Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

DIRI DAN PRIBADI SOSIAL

Makalah ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah psikologi sosial
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Nurjanah, S.,Ag.,S.,Sy,,M.SI

Disusun Oleh :
Lisvi Saniati

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG (IAIC)
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh


Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai, dengan judul “ Diri
dan Pribadi sosial”
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen mata kuliah Sosiologi Hukum yang telah memberikan
tugas kepada saya.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman.
Untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Akhirnya
Penyusun berharap semoga makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh

Singaparna, Januari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i


DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Diri............................................................................... 4
B. Harga Diri (Self Esteem)........................................................... 5
C. Kesadaran Diri ......................................................................... 7
D. Persepsi Diri dan Kesehatan Psikologis.................................... 9
E. Presentase Diri (Self Presentation)............................................ 9
F. Pengungkapan Diri....................................................................
...................................................................................................11
G. Stigmatisasi...............................................................................
...................................................................................................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................
...................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mempelajari manusia merupakan suatu hal yang menarik. Banyak hal-hal
yang tak terduga yang sering kita temui ketika mencoba memahami manusia.
Dibutuhkan upaya yang ekstra untuk memahami manusia baik secara individu
maupun secara ssosial Walaupun mempelajari manusia merupakan sesuatu
yang tidak bisa dikatakan mudah, namun usaha-usaha tetap dilakukan demi
memahami manusia. salah satu usaha yang dapat dilakukan antara lain
dengan mempelajari tingkah laku individu. Hal ini sudah dilakukan sejak
lama oleh para ahli, bahkan hingga saat ini, demi memperoleh pemahaman
tentang manusia. Walaupun demikian, tidak sepenuhnya pertanyaan tentang
manusia dapat terjawab sepenuhnya.
Satu alasan utama mengapa manusia sulit memahami tingkah laku
manusia seutuhnya adalah sifat dan keadaan manusia yang bersifat kompleks
dan unik. Dikatakan kompleks karena kehidupan manusia melibatkan
berbagai aspek antara lain aspek kognitif, afektif, psikolmotorik, dan sosial
yang saling berinteraksi dan bersifat dinamis farozin, dan fathiyah . Manusia
adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, sebagai makhluk sosial
manusia akan senantiasa berinteraksi dengan individu-individu lain. Interaksi
antar individu inilah yang menyebabkan keanekaragaman tingkah laku yang
ada pada diri individu saat ini. Manusia, dalam interaksi sosialnya selalu
saling menilai dan atas dasar penilaian itulah manusia berperilaku
(Muhammad Anas). Dalam kesempatan ini pemakalah akan membahas
tentang konsep diri, namun dalam kacamata psikologi sosial. Seperti apa
gambaran individu tentang dirinya sendiri dan kemudian bagaimana
pemahaman tentang dirinya tersebut mempengaruhi tingkah lakunya dalam
interaksinya dengan individu-individu yang lain. Konsep diri dalam psikologi
sosial, pada tulisan ini, akan membahas beberapa submateri yakni, konsep
diri, harga diri, kesadaran diri, persepsi diri dan kesehatan psikologis,

1
presentasi diri, pengungkapan diri, dan yang terakhir adalah stigmatisasi yang
dikutip dari buku dasar-dasar psikologi sosial penerbit UNM Makassar yang
ditulis oleh Muhammad Anas

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep diri ?
2. Apa yang dimaksud dengan harga diri ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

