Anda di halaman 1dari 14

Page |

IDEOLOGI AL YASAR AL ISLAMI (KIRI ISLAM) HASSAN HANAFI


YUANDA KUSUMA
I.PENDAHULUAN Engels setelah menelusuri sejarah masyarakat mengatakan bahwa agama dalam sejarah pernah menjadi kekuatan sosial transformatif. Kontras dengan itu, Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat. Agama melahirkan kesadaran historis manusia ke kesadaran khayali, mengilusikannya dan akhirnya mendomistifikasi kekuatan perubahan yang dimilkinya. Hingga kemudian agama melegitimasi proses penghisapan ekonomi dalam sistem kapitalisme. Lenin dengan mantap mengatakan adalah salah satu bentuk penindasan spiritual terhadap manusia. Agama semacam minuman keras spiritual. Mengapa agama menampakkan dispersepsi sedemikian beragam? Bahkan saling kontras!. Agamawan boleh berapologi bahwa agama memiliki dimensi empiris dan normatif. Apa yang terjadi dalam wilayah empiris dikerangkakan sebagai penyelewengan agama dalam praktek. Dan secara normatif, agama selalu dikatakan membawa kebenaran absolut. Ketika keabsolutan ini menyejarah, ditangkap dan ditafsirkan secara historis maka wajahnya pun sesuai dengan kekuatan sosial dan ekonomi atau seting sosial yang melingkupinya. Sehingga dimensi normatif agama tidak selalu pararel dengan dimensi historis agama. Perspektif gerakan Kiri ternyata dapat menjelaskan fenomena ini secara lebih memuaskan. Agama menurut perpektif itu, dalam straktak (strategi dan taktik) gerakan, disejajarkan dengan nasionalisme yang gagap dalam proses pencarian ideologi. Konstruksi ideologis nasionalisme dideterminasi aktor yang memegangnya. Nasionalisme yang dimainkan seorang Hitler atau Mussolini, misalnya, menghasilkan fasisme. Nasionalisme di tangan seorang Soekarno, misalnya, menjadi bagian dari kekuatan sosisal yangmelancarkan perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme. Demikian juga dengan agama. Agama tergantung pada siapa yang

mengendalikannya. Bila agama dimaknai dan diberi tanda transformatif dan progresif maka agama akan menampakkan secara historis sebagai kekuatan sosial

transformatif dan progresif. Sebaliknya bila ditandai dan dimaknai dengan karakter reaksioner maka agama akan menjadi sangat reaksioner. Sama-sama berteologi Ahl

al Sunnah, misalnya, namun karakter sosiologis yang ditampilkan oleh komunitas NU berbeda dengan yang ditampakkan oleh komunitas FPI. Sama-sama berteologi Ahl al Sunnah, namun karakter pergerakan yang dimiliki Wahabi berbeda dengan al Ikhwan al Muslimun. Persoalan di atas mengingatkan kita pada suatu polemik mengenai kemungkinan agama sebagai ideologi alternatif. Bagi beberapa kalangan, seperti Gus Dur mengatakan bahwa Islam belum memiliki rumusan ideologis mengenai tatanan sosial ekonomi seratikulatif sosialisme atau kapitalisme. Sebagai contoh, teori kenegaraan Islam yang lengkap, terperinci dan tuntas belum ada. Apa yang segar dapat dirumuskan adalah bagaimana mengatur negara dalam garis besarnya, dengan kata lain hanya sebatas wawasan kebangsaaan dan kenegaraannya saja. Perumusan sistematisasi agama secara ideologis ini merupakan upaya menjadikan agama sebagai kekuatan transformatif. Konstruksi ideologi tersebut mula-mula dirumuskan terlebih dahulu dengan melakukan pembacaan terhadap kondisi objektif perkembangan global dan lokal serta situasi sosial yang melingkupinya. Setelah memberikan perspektif terhadap cara baca realitas sosial maka pada tahap selanjutnya agama sebagai hal ideologis selalu mendorong untuk melakukan perubahan sosial sesuai dengan cita-cita ideologisnya.1 Dalam perspektif seperti itulah, kita harus membaca Hassan Hanafi sang pencipta manifesto al Yasar al Islami (Kiri Islam). Sebuah konstruksi ideologis yang radikal dan memiliki kejelasan baik secara konseptual, metode maupun tahapan-tahapan praksisnya. Tulisan ini akan mengeksplorasi konsep dan struktur Kiri Islam, metodologi, kekuatan-kekuatan sosial yang melahirkannya. II.APA ITU IDEOLOGI ? Ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, cita-cita, konsep, keyakinan
1 Dr. Ibrahim al Dasui Syata, al Thaurah al Iraniyah : al Juzur al Idiyolojiyah. Al Zahra' li al I'lam al 'Araby Madinat Nashr Kairo, 1988. Hal : 141.

