Anda di halaman 1dari 11

Daulah Abbasiyah |1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

a. b. c. d. e. f.

B. RUMUSAN MASALAH Sekilas tentang Abbasiyah Periodisasi Abbasiyah Kemajuan Dinasti Abbasiyah Keadaan Pemerintahan Bani Abbasiyah Khalifah-khalifah Dinasti Abbasiyah Kemuduran Dinasti Bani Abbasiyah

Daulah Abbasiyah |2

BAB II PEMBAHASAN

SEKILAS TENTANG ABBASIYAH


Khalifah Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari dinasti Bani Umayah, dimana pendiri Khalifah ini adalah paman nabi Muhammad SAW yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Adapun mengenai awal kekuasaan Dinasti Abbasiyah ditandai dengan pembangkangan yang dilakukan oleh dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol)1. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, bentuk dan pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya2.

PERIODISASI BANI ABBASIYAH


Sebagaiman telah disinggung dimuka bahwa dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H-656 H. selama Dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang ditetapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Dengan demikian berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, secara garis besar para sejarawan berbeda-beda dala pengklasifikasian periode dalam masa pemerintahan Abbasiyah, ada yang menyebutkan 5 periode3 dan ada pula yang 3 periode yakni : 1. Periode Pertama (750-847 M)4 Pada periode ini, seluruh kerajaan Islam berada di dibawah kekuasaan para Khalifah kecuali di Andalusia. Adapun para Khalifah yang memimpin pada ini sebagai berikut: a) Abul Abbas as-saffah (750-754 M) b) Abu Jafar al mansyur (754-775 M) c) Abu Abdullah M. Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785 M) d) Abu Musa Al-Hadi (785-786 M) e) Abu Jafar Harun Ar-Rasyid (786-809 M) f) Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M) g) Abu Jafar Abdullah Al Mamun (813-833 M) h) Abu Ishak M. Al Mutashim (833-842 M) i) Abu Jafar Harun Al Watsiq (842-847 M) j) Abul Fadhl Jafar Al Mutawakkil (847-861 M) 2. Periode kedua (232-590 H / 847-1194 M) Pada periode ini, kekuasaan bergeser dari sistem sentralistik pada sistem desentralisasi, yaitu ke dalam tiga negara otonom: a) Kaum Turki (232-590 H) b) Golongan Kaum Bani Buwaih (334-447 H) c) Golongan Bani Saljuq (447-590 H)
1 2

Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung, (Pustaka Islami:2008), hal.143 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, (PT RajaGrafindo Persada:1993) hal. 49. 3 Baca. Ira M Lapidus.Sejarah Umat Islam, ( Jakarta,Rajawali Pers 1999.hal.31. 4 Ahmad alUsaairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, penterjemah : Samson Rahman, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, cet-6,2008), hal.219.