Mempelajari manusia merupakan suatu hal yang menarik. Banyak hal-hal


yang tak terduga yang sering kita temui ketika mencoba memahami manusia.
Dibutuhkan upaya yang ekstra untuk memahami manusia baik secara individu
maupun secara sosial.
Walaupun mempelajari manusia merupakan sesuatu yang tidak bisa dikatakan
mudah, namun usaha-usaha tetap dilakukan demi memahami manusia. salah satu
usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan mempelajari tingkah laku individu.
Hal ini sudah dilakukan sejak lama oleh para ahli, bahkan hingga saat ini, demi
memperoleh pemahaman tentang manusia. Walaupun demikian, tidak sepenuhnya
pertanyaan tentang manusia dapat terjawab sepenuhnya.
Salah satu alasan utama mengapa manusia sulit memahami tingkah laku
manusia seutuhnya adalah sifat dan keadaan manusia yang bersifat kompleks dan
unik. Dikatakan kompleks karena kehidupan manusia melibatkan berbagai aspek
antara lain aspek kognitif, afektif, psikolmotorik, dan sosial yang saling
berinteraksi dan bersifat dinamis (farozin, dan fathiyah.
Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, sebagai makhluk
sosial manusia akan senantiasa berinteraksi dengan individu-individu lain.
Interaksi antar individu inilah yang menyebabkan keanekaragaman tingkah laku
yang ada pada diri individu saat ini. Manusia, dalam interaksi sosialnya selalu
saling menilai dan atas dasar penilaian itulah manusia berperilaku.
Dalam kesempatan ini pemakalah akan membahas tentang konsep diri,
namun dalam kacamata psikologi sosial. Seperti apa gambaran individu tentang
dirinya sendiri dan kemudian bagaimana pemahaman tentang dirinya tersebut
mempengaruhi tingkah lakunya dalam interaksinya dengan individu-individu
yang lain.
Konsep diri dalam psikologi sosial, pada tulisan ini, akan membahas beberapa
submateri yakni, konsep diri, harga diri, kesadaran diri, persepsi diri dan

3
kesehatan psikologis, presentasi diri, pengungkapan diri, dan yang terakhir adalah
stigmatisasi yang dikutip dari buku dasar-dasar psikologi sosial penerbit UNM
Makassar yang ditulis oleh Muhammad Anas

A. Konsep Diri
Dikutip dari buku psikologi sosial pengertian konsep diri adalah keyakinan
yang dimiliki individu tentang atribut (cirri-ciri sifat) yang dimilikinya. Konsep
diri ini dibagi menjadi 2 yaitu konsep diri sebenarnya dan konsep diri ideal.
Konsep diri sebenarnya merupakan konsep seseorang tentang dirinya yang
sebagian besar ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan orang lain serta
persepsinya tentang penilaian orang lain terhadap dirinya sedangkan konsep
diri ideal merupakan gambaran seseorang mengenai penampilan dan
kepribadian yang didambakannya. (farozin, dan fathiyah : 17)
Individu mempelajari siapakah dirinya melalui pengalaman khususnya
dalam berinteraksi dengan orang lain. Salah satu cirri individu mempelajari
tentang dirinya dalam interaksi social adalah dengan menemukan apa yang
difikirkan orang lain tentang dirinya, proses persepsi mengenai sisi bai dan
buruk berdasar pada apa yang orang lain pikirkan tentang individu, yang
disebut dengan penaksiran yang direfleksikan. Ini adalah proses yang paling
mempemngaruhi konsep diri.
Istilah reflected appraisal menunjuk bahwa kita menaksir diri kita dengan
merefleksikan atau bercermin dari bagaiman orang lain menaksir kita. Kita
membayangkan apa yang orang lain fikirkan tentang kita mempengaruhi
evaluasi diri kita. Pada dasranya setiap diri (manusia) menaruh perhatian pada
pendapat/opini orang lain tentang dirinya terutama dari orang-orang yang
penting dalam kehidupan individu yangbersangkutan (significani others).
Dalam psikologi social ada cara lain yang digunakan untuk mempelajari
tantang diri selama interaksi social, yaitu melalui proses yang disebut dengan
perbandingan social (social comparision). Perbandingan social yaitu individu
mencoba membandingkan dirinya dengan seseorang yang layak dijakansebagai
perbandingan.

