Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“ Metode Dakwah Multikultural Organisasi


Nahdlatul Ulama”

Dosen Pengampu :

Pajrun

Disusun Oleh :

• Amelia Puspita Sari


• Mimi Aisah
• Wulan Kurniawan

Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah

Institut Agama Islam Negeri Curup

2022 M / 1443 H

1
Kata Pengantar

Segala puji kehadirat Allah Subhanahu Wa ta'ala dengan Rahmat dan Magfirah-Nya, shalawat
dan salam teruntuk kepada Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi Wassalam. Yang telah membawa
kita dari alam jahiliah menuju alam yang terang benderang. Atas Ridha-Nya dan doa yang
disertai dengan usaha alhamdulillah kami telah menyelesaikan makalah yang berjudul
“Metode Dakwah Multikultural Nahdlatul Ulama”

Kami dari pemakaian mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah


membantu kami dalam menyusun makalah ini baik secara langsung atau pun tidak langsung
yang mana makalah kami ini berjudul “ Metode dakwah Multikultural Nahdlatul Ulama“.

Kami Sebagai penyusun makalah mohon maaf apabila ada kesalahan dalam pembuatan
makalah mohon kritiknya sehingga pada pembuatan makalah selanjutnya kami akan berusaha
menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.

Dan kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
menambah wawasan mengenai bagaimana “Metode Dakwah Multikultural Nahdlatul Ulama”.

Curup, 05 Januari 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………ii

Bab I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………..…………………………………………..1


B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………..8

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Lahir Nahdlatul Ulama……………………….…………………………..17


B. Konsep Dakwah……………………………………………………………………25
C. Sosialisai dakwah NU………………………………………..……………………..28
D. Strategi Dakwah Kultur Nahdlatul Ulama……………………………………….30
E. Strategi Dakwah Media NU..………………………………………………….33

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………….41

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dakwah adalah komunikasi yang disadari oleh keyakinan (belief) dan tujuan
mengajak atau menjalankan ketentuan-ketentuan Allah dan memperoleh Ridha-Nya.
Bagi muslim sebaik-baiknya aktivitas komunikasi adalah dakwah, yakni aktivitas
yang sungguh-sungguh dalam bentuk mengajak manusia mendekat (taqarrub) kepada
Allah, dengan memberi dan menjadi teladan kebaikan sebagai suatu kewajiban.Dakwah
harus dilakukan secara sungguh-sungguh dengan mencurahkan pikiran, tenaga, uang
dan harta yang dikemas dalam bentuk perencanaan atau perumusan strategi dakwah.
Yang demikian mutlak dilakukan karena medan dakwah sangat kompleks baik secara
natural maupun sosial, yang sangat menghajatkan akan kajian keilmuan, perencanaan
dan strategi (Hamidi, 2010:2). Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi Islam
terbesar di Indonesia. Nahdlatul Ulama adalah Organisasi yang berdiri pada 31 Januari
1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Organisasi ini dinilai
sebagai organisasi Kebangkitan Ulama dan Kebangkitan Cendekiawan Islam.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Lahir Nahdlatul Ulama