Daulah Abbasiyah |3 Dinasti-Dinasti di atas pada akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa Khalifah Abbassiyah. 3. Periode ketiga (590-656 H / 1194-1258 M) Pada periode ini, kekuasaan berada kembali ditangan Khalifah, tetapi hanya di baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya. Sedangkan para ahli kebudayaan Islam membagi masa kebudayaan Islam di zaman daulah Abbasiyah kepada 4 masa5, yaitu: a) Masa Abbasiyah I ( 132 H/750 M-232 H/847 M ) Masa ini diawali sejak Abul Abbas menjadi khalifah dan berlangsung selama satu abad hingga meninggalnya khalifah Al-Watsiq. Periode ini dianggap sebagai zaman keemasan Bani Abbasiyah. Hal ini disebabkan karena keberhasilannya memperluas wilayah kekuasaan. Wilayah kekuasaannya membentang dari laut Atlantik hingga sungai Indus dan dari laut Kaspia hingga ke sungai Nil. Pada masa ini ada sepuluh orang khalifah yang cukup berprestasi dalam penyebaran Islam mereka adalah khalifah Abul Abbas ash-shaffah(750-754 M), Al-Mansyur ( 754-775 M), Al-Mahdi (775785 M), Al-Hadi (785-786 M), Harun Al-Rasyid (786-809 M), Al-Amin (809 M), Al-Mamun (813-833 M), Ibrahim (817 M), Al-Mutasim (833-842 M), dan AlWasiq (842-847 M). b) Masa Abbasiyah II ( 232 H/847 M-334 H/946 M) Periode ini diawali dengan meninggalnya khalifah Al-Wasiq dan berakhir ketika keluarga Buwaihiyah bangkit memerintah. Sepeninggal Al-Wasiq, AlMutawakkil naik tahta menjadi khalifah, masa ini ditandai dengan bangkitnya pengaruh Turki. Setelah Al-Mutawakkil meninggal dunia, para jendral yang berasal dari Turki berhasil mengontrol pemerintahan. Ada empat khalifah yang dianggap hanya sebagai simbol pemerintahan dari pada pemerintahan yang efektif, keempat pemerintahan itu adalah Al-Muntasir (861-862 M ), Al-Mustain (862-866 M), AlMutaz (866-896 M), dan Al-Muhtadi (869-870 M). Masa pemerintahan ini dinamakan masa disintegrasi, dan akhirnya menjalar keseluruh wilayah sehinngga banyak wilayah yang memisahkan diri dari wilayah Bani Abbas dan menjadi wilayah merdeka seperti Spanyol, Persia, dan Afrika Utara. c) Masa Abbasiyah III (334 H/946 M -447 H/1055 M) Masa ini ditandai dengan berdirinya Dinasti Buwaihiyah, yaitu Pada masa ini jatuhnya Khalifah Al-Muktafi (946 M) sampai dengan khalifah Al-Qaim (1075 M). Kekuasaaan Buwaihiyah sampai ke Iraq dan Persia barat, sementara itu Persia timur, Transoxania, dan Afganistan yang semula dibawah kekuasaan Dinasti Samaniah beralih kepada Dinasti Gaznawi. Kemudian sejak tahun 869 M, dinasti Fatimiyah berdiri di Mesir. Kekhalifahan Baghdad jatuh sepenuhnya pada suku bangsa Turki. Untuk keselamatan, khalifah meminta bantuan kepada Bani Buwaihiyah. Dinasti Buwaihiyah cukup kuat dan berkuasa karena mereka masih menguasai Baghdad yang merupakan pusat dunia islam dan menjadi kediaman Khalifah. Pada akhir Abad kesepuluh, kedaulaulatan Bani Abbasiyah telah begitu lemah hingga tidak memiliki kekuasaan diluar kota Baghdad. Kekuasaan Bani Abbasiyah berhasil dipecah menjadi dinasti Buwaihiyah di Persia (932-1055 M), dinasti Samaniyah di Khurasan (874-965 M), dinasti Hamdaniayah di Suriah (924-1003 M), dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030 M), dinasti Fatimiyah di Mesir (969-1171 M), dan dinasti Gaznawi di Afganistan (962-1187 M) d) Masa Abbasiyah IV (447 H/1055 M -656 H/1258 M )

Drs. Samsul Munir Amin, MA., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.141

Daulah Abbasiyah |4 Masa ini ditandai dengan ketika kaum Seljuk menguasai dan mengambil alih pemerintahan Abbasiyah. Masa seljuk berakhir pada tahun 656 H/1258 M, yaitu ketika tentara mongol menyerang serta menaklukkan Baghdad dan hampir seluruh dunia Islam terutama bagian timur.6