4
B. Harga Diri (Self Esteem)
Konsep diri dan harga diri merupakan dua konsep yang saling terkait
muncul secara bersamaan. Konsep diri merupakan komponen kognitif
sedangkan harga diri adalah komponen evaluative dari self yang terdiri dari
evaluasi positif negative yang dimiliki seseorang tentang diri sendiri.
Sumber-sumber terpenting dalam pembentukan atau erkembangan harga
diri adalah pengalaman dalam keluarga, umpan balik terhadap performance dan
perbandingan social. Menurut Coopersmith (Dayakisni & Hudaniah, 2003) ada
empat tipe prilaku orang tua yang dapat meningkatkan harga diri :
Menunjukkan penerimaan, efeksi, mionat dan keterlibatan pada kejadian-
kejadian atau kegiatan yang dialami anak.
Menerapkan batasan-batasan yang jelas pada prilaku anak secara teguh
dan konsisten .
Memnberikan kebebasan dalam batas-batas tertentu dan menghargai
inisiatif.
Membentuk disiplin yang tidak memaksa, dengan
menghindaripenggunaan hak-hak istimewa dan lebih mendiskusikan alas an-
alasannya dari pada member hukuan fisik.
Selain itu, umpan balik setiap hari tentang kualitasindividu, entah itu
kesksesan atau kegagalan, akan mempengaruhi harga diri. Individu
mengembangkan harga diri dan pengalamannya sebagai “agen perubahan’
yang aktif terhadap apa yang terjadi dalam limgkungannya, dan dalam
pengalaman untuk mencapai tujuan, serta dalam mengatasi rintangan-
rintangan/kesulitan. Dengan kata lain, harga diri sebagian terbentuk
berdasarkan pada perasaan individu tentang kemampuan dan kekerasan
(power) untuk mengontrol/mengendalikan kejadian-kejadian yang di alaminya.
Harga diri berkaitan dengan cara orang-orang terdekat dalam kehidupan
mereka sehari-hari memperlakukan individu. Perlakuan terhadap individu
dalam bentuk penilaian yang positif akan menyebabkan individu hidup
bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan diri. Sebaliknya, jika orang

5
yang ada di sekitar individu menialai dirinya negative , maka individu secara
relative tidak sehat, cemas, tertkan dan pesimis tentang masa depanya dan
mudah atau cenderung gagal.
Orang yang harga dirinya rendah memiliki kecenderungan rendah diri (self
defeating), kondiisi ini dapat menyebabkan individu terperangkap dalam suatu
lingkaran setan. Biasanya karena mereka takut menghadapi kegagalan mereka
menjadi cemas, menunjukkan usaha yang sedikit kecil untuk menghilangkan
tantangan-tangtangan terpenting dalam kehidupan mereka. Ketika mereka
gagal melakukan atau mencapai tujuan tertentu, oang yang harga dirinya
rendah meyalahkan diri mereka sendiri, pada giliranya hal ini harga dirinya
rendah menyalahkan diri mereka sendiri, pada gilirannya hal ini mengarahkan
mereka untuk merasa lebih tidak kompeten lagi (Brehm & Kassin, dalam
Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Kenyataan seperti itu juga dialami dalam hubungannya dengan orang lain.
Hasil peneitian y7ang menghubungkan antara tingkat harga diri dengan
hubungan intim/romantic menunjukkan bahwa orang yang harga dirinya
rendah cenderung memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap penolakan
orang lain. Individu yang senang tiasa menonjolkan dan menolak segala
kelemahan yang imiliki pasangannya merupakan tanda-tanda kurangnya harga
diri yang mereka miliki. Mereka kemudian merendahkan pasangan mereka dan
menjauh dari hubungan tersebut (mengurangi kedekatan), dengan demikian
secara efektif mereka telah mengorbankan peningkatan hubungan demi
melindungi dirinya. Orang yang harga dirinya rendah tamapaknya bereaksi
terhadap kerentanan (mudanya) mereka untuk terluka/tersakiti hatinya.
Sedangkan orang yang harga dirinya tinggi memiliki harapan yang kuat bagi
penerimaan sehingga mereka lebih mengedpankan tindakan-tindakan yang
dapat mempertguh dan meningkatkan hubungan mereka. Orang yang harga
dirinya rendah cenderung membaca tanda-tanda penolakan dalam prilaku
sehari-harinya dari pasangannya dalam situasi dimana pasangan mungkin tidak
menerimanya sebagaimana harapannya. Ketika berada dalam situasi konflik
mereka juga akan berprilkau dalam cara-cara yang sebenarnya kurang diterima

