Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ILMU TASHDIQ

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Mantiq

Dosen pengampu : Mutammam, M.Ed

Disusun oleh :

H a m id2420076

PIAUD B

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat allah swt, shalawat dan salam
juga disampaikan keada junjungan nabi besar muhammad saw. Serta sahabat dan
keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama allah. Dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu
pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah Ilmu Mantiq pada program studi
Pendidikan Islam Anak Usia Dini dengan mengangkat judul “Ilmu Tashdiq”.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan maupun isinya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritikan dan saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum Warraahmatullahi Wabarakatuh.

Penulis

SRI APRILIANA

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1

A. Latar belakang.............................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................................................2

C. Tujuan .........................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3

A. Pengertian Tashdiq......................................................................................................................3

B. Macam-macam Tashdiq ..............................................................................................................4

C. Hukum Tashdiq...........................................................................................................................8

BAB III PENUTUP........................................................................................................................10

Kesimpulan ......................................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan adalah sebaik-baik sesuatu yang disukai, sepenting-penting sesuatu
yang dicari dan merupakan sesuatu yang paling bermanfaat, dari pada selainnya.
Kemuliaan akan didapat bagi pemiliknya dan keutamaan akan diperoleh oleh orang
yang memburunya.
Allah SWT, tidak mau menyamakan orang yang berilmu dan orang yang tidak
berilmu, disebabkan oleh manfaat dan keutamaan ilmu itu sendiri dan manfaat dan
keutamaan yang akan didapat oleh orang yang berilmu.
Dalam kehidupan dunia, ilmu pengetahuan mempunyai peran yang sangat penting.
Menurut al-Ghazali dengan ilmu pengetahuan akan diperoleh segala bentuk kekayaan,
kemuliaan, kewibawaan, pengaruh, jabatan, dan kekuasaan. Apa yang dapat diperoleh
seseorang sebagai buah dari ilmu pengetahuan, bukan hanya diperoleh dari
hubungannya dengan sesama manusia, para binatang pun merasakan bagaimana
kemuliaan manusia, karena ilmu yang ia miliki. Dari sini, dengan jelas dapat
disimpulkan bahwa kemajuan peradaban sebuah bangsa tergantung kemajuan ilmu
pengetahuan yang melingkupi.
Dalam kehidupan beragama, ilmu pengetahuan adalah sesutau yang wajib dimiliki,
karena tidak akan mungkin seseorang mampu melakukan ibadah yang merupakan
tujuan diciptakannya manusia oleh Allah, tanpa didasari ilmu. Minimal, ilmu
pengetahuan yang akan memberikan kemampuan kepada dirinya, untuk berusaha agar
ibadah yang dilakukan tetap berada dalam aturan-aturan yang telah ditentukan. Dalam
agama, ilmu pengetahuan, adalah kunci menuju keselamatan dan kebahagiaan akhirat
selama-lamanya.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan apa pengertian dari Ilmu Tashdiq
2. Menjelaskan apa saja macam-macam Tashdiq
3. Menjelaskan hukum Tashdiq

1
C. Tujuan
1. Agar dapat memahami definisi dari Ilmu Tashdiq
2. Agar dapat memahami macam-macam Tashdiq
3. Agar dapat memahami hukum Tashdiq

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Tashdiq


kata tashdiq adalah bentuk mashdar, dari kata kerja shaddaqa-yushaddiqu, yang
berarti membenarkan. Tashdiq secara kebahasaan bisa diartikan sebagai pembenaran,
atau persetujuan.
Pengertian singkatnya, kalau tashawwur itu hanya sekedar gambaran, maka tashdiq
itu ialah tashawwur yang disertai hukum, baik secara negatif (al-Nafy) maupun secara
afirmatif (al-Itsbat). Tashdiq adalah mengetahui hubungan antara kedua mufrad
(tashawwur) atau memberi atas suatu hakikat, dengan menetapkan sesuatu padanya
atau membandingkan kedua tashawwur agar memberi hukum atas keduanya dengan
jelas sesuai atau bertentangan.
Dalam tashdiq ini ada empat unsur yang harus kita ketahui, yaitu:
• Maudhu/Mahkum ‘alaih (subjek)
• Mahmul/Mahkum bih (atribut/predikat)
• Al-Nisbah al-Hukmiyyah (keterkaitan antara atribut dan subjek)
• Al-Hukm (penghukuman)
Kita ambil contoh yang sederhana.
Kalimat: Islam itu Indah.
Dari struktur kalimat di atas, kita melihat ada kata Islam, sebagai subjek, kemudian
ada kata indah, sebagai atribut.
Nah, ketika ada orang yang berkata kepada Anda: Islam itu Indah, tentu Anda belum
bisa mengamini benar tidaknya pernyataan tersebut kecuali setelah mengetahui dan
membayangkan keempat unsur di atas, yakni kata Islam, kemudian kata Indah, lalu
keterkaitan antara Islam dan Indah, dan terakhir ialah berlaku-tidaknya keindahan
untuk ajaran Islam.
Kalau Anda membenarkan pernyataan di atas, dalam arti mengakui keindahan Islam,
baik secara pasti (al-Jazm) maupun hanya sekedar sangkaan (zhann), bukan rasa ragu
(al-Syakk), maka itu namanya tashdiq (pembenaran).
Jadi, intinya, tashdiq itu ialah pengetahuan kita terhadap sesuatu yang disertai
penghukuman baik secara negatif ataupun secara afirmatif (idrak al-Syai ma’a al-
Hukmi ‘alaihi bi al-Nafy aw al-Itsbat).