Page |

IDEOLOGI AL YASAR AL ISLAMI (KIRI ISLAM) HASSAN HANAFI


YUANDA KUSUMA
dan kata logos yang artinya ilmu, pengetahuan dan logika. Jadi secara sederhana ideologi merupakan ilmu atau kajian yang membahas suatu keyakinan atau gagasan

tertentu. Akan tetapi, ideologi berbeda dengan filsafat. Yang terakhir ini hanya bisa membantu manusia memahami secara lebih baik tentang dunia tetapi tidak pernah mampu mengubahnya. Oleh karenanya, dalam sejarah, ilmuwan dan filsuf tidak pernnah menggerakkan revolusi. Penggerak revolusi dan penggerak sejarah adalah selalu seorang ideolog atau ilmuwan ideologis atau filosof ideologis. Dan tentu saja di mata agamawan. Para Nabi. Yang dituntut ilmu adalah kemampuan menjaga jarak dengan objek kajian untuk mendapatkan objektivitas dan melukiskan sesuatu sebagaimana adanya. Sedangkan ideologi menuntut kepatuhan, memihak dan dituntut berjuang mewujudkan cita-cita ideologinya. Syariati mengatakan bahwa ideologi mengacu pada suatu keyakinan yang dipeluk oleh kelmpok atau kelas sosial tertentu dengan setting sosial dan kultural tertentu. Syariati menyebut bahwa ideologi memiliki tiga tahap. Pertama, tahap cara melihat dan menangkap alam semesta, eksistensi dan manusia. Kedua, cara khusus kita memahami dan menilai semua benda, gagasan-gagasan, ide-ide yang mengkonstruksi setting sosial dan klutural kita dan dengan demikian konstruksi kesadaran kita. Ketiga, tahapan praksis yang mencakup strategi, taktik, tahapan-tahapan, metode-metode gerakan untuk mengubah realita sosial sesuai dengan cita-cita ideologisnya. Pada tahapan ketiga ini, ideologi memberikan energi, inspirasi, keyakinan, dorongan para penganutnya sebagai dasar perubahan dan kemajuan kondisi sosial yang diharapkannya.2 Untuk memahami Kiri Islam secara holistik diperlukan rekonstruksi terhadap setting sosial yang melahirkannya. Setiap ideologi, seperti diujarkan syariati selalu lahir dari massa kemanusiaan. Dalam analisis sosial dikenal adanya tiga konteks : konteks situasi, konteks sosial dan konteks budaya. Konteks situasi adalah kristalisasi konstruksi nalar hanafi yang direguk dari khazanah intelektual islam dan ilmu-ilmu sosial barat serta respon subjektifnya terhadap kondisi dan realita sosial saat itu.
2 Ali Syari'ati, Tugas Cendekiawan Muslim, Mizan Bandung, 1998, hal 79.

