Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENGUMPULAN DAN PENYUSUNAN AL-QUR’AN


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen pengampu : Dr. H. Abdurrohim, M.Pd.

Disusun oleh :
Kelompok 2 :
1. Abir Syarifatur Ramadhan (2010631030042)
2. Andien Noveliana Putri (2010631030155)
3. Andre Hendro Wijaya (2010631030156)
4. Dahlia Hasfuri Soleiman (2010631030067)
5. Julianti Pratiwi (2010631030150)
6. Muhamad Rizhan Zulbahri (2010631030165)
7. Mugi Restu Sukarya (2010631030163)
8. Reni Rianti Prastiti (2010631030116)

PROGAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS 2020/2021
Jl. HS. Ronggo Waluyo, Telukjambe Timur, Karawang, Jawa Barat - 41361
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa. Atas
berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyusun makalah ini dengan judul Pengumpulan
dan Penyusunan Al-Qur’an.
Penulisan makalah ini di dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber.
Penulis menyadari bahwa penyusun tugas makalah ini tidak dapat terlaksana tanpa
bimbingan, bantuan, dan saran dari berbagai pihak. Maka dari itu, dalam kesempatan
ini izinkanlah penulis menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Bapak Dr. H. Abdurrohim, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Pendidikan Agama Islam.
2. Teman-teman Akuntansi Kelas 2A.
3. Dan pembaca makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan,
untuk itu penulis mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun.

Karawang, 1 Mei 2021


Penulis,

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan Pembahasan..................................................................................................2
1.4 Manfaat Analisis......................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Mushaf Ali bin Abu Thalib......................................................................................3
2.1.1 Kisah Kehidupan Ali bin Abu Thalib...............................................................3
2.1.2 Karakteristik Mushaf Ali bin Abu Thalib.........................................................4
2.1.3 Susunan Surah Mushaf Ali bin bu Thalib.........................................................6
2.2 Mushaf Zaid bin Tsabit............................................................................................6
2.3 Mushaf Ibnu Mas’ud..............................................................................................10
2.3.1 Biografi Ibnu Mas’ud.....................................................................................10
2.3.2 Pengumpulan Mushaf Ibnu Mas’ud................................................................11
2.3.3 Susunan Mushaf Ibnu Mas’ud........................................................................12
2.3.4 Karakteristik Mushaf Ibnu Mas’ud.................................................................12
2.3.5 Hadist-Hadist Ibnu Mas’ud............................................................................12
2.4 Mushaf Ubay bin Ka’ab.........................................................................................14
2.4.1 Biografi Ubay bin Ka’ab................................................................................14
2.4.2 Karakteristik Mushaf Ubay bin Ka’ab............................................................15
2.4.3 Perbedaan Mushaf Ubay bin Ka’ab dengan Mushaf Utsmani........................17
.......................................................................................................................................18
BAB III.......................................................................................................................19

ii
PENUTUP..................................................................................................................19
5.1 Kesimpulan............................................................................................................19
5.2 Saran......................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada perkembangannya umat islam sudah menyebar keberbagai penjuru.
Banyak sahabat yang menggunakan Al-Qur’an sesuai yang dikumpulkannya. Mereka
membaca dengan lagamnya masing-masing. Pada masa pemerintahan Utsman bin
Affan, ia melihat hal ini harus segera diatasi dengan cara menyatukan dan
menyeragamkan Al-Qur’an menjadi satu bentuk. Pengumpulan Al-Quran yang
dilakukan oleh sahabat Utsman sekitar tahun 30 H seperti yang ditegaskan Ibn Hajar
al-Asqalany.
Pasca wafatnya Rasulullah, terjadi perselisihan tentang penggantian tampuk
kekuasaan. Hingga memperoleh satu keputusan, Abu Bakar diangkat sebagai
khalifah pengganti Rasulullah. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar ini, terjadilah
Perang Yamamah pada tahun 12 H yang melibatkan sebagian besar sahabat
penghafal Al-Qur’an gugur, bahkan dalam suatu riwayat disebutkan sekitar 500
orang, dan mengakibatkan sebagian Al-Qur’an musnah. Berawal dari peristiwa inilah
Umar bin Khattab mengusulkan agar dilakukan pembukuan Al-Qur’an. Hal ini
dikhawatirkan Al-Qur’an akan berangsur-angsur hilang bila hanya mengandalkan
hafalan semata. Dalam menanggapi usulan Umar tersebut, Abu Bakar merasa ragu
lantaran pada masa Rasulullah hal tersebut tidak lazim dilakukan. Akan tetapi karena
desakan Umar, akhirnya Abu Bakar menyetujui dan menunjuk Zaid bin Tsabit
sebagai ketua tim kodifikasi Al-Qur’an dan menuliskannya, hingga akhirnya tulisan-
tulisan tersebut dinamakan “mushaf” atau kumpulan dari lembaran-lembaran yang
ditulis.
Beberapa Mushaf yang diketahui yaitu Mushaf Ali bin Abi Thalib, Mushaf
Zaid bin Tsabit, Mushaf Ibnu Mas’ud, Mushaf Ubay bin Ka’ab.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa pengertian Mushaf Ali bin Abi Thalib
2. Apa pengertian Mushaf Zaid bin Tsabit
3. Apa pengertian Mushaf Ibnu Mas’ud
4. Apa pengertian Mushaf Ubay bin Ka’ab
1.3 Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui, menganalisis, dan mendeskripsikan Mushaf Ali bin Abi
Thalib.
2. Mengetahui, menganalisis, dan mendeskripsikan Mushaf Zaid bin Tsabit.
3. Mengetahui, menganalisis, dan mendeskripsikan Mushaf Ibnu Mas’ud.
4. Mengetahui, menganalisis, dan mendeskripsikan Mushaf Ubay bin Ka’ab.
1.4 Manfaat Analisis
1. Perusahaan
Bagi perusahaan, penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat
sebagai acuan untuk memperbaiki sistem akuntansi pada perusahaan sehingga
dapat menaikan jumlah pendapat dan kepuasan pelanggan.
2. Penyusun
Bagi penyusun, diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai
pembelajaran dan dapat menambah wawasan serta ilmu dari masalah yang
dibahas.
3. Pembaca
Bagi pembaca, diharapkan makalah ini dapat memberi gambaran umum
sebagai sumber informasi yang dapat dikembangkan untuk analisis
selanjutnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mushaf Ali bin Abu Thalib
2.1.1 Kisah Kehidupan Ali bin Abu Thalib
Sahabat Nabi yang memiliki nama Ali bin Abi Thalib ini dilahirkan oleh
seorang ibu yang bernama Fathimah bin Asad bin Hasyim dan memiliki ayah
yang bernama Abu Thalib bin Abdul Muththalib. Beliau dilahirkan pada 10 tahun
sebelum pengutusan risalah kenabian Muhammad, tepatnya pada tanggal 13
Rajab tahun 600/601 M . Selain nama tersebut, beliau juga memiliki kunyah
(nama panggilan) Abu al-Hasan, Abu Turab, dan Abu al-Sibthain. Selain itu
beliau juga dikenal dengan sebutan Amir al-Mu’minin, Rabi’ al-Khulafa’ al-
Rasyidin, dan Bab al-Ilm (pintunya ilmu).
Pada saat usia remaja, Ali bin Abi Thalib dinikahkan oleh Nabi dengan
putrinya yaitu Fathimah al-Zahra. Dari perkawinan tersebut Ali bin Abi Thalib
dikaruniai dua anak yaitu Hasan dan Husain. Selama hidupnya, Ali bin Abi Thalib
banyak berperan dalam pengembangan dakwah Islam. Hal ini dibuktikan dengan
diangkatnya Ali sebagai khalifah keempat pengganti Utsman. Serta, beliau juga
beberapa kali ikut berperang bersama Nabi, seperti ketika perang Badar,
Khandaq, dan Khaibar.
Ali bin Abi Thalib ini termasuk sahabat yang banyak mengetahui langsung
terkait proses turunya Al-Qur’an. Hal ini dikarenakan beliau sejak kecil telah
banyak berinteraksi dengan Rasulullah, baik pada saat Nabi di Makkah maupun
Madinah. Sehingga potensi Ali untuk menyerap ilmu yang berkaitan dengan Al-
Qur’an lebih besar dari pada sahabat lainya.
Diriwayatkan dari Bin Abd al-Barr, bahwasanya Ali bin Abi Thalib juga
termasuk sahabat yang mengumpulkan Al-Qur’an pada masa Nabi. Bahkan,
dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah orang
pertama dari kalangan sahabat yang mengumpulkan Al-Qur’an, berdasarkan
perintah Nabi. Sehingga, tidak heran jika dalam sebuah riwayat, Ali bin Abi