3
Atau, seperti yang saya singgung di atas, tashdiq itu ialah pembenaran dan
penerimaan kita terhadap suatu propisi (qadhiyyah) baik secara yakin dan pasti (al-
Jazm wa al-Yaqin), maupun hanya sekedar sangkaan (al-Zhann).

B. Macam-macam Tashdiq
Setiap qadhiyyah terdiri dari tiga unsur: 1) mawdhu’, 2) mahmul dan 3) rabithah
(hubungan antara mawdhu’ dan mahmul). Berdasarkan masing-masing unsur itu,
qadhiyyah dibagi menjadi beberapa bagian.
Berdasarkan rabithah-nya, qadhiyyah dibagi menjadi dua: hamliyyah (proposisi
kategoris) dan syarthiyyah (proposisi hipotesis).
Qadhiyyah hamliyyah adalah qadhiyyah yang terdiri dari mawdhu’, mahmul dan
rabithah. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1. Qadhiyah Hamliyyah dan Pembagiannya
Seperti yang sudah diulas diatas Qadhiyah terdiri dari tiga unsur, yaitu:
a. Al-Maudhu (subjek)
Dalam ilmu nahwu disebut mubtada’, fa’il atau na’ibul fail . atu
disebut pula al al-mahkum ‘alaih jika dilihat dari proses pengambilan
keputusan.
b. Al-mahmul (Predikat)
Dalam ilmu nahwu disebut khabar atau fi’il disebut pula al-mahkum
bih jika dilihat dari segi pengambilan keputusan.
c. Al-Rabith (penghubung)
Berupa kata ganti yang menghubungkan antara al-maudhu dan dan al-
mahmul. Suatu kalimat yang tidak disertai rabithah dinamakan
Tsunaiyah sedangkan jika kalimat itu disertai rabithah dinamakan
“Tsulasiyah”.

Ketiga uraian diatas dapat sisederhanakan dalam contoh sebagai berikut:


Kyuhyun adalah seorang penyanyi.
Dapat diuraikan sebagai berikut.
Kyuhyun : Subjek
Adalah : penghubung
Seorang penyanyi : predikat.
Dilihat dari segi mahmulnya, tasdiq Hamliyah terdiri atas:

4
a) Mujabah (positif), yaitu “suatu keputusan berpikir dengan cara menetapkan
berlakunya mahmul kepada maudhu”
Contoh : Abu Bakar seorang khalifah.
b) Salibah (negatif), yaitu “suatu keputusan berpikir dengan cara meniadakan
tetapnya mahmul dari maudhu.
Contoh : korea bukan negara islam
c) Syakhshiyyah (individu tertentu), yaitu “Qadhiyah yang maudhu’nya berupa
pribadi tertentu. Dalam ilmu nahwu individu yang termasuk dalama baian ini
ada tujuh yaitu isim makrifat.
Contoh : kamu seorang pelajar atau Siwon adalah orang yang taat.

Mahmulah (tanpa kata kuantitatif), yaitu “ Qadhiyah yang maudhu’nya


berupa lafadz kulli dan tidak menggunkan kata yang menjelaskan berlakunya
keputusan kepada setiap individumadhu. Contoh : manusia itu dapat berpikir.

Dilihat dari segi maudhunya, tashdik Hamaliyah dibagi kedalam:


a. Kulliyah (Universal), yaitu qadhiyah yang maudhunya berupa lafadz kulli
yang mengandung penjelasan secara langsung berlakunya keputusan kepada
setiap individu maudhunya.
Contoh : setiap penyanyi harus memiliki suara yang indah.
b. Juz’iyyah (sebagian), yaitu “qadhiyyah yang maudhunya berupa lafadz kulli
dan menggunkan kata kuantitas yang menjelaskan berlakunya keputusan bagi
sebagian individu maudhu.
Contoh : sebagian pohon itu ada yang tumbang.

