Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Living Hadits
Disusun Oleh:
DESEMBER2016
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Hadits merupakan suatu hal yang sangat penting bagi umat Islam karena di
dalamnya te rungkap berbagai tradisi yang berkembang pada masa Rasulullah
SAW. Tradsi-tradisi yang hidup masa kenabian tersebut mengacu kepada pribadi
Rasulullah SAW sebagai utusan Allah SWT.1 Di dalamnya syarat akan berbagai
ajaran Islam karenanya keberlanjutannya terus berjalan dan berkembang sampai
saat ini seiring dengan kebutuhan manusia. Adanya keberlanjutan tradisi itulah
sehingga umat manusia zaman sekarang bisa memahami, merekam dan
melaksanakan tuntunan ajaran Islam yang sesuai dengan apa yang dicontohkan
Nabi Muhammad SAW.
1
Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits, (Yogyakarta: Th-Press,
2007), Hal. 105
adanya pemekaran wilayah kajian, dari kajian teks kepada kajian sosial-budaya
yang menjadikan masyarakat agama sebagai objeknya2
Beberapa ragam living hadits yaitu tulis, lisan dan praktek. Pada tulisan ini
penulis mencoba untuk mengkaji living hadits lisan supaya dapat fokus dan bisa
nambah wawasan keilmuan yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya Ma’had al-jami’ah IAIN Jember.
Dan untuk memahami maksud dari kitab itu kyai menjelaskan arti kata
demi kata dan baru dijelaskan maksud dari bait-bait dalam nadhom. Dan untuk
hafalan, biasanya digunakan istilah setor, yang mana ditentukan jumlahnya
bahkan kadang lama waktunya. Tujuan ma’had ini memilih metode hafalan
dikarenakan Rasulullah pernah bersabda bahwasanya barangsiapa yang
memeliharanya atau menghafalnya akan masuk surga dan tercapai tujuan dari
segala kebaikan yang selaras dengan Qur’an dan Sunnah”
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN MASALAH
2
M. Fatih Suryadilaga Dkk, Metodologi Penelitian Hadits, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga, 2006), Hal 193
BAB II
PEMBAHASAN
a. Kyai
Kyai merupakan elemen yang paling penting dari suatu pesantren.
Ia merupakan pendiri dan pengelola pesantren. Sudah sewajarnya bahwa
pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan
pribadi kyainya.
Di kalangan masyarakat tertentu, para kyai memperoleh posisi
yang amat isimewa, karena dengan kemampuan dan pengetahuannya itu
mereka telah menempatkan dirinya sebagai ulama, pewaris Nabi
Muhammad saw. Sikap hormat, takzhim dan kepatuhan kepada kyai
adalah salah satu nilai pertama yang ditanamkan pada setiap santri. 3
Kyai merupakan cikal bakal dan unsur paling pokok dalam sebuah
pondok pesantren, termasuk ma’had al-jami’ah IAIN Jember. Beliau
mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan. Selain sebagai
guru yang mengajarkan ilmu agama Islam, kyai merupakan pemimpin
yang menentukan arah, bentuk, dan corak pendidikan.
Itulah sebabnya pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan
hidup suatu pondok pesantren tergantung pada kemampuan pribadi kyai
dan pengelolanya.
b. Santri
Santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Perlu
diketahui bahwa menurut tradisi pesantren santri terdiri dari dua,4:
1. Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh
dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukim yang paling
lama tinggal di pesantren biasanya merupakan satu kelompok
tersendiri yang memang bertanggung jawab mengurusi kepentingan
pesantren sehari-hari, mereka juga memikul tanggung jawab mengajar
santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah.
Para santri mukim hidup mandiri dan sederhana, mereka mengurus
keperluannya sendiri, berpenampilan sederhana, hormat kepada kyai
dan selalu riyadhoh melaksanakan amaliyah sunah.
2. Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekitar
pesantren, biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk mengikuti
pelajarannya di pesantrren, mereka bolak-balik dari rumahnya sendiri.
Biasanya perbedaan antara pesantren besar dan pesantren kecil dapat
dilihat dari komposisi santri kalong.
3
Imam Suprayogo, Kyai dan Politik Membaca Citra Politik Kyai, (Malang: UIN Malang Press,
2009), hal.34
4
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup kyai dan visinya,
(Jakarta: LP3ES, 2011), hal. 79-80
Adapun seorang santri pergi dan menetap di suatu pesantren karena
berbagai alasan:
1. Ia ingin mempelajari kitab-kitab lain yang membahas Islam secara
lebih mendalam di bawah bimbingan kyai yang memimpin
pesantren.
2. Ia ingin memperoleh pengalaman kehidupan pesantren, baik dalam
bidang pengajaran, keorganisasian maupun hubungan dengan
pesantren-pesantren terkenal.
3. Ia ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa disibukkan oleh
kewajiban sehari-hari di rumah keluarganya.
Santri Ma’had Al-Jami’ah disini dikategorikan termasuk santri
mukim
c. Pondok
Istilah pondok berasal dari pengertian asrama para santri atau
tempat tinggal mereka yang terbuat dari bambu, atau berasal dari bahasa
Arab funduq yang artinya hotel atau asrama.5 Pondok adalah sebuah
asrama pendidikan tradisional, bimbingan guru yang lebih dikenal dengan
sebutan kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri.