KEMAJUAN DINASTI ABBASIYAH Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan, secara politis para khalifah memang orang-orang yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus Agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan Filsafat dan ilmu pengetahan dalam Islam. Peradaban dan kebudayyan Islam berkembang dan tumbuh mencapai kejayaan pada masa Bani Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan pada masa ini Abbasiyah lebih menekankan pada perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Disinilah letak perbedaan pokok dinasti Abbasiyah dengan dinasti Umayyah. Adapun kemajuan peradaban Islam yang dibuat oleh Dinasti Abbasiyah adalah : 1. Bidang Politik dan Pemerintahan a) Memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Kemudian menjadikan Baghdad sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Dijadikan kota pintu terbuka sehingga segala macam bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukin di dalamnya. Dengan demikian jadilah Baghdad sebagai kota international yang sangat sibuk dan ramai. b) Membentuk Wizarat untuk membantu khalifah dalam menjalankan pemerintahan Negara. Yaitu Wizaratul Tanfiz sebagai pembantuk khalifah dan bekerja atas nama khalifah dan Wizaratul Rafwidl sebagai orang yang diberi kuasa untuk memimpin pemerintah, sedangkan khalifah sendiri hanya sebagai lambing. c) Membentuk Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara. d) Membentuk Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat otonomi penuh adalah al-Qura atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas untuk mebatasi kewenangan kepala daerah agar tidak menyusun pasukan untuk melawan Baghdad. e) Membentuk Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat. f) Memperluas fungsi Baitul Maal, dengan cara membentuk tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara, Diwanul al-Azrau untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang. g) Menetapkan tanda kebesaran seperti al-Burdah yaitu pakaian kebesaran yang berasal dari Rasul, al-Khatim yaitu cincin stempel dan al-Qadlib semacam pedang, dan kehormatan. Al-Khuthbah, pembacaan doa bagi khalifah dalam khutbah Jumat, asSikkah, pencantuman nama khalifah atas mata uang dan Ath-Thiraz, lambing khalifah yang harus dipakai oleh tentara dan pegawai pemerintah untuk khalifah.

N. Abbas Wahid dan Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayyan Islam (Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009)

Daulah Abbasiyah |5 h) Membentuk organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi yang mengetuai Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetuai Pengadilan Negeri). 7 2. Bidang Keagamaan a) Pada masa Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bil al-Matsur dan Tafsir bi al-Rayi. Tokoh tafsir terkenal seperti Ibn Jarir at-Tabary, Ibn Athiyah, Abu Bakar Asam (Mutazilah), Abu Muslim Muhammad Ibn Bahr Isfahany (Mutazilah), dll. b) Dalam bidang Hadits, mulai dikenal ilmu pengklasifikasian Hadits secara sistematis dan kronologis seperti, Shahih, Dhaif, dan Madhu. Bahkan juga sudah diketemukan kritik Sanad, dan Matan, sehingga terlihat Jarrah dan Takdil Rawi yang meriwayatkan Hadits tersebut. Ahli Hadits terkenal di zaman ini adalah; Imam Bukhari (w 256 H), Imam Muslim (w 261 H), Ibn Majah (w 273 H), Abu Daud (w 275 H), at-Tirmidzi, An-NasaI (303 H), dll. c) Dalam bidang Fiqh, mucul kitab Majmu al-Fiqh karya Zaid Ibn Ali (w 740) yang berisi tentang Fiqh Syiah Zaidiyah. Kemudian lahir Fuqaha seperti Imam Hanafi (w 767 ), seorang hakim agung dan pendiri Madzhab Hanafi, Malik Ibn Anas (w 795 M), Muhammad Ibn Idris as-Syafei (820 M), Imam Ahmad Ibn Hambal ( w 855 M). d) Dalam bidang filsafat dan Ilmu kalam, lahir para filosof Islam terkemuka seperti Yaqub Ibn Ishaq al-Kindi, Abu Nasr Muhammad al-Farabi, Ibn Barjah, Ibn Tufail, dan Imam Ghazali. Dan ilmu Kalam, Mutazilah pernah menjadi Madzhab utama pada masa Harun ar-Radyid dan al-Mamun. diantara ahli ilmu Kalam adalah Washil Ibn Atha, Abu Huzail al-Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asyary, dan Iman Ghazali. e) Ilmu Lughah juga berkembang dengan pesat karena bahasa Arab semakin dewasa dan memerlukan suatu ilmu bahsa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah Nahwu, Sharaf, Maani, Bayan, Badi, Arudh, dan Insya. Ulama Lughah yang terkenal adalah Sibawaih (w 183 H), Muaz al-Harra (w 187 H), Ali Ibn Hamzah alKisai (w 208 H), dll. f) Ilmu Tasawuf berkembang pesat terutama pada masa Abbasiyah II dan seterusnya. Diantara tokoh tasawuf yang terkenal adalah al-Qusayiri (w 456 H), Syahabuddin (w. 632 H), Imam al-Ghazali (w. 502 H), dan lain-lain.8 3. Bidang Ilmu Pengetahuan a) Lembaga Ilmu Pengetahuan Pada masa Dinasti Abbasiyah pengembangan keilmuan diarahkan ke dalam Mahad. Lambaga ini dikenal ada dua tingkatan. Pertama, Maktab/Kuttab yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung, menulis, anak-anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama. Kedua, bagi pelajar yang ingin mendalami ilmunya, bisa pergi keluar daerah atau ke masjidmasjid atau bahkan ke rumah-rumah gurunya. Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, baik mengenai agama maupun umum maka semakin banyak khalaqahkhalaqah (lingkaran pengajaran), yang tidak mungkin tertampung di dalam ruang masjid.9 Maka pada perkembangan selanjutnya mulai di buka madrasah-madrasah