2. Tasdiq Syartiyyah dan pembagiannya


Secara etimologi berarti keputusan bersyrat atau keputusan hipotesis,
sedangkan secara istilah adallah sebagai berikut: “Suatu keputusan dengan
cara menghubungkan suatu qadhiyyah dengan qadhiyah lainnya disertai kata
tertentu untuk menghubungkan keduanya yang semula berdiri sendiri,
sehingga menjadi keputusan hipotesis (dugaan).”
Contoh : jika gula pasir dipanaskan maka ia akan mencair dan memuai.
Contoh tersebut semula terdiri dari dua qadhiyyah, yaitu “gula pasir
dipanaskan” dan “gula akan mencair dan memuai” kemudian dihubungkan

5
dengan mengubah kata “jika” pada qadhiyyah pertama dan kata jawab syarat
yaitu kata “maka”. Sehinnga terjadi hubungan salaing ketergantungan diatara
keduanya.

Tashdid syartiyyah dilihat dari susunan bangunannya Terdiri dari dua bagian,
yaitu : muqaddam dan taliy. Keduanya saling berhubungan dan terbagi lagi
kedalam dua bagian, yaitu:
1. Qadhiyyah syartiyyah muttashilah, yaitu “suatu keputusan dengan cara
menghubungkan satu qadhiyyah ( muqaddam) dengan qadhiyah yang
lain (taliy) dengan hubungan saling berhubungan sebab akibat.Terdapat
dua kemungkinan yaitu positif dan negatif.
2. Qadiyah syartiyah munfashilah, yaitu “suatu keputusan denagnn cara
menghubungkan suatu muqaddam denagn taliy dalam hubungan saling
berbeda dan kontradiksi. Seperti halnya qadhiyah syartiyyah
muttashilah.
Qadiyah inipun terdapat dua kemungkinan yaitu positif dan negatif.

Lebih jelasnya, ketika kita membayangkan sesuatu, lalu kita menilai atau
menetapkan atasnya sesuatu yang lain, maka sesuatu yang pertama
disebut mawdhu’ dan sesuatu yang kedua dinamakan mahmul dan yang
menyatukan antara keduanya adalah rabithah. Misalnya: “gunung itu
indah”. “Gunung” adalah mawdhu’, “indah” adalah mahmul dan “itu”
adalah rabithah (Qadhiyyah hamliyyah, proposisi kategorik).
Terkadang kita menafikan mahmul dari mawdhu’. Misalnya, “gunung itu
tidak indah”. Yang pertama disebut qadhiyyah hamliyyah mujabah
(afirmatif) dan yang kedua disebut qadhiyyah hamliyyah salibah
(negatif).
Qadhiyyah syarthiyyah terbentuk dari dua qadhiyyah hamliyah yang
dihubungkan dengan huruf syarat seperti, “jika” dan “setiap kali”.
Contoh: jika Tuhan itu banyak, maka bumi akan hancur. “Tuhan itu
banyak” adalah qadhiyyah hamliyah; demikian pula “bumi akan hancur”
sebuah qadhiyyah hamliyah. Kemudian keduanya dihubungkan dengan
kata “jika”. Qadhiyyah yang pertama (dalam contoh, Tuhan itu banyak)
disebut muqaddam dan qadhiyyah yang kedua (dalam contoh, bumi akan

6
hancur) disebut tali. Qadhiyyah syarthiyyah dibagi menjadi dua:
muttasilah dan munfasilah. Qadhiyyah syarthiyyah yang
menggabungkan antara dua qadhiyyah seperti contoh di atas disebut
muttasilah, yang maksudnya bahwa adanya “keseiringan” dan
“kebersamaan” antara dua qadhiyyah. Tetapi qadhiyyah syarthiyyah
yang menunjukkan adanya perbedaan dan keterpisahan antara dua
qadhiyyah disebut munfasilah, seperti, Bila angka itu genap, maka ia
bukan ganjil. Antara angka genap dan angka ganjil tidak mungkin
kumpul.