6
oleh partnernyadan bahkan mungkn megrahkan pada berakhirnya
hubungan.tingginya kepekaan akanpenolakan menjadikan mereka mendekati
orang lain dengan perasaan was-was/cemas sehingga mereka menjadi secara
relative kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan pasangan mereka untuk
mendapatkan dukungan kecuali kebutuhn-kebutuhan pasangan mereka untuk
mendapatkan dukungan kecuali kebutuhan-kebutuhan itu dikomunikasikan
secara langsung dan jelas. Tampak jadi ironis, kebutuhan akan penerimaanyang
tinggi dari orang yang harga dirinya rendah telah mengakibatkan mereka
menjadi peka pada tanda-tanda enolakan, sehingga memperlemah keintiman.

C. Kesadaran Diri
Kesadaran diri muncul ketika individu mengarahkan perhatiannya
(memfokuskan) kedalam dirinya sendiri. Menurut Btigham (Dayakisni &
Hudaniah, 2003) kesadaran diri menunjukkan derajat (seberapa jauh) perhatian
diarahkan kedalam diri untuk memuaskan segala aspek-aspek diri sendiri.
Pada umumnya perilaku kita sehari-hari sebagian besar bersifat rutin dan
otomatis, sehingga hamper tidak pernah kita ikirkan. Pada situasi tertntu kita
terkadang memperhatikan kedalam diri kta sehingga isi dalam diri kita menjadi
objek dar perhatian kita. Ketika kita memperhatiakn diri kita, secara alami kita
membandingkan perilaku kita dengan standar-standar internal. Perbandingan
ini biasanya ,enghasilkan diskrepansi negative yang tidak menyenangkan dan
mengurangi harga diri kita secara temporer, sehingga kita menemkan bahwa
kita jauh dari gambaran tentang diri ideal kita pikirkan.
Pengalaman kesadaran diri seperti itu pada umumnya dapat menimbulkan
suasana hati (mood) yang negative.contoh yang ekstrim adalah indakan bunuh
diiri setelah melihat bahwa kenyataan yang dialaminya sangat jauh dari apa
yang diharapkan.
Pengalaman kesadaran diri dapat menghasilkan perasaan yang tidak
menyenangkan. Teori keasadaran diri mengemukakan dua cara untuk
mengatasi keadaan yang tidak menyenangkan akibat kesadaran diri, yaitu :

7
“shape up”, yaitu dengan berperilaku dengan cara-carayang dapat mengurangi
diskrepansi diri
“ship out”, yaitu dengan melakukan penarikan diri (withdrawal) dan kesadaran
diri. Menurut Charles Carver & Michel Scheir (Dayakisni & Hudaniah, 2003),
cara yang dipilih tergantung pada apakah orang tersebut mengharpakan bahwa
ia dapat sukses mengurangi self discrepancy dia dan apakah dia senang dengan
kemajuan yang mereka buat saat mereka mencoba. Denga demikian mereka
menyesuaikan perilaku mereka dengan standar diiri mereka sendiri atau jika
mereka menghilangkanna, mengacaukan, dan berbalik perhatian menjauh dari
diri.
Kesadran diri adalah hal yang penting untuk memahami konsep diri
standar nilai serta tujuan yang dimiliki seseorang.
Kesadaran diri dapat digolongkan dalam dua bentuk, yaitu kesadaran diri
pribadi (private self awareness) dan kesadaran diri public (public self
awareness). Kesadran diri prinbadi adalah ketika perhatian difokouskan pada
aspek-aspek yang relative pribadi dari diri, seperti mood, persepsi dan
perasaan. Sedangkan kesadaran diri public adalah ketika perhatian diarahkan
pada aspek-aspek tentang diri yang yang kelihatan (tampak) kepada orang lain,
seperti penampiln dan tindakan-tindakan social.
Orang yang memiliki cirri khas kesadaran diri pribadi yang tinggi secara
terus menerus memusatkan perhatian pada identitas diri mereka sendiri dan
sanga perhatian denga pikiran dan perasaannya. Selain itu, mereka lebih
mungkin untuk melihat diri mereka sendiri sebagai pelaku yang yang
bertanggung jawab atas kejadian-kejadian yang menimpa diri mereka (casual
agent). Sebaliknya, orang yang memilkin kesadaran diri public yang tinggi
lebih menaruh perhatian pada identitas social mereka dan reaksi oranglain
terhadap dirinya. Selain itu, mereka cenderung lebih conform, lebih mungkin
menggunakan strategi prestasi diri (self bandicapping), lebih tertarik pada
pakaian dan pertunjkan (Brigham, (Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Perbedaan antara kesadaran diri pribadi dan kesadaran diri public juga
berakibat pada bagaimana orang mengurangi diskrepansi diri. Ketika individu