Konteks sosialnya, adalah setting sosial politik negaranya, yakni Mesir tahun1946-an (masa perang dunia ke II). atau lebih makro Timur Tengah dan dunia Islam secara uum. Hanafi tidak hanya berbicara Mesir, Saudi dan Yaman. Namun juga berbicara

tentang penyatuan dunia Islam. Pan-Islamisme yang dicitakan al Afghani. Konteks budayanya adalah peradaban global yang melingkupi kedua konteks pertama.3 III.SEPINTAS BIOGRAFI HASSAN HANAFI Hassan Hanafi dilahirkan di kota Kairo, Februari 1935 M. 4 Keluarganya berasal dari Bani Suwayf, sebuah propinsi yang berada di Mesir Dalam dan kemudian berurban ke Kairo, ibu kota Mesir. Mereka mempunyai darah keturunan Maroko. Kakeknya berasal dari Maroko, sementara neneknya dari kabilah Bani Mur yang di antaranya, menurunkan Bani Gamal Abd Al Nasseer. Presiden Mesir ke dua. Kakeknya memutuskan untuk menetap di Mesir setelah menikahi neneknya. Menjelang umur lima tahun, Hanafi kecil mulai menghafal al Quran dari Syaikh Sayyid di jalan al Benhawi, kompleks Bab Al Syariyah, sebuah kawasan di Kairo bagian Selatan. Pendidikan dasarnya di mulai dari Madrasah Sulayman Gaisy, komplek Bab Al Futuh berdekatan dengan benteng Shalah Al Din Al Ayyubi selama lima tahun. Setamatnya dari sana, dia masuk sekolah pendidikan guru, Al Muallimin. Setelah empat tahun dia lalui, dan ketika hendak naik ke tingkat lima, tingkat akhir, dia memutuskan pindah ke Madrasah Al Silahdar, yang berada di kompleks masjid Al Hakim Ibn Amrillah dan langsung diterima di kelas dua, mengikuti jejak kakaknya hingga tamat. Di sekolahnya yang baru inilah dia banyak mendapat kesempatan belajar bahasa asing. Pendidikan menengah atasnya dilalui di Madarasah Tsanawiyah Khalil Agha di jalan Faruq Al Gaisy, Selama lima tahun. Empat tahun untuk memperoleh bidang kebudayaan dan setahun untuk bidang pendidikan.5 Pada 1946, Hanafi masih berumur sekitar 11 tahun sudah mulai menampakkan keberaniannya dengan ikut-ikutan terjun dalam demonstrasi mendukung aksi pelajar dan buruh di Kairo. Saat itu dia berpikir, revolusi adalah paduan antara jalanan dan sekolahan, antara tanah air (al Wathan) dan ilmu. Pada 1948, Hanafi mengajukan
3 Dr. 'Ishmat Saif al Daulah, Nazariyat al Thaurah al 'Arabiyah : al Usus, al Muntaliqat, al Ghayat, al Thariq, Dar al MasirahBeirut. 1979. Hal 82. 4 Majalah al wasath, NO 276, 12-18 Mei 1997 h.15 5 Digest al hilal, edisi april 1997, hal 176-185

Page |

IDEOLOGI AL YASAR AL ISLAMI (KIRI ISLAM) HASSAN HANAFI


YUANDA KUSUMA
permohonan untuk ikut bergabung bersama organisasi pemuda Islam (Jamiyah Al Syubban Al Muslimin) untuk menjadi prajurit sukarelawan di Palestina. Namun,

permohonan itu ditolak karena belum cukup umur. Baru pada 1951 M, dia mendapatkan kesempatan ikut berjuang dalam perang pembebasan Qanat Suez (Terusan Suez). Dia ikut belajar memegang senjata di Fakultas Teknik (Handasah) di Abbasiyah, kawasan Kairo Selatan. Ikut mengatar dan mensalatkan para jenazah yang syahid di medan laga di masjid al Kukhya di lapangan Opera. Dia melihat dan merasakan orang-orang berbaris, hormat penuh hikmad menyambut kedatangan para pahlawan yang pulang dari paletsina. Mati syahid adalah kebahagiaan yang sudah menyatu dengan jiwa saat itu.6 Pada januari 1952 M, terjadi kebakaran besar-besaran di Kairo, sebagai rekayasa untuk mematikan semangat pejuang kemerdekaan dan menggulingkan pemerintah Partai Wafd sekaligus dijalinnya kongkalikong terselubung antara kalangan istana dan kolonialis Inggris untuk menghentikan gerakan nasionalisme Mesir. Hassan Hanafi sebagai pembela kaum lemah berada di kubu gerakan pembebasan tanah air dan nasionalis. Bagi Hassan Hanafi, tahun 1952 M adalah masa transisi bagi kehidupan akademisnya. Masa perpindahan dari jenjang menengah atas ke jenjang kuliah. Saat inilah dia harus memilih spesialisasinya; antara sains dan sastra; antara filsafat dan eksak. Akhirnya dia meilih keduanya.Pada musim panas, juli 1952 M, terjadi peristiwa penting dalam sejarah pergerakan Mesir. Peristiwa itu dikenal dengan Revolusi Juli. Revolusi yang melahirkan perubahan tatanan sosial, politik dan kultural cukup mendasar, di mana agama masuk pula di dalamnya. Yaitu perubahan dari sistem monarki ke sistem republik. Dari sinilah Hassan Hanafi membongkar pergolakan pemikiran besar di Mesir hingga tahun 1981 yang dia rangkum dalam karyanya Agama Dan Revolusi (Al Din Wa Al Thaurah) sebanyak delapan volume.7