3. Qadhiyyah Mahshurah dan Muhmalah


Pembagian qadhiyyah berdasarkan mawdhu’-nya dibagi menjadi dua:
mahshurah dan muhmalah. Mahshurah adalah qadhiyyah yang afrad (realita)
mawdhu’-nya ditentukan jumlahnya (kuantitasnya) dengan menggunakan kata
“semua” dan “setiap” atau “sebagian” dan “tidak semua”. Contohnya, semua
manusia akan mati atau sebagian manusia pintar. Sedangkan dalam muhmalah
jumlah afrad mawdhu’-nya tidak ditentukan. Contohnya, manusia akan mati,
atau manusia itu pintar. Dalam ilmu mantiq, filsafat, eksakta dan ilmu
pengetahuan lainnya, qadhiyyah yang dipakai adalah qadhiyyah mahshurah.
Qadhiyyah mahshurah terkadang kulliyah (proposisi determinatif general) dan
terkadang juz’iyyah (proposisi determinatif partikular) dan qadhiyyah sendiri
ada yang mujabah (afirmatif) dan ada yang salibah (negatif) . Maka qadhiyyah
mahshurah mempunyai empat macam:
• Mujabah kulliyyah: Setiap manusia adalah hewan
• Salibah kulliyyah: Tidak satupun manusia yang berupa batu.
• Mujabah juz’iyyah: Sebagian manusia pintar
• Salibah juz’iyyah: Sebagian manusia bukan laki-laki.

Sebenarnya masih banyak lagi pembagian qadhiyyah baik berdasarkan


mahmul-nya (qadhiyyah muhassalah dan mu’addlah), atau jihat qadhiyyah
(dharuriyyah, daimah dan mumkinah) dan qadhiyyah syarthiyyah muttasilah
(haqiqiyyah, maani’atul jama’ dan maani’atul khulw). Namun qadhiyyah yang
paling banyak dibahas dalam ilmu filsafat, mantiq dan lainnya adalah
qadhiyyah mahshurah.

7
C. Hukum Tashdiq
Setelah kita ketahui definisi dan pembagian qadhiyyah, maka pembahasan berikutnya
adalah hubungan antara masing-masing dari empat qadhiyyah mahshurah. Pada
pembahasan terdahulu telah kita ketahui bahwa terdapat empat macam hubungan
antara empat tashawwuri kulli: [1] tabâyun, [2] tasâwi, [3] umum wa khusus mutlak
dan [4] umum wa khusus min wajhin. Demikian pula terdapat empat macam
hubungan antara masing-masing empat qadhiyyah mahshurah : [1] tanaqudh, [2]
tadhadd, [3] dukhul tahta tadhadd dan [4] tadakhul.
Tanaqudh (mutanaqidhain [kontradiktif]) adalah
dua qadhiyyah yang mawdhu’ dan mahmul-nya sama, tetapi kuantitas (kam) dan
kualitasnya (kaif) berbeda, yakni yang satu kulliyah mujabah dan yang
lainnya juz’iyyah salibah. Misalnya, “Semua manusia hewan” (kulliyyah
mujabah) dengan “Sebagian manusia bukan hewan” (juz’iyyah salibah).

Tadhad (kontrariatif) adalah dua qadhiyah yang sama kuantitasnya


(keduanya kulliyyah), tetapi yang satu mujabah dan yang lain salibah. Misalnya,
“Semua manusia dapat berpikir” (kulliyyah mujabah) dengan “Tidak satupun dari
manusia dapat berpikir” (kulliyyah salibah).
Dukhul tahta tadhad (dakhilatain tahta tadhad [interferensif sub-kontrariatif]) adalah
dua qadhiyyah yang sama kuantitasnya (keduanya juz’iyyah), tetapi yang satu
mujabah dan lain salibah. Misalnya: “Sebagian manusia pintar” (juz’iyyah
mujabah) dengan “Sebagian manusia tidak pintar” (juz’iyyah salibah).
Tadakhul (mutadakhilatain [interferensif]) adalah dua qadhiyyah yang sama
kualitasnya tetapi kuantitasnya berbeda. Misalnya: “Semua manusia akan
mati” (kulliyyah mujabah) dengan “Sebagian manusia akan mati” (juz’iyyah
mujabah) atau “Tidak satupun dari manusia akan kekal” (kulliyyah salibah) dengan
“Sebagian manusia tidak kekal” (juz’iyyah salibah). Dua qadhiyyah ini disebut pula.

Hukum dua qadhiyyah mutanaqidhain (kontradiktif) jika salah satu dari


dua qadhiyyah itu benar, maka yang lainnya pasti salah. Demikian pula jika yang satu
salah, maka yang lainnya benar. Artinya tidak mungkin (mustahil) keduanya benar
atau keduanya salah. Dua qadhiyyah biasa dikenal dengan ijtima’ al
naqidhain mustahil (kombinasi kontradiktif).