Pada awal abad 20, Islam Tradisionalis disaingi oleh kaum pembaharu
(modernis) yang ide-ide pembaharuannya diperoleh dari para pembaharu Timur
Tengah seperti Jamaluddin al-Afghani (1838-1897),1 Muhammad ‘Abduh (1849-
1905), dan Rasyid Ridha (1865-1935). Mereka yang tergolong ke dalam Islam
Modernis berusaha untuk menghilangkan sikap taklid yang dianut oleh Islam
Tradisionalis dengan mengikuti sikap talfik. Mereka juga menganggap kau
tradisionalis itu merupakan penyebab merosotnya ekonomi umat Islam yang saat
itu dijajah oleh etnis-etnis seperti Eropa Kristen, Cina, Arab, India dan Belanda.
Mereka juga memandang praktik keagamaan yang diajarkan kaum Tradisionalis
tidak bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, seperti ziarah ke makam para wali
serta tawassul 2 yang dianggap syirik atau menyekutukan Allah. Mereka juga
berargumen tentang praktik sufi dan tidak suka dengan khotbah Jum’at yang
berbahasa Arab karena sebagian besar jama’ah tidak mengerti maksud yang
terkandung di dalamnya.Perdebatan antara Islam tradisionalis dan Islam Modernis
berlangsung sangat panas. Mereka berdiskusi yang berpusat pada persoalan praktik
ibadah, reformasi pendidikan dan strategi dalam berorganisasi yang sudah lama
dipertahankan oleh Islam tradisionalis. Sekitar tahun 1910-an, kedua pihak sudah
mulai mengerti satu sama lain terhadap perbedaan pendapat selama ini dan mereka
mulai dilakukan kesepakatan-kesepakatan dalam hal-hal seperti reformasi
pendidikan dan pemberlakuan syaratsyarat sebelum dilakukannya ijtihaddalam
persoalan hukum Islam. Awal tahun 1920-An, Islam Modernis kembali
mempermasalahkan ajaran keagamaan Islam tradisionalis Terhadap otoritas
Keagamaan kiai dalam memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan Hukum agama.
Dalam pembentukan organisasi, kaum modernis sudah melakukan strategi yang
Berlapis dengan membentuk sebuah madrasah sebagai tempat belajar mengajar
yang Menjadi penguat organisasinya yaitu: Muhammadiyah didirikan pada 1912 di
Yogyakarta, al-Irsyad dibentuk pada 1914 di Jakarta dan Persis (Persatuan Islam)
Didirikan pada 1923 di Bandung. Sementara itu, di sisi yang lain Islam tradisionalis
Hanya memiliki tiga lembaga yaitu: Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air)

1 Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 (Yogyakarta: Lkis Group, 2011), hlm. 26
2 Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 (Yogyakarta: Lkis Group, 2011), hlm. 28.

5
yang Dibentuk pada 1916, Tashwirul Afkar (Forum Diskusi Para Ulama) didirikan
pada 1918 Dan Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Saudagar) yang dibentuk pada 1918.
Nahdlatul Ulama atau biasa disingkat NU ini didirikan pada 31 Januari 1926 Dan
bergerak dalam bidang sosial keagamaan Yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari
Dan KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai penggerak dibalik pembentukan NU. NU
Adalah organisasi Islam terbesar di Hindia-Belanda dan berkembang pesat pada
1940-An. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dibagi dua badan yaitu: Syuriah (Badan
Keulamaan) dan Tanfidziyah (Badan Eksekutif) yang dipimpin oleh sebagian besar
Beranggotakan saudagar dan pengusaha kecil. Pada masa awal, syuriah diketuai
oleh KH. Hasyim Asy’ari dan diberi gelar Rais Akbar (Ketua Tertinggi), Ahmad
Dahlan (Ahyad) sebagai Wakil Ketua, Kyai Abdul Wahab Hasbullah sebagai
Sekretaris, dan Para anggota yang sebagian besar berasal dari Jawa Timur Lahirnya
Nahdlatul Ulama mempunyai tujuan yaitu berpegang teguh pada satu Madzhab dari
empat madzhab. Secara langsung NU menolak Islam Modernis yang Berpandangan
akan kebebasan memilih dan mencampur empat madzhab tersebut.Sebagai sebuah
organisasi sosial keagamaan NU mencoba memberikan pelayanan-pelayanan dalam
bidang pembangunan madrasah, memberikan pelayanan yang baik terhadap anak
yatim dan orang miskin, meningkatkan perekonomian mereka, merawat buku-buku
pelajaran yang sesuai dengan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah,bukan dengan
prinsip-prinsip ahli bid’ah.
B. Konsep Dakwah Nahdlatul Ulama
Dalam mengembangkan dakwah kulturalnya, N tidak terbangun dari konsepsi
yang tersusun secara sistematis baik melalui kajian ilmiah maupun dari hasil
Kongres NU. Hal ini dikarenakan aktivitas dakwah NU sejak awal berdiri-nya tidak
terlepas dari upaya untuk memperjuangkan dan mempertahankan tradisi dan budaya
lokal. Sejak awal gerakan dakwah NU memiliki komitmen untuk mengembangkan
dakwah kultural. Konsistensi NU untuk memilih model dakwah kultural tidak lain
adalah sebagai upaya melestarikan prestasi dakwah para Walisongo. Mereka telah
berhasil menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat setempat berikut tradisi
maupun kultur lokal.” Dakwah kultural yang dilakukan oleh Walisongo itulah yang
dijadikan konsep dasar dalam pengembangan dakwah kultural di NU. Menurut
Sutrisno Usman yang mengutip pendapat Jalaluddin Rahmat, dakwah model
Walisongo inilah yang telah berhasil mengislamkan wilayah Indonesia," karena
dakwah kultural sangat memperhatikan audiens yang akan didakwahkan. Secara
umum, audien dari dakwah NU adalah kalangan masyarakat menengah ke bawah.
3Mereka umumnya berada di pedesaan-pedesaan dan sebagian kecil di wilayah
perkotaan. Dari segi kepercayaan, mereka masih berpegang teguh pada tradisi dan
budaya lokal yang terkadang kental dengan nuansa magis yang masih mengakar
kuat di wilayah Banyumas. Dengan kondisi audiens semacam itu, maka dakwah
NU, menurut Sutrisno Usman, lebih menekankan pada pemberian pemahaman dan
penjelasan yang intinya tidak menabrak ajaran agama dan tidak menabrak tradisi.”
Jika ada tradisi atau budaya lokal yang sedikit menyimpang dari ajaran Islam, maka
secara perlahan (evolusi) para da'i memberikan penjelasan dan pemahaman agar
jama'ah mau meninggalkan dan merubah tradisi tersebut agar relevan dengan ajaran

