Pemikiran Poligami
Amina Wadud berpendapat bahwa perkawinan yang lebih disukai al-Qur’an
adalah monogami, menurutnya pendapat ini juga senada dengan para mufassir. Q.S An-
Nisa’ayat 3 yang dijadikan legitimasi sebenarnya berbicara tentang tanggung jawab
terhadap harta kekayaan anak yatim perempuan dan keadilan, dimana jika hawatir salah
mengelola maka solusinya menikahi anak yatim tersebut. Dalam konteks keadilan, Q.S
An-nisa ayat 129 menegaskan bahwa ketidakmampuan laki-laki berlaku adil terhadap
istri-istrinya. Ia mengatakan ketidakmungkinan mencapai cita-cita dalam Al-qur’an surah
Al-baqarah ayat 187 ketika seorang suami yang juga sebagai seorang bapak membagi diri
dengan keluarganya yang lain.
Disamping argumentasi penafsiran Al-Qur’an, argumentasi wadud juga dibangun
dari bantahan berbagai alasan yang dikemukan oleh para pelaku dan pendukung
poligami, alasan-alasan tersebut sebagai berikut:
Ekonomi
Amina Wadud berpendapat bahwa di zaman modern dalam sudut pandang
ekonomi tidak relevan menganggap perempuan sepenuhnya bergantung
kepada laki-laki, produktivitas dalam bekerja tidak ditentukan oleh jenis
kelamin semata. Jenis kelamin hanyalah salah satu faktor sekian banyak faktor
yang ada dalam pekerjaan, karenanya poligami dipandang bukan solusi
terhadap permasalahan ekonomi yang sangat kompleks.
Perempuan mandul
Perempuan yang mandul bukanlah argumentasi yang disebutkan dalam al-
Qur’an untuk membolehkan poligami, perempuan mandul tidak berarti tidak
bisa merawat dan membesarkan anak. Banyak anak terlantar dan anak yang
dibuang oleh orang tuanya selagi bayi di depan mata menjalani kehidupan
yang sangat rentan sudah jelas-jelas nyata menjadi masalah sosial yang harus
diutamakan penyelsaiannya daripada berspekulasi dengan poligami