang banyak (QS. Al-Baqarah, 2: 112 dan Al-
Nahl, 16: 128).
c. Mukhlish: Orang yang memiliki sikap lapang dada, berbuat tanpa
mengharapkan pujian atau pamrih, kompetitif dan penuh
konsentrasi; tulus hanya karena Allah (QS. Al-Bayyinah, 98:5).
Berbekal Tri Jati Diri Universitas Pasundan tersebut dengan budaya
Sundanya yang islami, diharapkan para lulusannya mampu berperan aktif pada era
yang sedang dihadapinya (mampu ngigelan jeung ngigelkeun zaman). Untuk
mencapai kualitas Tri Jati Diri Universitas Pasundan ini diperlukan proses
berkehidupan yang resiprokal, dan dilandasi oleh perilaku kasilihwangian.
Istilah Kasilihwangian ini berasal dari kata silihwangi, yaitu gelar atau
sebutan Raja Tatar Sunda Jaya Dewata setelah meninggal dunia. Gelar ini
diberikan karena Prabu Jaya Dewata semasa hidupnya memiliki sifat asih-asah-
asuh yang mengharapkan rakyatnya agar hidup Silih Asih, Silih Asah dan Silih
Asuh (Silas). Silas ini dijadikan falsafah hidup bagi masyarakat Sunda, namun
hingga kini belum banyak dikaji orang secara mendalam, baik oleh orang Sunda
sendiri ataupun oleh orang atau suku lainnya, yang hasil kajiannya dapat diterima
oleh masyarakat secara umum. Dalam kalimat SILAS terdapat kata silih yang
mengandung arti saling. Kata ini menunjukan kepada suatu pekerjaan yang
bersifat resiprokal, artinya ada dua orang yang keduanya berperan sebagai subjek
sekaligus sebagaiobjek.
SILAS merupakan satu sistem, di dalamnya terdapat unsur-unsur yang
antara satu dengan lainnya saling beruhubungan. Unsur-unsur tersebut berupa
petunjuk perilaku manusia dalam menjalankan hubungannya antar sesama
manusia (hablum minannas), atau lebih tegasnya lagi bahwa SILAS merupakan
etika pergaulan. Unsur- unsur yang terkandung dalam falsafah etika SILAS
tersebut meliputi :
1. Silih Asih. Secara harfiah Silih Asih berarti tingkah laku yang saling
mengasihi dan saling menyayangi.
2. Silih Asah adalah saling memberi ilmu pengetahuan, meningkatkan
dan mengembangkannya.

5
3. Silih Asuh. Kata Silih Asuh berarti membimbing, mendidik, membantu
dan membantu menyelesaikan persoalan orang lain serta
mengingatkannya tentang perbuatan yang tidak atau seharusnya
dilakukan.

6
KESIMPULAN

Tradisi di sunda masih sangat erat kaitannya dengan ajaran islam, karena
sunda menerapkan karakter cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer
(mawas diri), wanter (berani) dan pinter (cerdas) yang jarang sekali karakter ini
dimiliki dan diterapkan disuatu daerah. Kemudian dalam bentuk teradisi-tradisi
islam yang diyakini sebagai kepatuhan terhadap ajaran Islam yang secara rutin dan
konsisten dijalankan khususnya oleh masyarakat Sunda di pedesaan seperti
sunatan, mauludan, rajaban, marhaba-andan upacara perkawinan. Fenomena
sosial budaya masyarakat Sunda yang islami yang tercermin dalam pandangan
hidupnya itu yang mendorong pemahaman dasar dalam setiap umat beragama,
terlebih apabila umat beragama itu secara sosiologis memiliki ciri-ciri aktualisasi
ajaran agama itu secara kuat dalam kehidupan sehari-harinya.

Begitupun di Universitas Pasundan juga menerapkan beberapa etika yaitu


Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh (Silas) yang tidak dimiliki oleh Universitas
manapun. Sehingga mahasiswa dari berbagai macam daerah juga akan mengikuti
etika – etika tersebut hingga mereka kembali ke kampung halaman mereka.

Anda mungkin juga menyukai