8
Hukum dua qadhiyyah mutadhaddain (kontrariatif), jika salah satu dari
dua qadhiyyah itu benar, maka yang lain pasti salah. Tetapi, jika salah satu salah,
maka yang lain belum tentu benar. Artinya keduanya tidak mungkin benar, tetapi
keduanya mungkin salah.

Hukum dua qadhiyyah dakhlatain tahta tadhad (interferensif sub-kontrariatif), jika


salah satu dari dua qadhiyyah itu salah, maka yang lain pasti benar. Tetapi, jika yang
satu benar, maka yang lain belum tentu salah. Dengan kata lain, kedua qadhiyyah itu
tidak mungkin salah, tetapi mungkin saja keduanya benar.
Hukum dua qadhiyyah mutadakhilatain (interferentif), berbeda dengan
masalah tashawwuri. Bahwa tashawwur kulli (misalnya, manusia) lebih umum
dari tashawwur juz’i (misalnya, Ali). Di sini, qadhiyyah kulliyyah lebih khusus
dari qadhiyyah juz’iyyah. Artinya, jika qadhiyyah kulliyyah benar, maka qadhiyyah
juz’iyyah pasti benar.
Tetapi, jika qadhiyyah juz’iyyah benar, maka qadhiyyah kulliyyah belum tentu benar.
Misalnya, jika “setiap A adalah B” (qadhiyyah kulliyyah), maka pasti “sebagian A
pasti B”. Tetapi jika “sebagian A adalah B”, maka belum pasti “setiap A adalah B”.

9
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Tashdiq merupakan proses berfikir dlam menghubungkan antara dua variabel baik secara
isbat (positif) ataupun nafi (negatif). Tashdiq disebut juga Qadhiyah karena merupakan
proses pembentukan keputusan dalam memikirkan objek pikir yang dipikirkan.

Tashdiq adalah mengetahui hubungan antara kedua mufrad (tashawwur) atau memberi atas
suatu hakikat, dengan menetapkan sesuatu padanya atau membandingkan kedua tashawwur
agar memberi hukum atas keduanya dengan jelas sesuai atau bertentangan.

Macam-macam Tashdiq : Setiap qadhiyyah terdiri dari tiga unsur: 1) mawdhu’, 2) mahmul
dan 3) rabithah (hubungan antara mawdhu’ dan mahmul). Berdasarkan masing-masing unsur
itu, qadhiyyah dibagi menjadi beberapa bagian.

Berdasarkan rabithah-nya, qadhiyyah dibagi menjadi dua: hamliyyah (proposisi kategoris)


dan syarthiyyah (proposisi hipotesis).

Qadhiyyah hamliyyah adalah qadhiyyah yang terdiri dari mawdhu’, mahmul dan rabithah.

Hukum dua qadhiyyah mutanaqidhain (kontradiktif) jika salah satu dari dua qadhiyyah itu
benar, maka yang lainnya pasti salah. Demikian pula jika yang satu salah, maka yang lainnya
benar. Artinya tidak mungkin (mustahil) keduanya benar atau keduanya salah.
Dua qadhiyyah biasa dikenal dengan ijtima’ al naqidhain mustahil (kombinasi kontradiktif).

Hukum dua qadhiyyah mutadhaddain (kontrariatif), jika salah satu dari dua qadhiyyah itu
benar, maka yang lain pasti salah. Tetapi, jika salah satu salah, maka yang lain belum tentu
benar. Artinya keduanya tidak mungkin benar, tetapi keduanya mungkin salah.

Hukum dua qadhiyyah dakhlatain tahta tadhad (interferensif sub-kontrariatif), jika salah satu
dari dua qadhiyyah itu salah, maka yang lain pasti benar. Tetapi, jika yang satu benar, maka
yang lain belum tentu salah. Dengan kata lain, kedua qadhiyyah itu tidak mungkin salah,
tetapi mungkin saja keduanya benar.

Hukum dua qadhiyyah mutadakhilatain (interferentif), berbeda dengan


masalah tashawwuri. Bahwa tashawwur kulli (misalnya, manusia) lebih umum

10
dari tashawwur juz’i (misalnya, Ali). Di sini, qadhiyyah kulliyyah lebih khusus
dari qadhiyyah juz’iyyah. Artinya, jika qadhiyyah kulliyyah benar, maka qadhiyyah
juz’iyyah pasti benar.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://finaniswati.blogspot.com/2014/11/ilmu-tashdiq-ilmu-tashowwur-dan-macam.html?m=1

https://www.qureta.com/post/memahami-konsep-tashawwur-dan-tashdiq

https://arenerin.wordpress.com/2014/10/15/tashdiq-dalam-ilmu-mantiq/

12

Anda mungkin juga menyukai