Anda di halaman 1dari 12

KAIDAH PENAFSIRAN AL-QUR’AN

Makalah
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ulumul Qur’an II

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Muhammad Chirzin, M.Ag

Disusun oleh :
Kelompok 1

1. Muhammad Naharuddin Ma’mur : 17105030087


2. Muhamad Irfan Allatif : 18105030087

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


KELAS B
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2019
Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu „alaikum wr. Wb.

Alhamdulillah Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah yang berjudul
“Kaidah Penafsiran Al-Qur’an” yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an II.
Dalam penyusunan makalah ini kami memperoleh bantuan dari berbagai pihak dan sumber-
sumber kajian makalah. Oleh karena itu, kami haturkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan pembaca
pada umumnya, dan atas amal baik dari semua pihak yang membantu kami dalam penyusunan
makalah ini semoga mendapatkan imbalan pahala dari Allah Swt.

Aamiin.

Yogyakarta, 15 September 2019

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................................... 2


Daftar Isi .................................................................................................................................... 3
BAB I......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang ................................................................ Error! Bookmark not defined.
B. Rumusan Masalah ........................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II ...................................................................................... Error! Bookmark not defined.
PEMBAHASAN ....................................................................... Error! Bookmark not defined.
A. KAIDAH TAFSIR AL-QUR’AN, SUMBER, DAN URGENSINYAError! Bookmark
not defined.
1. Pengertian Kaidah dan Tafsir ...................................... Error! Bookmark not defined.
2. Sumber-sumber Kaidah Tafsir ..................................... Error! Bookmark not defined.
3. Urgensi Kaidah Tafsir.................................................. Error! Bookmark not defined.
B. Korelasi Kaidah Tafsir al-Qur'an dan Kaidah Bahasa Arab
.............................................................................................. Error! Bookmark not defined.
C. Korelasi Kaidah Tafsir al-Qur'an dan Kaidah Ushul Fiqh
............................................................................................... Error! Bookmark not defined.6
BAB III ...................................................................................................................................... 8
PENUTUP ................................................................................................................................. 8
Kesimpulan ............................................................................................................................ 8
Daftar Pustaka............................................................................................................................ 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada manusia
agar dapat difahami dan diamalkan sesuai dengan kaidah-kaidah
yang telah ditetapkan. Dewasa ini banyak penafsiran yang tidak
menggunakan kaidah dalam menafsirkan al-Qur’an sehingga
hasilnya banyak kekacauan dimana-mana seperti salah dalam
memahami makna jihad dalam al-Qur’an dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu makalah ini akan membahas mengenai
pengantar kaidah-kaidah tafsir agar bisa menjadi batu loncatan
untuk memahami al-Qur’an dengan baik dan benar. Beberapa yang
akan dibahas dalam makalah ini antara lain mengenai pengertian
kaidah tafsir serta urgensinya dan korelasi antara kaidah tafsir
dengan bahasa arab dan ushul fiqh.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian mengenai kaidah tafsir serta urgensinya?
2. Bagaimana Korelasi Kaidah Tafsir al-Qur'an dan Kaidah Bahasa Arab?
3. Bagaimana Korelasi Kaidah Tafsir al-Qur'an dan Kaidah Ushul Fiqh?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian mengenai kaidah tafsir serta urgensinya?
2. Untuk mengetahui korelasi bagaimana Kaidah Tafsir al-Qur'an dan
Kaidah Bahasa Arab?
3. Untuk mengetahui Bagaimana Korelasi Kaidah Tafsir al-Qur'an dan
Kaidah Ushul Fiqh?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kaidah tafsir Al-Qur’an, Sumber, dan Urgensinya
1. Pengertian Kaidah dan Tafsir
Kaidah dalam bahasa Arab kata ‫قاعدة‬/qa’idah (kaidah) diartikan
“asas/fondasi” jika ia dikaitkan dengan bangnan, dan ia bermakna “tiang” jika
dikaitkan dengan “kemah”.
Dalam pengertian istilah, ditemukan beberapa penjelasan. Syarif Ali bin
Muhammad al-Jurjani dalam bukunya at-Ta’rifat menulis bahwa: Kaidah adalah
Rumusan yang bersifat kully (menyeluruh) mencakup semua bagian-bagiannya.
Ada juga yang merumuskannya sebagai Ketentuan umum yang dengannya
diketahui ketentuan-ketentuan menyangkut rincian. Kedua definisi tersebut
menggarisbawahi bahwa kaidah mencakup semua bagian-bagiannya. Sementara
Ulama’ mendefinisikan kaidah sebagai Ketetapan yang dapat diterapkan pada
kebanyakan bagian-bagiannya.1
Kata “Tafsir” pada mulanya berarti penjelasan, atau penampakan makna.
Patron kata tafsir ( ‫ ) تفسير‬yang terambil dari kata fasara ( ‫ ) فسر‬mengandung makna
kesungguhan membuka atau keberulang-ulangan melakukan upaya membuka.
Bermacam-macam formulasi yang dikemukakan para pakar tentang maksud
“Tafsir al-Qur’an. Salah satu definisi yang singkat, tetapi cukup mencakup adalah:
Penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai dengan kemampuan
manusia.2
Tafsir/penjelasan itu lahir dari upaya sungguh-sungguh dan berulang-ulang
sang penafsir untuk menarik dan menemukan makna-makna pada teks ayat-ayat
al-Qur’an serta menjelaskan apa yang samar dari ayat-ayat tersebut sesuai
kemampuan dan kecenderungan sang penafsir.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan: Pertama, Sang penafsir harus
bersungguh-sungguh dan berulang-ulang berupaya untuk menemukan makna yang
benar dan tepat dipertanggungjawabkannya. Kedua, Sang penafsir tidak hanya
bertugas menjelaskan makna yang dipahaminya, tetapi hendaknya berusaha
menyelesaikan kesamaran makna lafadz atau kandungan kalimat ayat. Ketiga,
Karena tafsir hasil upaya manusia sesuai dengan kemampuan dan
kecenderungannya, maka tidak dapat dihindari adanya peringkat-peringkat hasil