3
Thalib berkata: “Wallahi, tidak ada ayat yang turun kecuali aku telah mengetahui
berkenaan dengan apa ayat tersebut, dimana ayat tersebut diturunkan, dan untuk
siapa ayat tersebut diturunkan”.
Tidak diketahui secara pasti kapan Ali bin Abi Thalib mengumpulkan
salinan Al-Qur’an dalam bentuk mushaf. Namun, dalam sebuah riwayat yang
dikutip oleh al-Zanjani menyebutkan, tatkala Nabi wafat, Ali bin Abi Thalib
bersumpah untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Atas sumpah tersebut, Ali kemudian
mengurung diri selama tiga hari untuk menulis Al-Qur’an secara kronologis
berdasarkan hafalannya. Terdapat juga pendapat yang mengatakan jika proses
pengumpulan mushaf Ali bin Abi Thalib ini dilakukan selama enam bulan pasca
Nabi wafat.
Ali bin Abi Thalib wafat dalam keadaan syahid pada 17/19 Ramadhan 40
H, dimana saat itu usia beliau sudah mencapai 63 tahun. Beliau dibunuh ketika
sedang shalat subuh oleh seorang khawarij yang bernama Abdurrahman bin
Muljam. Jenazah Ali bin Abi Thalib dimakamkan di Dar al-Imarah, Kufah.
Adapun menurut kaum syi’ah, beliau dimakamkan di Najaf, Irak..
2.1.2 Karakteristik Mushaf Ali bin Abu Thalib
Mushaf Ali bin Abi Thalib mempunyai karakteristik tersendiri.
Karakteristik tersebut membedakan antara mushaf Ali bin Abi Thalib dan
mushaf-mushaf yang lainnya. Karakteristik mushaf Ali bin Abi Thalib adalah:
1) Ayat dan surah Alquran tersusun rapi sesuai dengan urutan nuzulnya,
maka ayat-ayat Makkiyyah diletakkan di depan sebelum ayat-ayat
Madaniyyah. Ayat-ayat yang turun pada masa awal diletakkan di awal
sebelum ayat-ayat yang turun belakangan.
2) Ada catatan tanzil di tepi mushaf yang menjelaskan situasi dan kondisi
serta latar belakang ayat-ayat Alquran diturunkan dan takwil yang berguna
untuk menghilangkan ketidakjelasan. Kedua hal tersebut sangat berguna
untuk menggali maksud dan makna ayat-ayat Alquran diturunkan dan
menyingkap makna-makna ayat yang masih samar dan memberikan