3 Abdul Basith, ”Strategi Dakwah Kultural Nahdliatul Ulama dan Muhammadiyah


di Kabupaten Banyumas”, ( Purwokerto:STAIN Vol. 12, No. 2, 2011) hlm. 241

6
Islam. Sebagai contoh, pada 20 tahunan yang lalu, kepercayaan masyarakat
Banyumas masih begitu kental bahwa sebelum melaksanakan ibadah puasa mereka
seakan mewajibkan diri mereka untuk melaksanakan “nyekar”" ke makam.
Sekarang ini berkat adanya dakwah yang dilakukan oleh para da'i NU secara
evolutif, mereka yang melakukan “nyekar” sudah mulai menurun. 4 Para da'i
menjelaskan bahwa ziarah kubur dapat dilakukan kapan saja dan fungsinya adalah
untuk mendoakan orang tua dan kaum muslimin serta untuk ingat akan kematian
bagi orang yang berziarah. Selanjutnya, dalam bersikap dan berperilaku orang-
orang Nahdiyin menggunakan kerangka berpikir yang didasarkan kepada ajaran
ahlussunnah waljama'ah yang memiliki ciri tawassuth (moderat), tasammuh
(toleran), ishlah (reformatif), tathowwur (dinamis) dan manhajiyah (metodologis).
Prinsip-prinsip dasar tersebut merupakan pilihan dan keyakinan yang diturunkan
dan dicontohkan oleh Rasulullah. Dalam hal ini, Rasulullah telah memberikan
pelajaran yang berharga kepada umatnya, yaitu jangan mengambil titik ekstrim
(tafrith) terhadap dua pilihan, sebab sabda beliau “khairul umur ausatuha” (sebaik-
baik perkara adalah tengah-tengah). Artinya, kita tidak bisa menolak mentah-
mentah apa yang ditawarkan globalisasi asalkan hal itu secara jelas tidak
bertentangan dengan nas agama. Begitu pun juga kita tidak mau berkutat terus
menerus dalam kubangan tradisi yang membabibuta sehingga mengakibatkan
tertinggal dan terus dijadikan sebagai objek penderita. Dengan kerangka berpikir
tersebut, konsepsi dakwah kultural NU berpedoman pada almuhafadlatu ala al-
gadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah (memelihara yang baik dari
tradisi lama dan mengambil budaya baru yang lebih baik) dan prinsip “hikmah”
seperti yang tercantum dalam Al-Our'an surat An-Nahl ayat 125.5
C. Sosialisasi dakwah kultural Nahdlatul ulama
NU ditangani oleh satu lembaga khusus yang dikenal dengan Lembaga Dakwah
Nahdlatul Ulama (LDNU). LDNU adalah perangkat departemen organisasi NU
yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan NU di bidang dakwah dan
pengembangan agama Islam yang menganut paham ahlussunnah wal jama'ah
LDNU dibentuk pada tanggal 23 Rajab 1406 H bertepatan dengan tanggal 3 April
1986 M oleh Pengurus Besar NU sebagai upaya pengembangan gerakan dakwah
Islam untuk waktu yang tidak terbatas. Visi dari LDNU adalah terwujudnya dakwah
Islam ahlussunnah wal jama'ah yang kontekstual, profesional, konseptual, ramah,
amanah dan terbuka, dengan berpegang pada prinsip tawasuth (moderat), tasamuh
(toleran), tawazun (seimbang), dan i tidal (keadilan). Adapun Tugas LDNU adalah
untuk memformulasi model dakwah kultural warisan Walisongo demi menjaga
kesinambungan dan kelangsungan syiar Islam ahlussunnah waljama'ah di bumi
nusantara ini. Selain itu, LDNU berfungsi sebagai garda depan dalam
mensosialisasikan nilai-nilai Islam inklusif, moderat dan toleran yang
mencerminkan Islam rahmatan li'alamin. Fikrah Nahdliyah adalah kerangka
berpikir yang didasarkan pada ajaran ahlussunnah waljama'ah yang dijadikan
landasan berpikir NU untuk membentuk arah perjuangan dalam rangka perbaikan
umat. Dalam merespon persoalan, baik yang berkenaan dengan persoalan