1
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), Cet. 1, hlm. 6.
2
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hlm. 9.

2
karya penafsiran, baik dari segi kedalaman uraian atau kedangkalannya, keluasan
tau kesempitannya, maupun corak penafsiran, seperti misalnya corak hukum, atau
filosofis, atau kebahasaan, atau sains, dan sebagainya.3
Kaidah tafsir sangat beragam. Ada yang disepakati dan ada pula yang tidak
disepakati. Sebagai contoh kaidah yang menyatakan: “jika ada dua ayat yang
berbicara tentang satu persoalan yang sama, tetapi salah satunya bersifat Muhkam,
dan yang kedua bersifat Mutasyabih, maka yang Mutasyabih harus difahami
berdasar makna yang Muhkam. Ketika kaidah ini diterapkan dalam QS. Al-
Qiyamah [70]: 22-23:
ِ ‫)ٌ ِإلَىٌٌ َر ِب َهاٌن‬٢٢(ٌٌ‫اض َرة‬
)٢٣(ٌٌ‫َاظ َرة‬ ِ َّ‫ُو ُجوهٌٌ َي ْو َمئِذٌٌن‬
“wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.
Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”
Kemudian disandingkan dengan QS. Al-An’am [6]: 103:
.........‫ص ٌُر‬َ ‫ّلٌتُد ِْر ُك ٌهٌُ ْٱْل َ ْب‬
ٌ َّ
“Dia (Allah) tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata.........”
Maka yang menjadikan ayat surat al-Qiyamah sebagai ayat Muhkam
menjelaskan bahwa Allah dapat dilihat oleh mata di akhirat nanti. Hal ini
berbanding terbalik jika ada yang menjadikan ayat surat Al-An’am sebagai ayat
muhkam, dan Al-Qiyamah sebagai Mutasyabih, mereka menegaskan bahwa Allah
sekali-kali tidak dapat dijangkau oleh mata, baik di dunia maupun di akhirat.4