6 M. Aunul Abied Shah dkk, Islam Garda Depan Mosaik Pemikiran islam Timur Tengah, Mizan Bandung. 2001, hal 218. 7 Hassan Hanafi, al Din wa al Thaurah, vol 1 hal 7

Gelar kesarjanaan dia peroleh dari Fakultas Adab (Sastra Arab) Universitas Kairo jurusan Filsafat. Pada 11 oktober 1956 M, Hassan Hanafi berangkat meninggalkan Mesir menuju Universitas Sorbonne Perancis. Selama kurang lebih sepuluh tahun dia hidup di kandang barat. Tradisi, pemikiran dan keilmuan barat berhasil dia

kuasai dengan cukup baik. Dalam satu artikelnya dia mengatakan Itulah barat yang aku pelajari, aku kritik, aku cintai dan akhirnya aku benci.8 Pada 1961M. Disertasinya tentang Ushul Al Fiqh dinyatakan sebagai karya ilmiah terbaik di Mesir. Disertasi setebal 900 halaman itu dia beri judul Essai Sur La Methode dExegese (Esai Tentang Metode Penafsiran).9 Sementara karya ilmiah yang berhasil dia tulis selama jenjang akademisnya sebanyak tiga macam, yaitu: 1.Essai Sur La Methode dExegese (Esai Tentang Metode Penafsiran) 2.LExegese De La Phenomenologie (Tafsir Fenomenologi)
3.La Phenomenologie De lExegese (Fenomenologi Tafsir).
10

Setelah menyandang gelar Doktor pada 1966 M, dia kembali pulang ke Mesir dan mengajar di fakultas sastra jurusan filsafat Universitas Kairo hingga tahun 1971. Kemudian berangkat ke Amerika Serikat sebagai dosen tamu di Universitas Temple, Philadelphia hingga 1975. Dia kembali ke Universitas Kairo pada 1982. Kemudian dipinjam sebagai dosen kehormatan di Universitas Fes, Maroko selama dua tahun. Dosen di Universitas Tokyo dan Universitas Los Angeles, Amerika Serikat. Terakhir di Universitas Cape Town, Afrika Selatan. Pada 1989. Kemudian ditunjuk sebagai ketua jurusan Filsafat di fakultas sastra universitas Kairo hingga tahun 1995. Hanafi adalah pelopor pendiri organisasi himpunan Filosof Mesir yang berdiri pada 1986 M, diketuai oleh Dr. Abu al Wafa al Taftazani, yang kemudian digantikan oleh Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq menteri agama Mesir sebelum Housni Mubarak dilengserkan. Sementara Hanafi bertindak sebagai sekretaris jendralnya. IV.STRUKTUR KIRI ISLAM
8 Al hilal 184 9 Abdurrahman wahid, pengantar Kiri Islam: Hassan Hanafi dan eksperimentasinya, Lkis 1993, hal XI 10 Hassan Hanafi, Muqaddimah fi 'Ilm al Istighrab , al Muassasah al Jamiiyah li al Dirasah wa al Nasyr wa al Tawzi, Beirut, 1992. hal 11.