7 8

A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), cet. I, hlm. 201-204. Ibid, hlm. 230-256. 9 Zuhairi, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), cet. V, hlm. 99-100.

Daulah Abbasiyah |6 yang di pelopori oleh Nizhamul Muluk.10 Lembaga inilah yang kemudian yang berkembang pada masa Dinasti Abbasyiah. b) Kegiatan Penerjemah Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak Daulah Umayyah, namun mengalami masa keemasan pada masa Daulah Abbasiyah. Yang mana berlangsung selama tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah Al-Mansyur hingga Hasrun AlRasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemah adalah buku-buku dibidang ilmu Astronomi dan Mantiq. Fase kedua terjadi pada masa khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemah adalah bidang filsafat, dan kedokteran. Dan pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-biadang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas11 Gerakan penerjemah dipelopori khalifah al-Mansur yang mempekerjakan orang-orang Persia untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa Persia dalam bidang Astronomi. Buku tentang ketatanegaraan dan politik serta moral seperti kalila wa Dimma Sindhind. Selain itu, Manuskrip berbahasa Yunani seperti logika karya Aristoteles, Al-Magest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachus dan Gerase, Geometri karya Euclid. Manuskrip lain yang berbahasa Yunani Klasik, Yunani Bizantium dan Bahasa Pahlavi (Persia Pertengahan), bahasa Neo-Persia dan bahasa Syiria juga di terjemahkan. c) Baitul Hikmah Pada masa Harun ar-Rasyid intitusi ini bernama Khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Namun, Sejak tahun 815 M, al-Mamun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada masa ini juga, Bait al-Hikmah dipergunakan secara lebih modern yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang di dapat dari Persia, Byzantium, bahkan Ethiopia dan India. Selain itu Bait al-Hikmah berfungsi sebagai kegiatan studi dan riset astronomi untuk meneliti perbintangan dan matematika. Di institusi ini al-Mamun mempekerjakan Muhammad Ibn Hawarizmi yang ahli bidang al-Jabar dan Astronomi dan orang-orang Persia bahkan Direktur perpusatakaan adalah seorang nasionalis Persia dan ahli Pahlewi Sahl Ibn Harun. d) Kemajuan Sains dan Teknologi Kemajuan yang dicapai umat Islam pada masa Dinasti Abbasiyah dalam bidang ilmu Pengetahuan, sains dan teknologi adalah : ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan kimia.12 a). Astronomi, Muhammad Ibn Ibrahim al-Farazi (w. 777 M), ia adalah astronom muslim pertama yang membuat astrolabe, yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. b). Kedokteran, pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah Ali Ibn Rabban al-Tabari pengarang buku Firdaus al-Hikmah tahun 850 M, tokoh lainnya adalah ak-razi, al-Farabi, dan Ibn Sina. c). Ilmu Kimia, bapak kimia Islam adalah Jabir Ibn Hayyan (w. 815 M), al-Razi, dan al-Tuqrai yang hidup
10