8
memiliki kesadaran diri pribadi, ia akan mendengarkan suara dari dalam
dirinya, dan selanjutnya ia mencoba untuk mengurangi diskrepansi dengan
standar yang ia miliki. Sedangkan pada saat individu memiliki kesadaran diri
secara public, ia mencoba mengganti untuk menyesuaikan prilakunya dengan
norma-norma yang secara social dapat diterima. Jadi disini ada dua sisi tentang
diri “one for yaou and for me”, diri pribadi dan diri social.

D. Persepsi Diri dan Kesehatan Psikologis


Kesehatan psikologis berkaitan erat dengan persepsi diri. Konsep diri yang
berbentuk dari pendapat orang lain tentang diri kita, perbandingan social dan
atribusi dir mempengaruhi cara kita merasakan tentang diri kita sendiri. Proses
ini memainkan peran penting dalam memunculakn depresi, kecemasan, dan
perasaan tak berdaya.
Beberapa individu memiliki persepsi internal locus of control, mereka
menyakini bahwa meraka menguasai dan mengndalikan nasib meraka sendiri.
Sedangkan ada beberapa orang yang meyakini bahwa apa yang terjadi pada diri
merka ditentukan oleh factor-faktor eksternal seperti keberuntungan, nasib
ataukesempatan (eksternal locus of control).

E. Presentase Diri (Self Presentation)


Individu dalam hidupnya senantiasa melakukan interaksi sosial. Dalam
interaksi sosial tersebut tentunya individu tidak dapat menghindar untuk tidak
mengungkapkan diri pada orang lain. Dalam proses presentase biasanya
individu akan melakukan pengelolaan kesan, menseleksi dan mengontrol
perilaku agar sesuai dengan situasi dimana perilaku itu dihadirkan, serta
memproyeksikan pada orang lain suatu image yang diinginkannya. Semua itu
dilakukan karena adanya keinginan agar orang lain menyukai dirinya, ingin
mempengaruhi mereka, ingin memperbaiki posisi, ataupun memelihara status.
Terdapat dua komponen presentasi diri atau pengelolaan kesan yakni
motivasi pengelolaan kesan, dan konstruksi pengelolaan kesan.