4
penjelasan universal dan komprehensif atas kasus-kasus khusus ayat-ayat
Alquran untuk bisa memahaminya.
3) Dalam mushaf ini tercantum bacaan ayat-ayat, sesuai bacaan Rasulullah
SAW, bacaan yang paling murni. Dalam mushaf ini tidak ada sesuatu
yang menjadi sebab perbedaan bacaan Alquran. Dengan demikian cara
untuk memahami kandungan serta penafsiran ayat yang benar menjadi
mudah.
4) Hanya terdapat tujuh juz (bagian), yaitu juz al-Baqarah, juz Al-Imran, juz
Al-Nisa, juz Al-Maidah, juz Al-An’am, juz al-A’raf, dan juz al-Anfa.
5) Jumlah surah adalah 110 surah dan empat surah yang dibuang, yaitu Al-
Fatihah, Al-Ra’du, Saba’, dan al-Alaq. Keempat surah tersebut ditulis
dalam surah al-Baqarah.
Karakteristik lain juga dapat ditemukan dalam perbedaan penggunaan
kerangka redaksi ayat Al-Qur’an. Ibnu Abi Dawud dalam karyanya al-Mashahif,
menyebutkan bahwa terdapat perbedaan kerangka redaksi dalam Q.S. al-Baqarah
[2] ayat 285. Jika dalam mushaf utsmani tertulis dengan redaksi demikian:
َ‫ٰا َمنَ ال َّرسُوْ ُل بِ َمآ أُ ْن ِز َل إِلَ ْي ِه ِم ْن َّربِّ ِه َو ْال ُم ْؤ ِمنُوْ ن‬
Maka dalam mushaf Ali ibn Abi Thalib redaksinya berbeda dan berubah
menjadi seperti berikut:
َ‫ٰا َمنَ ال َّرسُوْ ُل بِ َمآ أُ ْن ِز َل إِلَ ْي ِه َوآ َمنَ ْال ُم ْؤ ِمنُوْ ن‬
Untuk lebih rincinya, Taufik Adnan Amal dalam karyanya Rekonstruksi
Sejarah Al-Qur’an, menjelaskan bahwa terdapat beberapa perbedaan mendasar
antara mushaf Ali ibn Abi Thalib dengan mushaf utsmani, yaitu: Pertama,
perbedaan vokalisasi konsonan yang sama, semisal kata ghairi dibaca ghaira.
Kedua, pemberian titik diakritis (i’jam) terhadap kerangka konsonantal yang sama
ataupun yang berbeda, seperti titik jim dan nun dalam kata janafan diganti dengan
dihapusnya titik jim dan ditambah dengan titik ya sehingga berubah menjadi
haifan.

5
Ketiga, penyisipan kata atau sekelompok kata dalam sejumlah ayat,
misalnya kata ihdina (Q.S. al-Fatihah [1]: 6) disisipi kata tsabbitna sehingga
menjadi ihdina tsabbitna shirat al-mustaqim. Keempat, perbedaan kerangka
konsonantal yang mengekspresikan sinonim kata-kata tertentu, semisal kata al-
shadafaini (Q.S. al-Kahfi [18]: 96) diganti menjadi al-jabalaini. Serta, terkadang
juga ditemukan susunan kata yang terbalik, seperti kata al-maut bi al-haqq (Q.S.
Qaf [50]: 19) dibalik menjadi al-haqq bi al-maut.
Mushaf Ali ini sebenarnya sangat bermanfaat dan berguna, seperti
mengetahui ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah secara pasti dan benar,
mengetahui perjalan pensyariatan sebuah hukum, pentahapan ajaran Islam, dan
lain-lainnya. Artinya, seandainya mushaf ali bin Abi Thalib tidak dibakar semasa
pengumpulan Alquran dalam satu mushaf rampung dan ada hingga sekarang,
masalah-masalah dalam memahami Alquran akan teratasi.
2.1.3 Susunan Surah Mushaf Ali bin bu Thalib
Susunan surah yang dipakai di dalam mushaf Ali bin Abi Thalib adalah
sesuai dengan urutan turunnya ayat Al-Quran. Dalam teori Makkiy dan Madaniy,
ayat yamg turun sebelum hijrah adalah Makkiy dan ayat yang turun setelah hijrah
adalah Madaniy. Berdasarkan teori tersebut, Ali bin Abi Thalib meletakkan ayat-
ayat Makkiyyah pada urutan awal dalam mushafnya, karena ayat-ayat Makkiyyah
lebih dahulu turun ketimbang ayat-ayat Madaniyyah.
Dalam mushaf ini sangat jelas proses perjalanan sejarah turunnya Alquran.
Dengan adanya mushaf ini, sejarah perjalanan tasyri’ dan hukum-hukum bisa
dilacak dengan mudah dan bisa dimengerti.

2.2 Mushaf Zaid bin Tsabit


Pada masa awal pemerintahan Abu Bakar, terdapat beberapa kejadian terutama
di Yaman karena banyak orang yang murtad dari agamanya dan juga menolak untuk
membayar zakat. Di samping itu, ada pula orang-orang yang mengaku dirinya
sebagai nabi seperti Musailamah al-Kahzab. Setelah melihat kejadian-kejadian

6
tersebut, Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah mengambil keputusan dengan
memerangi mereka yang ingkar dan mengaku sebagai nabi. Maka terjadilah
peperangan yang dikenal dengan perang Yamamah.
Dalam perang Yamamah sebanyak tujuh puluh penghafal al-Qur’an dari
kalangan sahabat gugur. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dari Umar bin Khattab,
Karena orang-orang ini merupakan penghafal al-Qur’an, Umar merasa cemas jika
bertambah lagi angka yang gugur. Kemudian Umar menghadap Abu Bakar dan
mengajukan usul kepadanya agar dilakukan pengumpulan dan pembukuan al-Qur’an
dalam satu mushaf karena dikhawatirkan akan musnah, karena dalam peperangan
Yamamah telah banyak penghafal al-Qur’an yang gugur. Pada awalnya Abu Bakar
menolak usul tersebut, hingga akhirnya Allah SWT membukakan hati Abu Bakar
untuk menerima usulan dari Umar bin Khattab untuk mengumpulkan dan
membukukan al-Qur’an. Kemudian Abu Bakar meminta kepada Zaid bin Tsabit,
mengingat kedudukannya dalam qiraat, penulisan, pemahaman, dan kecerdasannya
serta kehadirannya pada pembacaan al-Qur’an terakhir kali oleh Rasulullah SAW.
Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran Umar dan usulan Umar.
Pada mulanya, Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu, bahkan ia
mengungkapkan bahwa pekerjaan itu sangat berat dengan mengatakan “seandainya
aku diperintahkan untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal itu tidak lebih berat
bagiku daripada mengumpulkan al-Qur’an yang engkau perintahkan”. Keduanya
kemudian bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid bin Tsabit menerima hal
tersebut. Abu Bakar membentuk panitia yang terdiri dari empat orang dengan
komposisi kepanitiaan sebagai berikut: Zaid bin Tsabit sebagai ketua, dan tiga orang
lainnya yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Ubay bin Ka’ab, masing-
masing sebagai anggota. Panitia penghimpun yang semuanya penghafal dan penulis
al-Qur’an termsyur, itu dapat menyelesaikan tugasnya dalam waktu kurang dari satu
tahun, yakni sesudah peristiwa peperangan Yamamah (12 H/633 M) dan sebelum
wafat Abu Bakar ashShiddiq.