4 Ibid.,
5 Ibid.,

7
keagamaan maupun kemasyarakatan, NU memiliki manhaj ahlussunnah
waljama'ah sebagai berikut:
1. Dalam bidang akidah/teologi, NU mengikuti manhaj dan pemikiran Abu Hasan
Al-Asy'ari dan Abu Mansur AlMaturidi.
2. Dalam bidang figh/hukum Islam, NU bermadzhab secara gauli dan manhaji
kepada salah satu al-madzahib al-arba'ah (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali).
3. Dalam bidang tasawuf, NU mengikuti Imam Al-Junaid alBaghdadi (W. 297 H)
dan Imam Abu Hamid Al-Ghazali (W. 505 H).
NU mengakui kelemahan dakwahnya terletak pada lemahnya Manajemen.
Ini bertitik tolak dari cara pandang NU yang lebih Mengedepankan hakikat daripada
syariat. Sebagai contoh, NU Lebih condong pada konsep wahbiy dibandingkan
dengan konsep Kasbiy dalam mencari rizki. Sehingga disinyalir warga NU
Memiliki etos kerja yang lemah. Konsep wahbi, banyak panti asuhan NU
membiayai institusinya Hanya bermodalkan keyakinan. Mereka tidak mempunyai
badan Usaha atau melakukan langkah-langkah real yang progresif (misal mencari
donatur) untuk memberi makan anak-anak yatim. Tetapi,nyatanya untuk sekian
lama panti asuhan tersebut dapat bertahan sampai saat ini, meski dalam kondisi
seadanya. Ini termasuk konsep wahbi dalam NU. Cara pandang demikian
teraplikasi sampai dengan tingkat manajemen dakwah, segala sesuatu akan
dikembalikan kepada Yang Di Atas. Kelemahan lain dari manajemen dakwah NU
disebabkan karena sebagian besar warga NU lebih menonjolkan figur seorang Kyai
atau Ustadz sehingga penciptaan kepemimpinan yang bersifat kolektif kurang
terakomodir. Akibatnya, kemajuan dan keberhasilan dakwah lebih ditentukan oleh
nama besar dankharismatik seorang Kyai atau Ustadz. Meski demikian, peran Kyai
atau Ustadz amat berpengaruh dalam mentransfer dan mempraktikkan Islam
kultural diMasyarakat, terutama di pondok pesantren. Pesantren diakuiSebagai
pewaris tradisi intelektual Islam tradisional yang memiliki 6
Peran: Pertama, sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu Keislaman.
Kedua, sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan Islam. Ketiga, sebagai
pusat reproduksi ulama.? Dengan Peran tersebut, pesantren merupakan media yang
kokoh bagi NU Dalam mengembangkan strategi dakwah kulturalnya. Melalui
Pondok pesantren inilah tradisi Islam ahlussunnah waljama’ah yang Dikembangkan
oleh Walisongo terus tumbuh subur di kalangan Santri dan masyarakat Indonesia.
Di pesantren juga berkembang tarekat yang diakui sebagai Salah media untuk
mensosialisasikan dan mempraktikkan dakwah Kultural. Tarekat dilakukan tidak
seperti pengajian yang cenderung menggunakan konsep ajakan, tarekat bersifat
pasif dan Lebih mengandalkan kesadaran individu serta hidayah dari Allah.
Artinya, orang yang masuk tarekat memang mereka yang Dibimbing oleh Allah
untuk menuju tarekat yang diikuti.”Dakwah kultural melalui tarekat ditujukan
kepada orangorang yang telah mempunyai keimanan kuat. Hal ini karena untuk
Mengikuti sebuah gerakan tarekat, seseorang harus dibai’at dan Mempunyai
konsekuensi mengamalkan wirid khusus yang Hukumnya menjadi wajib untuk