Para santri berada dalam lingkungan komplek pesantren dimana
kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk
beribadah, ruangan untuk belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang
lain. Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk
menjaga keluar dan masuknya para santri sesuai dengan dan tamu-tamu
dengan peraturan yang berlaku.6
Ada tiga alasan utama mengapa pesantren harus menyediakan
asrama bagi para santri:
1. Kemasyhuran seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya tentang
Islam menarik santri-santri dari tempat-tempat yang jauh untuk
berdatangan. Untuk dapat menggali ilmu dari kyai tersebut secara
5
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai dan Visinya,
(Jakarta: LP3ES, 2011), hal. 41
6
Ibid, hal. 79-80
teratur dan dalam waktu yang lama, para santri harus meninggalkan
kampung halaman dan menetap di dekat kediaman kyai dalam waktu
yang lama.
2. Hampir semua pesantren berada di desa-desa. Di desa tidak ada model
kos-kosan seperti di kota-kota Indonesia pada umumnya dan juga
tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat
menampung santri-santri. Dengan demikian, perlu ada asrama khusus
bagi para santri.
3. Ada sikap timbal balik antara kyai dan santri, dimana para santri
menganggap kyainya seolah-olah sebagai bapaknya sendiri,
sedangkan kyai menganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang
harus senantiasa dilindungi. Sikap timbal balik ini menimbulkann
keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan terus menerus.
Sikap ini juga menimbulkan perasaan tangung jawab di pihak kyai
untuk dapat menyediakan tempat tinggal bagi para santri. Di samping
itu, dari pihak santri tumbuh perasaan pengabdian kepada kyainya,
sehingga para kyai memperoleh imbalan dari para sanri sebagai
sumber tenaga bagi kepentingan pesantren dan keluarga kyai.
d. Masjid
Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dari
pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik
para santri, terutama dalam praktik sembahyang lima waktu, khutbah dan
sembahyang Jum’ah, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.
Lembaga-lembaga pesantren memelihara terus tradisi ini. Para kyai
selalu mengajar murid-muridnya di masjid dan menganggap masjid
sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan disiplin para murid
dalam mengerjakan kewajiban sembahyang lima waktu, memperoleh
pengetahuan agama dan kewajiban agama yang lain.
Seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren
biasanya pertama-tama akan mendirikan masjid di dekat rumahnya.
Langkah ini biasanya diambil atas perintah gurunya yang telah menilai
bahwa ia akan sanggup memimpin sebuah pesantren.7
Meskipun di Ma’had Al-Jami’ah ini kurang sarana dan prasananya,
termasuk masjid. Akan tetapi kegiatan tersebut tetap berjalan seperti
kegiatan pesantren lainnya.
e. Pengajaran kitab Islam klasik
Pengajaran kitab Islam klasik pada masa lalu merupakan satu-
satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren
terutama karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi’i. Tujuan
utamanya ialah untuk mendidik calon-calon ulama. Di ma’had al-jami’ah
juga diberikan adanya pengajaran kitab Islam klasik, yaitu seperti Nadzom
Aqidatul Awwam
Para santri yang bercita-cita menjadi ulama, mengembangkan
keahliannya mulai upaya penguasaan bahasa Arab terlebih dahulu yang
dibimbing oleh seorang guru ngaji yang mengajar sistem sorogan di
kampungnya. Dengan bekal bahasa Arab secukupnya calon santri diberi
arahan guru pembimbingnya memilih pesantren terdekat. Pilihan pesantren
berikutnya akan bergantung kualitas masing-masing santri, terutama
kualitas intelektual dan ambisinya.
7
Ibid, hal. 85-86
8
Syaikh as-Sayyid al-Marzuqiy, Kitab ‘Aqidah al-‘Awam
Syaikh Ahmad al-Marzuqiy juga terkenal sebagai seorang Pujangga dan
dijuluki dengan Abu Alfauzi.
هو شيخ قراء مكة السيد الشريف الشيخ أبو الفوز أحمد بن محمد بن السيد رمضان المرزوقي الحسني
وآل. والمرزوقي نسبة إلى العارف باهلل مرزوق الكفافي، المصري ثم المكي، والحسيني المالكي
المرزوقي مشهورون بالعلم والتقوى والورع
Salah satu guru beliau adalah asy-Syaikh al-Kabir as-Sayyid Ibrahim al-
‘Ubaidiy, beliau adalah ulama yang berkonsentasi pada Qira’ah al-Asyrah
(Qira’ah 10).
اقرأ منظومة التوحيد التي من حفظها دخل الجنة ونال المقصود من كل خير وافق
الكتاب والسنة
“Bacalah nadham Tauhid yang barangsiapa yang memeliharanya akan masuk
surga dan tercapai tujuan (maksud) dari segala kebaikan yang selaras dengan
Qur’an dan Sunnah”
9
. Syaikh Muhammad an-Nawawiy, Kitab Nur ad-Dlalaam
BAB III
KESIMPULAN
HASIL WAWANCARA
Imam Suprayogo, Kyai dan Politik Membaca Citra Politik Kyai, (Malang: UIN
Malang Press, 2009)