7
Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an, Zaid bin Tsabit bekerja
sangat teliti. Sekalipun beliau hafal al-Qur’an seluruhnya, tapi untuk kepentingan
pengumpulan al-Qur’an yang sangat penting bagi umat Islam, masih memandang
perlu mencocokkan hafalan atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan
menghadirkan beberapa orang saksi. Dengan selesainya pengumpulan ayat-ayat al-
Qur’an dalam satu mushaf dengan urutan-urutan yang telah ditetapkan oleh
Rasulullah Saw, Zaid bin Tsabit kemudian menyerahkannya kepada Abu Bakar
sebagai khalifah pada saat itu. Mushaf ini tetap dipegang khalifah Abu Bakar hingga
akhir hayatnya. Kemudian dipindahkan ke rumah Umar bin Khatab selama
pemerintahannya. Sesudah beliau wafat, Mushaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah,
putri Umar, dan juga sebagai istri Rasulullah Saw sampai masa pembukuan di masa
khalifah Utsman bin Affan. Mushaf itu tidak diserahkan kepada khalifah sesudah
Umar, alasannya adalah sebelum wafat, Umar memberikan kesempatan kepada enam
orang sahabat diantaranya Ali bin Abi Thalib untuk bermusyawarah memilih seorang
di antara mereka menjadi khalifah. Kalau Umar memberikan mushaf yang ada
padanya kepada salah seorang di antara enam sahabat itu, Ia khawatir dipahami
sebagai dukungan kepada sahabat yang memegang mushaf. 15 Padahal Umar ingin
memberkan kebebasan kepada para sahabat untuk memilih salah seorang dari
mereka menjadi khalifah.
Dalam perjalanan selanjutnya, ketika jabatan khalifah dipegang Utsman bin
Affan dan Islam tersiar secara luas sampai ke Syam (Syria), Irak, dan lain-lain,
ketika itu timbul pula suatu peristiwa yang tidak diinginkan kaum muslimin. Ketika
khalifah Utsman mengerahkan bala tentara Islam ke wilayah Syam dan Irak untuk
memerangi penduduk Armenia dan Azarbaijan, tiba-tiba Hudzaifah bin al-Yaman
menghadap khalifah Utsman dengan maksud memberi tahu khalifah bahwa di
kalangan kaum muslimin di beberapa daerah terdapat perselisihan pendapat
mengenai tilawah (bacaan) al-Qur’an.16 Dari itu, Huzaifah mengusulkan kepada
Utsman supaya perselisihan itu segera dipadamkan dengan cara menyalin dan
memperbanyak al-Qur’an yang telah dihimpun di masa Abu Bakar untuk kemudian

8
dikirimkan ke beberapa daerah kekuasaan kaum muslimin. Dengan demikian
diharapkan agar perselisihan dalam hal tilawah al-Qur’an ini tidak berlarut-larut.
Perbedaan itu terlihat pada waktu pertemuan pasukan perang Islam yang datang
dari Irak dan Syria.17 Mereka yang datang dari Syam (Syria) mengikuti qira’at Ubai
bin Ka’ab, sementara mereka yang berasal dari Irak membaca sesuai qira’at Ibnu
Mas’ud. Tak jarang pula, di antara mereka yang mengikuti qira’at Abu Musa al-
Asy’ariy. Sangat disayangkan, masing-masing pihak merasa bahwa qira’at yang
dimilikinya lebih baik. Hal ini membuat para sahabat prihatin, karena takut kalau-
kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Pada
awalnya, perbedaan bacaan dikalangan sahabat tidak dipermasalahkan, bahkan pada
masa Rasulullah Saw perbedaan bacaan tersebut diakui, seperti kata imdhi= sir=
pergilah, ‘ajjil= asri’= bersegeralah; akhkhir=amhil= tundalah. Akan tetapi setelah
Rasulullah wafat, perbedaan ini semakin meruncing, yakni pada masa khalifah
Utsman bin Affan, sampai-sampai terjadi percekcokan antara murid dan gurunya.
Setelah mendengar laporan dari Huzaifah dan melihat langsung fenomena yang
tejadi di kalangan umat Islam, Utsman bin Affan kemudian mengutus orang
meminjam mushaf yang ada pada Hafsah istri Rasulullah Saw untuk diperbanyak.
Untuk kepentingan itu, Utsman bin Affan membentuk panitia penyalin al-Qur’an
yang diketuai Zaid bin Tsabit dengan tiga orang anggotanya masing-masing
Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash, Abdul al-Rahman bin al Harits bin Hisyam.
Tugas panitia ini ialah membukukan al-Qur’an, yakni menyalin lembaran-lembaran
yang telah dikumpulkan pada masa Abu Bakar menjadi beberapa mushaf. Dalam
pelaksanaan tugas ini, Utsman menasehatkan supaya mengambil pedoman kepada
bacaan mereka yang hafal al-Qur’an. Kalau ada pertikaian antara mereka mengenai
bahasa (bacaan), maka haruslah dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab al-
Qur’an itu diturunkan menurut dialek mereka. Maka dikerjakanlah oleh panitia
kepada mereka, dan setelah tugas itu selesai, maka lembaran-lembaran yang
dipinjam dari Hafsah itu dikembalikan kepadanya. Kemudian Utsman bin Affan
memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang bertuliskan al-

9
Qur’an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya. Mushaf yang ditulis oleh panitia
adalah lima buah, empat di antaranya dikirim ke Makkah, Syiria, Basrah dan Kufah,
dan satu mushaf lagi ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah yang
dinamai dengan Muzhaf al-Imam.