Page |

IDEOLOGI AL YASAR AL ISLAMI (KIRI ISLAM) HASSAN HANAFI


YUANDA KUSUMA
Pembacaan terhadap realitas objektif dan pemeriksaan berbagai akar kegagalan berbagai ideologi merupakan pijakan pertama proyeknya. Proyek inilah yang disebut sebagai Kiri Islam. Kiri Islam merupakan sintesis dari eksplorasi dan tafsir ulang

yang cerdas terhadap khasanah keilmuan Islam, analisis marxian atas kondisi objektif serta tradisi yang mengakar di masyarakat.11 Kiri Islam bertumpu pada tiga dataran metodologis. Pertama, tradisi atau Turath. Kedua, fenomenologi. Ketiga, analisis sosial Marxian. Hanafi optimis, Kiri Islam dapat berhasil setelah realitas masyarakat, politik, ekonomi, khasanah Islam dan tantangan Barat dianalisis. Untuk menganalisis hal tersebut Hanafi menggunakan metode fenomenologi. Analisnya mengungkapkan dua fakta pokok: Islam telah dimanfaatkan kepentingan politik dan Islam telah menghujam dalam kehidupan bangsa Arab. Analisis sosial perspektif Marxiannya menampilkan kontras dua realitas secara diametral: kaya-miskin, penindas-tertindas, penguasa-dikuasai, tuan tanah-buruh, majikan-karyawan.12 V.REVITALISASI TURATH Hassan Hanafi meletakkan landasan teoritis revitalisasi Turath pada kerangka segitiga piramida peradaban; bahwa manusia tidak bisa dipisahkan dari tiga akar pijakan berpikir: Yang telah Lalu (al Madli) personifikasi dari Turath Qadim (Khazanah Klasik). Esok ( al Mustaqbal) personifikasi dari Turath Gharbi (Khazanah Barat). Sekarang (al Hali) personifikasi dari al Waqi (Realitas Kekinian).13 Tiga akar pijakan pemikiran ini oleh Hassan Hanafi disebut sebagai Trifrontasi (al Jabhah al Thalathah). Bagi Hanafi, umat Islam kita berada dalam segitiga piramida pemikiran itu. Dalam Turath Qadim kita meletakkan khazanah klasik sebagai acuan berpikir yang mempunyai bentangan sejarah perdaban sangat luas dan dalam serta
11 Mahmoud Amin al 'Alim, Mawaqif Naqdiyah min al Turaht, Dar Qadaya Fikriyah al Qahirah.2000. hal 49 12 Muhidin M Dahlan, Sosialisme Religius Suatu Jalan Keempat?, Kreasi Wacana Yogyakarta,2001. Hal 175. 13 Dr. Hassan Hanafi, Islam In The Modern World : Religion, Ideology and Development. Vol 1. Dar Kebaa Bookshop, Heliopolis Kairo. 2000, hal : 58.

memiliki akar yang kokoh. Dalam Turath Gharbi kita meletakkan khazanah barat sebagai tamu peradaban yang mempunyai bentangan sejarah selama sekitar dua abad (masa saat umat Islam mulai mengakui adanya signifikansi budaya barat sehingga dia harus datang dengan posisi sebagai murid). Sedangkan dalam al Waqi kita meletakkan realitas kontemporer sebagai ladang untuk bertanam, bercangkok dan berinteraksi antar khazanah klasik dan khazanah barat. Korelasi di antara ketiganya (khazanah klasik, khazanah barat dan realitas kekinian) sangat kuat sehingga antara satu sama lainnya tidak mungkin dipisahkan. Di sinilah proses terjadinya akulturasi (Al Tathaqquf/Al Tahaddlur) tidak mungkin terelakkan. Secara skematis bisa dilihat format proyek Al Turath Wa Al Tajdid Hassan Hanafi sebagai berikut :