Khwaja Abu Hasan Ibn Ali Ishaq atau Nizamul Mulk. Untuk mendukung ortodoksi Islam, Ia kemudian mendirikan madrasah-madrasah, di mana ajaran Madzhabt Syafii diajarkan dan dilestarikan sebagai salah satu cara melawan para Bidah, khususnya kaum Ismailiyah. Faisal Ismail, Islam (Idealita Ilahiyah dan Realitas Insaniyah), (Yogyakarta: Tiara Wacana Group, 1999), cet. I, hlm. 128. 11 Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Op. cit, hal 145-146 12 Dr. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 103

Daulah Abbasiyah |7 pada abad ke 12 M. d). Sejarah dan Geografi, pada masa ini sejarawan ternama abad ke 3 H adalah Ahmad Ibn al-Yakubi, Abu Jafar Muhammad Jafar Ibn Jarir al-Tabari. Kemudian ahli Bumi yang termasyur adalah Ibn Khurdazabah (w. 913 H).13

B) Keadaan Pemerintahan Bani Abbasiyah

KEMUNDURAN DINASTI ABBASIYAH Tak ada gading ang tak retak. Mungkin pepatah inilah yang sangat pas untuk dijadikan cermin atas kejayaan yang digapai bani Abbasiah. Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya dalam mendulang kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya iapun mulai kaku dan akhirnya runtuh. Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasyiah, yaitu faktor Internal (dari dalam sendiri), dan faktor Eksternal (dari luar). 1. Faktor Internal diantaranya. a) Perebutan kekuasaan antar keluarga yang akhirnya berimplikasi terhadap kekuatan daulah14 Selanjutnya dari perebutan tersebut melahirkan orang-orang yang tidak kompeten, ditambah lagi terjadi pemisahan antara agama dan politik. Akibatnya terjadi penyalahgunaan kekuasaan dengan cara hidup dalam kemewahan dan pesta pora di Istana karena agama tidak lagi menjadi pengawas. b) Perubahan konsep khalifah digantikan dengan sistem kerajaan maka tidak ada lagi keahlian kepemimpinan yang mencakup segalanya baik dalam politik maupun agama.15 c) Perpecahan di bidang akidah dan di bidang madzhab, yang masing-masing kelompok saling mengklaim paling benar, sehingga memunculkan sikap fanatisme berlebihan. Bahkan khalifah al-Mamun melancarakan gerakan pembasmian kepada orang-orang yang tidak mau tunduk kepada madzhab Mutazilah. Hal tersebut kemudian diikuti kembali oleh al-Mutawakkil yang membasmi terhadap golongan Mutazilah karena tidak mau tunduk kepada Ahlu Hadits.16 d) Terakhir, penguasaan Baitul Maal yang berlebihan akibatnya muncul justifikasi bahwa Baitul Maal adalah milik penguasa, bukan milik umat. Sehingga tidak seorang pun berhak meminta pertanggungjawaban mengenai dari mana uang itu berasal dan lari kemana uang itu kemudian. Hal ini memancing reaksi negative dari masyarakat, dan memunculkan rasa ketidakpuasan yang berujung kepada pemberontakan. 2. Faktor Eksternal; a) Pemberontakan terus menerus yang dilakukan oleh kelompok Khawarij, Syiah, Murjiah, Ahlusunnah, dan bekas pendukung Dinasti Umayyah yang berpusat di Syiria menyebabkan penguasa Abbasiyah harus selalu membeli perwira pasukan dari Turki dan Persia. Konsekuensinya meningkat terus ketergantungan pada tentara bayaran dan ini pada gilirannya menguras kas Negara secara financial. 17 b) Memberikan kebaikan berlebihan kepada orang-orang Persia, dan Turki, berakibat mereka dapat menciptakan kerajaan sendiri seperti Thahiriyah di Khurasan,
13 14