2.3 Mushaf Ibnu Mas’ud


2.3.1 Biografi Ibnu Mas’ud
Abdullah ibn Mas’ud yang lebih dikenal dengan Ibnu Mas'ud lahir dari
seorang ayah bernama Mas’ud ibn Ghafil dan ibu bernama Ummu ‘Abd bint ‘Abd
Wadd. Ibnu Mas’ud merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang
berasal dari suku Hudzail. Ibnu Mas’ud menikah dengan Raithah dan Zainab. Dari
pernikahan tersebut beliau dikaruniai tiga anak laki-laki dan beberapa anak
perempuan.
Rasulullah sendiri memberikan nama panggilan untuk Ibnu Mas’ud yaitu
Abu Abdurrahman. Selain itu, Ibnu Mas'ud juga mendapat julukan yaitu Ibnu
Ummi ‘Abd. Beliau sempat berpartisipasi dalam beberapa peperangan, seperti
Perang Badr, Uhud, dan Perang Yarmuk.
Baik siang atau malam, mukim atau safar, Ibnu Mas’ud senantiasa
berdekatan dengan Nabi Muhammad SAW. Dengan kedekatan inilah, Ibnu
Mas’ud mampu meriwayatkan perkataan Nabi dalam 70 surah secara langsung.
Disebutkan dalam kitab Abdullah ibn Mas’ud: ‘Amid Hamlah al-Qur’an
wa Kabir Fuqaha’ al-Islam karya ‘Abd al-Sattar al-Syaikh, Ibnu Mas’ud
merupakan orang pertama setelah Rasulullah yang membaca Al-Qur’an secara
lantang dan terang-terangan di Makkah. Beliau tidak gentar walaupun mendapat
tanggapan keras dari kaum kafir Quraisy. Selain itu, Ibnu Mas’ud juga diberi
kepercayaan oleh Rasulullah untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada umat Islam.
Dalam kitab Jami’ al-Masanid wa al-Sunan dari jalur Abu Mu’awiyah,
terdapat sabda Nabi sebagai berikut:
ٍ ‫ ِم ْن اب ِْن َم ْسعُوْ ٍد َوأُبَ ِّي ْب ِن َك ْع‬:‫ُخ ُذوْ القُرْ آنَ ِم ْن أَرْ بَ َع ٍة‬
َ‫ب َو ُم َعا ِذ ب ِْن َجبَ ٍل َو َسالِ ِم َموْ لَى أَبِ ْي ُح َذ ْيفَة‬

10
“Ambillah bacaan Al-Qur’an dari empat orang: Ibnu Mas’ud, Ubay ibn
Ka’ab, Mu’adz ibn Jabal dan Salim maula Abu Hudzaifah” (Hadis no. 748)
Ibnu Mas'ud menjadi salah seorang guru yang mengajarkan Al-Qur’an
kepada umat islam. Muridnya berasal dari berbagai suku diantaranya suku
Hudzail, Tamim, Quraisy, dan lainnya. Ibnu Mas'ud mengajarkan sastra, bahasa,
dan bacaan Al-Qur'an kepada Penduduk Kufah. Cara beliau menyampaikan
ilmunya yaitu dengan mendiktekan Al-Qur'an kepada mereka sesuai dengan apa
yang telah dipelajarinya dari Rasulullah SAW.
Ajaran Ibnu Mas'ud terpengaruh oleh dialek Hudzail, dialek suku Tamim
dan dialek dari suku-suku yang ada di sekitarnya. Salah satu contoh yaitu Ibn
Mas’ud membaca “Inna a’thainaka” pada Qs. 108:1 menjadi “inna anthainaka”.
Corak bacaan tersebut merupakan corak dari dialek Tamim, yang memiliki corak
idhgham. Terdapat peniadaan bunyi huruf dalam bunyi huruf lain. Selain itu, ada
lagi corak yang membedakan mashuf Ibnu Mas'ud dengan mashuf lain yaitu
mengganti huruf “kaf” menjadi “qaf”. Seperti saat Ibn Mas’ud membaca
“qusyithat” pada Qs. 81:11, dengan huruf kaf.
2.3.2 Pengumpulan Mushaf Ibnu Mas’ud
Sayangnya tidak ditemukan informasi yang jelas mengenai kapan
diawalinya pengumpulan mushaf Ibnu Mas'ud. Menurut pandangan sekitar, beliau
mulai mengumpulkannya wahyu pada masa kenabian Muhammad SAW, beliau
mempelajari ajaran Rasulullah secara lisan. Kemudian beliau melanjutkan
pengumpulan mushaf sepeninggal nabi. Mushaf Ibnu Mas'ud cukup berpengaruh
di kalangan penduduk Kufah. Namun, ketika khalifah Utsman bin Affan memberi
otoritas untuk menggantikan teks-teks Al-Quran yang sudah tidak relevan dengan
salinan resmi teks Al-Quran standar, Ibnu Mas'ud menolak memberikan
mushafnya sebab beliau jengkel karena mushaf Zaid bin Tsabit lebih diutamakan
ketimbang mushafnya.

11
2.3.3 Susunan Mushaf Ibnu Mas’ud
Pada zaman Ibnu Mas'ud, tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa
mushaf Ibnu Mas'ud berlainan dengan Mushaf yang lain. Selepas beliau wafat, isu
tersebut muncul. An-Nadim mengatakan, "Saya melihat susunan surat dalam
mushaf Ibnu Mas‘ud sebagai berikut: al-Baqarah, an-Nisa’, Ali Imran surah al-
Fatihah.” an-Nadim mengatakan bahwa beliau pernah melihat berbagai mushaf
yang dikaitkan dengan Ibnu Mas'ud, akan tetapi tidak pernah melihat dua naskah
yang mirip satu sama lain. Namun pada akhirnya an-Nadim memutuskan lebih
baik mengutip daripada mengutamakan observasi sendiri.
2.3.4 Karakteristik Mushaf Ibnu Mas’ud
Mushaf Ibnu Mas'ud memiliki perbedaan dengan mushaf Utsmani yaitu
terletak pada susunan surahnya yang berbeda. Disebutkan dalam kitab al-Itqan fi
Ulum al-Qur’an karya Jalaluddin al-Suyuthi, jumlah surah pada mushaf Ibnu
Mas’ud terdapat sebanyak 112 surah, karena dalam mushaf tersebut tidak
memasukkan surah al-Falaq dan al-Nas atau yang biasa disebut dengan al-
Mu’awwidzatain.
Namun, al-Suyuthi hanya menyebutkan 108 surah. Dengan demikian,
maka ketika proses perincianya al-Suyuthi tidak menyebutkan surah al-Fatihah,
Qaf, al-Hadid, dan al-Haqqah.
2.3.5 Hadist-Hadist Ibnu Mas’ud
Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud dari Rasulullah serta para
sahabat lainnya berjumlah 848 hadis, 64 diantaranya disepakati oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim. Diantaranya adalah :
Hadist tentang Kejujuran dapat membawa kebaikan dan kebaikan itu akan
membawa ke dalam surga
Dari Abdullah Ibnu Mas'ud, Rasulullah SAW bersabda :
‫ق يَ ْه ِديْ اِلَى ْالبِ ِّر اِ َّن ْالبِرِّ يَ ْه ِديْ اِلَى ْال َجنَّ ِة (رواه البخارى ومسل‬ ِ ‫َعلَ ْي ُك ْم بِالصِّ ْد‬
ِّ ‫ق فَاِ َّن ال‬
َ ‫ص ْد‬
Artinya:

