Oleh:
Rahmat Surya
NIM: 2220600006
Dosen Pengampu:
Dr. Abdul Majid
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
mampu menyelesaikan tugas Mata Kuliah Studi Hadis yang berjudul Living
Hadis.
pengetahuan kita serta mampu memberi tanggapan serta kritikan terhadap suatu
yang disusun masih jauh dari kata kesempurnaan. Masih ada terdapat kekurangan
dalam menyusun dan menyampaikan materi yang sesuai dengan judul topik. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
teladan dan contoh bagi umat manusia khususnya umat Islam, maka dari itu
landasan atau sumber hukum ke dua setelah Al-Qur’an. Bagi umat Islam hadis
baik itu bersifat tradisi, perilaku, atau perbuatan yang dilakukan oleh para
3
hukum dalam suatu perkara melalui hadis, dan ini menurut Fazlur Rahman
Muhammad SAW, bentuk prilaku di sini merupakan bagian dari respon umat
Living Hadis atau Living Sunnah secara bebas ditafsirkan para ulama
dan penguasa sebagai sesuatu yang mereka hadapi. Ada tiga model Living
B. Permasalahan
C. Tujuan
sebagai berikut:
BAB II
4
PEMBAHASAN
prilaku di sini merupakan bagian dari respon umat Islam dalam interaksi
fenomena dari masyarakat Islam, maka kajian atau studi Living Hadis masuk
menjelaskan bagaimana Living Hadis dalam suatu masyarakat Islam dan ilmu
sosial. Pendekatan yang dinilai sesuai dengan hal ini adalah pendekatan
fenomenologi.
tak pernah terlepas dari persoalan yang biasa terjadi di tengah umatnya.
harus memberikan satu putusan atau ketetapan. Jadi ini memiliki keterkaitan
2
M. Khairul Anwar., “Living Hadits” dalam: Jurnal IAIN Gorontalo Vol 12 No 1, Juni
2015, hal 75
5
Dalam tatanan kehidupan, figur Nabi menjadi tokoh sentral dan diikuti
oleh umat Islam pada masanya dan sesudahnya sampai akhir zaman, sehingga
dari sinilah muncul istilah sebagai persoalan terkait dengan kebutuhan dan
adanya rasa keinginan yang kuat untuk mengaplikasikan ajaran islam dalam
SAW dalam konteks ruang dan waktu yang berbeda sehingga dengan adanya
upaya aplikasi hadits dalam konteks sosial, budaya, politik, ekonomi dan
hukum yang berbeda inilah dapat dikatakan hadits yang hidup dalam
masyarakat, yang mana isilah lazimnya adalah living hadits, atau hadits yang
Jika di bagi Living Hadis memiliki tiga bentuk, yaitu tradisi tulisan,
Tradisi tulis menulis hadits terbukti dalam bentuk ungkapan yang sering di
3
Muhammad Hanafi, “Tradisi Shalat Hajat Bulan Suro pada Masyarakat Dukuh Teluk
Kragilan Gantiwarno” Skripsi pada Januari: Tafsir Hadits Fakultas: Ushuluddin, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2013. Hal 3
6
tersebut dianggap sebagai Hadis Nabi, akan tetapi setelah melakukan sebuah
praktik yang dijalankan oleh umat Islam. Seperti bacaan dalam melaksanakan
rakaat pada sholat subuh di hari jum’at relatif panjang yaitu sebagaimana
َح َّدثَنَا َأبُو بَ ْك ِر بْ ُن َأيِب َشْيبَةَ َح َّدثَنَا َعْب َدةُ بْ ُن ُسلَْي َما َن َع ْن ُس ْفيَا َن َع ْن خُمََّو ِل بْ ِن
oleh umat Islam. Sebagai contoh adanya tradisi khitan perempuan, dalam
4
Dalam pencarian data hadits yang penulis cari dalam 9 kitab sunan tidak menemukan
lafadz tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh M. Al-fatih Suryadilaga dalam bukunya
Aplikasi Penelitian Hadits (dari teks ke konteks), (Yogyakarta, teras, 2009), hlm. 184.
7
kasus ini sebenarnya ditemukan jauh sebelum Islam datang. Berdasarkan
dilakukan masyarakat pengembala di Afrika dan Asia Barat Daya, suku Semit
Pertama, Qunut yang dibaca pada rakaat kedua setiap shalat Subuh.
musibah atau bencana besar menimpa umat Islam di mana saja, atau
5
M. Al-Fatih Suryadilaga, metodologi penelitian living qur‟an dan hadits, (Yogyakarta :
TERAS, 2007), hal. 124.