9
Motivasi pengelolaan kesan menggambarkan bagaiamana dorongan yang
dimiliki dalam mengendalikan persepsi atau penilaian orang lain terhadap diri
kita, atau untuk menciptakan kesan tertentu dalam benak pikiran orang lain.
Sedangkan kontstruksi pengelolaan kesan menyangkut pemilihan image
tertentu yang ingin diciptakan dan mengubah perilaku dalam cara-cara tertentu
untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam buku pengantara sosial yang kami kutip bahwa ada tiga motivasi
utama pengelolaan pesan yakni:
- Keinginan untuk mendapatkan imbalan
- Untuk mempertahankan bahkan meningkatkan harga diri
- Untuk pengembangan identitas diri
- Strategi Presentasi Diri
Presentase diri dapat memiliki beberapa tujuan, seperti ingin disukai,
tampak kompeten, berkuasa, atau bahkan menimbulkan simpati. Masing-
masing tujuan melibatkan strategi presentase yang bervariasi. Ada beberapa
strategi presentasi diri, yaitu:
Mengambil muka/menjilat. Tujuannya adalah agar diperesepsi sebagai
orang yang menyenangkan atau tampak menarik. Caranya adalah dengan
menjadi pendengar yang baik, ramah, melakukan hal-hal yang member
keuntungan pada orang lain dan menyesuaikan doro dalam sikap dan
perilakunya.
Mengancam atau menakut-nakuti. Tujuannya adalah untuk menimbulkan
rasa takut dengan cara memperoleh kekuasaan dengan meyakinkan orang lain
bahwa ia adalah orang yang berbahaya.
Promosi diri. Tujuannya adalah agar seseorang terlihat kompeten. Caranya
adalah menggambarkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki dan berusaha
member kesan dengan prestasi mereka.
Pemberian contoh/teladan. Orang yang menggunakan strategi ini berusaha
memproyeksikan penghargaannya pada kejujuran dan moralitas. Mereka
mempresentasekan dirinya sebagai orang yang jujur, disiplin, baik hati dan
dermawan.

10
F. Pengungkapan Diri
Pada suatu interaksi antara individu dengan orang lain, apakah orang lain
akan menerima atau menolak kita, bagaimana kita ingin orang lain mengetahui
tentang kita, akan ditentukan oleh bagaimana individu dalam mengungkapakan
diri.pengungkapan diri adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan
dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain.
1. Tingkatan-tingkatan Pengungkapan Diri
Dalam buku pengantar psikologi sosial yang kami kutp ada
beberapa tingkatan pengungkapan diri dalam komunikasi yaitu:
Basa-basi, merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah
atau dangkal. Hal ini dilakukan hanya sekedar untuk menunjukkan
perhatian atau kesopanan.
Membicarakan orang lain, pada tahap ini yang diungkpakan adalah
hal-hal yang tidak berkaitan dengan dirinya atau hal-hal diluar dirinya.
Pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan diri kepada orang lain.
Menyatakan gagasan atau pendapat, pada tingkatan ini individu
sudah mulai menjalin hubungan yang erat dan mulai mengungkapkan diri
kepada orang lain.
2. Menyatakan perasaan,
Hubungan puncak. Pengungkapan diri pada tingkat ini telah
dilakukan secara mendalam, individu satu sama lain dapat menghayati
perasaan yang dialami individu lain.
3. Fungsi Pengungkapan Diri
Dalam buku pengantar psikologi sosial yang kami kutip ada lima
fungsi pengungkapan diri, yaitu: ekspresi, penjernihan diri, keabsahan
sosial, kendali sosial, dan terakhir adalah perkembangan hubungan.
4. Pedoman Pengungkapan Diri

11
Pengungkapan diri tidak selamanya memberikan hal positif bagi
diri, terkadang malah menimbulkan kesan negative sehingga muncul
penolakan dan cemoohan orang lain.
Dalam buku pengantar psikologi sosial yang kami kutip ada tiga
yang perlu dipertimbangkan dalam pengungkapan diri.
- Motivasi melakukan pengungkapan diri
- Kesesuain dalam pengungkapan diri
- Timbal balik dari orang lain