Sementara Turath menurut Hassan Hanafi bukanlah sekedar barang mati yang telah ditinggalkan oleh orang-orang terdahulu di perpustakaan atau museum baik dalam bidang agama, sastra, seni, ataupun ilmu pengetahuan. Tetapi, lebih dari itu, Turath adalah elemen-elemen budaya, kesadaran berpikir serta potensi yang hidup dan masih terpendam dalam tanggungjawab generasi berikutnya. Dia adalah sebagai dasar argumentatif dan sebagai pembentuk Pandangan Dunia (World View) serta pembimbing perilaku bagi setiap generasi mendatang. Karena itu, setiap masa mempunyai Turath dan Turath harus diinterpretasikan seperti itu.14 Akan tetapi, kenyataan membuktikan bahwa Turath kita telah banyak dicemari oleh hegemoni feodalisme akibat ulah tangan-tangan penguasa = kanan yang menindas. Sementara umat yang tertindas = kiri yang ditindas selalu menjadi kaum lemah dan
14 Lukman Hakim, Revolusi Sistemik : Solusi Stagnasi REformasi Dalam Bingkai Sosialisme Religius. Kreasi Wacana Yogyakarta, 2003. 21.

Page |

IDEOLOGI AL YASAR AL ISLAMI (KIRI ISLAM) HASSAN HANAFI


YUANDA KUSUMA
terjajah. Hanafi menggambarkan adanya kecenderungan kooptasi agama oleh kelompok elit penguasa dan praktek keagamaan semata diubah menjadi ritus dan

rutinitas. kecenderungan seperti itu hanya kedok yang menyembunyikan sikap feodalisme dan kapitalisme rakus kelompok elite penguasa. Berangkat dari realitas di atas, Hassan Hanafi memandang perlunya langkah-langkah eksploratif terhadap Turath yang berorientasi pada kepentingan umat Islam yang tertindas. Turath harus di revitalisasi dan bukan hanya sekedar di pajang, dikutip dan disyarah. Turath hendaknya mampu menjadi basis dan titik tolak bagi kekuatan revolusioner umat Islam.15 VI.KONSEPTUALISASI KIRI ISLAM Kiri Islam lahir dari respon subjektif Hassan Hanafi terhadap kondisi bangsa Arab yang merupakan formulasi ideologisasi Islam. Pemahaman Islam yang hanya berarti tunduk, penyerahan diri, pengabdian atau bahkan penghambaan, menurutnya, merupakan distorsi besar-besaran terhadap Islam. Islam memang bermakna penyerahan diri. Namun penyerahan diri ini merupakan penyerahan diri terhadap Allah. Bukan kepada siapapun atau apapun selain-Nya. Ini berarti Islam bermakna ganda. Yaitu, penolakan terhadap segala kekuasaan yang tidak transendental dan penerimaan terhadap kekuasaan yang transendental. Dalam kerangka ini, tunduk kepada penguasa ditransformasikan menjadi tunduk kepada Allah. Makna ganda (mafhum mukhalafah) inilah yang secara sadar telah diselewengkan untuk kepentingan kekuasaan. Islam semata-mata ditafsirkan sebagai tunduk. Hanafi menegaskan bahwa makna Islam adalah juga protes, penolakan, oposisi bahkan teriakan orang tertindas. Selama ini pemaknaan revolusioner progresif itu selalu disembunyikan. Penggalian unsur-unsur revolusioner inilah yang merupakan tugas pokok dari kiri Islam.16
15Dr. Hamdi Zaqzuq, Humum al Ummah al Islamiyah. Al Hai'ah al 'Ammah al Mashriyah li al Kitab Kairo, 2011. Hal : 33. 16 Dr. Hassan Hanafi, al Din wa al Thaurah fi Mashr (1956 1981) : al Yamin wa al Yasar fi