6
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Adab, Pelaksanaan Khitan, no hadits 5271. CHM,
2008. Dalam pencarian hadits ini penulis menggunakan rujukan sembila kitab, namun penulis
tidak menemukan hadits yang memiliki makna yang sama seperti halnya hadits di atas.
8
kedua (akhir) setiap shalat subuh, dan dilakukan setelah ruku’. Di
samping itu Qunut juga dibaca pada shalat Witir rakaat terakhir pada
hanya dianjurkan (sunat) dilakukan pada shalat Witir saja, dan tidak
ada qunut di luar shalat Witir. Menurut mazhab Hanafi qunut Witir itu
terakhir shalat Witir. Selain pada shalat witir tidak ada lagi bacaan
Qunut.
Menurut mazhab Syafi’i , bacaan qunut pada shalat Subuh itu ada
sampai kalimat :شرما قضيت وقين dan yang kedua berupa pujian atau
9
sampai akhir qunut. Dan selama membaca bagian doa tersebut, bagi
tidak perlu mengusap mukanya. Alasan dan dalil yang dipakai oleh
كان رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم اءذا رفع راءسه من الركوع من
صالة
اللھم اھد ين: الصبح يف الركعة الثانية رفع يد يه فيدعو بھذا الدعاء
kedua tangan beliau dan berdoa dengan doa ini: Ya allah berilah saya
10
قض يتMaka untuk-Mu segala puji atas apa yang telah Engakau
tetapkan”.
2. Shalawat
صلُّو ۟ا َعلَْي ِه ا۟ ِإ َّن ٱللَّه وم ٰلَِٓئ َكتهۥ يصلُّو َن علَى ٱلنَّىِب ۚ ٰيََٓأيُّها ٱلَّ ِذين ءامنو
َ َُ َ َ َ ِّ َ َ ُ َُ َ َ َ
يماِوسلِّمو ۟ا تَسل
ً ْ ََُ
penghormatan kepadanya.”
11
silaturahim, membina semangat kegotong-royongan sosial dalam
atau yang lain lagi. Isi shalawat tersebut umumnya terdiri dari :
12
mendoakan keselamatan sepuluh kali kepadanya”. (Hadis ini
3. Talqin Mayit
kuburannya dan berkata: “Wahai anak-ku, hati ini menjadi sedih dan
mata pun berlinangan air mata, namun aku tidak mau mengatakan
apa-apa yang menjadikan Tuhan murka.7 Kita semua milik Allah dan
termasuk Umar. Nabi Saw pun bertanya: “Wahai Umar, apa yang
7
Muhammad Tholhah Hasan, Ahlusunnah Wal-Jama’ah (dalam persepsi dan tradisi NU
(Jakarta:Lantabora Press, 2004), 227.
13
menyebabkan kalian menangis?” Maka Umar ra. menjawab: “Wahai
turun menanyakan hal itu kepada Nabi Saw dan apa yang
Kemudian malaikat Jibril naik dan tidak lama turun lagi sambil
Hanbal talqin mayit itu hukumnya sunnah, bagi mayit yang sudah
14
diakui oleh sekelompok sahabat bahwa mereka menganjurkanya,
seperti Abu Umamah Al-Bahili dan lain-lainya, dan ada hadis yang
hadisnya bukan hadis yang sahih. Dan sebagian besar sahabat juga
tidak melakukannya. Maka oleh karena itu Imam Ahmad bin Hanbal
dan lain-lainya berpendapat, bahwa talqin ini tidak ada salahnya dan
talqin itu sebagai hal sunnah, namun sebagian pengikut Imam Malik
kitab hadis dari Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau berdiri di atas
Ilaha Illallah”.
Maka menalqini orang yang akan mati itu sunnah dan jelas
orang yang sudah dikubur itu ditanyai dan diuji, maka diperintahkan
15
dikatakan bahwa talqin itu memberi manfaat kepada si mayit, dan
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
living hadis sunnah yang secara lisan masih minimnya teori atau metodologi
yang berkaitan degan living hadis. Penulis disini sekedar menjelaskan living
Secara sederhana living hadis lisan itu meneliti terhadap aplikasi pemaknaan
17
DAFTAR PUSTAKA
Juni 2015.
Muhammad Hanafi, “Tradisi Shalat Hajat Bulan Suro pada Masyarakat Dukuh
2004.
18