G. Stigmatisasi
Stigma adalah suatu karakterisitk yang dipertimbangkan tidak diinginkan
oleh kebanyakan orang. Stigamsisasi ini merupakan pemberian labeling kepada
seseorang baik secara individu ataupun kelompok. Dalam banyak kasus orang
yang terstigmatisasi, sadar atau tidak, dipaksa untuk memainkan peran tertentu
yang dikehendaki oleh orang lain yang memberikan label.
Dalam buku pengantar psikologi sosial yang kami kutip proses
stigmatisasi memiliki dua akibat yaitu membimbing orang lain (anggota
masyarakat) untuk merubah persepsi dan perilaku mereka terhadap actor
(individu yang dikenai stigma). Dan kedua adalah menyebabkan actor, yang
dikenai labeling untuk merubah persepsi tentang dirinya dan menjadikan
mereka mendefinisikan diri sendiri sebagai orang yang menyimpang.
Efek dari labeling dapat berlangsung lama pada rekasi orang lain, namun
rekasi efek ini dapat dibatasi dengan menggunakan taktik-taktik agar orang lain
tidak mengetahui stigma mereka. Salah satunya dengan menyembunyikan
secara selektif tentang labeling di masa lalu kepada orang lain. Meskipun
demikian, riset secara longitudinal mengemukakan bahwa orang yang
mendapat perlakuan dan labeling secara public untuk mengantisipasi penolakan
dari orang-orang lain.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diri adalah suatu hal yang dimiliki secara kuat oleh individu, adanya
kesadaran Akan diri, dan pilihan-pilihan diri akan komitmen yang dimiliki
terhadap pekerjaan, seksualitas, Serta idiologi agama, dan politik. Dalam
komunitas vespa Ofuitang Gorontalo tidak terdapat atau Komitmen yang
menentukan segala aktivitas anggota yang tergabung. Akan tetapi setiap
anggota Memilik tanggung jawab dalam menjaga dan memelihara nama baik
komunitas vesap Ofuitang Gorontalo. Selain itu dalam komunitas vespa
Ofuitang, sebagian besar anggota mempunyai Pekerjaan yang tentunya lebih
penting dari pada komunitas itu sendiri.
Akan tetapi oleh Komunitas tidak menghambat pekerjaan atau aktivitas
yang dilakukan oleh setiap anggota. Identitas diri, terbentuk oleh karena
adanya ideologi yang dipegang oleh setiap orang Termasuk komunitas.
Ideologi termasuk politik tidak diminati oleh para anggota yang ada di
Komunitas vespa Ofuitang, setiap anggota memandang bahwa urusan politik
merupakan urusan Masing-masing pribadi. Selain orang tua, sahabat juga
berperan penting dalam mambentuk Identitas diri kita terlebih saat kita sudah
salah jalan dalam bergaul dan terlebih sikap kita Berubah saat kita memilih
bergabung dengan sebuah komunitas berubah kearah yang negatif.
Disinilah seorang sahabat dekat dapat masuk untuk mengingatkan kita,
menasehati dan Memotivasi kita untuk kembali ke hal yang positif. Konsep diri
terbentuk oleh fisik, psikologi dan tingkah laku sosial setiap orang.
Dalam Komunitas vespa Ofuitang, penampilan yang unik sudah dijadikan
sebagai ciri khas setiap Anggota yang tergabung dalam komunitas tersebut.
Sebagian masyarakat menganggap bahwa Anak vespa selalu urakan, akan
tetapi anggota vespa Ofuitang memandang dari urakan itu adalah

13
DAFTAR PUSTAKA

Anas, Muhammad. 2007. Pengantar Psikologi Sosial. Makassar: Badan Penerbit


UNM

Farozin, Muh.,Fathiyah, Kartika. 2004. Pemahaman Tingkah Laku. Jakarta : PT


Rineka Citra

Arif Luqman Nadhirin. 2010. From: http://nadhirin.blogspot.com/2010/04/self-


disclosure-pengungkapan-diri.html 16 Oktober 2011.

DRS. SOLEH AMINI YAHMAN . MSi 2010. From


http://solehamini.blogspot.com/2010/05/ presentasi -diri-di-depan-orang-
lain.html. 16 oktober 2011

Syaldi .2006. from: http://sekitarkita.com/2006/08/stigmatisasi/. 16 oktober 2011

14

Anda mungkin juga menyukai