VII.CONTOH CONTOH PEMAKNAAN ISLAM ALA KIRI ISLAM Tuhan menurut Hassan Hanafi, bukanlah objek untuk dibuktikan secara teoritis, melainkan suatu tujuan untuk diwujudkan secara praksis. Tujuan rekonstruksi sistem kepercayaan tradisional ini bukan untuk menghasilkan kehidupan abadi dengan mengetahui kebenaran. Namun untuk mendaatkan keberhasilan di dunia dengan memenuhi harapan dunia muslim terhadap kemerdekaan, kebebasan, kesamaan sosial, kemajuan dan seterusnya. Karana itu ia menolak pengertian teologi sebagai ilmu tentang Tuhan. Ia mendefinisikannya sebagai ilmu tentang perkataan (ilmu kalam). Hal itu karena menurutnya, Tuhan tidak tunduk pada ilmu. Manusia hanya dapat berbicara tentang Tuhan melalui analogi dan secara metaforis (Qiyas al Ghaib ala Syahid). Teologi karenanya adalah antropologi. Teologi merupakan ilmu kemanusiaan bukan ilmu ketuhanan.17 Tauhid, misalnya, yang semula diartikan sebagai pengesaan Tuhan dalam tataran metafisik diseret dalam wilayah kemanusiaan. Dalam wilayah ini tauhid berarti kesatuan pribadi manusia yang jauh dari perilaku dualistik seperti hipokrisi dan perilaku oportunistik. Pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan identik dengan perbuatan. Tauhid berarti pula kesatuan sosial : masyarakat tanpa kelas dan masyarakat tanpa diskriminasi rasial.18 Hal yang sama juga dilakukan pada doktrin-doktrin Tasawuf. Ibu kandung yang melahirkan Tasawuf menurut Hanafi adalah kekalahan kesalehan sosial. Yang dimulai pada krisis politik pada era Ali yang dikalahkan kelompok Muawiyah. Kekalahan Ali dan kemenangan Muawiyah ini menjadikan kesalehan kembali ke asalnya semula, ke dalam ruh manusia. Kondisi ini terus berlanjut pada abad ke 5 Hijriah saat al Ghazali meluncurkan magnum opusnya ihya Ulum al Din. Setting
al Fikr al Diny. Vol : 7. Maktabah al Madbuli Kairo. 1979. Hal : 179. 17 Dr. Hassan Hanafi, al Din wa al Thaurah fi Mashr (1956 1981) : al Yasar al Islamy wa al Wihdah al Wathaniyah. Vol :8. Maktabah al Madbuli Kairo. 1979. Hal : 179. 18 Ibid.

Page |

IDEOLOGI AL YASAR AL ISLAMI (KIRI ISLAM) HASSAN HANAFI


YUANDA KUSUMA
kesejarahan ini membawa hanafi pada tesis bahwa alasan-alasan historis kemunculan tasawuf adalah tidak adanya kebenaran dalam gerakan-gerakan sejrah, sosial dan politik serta ekonomi. Menyelamatkan diri sendiri tanpa menyelamatkan

orang lain adalah egoisme. Kesucian jiwa tanpa kesucian dunia adalah naif dan destruktif serta menggerus dimensi sosial dari spiritualitas.19 Atas dasar itu, Hanafi melakukan rekonstruksi pada Tasawuf di tiga tataran sekaligus. Pertama, tataran moral ditransformasikan orientasi jiwa ke tubuh, ruhani ke jasmani etika individual ke politik-sosial. Kedua, tataran etikopsikologi ditransformasikan nilai pasif ke nilai aktif, kondisi-kondisi psikologi ke kondisi sosial. Ketiga, tataran metafisik ditransformasikan orientasi vertikal ke horisontal, dari dunia lain ke dunia ini dan dari dunia khayal ke penyatuan nyata.20 VIII.PENUTUP Itulah Kiri Islam. Tugas utamanya adalah menguak unsur-unsur revolusioner dalam agama dan menjelaskan pokok-pokok pertautan antara agama dan revolusi. Agama adalah revolusi itu sendiri dan para Nabi merupakan revolusioner dan pembaharu sejati. Ibarahim adalah cermin revolusi akal menundukkan tradisi-tradisi buta. Musa merefleksikan revolusi pembebasan melawan otoritarianisme dan diktatorisme. Isa adalah contoh revolusi ruh atas dominasi materialisme. Dan Muhammad merupakan cerminan dari revolusi kelas antara kaum papa, hamba sahaya dan komunitas tertindas berdapan dengan para konglomerat, elit Quraisy dalam perjuangan menegakkan masyarakat yang bebas, penuh kasih sayang, persaudaraan dan egaliter.