12
“Hendaknya kamu selalu jujur karena kejujuran itu akan membawa kepada
kebaikan dan kebaikan itu akan membawa ke dalam surga.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Hadist tentang Kejujuran itu ketenangan dan kedustaan itu kebimbangan
: ‫صلّى هللاُ َعلَ ْي ِه و َسلَّم‬
َ ‫ت ِم ْن رسو ِل هَّللا‬ ْ ِ‫ قَا َل حف‬، ‫ضي هَّللا ُ َع ْنهما‬
ُ ‫ظ‬ ٍ ِ‫ ع َْن أبي ُم َح َّم ٍد ْال َحس ِن ْب ِن َعلِ ِّي ْب ِن أبي طَال‬: ‫لثَّاني‬
َ ‫ َر‬، ‫ب‬
‫حديث صحي ٌح‬ ٌ : ‫ب ِريبةٌ » رواه التِرْ مذي وقال‬ َ ‫ َو ْال َك ِذ‬،ٌ‫ق طُمأنينَة‬ َ ُ‫ َد ْع ما يَ ِريبُكَ إِلَى َما ال يَريب‬.
َ ‫ فَإِ َّن الصِّ ْد‬، ‫ك‬
‫ وا ْع ِدلْ ِإلى َما ال تَ ُش ُّك فيه‬، ‫ُك ما تَ ُش ُّك في ِحلِّه‬
ْ ‫ ا ْتر‬: ُ‫ َو َمعْناه‬، ‫ض ِّمها‬ َ ‫بفتح الياء و‬ ِ ِ « : ُ‫قَوْ لُه‬
‫يريبُكَ » ه َُو‬
Artinya :
Dari Abu Muhammad Al Hasan Bin Ali ra, Ia berkata, Aku menghafal
hadits dari Rasulullah SAW, yaitu: “Tinggalkanlah olehmu apa saja yang kamu
ragukan dan beralihlah kepada yang tidak kamu ragukan. Sesungguhnya kejujuran
itu ketenangan dan kedustaan itu kebimbangan.” (H.R. Tirmidzi)
Hadist tentang Para pedagang akan dibangkitkan di hari kiamat sebagai
orang jahat, kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik, & berlaku
jujur

‫ق‬ َ ‫إِ َّن التُّجَّا َر يُ ْب َعثُونَ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة فُجَّارًا ِإالَّ َم ِن اتَّقَى هَّللا َ َوبَ َّر َو‬
َ ‫ص َد‬

Artinya :

“Sesungguhnya, para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti


sebagai orang-orang fajir (jahat), kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah,
berbuat baik, dan berlaku jujur.

Hadist tentang Kebaikan itu menunjukkan jalan ke surga, sedangkan dusta


menunjukkan jalan ke neraka

ِّ‫ق يَ ْه ِديْ إِلَى ْالبِر‬ َ ‫ص ْد‬ِّ ‫ فَإِ َّن ال‬، ‫ق‬ ِّ ‫ َعلَ ْي ُك ْم بِال‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ِ ‫ص ْد‬ َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬ َ َ‫ ق‬: ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫بن َم ْسعُوْ د َر‬ ِ ِ‫ْن َع ْب ِد هللا‬
َ ‫ َوإِيَّا ُك ْم َو ْال َك ِذ‬، ‫ص ِّد ْيقًا‬
‫ فَإِ َّن‬، ‫ب‬ ِ ِ‫َب ِع ْن َد هللا‬َ ‫ق َحتَّى يُ ْكت‬ َ ‫ص ْد‬ ِّ ‫ق َويَتَ َحرَّى ال‬ُ ‫ َو َما يَ َزا ُل ال َّر ُج ُل يَصْ ُد‬، ‫ َوإِ َّن ْالبِ َّر يَ ْه ِديْ إِلَى ْال َجنَّ ِة‬،
َّ ْ
‫َب ِعن َد هللاِ َكذابًا‬ ْ
َ ‫ب َحتَّى يُكت‬ ْ ْ
َ ‫ َو َما يَ َزا ُل ال َّر ُج ُل يَك ِذبُ َويَتَ َحرَّى ال َك ِذ‬، ‫ار‬ ِ َّ‫ َوإِ َّن ْالفُجُوْ َر يَ ْه ِديْ إِلَى الن‬، ‫ب يَ ْه ِديْ إِلَى ْالفُجُوْ ِر‬ َ ‫ْال َك ِذ‬

Artinya :

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, Rasulullah


SAW bersabda, “Hendaklah kamu berlaku jujur karena kejujuran menuntunmu
pada kebenaran, dan kebenaran menuntunmu ke surga. Dan senantiasa seseorang
berlaku jujur dan selalu jujur sehingga dia tercatat di sisi Allah SWT sebagai orang

13
yang jujur. Dan hindarilah olehmu berlaku dusta karena kedustaan menuntunmu
pada kejahatan, dan kejahatan menuntunmu ke neraka. Dan seseorang senantiasa
berlaku dusta dan selalu dusta sehingga dia tercatat di sisi Allah SWT sebagai
pendusta.” (H.R. Muslim)

Hadist tentang Orang yang tidak jujur termasuk sebagai orang yang munafik

َ‫ب َوإِ َذا َو َع َد أَ ْخلَفَ َوإِ َذا ا ْئتُ ِمنَ خَ ان‬


َ ‫ث َك َذ‬ ِ ِ‫آيَةُ ْال ُمنَاف‬
ٌ َ‫ق ثَال‬
َ ‫ث إِ َذا َح َّد‬

Artinya :

“Tanda orang munafik itu ada tiga, jika berkata dia berdusta, jika berjanji
dia mengingkari, dan jika diberi amanah dia khianati.” (H.R. Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah).