2. Sumber-sumber Kaidah Tafsir


Pertama, disiplin ilmu tertentu (ilmu Bahasa, ilmu Ushul Fiqih, dan Teologi)
Kaidah-kaidah yang diterapkan didalam disiplin ilmu tersebut banyak
dimanfaatkan oleh Ulama Tafsir dalam menetapkan makna ayat.
Kedua, kaidah yang khusus dibutuhkan oleh penafsir sebelum melangkah
ke penafsiran. Antara lain bersumber dari pengamatan terhadap kesalahan-
kesalahan sementara penafsir.
Ketiga, kaidah yang ditarik bersumber langsung dari pengamatan Al-
Qur’an, baik yang tidak berkaitan dengan satu disiplin ilmu, maupun yang tidak
sejalan dengan kaidah-kaidah disiplin ilmu lain.5

3
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hlm. 10
4
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hlm. 13
5
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hlm. 17

3
3. Urgensi Kaidah Tafsir
Urgensi merupakan sebuah keharusan. Jadi, kami menyimpulkan bahwa
mengapa kita harus mempelajari kaidah tafsir. Dari situ munculah yang namanya
manfaat mempelajari kaidah tafsir. Yaitu :
1. Membantu seseorang mengetahui makna kata per-kata
2. Membantu seseorang menghadapi Al-Qur’an dan penafsirannya
sehingga penggunanya tidak terhindar dari kesalahan.
3. Memeperkaya wawasan sehingga dapat memahami Al-Qur’an

B. Korelasi Kaidah Tafsir al-Qur'an dan Kaidah Bahasa Arab


Bahasa arab adalah bahasa yang dipilih Allah swt. untuk menyampaikan al-
Qur'an kepada manusia. Sebagaimana firman Allah:
َ ٌ‫ِإنَّاٌ َج َع ۡلنَ ٌهٌُقُ ۡر َءنًا‬
ٌَ‫ع َربِياٌلَّ َعلَّ ُك ٌۡمٌت َعۡ ِقلُون‬
"Kami menjadikan Al-Qur'an dalam bahasa Arab agar kamu mengerti."
(QS. Az-Zukhrufٌ[43]:3)
Maka tentu terdapat korelasi antara kaidah tafsir dengan bahasa yang
ditafsirkan, yakni bahasa al-Qur'an.6 Bahkan imam as-Syatibi dalam kitab
Muwafaqaatnya mengatakan "tidak akan diperoleh kefahaman akan al-
Qur'an kecuali dengan memahami bahasa arab"7 tentu disini memahami al-
qur'an yaitu dengan menggunakan kaidah-kaidah tafsir. Akan tetapi tidak
serta merta al-Qur'an harus sesuai kaidah-kaidah bahasa arab karena bahasa
ini datang kemudian setelah al-Qur'an. Bahasa yang banyak berkembang
pada saat al-Qur'an diturunkan adalah bahasa lisan, sedangkan bahasa tulisan
masih sedikit digunakan.8
Beberapa contoh mengenai hal ini diantaranya adalah kaidah bahasa
arab mengenai isim nakirah yang bermakna umum apabila diberi al(‫ )ال‬maka
akan menjadi isim makrifat (bermakna khusus). Kaidah ini berhubungan
dengan kaidah tafsir yang dikemukakan syeikh Abdurrahman Basyir as-
Sa'di: "apabila lafal nakiroh terdapat dalam kalimat nafi, nahi, syarath dan
istifham menunjukan pengertian yang umum" seperti ayat dibawah ini:

6
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan dan Aturan yang Patut anda Ketahui
dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati ,2013), hlm. 45.
7
Kholid 'Abdurrohman al-'Aak, Ushuul at-Tafsiir wa Qowaa'iduhu, (Beirut: Daar an-Nafaa'is),
hlm. 137.
8
Ingrid Matson, Ulumul Qur'an Zaman Kita, terj. R. Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: Zaman,
2013), hlm. 28.