dijalankan. Wirid yang dibaca, Diyakini berasal dari Nabi SAW melalui Sahabat-

6 Abdul Basith, ”Strategi Dakwah Kultural Nahdliatul Ulama dan Muhammadiyah di Kabupaten
Banyumas”, ( Purwokerto:STAIN Vol. 12, No. 2, 2011) hlm. 249

8
sahabat tertentu. Tarekat yang resmi atau legaP’ mempunyai silsilah mursyid yang
Jelas sampai Nabi SAW. Silsilah tersebut menunjukkan uruturutan jalur yang
bersifat estafet. Hanya seorang mursyid yang Ditunjuk oleh mursyid sebelumnya
yang mempunyai otoritas Membai at seorang jamaah tarekat. Sasaran pokok tarekat
yakni pada perubahan sikap dan Perilaku jama’ah dalam berhubungan dengan
Tuhan dan sesama. Dalam mempengaruhi objek dakwah, pendekatan spiritual
sangat Kental. Misalnya, sebelum pengajian diadakan wiridan dengan Bacaan-
bacaan tertentu. Wiridan-wiridan yang dibaca berbarengan dengan suara yang
keras, seringkali dapat membuat orang Menangis teringat akan dosa-dosa atau
tersadar akan kekerdilan Diri sampai mengalami ekstase. Dalam level tersebut, hati
manusia siap untuk menerima kebenaran. Barulah, nilai-nilai Islam disampaikan
melalui pengajian atau mau’idzat al-hasanah. Dakwah kultural NU juga
disosialisasikan melalui penerbitan Majalah seperti Risalah dan buletin asy-Syifa.7
Majalah dan buletin Inilah yang menjadi media untuk memberikan penjelasan dan
Pemahaman berbagai problem dakwah dan kehidupan yang Muncul di kalangan
warga NU, terutama berkenaan dengan Berbagai kritik terhadap pelaksanaan
keberagamaan warga nahdliyin yang “kental” dengan budaya lokal. Dengan
demikian, sosialisasi dakwah kultural NU, tidak Hanya dilakukan melalui dakwah
secara lisan, melainkan juga Melalui tulisan dan praktik langsung ajaran Islam yang
mengakomodir budaya lokal yang ada di masyarakat. Jika ada budaya Lokal yang
menyimpang, maka metode yang digunakan NU Dengan memasuki ‘wilayah’
budaya tersebut secara langsung, Terlibat secara intensif, dan oleh karenanya akan
ditemukan celahcelah untuk mulai dakwahnya, yakni memberikan penjelasan,
Pemahaman dan pelurusan yang sesuai dengan Islam ahlussunnah Waljama’ah
tentunya.
D. Strategi Dakwah Nahdlatul Ulama
a. Strategi Dakwah.
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan
manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk
mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yanh
hanya menunjukkan atah saja, melainkan harus mampu menunjukkan
bagaimana taktik operasionalnya.Strategi merupakansuatu cara atau taktik
rencana dasar yang menyeluruh dari rangkai tindakan yang akan
dilaksanakan oleh sebuah organisasi untuk mencapai tujuan.8
b. Nahdhatul Ulama
Nahdlatul Ulama adalah organisasi masyarakat yang berdiri pada 31
Januari 1926 dan bergerak di bidang agama, pendidikan, social, politik dan
Ekonomi. Dalam anggaran Dasar NU disebutkan bahwa NU merupakan
organisasi Yang berfahamkan Ahlussunnah Wal Jama’ah.9Yang dimaksud
dengan NU Dalam penelitian ini adalah NU di kota medan yang secara
organisatoris disebut Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Medan (PC
NU Medan)
c. Strategi Dakwah Kultural