2.4 Mushaf Ubay bin Ka’ab


2.4.1 Biografi Ubay bin Ka’ab
Ubay bin ka’ab adalah seorang katib yang mahir sejak ia belum masuk
islam. Kemudian disaat nabi Muhammad Saw menjalani hijrah ke madina sesampai
disana orang yang pertama kali ditunjuk sebagai katib ialah Ubay bin Ka’ab karena
ia sebelumnya sudah masyhur dan mahir dalam masalah korespondensi. Sesaat
kemudian setiap ada wahyu yang turun kepada nabi maka dialah Ubay bin ka’ab
sebagai penulisnya. Pada saat itu ia lah yang dianggap penulis wahyu pertama
setelah hijrah dan ia juga adalah mufasir dan hafidz sejak masa itu. Maka oleh
karena itu juga ada yang beranggap ia lah seorang yang berpatisipasi menyebarkan
Al-Qur’an pertama kali.
Ubay bin ka’ab dilahirkan dimadinah. Nama lengkap dia ialah Ubay bin
Ka’ab bin Qois bin Ubaid. Nama kunyahnya ialah Abu at-Thufail atau Abu
Mundzir al-Ashari. Ia berasal dari kabilah bani Amru bin Malik bin an-Najjar, suku
Kharaj tetapi ia tidak ditemukan keberadaan kapan ia lahirnya. Namun sejarah
mencatat dia bahwa telah mengikrarkan islam setelah nabi Muhammad saw hijrah
kemadina, ini berarti yakni kaum muslimin sahabat dari golongan Anshar yaitu

14
kaum muslimin dari madinah yang seiman dari makkah yang disebut kelompok
Muhajirin. Beberapa perang badar, perang uhud juga ia pernah mengikuti dengan
laksana gagah perkasa.
Minim pada masa tahun-tahun kematiannya tidak bisa dipastikan karena
banyak versi pendapat yang berbeda diantaranya 19, 20, 22, 30 bahkan ada yang
32. Sebab penggeseran ke belakang ini membuat partisipasi Ubay bin Ka’ab dalam
proses pengumpulan mushaf pada masa Khalifah Usman menjadi memungkinkan.
Padahal sejumlah riwayat menuturkan bahwa pada saat proses penyusunan mushaf
standar Usmani, Ubay bin Ka’ab telah wafat.
2.4.2 Karakteristik Mushaf Ubay bin Ka’ab
Ubay bin ka’ab termasuk sahabat nabi dari golongan Anshar yang pandai
dalam tulis menulis. Memang ia sebenarnya sebelum masuk islam sudah terakui
oleh kaum penduduk madinah dengan kepandaiannya dalam hal tulis menulis. Oleh
sebab itu nabi Muhammad kemudian mengangkat dia sebagai sekretarisnya telah
tiba di Madina. Tugas dia tidak juga sebagai korespondensi dan termasuk menulis
perjanjian madinah tak hanya ini juga ia sebagai penulis wahyu-wahyu yang
diterima oleh nabi.
Dengan demikian Ubay bin ka’ab bisa memahami Al-Quran dengan cukup
mendalam. Oleh sebab itu lah nabi Muhammad merekomondasikan ubay bin ka’ab
diantara empat sahabat yang dirinya umat islam yang mempelajari al-Qur’an.
Pengumpulan mushaf tersebut tidak diketahui secara jelas tetapi mushaf ini sudah
populer sebelum munculnya standar-standar utsmani.
Ada sebuah kisah yang menuturkan dari Abi Dawud dalam kitab Al Masahif
ketika itu orang syiria datang ke Madinah kepada Ubay bin ka’ab untuk
membenarkan bacaan juga kepada Zaid bin Tsabit, sekalipun pada masa itu
Khalifah Umar juga tidak banta kebenarannya.
Ubay bin Ka’ab termasuk di antara para sahabat yang telah menyepakati
Mushaf Utsmani, dan ia termasuk salah satu di antara para sahabat Nabi yang ikut
serta dalam mengumpulkan dan menulis Al-Qur'an pada masa Abu Bakar dan juga

15
Utsman bin Affan. Bahkan, ia pun ikut berpartisipasi dalam proses pendiktean,
penulisan, dan pengoreksian. Adapun bukti lain tentang adanya kontribusi Ubai
dalam hal tersebut, bisa kita perhatikan dari banyaknya jalur sanad bacaan para ahli
baca Al-Qur'an yang tujuh.
Maka dari itu, kita akan mengetahui bahwa enam orang di antara mereka
memiliki jalur sanad yang ternyata tersambung kepada Ubay bin Ka’ab. Seperti :
1. Nafi’ mempelajari bacaan Al-Qur'an dari tujuh puluh orang tabi’in. Di antara
mereka adalah Sa’id bin al-Musayyab yang mempelajari bacaan Al-Qur’an
dari Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Abdullah bin Iyasy bin Abi Rubai’ah al-
Makhzumi. Mereka semua, mempelajarinya dari Ubai bin Ka’ab, dan Ubai
sendiri menerimanya dari Nabi Muhammad Saw.
2. Abdullah bin Katsir mempelajari bacaan Al-Qur'an dari Abdullah bin Saib,
Al-Mujahid bin Jabar al-Makki, Ali Darbas maula Ibnu Abbas. Yang ternyata,
Ibnu Abbas dan Ibnu Sa’ib mempelajarinya dari Ubai bin Ka’ab.
3. Abu ‘Amr bin al-’Ala mempelajari bacaan Al-Qur'an dari Abu ‘Aliyah Ar-
Rayyahi. Abu ‘Aliyah mempelajarinya dari Ubai bin Ka’ab.
4. Ashim bin Abi an-Nujud mempelajari bacaan Al-Qur'an dari Abu
Abdurrahman as-Sullami yang mempelajarinya dari Ubai bin Ka’ab.
5. Jalur sanad bacaan Hamzah Az-Zayyat sama dengan jalur sanad ‘Ashim
hingga tersambung kepada Ubai bin Ka’ab.
6. Al-Kasa’i mempelajari bacaan Al-Qur'an dari Hamzah dan Nafi’. Sanad
riwayat bacaannya tersambung kepada Ubai melalui Hamzah dan Nafi’.
Dari penjelasan di atas, dapat kita ketahui bahwa jalur sanad riwayat para
ahli baca Al-Qur'an yang tujuh tersambung kepada Ubai bin Ka’ab. Hal tersebut
mengindikasikan, bahwa mushaf yang berada pada tangan kita sekarang ini adalah
mushaf yang dirawikan dari jalur sanad Ubai bin Ka’ab, dan jalur-jalur sanad lain
yang tersambung kepada Nabi Muhammad saw.
Meskipun mushaf Ubay bin Ka’ab dikabarkan turut dimusnahkan ketika
dilakukan standardisasi teks Al-Qur’an pada masa Khalifah Usman, sejarah telah