4
ٌ‫ٌو َّلٌت ُ ۡش ِر ُكواٌْ ِب ِهۦٌش َۡيـئا‬ َّ ْ‫ٱعبُدُوا‬
َ َ‫ٌٱَّلل‬ ۡ ‫َو‬
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukannya dengan
apapun"(QS. an-Nisa’[4]:36)‫ز‬
Lafadz syai’a(‫ )شيييئا‬disini bermakna umum yakni baik itu syirik besar
ataupun syirik kecil, baik yang samar ataupun yang terang-terangan.9
Kaidah dalam bahasa arab pada umumnya diawali dengan pengertian
kalam, yaitu lafadz yang tersusun serta memiliki makna. Kalam(kalimat)
dibagi menjadi tiga yaitu Isim, Fi’il, dan Huruf. Contoh penerapan kaidahnya
dalam kalimat Isim semisal dari segi nau’(jenis)nya dibagi menjadi dua yaitu
feminin dan maskulin. Apabila suatu lafadz masuk kepada Isim Isyarah(kata
tunjuk) maka isim isyarah sesuai jenisnya, seperti contoh: “ ‫”هيييذاٌا يييد‬
sedangkan dalam al-Qur’an tidak selalu demikian misal dalam surah al-
An’am ayat 78:
ٌ‫لٌيَقَ ۡو ٌِمٌإِنٌِيٌبَ ِريٌءٌ ِم َّ ا‬ ٌۡ َ‫لٌ َهذَاٌ َربِيٌ َهذَاٌٌأ َ ۡكبَ ٌُرٌفَلَ َّ اٌٌأَفَل‬
ٌَ ‫تٌقَا‬ ٌَ ‫ازغَةٌقَا‬
ِ َ‫سٌب‬ َّ ‫فَلَ َّ اٌ َر َءاٌٱل‬
ٌَ ۡ ‫ش‬
ٌَ‫ت ُ ۡش ِر ُكون‬
“Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah
Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata,
“Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan.”(QS. an-Nisa’[6]: 78).
Kata “‫ ”هيييذا‬disini seharusnya menunjuk kata matahari yang berjenis
mu’annats(feminin) secara majazi tetapi tidak ditunjuk menggunakan
pengganti muzdakar(maskulin) karena tuhan disifatkan sebagai wujud yang
kuat menurut al-Biqa’i.10
Dari segi masa baik itu lampau, sedang, dan akan datang digunakan pula
penggunaannya dalam penafsiran al-Qur’an seperti contoh:
َّ ‫أَت َىٌأ َ ْم ُر‬
ُ‫ٌَّللاٌِفَ ََلٌت َ ْست َ ْع ِجلُوٌه‬
“Telah datang ketetapan Tuhan, maka janganlah meminta dipercepat
kedatangannya”(QS. an-Nahl[16]: 1).
Ketetapan Tuhan yang dimaksud adalah kiamat, padahal kiamat
belum datang atau bisa bermakna akan datang tetapi disini menggunakan
kalimat fi’il madhi yang menunjukan makna lampau. Digunakannya kalimat
ini adalah untuk melukiskan kepastian adanya kiamat tersebut seakan-akan
telah terjadi.

9
Abdurrahman Nashir as-Sa’di, 70 Kaidah Penafsiran Al-Qur’an, terj. Marsuni dkk., (Jakarta:
Penerbit Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 12.
10
Shihab. Hlm. 46.

5
C. Korelasi Kaidah Tafsir al-Qur'an dan Kaidah Ushul Fiqh
Kaidah tafsir juga memilki kolerasi dengan kaidah ushul fiqh karena
beberapa ayat dalam al-Qur’an belum tuntas dengan segala macam konteks
peristiwa yang ada sebagai penentuan hukum, sehingga membutuhkan
rumusan dari al-Qur’an untuk memahami dan menetapkan hukum tersebut,
yaitu dengan menggunakan ushul fiqh. Beberapa masalah pokok uhul fiqh
diantaranya:
1. Qath’iy dan Zhonniy
Qath’iy menurut imam as-Syatibi oleh para ulama’
ushul fiqh adalah suatu teks yang memiliki argumentasi yang kuat
yang menunjuk pada kepastian makna, sepreti lafadz “‫”وأقييييمٌالصيييَلة‬
lafadz as-Shalat disini pastilah mengandung makna sholat yang
diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salamdan merupakan shalat
wajib karena banyak agrumentasi yang kuat mendukungnya seperti
nabi dan para sahabat yang tidak pernah meninggalkannya. Sedangkan
zhanniy adalah masih bersifat dugaan seperti ayat :
َ ُ ‫َو ْال‬
ٌ‫طلَّقَاتُ ٌ َيت ََربَّصْنَ ٌ ِبأ َ ْنفُ ِس ِه َّنٌث َ ََلٌث َةٌَقُ ُروء‬
“wanita-wanita yang ditalak menunggu (tidak boleh menikah) menahan
diri mereka tiga kali quru”(QS. al-Baqarah[2]: 228).