7 Ibid.,
8 Wijaya Amin, Manajemen organisasi.( Logos. Jakarta: 1991 ), hlm. 130.
9 PB NU, ADART NU. (Jakarta: PB NU, t.th), hlm. 1

9
Dakwah kultural merupakan sebuah keharusan. Mengingat
kehadiran suatu agama (Islam) akan bergerak dan tumbuh melalui wadah
kultural, sehingga muncul kultur yang berciri keagamaan atau simbol-
simbol kultural yang digunakan untuk mengekspresikan nilai keagamaan.?
Karenanya, Islam yang sampai ke Indonesia pun sudah berbaur dengan
konstruksi historis dan penafsiran sehingga di hadapan kita sekarang ini
terdapatberagam mazhab dan warna lokalitas kultural. Dalam konteks
dakwah, adanya keniscayaan pergumulan antara Islam dengan lokalitas
kultural menuntut para da'i atau lembaga dakwah mengembangkan strategi
dakwah yang bijaksana. Metode dakwah bil-hikmah, seperti yang dijelaskan
dalam Al-Our'an surat an-Nahl ayat 125 merupakan prinsip yang tepat untuk
melaksanakan dakwah kultural. Pada konteks inilah dakwah NU
dimaksudkan untuk mengajak seseorang atau objek dakwah ke jalan Islam
dengan memperhatikan budaya lokal yang ada di masyarakat atau
lingkungan dimana mad'u tersebut berada. Titik perbedaan terletak pada
aplikasinya di lapangan. NU yang konsisten dengan jalur kulturalnya sejak
berdiri dan mengikuti dakwah yang dilakukan oleh Walisongo, belum
merumuskan secara sistematis bagaimana strategi dakwah kultural tersebut.
Meskipun secara nyata telah melakukan dakwah kultural yang beorientasi
pada pemberian penjelasan, pemahaman dan pelurusan terhadap budaya
yang “menyimpang” dengan berpedoman pada al-muhafadlatu ala al-gadim
alshalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah (memelihara yang baik dari
tradisi lama dan mengambil budaya baru yang lebih baik).10

10 Abdul Basith, ”Strategi Dakwah Kultural Nahdliatul Ulama dan Muhammadiyah di Kabupaten
Banyumas”, ( Purwokerto:STAIN Vol. 12, No. 2, 2011) hlm. 252

10

Anda mungkin juga menyukai