A. Raziq Naufal, Umat Islam dan Sains Modern, (Bandung: Husaeni, 1978), hlm. 46-47. Ira Lapidus, Op. cit, hlm. 193. 15 Abul Ala al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan (Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam), (Bandung: Mizan, 1984), cet. I, hlm. 262. 16 Ahmad Amien, Islam dari Masa ke Masa, (Bandung: Rosda, 1987), cet. I, hlm. 136. 17 William M. Watt, Kejayaan Islam; Kajian Kritis Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), cet. I, hlm. 165.

Daulah Abbasiyah |8 Shatariyah di Fars, Samaniyah di Ttansxania, Sajiyyah di Azerbaijan, Buwaihah di Baghdad semuanya dari bangsa Persia. Sedangkan kerajaan yang didirikan oleh orang-orang Turki adalah Thuluniyah di Mesir, Ikhsyidiyah di Turkistan, Ghaznawiyah di Afghanistan. dan dilanjutkan muculnya Dinasti-Dinasti merdeka Umayyah di Andalusia, Fathimiyah di Afrika Utara, Idrisiyah di Maroko, Rustamiyah, Aghlabiyah, Ziriyyah, Hammadiyah di Jazirah dan Syiria, al-Murabitun, al-Muwahidun di Afrika Utara,Marwaniyah di Diyarbakar, dll. c) Serangan bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulaqu Khan. Baghdad di bumihanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah al-Mustasim dan keluarganya di bunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah di bakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut menjadi hitam kelam karena lunturan tinta dari buku-buku itu.18

18

Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hlm. 268.

Daulah Abbasiyah |9

BAB III KESIMPULAN

BAB IV PENUTUP
Demikianlah makalah yang bisa kami sajikan dengan kerendahan hati, pemakalah memahami bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan, baik dalam segi penulisan (isi) dan pengambilan sumber referensi. Untuk itu kami berharap adanya saran dan kritik yang konstruktif untuk perbaikan di kemudian hari. Tak kan ada sebuah karya yang besar terwujud tanpa sebuah coretan.

D a u l a h A b b a s i y a h | 10

DAFTAR PUSTAKA
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Bandung, (Pustaka Islami:2008) Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, (PT RajaGrafindo Persada:1993) Ira M Lapidus.Sejarah Umat Islam, ( Jakarta,Rajawali Pers 1999) Ahmad alUsaairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, penterjemah : Samson Rahman, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, cet-6,2008) Drs. Samsul Munir Amin, MA., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010) N. Abbas Wahid dan Suratno, Khazanah Sejarah Kebudayyan Islam (Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009) Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) Zuhairi, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997) Dr. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997) Raziq Naufal, Umat Islam dan Sains Modern, (Bandung: Husaeni, 1978) bul Ala al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan (Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam), (Bandung: Mizan, 1984) Ahmad Amien, Islam dari Masa ke Masa, (Bandung: Rosda, 1987) William M. Watt, Kejayaan Islam; Kajian Kritis Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990) Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989) Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung,(Pustaka Setia:2008)

Media Internet http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Abbasiyah#Silsilah_para_khalifah

D a u l a h A b b a s i y a h | 11

Anda mungkin juga menyukai