Lafadz Quru’ diatas masih dinilai Zhanny karena bisa


bermakna tiga kali suci atau tiga kali haid.
2. Manthuq dan Mafhum
Manthuq barasal dari kata “ ‫ ”نط ي‬yang berarti berucap sehingga
mantuq adalah makna dari kata yang diucapkan seperti contoh ayat:
“‫ ”وأ يييياٌبٌالبيييييلٌو ييييرمٌالربييييى‬sedangkan mafhum adalah makna yang
difahami dari kata yang tidak diucapkan seperti ayat: “ ‫”فييَلٌتقيياٌله يياٌأ‬
ayat ini adalah pelarangan berkata “ah” kepada kedua orang tua yakni
kefahamannya adalah larangan menyakiti hatinya atau memukul
mereka.
3. ‘Am dan Khash
‘Am menurut bahasa adalah menyeluruh. Menurut istilah ushul
fiqh adalah lafadz yang bersifat umum tanpa pengecualian oleh kata
lain seperti contoh:
ٌَ‫ٌم ْنٌقَ ْب ِل ُك ْمٌلَعَلَّ ُك ْمٌتَتَّقُون‬
ِ َ‫ٌوالَّذِين‬
َ ‫ُواٌربَّ ُك ُمٌالَّذِيٌ َخلَقَ ُك ْم‬ ُ َّ‫يَاٌأَيُّ َهاٌالن‬
َ ‫اسٌا ْعبُد‬

6
Dari ayat di atas kata an-Naas masih bersifat umum.
Sedangkan yang khas adalah lawan dari ‘Am yaitu bermakna khusus
seperti ayat:
ٌ‫ت‬ ْ ‫صنَات‬
ْ ‫ٌِال ُ ؤْ ِمنَاتٌِفَ ِ ْنٌ َماٌ َملَ ٌَك‬ ْ ‫ط ْو ًّلٌأ َ ْنٌيَ ْن ِك َح‬
َ ْ‫ٌال ٌُح‬ َ ٌ‫ٌم ْن ُك ْم‬
ِ ‫َو َم ْنٌلَ ْمٌيَ ْست َِط ْل‬
‫أ َ ْي َ انُ ُك ٌْم‬
Kata “‫ت‬
ٌِ ‫صيييينَا‬ َ ْ‫ ”ا ْل ُ ح‬atau budak-budak wanita diatas sudah
bersifat khusus yakni budak-budak wanita yang beriman.11

11
Shihab. Hlm. 155-184.

7
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Kaidah adalah Rumusan yang bersifat kully (menyeluruh) mencakup


semua bagian-bagiannya. Ada juga yang merumuskannya sebagai Ketentuan
umum yang dengannya diketahui ketentuan-ketentuan menyangkut rincian.
Tafsir adalah: Penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai dengan
kemampuan manusia.

Beberapa manfaat mempelajari kaidah tafsir. Yaitu :

1. Membantu seseorang mengetahui makna kata per-kata

2. Membantu seseorang menghadapi Al-Qur’an dan penafsirannya


sehingga penggunanya tidak terhindar dari kesalahan.

3. Memeperkaya wawasan sehingga dapat memahami Al-Qur’an

8
Daftar Pustaka

Shihab, Quraish. 2013. Kaidah tafsir, Tangerang: Lentera Hati.

Nashir as-Sa’di, Abdurrahman. 1997. 70 Kaidah Penafsiran Al-Qur’an, terj. Marsuni


dkk., Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus.

'Abdurrohman al-'Aak, Kholid. Ushuul at-Tafsiir wa Qowaa'iduhu, Beirut: Daar an-


Nafaa'is.

Matson, Ingrid. 2013. Ulumul Qur'an Zaman Kita, terj. R. Cecep Lukman Yasin, Jakarta:
Zaman.

Anda mungkin juga menyukai