19 Ibid. 20 Shadiq Jalal Azim, Naqd al Fikr al Diny. Dar al Thali'ah li al Thiba'ah wa al Nasyr, Beirut. 2000. Hal : 59.

IX.PROYEK REVITALISASI TURATH HASSAN HANAFI

:
Dari Teologi ke Revolusi : upaya rekonstruksi ilmu-ilmu ushuluddin

:
Dari transferensi ke inovasi: Upaya rekonstruksi ilmu-ilmu Hikmah

:
Dari kesementaraan menuju keabadian: Upaya rekonstruksi ilmu-ilmu Tasawuf

:
Dari teks ke realita; Upaya rekonstruksi ilmu-ilmu Ushul al Fiqh

:
Dari teks ke rasio; Upaya rekonstruksi ilmu-ilmu Tekstual (Tafsir, Ulum al Hadith, Sejarah, Fiqh, Kalam).

Page |

IDEOLOGI AL YASAR AL ISLAMI (KIRI ISLAM) HASSAN HANAFI


YUANDA KUSUMA :
Akal dan alam; Upaya rekonstruksi ilmu-ilmu Logika (Matematika, Fisika, Kimia)

:
Manusia dan sejarah; upaya rekonstruksi ilmu-ilmu Humaniora (Bahasa, Sastra, Geografi, Sejarah)

X.DAFTAR PUSTAKA 1.Dr. Ibrahim al Dasui Syata, al Thaurah al Iraniyah : al Juzur al Idiyolojiyah. Al Zahra' li al I'lam al 'Araby Madinat Nashr Kairo, 1988. 2.Ali Syari'ati, Tugas Cendekiawan Muslim, Mizan Bandung, 1998. 3.Dr. 'Ishmat Saif al Daulah, Nazariyat al Thaurah al 'Arabiyah : al Usus, al Muntaliqat, al Ghayat, al Thariq, Dar al MasirahBeirut. 1979. 4.Majalah al wasath, NO 276, 12-18 Mei 1997. 5.Digest al hilal, edisi april 1997, hal 176-185. 6.M. Aunul Abied Shah dkk, Islam Garda Depan Mosaik Pemikiran islam Timur Tengah, Mizan Bandung. 2001. 7.Hassan Hanafi, al Din wa al Thaurah, vol 1. Maktabah al Madbuli Kairo. 1979. 8.Abdurrahman Wahid, pengantar Kiri Islam: Hassan Hanafi dan eksperimentasinya, Lkis 1993. 9.Hassan Hanafi, Muqaddimah fi 'Ilm al Istighrab , al Muassasah al Jamiiyah li al Dirasah wa al Nasyr wa al Tawzi, Beirut, 1992. 10.Mahmoud Amin al 'Alim, Mawaqif Naqdiyah min al

Turaht, Dar Qadaya Fikriyah al Qahirah.2000. 11.Muhidin M Dahlan, Sosialisme Religius Suatu Jalan Keempat?, Kreasi Wacana Yogyakarta,2001. 12.Dr. Hassan Hanafi, al Din wa al Thaurah fi Mashr (1956 1981) : al Yamin wa al Yasar fi al Fikr al Diny. Vol : 7. Maktabah al Madbuli Kairo. 1979. 13.Dr. Hassan Hanafi, al Din wa al Thaurah fi Mashr (1956 1981) : al Yasar al Islamy wa al Wihdah al Wathaniyah. Vol :8. Maktabah al Madbuli Kairo. 1979. 14.Shadiq Jalal Azim, Naqd al Fikr al Diny. Dar al Thali'ah li al Thiba'ah wa al Nasyr, Beirut. 2000. Hal. 15.Dr. Hassan Hanafi, Islam In The Modern World : Religion, Ideology and Development. Vol 1. Dar Kebaa Bookshop, Heliopolis Kairo. 2000, 16.Lukman Hakim, Revolusi Sistemik : Solusi Stagnasi REformasi Dalam Bingkai Sosialisme Religius. Kreasi Wacana Yogyakarta, 2003. 17.Dr. Hamdi Zaqzuq, Humum al Ummah al Islamiyah. Al Hai'ah al 'Ammah al Mashriyah li al Kitab Kairo, 2011.

Anda mungkin juga menyukai