16
mencatat Ubay bin Ka’ab sebagai salah seorang mufasir Al-Qur’an yang aktif
berpartisipasi menyebarkan Al-Qur’an kepada umat Islam generasi pertama.
2.4.3 Perbedaan Mushaf Ubay bin Ka’ab dengan Mushaf Utsmani
Ada beberapa perbedaan dari segi jumlah surat. Surat al-Fil dan al-Quraisy
ini dijadikan satu surat jadi jumlahnya ialah menjadi 116 tapi yang benar ialah 115
surat karena dua surat tersebut dijadikan satu surat. Tetapi al-Nadim tidak
menuliskan 14 jadi menjadi 102 surat. al-Fihrist berpendapat daftar tartib surat
dalam al-Itqan juga tidak lengkap. Ada 8 surat yang tidak tercantum dalam al-Itqan;
yaitu al-Muddatssir, al-Furqan, al-Sajdah, Fathir, al-Qalam, al-Insan, al-Buruj, dan
al-Masad.
Jadi susunan suratnya berbeda dengan mushaf utsmani dan juga pada jumlah
surat pada mushaf Ubay bin Ka’ab lebih banyak karena bertambahan surat al-
Khal’u dan al-Hafdu keduanya ini memuat do’a qunut karena kata dia termasuk
do’a yang juga diwahyukan. Surat al-Khal’ ini berjumlah 3 ayat dan surat Al-Hifd
ini berjumlah 6 ayat.
Do’a Khal’u
‫اللهم انا نستعين بك ونستغفرك و نثني عليك الخير وال نكفرك ونخلع‬
Do’a Hafdu
‫بسم اهللا الرحمن الرحيم اللهم اياك نعبد ولك نصلي ونسجد واليك نسعى ونخفض‬
Pada surat al-Fil dan al-Quraisy di jadikan satu dan tidak dimulai dengan
basmalah dan juga pada surat az-Zumar diawali dengan “Hamim” jadi dalam surat
terdapat 8 surat yang diawali dengan “Hamim”.
Selain itu ada susunan kerangka susunan konsonan teks yang pendahuluan
dan pengakhiran, pembolak balik susunan ayat dan penambahan pengurangan ayat
atau kata juga banyak dijumpai pada mushaf Ubay bin Ka’ab. Bahka ditemukan
ayat alternatif dan ekstra dalam mushaf Ubay bin Ka’ab. Jeffery berupaya
mengumpulkan varie lectiones (ragam bacaan) membutuhkan sekitar 64 halaman
untuk menyajikan yang bebeda dari lectio vulgata (bacaan resmi) mushaf Utsmani.

17
Contohnya, huruf alif dan nun bisa dibaca inna, anna, ataupun an, ataupun
an. Mim dan nun dibaca man atau min, kalimat shummun bukmun ‘umyun dibaca
shumman bukman ‘umyan, wa la al-dlalin dibaca dibaca ghayri al-dlalin, walahul
al-hamdu fil akhiroti disisipi kata al-dunya, sehingga dibaca wa lahu al-hamdu fi
ad-dunya wa al-akhirati, libasa al-ju’i wa al-khawfi dibalik menjadi libasa al-
khawfi wa al-ju’i.

18
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1) Mushaf Ali bin Abi Thalib
2) Mushaf Zaid bin Tsabit.
3) Mushaf Ibnu Mas’ud.
4) Mushaf Ubay bin Ka’ab.

5.2 Saran

19
DAFTAR PUSTAKA

Ramadhani, M. R. T. (2020). Mengenal Mushaf Pra-Utsmani (5): Mushaf Ali ibn Abi
Thalib. 25 November. https://tafsiralquran.id/mengenal-mushaf-pra-utsmani-5-
mushaf-ali-ibn-abi-thalib/

Misionaris, S. (2018). Mushaf Ali Bin Abi Thalib. 6 Desember.


https://sangmisionaris.blogspot.com/2018/12/mushaf-ali-bin-abi-thalib.html?
m=1

Ichsan, M. (n.d.). SEJARAH PENULISAN DAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN


PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW DAN SAHABAT. Substantia, 14,
4–6. https://core.ac.uk/download/pdf/228453526.pdf

Misionaris, S. (2017). Menjawab Dakwaan Terhadap Mushaf Ibn Mas’ud. 13 Mei.


https://sangmisionaris.blogspot.com/2017/05/mushaf-ibnu-masud.html?m=1

Ramadhani, M. R. T. (2020). Mengenal Mushaf Pra-Utsmani (3): Mushaf Ibnu


Mas’ud. 22 November. https://tafsiralquran.id/mengenal-mushaf-pra-utsmani-3-
mushaf-ibnu-masud/

Murdianto, M. T. (2020). 5 Hadits tentang Kejujuran, Kebaikan yang Bisa


Mengantarmu ke Surga. 6 Mei.
https://www.idntimes.com/life/inspiration/muhammad-tarmizi-murdianto/hadis-
tentang-kejujuran/5

Misionaris, S. (2017). Mushaf Ubay bin Ka’ab. 12 Juli.


http://sangmisionaris.blogspot.com/2017/07/mushaf-ubay-bin-kaab.html

Ilyas, M. (2017). MUSHAF UBAY BIN KA’AB. 6 Maret.


http://muhammadilyas440.blogspot.com/2017/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html

20

Anda mungkin juga menyukai